0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan31 halaman
Namjoon membawa Seokjin ke Danau Teratai Suci, tempat bersemayam roh naga pelindung Bentley. Di sana, Namjoon menceritakan tentang kecelakaan yang menimpa Draco saat menyelamatkan Rutherford dulu. Seokjin pun menangis, menyesali perbuatannya yang meninggalkan Namjoon dan yang lainnya tanpa kabar selama ini.
Namjoon membawa Seokjin ke Danau Teratai Suci, tempat bersemayam roh naga pelindung Bentley. Di sana, Namjoon menceritakan tentang kecelakaan yang menimpa Draco saat menyelamatkan Rutherford dulu. Seokjin pun menangis, menyesali perbuatannya yang meninggalkan Namjoon dan yang lainnya tanpa kabar selama ini.
Namjoon membawa Seokjin ke Danau Teratai Suci, tempat bersemayam roh naga pelindung Bentley. Di sana, Namjoon menceritakan tentang kecelakaan yang menimpa Draco saat menyelamatkan Rutherford dulu. Seokjin pun menangis, menyesali perbuatannya yang meninggalkan Namjoon dan yang lainnya tanpa kabar selama ini.
Tatkala menyusuri ruas jalan yang kumayan lenggang, Seokjin
mengeratkan pelukannya pada tubuh kekar Putra mahkota yang terasa begitu mahir berkendara roda dua. Membelah aspal yang semakin menyempit seiring laju motor yang melewati kawasan terpencil di Norward. Udara pagi yang semula menghembuskan dingin kini berganti dengan kesejukan alam, perbukitan yang melambai dari jauh membuat Namjoon dan Seokjin tersenyum damai dari balik helm yang mereka kenakan. Jaket kulit berwarna jelaga yang membalut tubuh kekar Namjoon membuatnya berkali lipat terlihat gagah dan menggoda. Punggung Namjoon terasa begitu hangat ketika Seokjin bersandar nyaman disana. Diam-diam, Seokjin tersipu malu karena tiada henti mengagumi sosk yang kini membocengnya. Setelah berkendara cukup lama, Namjoon Menghentikan laju motor Harley Davidson hitam metaliknya di sebuah apotek kecil pinggir jalan. “Kau tunggu di sini saja, aku tidak lama.” Suara rendahnya yang teredam masker hitam meberi komandu untuk Seokjin ikuti. Seokjin mulai berpikir tentang Namjoon yang sengaja melewati tempat terpencil seperti ini untuk menghndari media dan warga kota bisa langsung menegnalinya dengan mudah. “Melamun apa? Lapar tidak? Aku bawa apple bread dan almond milk kalau kau ingin menepi untuk mengisi perut. Tadi Taehee bersama pelayan pribadinya menyiapkan semua itu untuk bekal kita berdua.” “Aku sudah sarapan. Taebee tahu kita berlibru bersama?” tanya Seokjin ketika Namjoon menyimpan kantong belanjanya pada ransel yang masih bertengger di depan dadanya. Sembari mengenakan helm kembali, Namjoon mengangguk kecil. “Taehee lebih sibuk dan antusias mendengar ideku menculikmu beberapa hari kedepan,” candanya terkiki seorang diri. Merasa aman sebab tahu dengan baik bahwa Taehee pandai menutup mulut. “Alpha beli obat apa? Kalau akit kenapa membawaku pergi? Kau membuatku khawatir!” Seokjin meremas jaket kulit Namjoon hinga membuat Alpha itu menghentikan niatnya menyalakan mesin motor untuk meneruskan perjalanan mereka kembali. :Aku sehat, by,” jawabnya benar-benar senang mendengar Seojin mulai memanggilnya Alpha lembali. PAnggilan itu terasa begitu benar dan mesra tiap kali terucap dari bibir yang tercinta. Bibir merekah jingga yang menarik minatnya untuk mencuri