Anda di halaman 1dari 31

When Snow Falls On The Lotus Flower

Tatkala menyusuri ruas jalan yang kumayan lenggang, Seokjin


mengeratkan pelukannya pada tubuh kekar Putra mahkota yang terasa
begitu mahir berkendara roda dua. Membelah aspal yang semakin
menyempit seiring laju motor yang melewati kawasan terpencil di
Norward.
Udara pagi yang semula menghembuskan dingin kini berganti dengan
kesejukan alam, perbukitan yang melambai dari jauh membuat Namjoon
dan Seokjin tersenyum damai dari balik helm yang mereka kenakan.
Jaket kulit berwarna jelaga yang membalut tubuh kekar Namjoon
membuatnya berkali lipat terlihat gagah dan menggoda. Punggung
Namjoon terasa begitu hangat ketika Seokjin bersandar nyaman disana.
Diam-diam, Seokjin tersipu malu karena tiada henti mengagumi sosk yang
kini membocengnya.
Setelah berkendara cukup lama, Namjoon Menghentikan laju motor
Harley Davidson hitam metaliknya di sebuah apotek kecil pinggir jalan.
“Kau tunggu di sini saja, aku tidak lama.” Suara rendahnya yang teredam
masker hitam meberi komandu untuk Seokjin ikuti.
Seokjin mulai berpikir tentang Namjoon yang sengaja melewati
tempat terpencil seperti ini untuk menghndari media dan warga kota bisa
langsung menegnalinya dengan mudah.
“Melamun apa? Lapar tidak? Aku bawa apple bread dan almond milk
kalau kau ingin menepi untuk mengisi perut. Tadi Taehee bersama pelayan
pribadinya menyiapkan semua itu untuk bekal kita berdua.”
“Aku sudah sarapan. Taebee tahu kita berlibru bersama?” tanya
Seokjin ketika Namjoon menyimpan kantong belanjanya pada ransel yang
masih bertengger di depan dadanya.
Sembari mengenakan helm kembali, Namjoon mengangguk kecil.
“Taehee lebih sibuk dan antusias mendengar ideku menculikmu beberapa
hari kedepan,” candanya terkiki seorang diri. Merasa aman sebab tahu
dengan baik bahwa Taehee pandai menutup mulut.
“Alpha beli obat apa? Kalau akit kenapa membawaku pergi? Kau
membuatku khawatir!” Seokjin meremas jaket kulit Namjoon hinga
membuat Alpha itu menghentikan niatnya menyalakan mesin motor untuk
meneruskan perjalanan mereka kembali.
:Aku sehat, by,” jawabnya benar-benar senang mendengar Seojin
mulai memanggilnya Alpha lembali. PAnggilan itu terasa begitu benar dan
mesra tiap kali terucap dari bibir yang tercinta. Bibir merekah jingga yang
menarik minatnya untuk mencuri sebuah kecupan singkat.
“Ak beli pengaman dan pelumas.” NAmjon menyeringai tipis di alik
amskernya dan messki Seokjin tak bisa melihat itu, jawaban NAmjoon
membuat pipinya memanas seketika. Lantas dirinya buru-buru membuang
muka dengan debaran halus yang ssuli mereda.
“Oh, Alpha menyelipkan jadwal bercinta rupanya.” Namjjon memang
pandai membautnya membara, bagai api kecil yang disulut agar berkobar
kian brerani. Candaan Seojin berhasil membaut perut Namjjon bergejolak
geli, terlebih ketika Seokjin memeluk dan bersandar pada punggungnya
lagi.
Merka kembali menysuri jalan yang sepi dengan iringan kicauan
burubg sebagai latar suara. Dekapan erat Seokjin seakan menunjukkan
pada alam araya bahwa keduany telah bersatu, begitu mudah jalannya, tak
peduli dengan apa yang terjadi di masa lalu meupun masa depan yang
masih menjadi misteri.
Jalan setapak yang berhias bebatuan kerikil membuat Seokjin total tak
bisa menebak kemana tujuan Namjoon membawanya pergi. Dedaunan
pada dahan pohon menaungi jalanyang tengah mereka lewati. Suara
biantang penghuni hutan bersahut-sahutan terdengar begitu jauh
namunriuh, seakan tengah bergembira menyambut kedatangan tamu agung.
Namjoon menghentikan motor di dekat pembatas danau yang luasnya
membuat tengkuk Seokjin merinding. Danau yang beraada di kaki lembah
tertinggi. Tampak begitu indah sekaligus sakral.
Permukaan danau itu berhias bunga teratai seputih salju yangmenurut
legenda akan berwarna sekuning rembulan setiap purnama. Tatkala
feromonnya tercium kian manis dan seharum kelopak teratai, sehrusnya
Seokjin bisa menduga lebih cepat jika Namjjon tenga membawanya
kembali ke Bentley.
Sekjin menutup kelopak matanya yang apans dan tak bisa
membendung haru yang tiba-tiba saja menyeruak dalam diri. Degup
jantungnya berdebar semakin kencang tanpa alasan yang jelas. Sebagai
makhluk yang lahir di tanah Bentley tentuk saja Seokjin mengetahui
legenda tempat ini meski belum pernah berkunjung sama sekali.
Legenda yang menyebutkan lembah di hadapan mereka sat ini adalah
tempat bersemayam roh naga hitam pelindung Bentley, Sosok yang
