Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep Wasathiyah Islam atau moderasi Islam saat ini telah menjadi arah atau

aliran pemikiran Islam yang telah menjadi diskursus penting dalam dunia Islam dewasa

ini,melihat kondisi umat Islam yang selalu menjadi tertuduh dalam setiap peristiwa

kekerasan yang dilakukan oleh personal muslim yang tidak memahami karakter dan inti

ajaran Islam. Oleh karenanya penilitian literatif ini bertujuan memberikan pemahaman

dan konsep orisinil tentang aliran pemikiran moderasi islam, agar setiap muslim modern

dapat memahami dan mengimplementasikannya dengan benar dan komprehensif dalam

kehidupannya sehari-hari. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan kajian

literasi Islam klasik maupun modern dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan kitab-kitab

klasik dan modern dari para Ulama dan Fuqaha yang kompeten dibidangnya.

Literatur tersebut dikaji dan dianalisa oleh peneliti denganteliti untuk menghasilkan

kesimpulan yang tepat dan teruji. Hasil penelitian ini adalah; diketahuinya secara

pasti makna dan konsep moderasi Islam menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan para

Ulama serta menjawab keraguan sebagian muslim terhadap konsep moderasi Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Islam Moderat

2. Tujuan Islam Moderat

3. Ruang lingkup Islam Moderat

1
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini sebagai

berikut :

1. Mendeskripsikan apa pengertian dari Islam Moderat

2. Mendeskripsikan apa saja tujuan Islam moderat

3. Mendeskripsikan apa saja ruang lingkup Islam moderat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Islam Moderat

Moderat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti selalu menghindarkan

perilaku atau pengungkapan yang ekstrem; berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan

tengah. Dan dalam beberapa hal, moderat memang merupakan kondisi yang tidak mutlak,

berada di tengah-tengah, dan terukur. Artinya kita memposisikan diri sesuai dengan

konteks tanpa menjadi condong ke satu pihak tertentu.

Islam Moderat atau Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya

umat terbaik (khairuummah). Wahbah al-Zuhaili dalam tafsir al-Munir menegaskan

bahwa kata al-wasath adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah atau kemudian makna

tersebut digunakan juga untuk sifat atau perbuatan yang terpuji, seperti pemberani adalah

pertengahan di antara dua ujung Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa wasathiyah adalah sesuatu yang ada di tengah, menjaga dari sikap melampaui

batas (ifrath) dan dari sikap mengurangi ajaran agama (tafrith), terpilih, adil dan

seimbang.

Wasathiyah dalam Islam bertumpu pada tauhid sebagai ajaran Islam yang

mendasar dan sekaligus menegakkan keseimbangan dalam penciptaan dan kesatuan dari

segala lingkaran kesadaran manusia. Islam sebagai agama Rahmatan Lil’Alamin dan

wasathiyyah (moderasi) ialah sesungguhnya mereka kaya dengan nilai-nilai ke-Islaman

dan spiritualitas Ilahiyah yang merealisasikan pada sikap dan padangan hidup yang

humanis, damai, dan toleran serta pada ranah sosial doktrin agama Islam dikenal sebagai

“hablum minannas” (Usman 2015:2–3). Ajaran agama Islam sendiri sangat menjunjung

3
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang mana saling menghargai, memuliakan sesama umat

manusia, dan anti terhadap kekerasan maupun ketidakadilan.

B. Tujuan Islam Moderat

Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat yakni

memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrim. Tujuan Islam moderat

adalah untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat Islam beragama, melindungi hak-

hak pemeluk agama dalam menjalankan kebebasan beragama, mewujudkan ketenteraman

dan kedamaian dalam kehidupan keagamaan serta untuk mewujudkan kesejahteraan umat

beragama. Moderasi merupakan cara untuk menghindari radikalisme dan ekstrimisme.