sebuah kecupan singkat. “Ak beli pengaman dan pelumas.” NAmjon menyeringai tipis di alik amskernya dan messki Seokjin tak bisa melihat itu, jawaban NAmjoon membuat pipinya memanas seketika. Lantas dirinya buru-buru membuang muka dengan debaran halus yang ssuli mereda. “Oh, Alpha menyelipkan jadwal bercinta rupanya.” Namjjon memang pandai membautnya membara, bagai api kecil yang disulut agar berkobar kian brerani. Candaan Seojin berhasil membaut perut Namjjon bergejolak geli, terlebih ketika Seokjin memeluk dan bersandar pada punggungnya lagi. Merka kembali menysuri jalan yang sepi dengan iringan kicauan burubg sebagai latar suara. Dekapan erat Seokjin seakan menunjukkan pada alam araya bahwa keduany telah bersatu, begitu mudah jalannya, tak peduli dengan apa yang terjadi di masa lalu meupun masa depan yang masih menjadi misteri. Jalan setapak yang berhias bebatuan kerikil membuat Seokjin total tak bisa menebak kemana tujuan Namjoon membawanya pergi. Dedaunan pada dahan pohon menaungi jalanyang tengah mereka lewati. Suara biantang penghuni hutan bersahut-sahutan terdengar begitu jauh namunriuh, seakan tengah bergembira menyambut kedatangan tamu agung. Namjoon menghentikan motor di dekat pembatas danau yang luasnya membuat tengkuk Seokjin merinding. Danau yang beraada di kaki lembah tertinggi. Tampak begitu indah sekaligus sakral. Permukaan danau itu berhias bunga teratai seputih salju yangmenurut legenda akan berwarna sekuning rembulan setiap purnama. Tatkala feromonnya tercium kian manis dan seharum kelopak teratai, sehrusnya Seokjin bisa menduga lebih cepat jika Namjjon tenga membawanya kembali ke Bentley. Sekjin menutup kelopak matanya yang apans dan tak bisa membendung haru yang tiba-tiba saja menyeruak dalam diri. Degup jantungnya berdebar semakin kencang tanpa alasan yang jelas. Sebagai makhluk yang lahir di tanah Bentley tentuk saja Seokjin mengetahui legenda tempat ini meski belum pernah berkunjung sama sekali. Legenda yang menyebutkan lembah di hadapan mereka sat ini adalah tempat bersemayam roh naga hitam pelindung Bentley, Sosok yang menginginkan ketiga wilayah berdiri kokoh dan menjalankan fungsi masing-masing sebagaimana yang telah ditentukan leluhur. “Aku tidak bisa mengendalikan Darco, Seokjin.” Namjoon mengawali ceritanya sengan suara yang dalam dan parau. “Darco memiliki naluri kuat untuk melindungi Rutherford yang rintuh pada saat itu.” Tnetu saja naga hitam itu tidak akan membiarkan salah satu dari ketiga wilayah itu hancur. Mungkin sekarang Namjoon bisa menceritakannya kembali denganlebih tenang, bagai membaca lembar sejarah yang wajib Seokjin ketahui. Namun netra naga miliknya yang membara seolah berkatan lain. Seokjin tidak takut kepadanya. Seokjin hanya takut kekasih hatinya kembali terluka. Itu adalah bentuk penyiksaan neraka dunia bagi Seokjin. “Draco terluka sangat parah dan aku melihatnya,” sahut Seokjin menoleh seketika ke arah Namjoon yang berdiri di sebelahnya, menerawang jauh ke panorama magis. Lantas ia merasa tenggorokannya tercekat tiap mengingat naga hitam yang melolong kepada langit agar menurunkan hujan untuk mengguyur nyala api yang tertawa membakar habis banguan-bangunan megah di sitana. “Dia lebih terluka menyadari separuh jiwanya