By yoongstormy
Copyright © 2021
Penulis:
yoongstormy
Layout:
vopeworldian
–
Tags: Slice of Life, Drama, Romance, Explicit Mature Content.
d
aca jendela yang sedikit terkena tetesan
embun seakan menjadi saksi bisu bagaimana
gugupnya perasaan pria yang hari ini genap
berusia 22 tahun. Di hari yang sama pula, dirinya
sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan yang
telah ia persiapkan selama kurang lebih 4 bulan
belakangan. Jemarinya meremas ujung jas berwarna
hitam yang sudah dipakainya. Bibirnya ia gigit sesekali,
beberapa kali pandangannya ia arahkan pada jarum
jam yang tak berhenti berdetik. “Dua puluh menit lagi,
please … jangan kebelet pipis,” batinnya.
|
Pagi ini, cuaca cukup cerah, dan Yoongi bersyukur
untuk itu. Pasalnya, acara resepsi pernikahannya nanti
akan diadakan di tempat terbuka. Letaknya tak jauh
dari rumahnya, hanya berjarak beberapa blok saja.
Sebuah taman yang penuh bunga. Yoongi memang
menginginkan pernikahan yang sederhana dengan
dikelilingi tanaman yang menyegarkan. Dan tentu, Jimin
sang calon suami tak keberatan.
|
juga mengetuk ujung sepatu pantofelnya beberapa
kali, entah apa tujuannya. Sepertinya ia reflek semata.
|
Yoongi sudah berdiri di karpet merah paling ujung, di
sampingnya ada Taehyung yang menemani. Semua
mata tertuju padanya saat ini. Yoongi sedikit melirik ke
arah para tamu, di mana ia dapat melihat beberapa
teman sekolahnya, Jungkook, Hoseok, Seokjin, Namjoon
yang sudah bebas, serta paman dan bibinya yang
menatap haru ke arahnya. Matanya sedikit berkaca,
apalagi ketika ia menatap lurus ke depan, di mana
Jimin sedang berdiri gagah dan tersenyum manis ke
arahnya.
|
berusaha menahannya. Setidaknya sampai acara
pemberkatan selesai.
|
Kalimat terakhir yang diucapkan Yoongi menjadi
tanda bahwa keduanya kini telah resmi menjadi
sepasang suami. Tepuk dan sorak dari seluruh kerabat
dan tamu menjadi latar belakang kebahagiaan
mereka. Jimin menyentuh pipi Yoongi, membuat
keduanya kini tak berjarak. Tangannya menarik tengkuk
Yoongi, lalu menciumnya tepat di dahi. Beberapa dari
tamu menyoraki mereka agar keduanya saling
mengecup.
“Kenapa ga boleh?”
|
Resepsi pernikahan telah usai, pesta dansa yang
diadakan pun sudah berakhir. Semua yang hadir begitu
menikmati acara. Tak terkecuali sang pengantin. Kini
hanya tinggal Yoongi yang duduk di tepi ranjang
tengah sibuk membuka beberapa kado yang diberikan
teman-temannya. Sedang Jimin sendiri ada di kamar
mandi, membersihkan diri. Keduanya menginap di salah
satu hotel yang disewa Jimin.
|
Wajah Yoongi pasti sudah memerah saat ini juga,
pasalnya Jimin terlalu gamblang menyebutkan hal yang
cukup intim di depannya.
|
bahkan menutupi wajahnya karena malu. Yoongi
menjadi pemalu bila Jimin sudah bersikap kelewat
manis.
|
berpindah duduk di pangkuannya, tentu masih dalam
ritme ciuman yang begitu lembut.
|
“Ya, Kid?” balas Jimin.
|
d
urang lebih menempuh waktu tiga belas jam
lamanya, akhirnya kedua pasangan pengantin
baru itu telah sampai sekitar pukul sepuluh pagi
di kota Nice, yang terletak di sebelah selatan Perancis.
Kota yang cantik, namun jarang diketahui banyak
orang. Meski tubuhnya lelah, Yoongi tetap bisa
menikmati pemandangan sekitar, bahkan ia beberapa
kali membelalak takjub ketika melihat sekeliling.
Suasana yang nampak begitu asri, juga iklim yang
terasa hangat. Jimin turut bahagia, menyaksikan Yoongi
yang begitu terkagum.
|
Yang ditanya kemudian tersenyum sembari
mengangguk beberapa kali. “Kotanya indah, Jim. Di
deket laut juga. Tapi abis ini kita tetep istirahat dulu,
„kan?” balasnya. Jimin hanya tersenyum, tangannya
membenahi kacamata cokelatnya, lalu kembali pada
posisi duduknya yang menghadap ke depan.
