Analisis Kota AMBON-15des JM
Analisis Kota AMBON-15des JM
KEDEPUTIAN PENCEGAHAN
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
Tahun 2023
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat dan
anugerahnya maka Buku Analisis Penguatan Sistem Diseminasi Informasi dan Peringatan Dini
Tsunami Kota Ambon dapat tersusun. Buku ini diharapkan mampu menjadi salah satu acuan dalam
merumuskan Desain pembangunan sistem sirene peringatan dini di Kota Ambon.
Pemaparan materi dalam buku ini dibagi dalam lima bab pembahasan. Bab pertama menyajikan
informasi konsep dan metodologi pengumpulan data, yang dijabarkan menjadi latar belakang, posisi
pekerjaan dalam IDRIP, tujuan dan sasaran, lokus pekerjaan, serta metodologi pengumpulan data.
Bab kedua menguraikan kondisi eksisting risiko dan sejarah bencana tsunami, sistem peringatan dini
tsunami, kelembagaan Pusdalops, serta kondisi demografi di lokus kajian. Bab ketiga menyajikan
analisis usulan penempatan infrastruktur peringatan dini tsunami, penerima manfaat, serta analisis
kebutuhan instrumentasi sistem peringatan dini di lokus kegiatan. Pada bab empat, diuraikan
spesifikasi minimum rencana infrastruktur sistem peringatan dini tsunami sesuai analisis pada bab
tiga. Adapun pada bab kelima, diuraikan kesimpulan kondisi dan isu strategis sistem peringatan dini
tsunami di lokus kajian serta arah rekomendasi pengembangan sistem peringatan dini..
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi seluruh pihak yang telah berkontribusi
pada penyusunan buku ini. Semoga hal-hal yang disampaikan dalam buku ini dapat memberikan
masukan untuk penguatan infrastruktur peringatan dini tsunami di Kota Ambon pada khususnya,
serta memberikan wawasan dan manfaat bagi pihak-pihak terkait pada umumnya.
Pendahuluan ............................................................................................... 1
1.1.1. DESAIN PROYEK IDRIP ..........................................................................................................................3
1.1.2. INTEGRASI SISTEM DISEMINASI INFORMASI DAN PERINGATAN DINI TSUNAMI TERHADAP
PLATFORM MULTI HAZARD EARLY WARNING SYSTEM.......................................................................5
1.1.3. PEMILIHAN LOKASI PELAKSANAAN PROYEK .......................................................................................7
Penutup ..................................................................................................... 91
Lampiran
Lampiran 1. Resume Rekomendasi Usulan Titik Pemasangan Sirene
Lampiran 2. Resume Kondisi Tapak dan Rekomendasi Spesifikasi Menara
Lampiran 3. Pernyataan dan Berita Acara Kesepakatan Usulan Titik Lokasi Penempatan Sirene
Peringatan Dini Tsunami
Tabel 1.
Rasio Jumlah Kejadian dan Korban Bencana 2013-2022......................................................................... 2
Tabel 2.
Penanggung jawab dan Biaya untuk Komponen dan Sub Komponen IDRIP ........................................... 4
Tabel 3.
Desa/Kelurahan Penerima Program IDRIP .................................................................................................. 8
Tabel 4.
Metode dan Lingkup Pengumpulan Data ................................................................................................... 10
Tabel 5.
Ringkasan Pelaksanaan Pengambilan Data di Kota Ambon .................................................................... 14
Tabel 6.
Sejarah Kejadian Bencana Tsunami di Wilayah Maluku dan Sekitarnya ................................................ 18
Tabel 7.
Karakteristik Risiko Bencana Tsunami di Kota Ambon Tahun 2017-2021 .............................................20
Tabel 8.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Batu Merah ...............................................................................30
Tabel 9.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Batu Merah .................................................................30
Tabel 10.Resume Kondisi Demografis Kelurahan Poka ........................................................................... 31
Tabel 11. Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Poka ......................................... 31
Tabel 12.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Honipopu ...................................................................................32
Tabel 13.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Honipopu ..................................................32
Tabel 14.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Rijali ...........................................................................................33
Tabel 15.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Rijali ..........................................................33
Tabel 16.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Waihaong...................................................................................34
Tabel 17.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Waihaong ..................................................34
Tabel 18.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Wainitu .......................................................................................35
Tabel 19.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Wainitu ......................................................36
Gambar 1.
Sebaran Lokasi Pelaksanaan Kegiatan ........................................................................................................ 8
Gambar 2.
Alur Tahapan Pelaksanaan Survei ............................................................................................................... 13
Gambar 3.
Alur Sistematika Penulisan .......................................................................................................................... 16
Gambar 4.
Peta Risiko Bencana Tsunami Kota Ambon ............................................................................................... 21
Gambar 5.
WRS BMKG di BPBD Kota Ambon ...............................................................................................................23
Gambar 6.
Perangkat Komunikasi Radio RIG, SSB dan Power Amplifier di Pusdalops BPBD Kota ambon ........... 24
Gambar 7.
Transmitter Perangkat Komunikasi di Pusdalops BPBD Kota Ambon ..................................................... 24
Gambar 8.
Alur Usulan Titik Lokasi Pembangunan Sirene ..........................................................................................38
Gambar 9.
