Anda di halaman 1dari 51

|

By yoongstormy

Copyright © 2021

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang memperbanyak, mengubah, memperluas

seluruh isi file ini tanpa izin tertulis dari penulis.

Penulis:

yoongstormy

Layout:

vopeworldian

Cetakan Pertama: Agustus 2021

Halaman 51; 14,8 21 cm


|
[/niːs/ NEESS]


Tags: Slice of Life, Drama, Romance, Explicit Mature Content.
d
aca jendela yang sedikit terkena tetesan
embun seakan menjadi saksi bisu bagaimana
gugupnya perasaan pria yang hari ini genap
berusia 22 tahun. Di hari yang sama pula, dirinya
sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan yang
telah ia persiapkan selama kurang lebih 4 bulan
belakangan. Jemarinya meremas ujung jas berwarna
hitam yang sudah dipakainya. Bibirnya ia gigit sesekali,
beberapa kali pandangannya ia arahkan pada jarum
jam yang tak berhenti berdetik. “Dua puluh menit lagi,
please … jangan kebelet pipis,” batinnya.

Pintu yang diketuk tiba-tiba, membuat tubuhnya


melonjak. Yoongi memegangi dadanya, sembari
berusaha mengatur napasnya. “Kaget banget?” ucap
si pelaku.

“Nanti kalo lo nikah, pasti bakal tau rasanya,” balas


Yoongi kesal.

Taehyung yang baru datang itu lantas mengambil


kursi, dan duduk di sebelah Yoongi. Keduanya
menghadap ke jendela, sama-sama menatap kosong
ke arah bangunan tinggi yang menghiasi kota Seoul.

|
Pagi ini, cuaca cukup cerah, dan Yoongi bersyukur
untuk itu. Pasalnya, acara resepsi pernikahannya nanti
akan diadakan di tempat terbuka. Letaknya tak jauh
dari rumahnya, hanya berjarak beberapa blok saja.
Sebuah taman yang penuh bunga. Yoongi memang
menginginkan pernikahan yang sederhana dengan
dikelilingi tanaman yang menyegarkan. Dan tentu, Jimin
sang calon suami tak keberatan.

Taehyung melirik ke arah Yoongi yang masih


menatap lurus ke depan, lalu menepuk bahunya
perlahan. “Gi,” panggilnya. Yang dipanggil menoleh ke
samping, menunggu pria dengan senyum kotak itu
berbicara. “Selamat ulang tahun, ya, selamat menikah
juga. Gue ikut bahagia.”

Keduanya sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya


terkekeh. Baik Yoongi maupun Taehyung, keduanya
sama-sama tahu, kalau mereka saling mendukung satu
sama lain, juga saling berbahagia untuk kehidupan
mereka masing-masing. “Yuk! Kasian Jimin, dia pasti
udah nungguin lo,” ucap Taehyung sembari merangkul
bahu Yoongi dan membawanya untuk keluar dari ruang
rias. Dengan satu kali tarikan napas yang panjang,
Yoongi keluar dari ruangan itu.

Lelaki yang lebih tua tak kalah gugupnya, terlihat dari


beberapa kali ia menghela napasnya, serta meminum
air mineral demi menetralisir debar di dadanya. Jimin

|
juga mengetuk ujung sepatu pantofelnya beberapa
kali, entah apa tujuannya. Sepertinya ia reflek semata.

Dua puluh menit lagi dirinya dan Yoongi akan


mengucap janji sehidup semati di altar, dan disaksikan
seluruh kerabat yang hadir. Sebuah langkah yang
cukup berani yang diambil oleh seorang Park Jimin.
“Jimin, kenapa masih di sini? Bukankah kamu sudah
harus naik ke altar?” sapa Jungkook, sang saudara tiri.
Lelaki itu mendekat pada Jimin dengan mendorong
kursi rodanya perlahan.

“Kenapa menyusul kemari? Harusnya kamu di sana


saja,” tegur Jimin. Jungkook terkekeh, ia lantas meninju
pelan perut saudara tirinya itu. “Aku ingin lihat wajah
gugupmu, kamu terlihat konyol, Jimin.”

“Diamlah, kamu akan merasakannya nanti saat


menikah.” balas Jimin.

“Selamat ya, sebentar lagi kamu akan menjadi


suami. Aku turut bahagia.”

Jimin tersenyum, lalu meraih pegangan pada kursi


roda Jungkook. “Ayo cepat menyusul, Taehyung itu
tampan. kamu tidak takut dia dilamar orang lain?”
ledek Jimin. Jungkook yang tak bisa melakukan apapun
hanya memasang wajah kesalnya, keduanya lalu
kembali ke ruang acara dengan Jimin yang membantu
mendorong kursi roda Jungkook. Sebentar lagi acara
pemberkatan akan dimulai.

|
Yoongi sudah berdiri di karpet merah paling ujung, di
sampingnya ada Taehyung yang menemani. Semua
mata tertuju padanya saat ini. Yoongi sedikit melirik ke
arah para tamu, di mana ia dapat melihat beberapa
teman sekolahnya, Jungkook, Hoseok, Seokjin, Namjoon
yang sudah bebas, serta paman dan bibinya yang
menatap haru ke arahnya. Matanya sedikit berkaca,
apalagi ketika ia menatap lurus ke depan, di mana
Jimin sedang berdiri gagah dan tersenyum manis ke
arahnya.

Yoongi tak dapat menahan lagi air mata harunya.


Taehyung yang menyadari itu lantas mengulurkan
lengannya agar Yoongi menggandengnya. “Ayah lo
pasti bangga sama gue, soalnya gue yang nganterin
anak satu-satunya sampe ke altar.” Yoongi hanya
tersenyum sembari menyeka air matanya. Keduanya
lalu melangkah mengikuti ritme piano yang sedang
mengalun.

Setiap barisan tamu yang dilalui Yoongi benar-benar


memberikan senyum terbaik mereka ke arahnya. Yoongi
bahkan sampai harus menunduk karena tak kuat lagi
menahan haru. Ketika langkah Yoongi sampai juga di
altar, Taehyung melepas lengannya, lalu menuntun
Yoongi kepada Jimin. Ketika Jimin mendekat dan
tersenyum ke arahnya, Yoongi bersumpah ingin
menumpahkan segalanya saat itu juga, namun ia

|
berusaha menahannya. Setidaknya sampai acara
pemberkatan selesai.

“Kid, you‟re so amazing today,” puji Jimin sedikit


berbisik. Kedua pipi Yoongi bersemu, Jimin selalu saja
memiliki cara untuk membuat Yoongi tersipu. Entah itu
dengan pujian, atau pun sentuhan. Tangannya meraih
jemari Yoongi, keduanya saling memandang dengan
senyum merekah yang tak pernah pudar, meski wajah
Jimin tak semulus dulu, tapi bagi Yoongi, Jimin tetaplah
indah. Rambut hitamnya yang disisir ke belakang
membuatnya nampak lebih tampan, persis seperti saat
keduanya bertemu untuk pertama kali. Sang pendeta
sudah berdiri di dekat mereka, bersiap untuk
membimbing proses pengucapan janji. Yang mana
dengan satu tarikan napas, Jimin dan Yoongi telah siap.

“Aku, Park Jimin, membawamu, Min Yoongi, untuk


menjadi suamiku. Aku berjanji akan mencintai dan
menghormatimu sejak hari ini, sampai waktu yang tak
terhingga. Dalam senang maupun susah, dalam kaya
maupun miskin, dalam sehat maupun sakit, sampai
maut memisahkan kita.” Suara Jimin begitu lantang,
sorot matanya tak henti menatap manik Yoongi yang
telah basah. Bibir tebalnya tak usai mengukir senyum,
menunggu giliran Yoongi untuk berucap janji.

“Aku, Min Yoongi, menerimamu, Park Jimin, untuk


menjadi suamiku. Aku pun berjanji akan mencintaimu
dan menghormatimu sejak hari ini, hingga selamanya.
Dalam senang, maupun susah, dalam kaya maupun
miskin, dalam sehat maupun sakit, sampai maut
memisahkan kita.”

|
Kalimat terakhir yang diucapkan Yoongi menjadi
tanda bahwa keduanya kini telah resmi menjadi
sepasang suami. Tepuk dan sorak dari seluruh kerabat
dan tamu menjadi latar belakang kebahagiaan
mereka. Jimin menyentuh pipi Yoongi, membuat
keduanya kini tak berjarak. Tangannya menarik tengkuk
Yoongi, lalu menciumnya tepat di dahi. Beberapa dari
tamu menyoraki mereka agar keduanya saling
mengecup.

“Boleh?” tanya Jimin memastikan.