menginginkan ketiga wilayah berdiri kokoh dan menjalankan fungsi
masing-masing sebagaimana yang telah ditentukan leluhur.
“Aku tidak bisa mengendalikan Darco, Seokjin.” Namjoon mengawali
ceritanya sengan suara yang dalam dan parau.
“Darco memiliki naluri kuat untuk melindungi Rutherford yang rintuh
pada saat itu.” Tnetu saja naga hitam itu tidak akan membiarkan salah satu
dari ketiga wilayah itu hancur.
Mungkin sekarang Namjoon bisa menceritakannya kembali
denganlebih tenang, bagai membaca lembar sejarah yang wajib Seokjin
ketahui. Namun netra naga miliknya yang membara seolah berkatan lain.
Seokjin tidak takut kepadanya. Seokjin hanya takut kekasih hatinya
kembali terluka. Itu adalah bentuk penyiksaan neraka dunia bagi Seokjin.
“Draco terluka sangat parah dan aku melihatnya,” sahut Seokjin
menoleh seketika ke arah Namjoon yang berdiri di sebelahnya,
menerawang jauh ke panorama magis.
Lantas ia merasa tenggorokannya tercekat tiap mengingat naga hitam
yang melolong kepada langit agar menurunkan hujan untuk mengguyur
nyala api yang tertawa membakar habis banguan-bangunan megah di
sitana.
“Dia lebih terluka menyadari separuh jiwanya pergi.: Seulas ssenyjm
yang menghiasi rahang tegas Putra Mahkota tidak terlihat seperti biasanya.
Tiak membuat Seokjin terpana mmelainkan dijlari nyeri yang mendera ulu
hatinya. Menyadari bahwa ia tidak pernah berada di samping Namjoon
tatkala kekasihnya
Itu berada di pembaringan rumah sakit cukup lama.
Seokjin pergi bagai penegcut yang bersyukur kerajaan yang berjaya
itu lenyap seketika, bagai kuasa takdir yang sedang ingin membalaskan
dendamnya secara mendadak.
Dendam? Benarkah Seokjin dendam kepada oarang-orang terdekat
yang mengayominya sejak kecil sebab orang tuanya ternyata mati di dalam
penjara istana dengan begitu tak adil?
“snow?” Panggilab yang amat ia rindukan. Sampai hatinya seperti
mati rasa sekian tahun lamanya.
Mengabaikan lolongan wolf dalam irinya yang terus
mengkhawatirkan Draco pada tiap harinya. Belajar dan bekerja bagai
mesin agar tak memiliki waktu luang untuk memikirkan kekasih yang ia
tinggalkan ke Paris
Karena apabila Seokjin mendenagr sedikit saja suara hatinya, maka
pertahanannya pada saat itu akan runtuk seketika.
Berkali-kali Seokjin mengemasi barang-barangnya usai bermimpi
buruk tentang Namjoon yang bebaring di pemakaman.
Keringat dingin yang muncul di pelipisnya usai teriakan histeris tiap
bangun tidur membuat Jimin tak tega dan mengupayakan kepulangan
mereka.
Sekjin tahu bahwa Jimin memohon pada suaminya untuk menurunkan
ego dan memaafkan keluarga istana yang semula membuangnya.
“Snowby? Hei,” panggil namjoon sekali lagi. Berharap kesadaran
Seokjin lekas Kembali ke permukaan.
Seokin terisak lirih, ia reflek mengigigit bibir bawahnya yang gemetar
dan mengeluarkan suara yang menyedihkan yang tak pantas keluar dari
mulutnya. Bagaimanapun juga dirinya adalah tokoh antagonis dalam kisah
ini.
Seokjin telah abai pada keadaan Rutherford dan meninggalkan orang-
orang yang menyayanginya dalam keadaan menderita.
Bahkan dengan teganya ia tidak pernah mengabari Taehee. Oh, sungguh
tak punya hati pada kawanya yang bisa melihat dunia lagi, seharusnya
Seokjin berada di sisi Taehee, menjadi tongkatnya meraba keindahan yang
tersisa.
“Sayang?” Namjoon mulai khawatir pada Seokjin yang terus menunduk
pada rerumputan hija yang membelai sepatunya yang cantik dan mahal,
meremas mantek kuat-kuat sebagai usahanya agar tidak berhambuaran
memeluk Namjoon untuk memohon.
Namun Seokjin sekali lagi harus merasa dirinya amat sangat jahat
sekaligus beruntung. Sebab Namjoon memangkas jarak dan mendekapnya
lebih dulu. Detik itu juga tangisnya pecah, “Ma-maaf…
Seokjin tebata dan mereapal permohonan maaf itu seiring tubuhnya
yang merosot jatuh ke tanah. Membuarkan jejak embun yang
melembapkan rumput membasahi celananya.
“Seokjin apa yang kau lakukan!?” Namjoon tidak mengajan Seokjin
ke mari untuk adegan seperti ini. Ia tidak menyukai ketika Seokjin berlutut
di bawah kakinya untuk sesuatu yang terjadi bukan karena kesalahan
omega kesalahannya.
Namun Seokjin terus menepis tangan Namjoon yang membantunya
berdiri. Pandang Seokjin mengabur oleh air mata juga ketakutan yang
menghantuinya selama ini.
Bagaimana jika Namjoon mati pada hari itu?
Bagaiman jika Tahee buta selamanya?
Bagaiman jika itu semua ulah Ken untuk memudahkan langkahnya
menarik Seokjin kembali pulang sebagai Luna Bentley?

Anda mungkin juga menyukai