Kondisi Usulan Lokasi Pembangunan Sirene di Desa Batu Merah .........................................................42
Gambar 10.
Kondisi Akses ke Usulan Lokasi Sirene di Desa Batu Merah ...................................................................43
Gambar 11.
Kondisi Area Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Desa Batu Merah ........43
Gambar 12.
Analisis Profil Obstacle antara Pusdalops BPBD Kota Ambon dengan Usulan Lokasi Sirene
Peringatan Dini Tsunami di Desa Batu Merah ...........................................................................................44
Gambar 13.
Peta Analisis Lokasi Penempatan Sirene Desa Batu Merah (BTM-1) .....................................................45
Gambar 14.
Usulan Lokasi Pembangunan Sirene di Desa Poka .................................................................................. 47
Gambar 15.
Peta Analisis Lokasi Penempatan Sirene Desa Poka (PKA-1) ..................................................................48
Gambar 16.
Analisis Profil Obstacle Untuk Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Desa
Poka ................................................................................................................................................................49
Gambar 17.
Kondisi Akses ke Usulan Lokasi Sirene di Desa Poka ..............................................................................50
I
ndonesia adalah salah satu negara yang rentan terhadap ancaman bencana. Dalam 5 tahun
terakhir terjadi lebih dari 20.000 kejadian bencana yang menewaskan lebih dari 7.000
orang. Secara keseluruhan kejadian-kejadian tersebut berdampak pada 15% dari total
penduduk Indonesia. Di satu sisi, inisiatif terpadu untuk mengurangi risiko bencana terus
diselenggarakan. Hal ini terlihat dari menurunnya kejadian bencana pada Tahun 2022
sebesar 34% dari tahun sebelumnya. Dilain sisi, penurunan angka kejadian bencana ini tidak
diimbangi dengan penurunan jumlah korban. Korban tewas akibat bencana terus meningkat dalam 3
tahun terakhir. Fenomena ini menjadi salah satu tanda belum optimalnya sistem peringatan dini
bencana di Indonesia dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyelamatkan diri.
Kesadaran tersebut mendorong Pemerintah Indonesia menginisiasi Proyek Prakarsa Ketahanan
Bencana Indonesia (selanjutnya disebut sebagai IDRIP - Indonesian Disaster Resilience Initiative
Project). IDRIP di Desain untuk mengembangkan Sistem Peringatan Dini Multi Ancaman bencana
(Multi Hazard Early Warning System – MHEWS). Proyek ini merupakan kerjasama Pemerintah
Indonesia dengan World Bank. Pemerintah Indonesia menunjuk BNPB dan BMKG sebagai
penanggung jawab pelaksanaan IDRIP.
Salah satu lingkup kerja dalam prakarsa IDRIP adalah pengembangan sistem diseminasi informasi
bahaya dan peringatan dini yang akan memberikan dukungan terhadap sistem penyebaran informasi
peringatan bencana dan komunikasi kepada masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan
lainnya sebagai pengguna akhir secara tepat waktu, akurat, inklusif, mudah dipahami, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan tindakan.
Indonesia sebagai negara kepulauan, berada pada posisi geografis, geologis, hidrologis dan
demografis yang rawan bencana. Indonesia memiliki 13.466 pulau dengan panjang garis pantai
99.093 km. Dari hasil sensus penduduk Tahun 2020, Indonesia dihuni lebih dari 270,2 juta jiwa.
Semenjak ditetapkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
Indonesia telah mengalami banyak kemajuan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Kemajuan tersebut terlihat pada terbangunnya komitmen nasional, perkembangan peran
kelembagaan, meningkatnya kesiapsiagaan seiring dengan terbangunnya ketangguhan komunitas
dan kemitraan antar pihak untuk menghadapi risiko bencana. Seluruh capaian ini juga diakui oleh
Tabel 1.
Rasio Jumlah Kejadian dan Korban Bencana 2013-2022
TAHUN 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Gelombang 36 20 7 22 11 53 18 44 57 20
Pasang/Abrasi
Puting Beliung 503 618 571 663 889 1.137 1.394 1.486 837 643
Kekeringan 66 7 7 0 19 130 123 26 15 43
Kebakaran Hutan 41 102 46 178 96 536 757 619 268 161
dan Lahan
Letusan Gunung Api 8 11 13 7 14 63 7 14 3 4
Banjir 761 610 531 825 992 883 814 1.531 1.182 594
Tanah Longsor 294 598 502 599 852 642 734 1.160 1.036 880
Banjir dan Tanah Belum dimasukkan dalam pencatatan resmi 95 55 25
Longsor
Gempa bumi 13 19 26 19 41 65 57 28 62 18
Tsunami 0 2 0 0 0 7 0 0 0 0
Gempa bumi dan 0 0 0 0 0 5 0 0 1 0
Tsunami
JUMLAH KEJADIAN 1.722 1.987 1.703 2.313 2.914 3.521 3.904 5.003 3.516 2.388
JUMLAH KORBAN 468 532 219 482 309 5.010 478 376 728 858
TEWAS
RASIO KORBAN PER 0,27 0,27 0,13 0,21 0,11 1,42 0,12 0,08 0,21 0,36
KEJADIAN
Sumber: diolah dari DIBI BNPB dan infografis publikasi resmi BNPB, 2023
Tabel 1 merupakan data jumlah kejadian dan jumlah korban yang tercatat selama 10 tahun terakhir
di Indonesia, dan tidak termasuk data dari Pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Tabel ini
memperlihatkan bahwa jumlah kejadian bencana secara bertahap terjadi penurunan dalam 3 tahun
terakhir, sedangkan jumlah korban yang tewas akibat bencana justru meningkat. Fenomena ini
mengindikasikan bahwa upaya pendidikan dan pengelolaan risiko bencana seperti pencegahan dan
mitigasi secara bertahap sudah memperlihatkan hasilnya. Tingginya korban jiwa memperlihatkan
bahwa masih perlunya peningkatan akses dan kapasitas masyarakat untuk menyelamatkan diri.