“Kenapa ga boleh?”

“Ya siapa tau kamu malu, Yoongi.”

Yoongi justru menggeleng, matanya ia pejamkan,


dan Jimin tau apa yang selanjutnya harus dilakukan.
Jimin mengecup bilah bibir Yoongi dengan teramat
lembut, singkat namun mengesankan. “Ciuman
pertama untuk suamiku tercinta,” ucap Jimin
setelahnya.

Yoongi menyeka air mata yang lagi-lagi mengucur


dari maniknya. Wajahnya memerah, tangisnya pecah.
Namun Jimin hanya menarik Yoongi dalam pelukan,
membiarkan si yang muda menenangkan diri, dan
menangis sesukanya dalam dekapan.

|
Resepsi pernikahan telah usai, pesta dansa yang
diadakan pun sudah berakhir. Semua yang hadir begitu
menikmati acara. Tak terkecuali sang pengantin. Kini
hanya tinggal Yoongi yang duduk di tepi ranjang
tengah sibuk membuka beberapa kado yang diberikan
teman-temannya. Sedang Jimin sendiri ada di kamar
mandi, membersihkan diri. Keduanya menginap di salah
satu hotel yang disewa Jimin.

Perhatian Yoongi teralihkan ketika melihat suaminya


itu keluar dari kamar mandi hanya menggunakan
handuk yang melingkar di pinggangnya. Sedikit
meneguk liurnya, Yoongi memperhatikan bentuk tubuh
Jimin yang indah dipenuhi otot. Bukan kali pertama
melihatnya memang, tapi selama berpacaran,
keduanya tak pernah berbuat aneh-aneh. Hari di waktu
keduanya pertama kali bertemu setelah 4 tahun
lamanya adalah pertama dan terakhir kali mereka
berhubungan sex.

Tentu malam ini adalah malam yang special bagi


keduanya. Maka dari itu, Yoongi kesulitan mengatur
rasa gugupnya. Jimin berdiri di dekat lemari, hendak
melepas handuknya, namun Yoongi menahannya.
“Jangan,” Jimin melirik bingung, “Jangan lepas di situ,
ke kamar mandi lagi aja.” ucap Yoongi dengan mata
terpejam.

Jimin terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia terkekeh


geli. “Kenapa , sih? Memang salah ya aku buka baju di
sini? Bukannya kamu udah pernah lihat aku telanjang?”

|
Wajah Yoongi pasti sudah memerah saat ini juga,
pasalnya Jimin terlalu gamblang menyebutkan hal yang
cukup intim di depannya.

Yoongi berucap tegas, “Pokoknya ke kamar mandi!”

Tak ingin memperpanjang urusan, Jimin lantas


bergegas mengambil pakaiannya, dan kembali ke
kamar mandi. Yoongi mendesah lega. Entahlah. ia
seperti tak siap jika harus bersenggama malam ini.
Padahal sebelum melangsungkan pernikahan, Yoongi
seringkali menggoda Jimin, namun lihatlah sekarang.
Mentalnya kepayahan.

Fokusnya kembali pada bingkisan kado yang masih


banyak di hadapannya, ia kembali membukanya, dan
membaca surat yang ada di dalamnya, hingga tak
menyadari bahwa Jimin sudah duduk di sampingnya.
“Buka yang ini dulu coba,” ucapnya tiba-tiba. Yoongi
menoleh pada Jimin yang telah mengenakan kaos
hitam tipisnya dan celana pendek sebatas lutut. Di
tangannya, sebuah amplop coklat panjang terjulur ke
arah Yoongi. Dengan senyum hangatnya, Jimin
meminta Yoongi untuk membuka amplop itu. Yoongi
menerimanya, lalu membukanya meski merasa
bingung. Dalam amplop itu terdapat dua buah tiket
liburan dengan tulisan “Nice City”.

“Jimin, ini apa?” tanya Yoongi bingung.

Jimin tersenyum, lalu mengusap surai Yoongi dengan


lembut. “Hadiah ulang tahun sekaligus hadiah
pernikahan,” ujarnya. Yoongi tersenyum lebar, ia

|
bahkan menutupi wajahnya karena malu. Yoongi
menjadi pemalu bila Jimin sudah bersikap kelewat
manis.

Ditariknya Yoongi agar masuk dalam dekapan, Jimin


beberapa kali menciumi Yoongi, juga menghirup bau
shampo yang menguar dari surai lembut Yoongi.
“Selamat ulang tahun, sayang,” ucap Jimin. Yoongi
membalas pelukan Jimin. Wajahnya ia sisipkan di ceruk
leher suaminya itu.

“Aku akan membawamu menemui bibiku di sana.”


Jelas Jimin.

Tubuhnya ia geser agar bersandar pada kepala


ranjang, di mana Yoongi masih tetap pada posisinya,
bersandar pada tubuh Jimin. “Bibi? Kamu punya bibi di
sana, Jim? Kok aku ngga tau?”

“Dulu aku pelatihan di sana beberapa tahun, dan


aku tinggal di rumah bibi Jun. Beliau orang Korea yang
memang sudah lama tinggal di sana.”

Yoongi hanya mengangguk paham. “Pasti beliau


senang, aku kembali dan tentu membawa pasangan.”

Yoongi kembali tersenyum, tangannya meraba


rahang Jimin, mengusapnya singkat sebelum akhirnya
menariknya dalam sebuah ciuman. Mengecup
perlahan, menikmati ritme lambat yang tercipta dan
tanpa tergesa. Tangan Jimin merambat ke pinggang
milik Yoongi, lalu perlahan mengangkat tubuhnya agar

|
berpindah duduk di pangkuannya, tentu masih dalam
ritme ciuman yang begitu lembut.

Yoongi melepas ciuman mereka, ia mendengus kesal


sembari mencoba meraup oksigen sebanyak mungkin.
Jimin tak memberinya jeda bernapas di sela ciuman
mereka. “Kamu tuh, aku kan mintanya pelan aja, kok
kamu malah cepet-cepet,” protesnya.

Jimin tertawa geli, ia memang tadi sedikit menjahili


Yoongi. “Kamu itu umur berapa, Yoongi? Kenapa masih
bertingkah menggemaskan seperti ini?” ledek Jimin.

“Jim, abis ini kita ngapain?” pancing Yoongi.


Pertanyaannya mengarah „ke sana‟, mengingat posisi
keduanya kini sudah begitu intim.

Jimin mengerutkan dahi, sedikit berpikir. Entah apa


yang dipikirkannya. “Tidur?” balasnya kemudian. Yoongi
melirik sebal, harusnya ia senang. Bukankah memang ini
yang dia mau? Tapi mengapa ia kesal karena Jimin
berucap demikian?

“Istirahat aja, yuk! Lusa kita kan ke Nice, kita di sana


seminggu, masih bisa dipakai untuk „kegiatan itu‟,
„kan?” singgung Jimin.

Yoongi mencubit bibir Jimin untuk melampiaskan rasa


gemasnya. “Sakit, sayang,” balas Jimin lembut. Yoongi
lalu mengusap bibir suaminya, sambil tersenyum kecil
karena mendadak Jimin terlihat manja.

“Park Jimin …” panggil Yoongi.

|
“Ya, Kid?” balas Jimin.

“I love you, Husband.” Ucap Yoongi malu-malu.

“I love you more, My lil husband.”

|
d
urang lebih menempuh waktu tiga belas jam
lamanya, akhirnya kedua pasangan pengantin
baru itu telah sampai sekitar pukul sepuluh pagi
di kota Nice, yang terletak di sebelah selatan Perancis.
Kota yang cantik, namun jarang diketahui banyak
orang. Meski tubuhnya lelah, Yoongi tetap bisa
menikmati pemandangan sekitar, bahkan ia beberapa
kali membelalak takjub ketika melihat sekeliling.
Suasana yang nampak begitu asri, juga iklim yang
terasa hangat. Jimin turut bahagia, menyaksikan Yoongi
yang begitu terkagum.

“Yoongi,” ucap Jimin sembari mengusap surai


Yoongi. Membuat yang dipanggil itu melirik terkejut.
Keduanya sedang ada di dalam mobil, dan hendak
menuju tempat penginapan milik bibi Jun.

“Ya?” jawabnya singkat.