1
“Nanti malam ingin pergi atau tidak?”
|
bisa berbahasa Perancis. “Non merci, je suis assez
fatigué2” Jimin menyahut kemudian. Yoongi melirik
pada Jimin, meminta penjelasan.
2
“Tidak, terima kasih. Saya cukup lelah.”
|
suami. Ketika menginjakkan kaki di balkon, suara desiran
ombak lah yang menyambut rungu Yoongi.
|
putih pucatnya terpampang jelas. Jimin melepas
ciumannya, lalu menatap wajah Yoongi yang begitu
berantakan namun seksi di waktu yang bersamaan.
|
Udang dan cumi yang biasanya disuguhkan dengan
nasi, atau diberi bumbu yang penuh rempah, justru
dihidangkan hanya dengan roti kering dan mentega.
Aneh sekali.
|
telepon di luar restoran. Yoongi memperhatikan Jimin
yang nampak serius berbicara dengan seseorang
melalui ponselnya dari dalam restoran. Nafsu makannya
mendadak hilang, ia begitu penasaran dengan siapa
Jimin berbicara di sana. Pikiran aneh mulai menghantui,
padahal tak seharusnya Yoongi berlaku demikian.
Mungkin nanti ia harus bertanya pada Jimin, agar
semuanya menjadi jelas.
|
“Kamu telpon siapa? Penting banget sampe harus
keluar restoran segala? Terus kayaknya asik banget
ngobrolnya.”
|
lagi. Jangan cari bahaya, aku sayang kamu, aku ga
bisa kalo ditinggal lagi.”
|
semakin deras. Jimin tau bahwa Yoongi begitu
menyayanginya dan tak ingin jika dirinya dalam
bahaya. Jimin bahkan menuruti permintaan Yoongi
untuk menjauhi segala hal berbau intelijen, termasuk
berhubungan dengan boss dan rekannya yang lain,
kecuali Hoseok dan Seokjin. Meski sejujurnya, di lubuk
hati terdalamnya, Jimin masih menginginkan
pekerjaannya; menjadi intelijen, menangani kasus,
melakukan penyamaran, dan menangkap penjahat
adalah impiannya sejak dulu. Dan semua itu harus ia
tahan, karena ada sosok yang begitu
mengkhawatirkannya, bahkan lebih dari dirinya sendiri.
Demi Yoongi, Jimin rela.
|
d
imin dan Yoongi tiba di kamar mereka tepat
pukul 11 malam waktu Nice. Keduanya cukup
lelah setelah berjalan kaki dari Place Massèna.
Yoongi kini berdiam diri di balkon, memandang ke arah
pantai yang terbentang begitu luas di hadapannya.
Sementara Jimin datang secara tiba-tiba dari belakang,
menelusupkan lengannya ke pinggang sang suami.
Yoongi menoleh, lalu tersenyum. Keduanya hanya diam
pada posisi itu, memandangi laut yang ombaknya
begitu berisik.
|
“Kamu mau sekarang?” Yoongi tak menjawab
pertanyaan Jimin, ia hanya mengerlingkan matanya,
mencoba menggoda suaminya itu. Tangannya bahkan
sudah turun, dan mencoba mengusap bagian bawah
milik Jimin yang masih tertutup celana.
|
jarinya berhasil melingkari milik Jimin. Sementara Jimin
mulai menikmati gerakkan Yoongi, ia menggeram
rendah sembari mencengkram pinggiran balkon. Posisi
mereka kini berbalik, Jimin yang berada di pinggiran
balkon, sementara Yoongi sedang memberi service di
bawah sana.
|
Geraman kecil yang putus-putus adalah hal yang
bisa Jimin luapkan, sebelum akhirnya tangannya
dengan cepat menarik Yoongi berdiri. Bibirnya langsung
menyambar milik Yoongi. Ritmenya pelan, namun
penuh gairah. Bunyi kecipak basah pun menggema di
antara keduanya, angin semilir juga desir ribut dari suara
ombak seakan menjadi saksi bisu bagi kegiatan
pasangan baru ini.
“Jim-ah, geli.”
|
Jimin memainkannya dengan begitu apik, diusapi
perlahan, sebelum akhirnya dipilin dengan lembut.
Yoongi bahkan memekik nikmat hingga punggungnya
beberapa kali membentur dinding di belakangnya.
Jimin juga menggunakan lidahnya untuk
mengeksplorasi puting milik Yoongi.
|
Angin malam makin membuat mereka kedinginan,
tapi justru aktivitas mereka ini akan memberi
kehangatan. Jimin menutup botol pelumas yang
dibawanya, lalu melemparnya sembarang. Kini ia
bersiap memasukkan dua jarinya ke lubang milik Yoongi.