Peningkatan akses dan kapasitas penyelamatan diri masyarakat terhimpun dalam penyelenggaraan
sub-sistem kesiapsiagaan dan peringatan dini.
Indonesia membutuhkan sistem peringatan dini yang tidak hanya mampu memberikan waktu yang
cukup untuk masyarakat menyelamatkan diri dari ancaman bencana-bencana utama, namun sistem
tersebut juga dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memberikan peringatan terhadap
kemungkinan timbulnya bahaya susulan akibat ancaman bencana utama tersebut. Indonesia
membutuhkan Sistem Peringatan Dini Multi Ancaman Bencana (Multi Hazard Early Warning System -
MHEWS).
Untuk memfasilitasi kebutuhan tersebut, diinisiasi sebuah Proyek Prakarsa Ketahanan Bencana
Indonesia (selanjutnya disebut sebagai IDRIP - Indonesian Disaster Resilience Initiative Project).
Proyek IDRIP ditujukan untuk memberikan akses dan kapasitas masyarakat di daerah berisiko untuk
menyelamatkan diri, keluarga dan aset pentingnya dari bencana yang sering melanda berikut dengan
bahaya turunannya. Penting dan strategisnya pembangunan sistem diseminasi informasi peringatan
Proyek IDRIP merupakan inisiatif Pemerintah Indonesia yang didanai dengan pinjaman World Bank
sebesar USD 160 Juta (IBRD Loan Project ID : P170874). Dalam perencanaan, pembiayaan World
Bank untuk IDRIP dimulai pada Tahun 2019 dan berakhir pada Tahun 2025. Pembiayaan PIDRIP
diselenggarakan untuk meningkatkan kesiapsiagaan pemerintah dan pemerintah daerah terhadap
bencana alam. Dalam penyelenggaraannya, proyek ini akan berada di bawah tanggung jawab BNPB
dan BMKG.
Mengacu pada Project Appraisal Document (PAD) for IDRIP1, proyek ini melingkupi:
1. Penyempurnaan rancangan teknis dan pengembangan kapasitas platform MHEWS pada skala
nasional dan sistem manajemen kedaruratan bencana di daerah.
2. Pengembangan sistem pendukung, komunikasi hilir, dan instrumentasi yang diperlukan untuk
membangun platform MHEWS pada BNPB, BPBD di daerah berisiko yang menjadi target, dan
masyarakat
3. Meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan bencana dan fungsi peringatan dini di daerah berisiko
yang terpilih, khususnya di wilayah pasca bencana 2018, yaitu:
a. Maluku Utara, akibat gempa bumi pada bulan Juli dan Agustus 2018;
b. Sulawesi Tengah, akibat gempa bumi dan tsunami pada bulan September 2018;
c. Kawasan sepanjang Selat Sunda, akibat tsunami pada Desember 2018.
IDRIP menggunakan prinsip sistem peringatan dini yang berpusat pada masyarakat, yang
menggabungkan solusi teknologi dengan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, IDRIP juga
memastikan bahwa prinsip tersebut selaras dengan regulasi yang ada di Indonesia yang berhubungan
dengan sistem peringatan dini, kesiapsiagaan bencana dan pengelolaan kedaruratan bencana.
IDRIP terdiri dari 3 komponen utama. Komponen 1 berfokus pada pembangunan kapasitas
kesiapsiagaan dan manajemen darurat bencana, sedangkan komponen 2 berfokus pada penguatan
layanan informasi geofisika. Oleh karena itu, pelaksanaan komponen 1 dilakukan oleh BNPB dengan
beberapa direktorat terkait peringatan dini, sedangkan komponen 2 dilakukan oleh BMKG dengan
beberapa perangkat kelembagaan yang terlibat di dalamnya. Pelaksanaan komponen 3 dilakukan
oleh BNPB melalui Biro Perencanaan.
Kegiatan pada komponen 1 akan mencakup namun tidak terbatas pada pengadaan peralatan
darurat, pasokan bantuan darurat, peralatan penanganan mekanis, genset, peralatan komunikasi,
logistik kritis dan peralatan darurat, serta layanan konsultasi untuk pengembangan dan peningkatan
Prosedur Operasi Standar. Sedangkan kegiatan pada komponen 2 terutama akan mencakup
peralatan pemantauan tertentu termasuk manajemen pusat dan sistem kendali mutu, seismograf dan
pengukur intensitas seismik dan sistem, dan juga beberapa layanan konsultasi, bantuan teknis untuk
pendampingan tentang rencana strategis kelembagaan, dan pengembangan kajian sosial ekonomi
layanan peringatan dini geofisika BMKG. Pada komponen 3, kegiatan akan mencakup pada dukungan
untuk manajemen proyek, audit keuangan dan teknis, pengawasan kepatuhan terhadap standar
sosial dan lingkungan yang disepakati, serta kegiatan pemantauan dan evaluasi.