“Bagaimana? Lelahmu terbayarkan?” tanya Jimin


kemudian. Bukan tanpa alasan Jimin bertanya
demikian, sebab Yoongi beberapa kali mengeluh di
perjalanan mereka. Dua belas jam di dalam pesawat
untuk menuju Paris, kemudian ditambah satu jam lagi ke
kota Nice. Yoongi total bosan, dan beberapa kali
merengek menyalahkan Jimin karena mengajaknya
liburan ke tempat yang sangat jauh.

|
Yang ditanya kemudian tersenyum sembari
mengangguk beberapa kali. “Kotanya indah, Jim. Di
deket laut juga. Tapi abis ini kita tetep istirahat dulu,
„kan?” balasnya. Jimin hanya tersenyum, tangannya
membenahi kacamata cokelatnya, lalu kembali pada
posisi duduknya yang menghadap ke depan.

Sesampainya di rumah bibi Jun, keduanya disambut


begitu antusias. Beberapa kali, pipi Yoongi dicubit
secara bergantian oleh bibi Jun dan Paman Markus.
Meski sudah berusia 22 tahun, pembawaan dan
perawakan Yoongi nampak seperti anak remaja. Jimin
pun mengakui itu. Mereka langsung dibawa ke ruang
makan, untuk menyantap beberapa hidangan yang
telah disajikan. Yoongi hanya diam dan memperhatikan
bagaimana Jimin nampak begitu akrab dengan bibi
Jun dan suaminya.

Beberapa kali mereka berbicara menggunakan


bahasa Perancis yang ia sendiri tak tahu artinya. Yoongi
sendiri merasa bangga memiliki suami seperti Jimin yang
ternyata cukup mahir menguasai beberapa bahasa di
dunia. “Est-ce que tu veux sortir ce soir?1” ucap paman
Markus pada Yoongi tiba-tiba.

Yoongi hanya menatap ketiganya, selanjutnya


mereka tertawa bersama. Di sini, hanya Yoongi yang tak

1
“Nanti malam ingin pergi atau tidak?”

|
bisa berbahasa Perancis. “Non merci, je suis assez
fatigué2” Jimin menyahut kemudian. Yoongi melirik
pada Jimin, meminta penjelasan.

“Itu paman Markus tanya, nanti malam kita mau


pergi atau tidak. Lalu aku jawab, kita mau istirahat.”

“Oh gitu, tapi gapapa sih nanti malem pergi. Aku


pengen liat pemandangan malem. Boleh, ya?” balas
Yoongi

“Oh, Nak Yoongi. Nanti malam ikut kami ke restoran


seafood langganan kami, mau?” ucap bibi Jun
menyahuti. Yoongi tersenyum dan mengangguk
antusias. Akhirnya bibi Jun mengajaknya berbicara
dengan bahasa ibunya. Mereka kembali melanjutkan
makan siang dengan sesekali Jimin dan paman Markus
memberikan lelucon tak berbobot.

“Huaaah.” Yoongi menghempaskan tubuhnya di


kasur empuk dengan ukuran king. Sengaja dipesan oleh
Jimin, mengingat mereka adalah pengantin baru yang
pasti membutuhkan ruang lebih untuk „beraktivitas‟.

Yoongi memperhatikan Jimin yang sibuk membuka


jendela juga pintu yang menuju ke arah balkon kamar
mereka. Jimin diam di sana, menatap ke depan hingga
membuat Yoongi penasaran, lantas menyusul sang

2
“Tidak, terima kasih. Saya cukup lelah.”

|
suami. Ketika menginjakkan kaki di balkon, suara desiran
ombak lah yang menyambut rungu Yoongi.

“Wah, balkonnya ngadep pantai langsung? Bagus


banget,” ungkapnya takjub. Jimin menoleh ke arah
Yoongi, lalu merengkuh bahu sempitnya. Rambut Jimin
tertiup angin, hingga berhasil menampilkan dahinya
yang mengkilap.

“Promenade des Anglais. Dulu waktu pelatihan, aku


dijemur di pantai itu.”

“Artinya apa tuh? Aku ga paham Perancis.”

“Itu tempatnya namanya „The English Way‟, banyak


orang Inggris yang dateng ke sini waktu musim dingin,
karena emang cuaca di Nice ini hangat, jadi
dinamakan begitu,” terang Jimin.

“Jim,” panggil Yoongi sembari mengeratkan


pelukannya pada sang suami. Jimin juga makin
merapatkan tubuhnya, kembali mencium dahi Yoongi.

“Makasih udah ajak ke sini, belum apa-apa aku udah


bahagia banget,” ungkapnya. Jimin tak menjawab, ia
justru dengan cepat mengangkat tubuh Yoongi, dan
membawanya ke masuk ke kamar. Yoongi meronta
minta diturunkan, namun sayangnya Jimin lebih kuat.

Tubuh Yoongi dibaringkan ke ranjang, lalu Jimin


dengan lancang menyambar bibir tipis milik Yoongi.
Awalnya menolak, tapi setelahnya Yoongi menikmati
perbuatan Jimin. Tangan Jimin juga bergerak bebas
membuka kancing kemeja milik Yoongi, hingga dada

|
putih pucatnya terpampang jelas. Jimin melepas
ciumannya, lalu menatap wajah Yoongi yang begitu
berantakan namun seksi di waktu yang bersamaan.

“Jangan ngeliatin gitu, malu,” protes Yoongi.

“Kenapa malu? Kamu cantik sekali, Yoongi,” puji


Jimin. Keduanya saling pandang sejenak sebelum
akhirnya teriakan seseorang menginterupsi.

Mata Yoongi membola ketika dilihatnya bibi Jun


terdiam di sudut kamar , memperhatikannya dan Jimin
dalam posisi yang begitu intim. Sempat terjadi
keheningan, sebelum akhirnya Jimin menutupi tubuh
Yoongi dengan selimut, lalu beranjak mendekat pada
bibi Jun yang masih terkejut.

“Jimin! Lain kali jangan lupa kunci pintu, oke?


Peraturan bibi masih sama. Untung saja kalian belum full
naked.”

Yoongi dapat mendengar bibi Jun mengomeli Jimin


di luar kamar. Yoongi juga malu dan kesal, ia bahkan
tidak tau harus bagaimana menghadapi bibi Jun
setelah kejadian memalukan ini.

Malam harinya, pengantin baru itu benar-benar


datang ke restoran seafood bersama paman Markus
dan bibi Jun. Awalnya Yoongi sedikit mengeluh, sebab
menurutnya makanan yang disajikan begitu aneh.

|
Udang dan cumi yang biasanya disuguhkan dengan
nasi, atau diberi bumbu yang penuh rempah, justru
dihidangkan hanya dengan roti kering dan mentega.
Aneh sekali.

“Dimakan, sayang.” Ucap Jimin sembari berniat


menyuapi sepotong roti ke mulut Yoongi.

“Nggak! Aneh banget sih makanannya? Ga ada


makanan yang normal aja?” protesnya.

Kegiatan pasangan baru ini hanya ditanggapi


kekehan dari bibi Jun dan paman Markus. “Di sini
memang begitu makanannya, ayo dicoba dulu! Enak,
Nak.” Bujuk bibi Jun.

Dengan wajah enggan, Yoongi menerima suapan


dari Jimin. Semua yang ada di sana menunggu reaksi
Yoongi dengan raut datar. Yoongi mengunyahnya,
mencoba menggunakan indera pengecapnya dengan
sebaik mungkin agar dapat menemukan kenikmatan
dalam makanan tersebut, hingga akhirnya Yoongi
menyunggingkan senyum.

“Enak!” ucap Yoongi.

Semua yang ada di meja itu lantas tersenyum


mendengarnya. Memang benar tampilannya tidak
menarik, tapi jangan menilai sesuatu dari
penampilannya, bukan?

Akhirnya suasana makan kembali khidmat, hingga


suara dari ponsel Jimin menginterupsi. Jimin segera
beranjak, lalu berpamitan sejenak untuk mengangkat

|
telepon di luar restoran. Yoongi memperhatikan Jimin
yang nampak serius berbicara dengan seseorang
melalui ponselnya dari dalam restoran. Nafsu makannya
mendadak hilang, ia begitu penasaran dengan siapa
Jimin berbicara di sana. Pikiran aneh mulai menghantui,
padahal tak seharusnya Yoongi berlaku demikian.
Mungkin nanti ia harus bertanya pada Jimin, agar
semuanya menjadi jelas.

Setelah dari restoran seafood, Jimin dan Yoongi


sengaja berpisah dari paman Markus dan bibi Jun.
Mereka memilih untuk jalan-jalan santai ke Place
Massèna. Sebuah tempat dengan air mancur yang di
tengah terdapat patung dewa Apollo. Tempat ini paling
terkenal di kota Nice, dan merupakan pusat keramaian
kota.

Keduanya duduk bersebelahan di dekat air mancur.