“Aku akan memasukkannya perlahan, sudah lama
sekali kita tidak melakukan ini. Pasti akan sakit.”
|
memberi jeda untuk Yoongi mengatur napasnya,
sembar mencium kecil punggung suaminya itu.
|
Gerakannya makin cepat, hingga akhirnya Yoongi
berhasil menjemput putihnya, menumpahkannya di
lantai balkon juga di besi-besi pinggiran balkon. Yoongi
berusaha mengais sisa tenaganya seusai pelepasan,
milik Jimin tentu sudah ditarik keluar.
|
“Ah … Yoongi. Sempit sekali, baru beberapa bulan
tidak dimasuki, kenapa serasa bertahun-tahun?” erang
Jimin.
|
Sinar matahari sudah menerangi kota Nice, bahkan
sorot cahayanya sudah masuk ke dalam kamar
pengantin baru itu. Yoongi sudah terbangun, namun
saat ini ia tengah sibuk memperhatikan suaminya yang
tertidur pulas.
|
“Ih apaan sih? Ngelunjak!” protes Yoongi. Lelaki
berkulit pucat itu hendak keluar dari selimut dan
beranjak dari kasur. Namun Jimin lebih cepat
menariknya dan menggendongnya dengan sekali
percobaan.
|
mengeluh lelah, Jimin nyatanya masih saja betah
dengan posisi mereka saat ini.
|
“Aaaaahhh!!”
|
“Terima kasih,” balasnya singkat.
“Jim … kok—“
|
d
esuai dengan agenda, pasangan baru itu
akhirnya mengisi bulan madu mereka dengan
menjelajahi kota Nice. Meski sempat tertunda
sehari, karena keduanya kemarin berakhir saling
mendesah seharian penuh hingga membuat suara
Yoongi serak tak bersisa. Kini akhirnya keduanya telah
siap menjadi turis selama sehari penuh, demi menjelajah
keindahan kota yang terkenal cantik ini.
|
“Aku seneng, soalnya kamu ketawa. Cantik.
Cantiknya Jimin.” Goda Jimin, yang mana membuat
kedua pipi Yoongi merona merah.
|
usianya sudah 22 tahun. Keduanya berjalan dan
memasuki Kota Tua itu untuk mencapai pasar bunga.
|
sempat melihat kerumunan, di mana ternyata pasar
bunga ini dijadikan sebagai lokasi syuting para artis. Tak
jarang pula mereka menggunakan properti yang dijual
di sini.
4
“Saya ingin membeli bunga ini.”
|
“Voleur!!5”
5
“Pencuri!!”
|
terjadi apa-apa, padahal ia baru saja memukuli
seseorang hingga babak belur.
6
Halo!
7
Bagaimana kabarmu?
|
berbaur. Yoongi dan Jimin kemudian dibawa masuk ke
dalam mobil milik Taemin, seketika itu juga kerumunan
akibat insiden pencurian tadi sirna. Kini keadaan di
pasar bunga itu kembali tertib.
|
Setelah menghabiskan waktu sehari penuh dengan
mobil Taemin, kini Yoongi dan Jimin menghabiskan
waktu di pantai yang ada di „The English Way‟ untuk
menikmati sunset di kota cantik ini.
|
Yoongi bergerak seolah ingin menutupi bagian perut
Jimin yang berotot itu. Sementara yang ditutupi, hanya
terkekeh geli karena tindakan konyol pasangannya itu.
Bukannya memakai kembali bajunya, Jimin malah
menarik tubuh Yoongi ke dalam pelukkannya. Membuat
tubuh yang lebih muda itu limbung dan menempel erat
pada tubuh Jimin yang sedikit basah.
“Kid.”
|
“Jimin, kok ngomongnya gitu?” Yoongi nampak
takut.
|
Bukannya berhenti, tangis Yoongi malah main
kencang hingga membuat Jimin justru tertawa
meledek. “Masa Pak Direktur nangis kencang begini.
Perasaan di depan karyawan galak sekali.”
|
„Aku berterima kasih pada siapa pun yang ada di
atas sana, karena telah mengirimkan sosok pelindung
sekaligus pendamping yang begitu sempurna di
mataku. Yang tak pernah marah, yang selalu sabar,
yang selalu menyambutku dengan pelukan hangat,
dan juga senyuman satu garis di matanya. Tubuhnya
yang kokoh, selalu bisa menopangku yang lemah ini.
Kelebihannya, menutupiku kekuranganku. Meski
sebetulnya, sumber kekuranganku adalah, jika
kehilangan dirinya.
To be continued.