Pembagian komponen dan sub komponen serta penanggung jawab dan biaya yang dialokasikan untuk
tiap komponen dapat dilihat pada tabel 2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kegiatan Penguatan
Sistem Diseminasi Informasi dan Peringatan Dini Tsunami merupakan bagian dari pelaksanaan
komponen 1 - sub komponen 1.3 dengan penanggungjawab implementasinya adalah Direktorat
1
Word Bank, Report No: PAD3355, November 18, 2019
Tabel 2.
Penanggung jawab dan Biaya untuk Komponen dan Sub Komponen IDRIP
BIAYA
KOMPONEN/ SUB KOMPONEN PROJECT IMPLEMENTATION UNIT
(USD. JUTA)
Komponen 1: Kapasitas Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
70,0
dan Manajemen Darurat Bencana (BNPB)
1.1. Pengetahuan dan Kesadaran 9,3 Direktorat (Dit) Pengembangan Strategi PB
terhadap Risiko Dit. Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana
1.2. Pengembangan Platform MHEWS 25,3 Direktorat Peringatan Dini
1.3. Penyebaran Informasi Bahaya dan 22.1 Dit. Peringatan Dini
Peringatan Pusdalops BNPB
1.4. Manajemen Darurat, Respon, dan 13,3 Dit. Kesiapsiagaan
Kapasitas Kesiapsiagaan Dit. Mitigasi
Pusdiklat BNPB
Komponen 2: Layanan Peringatan Dini Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
85,0
Geofisika (BMKG)
2.1. Sistem Pengiriman Layanan 16,0 Pusat Jaringan Komunikasi
Pusat Data Base
2.2. Penguatan Kelembagaan dan 11,5 Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pembangunan Kapasitas Pusat Penelitian dan Pengembangan
2.3. Jaringan Pemantauan dan Kapasitas 57,5 Pusat Gempa bumi dan Tsunami
Peringatan Dini Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial,
dan Tanda Waktu
Komponen 3. Dukungan Implementasi Dukungan untuk koordinasi proyek dan komite
5,0
pengarah
Sumber: diolah dari Project Appraisal Document for IDRIP
1.1.2. INTEGRASI SISTEM DISEMINASI INFORMASI DAN PERINGATAN DINI TSUNAMI TERHADAP
PLATFORM MULTI HAZARD EARLY WARNING SYSTEM
Berdasarkan Desain Proyek IDRIP, maka arah pengembangan platform MHEWS untuk menyediakan
data bahaya terintegrasi dan peringatan dini tentang bahaya terkait iklim dan alam difokuskan pada
bencana gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api, tanah longsor, kekeringan, cuaca ekstrem,
dan kebakaran hutan dan lahan. Namun untuk jangka pendek, prioritas pengembangan MHEWS
diarahkan untuk mengantisipasi bencana gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor dan letusan
gunung api. Platform MHEWS juga berfungsi sebagai platform koordinasi untuk meningkatkan
koordinasi di antara 10 lembaga teknis dan mengembangkan dan mengoperasikan platform MHEWS.
Indikator umum keberhasilan pengembangan platform MHEWS dalam IDRIP adalah:
a. meningkatnya akurasi informasi peringatan kebencanaan berbasis dampak yang diberikan;
b. memperluas sebaran informasi kepada masyarakat yang terdampak dalam kemungkinan
kondisi terburuk ketersediaan jaringan informasi;
c. memiliki salah satu interface yang dapat berfungsi secara optimal dan digunakan oleh
minimal 20 Pusdalops PB (BNPB maupun BPBD);
d. memiliki salah satu interface berupa aplikasi pada telpon seluler yang digunakan minimal
oleh 45% wanita.
Platform MHEWS tidak memproduksi data sendiri. Platform ini mengolah berbagai informasi dari
berbagai kementerian/lembaga untuk kemudian hasil olahannya disalurkan kepada berbagai tingkat
pemerintah dan masyarakat sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
Desain Platform MHEWS harus mampu menjangkau masyarakat maupun pemangku kepentingan di
daerah yang berpotensi terdampak bencana. Konfigurasi jangkauan Platform MHEWS akan
mempengaruhi seluruh kegiatan utama peringatan dini. Untuk memastikan penyebaran informasi dan
peringatan dini kepada masyarakat dan para pemangku kepentingan terkait, maka Platform MHEWS
memiliki beberapa moda hilir melingkupi: mobile apps, web aplikasi, radio AM/FM, faksimili, radio
VHF/UHF/HF, televisi, SMS Broadcast, Media Sosial, dan sirene. Oleh karena itu, analisis terkait
1.1.2.1. KRITERIA INFORMASI MINIMAL YANG DISEBARKAN MELALUI SIRENE PERINGATAN DINI
Informasi tentang peringatan bencana dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu (1) informasi peringatan dini
yang berisi hasil analisis deteksi dan rekomendasi tindakan bagi penerima informasi tersebut dan (2)
informasi perintah evakuasi dari pejabat yang berwenang setelah mendapatkan informasi peringatan
dini.