Yoongi masih diam, begitu pun Jimin yang tak berucap.
Tangan Jimin menggenggam jemari milik Yoongi, lalu
mengusapnya perlahan. Entah apa tujuannya. Yoongi
menoleh, wajahnya keheranan. “Kenapa?” Yoongi
bersuara.

Jimin memandang langit, ia diam sejenak sebelum


akhirnya bersuara, “Aku tau ada sesuatu yang kamu
pikirkan, katakan, Yoongi.”

|
“Kamu telpon siapa? Penting banget sampe harus
keluar restoran segala? Terus kayaknya asik banget
ngobrolnya.”

“Oh, karena itu.” Jimin menoleh ke arah Yoongi. Iris


matanya menatap Yoongi serius. Tubuhnya ia miringkan,
agar menghadap ke arah Yoongi yang masih diam tak
bergeming dari posisinya. Genggaman di tangannya
makin dieratkan. Jimin menghela napas sejenak
sebelum akhirnya memulai pembicaraan. “Itu rekanku
selama pelatihan di sini. Dia orang Paris, dan dia ngajak
aku ketemu.”

“Cowo apa cewe?” tanya Yoongi singkat.

“Laki-laki. Temanku di pelatihan dulu.”

Yoongi melepas genggaman tangan Jimin, lalu


melipat kedua tangannya di depan dada. “Jim, aku ga
mau ya kamu berhubungan sama orang yang ada di
pelatihanmu. Kalo dia lagi diincer musuh, terus kamu
dikira komplotannya gimana? Aku ga mau ya jadi duda
umur segini.” Jimin menggeleng tak percaya. Rupanya
pikiran Yoongi lebih jauh dari yang Jimin bayangkan.

“Kamu tuh bicara apa? Kejauhan pikiranmu tuh.”

Yoongi beranjak, ia berdiri tepat di depan Jimin yang


masih duduk di pinggiran air mancur. Maniknya
berkaca, mukanya sedikit kemerahan, bibirnya
mengerucut. “Jim, aku serius. Jangan aneh-aneh lagi
ya? Cukup 4 tahun aku ditinggal kamu. Aku ga mau

|
lagi. Jangan cari bahaya, aku sayang kamu, aku ga
bisa kalo ditinggal lagi.”

Ucapan Yoongi diakhiri guraian air mata yang


menetes. Tubuhnya bergetar. Seluruh wajahnya
memerah, pipinya pun basah. Bukan tanpa alasan.
Yoongi rupanya masih terlalu takut kejadian mengerikan
yang pernah dialaminya kembali terulang. Ia tidak ingin
kehilangan Jiminnya lagi, ia ingin hidup tenang tanpa
adanya ancaman dan gangguan yang dapat
membahayakan dirinya dan tentu semua orang yang ia
sayangi.

Jimin yang melihat itu lantas menarik Yoongi, dan


mendekap tubuhnya. Tak peduli di mana mereka
sekarang. Ia hanya ingin menenangkan Yoongi, serta
meyakinkan suaminya itu kalau apa yang ada dalam
pikirannya tak seburuk itu.

“Sayang, tenang. Aku di sini, aku tidak pergi


kemana-mana. Kamu tenang, ya? Aku selalu di sini.
Jangan menangis, cantiknya Jimin.” Bukannya tenang,
Yoongi justru memukul dada Jimin beberapa kali,
hingga Jimin mengerang kesakitan.

“Jimin! Aku serius, kamu ga boleh lagi berhubungan


sama yang gitu-gitu. Aku ga mau kamu kenapa-
kenapa. Wajahmu aja masih banyak bekas luka.
Pokoknya enggak ya!” tegas Yoongi di sela
tangisannya.

Jimin mengusap punggung Yoongi, membiarkan


bajunya basah karena tangisan sang suami yang

|
semakin deras. Jimin tau bahwa Yoongi begitu
menyayanginya dan tak ingin jika dirinya dalam
bahaya. Jimin bahkan menuruti permintaan Yoongi
untuk menjauhi segala hal berbau intelijen, termasuk
berhubungan dengan boss dan rekannya yang lain,
kecuali Hoseok dan Seokjin. Meski sejujurnya, di lubuk
hati terdalamnya, Jimin masih menginginkan
pekerjaannya; menjadi intelijen, menangani kasus,
melakukan penyamaran, dan menangkap penjahat
adalah impiannya sejak dulu. Dan semua itu harus ia
tahan, karena ada sosok yang begitu
mengkhawatirkannya, bahkan lebih dari dirinya sendiri.
Demi Yoongi, Jimin rela.

|
d
imin dan Yoongi tiba di kamar mereka tepat
pukul 11 malam waktu Nice. Keduanya cukup
lelah setelah berjalan kaki dari Place Massèna.
Yoongi kini berdiam diri di balkon, memandang ke arah
pantai yang terbentang begitu luas di hadapannya.
Sementara Jimin datang secara tiba-tiba dari belakang,
menelusupkan lengannya ke pinggang sang suami.
Yoongi menoleh, lalu tersenyum. Keduanya hanya diam
pada posisi itu, memandangi laut yang ombaknya
begitu berisik.

“Jim, anget dipeluk gini,” ucap Yoongi sembari


mengeratkan pelukan dari Jimin.

“Masuk aja, angin malam tidak baik untuk tubuh.”


balas Jimin. Yoongi tak lagi menanggapi, yang ia
lakukan malah memutar tubuhnya, hingga kini ia hanya
bertumpu pada tepian balkon dan berhadapan
dengan Jimin.

Yoongi mengusap tepian wajah Jimin begitu lembut,


sesekali membuat gerakan menggelitik yang mana
membuat Jimin meraih tangan Yoongi, lalu
mengecupnya. “Sayang, jangan seperti itu,” tegur Jimin.

“Kenapa? Emang ga boleh ngegodain suami


sendiri?” balas Yoongi.

|
“Kamu mau sekarang?” Yoongi tak menjawab
pertanyaan Jimin, ia hanya mengerlingkan matanya,
mencoba menggoda suaminya itu. Tangannya bahkan
sudah turun, dan mencoba mengusap bagian bawah
milik Jimin yang masih tertutup celana.

“Aku boleh nakal sedikit nggak?” ucap Yoongi


seduktif. Jimin menatap sang suami yang berlutut tepat
di hadapan miliknya, ia kemudian terkekeh.

“Kamu memang anak nakal, anak bandel, tapi


bandelnya cuma ke aku.” Yoongi melirik ke atas,
memberi isyarat apakah dia diizinkan berbuat lebih, dan
ditanggapi anggukan oleh Jimin.

Begitu mendapat izin, Yoongi tak membuang waktu


lagi, ia membuka celana pendek Jimin dengan
perlahan. Menikmati setiap ritme yang ada, dan Jimin
hanya menatap ke arah Yoongi dengan tatapan datar.

Yoongi berhasil melepas celana pendek milik Jimin,


dan hanya tersisa dalamannya saja. Sempat tertegun
sejenak, akhirnya Yoongi melanjutkan kegiatannya,
menarik turun celana milik Jimin hingga sesuatu yang
sudah menegang di dalamnya kini terbebas. Yoongi
meneguk liurnya, meski sudah pernah berhubungan sex
dengan Jimin, tapi ini adalah kali pertamanya
mencoba sesuatu yang baru.

Jimin dari atas masih diam memperhatikan kegiatan


Yoongi, tak berniat melakukan apa pun. Dengan sedikit
ragu, Yoongi menggenggam milik Jimin dengan
jemarinya, menggerakkannya maju mundur ketika

|
jarinya berhasil melingkari milik Jimin. Sementara Jimin
mulai menikmati gerakkan Yoongi, ia menggeram
rendah sembari mencengkram pinggiran balkon. Posisi
mereka kini berbalik, Jimin yang berada di pinggiran
balkon, sementara Yoongi sedang memberi service di
bawah sana.

Tak cukup dengan tangan, Yoongi akhirnya


membawa milik Jimin untuk masuk ke dalam
kulumannya. Yoongi menggerakkan mulutnya maju
mundur, sesuai dengan yang ia pahami. Geraman
berat keluar dari bibir Jimin, bahkan tangan Jimin mulai
nakal dengan menekan kepala Yoongi agar
memasukkan miliknya lebih dalam lagi.

Tidak sampai di situ, sesekali Yoongi dengan isengnya


menjilat ujung milik Jimin, di mana hal itu membuat sang
suami reflek menekan kepala Yoongi hingga dirinya
tersedak. “Kid, you‟re reall—sshhh.” Jimin menahan
desahnya.

Yoongi menatap nanar ke arah Jimin. Matanya


merah dan berair, tatapannya begitu menggairahkan.
Bahkan Jimin rasanya ingin menerjangnya sekarang
juga. “Yoongi, you did that well.” Puji Jimin.

