Anda di halaman 1dari 6

Namjoon punya banyak waktu dalam kehidupannya.

Kehidupannya
yang tak akan pernah berakhir.

“Tidak ada apa pun untuk dilakukan, Tuan?”

“Kau benar sekali.” Namjoon mengerutkan kening sebentar, matanya


menyipit keluar jendela. “Jadi bagaimana jika kau temukan aku sebuah
cara.”

“Untuk?”

“Untuk datang ke bumi, menyamar menjadi manusia,” Namjoon


menggidikkan bahunya. “Atau kalau perlu, hidup menjadi manusia.”

Jungkook terdiam sebentar. Namjoon menoleh pada pelayan setianya.

“Jeon,”

“Saya rasa Tuan Besar tidak akan mudah menerima ide tersebut.”

Namjoon hanya menarik satu sudut bibirnya. “Kita lihat saja.”

“Hai! Kau juga intern?”

Namjoon tersenyum lebar. “Yup. Intern.”

“Oh, bagus. Namaku, Kim Seokjin. Kau?”

“Namjoon,” katanya pelan dan senyumnya semakin lebar. “Kau bisa


memanggilku Kim Namjoon.

Seokjin mengangguk pelan dan mencoba melafalkan nama Namjoon di


mulutnya.

.
.

“Apa kau percaya hantu?”

Namjoon yang tengah mengedit video milik salah satu senior hanya
mendengus tertawa. “Benarkah? Hantu?” kata Namjoon tak
mengalihkan pandangan dari layarnya. “Itu tidak ada.”

“Awh, come on man!” kata Seokjin melemparkan tangan ke udara dan


mendorong kursinya kembali ke meja kerjanya. “Tapi kupikir itu hal
yang bagus untuk video akhir masa intern kita.”

Namjoon berhenti mengklik mousenya, menoleh pada Seokjin. “Apa?”

Seokjin ikut memandang Namjoon dengan bingung. “Apa? Kita bisa


mengerjakan video itu untuk percobaan. Aku tahu kau belum punya apa
pun untuk presentasi.”

Namjoon tertawa pelan. “Kau itu takut dengan segala hal. Serius. Kau
bahkan takut dengan bayanganmu.”

Seokjin menggerutu. “Kita bisa ke gereja dan mengambil beberapa air


suci,” Seokjin mengerutkan kening, sedang menaik turunkan berita di
layar komputernya, “lagipula, aku nggak selalu takut dengan
bayanganku. Aku Cuma… gampang kaget.”

Namjoon tergelak, keras.

Haunted Sanatorium

Namjoon harus menunggu beberapa menit sebelum Seokjin akhirnya


terdengar jatuh tertidur di sleeping bagnya. Pemuda itu membuka
matanya perlahan lalu menutupnya untuk berkonsentrasi sesuatu.
Berkonsentrasi untuk menarik dirinya keluar dari tubuh manusianya.

Menjadi Kim Namjoon yang asli, sang Iblis.

Setelah berdiri tegak, ia menoleh sebentar pada tubuh yang tidur di


dalam sleeping bag berjarak hanya 20 senti dari miliknya. Menarik satu
sudut bibirnya, Namjoon berlutut dan mengelus pelan kepala Seokjin
yang tertutup sempurna.

“Apa yang terjadi jika kau tahu siapa aku, Sayang.” Bisik Namjoon
sangat pelan. Setelahnya ia berdiri, menatap kamera yang masih
merekam ruangan kosong ini, berharap menemukan sesuatu yang bisa
dipakai untuk video minggu depan. Namjoon yang tersenyum kilat dan
berdiri, berjalan melangkah keluar ke salah satu pintu yang menuju ke
lorong gelap tak terjamah sinar apa pun.

Tepat ketika ia keluar pintu, Jungkook sudah berdiri di samping pintu


seperti tengah menjaga ruangan tersebut. Saat Namjoon berada di
sisinya, Jungkook menegakkan punggung, menaruh tangan kanan
menyilang ke rusuk kiri dan membungkuk sopan.

“Semua sudah saya amankan sesuai perintah Anda, Tuan.” Kata


Jungkook masih dalam bungkukannya. Namjoon menatap pemuda yang
lebih muda itu dan mengangguk pelan.

“Apa kau sudah katakan pada mereka apa yang aku katakan padamu?”

“Sudah, Tuan. Segalanya sudah sesuai dengan perintah Anda.”

Namjoon mengangguk puas, baru setelahnya ia berbalik dan


memandang sekitar. Lorong itu tak lagi sepi dan gelap, sekarang banyak
pasang mata tengah memandang Namjoon dan Jungkook. Tapi tentu
saja, mereka bukanlah para manusia yang biasa.

“Kalian tahu siapa aku?” suara Namjoon menggema di sudut-sudut


lorong, dan bahkan mungkin di semua bagian rumah sakit. Para arwah
itu lalu reflek menciutkan tubuh mereka, seperti mencoba menghindari
suara Namjoon. Namjoon menganggap keheningan itu sebagai jawaban.
“Maka kalau begitu, aku tak perlu mengulanginya lagi untuk kalian
ingat.”

“Tak ada, yang boleh menyentuh pemuda itu,” kata Namjoon menunjuk
ruangan di balik punggungnya. “Atau mencoba untuk mendekatinya.
Paham?”

Namjoon berkata sangat tenang, tidak ada paksaan atau nada tinggi
namun itu cukup membuat para arwah itu ketakutan. Mereka
mengangguk kaku dan masih menundukkan pandangan.

“Jika ada yang berani-beraninya, membuat keributan,” kata Namjoon.