Platform MHEWS menyebarkan beberapa rangkaian informasi peringatan dini dan perintah evakuasi
dengan berbagai moda. Sebagai bagian dari moda penyebaran informasi peringatan dini, maka
Desain pembangunan sirene perlu diintegrasikan dengan kriteria Desain platform MHEWS.
Berdasarkan Buku Kaji Ulang Feasibility Study Pembangunan Platform MHEWS tahun 2022 yang
disusun oleh Direktorat Peringatan Dini BNPB, informasi minimal yang perlu disebarkan oleh sirene
sebagai Sistem Diseminasi Informasi dan Peringatan Dini Tsunami adalah:
1) All clear – informasi bahwa kejadian bencana utama dan kemungkinan bencana ikutannya telah
tidak mengancam lagi
2) Konfirmasi Perintah Evakuasi – dari Kepala Daerah
3) Konfirmasi Perintah Evakuasi – dari Kepala BNPB – bencana berskala luas
Disamping itu, untuk memastikan sistem peringatan dini yang inklusif, maka informasi peringatan
dini dan perintah evakuasi yang dihasilkan oleh platform MHEWS perlu dikembangkan dalam bentuk
suara, dan tanda signal. Dengan demikian informasi yang disampaikan melalui sirene juga dapat
dipahami oleh kelompok disabilitas.
Platform MHEWS memiliki kriteria lingkup jangkaun penerima informasi peringatan dini. Sebagai
bagian dari moda diseminasi informasi peringatan dini, Desain pembangunan sirene perlu
memperhatikan keterpenuhan lingkup jangkauan sehingga informasi peringatan dini yang disebarkan
dapat diterima oleh masyarakat dan para pemangku kepentingan yang membutuhkan.
Mengacu pada Desain platform MHEWS terlihat bahwa lingkup minimal jangkauan informasi dan
peringatan dini yang disampaikan melalui sirene harus dapat diterima dan dipahami oleh:
A. Pejabat dan lembaga yang berwenang untuk melakukan otorisasi perintah evakuasi, penanganan
awal dan penetapan status kedaruratan bencana, dan lembaga pendukungnya, baik di
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, yaitu:
1. Pejabat berwenang:
a) Kepala BNPB
b) Gubernur
c) Bupati/Walikota
2. Pejabat pendukung:
a) Kepala Pusdalops BNPB
b) Kepala Pusdalops PB BPBD Provinsi
c) Kepala Pusdalops PB BPBD Kabupaten/Kota
d) Para Kapolda
e) Para Kapolres
f) Para Danrem
6. Kelompok masyarakat:
a) nelayan;
b) petani;
c) disabilitas; dan
d) turis,
e) dan kelompok masyarakat lainnya.
Pelaksanaan proyek Penguatan Sistem Diseminasi Informasi Peringatan Dini Tsunami di Kota Ambon
difokuskan pada lokasi-lokasi terpilih. Disamping memperhatikan tingkat risiko bencana tsunami
kawasan, pemilihan lokasi dilakukan memperhatikan kesinambungan rangkaian pelaksanaan IDRIP
seperti: kegiatan Kelurahan Tangguh Bencana, Pemasangan Rambu Evakuasi, Pengkajian Risiko
Bencana tingkat Kelurahan, Penguatan Kapasitas Pusdalops BPBD, serta program penanggulangan
bencana lainnya.
Dengan pertimbangan tersebut maka Pemerintah Kota Ambon dan BNPB memutuskan untuk
melaksanakan kegiatan Penguatan Sistem Diseminasi Informasi Peringatan Dini Tsunami pada lokasi-
lokasi berikut:
Tabel 3.
Desa/Kelurahan Penerima Program IDRIP
RANGKAIAN PELAKSANAAN PROGRAM IDRIP
NO NAMA KELURAHAN Rambu KRB Pusdalops
Destana SDIPDT
Evakuasi Kelurahan BPBD
1. Kel. Waihaong √ √ √ √
2. Kel. Wainitu √ √ √ √
3. Kel. Honipopu √ √ √
√
4. Kel. Rijali √ √ √ √
5. Desa Batu Merah √ √ √
6. Desa Poka √ √ √ √
Sumber: BNPB 2023
Integrasi lokasi terpilih dengan kesinambungan pelaksanaan IDRIP dapat dilihat pada Tabel 3,
sedangkan sebaran lokasi pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.
Sebaran Lokasi Pelaksanaan Kegiatan
Tujuan penulisan buku ini adalah melakukan analisis pembangunan sirene sebagai sistem diseminasi
informasi dan peringatan dini tsunami pada tiap-tiap Kelurahan terpilih di Kota Ambon. Hasil analisis
ini akan menjadi salah satu acuan dalam menyusun Engineering Estimates untuk pembangunan
sirene diseminasi informasi dan peringatan dini tsunami yang difasilitasi oleh BNPB melalui IDRIP.
Sasaran penulisan buku ini adalah:
1. menganalisis pemilihan lokasi penempatan sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami
pada tiap-tiap Kelurahan terpilih di Kota Ambon
2. menganalisis pilihan teknologi yang paling mungkin dan optimal digunakan dalam pembangunan
sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami pada tiap-tiap Kelurahan terpilih di Kota
Ambon
3. menganalisis model integrasi sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami pada tiap-tiap
Kelurahan terpilih kepada sistem peringatan dini yang ada saat ini di Kota Ambon
4. memberikan rekomendasi pengelolaan sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami pada
tiap-tiap Kelurahan terpilih di Kota Ambon.