Yoongi tersenyum, ia melepas kulumannya, lalu


kembali bergerak dengan tangannya.

Sementara Jimin berusaha mati-matian untuk tidak


kelepasan. ia tidak ingin klimaks lebih dulu, tapi sialnya
Yoongi begitu hebat mengulum dan mengocok
miliknya di sana.

|
Geraman kecil yang putus-putus adalah hal yang
bisa Jimin luapkan, sebelum akhirnya tangannya
dengan cepat menarik Yoongi berdiri. Bibirnya langsung
menyambar milik Yoongi. Ritmenya pelan, namun
penuh gairah. Bunyi kecipak basah pun menggema di
antara keduanya, angin semilir juga desir ribut dari suara
ombak seakan menjadi saksi bisu bagi kegiatan
pasangan baru ini.

Jimin semakin agresif, ia bahkan mendorong Yoongi


hingga punggungnya membentur tembok di dekat
pintu balkon. Bibirnya turun, menghirup setiap inci leher
putih milik Yoongi, hingga beberapa kali desahan
singkat keluar dari bibirnya.

“Jim-ah, geli.”

Jimin terus saja menciumi, menjilat, dan menggigit


kecil leher Yoongi. Meninggalkan bekas berwarna
merah gelap di beberapa titik, membuat Yoongi
mengerang dan reflek menarik rambut milik Jimin.
Kecupan menggoda dari Jimin, ditambah semilir angin
malam yang beberapa kali menelusup ke dalam kulit,
makin menambah sensasi merinding yang begitu
menggelitik.

Jimin membuka kancing kemeja milik Yoongi


perlahan, sambil kembali menyatukan bibir keduanya.
Kini gerakan Jimin mulai liar, Yoongi pun kesulitan
mengikuti tempo liar yang Jimin berikan. Tubuh Yoongi
sudah setengah telanjang. Kini ia masih menikmati
lenguhannya karena sentuhan Jimin pada puting
kecokelatannya.

|
Jimin memainkannya dengan begitu apik, diusapi
perlahan, sebelum akhirnya dipilin dengan lembut.
Yoongi bahkan memekik nikmat hingga punggungnya
beberapa kali membentur dinding di belakangnya.
Jimin juga menggunakan lidahnya untuk
mengeksplorasi puting milik Yoongi.

“Jim-in, ah-cukuphhh.” Desah Yoongi.

“Hm?” Jimin melepas lumatannya pada puting


Yoongi, lalu menatap suaminya itu dengan lembut.

“Jim, aku lupa rasanya. Kenapa ini lebih enak dari


waktu pertama kita ngelakuin?” ucap Yoongi blak-
blakan. Jimin tersenyum, ia mengusap rambut Yoongi
mulai berantakan.

“Maybe, karena dulu kita tidak sabaran? Terus


karena sekarang kita sudah resmi menikah, rasanya
beda Yoongi,” balas Jimin.

“Masih mau lanjut?” tanya Jimin lagi. Yoongi hanya


mengangguk, kemudian keduanya kembali berciuman.
Menyesap bibir masing-masing dengan penuh candu,
kali ini desahan tidak dapat lagi dikendalikan oleh
Yoongi. Total ia lupa siapa dirinya, hanya nama Jimin
yang berhasil diserukan. Tubuh Yoongi dibalik. Kini
posisinya menungging dengan bertumpu pada tepian
balkon. Di belakangnya, Jimin tengah sibuk melepas
celana yang digunakan Yoongi. Kini total keduanya
sudah telanjang.

|
Angin malam makin membuat mereka kedinginan,
tapi justru aktivitas mereka ini akan memberi
kehangatan. Jimin menutup botol pelumas yang
dibawanya, lalu melemparnya sembarang. Kini ia
bersiap memasukkan dua jarinya ke lubang milik Yoongi.
“Aku akan memasukkannya perlahan, sudah lama
sekali kita tidak melakukan ini. Pasti akan sakit.”

“Ssssut … lakuin aja, jangan banyak ngomong!”


protes Yoongi yang sudah kepalang nafsu.

Jimin benar-benar memasukkan dua jarinya ke


dalam milik Yoongi dengan perlahan, sedangkan
pemiliknya hanya mendesah putus-putus. Jemari Jimin
rasanya seperti dijerat begitu erat. Sempit dan basah.
Rasanya sulit sekali menggerakkan jari di dalam milik
Yoongi yang ketat itu. Tubuh Yoongi sudah melemah, ia
nampak gemetaran. Padahal baru jari saja yang masuk.
Yoongi makin mendesah kencang kala Jimin
memasukkan lagi 2 jarinya, hingga total ada 4 jari yang
memasuki lubang analnya. Yoongi menggeleng
kenikmatan, Jimin selalu bisa membuatnya kewalahan.

Sex pertama mereka setelah menikah rasanya


sungguh lebih menggairahkan, ditambah lagi kota
cantik yang begitu mendukung. Jimin makin
mendorong jemarinya cepat, menyentuh berkali-kali
prostat milik Yoongi. Hingga sesekali Yoongi memohon
untuk segera dimasuki saja.

Merasa sudah cukup memberi pemanasan, Jimin


lantas menarik jemarinya dan menggantinya dengan
miliknya yang telah ia lapisi dengan kondom. Jimin

|
memberi jeda untuk Yoongi mengatur napasnya,
sembar mencium kecil punggung suaminya itu.

Yoongi sempat melirik ke arah Jimin, memberi isyarat


bahwa dirinya sudah siap untuk dimasuki. Maka dengan
perlahan Jimin menggesekkan miliknya ke pinggiran
lubang Yoongi, sebelum akhirnya menerobos masuk.
“Ahhh—sakit, Jim.” Erang Yoongi.

Jimin menatap iba, ia sempat mencium tengkuk


Yoongi sebelum akhirnya melanjutkan aktivitasnya.
Bunyi penyatuan mereka terdengar begitu nyaring,
bersahutan dengan desiran ombak yang sama ributnya.
Jimin makin mempercepat ritme dorongannya, hingga
Yoongi tak bisa berucap jelas.

“Jim, pe-penuh. Nghhh.” Yoongi berucap dengan


tersendat. Milik Jimin seperti tertanam begitu dalam di
lubangnya. Rasanya seperti melayang, ditambah angin
yang semakin kencang menemani kegiatan panas
mereka. Jimin semakin agresif, tangannya
mencengkeram pinggang Yoongi untuk mendorong
miliknya lebih lagi.

Yoongi sudah menjerit tak karuan. Jimin seperti


hilang kendali, meski bisa diakui bahwa Yoongi juga
menikmatinya. Peluh sudah banyak menetes, tubuh
mulai lemah, Yoongi sudah hampir sampai, tapi
nyatanya Jimin masih tetap kokoh menggempur di
bawah sana.

“Jimin!!! Mau keluar!!!” pekik Yoongi tak tertahankan.

|
Gerakannya makin cepat, hingga akhirnya Yoongi
berhasil menjemput putihnya, menumpahkannya di
lantai balkon juga di besi-besi pinggiran balkon. Yoongi
berusaha mengais sisa tenaganya seusai pelepasan,
milik Jimin tentu sudah ditarik keluar.

Yoongi begitu lelah, posisi sex berdiri sungguh


membuatnya tak berdaya. Di sela tarikan napasnya,
Yoongi dikejutkan dengan Jimin yang
menggendongnya tiba-tiba. Bahunya ditarik dan
dibawa ke bahunya. Dengan posisi telungkup dan
bertengger di bahu Jimin, tubuh Jimin dibawa masuk ke
dalam. Rupanya Jimin belum selesai. Tubuh Yoongi
direbahkan ke kasur ukuran king itu, lalu kakinya kembali
dibuka lebar.

“Aku terbiasa melakukan latihan fisik yang cukup


berat. Kegiatan tadi bahkan belum ada setengah dari
latihan fisikku, kamu harus mulai belajar cara melayani
suamimu ini, Yoongi.” Ucap Jimin tegas.

Dengan mata yang membola, Yoongi kembali


menerima milik Jimin di lubangnya. Rasanya nikmat, dan
masih begitu ketat. Jimin kali ini lebih liar. ia
menggerakkan pinggangnya, memompa miliknya di
dalam Yoongi yang sudah begitu lelah. Yang lebih
muda hanya bisa pasrah menerima kungkungan.

Nyatanya, Jimin memang memiliki stamina yang


kuat. Pekerjaannya sebagai bodyguard pasti membuat
fisiknya prima. Yoongi harus belajar untuk
mengimbanginya.

|
“Ah … Yoongi. Sempit sekali, baru beberapa bulan
tidak dimasuki, kenapa serasa bertahun-tahun?” erang
Jimin.

