Anda di halaman 1dari 11

Chapter 2

“Belum pulang?”

Yoongi menggeleng dan menerima gelas kopi hangat dari Jimin yang ikut duduk disampingnya. Terpaan
angin malam di taman rumah sakit jelas dapat membuatnya sakit meski berbalut mantel tebal sekalipun,
dan Jimin selaku calon adik iparnya yang baik tak mau si pucat disebelahnya terserang demam ke
esokkan hari.

“Jungkook memberitahu ku kalau hatinya dilanda gusar entah kenapa, dia tidak tahu saja kalau kakaknya
disini tengah menderita penyakit bimbang yang berkepanjangan.”

“Jangan sok tahu.”

Berdecih, Jimin menyeruput kopinya perlahan lalu mendesah puas karena hangat melingkupi
tenggorokannya.

“..apa yang kali ini kamu risaukan? Profesinya?”

Si lelaki pucat diam tak berkutik, dan Jimin tahu pertanyaannya tepat sasaran. Tersenyum lebar seolah
mendapatkan lotre, lelaki itu mengusap pundaknya.

“Berapa kali harus ku katakan untuk tidak membawa masa lalumu menghadapi seseorang yang akan tiba
di masa depan? Lihat dirimu sekarang, sebaiknya kamu pergi menemuinya sebelum sesuatu yang tidak
di inginkan terjadi.”

Yoongi Ingin egois untuk dirinya kali ini. Tak ada lagi keraguan tentang bagaimana sosok itu akan
mengetahui bahwa hatinya yang semula hanya berlabuh padanya, kini hendak mencintai seseorang
yang memang di takdirkan padanya.

&&&

Taehyung membiarkan seorang perawat mengganti balutan pada pundaknya yang entah kenapa
kembali berdarah, mengecek suhu tubuhnya, dan membantunya duduk nyaman di atas sofa sembari
menunggu perawat tersebut membawakannya teh hangat dan bubur.
Matanya menangkap kilat kecil di kejauhan dari jendela kamar inapnya. Awan hitam berangsur
mendekat dan Taehyung memalingkan muka begitu suara pintu bergeser lalu tersentak detik
berikutnya.

Seseorang yang berada di ambang pintu bukanlah sosok perempuan semampai berhias senyum lebar
dan sapaan ramah yang ia tunggu, tapi pria berambut cokelat tanpa senyum yang langsung melangkah
mendekat bersama kibar jas memukau.

Terdapat nampan berisi mangkuk bubur dan gelas alumunium tinggi di kedua tangannya. Taehyung tak
mau menduga sesuatu sebelum pasangan jiwanya sendiri yang melakukan sesuatu.

“Aku mendengar kalau jahitannya terbuka,” nampan diletakkan hati hati di atas nakas, menggeser gulir
mata cantiknya, Yoongi menyodorkan gelas agar di genggam dan beranjak duduk disamping Taehyung
yang masih diam mengamati. “akan ku jahit ulang setelah kamu memakan ini.”

Taehyung patuh begitu Yoongi bergerak menyendok bubur dan mengarahkan sendok di depan
mukanya. Pria itu dalam diam mengamati wajah lelah Yoongi yang berusaha mengendalikan sesuatu
agar ia tak khawatir meski Taehyung segera bertanya detik setelahnya.

“Ada ragu di wajahmu, apa itu tentang diriku?”

Mata berpendar linglung, bibir bawah tergigit kuat, dan gerakan menyendok bubur yang terhenti
seketika.

Dagu di raih oleh tangan besar Taehyung, dan Yoongi tak dapat menghindari kontak mata dengan netra
hijau kembar yang berkedip serius.

“Aku sudah menunggumu selama enam tahun terakhir, dan aku bertekad untuk segera membuatnya
jadi milikku bila bertemu nanti.” Taehyung menyingkirkan mangkuk ditangan Yoongi, dan membawa
tangan tangan halus itu memeluk lehernya.

Ia dapat merasakan nafas Yoongi yang memberat dan gerutan tak nyaman di pundak dan tengkuknya.
Gulir mata kecil itu mencoba memerhatikannya yang semakin mendekat lalu mendekap.