Dengan demikian, dari analisis yang dilakukan dapat diperoleh informasi dan rekomendasi mengenai:
1. Titik lokasi untuk penempatan sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami pada setiap
Kelurahan lokus IDRIP di Kota Ambon;
2. Model teknologi yang paling mungkin dan optimal digunakan dalam pembangunan sirene
diseminasi informasi peringatan dini tsunami pada setiap Kelurahan lokus IDRIP di Kota Ambon;
3. Model integrasi aktivasi sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami yang direncanakan
di masing-masing Kelurahan lokus IDRIP dengan sistem aktivasi sirene eksisting di Pusdalops
BPBD Kota Ambon;
4. Model pengelolaan sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami pada tingkat Kelurahan
lokus IDRIP di Kota Ambon.
Pengambilan data dilakukan sebagai dasar membangun kerangka analisis penguatan sistem
diseminasi informasi peringatan dini tsunami. Pengumpulan data dilakukan secara langsung melalui
observasi lapangan maupun kunjungan instansi/institusi untuk mendapatkan data sekunder terkait
peringatan dini tsunami di Kota Ambon.
Pengumpulan data mencakup survei di tingkat pusat dan pengumpulan data di daerah. Data yang
akan dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, yang proses pengumpulannya dilakukan
secara kombinasi dan saling melengkapi. Metode pengambilan data sekunder melalui survei
instansional sementara pengambilan data primer melalui wawancara, kuesioner, dan observasi
lapangan.
Pengambilan data sekunder melalui survei instansional dilakukan kepada lembaga terkait peringatan
dini tsunami di tingkat nasional maupun daerah untuk mendapatkan data dan peta sebagai bahan
dalam penyusunan analisis pengembangan sirene sistem diseminasi informasi peringatan dini
tsunami. Pengambilan data sekunder difokuskan antara lain pada:
1. Data kondisi Pusdalops berdasarkan Hasil assessment Pusdalops BNPB
2. Data demografi kawasan
Lingkup pengambilan data untuk tiap-tiap sumber informasi/responden disajikan pada tabel di
bawah.
Tabel 4.
Metode dan Lingkup Pengumpulan Data
SUMBER
NO. INFORMASI/ METODE LINGKUP DATA
RESPONDEN
1. BNPB Survei Data kondisi Pusdalops (Hasil assessment Pusdalops BNPB) di
instansional 30 kabupaten/kota lokasi kegiatan, termasuk yang berkaitan
dengan ketersediaan menara pemancar, unit sistem dashboard
monitoring peringatan bencana, dll;
Peta Kajian Risiko Bencana (KRB) skala Kelurahan dari
Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana (PERB),
berupa peta dan data atribut (statistik) untuk aspek
bahaya/ancaman, kapasitas, kerentanan, dan risiko bahaya
tsunami di 30 kab/kota lokasi kegiatan;
Pengambilan data pada tingkat pusat difasilitasi melalui surat permintaan data resmi dari Direktorat
Peringatan Dini BNPB kepada kementerian/lembaga terkait peringatan dini tsunami. Berdasarkan
surat permintaan data tersebut kemudian ditindaklanjuti melalui komunikasi langsung dengan
kementerian/lembaga tersebut untuk pengambilan data-data sekunder yang dibutuhkan.
Gambar 2.
Alur Tahapan Pelaksanaan Survei
Sebagaimana terlihat pada gambar diatas, sebelum berangkat ke daerah, terlebih dahulu dilakukan
koordinasi pra-survei secara daring mengenai rencana dan agenda survei termasuk persiapan
pelaksanaan FGD dengan pihak BPBD. Pengambilan data hari pertama pada tingkat daerah di Kota
Ambon diawali dengan kegiatan koordinasi dengan BPBD Kota Ambon terkait perkembangan rencana
pelaksanaan FGD dan dilanjutkan dengan pengumpulan data di tingkat Pusdalops. Selain itu,
dilakukan pula koordinasi dan pengumpulan data di instansi terkait lainnya. Hari kedua dilanjutkan
dengan pelaksanaan FGD yang dilakukan di Kantor Balai Kota. Total waktu pelaksanaan pengumpulan
data di Kota Ambon adalah 5 (lima) hari, dalam rentang tanggal 01 s/d 05 November 2023, dan
pelaksanaan FGD dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 02 November 2023 di Balai kota Ambon
Ruangan Darwin, Provinsi Maluku
Tabel 5.