“Ahhh-Ji-min, ahhhh … sempit, basah. Aaah, Jimin.”


Yoongi sudah meracau tak jelas. Titiknya sudah
disenggol berkali-kali dengan nikmat. Kasur yang
tadinya rapi sudah berantakan sebab pergumulan
panas mereka.

Malam bulan madu yang begitu syahdu. Tak ingin


berakhir begitu cepat. Milik Jimin makin membesar di
dalam Yoongi, ditambah ritme dorongan yang makin
tak teratur. Bersamaan dengan geraman rendah dari
Jimin, sperma Jimin memenuhi kantong kondom yang
dikenakannya. Akhirnya, Jimin mencapai orgasme.

Jimin merebahkan tubuhnya ke samping, setelah


mencabut miliknya dari dalam Yoongi. Keduanya sama
lelahnya, pergumulan itu begitu panas dan panjang.
Rasanya nikmat berkali lipat. Yoongi mengusap surai
Jimin lembut, kemudian mengambil selimut untuk
menutupi tubuh mereka yang telanjang bulat. Sebelum
menjemput mimpinya, Yoongi dapat melihat Jimin
mengerjap, memandang ke arahnya dengan tatapan
yang begitu lembut. Kemudian bibir tebalnya itu
berucap lirih.

“Kamu hebat, Sayang.”

|
Sinar matahari sudah menerangi kota Nice, bahkan
sorot cahayanya sudah masuk ke dalam kamar
pengantin baru itu. Yoongi sudah terbangun, namun
saat ini ia tengah sibuk memperhatikan suaminya yang
tertidur pulas.

Jimin nampak begitu tampan. Rambutnya


berantakan, tapi justru terlihat menawan. Entah sudah
berapa lama, Yoongi masih betah tersenyum menatap
Jimin dalam tidurnya.

Sesekali Yoongi membayangkan kegiatan panas


mereka semalam yang begitu gila. Bahkan Yoongi
sampai tak habis pikir dengan kekacauan yang mereka
buat. Baju yang berserakan di balkon, dan sprei kasur
yang acak-acakan. Keduanya nampak seperti
pasangan yang gila sex.

Pandangan Yoongi kembali pada Jimin yang masih


tenang dalam tidurnya. Tangannya ia ulurkan untuk
mengusap tepian rahang Jimin, membuat si pemilik
akhirnya mengerjap perlahan. “Hey? Aku ngantuk.
Kamu sudah bangun rupanya?” sapa Jimin ketika
melihat ke arah Yoongi.

“Udah. Aku nunggu kamu bangun. Mau mandi


bareng?” ucap Yoongi kelewat manis. Jimin mengusap
rambut Yoongi perlahan, kemudian ia mengangguk
mengiyakan.

“Mandi bareng atau dimandikan?” goda Jimin.

|
“Ih apaan sih? Ngelunjak!” protes Yoongi. Lelaki
berkulit pucat itu hendak keluar dari selimut dan
beranjak dari kasur. Namun Jimin lebih cepat
menariknya dan menggendongnya dengan sekali
percobaan.

“Ayo coba sensasi lain di kamar mandi.”

Yoongi hanya meronta, ia tak bisa melawan sebab


tenaga Jimin lebih besar. Mungkin nanti desahan
mereka akan menggema, karena aktivitas keduanya di
kamar mandi.

Jimin nyatanya benar-benar menyetubuhi Yoongi


lagi di sela ritual mandi keduanya. Dengan bertumpu
pada sisi wastafel, Yoongi mendesah sekencang
mungkin akibat dorongan dari milik Jimin di dalam sana.
“Ahhh—Jim-in … ahhh, ya!”

“Kid, you‟re soo—tight …” Geram Jimin.

Cengkeraman tangan Jimin pada pinggul Yoongi


menguat, mengikuti tempo dorongan dari sang
dominan. Jimin terus saja menumbuk Yoongi dengan
posisi setengah berdiri di depan wastafel. Keadaan
Yoongi yang sungguh kacau, juga bagaimana cermin
di depan keduanya menjadi saksi pergumulan
pasangan yang telah resmi menikah ini, membuat nafsu
Jimin tak terelakkan. Meski Yoongi beberapa kali

|
mengeluh lelah, Jimin nyatanya masih saja betah
dengan posisi mereka saat ini.

“Jimin, capek. A-aku capek.” ucap Yoongi pasrah.


Kakinya sudah gemetar, pegangan tangannya pada
tepi wastafel pun sudah mengendur. Jimin yang melihat
suaminya itu nampak iba. Lantas dengan masuk
membenamkan miliknya di dalam Yoongi, Jimin
membalik tubuh yang lebih muda. Mengangkatnya dan
mendudukkan Yoongi di atas wastafel. Yoongi sendiri
sempat terkejut, namun tak menolak, sebab nafsu juga
rasa lelahnya membuatnya pasrah.

“Istirahat. Biar aku yang gerak. Pegangan, Kid.” ujar


Jimin.

Kembali, Jimin menarik miliknya hingga nyaris keluar


dari lubang, dan dengan satu kali hentakkan yang
cukup kencang, ia menumbuk prostat Yoongi. Dengan
suara putus-putus, Yoongi mendesah. Suaranya mulai
serak, meski gemanya masih bisa didengar. Tempo
dorongan mulai cepat, tensi semakin memanas. Suara
geraman dan desahan putus asa milik keduanya saling
bersahutan.

Dengan tubuh masih dipenuhi sisa busa dari sabun


mandi yang mereka gunakan, akhirnya keduanya
mencapai puncak mereka. Diawali dengan semburan
putih dari milik Yoongi yang begitu deras hingga
mengenai perut dan dada Jimin, lalu disusul putih Jimin
yang tentu langsung ditampung oleh karet pengaman,
meski tidak semuanya bisa ditampung di dalam sana.

|
“Aaaaahhh!!”

Satu jeritan kenikmatan yang keluar dari mulut


Yoongi menjadi tanda bahwa permainan di kamar
mandi itu sungguh menakjubkan. Jimin mengecup
wajah cantik Yoongi berkali-kali. Memberi apresiasi,
mengungkapkan rasa cinta, juga berterima kasih atas
segalanya. Yang diciumi tentu tak keberatan. Ia selalu
menyukai bagaimana cara Jimin memperlakukannya.

“Thank you, Kid. I love you … Je t'aime, Mon Amour 3.”


Jimin berbisik pelan tepat di telinga Yoongi.

Dengan napas yang masih tersengal, Yoongi


berucap, “Artinya apa?”

Belum sempat menjawab, Jimin dengan tiba-tiba


mengangkat tubuh Yoongi untuk kembali ia baringkan
ke dalam bathtub. “Aku mencintaimu, Sayangku.”

Keduanya akhirnya benar-benar menyelesaikan


kegiatan mandi yang sempat tertunda karena birahi
yang lebih dulu menguasai. Jimin menyelesaikan
mandinya terlebih dahulu, ditemani Yoongi yang masih
terkapar di dalam bathtub sebab sisa pelepasan yang
begitu hebat membuat seluruh tubuhnya lemah tak
berdaya. Ia menikmati sisa pelepasannya itu dengan
mengamati Jimin yang sibuk mengusapkan busa sabun
itu ke seluruh tubuhnya.

“Badanmu, bagus,” ucap Yoongi. Jimin menoleh ke


arah Yoongi, lalu tersenyum kecil.

3 “Aku mencintaimu, Sayangku.”

|
“Terima kasih,” balasnya singkat.

Yoongi memiringkan kepalanya, semakin mengamati


lebih jeli setiap inci tubuh sang suami, tentu saja dengan
pandangan nakalnya.

“Aku suka ngeliatnya. Perutmu berotot, tapi bagus


gitu. Lenganmu juga berotot. Pinggulmu kecil—“

“Tapi penisku tidak kecil, kan?” ucapan Yoongi


dipotong begitu saja oleh Jimin, yang mana membuat
Yoongi tersipu. Ia melirik ke arah selakangan Jimin, di
mana benda besar yang berada di tengah itu masih
nampak tegak.

“Jim … kok—“

“Kamu buat aku tegang lagi. Jalan-jalannya ditunda


besok saja ya? Ayo tuntaskan hasil dari tatapan kotormu
itu.”

“No!!! Capek! Nggak mau, Jimin.”

|
d
esuai dengan agenda, pasangan baru itu
akhirnya mengisi bulan madu mereka dengan
menjelajahi kota Nice. Meski sempat tertunda
sehari, karena keduanya kemarin berakhir saling
mendesah seharian penuh hingga membuat suara
Yoongi serak tak bersisa. Kini akhirnya keduanya telah
siap menjadi turis selama sehari penuh, demi menjelajah
keindahan kota yang terkenal cantik ini.