“Maka aku tak akan segan-segan menyeret jiwanya ke Neraka. Kalian
paham?”
Tarikan nafas cepat terdengar dan pekikan terkejut datang dari mana-
mana. Namjoon menurunkan senyumnya dan matanya berkilat merah,
keheningan lalu menjadi satu di udara. Para Arwah itu menyegel lagi
mulut mereka, menghukum kelancangan mereka membuat suara.

“Sekarang kalian boleh pergi.”

“Oh, tidak ada yang memerintah di tempatku memerintah, Tuan Kim.”

Namjoon mengangkat dagunya dan tak mau repot-repot berbalik; ia


tersenyum sinis karena tahu siapa yang tengah berjalan mendekatinya.
Sebaliknya, terdengar suara Jungkook tengah menghadang si pendatang
baru.

“Maafkan kelancangan saya, Nyonya, tapi Anda pun juga tidak berhak
untuk menghentikan apa yang Tuan saya ingin lakukan disini.”

“Diam kau, setan kecil,” kata suara wanita itu. “Aku tak ingin berbicara
denganmu, biarkan Tuanmu yang sombong itu berbalik dan menyapaku
sebagai sopan santun! Apakah aku yang perlu mengajarinya?”

Jungkook akan mengatakan sesuatu dan melangkah tapi Namjoon


menahan bahunya. Jungkook terkesiap sebentar sebelum memberi jalan
pada Namjoon dan sedikit membungkukkan tubuhnya.

“Tak perlu habiskan tenagamu untuk ini, Jungkook. Terimakasih kau


sudah bekerja keras.” Kata Namjoon dan Jungkook mengangguk patuh.

Namjoon lalu menatap wanita tersebut, tersenyum sopan. “Maafkan


kelancanganku, Nyonya Sun, tak menyapamu terlebih dahulu saat aku
mengelilingi bangunanmu."

Jungkook yang awalnya menganggap Nyonya Sun sebagai ancaman lalu


berubah saat wanita yang berpakaian abad 18 itu tertawa kecil. Dua
pelayan dibelakangnya diam di tempat saat ia maju mendekati Namjoon.

"Well, well. Lihat pangeran kecil kita sudah tumbuh menjadi pemuda
yang luar biasa tampan!" kata Nyonya Sun dengan tawa nyaring.

.
"Tapi aku ingin bermain dengannya." Ujar Junhong pelan. "Dia terlihat
baik."

Seorang arwah suster lalu berbisik tinggi bagaimana Junhong tidak


boleh berkata seperti itu di depan Namjoon. Namjoon hanya mengangkat
kedua alisnya, ia ingat anak yang tadi menggelindingkan bola Seokjin ke
bawah tulisan grafiti nama ‘Jin’. Jungkook lalu mendekat pada Namjoon
dan berbisik,

“Apakah saya harus melakukan sesuatu untuk anak itu, Tuan?” tanya
Jungkook. Namjoon terdiam sebentar, namun ia mendengus dan
mengangkat tangannya sedikit tanda untuk Jungkoook mundur.

Namjoon melangkah mendekati Junhong, jelas membuat para arwah


disana ketakutan, pun begitu juga dengan Junhong yang lalu mendekap
erat suster yang berada di sampingnya. Ketika suara ankle boot Namjoon
sudah berhenti menggema, Namjoon hanya berdiri di depan kedua
arwah itu dengan pandangan dalam diam.

“Maafkan anak ini, Tuan Kim,” kata suster itu mencicit sedih. “Dia tidak
tahu apa yang ia katakan—”

“Aku ingin bermain dengan Seokjin,” kata Junhong lirih tapi suster itu
menggeleng cepat dan menyentuh bibir Junhong, mengisyaratkan
padanya bahwa ia tidak boleh mengatakan apa pun.

Ketika Namjoon menyamakan tingginya dengan Junhong, ia berlutut


satu kaki. Suster tersebut langsung memohon dengan cepat, “tolong,
Tuan Kim! Jangan bawa dia ke neraka, dia terlalu muda untuk itu—”

“Kalau kau belajar sedikit, hei wanita, umur kita semua tak akan
bertambah seiring waktu berjalan,” kata Namjoon lalu mengalihkan
pandangan pada Junhong yang menggenggam erat bola Seokjin. “Begitu
juga anak ini, dia sudah terkurung disini berpuluh-puluh tahun, sudah
sepantasnya dia berada di Neraka.”

Beberapa arwah memekik tajam namun Jungkook sukses mendiamkan


mereka hanya dengan lirikan maut.

“Junhong, benar ‘kan itu namamu?” tanya Namjoon dan Junhong


mengangguk cepat. “Aku tak akan membawamu ke Neraka.”

Junhong dengan takut-takut dan berbisik terimakasih. Namjoon


mendengus pelan. “Namun sebagai gantinya, kau tidak boleh bermain
dengan manusia itu.”

Junhong mengerutkan keningnya. “K-kenapa, Tuan?”


Namjoon tersenyum dan mengelus kepala Junhong, merasakan tubuh
anak itu gemetar hebat di bawah telapak tangannya.

“Karena arwah yang kebingungan dan manusia berhati tenang


sepertinya, tak akan pernah bisa menyatu.”

“Katakan pada Yongguk hyung,” kata Namjoon pada Jungkook ketika


mereka berjalan kembali ke ruangan dimana tubuh Namjoon dan
Seokjin berbaring. “Ia mencari jiwa-jiwa para anak kecil, Junhong bisa
menjadi salah satunya.”

Haunted Hotels

“Seokjin?”

“Oh astaga, kepalaku pusing. Rasanya… jadi ringan.”

Namjoon mendekap pinggangnya dan menarik tubuh kurus itu keluar


dari kamar mandi.

Anda mungkin juga menyukai