Sapuan hangat sepanjang punggung beserta kecupan di pundaknya memantik rasa sedih karena sempat
meragukan pasangan jiwanya sendiri. Yoongi ingin menangis, ingin mengatakan bahwa perasaan
bimbang ini benar benar menganggu kehidupannya yang terus berjalan ke depan,

Dan ia tak akan mau lagi menoleh ke belakang, melihat masa lalunya yang perlu dilupakan.

“Aku pernah menjalin cinta bersama seseorang dulu,” elusan itu tidak berhenti, namun punggung yang
berangsur tegak menandakan bahwa belahan jiwanya siap mendengarkan.

“Beliau memiliki profesi yang sama denganmu. Tepat dua tahun menjalin cinta, di hari yang bersamaan,
dia menyadarkanku tentang hubungan terlarang yang tengah kami jalani, juga berita kecelakaan yang
menimpanya dikemudian malam.” Yoongi menarik diri, beranjak memegang pundak lebar Taehyung dan
bergerak menaiki kedua paha kuatnya.

Taehyung meraih pinggang ramping agar tak jatuh, dada di dorong perlahan hingga punggungnya
menyapa sofa dan pria di atasnya menggeliat sebelum merunduk untuk mengecup pelipisnya.

“Aku masih mencintainya hingga kini, meski tuhan telah mempertemukan pasangan jiwaku yang seindah
ini.” Beralih menarik turun jubah besar, Yoongi berhasil melucuti kain yang melapisi tubuh bagian atas
Taehyung. Mulutnya bergerak menjelajah lebih jauh, mencium leher jenjangnya rakus, berusaha
menciptakan ruam cinta dan membangun libido Taehyung.

Namun, lengan berotot mencegah kegiatannya lebih lanjut. Pun berjengit begitu mendongak dan
mendapati kilat amarah dari netra hijau yang entah sejak kapan menjadi kesukaannya.

“Aku tidak bercinta dengan seseorang yang masih mencintai orang lain.” Suara beratnya bergaung
penuh kemarahan, dan Yoongi mengutuk betapa seksi raut wajah itu.

Pria itu seolah tuli, melanjutkan kegiatannya dengan tenang. Kali ini targetnya adalah menggapai ranum
yang menyembunyikan dua pasang taring tajam yang menggodanya sejak tadi.

Menahan sisi kepala Taehyung, ia melancarkan aksi dan menciumnya ganas. Yoongi tak dapat menahan
lenguhan ketika Taehyung meremas sisi tubuhnya dan lidahnya yang mulai mendominasi.

“Maka dari itu tandai aku.” Yoongi mengusap bawah mata Taehyung dan pipi tirusnya “Buat aku
mencintaimu dan melupakan semua rasa cintaku padanya.” Menggesuh karena jas kebanggan telah raib
dari badan bersama kaus hitam bahkan nyaris celananya, Yoongi menahan gerak jemari pasangan
jiwanya dan memaksa pria itu menatapnya.

“Bersedia atau tidak?”

Mendengus, Taehyung membanting Yoongi ke sofa lalu mengukungnya.

“Diam dan berteriaklah untukku.”


Chapter 3

“Bagaimana keadaan kakakku?”

“Setidaknya berikan salam, bocah.” Jimin merutuk, sebatang rokok tersumpal di belah bibir dan
empunya membuang asap sebelum kembali berbicara pada kekasihnya.

“Sorry babe, aku terlalu khawatir. Kak Yoon baik baik saja kan?”

“Ya, dia baru saja ku peringati seperti yang sudah sudah. Entahlah, mungkin berhasil kali ini.”

“Itu terdengar melegakan.”

“Jeon. Tidak berniat pulang?”

Ada kekehan kecil disebrang, dan Jimin semakin merindukan kekasih bongsornya disana.

“Aku sudah berusaha agar bisa pulang dan memelukmu. Percayalah bahwa semua karyawan bosan
mendengar amarahku yang disebabkan tidak bisa cepat pulang.”

Jimin juga tertawa, mencoba mewanti wanti hatinya agar tidak mendesaknya untuk menangis.