Jimin mengulurkan tangannya untuk Yoongi gapai.


Keduanya telah siap dengan tas ransel yang berisi
penuh peralatan layaknya turis pada umumya, seperti;
botol minum berisi air mineral, beberapa pasang baju,
kacamata, earpod dan headsetnya, juga tak lupa
dompet dan kamera. Keduanya berjalan beriringan
dengan tawa di sudut bibir mereka masing-masing.
Yoongi bahagia bisa menikmati bulan madunya
dengan Jimin, begitu pula Jimin yang bisa melihat tawa
indah milik manisnya itu.

Keduanya sempat berhenti di beberapa spot foto


untuk mengabadikan momen. Jimin juga beberapa kali
berpose aneh hingga membuat tawa Yoongi tak
terelakkan.

“Jimin! Yang bener fotonya, masa kayak gitu.” Oceh


Yoongi sedikit kesal.

|
“Aku seneng, soalnya kamu ketawa. Cantik.
Cantiknya Jimin.” Goda Jimin, yang mana membuat
kedua pipi Yoongi merona merah.

“Udah ih, ayo jalan lagi!” Yoongi kemudian menarik


Jimin, dan kembali berjalan menyusuri setiap sisi kota
Nice yang begitu hangat.

Setelah beberapa jam berjalan kaki, akhirnya Jimin


dan Yoongi memutuskan untuk menyewa sepeda yang
ada di pinggir jalan. Beruntung, Jimin pernah tinggal di
Nice dan fasih berbahasa Perancis, sehingga mereka
dengan mudah dapat menyewa sepeda itu. Keduanya
mengayuh sepeda masing-masing menuju tempat
wisata paling populer di kota Nice, yaitu „Kota Tua‟.

Yoongi beberapa kali berdecak kagum dengan


pemandangan di hadapannya. Bangunan-bangunan
tua yang nampak begitu cantik menjadi suguhan
matanya. Dengan didampingi Jimin sebagai fotografer
pribadinya, Yoongi berpose berlatarkan bangunan kuno
itu. “Yoongi, ayo masuk ke dalam. Ada pasar bunga di
dalam. Kamu mau beli bunga?”

“Mau! Ayoo!” Yoongi nampak antusias. Ia bahkan


berjalan dengan hampir melompat.

Jimin hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat


tingkat Yoongi yang masih seperti anak kecil, meski kini

|
usianya sudah 22 tahun. Keduanya berjalan dan
memasuki Kota Tua itu untuk mencapai pasar bunga.

Di sepanjang jalan, banyak sekali pedagang yang


menjual beraneka ragam daging. Mulai dari daging
sapi, sampai daging babi. Yoongi bergidik ngeri ketika
melewati daging babi utuh yang dipajang di etalase
toko yang mereka lewati. “Nggak usah dilihat. Di sini
memang jualan macam-macam. Jalan terus, pasar
bunganya masih ke dalam.” Jimin merengkuh tubuh
Yoongi, mengajaknya agar terus berjalan agar cepat
sampai ke pasar bunga.

Yoongi memegang kameranya sepanjang


perjalanan, sesekali memotret apa saja yang ada di
hadapan matanya, termasuk tiap kali Jimin yang secara
tiba-tiba mendekati penyanyi jalanan, dan berdansa
tak jelas, Yoongi tentu mengabadikannya dalam
sebuah potret. Meski ia hanya bisa menggelengkan
kepala, dan terkekeh ringan sebab tingkah Jimin yang
menurutnya sedikit konyol. “Ayo dansa , Yoongi! Seperti
ini,” ujar Jimin ketika menarik Yoongi untuk bergabung,
meski hanya ditolak keras olehnya.

Yoongi dan Jimin telah sampai di pasar bunga, dan


benar saja. Banyak sekali pedagang bunga yang
menawarkan berbagai jenis bunga. Jimin kembali
menuntun Yoongi berjalan, untuk melihat-lihat toko
mana yang dirasa cocok untuk dibelinya. Manik Yoongi

|
sempat melihat kerumunan, di mana ternyata pasar
bunga ini dijadikan sebagai lokasi syuting para artis. Tak
jarang pula mereka menggunakan properti yang dijual
di sini.

“Kamu mau bunga Iris ungu? Bunga nasional


Perancis,” ucap Jimin menginterupsi Yoongi.

“Boleh.” jawabnya singkat.

Jimin berjalan menjauh dari Yoongi menuju ke


pedagang bunga. Jaraknya tak jauh, hanya
diseberang sana. Yoongi juga masih bisa mendengar
apa yang diucapkan Jimin pada pedagang itu. “Je
veux acheter fleur4.”

Yoongi menepi, menunggu Jimin seraya mengibas


tangannya karena merasa cukup gerah. Nice itu
memang hangat, namun untuk orang Korea yang
terbiasa berada di tempat dingin, sepertinya, ini sudah
gerah.

Karena terlalu fokus mengibas tangannya karena


kepanasan, Yoongi tak menyadari bahwa seorang pria
berkacamata hitam berusaha merogoh tas kecilnya.
Tangannya menyelinap masuk ke dalam tas kecil milik
Yoongi, mencoba merogohi apa saja yang berada di
sana. Namun, hal itu berhasil digagalkan, sebab
pedagang bunga di dekat Yoongi berteriak kencang.

4
“Saya ingin membeli bunga ini.”

|
“Voleur!!5”

Yoongi tersentak kaget. Ia lalu menoleh ke arah pria


itu yang mana benar tangannya sudah menggapai
dompet dan juga earpod milik Yoongi. Dengan
kecepatan kilat, pria itu berlari menjauhi kerumunan
yang mulai ramai. Yoongi panik. Ia berteriak memanggil
Jimin, yang ternyata sudah berlari menjauh, menyusul
pencuri itu.

Dengan kemampuan bertarungnya, Jimin berhasil


menjegal sang pencuri. Pria itu lalu tersungkur. Jimin
menarik tubuhnya dan mencengkram kerah bajunya.
“Aku mengenalmu. Kenapa masih mencuri saja
bodoh?” umpat Jimin sesaat sebelum memberi tinjuan
ke arah perut. Pria itu sudah tak bisa berkutik lagi.
Jangan lupakan fakta bahwa Jimin adalah anggota
intelijen, maka bertarung dan menangkap penjahat
adalah makanannya.

Beberapa pukulan dari Jimin total sudah membuat


pria itu babak belur. Jimin mengambil dompet dan juga
earpod milik Yoongi yang ada di tangannya. Kemudian
melempar tubuh pria itu ke tanah. Tepat saat itu juga,
beberapa polisi telah datang untuk meringkus pelaku.
Jimin dengan santainya merapikan kemeja dan topinya
kembali. Bertingkah seolah sesaat sebelumnya tak

5
“Pencuri!!”

|
terjadi apa-apa, padahal ia baru saja memukuli
seseorang hingga babak belur.

Salah satu kepala polisi yang datang itu keluar dari


mobil, kemudian berjalan dan menghampiri Jimin yang
masih berdiri mematung. “Wohoo!! Park Jimin!” ucap
kepala polisi itu. Jimin yang dipanggil lantas tersenyum
dan menerima jabat tangan dari rekannya itu.

“Lee Taemin! Bonjour!6 Comment allez-vous?7”

“Halah! Nggak usah sok-sokan. Kita masih warga


negara yang sama.” Ledek Taemin. Keduanya
kemudian tertawa dan berceloteh, sampai akhirnya
Yoongi datang dan menginterupsi perbincangan
sahabat lama itu.

“Jimin, kamu nggak papa?” tanya Yoongi khawatir.

“Sayang, nggak apa. Perampoknya udah ditangkep


sama pak kepala ini. Kenalin, dia temenku waktu di
pelatihan, Lee Taemin.”

“Oh? Dia siapa , Jim?”

“Min Yoongi. Suaminya Jimin.”

“Wah! Bonjour! Saya Lee Taemin. Kepala polisi di


daerah sini, juga temen pelatihannya Jimin dulu.”

Yoongi dan Taemin berjabat tangan. Meski sedikit


canggung, karena Yoongi bukanlah orang yang mudah

6
Halo!
7
Bagaimana kabarmu?

|
berbaur. Yoongi dan Jimin kemudian dibawa masuk ke
dalam mobil milik Taemin, seketika itu juga kerumunan
akibat insiden pencurian tadi sirna. Kini keadaan di
pasar bunga itu kembali tertib.