Ringkasan Pelaksanaan Pengambilan Data di Kota Ambon
HARI &
NO. AGENDA
TANGGAL
1. Rabu, Koordinasi dan Pengumpulan Data
01/11/23 Koordinasi persiapan Rapat Koordinasi dan FGD, termasuk pengecekan dan
pemasangan kelengkapan FGD;
Koordinasi & pengumpulan data di Kantor BPBD Kota Ambon
2. Kamis, Focus Group Discussion
02/11/23 Pelaksanaan Rapat Koordinasi dan FGD, dengan materi sebagai berikut :
a) Pemaparan kondisi sirene dan repeater eksisting oleh unsur BPBD;
b) Koordinasi rencana pelaksanaan survey di desa dan diskusi terkait
kesepakatan titik lokasi berdasarkan desk study/ studi hipotetik lokasi
dengan Kepala Desa/ Kelurahan
c) Pengisian form survei
Survey Lapangan
Pengumpulan Data di Kantor DPUPR dan DINSOS Kota Ambon
Pengumpulan data di tingkat desa (melengkapi form survey tingkat desa
yang belum terisi lengkap saat FGD, pengumpulan data sekunder tingkat
desa, pelaksanaan groundcheck/ observasi lapangan, dan penyepakatan
Berita Acara usulan lokasi sirene) yang dilakukan di Kelurahan Waihaong,
Rijali, Batu Merah dan Desa Poka
3. Jumat, Pengumpulan Data dan Survey Lapangan
03/11/23 Pengumpulan data di tingkat desa (melengkapi form survey tingkat desa
yang belum terisi lengkap saat FGD, pengumpulan data sekunder tingkat
desa, pelaksanaan groundcheck/ observasi lapangan, dan penyepakatan
Berita Acara usulan lokasi sirene) yang dilakukan di Kelurahan Wanitu, dan
Kelurahan Honipupu.
4. Sabtu, Finalisasi Data
04/11/23 Pengecekan data-data dan administrasi
Rekapitulasi kegiatan survei yang telah dilakukan
5. Minggu, Perjalanan roadshow menuju Kabupaten Maluku Tengah dan Maluku Barat
05/11/23 Daya
P
embangunan sistem diseminasi informasi peringatan dini perlu memperhatikan kondisi
sistem peringatan dini yang telah terbangun di suatu wilayah agar pembangunan yang
dilakukan tidak tumpang tindih dan menjangkau luas wilayah kawasan tersebut secara
optimal. Di Kota Ambon perlu dilihat tingkat risiko bencana tsunami dan
perbandingannya dengan kondisi sistem diseminasi peringatan dini, terutama di
Pusdalops BPBD dan sarana pendukung lainnya. Sementara di tingkat Desa/Kelurahan, disamping
melihat pemahaman masyarakat terhadap kesiapsiagaan dan peringatan dini, juga perlu dilihat
kondisi sosiologis masyarakat, termasuk kemungkinan terjadinya vandalisme terhadap sirene
diseminasi informasi peringatan dini yang akan dibangun.
Pemahaman terhadap kondisi sistem peringatan dini eksisting menjadi masukan untuk merumuskan
model sistem sirene diseminasi informasi dan peringatan dini yang akan dibangun serta rekomendasi
yang diperlukan dalam lingkup kesiapsiagaan masyarakat sehingga keberadaan sirene dapat
didukung, terjaga, dan memberikan manfaat yang optimal bagi upaya pengurangan risiko bencana
tsunami.
Pembangunan sistem peringatan dini tsunami di Kota Ambon telah berjalan dengan cukup baik. Hal
ini terlihat dari modal kesiapsiagaan yang telah dimiliki oleh Kota Ambon. Untuk mendukung
pembangunan sistem peringatan dini, Kota Ambon telah menyusun dokumen Kajian Risiko Bencana
(KRB) Tsunami tahun 2023 menggunakan pendekatan Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 dengan
pendetailan metodologi melalui asistensi kepada BNPB. Berdasarkan hasil pengkajian risiko bencana
tersebut telihat bahwa Kota Ambon berada pada tingkat risiko tinggi untuk bencana tsunami. Selain
itu, BPBD Kota Ambon juga telah memiliki Pusdalops yang beroperasi 24/7 serta sirene peringatan
dini tsunami yang tersebar pada berbagai wilayah berisiko tsunami.
Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku. Luas wilayah daratan Kota Ambon adalah 359,45
Km2, yang secara administratif terbagi menjadi 5 kecamatan yang terdiri dari 30 desa/negeri dan 20
kelurahan.
Tabel 6.
Sejarah Kejadian Bencana Tsunami di Wilayah Maluku dan Sekitarnya
Rentang Waktu Tinggi Jumlah
Waktu Magnitudo Pembangkit Sumber
No antar Kejadian Tsunami Korban Jiwa
Kejadian Gempa Tsunami Tsunami
(tahun) (meter) (orang)
1. 1 Agustus - - Tektonik P. Banda, - -
1969 Laut Banda
2. 10 Desember - - Tektonik P. Banda, 0 -
1657 Laut Banda
3. 11 November 2 - Volcano P. Banda, 1,5 -
1659 Laut Banda
4. 12 Juli 1673 14 - Tektonik Laut Banda 0 -
5. 17 Februari 1 - Tektonik Laut Banda 0 -
1674
6. 6 Mei 1674 - 6 Tektonik Laut Banda 100 2243
7. 28 November 34 - Tektonik Laut Banda 0 -
1708
8. 6 Maret 1710 2 - - NTT 10 128
9. 5 September 1 6 Tektonik Laut Banda 0 2
1711
10. 18 Agustus 43 6,5 Tektonik Laut Banda 0 0
1754
11. 7 September - 6,5 Tektonik Laut Banda 0 -
1754
12. 12 September 9 - Tektonik Laut Banda 9 7
1763
13. 18 April 1775 12 - Tektonik P. Ambon, 0 -
Maluku
14. 3 Agustus 37 - Tektonik Laut Banda - -
1802
15. 11 April 1815 13 - Tektonik Laut Banda - -
16. 26 November 26 6 Tektonik P.Banda, 3 -
1841 Kepulauan
Maluku,
Indonesia
17. 16 Desember - 6 Tektonik Laut Banda 1,5 -
1841
Di Kota Ambon, sejarah kejadian tsunami diantaranya tercatat pada anggal 17 Februari 1674 atau
hampir 349 tahun yang lalu, yang dipicu oleh gempa dan mengakibatkan tsunami dari Laut Banda
dengan ketinggian hingga 70-90m. Gempa yang terjadi pada antara pukul 19.30–20.00 waktu
Tabel 7.