pergi.: Seulas ssenyjm yang menghiasi rahang tegas Putra Mahkota tidak terlihat seperti biasanya. Tiak membuat Seokjin terpana mmelainkan dijlari nyeri yang mendera ulu hatinya. Menyadari bahwa ia tidak pernah berada di samping Namjoon tatkala kekasihnya Itu berada di pembaringan rumah sakit cukup lama. Seokjin pergi bagai penegcut yang bersyukur kerajaan yang berjaya itu lenyap seketika, bagai kuasa takdir yang sedang ingin membalaskan dendamnya secara mendadak. Dendam? Benarkah Seokjin dendam kepada oarang-orang terdekat yang mengayominya sejak kecil sebab orang tuanya ternyata mati di dalam penjara istana dengan begitu tak adil? “snow?” Panggilab yang amat ia rindukan. Sampai hatinya seperti mati rasa sekian tahun lamanya. Mengabaikan lolongan wolf dalam irinya yang terus mengkhawatirkan Draco pada tiap harinya. Belajar dan bekerja bagai mesin agar tak memiliki waktu luang untuk memikirkan kekasih yang ia tinggalkan ke Paris Karena apabila Seokjin mendenagr sedikit saja suara hatinya, maka pertahanannya pada saat itu akan runtuk seketika. Berkali-kali Seokjin mengemasi barang-barangnya usai bermimpi buruk tentang Namjoon yang bebaring di pemakaman. Keringat dingin yang muncul di pelipisnya usai teriakan histeris tiap bangun tidur membuat Jimin tak tega dan mengupayakan kepulangan mereka. Sekjin tahu bahwa Jimin memohon pada suaminya untuk menurunkan ego dan memaafkan keluarga istana yang semula membuangnya. “Snowby? Hei,” panggil namjoon sekali lagi. Berharap kesadaran Seokjin lekas Kembali ke permukaan. Seokin terisak lirih, ia reflek mengigigit bibir bawahnya yang gemetar dan mengeluarkan suara yang menyedihkan yang tak pantas keluar dari mulutnya. Bagaimanapun juga dirinya adalah tokoh antagonis dalam kisah ini. Seokjin telah abai pada keadaan Rutherford dan meninggalkan orang- orang yang menyayanginya dalam keadaan menderita. Bahkan dengan teganya ia tidak pernah mengabari Taehee. Oh, sungguh tak punya hati pada kawanya yang bisa melihat dunia lagi, seharusnya Seokjin berada di sisi Taehee, menjadi tongkatnya meraba keindahan yang tersisa. “Sayang?” Namjoon mulai khawatir pada Seokjin yang terus menunduk pada rerumputan hija yang membelai sepatunya yang cantik dan mahal, meremas mantek kuat-kuat sebagai usahanya agar tidak berhambuaran memeluk Namjoon untuk memohon. Namun Seokjin sekali lagi harus merasa dirinya amat sangat jahat sekaligus beruntung. Sebab Namjoon memangkas jarak dan mendekapnya lebih dulu. Detik itu juga tangisnya pecah, “Ma-maaf… Seokjin tebata dan mereapal permohonan maaf itu seiring tubuhnya yang merosot jatuh ke tanah. Membuarkan jejak embun yang melembapkan rumput membasahi celananya. “Seokjin apa yang kau lakukan!?” Namjoon tidak mengajan Seokjin ke mari untuk adegan seperti ini. Ia tidak menyukai ketika Seokjin berlutut di bawah kakinya untuk sesuatu yang terjadi bukan karena kesalahan omega kesalahannya. Namun Seokjin terus menepis tangan Namjoon yang membantunya berdiri. Pandang Seokjin mengabur oleh air mata juga ketakutan yang menghantuinya selama ini. Bagaimana jika Namjoon mati pada hari itu? Bagaiman jika Tahee buta selamanya? Bagaiman jika itu semua ulah Ken untuk memudahkan langkahnya menarik Seokjin kembali pulang sebagai Luna Bentley?