“Pulang Jeongguk-ah, kamu sudah menelantarkan rumahmu selama lebih dari setengah tahun. Nanti
kalau dia mencari penghuni baru bagaimana?”

“Tidak sulit, berikan dua botol wiski Itali dan gauli hingga pagi. Rumah itu akan menjadi milkku
kembali.”

“Dasar iblis, jika tidak pulang lusa aku benar benar akan mencari pria yang tak kalah gagah darimu.”

“Coba saja, kalau dia bisa menandingiku memuaskanmu di ranjang.”

“DIAM! DASAR KELINCI BEROTOT SIALAN!!!”

&&&

“Ini kali pertamamu?”

“Apa aku terlihat sudah pernah melakukannya?”

Taehyung merobek bungkus pengaman dengan taring tajamnya sembari mengamati molek tubuh pria
manis di bawahnya. Bibir ranum bengkak, rambut cokelat berantakan, liur dan bercak ruam di sekujur
tubuh, dan geliat tubuhnya yang menginginkan Taehyung segera.
Tungkai rapat di pisah perlahan bersama kecup manis di sepanjang lutut hingga jemari kakinya.
Taehyung meraba tempat surgawi milik Yoongi yang telah basah, melumuri jemarinya yang mengusap
perlahan penuh dengan cairan kental sebagai pelumas alami dari submissivenya.

“Aku tidak berharap ditandai mate ku di tempat kerja seperti ini.”

Taehyung tertawa, membenamkan dua jemari dan menilik kedua mata abu Yoongi yang berputar ke
atas juga jeritan tertahan dari pria manis di bawahnya. Pun berangsur menjadi empat setelah mencium
kening Yoongi yang langsung menahan kepalanya agar dapat menciumnya.

“Keluarkan aku dari sini dan akan ku tandai ulang dirimu di tempat yang lebih layak.”

Yoongi mengusap kedua bisep kencang dan menyusuri hingga pundak, meraba bagian luka yang kembali
menganga. Taehyung mendesis begitu jemari kecil itu menyentuh hati hati, ia menutup mata sejenak
dan menurut ketika sebelah tangan meraih sisi kepalanya dan menuntunnya untuk merunduk lebih
rendah.

“Sangat sakit?” bisiknya parau bertanya, Taehyung menggeleng seraya menarik keluar jari jemarinya.
Memposisikan ujung kebanggaan dan mendorongnya masuk dalam satu tarikan nafas.

“Tidak lebih sakit dari mencintai seseorang yang mencintai orang lain.”

kepala menengadah bersama lenguhan sensual yang keras, leher jenjang berhias ruam di pamerkan
secara tak sengaja dan Taehyung segera bersiap untuk menandainya.

Hujaman demi hujaman menghantarkan keduanya pada nikmat yang tiada tara, meski cairan kental
merah menyelimuti batang kemaluannya dan Taehyung enggan menanyakan apakah itu menyakitkan
untuk pasangan jiwanya.

“ANHH!!”

Kedua pasang taring mengilap, sebentuk lengan kekar melingkari pinggang dan menuntun Yoongi untuk
duduk, juga semakin memperdalam bagaimana kemaluan besar itu nampak jelas membentur dinding
perutnya.

“Engh, Taehyungh” kedua tangan meremat bantalan sofa dan paha besar Taehyung sebagai pegangan
agar dirinya tak jatuh, sedangkan pasangan jiwanya tengah sibuk menghujam dengan bibir bawah
tergigit keras dan keringat berjatuhan disepanjang pelipis hingga lehernya.

“Deep right? How’s that, you like it?”

Yoongi berteriak kencang, menggeram kecil dan menjawab pertanyaan Taehyung dengan senyum jahil
seksi yang semakin menambah libido pemuda tampan itu.

“Hmhmm!! Dalam sekali! Suka, aku suka!!!”


Ada senyum puas yang terulas, dan ketika ia merasakan sesuatu yang bergumpal di bawah perutnya,
Taehyung tak ambil pikir panjang dan meraih sisi kepala Yoongi untuk melihat dengan jelas tato elang di
selusur tulang selangkanya.