Taemin membawa pasangan pengantin baru itu


berkeliling lagi menggunakan mobilnya. Sesekali Taemin
bercerita tentang dirinya dan juga Jimin saat masih
berada di pelatihan dulu. Lucu memang. Yoongi sendiri
paham, kalau Taemin mungkin salah satu teman dekat
Jimin kala itu. Taemin membawa mereka menuju St.
Nicholas Russian Orthodox Church. Gereja milik Rusia
yang terletak di kota ini. Kemudian pasangan itu
memutuskan untuk masuk ke dalam dan berdoa
sejenak di sana.

Keduanya mengucap doa di dalam hati. Dan yang


perlu diketahui. Baik Yoongi maupun Jimin, keduanya
sama-sama saling mendoakan untuk keselamatan, dan
kebahagiaan pasangan mereka.

“Kumohon, berikan suamiku, Park Jimin keselamatan,


serta kebahagiaan.”

“Aku ingin Yoongiku bahagia selalu, dengan atau


tanpa aku di sisinya.”

|
Setelah menghabiskan waktu sehari penuh dengan
mobil Taemin, kini Yoongi dan Jimin menghabiskan
waktu di pantai yang ada di „The English Way‟ untuk
menikmati sunset di kota cantik ini.

Yoongi memandangi Jimin yang masih asik bermain


ombak. Ia memilih untuk duduk di pinggiran, menikmati
pemandangan dan indahnya pantai dengan minuman
dan beberapa snack yang dibelinya. Angin begitu
kencang, menggoyangkan surainya hingga kacau
berantakan. Namun, angin itu justru membuat hawa
panas dari kota ini menjadi sejuk.

Yoongi meraih kameranya, ketika melihat Jimin


memberi gerakkan seolah minta untuk dipotret. Dengan
sigap, Yoongi memotret Jimin yang berjongkok dengan
botol plastik yang entah ia dapat dari mana.

Seulas senyum terpancar dari wajah manis Yoongi. Ia


memandangi hasil fotonya sembari bergumam bahwa
Jimin tampan sekali. Yoongi jadi tersipu sendiri, mungkin
nanti foto hasil jepretannya itu akan ia abadikan
sebagai wallpaper pada ponselnya.

Yoongi kembali menyimpan kameranya ke dalam


tas, kemudian matanya kembali tertuju pada Jimin yang
ternyata sudah tak mengenakan bajunya lagi. Tubuh
atletis yang terbentuk indah itu terekspos jelas di
khalayak umum. Hal itu membuat Yoongi kesal, dan
menghampiri Jimin dengan tergesa. “Ih! Kok nggak
pake baju sih? Itu keliatan perutnya!” protes Yoongi.

|
Yoongi bergerak seolah ingin menutupi bagian perut
Jimin yang berotot itu. Sementara yang ditutupi, hanya
terkekeh geli karena tindakan konyol pasangannya itu.
Bukannya memakai kembali bajunya, Jimin malah
menarik tubuh Yoongi ke dalam pelukkannya. Membuat
tubuh yang lebih muda itu limbung dan menempel erat
pada tubuh Jimin yang sedikit basah.

Keduanya terdiam di posisi itu beberapa saat,


menikmati semilir angin yang masih saja mengacaukan
surai keduanya. Matahari mulai bersembunyi di balik
sana, membuat laut yang tadinya nampak biru, kini
berubah menjadi kemerahan. Jimin mengusap surai
Yoongi sembari mengecupi dahinya. Seperti tak peduli
lagi dengan fakta bahwa saat ini keduanya berada di
tempat umum.

“Kid.”

“Iya?” Yoongi menoleh ke arah Jimin yang sudah


menatapnya terlebih dulu. Tatapannya teduh, penuh
cinta, juga kelembutan.

“Kamu bahagia jadi pasanganku?” tanya Jimin lirih.

Yoongi mengangguk cepat. Ia menatap Jimin


teramat dalam, sebelum akhirnya berucap, “Aku nggak
bisa deskripsiin sebahagia apa aku. Intinya, 22 tahun
hidup, aku nggak pernah sebahagia ini sebelumnya.”

“Then, bahagia terus ya? Dengan atau tanpa aku.”


Jimin mengecup kening Yoongi dan menahan bibirnya
di sana begitu lama. Hingga Yoongi merasa bingung.

|
“Jimin, kok ngomongnya gitu?” Yoongi nampak
takut.

“Kamu tau perampok yang tadi? Dia pernah jadi


musuhku. Dan ternyata kita bertemu lagi di sini.
Pekerjaanku itu berbahaya, banyak musuh, dan banyak
dendam. Bahaya itu bisa datang kapan saja, maka dari
itu, aku berpesan untuk selalu bahagia; dengan atau
tanpa aku.”

Yoongi meneteskan air mata yang sudah ia tahan


sedari tadi. Tangannya melingkar erat di perut Jimin.
Wajahnya ia benamkan di dada bidang milik suaminya.
Yoongi takut, sangat takut. Kejadian 4 tahun lalu masih
membekas jelas di ingatannya.

Kehilangan Jimin, adalah sesuatu yang


menghancurkan kehidupannya kala itu, dan ia tak mau
hal itu terulang lagi. Ia ingin hidup tenang dan bahagia
bersama Jimin, tanpa gangguan atau pun teror dari
mana pun.

“Aku mau kamu berhenti dari Intelijen, Jim. Aku


nggak sanggup kalo harus ditinggal kamu lagi. Aku mau
kamu, aku cuma mau hidup bahagia sama kamu. Apa
sesusah itu?” Isak Yoongi.

Jimin menarik tubuh Yoongi, menangkup pipi


gembilnya itu , lalu mengusapnya perlahan. “Aku di sini,
aku tidak kemana-mana, sayang. Jangan menangis,
nanti cantikmu hilang.”

|
Bukannya berhenti, tangis Yoongi malah main
kencang hingga membuat Jimin justru tertawa
meledek. “Masa Pak Direktur nangis kencang begini.
Perasaan di depan karyawan galak sekali.”

Yoongi memukul dada Jimin, juga mencubit


perutnya. “Aku serius! Tolong berhenti dari Intelijen. Aku
udah kaya! Kamu nggak usah kerja!”

Jimin tak menjawab, ia malah menarik tubuh Yoongi,


lalu menggendongnya dan membawanya ke dekat
ombak. Meski meronta dan berteriak enggan, mau
tidak mau, Yoongi basah juga karena Jimin yang
menciprati air pantai itu ke arahnya.

Keduanya tertawa, meski awalnya Yoongi sempat


kesal karena tubuhnya basah kuyup. Namun tak lama,
yang terjadi adalah keduanya saling memberikan
percikan air, tak membiarkan salah satu dari tubuh
mereka kering tak terkena air.

Sesekali Jimin pun menarik Yoongi, kemudian


mengecup bibirnya singkat. Memberikan pernyataan
jelas bahwa ia sangat mencinta juga mendamba sosok
manis dan cantiknya itu. Meski ia tak yakin, apa
mungkin kedepannya, ia akan terus ada dan bisa
mendampingi Yoongi. Tapi, selagi masih ada waktu juga
kesempatan, Jimin akan terus menyayangi Yoongi,
menjaganya agar tetap aman, dan juga membuatnya
tersenyum bahagia karena bangga memiliki dirinya.

|
„Aku berterima kasih pada siapa pun yang ada di
atas sana, karena telah mengirimkan sosok pelindung
sekaligus pendamping yang begitu sempurna di
mataku. Yang tak pernah marah, yang selalu sabar,
yang selalu menyambutku dengan pelukan hangat,
dan juga senyuman satu garis di matanya. Tubuhnya
yang kokoh, selalu bisa menopangku yang lemah ini.
Kelebihannya, menutupiku kekuranganku. Meski
sebetulnya, sumber kekuranganku adalah, jika
kehilangan dirinya.

Aku pernah kehilangan dirinya satu kali, dan itu


menghancurkanku juga hidupku. Maka, hanya satu
yang kupinta untuk seumur hidupku pada siapa pun
yang ada di atas sana. Berikan dia kebahagiaan, serta
keselamatan. Agar kami bisa selalu bersama. Meski
ujarnya, aku harus bahagia dengan atau tanpa dirinya.
Nyatanya, aku tidak bisa. Bila boleh egois, aku ingin
siapa pun di atas sana, tolong jangan pernah kabulkan
doanya. Lebih baik kabulkan doaku saja. Doa dari
seseorang yang selalu kehilangan, dan sedang
mencoba mempertahankan apa yang seharusnya tidak
hilang.‟

—Min Yoongi, St. Nicholas Russian Orthodox Church.

To be continued.

Anda mungkin juga menyukai