Moderasi beragama yang digaungkan oleh Islam Moderat merupakan kunci kerukunan

dan toleransi beragama guna meneguhkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Islam wasathiyah atau Islam moderat digelorakan sebagai langkah mempersatukan

pemahaman agama masyarakat. Bahwa Islam bukanlah agama yang mengusung arus

keras, bukanlah agama yang cepat-cepat mengkafirkan, membid’ahkan. Sebaliknya,

Islam moderat sebagai Islam yang rahmatan lil ‘alamin selaras dengan ajaran Islam yang

diwariskan Nabi Muhammad SAW.

C. Ruang Lingkup Islam Moderat

Pada tataran prakteknya, wasath atau jalan tengah dalam beragama Islam dapat

diklasifikasi ke dalam empat lingkup kita beragama, yaitu: 1). Wasath dalam persoalan

‘aqidah; 2). Wasath dalam persoalan ibadah; 3). Wasath dalam persoalan perangai dan

budi pekerti; dan 4). Wasath dalam persoalan tasyri’ (pembentukan syari’at).

4
1. Wasath dalam Persoalan ‘Aqidah

Dalam aqidah Islam, kita mengenal doktrin kepercayaan terhadap benda-benda ghaib

(abstrak), seperti diisyaratkan dalam QS. al-Baqarah: 3: “(yaitu) mereka yang beriman

kepada yang ghaib , yang mendirikan shalat , dan menafkahkan sebahagian rezki yang

Kami anugerahkan kepada mereka.”

Namun, prinsip kepercayaan dalam hal-hal yang bersifat supernatural ini diproyeksikan

dalam bentuk keseimbangan pada batas-batas tertentu. Beberapa bentuk keseimbangan

dalam persoalan ini dapat dijabarkan dalam contoh-contoh berikut:

a. Islam tidak seperti sistem keimanan kaum mistisisme yang cenderung berlebihan dalam
mempercayai benda ghaib.

b. Aqidah Islam menentang dengan penuh tegas sistem keyakinan kaum atheis yang
menafikan wujud Tuhan.

c. Islam memberikan porsi berimbang antara fikir dan dzikir atau antara nalar dan
spritual.

2. Wasath dalam Persoalan Ibadah

Ibadah dalam Islam dipersepsikan sebagai amalan suci dalam bentuk ritus-ritus agama.

Amalan jenis ini sengaja diproyeksikan sebagai simbol identitas kehambaan seorang

manusia di hadapan sang Pencipta. Apa yang disebut ibadah sebenarnya bukan terbatas

pada amalan vertikal menyangkut hubungan hamba dengan Tuhannya semata.

Sebaliknya, pengertian ibadah dapat menjangkau pula jenis-jenis amalan horizontal

sesama hamba-Nya, sejauh amalan tersebut ditransendenkan pada nilai-nilai kemanusaan

dan kebajikan dengan pretensi (niat) yang manusiawi dan bijak.

Oleh karena itu, dalam Islam disyariatkan jenis-jenis pelaksanaan ibadah harian, seperti

shalat minimal lima kali sehari semalam (al-shalawat al-mafrudhah) yang oleh QS.

5
Al-‘Ankabut: 45 disebut mempunyai fungsi mencegah perbuatan munkar; ibadah tahunan

semisal puasa Ramadhan yang amat efektif untuk peningkatan kualitas iman dan taqwa

(QS. al-Baqarah: 183); pembayaran zakat demi menyangga tegaknya keadilan ekonomi di

tengah ketimpangan sosial akibat tersumbatnya pemerataan sistem distribusi; serta

sejumlah praktik ritual keagamaan lain baik yang memiliki hukum wajib maupun sunnah.

3. Wasath dalam Persoalan Perangai dan Budi Pekerti

Dalam QS. Asy-syams: 7-10 Allah berfirman: “Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka

Allah mengilhamkan kepada jiwa tersebut kefasikannya dan ketaqwaannya, sungguh

beruntung orang yang mensucikan jiwa tersebut dan sungguh merugi orang yang

mengotorinya.” QS Al- Fajr 21-28 melukiskan nafsu muthmainnah: “Wahai jiwa yang

tenang kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridho dan diridhoi.”