“Aku minta maaf” bersamaan dengan kalimat yang terlontar, Taehyung melepaskan benihnya dan
menancapkan taringnya di atas tato Yoongi dimana empunya menjerit keras karena rasa sakit yang
datang bak gelombang tsunami dan menghantam seluruh raganya.

Taehyung memeluk erat tubuh kecil prianya yang kehilangan kesadaran meski taring taring Taehyung
masih mengoyak urat urat juga kulit pelindung dimana feromon manisnya akan bercampur dengan
miliknya yang lebih dominan.

“Maaf,”

“Maafkan aku.”

“Sorry dear, im so sorry.”

Pemuda bersurai jelaga memperhatikan darah yang semakin banyak keluar membasahi selangkangan
pria manisnya. Ada sesak yang menghantam hatinya dan membuat Taehyung terisak sedih.

“Sorry.”
Chapter 4

Jimin membuka lengannya lebar lebar begitu pemuda semampai bersetelan parlente berlari ke arahnya
masih dengan menenteng tas kerja dan rambut rapi berlapis gel.

HUG!

“Wah, kamu bertambah gagah, bongsor.”

“Oh, tentu, aku harus rajin berolahraga agar kamu semakin cinta.”

Jeongguk baru saja pulang dari dinas luar negara setengah tahunnya. Jimin selaku pawangnya tidak
pernah menawarkan diri untuk mengunjunginya yang selalu termenung sendiri, mengharapkan
kedatangan kekasih hatinya meski itu hanyalah hayalan belaka. Ia harus mengerti bahwa mereka sama
sama sibuk dengan pekerjaan masing masing, dan Jeongguk mulai bosan dengan ini.

“Dimana kak Yoon? Apakah beliau di rumah dan menunggu kepulanganku juga?”

Jimin menggamit lengan pemuda disampingnya dan membawanya menuju mobil jemputan dari
keluarga Jeon di gerbang delapan. Mencuri kecup dan pamer senyum lebar ia membagikan berita
bahagia untuk kekasih gagahnya.

“Sebenarnya beliau tidak di rumah sekarang, karena sedang di rawat inap di rumah sakit.”

“Huh?”

Jimin berterima kasih pada supir pribadi yang membukakan pintu dan mempersilahkannya masuk
bersama tuan muda mereka. Jeongguk melempar senyum hangat pada pria tua di balik kemudi dan
berbasa basi sebentar sebelum kembali menoleh menatap Jimin yang menyandar padanya.

“Kenapa kak Yoon di rawat? Sakit apa memangnya?”

“Kakakmu ditandai oleh matenya tiga hari yang lalu, beliau memintaku menyampaikan maafnya padamu
karena tidak bisa ikut menjemput karena beliau masih susah menggerakan kedua kakinya.”

Jeongguk mengangguk “Aku bisa memakluminya karena kamu juga mengalami hal yang sama empat
tahun lalu.”

“Yep, jadi sebagai gantinya Taehyung akan menemui mu mewakili kak Yoongi.”

“…Kim Taehyung?”

“Oh? Kamu sudah mengenalnya?”

Jeongguk mengerutkan kedua alisnya tak suka.


“Rival semasa kuliah yang menjadi polisi? Ya aku mengenalnya.”

&&&

“Aku baik baik saja, astaga tuhan! Berhenti membopongku kemana mana!!”

Taehyung tuli, tak menghiraukan pundak yang di pukul sedemikian rupa oleh Yoongi yang melengos
marah padanya. Kekasih hatinya berkata bahwa pendarahan saat ditandai olehnya tidak terlalu terasa,
juga permohonan maaf yang dibalas anggukan maklum karena pengalaman pertama juga karenanya
yang sengaja memancing emosi Taehyung agar lebih posesif padanya.

“Apakah kurang? Aku akan meminta perawat membuatkannya lagi.” Hendak beranjak sebelum
kepergian ditahan, Yoongi menggeleng sambil berkata kenyang seraya tersenyum padanya.

Taehyung dengan setia duduk di sampingnya, menemani menghabiskan sarapan dan mengonsumsi
obat, juga mencuri pandang padanya yang menonton rintik hujan dan gemerlap bintang yang berpadu
apik dimatanya.

“Itu bukan sekedar umpan agar kamu tidak ragu,” Yoongi berpaling padanya bersama tatapan teduh “-
tapi memang benar kalau masih ada dirinya didalam hatiku.”

Taehyung ikut menatapnya, ada getar tak menyenangkan di dada begitu melihat bagaimana pasangan
jiwanya seolah terlihat lebih sehat dan baik baik saja ketika mengucapkan nama dari sosok yang tak ia
kenal.

“..dan aku harus apa?” ujarnya, pertanyaan skeptis, yang entah di tujukan pada Yoongi yang mendengus
kecil atau pada dirinya sendiri yang terlihat putus asa.

Tangan kurus bergerak mengelus sisi kepala dan menyelinapkan anak rambut ke belakang telinga
Taehyung, sedangkan yang bersangkutan memejamkan mata menikmati sapuan halus yang penuh kasih
sayang di sepanjang wajahnya.

“Aku akan bertanya padamu sekarang,” Yoongi mengusap bawah mata berisi kelereng hijau gelap yang
tertutup kelopak. “-do you love me?”

Pemuda itu tampak mengerutkan keningnya, jemarinya menggenggam erat tangan Yoongi yang masih
bertengger di atas pipinya.

“Katakan padaku yang sejujurnya, tanyakan pada hatimu tentang perasaan sekedar suka atau memang
telah jatuh cinta.” Pria itu membiarkan Taehyung bergeming sejenak, dan mengambil kesempatan agar
dapat memperhatikan rupa tampan dan mempesona belahan jiwanya.
“Aku tidak akan marah apapun jawabannya, karena kita bisa memulainya perlahan lahan.”

Terdapat gerung tak nyaman sebelum kelopak matanya kembali terbuka bersama jawaban yang ia
tunggu sedari tadi, dan Yoongi mengangguk begitu kalimat yang terlontar justru menggores sedikit
hatinya.

“No. I don’t love you”

“…yet.”
Chapter 5

Hoseok menyapanya dengan girang ketika ia lewat bersama Taehyung yang membungkuk sopan. Rekan
kerjanya tersebut menepuk bahu Taehyung seraya berbincang bincang dan saling memperkenalkan diri,
Yoongi mengusap punggung tangan pemuda tersebut yang terlihat kurang nyaman karena tatapan
sekitar.

Bagaimanapun juga, pemuda ini punya perawakan jangkung dan tampan. Orang orang tak akan melepas
pandangan meski muda maupun tua.

“Hope-ah, akan ku hubungi saat sudah sampai,” pungkas Yoongi menengahi percakapan keduanya “titip
salam buat alphamu ya, semoga dia baik baik saja. Aku pamit.” Punggung berbalik meninggalkan
bersamaan dengan salam Taehyung yang terburu buru akibat bingung.

Pun, terkesiap begitu Yoongi melempar kunci mobil kepadanya yang bergeming tak mengerti.

“Bawa aku pulang.”

Taehyung mengangguk paham dan hendak melangkah memasuki mobil sebelum dirinya tertegun akan
ucapan selanjutnya yang tak pernah ia duga.

“..ke rumahmu, Kim.”

Ia berdiri linglung, mencoba memilah emosinya yang tak tahu seperti apa.

“Keberatan?”

“Tidak.” Jawab yang bersangkutan cepat, badan berbalik spontan dan tungkai bergerak mendekat
bersama uluran tangan yang menggapai lengan pucat sang tambatan.

Yoongi diam, melirik bagaimana eratnya cengkraman pada pergelangan tangannya dan raut wajah
pemuda gagah di hadapannya. Dan ketika senyuman kecil tersungging di belah bibir tipisnya, Taehyung
tak akan melepaskan kesempatan untuk memeluknya. Mendekapnya erat dan menghirup banyak
banyak harum yang kenyamanannya tidak akan ada pernah tandingannya.

Jemari lentiknya menyusuri rambut tebal Taehyung yang nyaris menangis memeluknya. Mengusap
punggungnya perlahan, ia berharap perasaannya tersampaikan dan masuk ke dalam hati agar mereka
lebih mudah memahami kesulitan masing masing.

Anda mungkin juga menyukai