Keseimbangan komponen yang melekat pada diri manusia tersebut pada waktu

bersamaan menumbuhkan watak keseimbangan pula pada perilaku dan perangai manusia

dalam berinteraksi sosial sehari-hari

Oleh karena itu, idiom-idiom Islam sarat dengan anjuran berbuat bijak dan santun pada

sesamanya, seperti shilaturrahim (menyambung tali persaudaraan), ‘iyadah al-maridh

(menjenguk orang sakit), al-birr bi al-yatama wa al-masakin (menyantuni yatim piatu dan

fakir miskin), dan al-takaful wa at-tadhamun (bahu-membahu dan solidaritas).

Pada sisi yang berseberangan, Islam mengutuk jenis-jenis perbuatan tercela yang

merugikan orang lain, seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), al-

hasad wa al-hiqd (dengki dan iri hati), ananiy (egoisme), dan penyakit-penyakit hati

lainnya.

6
4. Wasath dalam Persoalan Tasyri’ (Pembentukan Syari’at)

Apa yang dapat ditangkap sebagai keseimbangan tasyri’ dalam Islam adalah penentuan

halal dan haram yang selalu mengacu pada alasan manfaat-mudharat, suci-najis, serta

bersih-kotor.

Dalam kaitan ini Allah berfirman:

“Rasul itu yang menyuruh mereka mengerjakan yang bajik (ma’ruf) dan melarang mereka

dari mengerjakan yang jelek (munkar) dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik

dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-

beban dan belenggu yang ada pada mereka.” QS. Al-A’raf: 157).

Dengan kata lain, satu-satunya tolok ukur yang digunakan Islam dalam penentuan halal

dan haram adalah mashlahah ummat atau dalam bahasa kaedah fiqhiyyahnya: jalbu al-

mashalih wa dar-u al-mafasid (upaya mendatangkan kemaslahatan dan mencegah

kerusakan).

7
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Wasathiyah berasal dari kata “Wasatha”. Dalam bahasa Indonesia yang umum digunakan
dalam keseharian, wasathiyah seringkali diterjemahkan dengan istilah moderat atau
bersikap netral dalam segala hal. Islam Wasathiyah atau Islam Moderat memposisikan
diri kita sebagai muslim yang ada ditengah tengah tanpa condong ke sisi manapun. Jika
kita bisa mewujudkan sikap Islam moderat ini dalam kehidupan, maka akan terwujud
pula masyarakat yang tertib dan toleransi dalam beragama serta terhindar dari paham
radikalisme serta ekstrimisme.

B.Saran

Sebagai seorang generasi Islam millenial khususnya di tanah air Indonesia,sudah


seharusnya kita memiliki sikap moderat demi menciptakan Indonesia yang damai dan
haus akan toleransi, agar seluruh anak bangsa dapat terhindar dari sikap fundamental
apalagi sikap radikalisme.

8
DAFTAR PUSTAKA

Haris Munawir. “Islam Moderat Konteks Indonesia dalam Perspektif Histori”

.Tasamuh: Jurnal Studi Islam

. vol. 7 no. 2 (September 2015).

http://ejournal.stain.sorong.ac.id/indeks.php/tasamuh

. di akses pada 17Oktober 2021 pukul 07.00Mas’ud Abdurrahman.

Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren

. Jakarta: Kencana. 2006.DZ Abdul Mun’im. “

Pergumulan Pesantren dengan Kebudayaan”. dalam Badrus Sholeh (ed.). Budaya Dama
i Komunitas Pesantren

. Jakarta:LP3ES. 2007.Rahmat M. Imdadun.

“slam Pribumi, Islam Indonesia”. dalam M. Imdadun Rahmat (et al.). Islam Pribumi:
Mendialogkan Agama Membaca Realitas.

Jakarta: Erlangga. 2003.DhofieZamakhsyari r.

Tradi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai

.Jakarta: LP3ES. 1994.Reza Nasr Seyyed Vali.

Mawdudi and the Making of Islamics Revivalism.

NewYork. Oxford: University Press. 1996.Islam Naupal

. Kultural Dan Islam Fundamental Di Indonesia.

9
10

Anda mungkin juga menyukai