Karakteristik Risiko Bencana Tsunami di Kota Ambon Tahun 2017-2021
Luas dan Kelas
Bahaya Kelas Kelas Kelas
No Kecamatan
Kerentanan Kapasitas Risiko
Luas (ha) Kelas
1 Leitimur Selatan 195 Tinggi Tinggi Sedang Tinggi
2 Nusaniwe 148 Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
3 Sirimau 28 Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
4. Teluk Ambon 151 Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
5. Teluk Ambon Baguala 110 Tinggi Tinggi Sedang Tinggi
Kota Ambon 632 Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
Sumber : KRB Kota Ambon 2017-2021, BNPB
Dalam perkembangannya, tingkat risiko bencana di Kota Ambon telah menurun pada tahun 2019,
dimana berdasarkan data DIBI 2019 memiliki tingkat risiko rendah. Namun, selama periode 2019-
2022 tersebut, tingkat risiko bahaya tsunami di Kota Ambon berfluktuasi dari rendah (2019), sedang
(2020), rendah (2021), dan kembali menjadi sedang pada tahun 2022. Fluktuasi ini dipengaruhi
terutama oleh kondisi kapasitas terhadap bencana tsunami, baik dari unsur kesiapsiagaan maupun
ketahanan daerah. Berdasarkan data DIBI 2023, diketahui bahwa potensi penduduk terpapar oleh
bencana tsunami di Kota Ambon mencapai 61.089 jiwa, dengan potensi kerugian fisik senilai Rp
643,16 milyar dan kerugian ekonomi senilai Rp 13,27 milyar. Sedangkan potensi kerugian lingkungan
mencapai 14 Ha.
Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini merupakan salah satu bagian
upaya kesiapsiagaan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peringatan dini
dilaksanakan untuk memberikan informasi kepada pemerintah dan masyarakat untuk mengantisipasi
kejadian bencana yang mungkin melanda sekaligus untuk bersiap memasuki keadaan darurat
bencana.
Peringatan dini yang efektif tidak hanya dapat memberikan informasi kemungkinan terjadinya
bencana saja, namun juga mampu memberikan informasi yang dibutuhkan untuk penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan kelompok rentan dan
pengurusan pengungsi, serta informasi tentang bahaya ikutan. Informasi ini berguna tidak hanya pada
saat siaga darurat, namun juga berguna pada fase tanggap darurat. Informasi yang komprehensif dari
sistem peringatan dini, dapat digunakan untuk penyusunan rencana operasi yang bersumber dari
perencanaan kontinjensi.
Dalam pelaksanaan peringatan dini terdapat 5 aktivitas utama, yaitu: (1) pengamatan gejala bencana;
(2) analisa data hasil pengamatan; (3) pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisa; (4)
penyebarluasan hasil keputusan; dan (5) pengambilan tindakan oleh masyarakat (Peraturan BNPB
Nomor 4 Tahun 2022). Berdasarkan tahapan aktivitas peringatan dini tersebut, dapat dilihat bahwa
kecenderungan tahapan pengamatan gejala bencana dan analisis hasil pengamatan gejala bencana
lebih menuntut kebutuhan teknologi terapan, walau tetap membutuhkan pendekatan kultural dalam
penerapannya. Oleh karenanya aktivitas pengamatan gejala bencana dan analisa hasilnya lebih
banyak dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Meskipun demikian, Peraturan BNPB Nomor 4 Tahun
2022 pada pasal 4 ayat 2 tetap memberikan peran BPBD (melalui Pusdalops) untuk melakukan
pemantauan langsung dalam rangka mendukung pengamatan gejala dan analisa data hasil
pengamatan khususnya untuk bencana yang bersifat lokal.
Untuk bencana gempabumi dan tsunami, pengamatan gejala dilakukan oleh BMKG berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 93 tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi
Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami pada Pasal 6. Hingga saat ini pemberian informasi
peringatan dini gempabumi masih dalam tahap pengembangan berdasarkan deteksi gelombang
primer cepat (gelombang P) yang datang sebelum gelombang sekunder yang merusak (gelombang S).
Saat ini informasi gempabumi masih menggunakan pengukuran getaran gempa dan pengukuran
percepatan getaran tanah, menggunakan accelograph, seismometer, dan GPS. Oleh karena itu mutu
layanan pemberian informasi tentang gempa bumi adalah kurang dari 3 menit setelah gempabumi
terjadi, dalam bentuk informasi magnitude gempa, kemungkinan kejadian tsunami dan peta skala
goncangan (shake map) dan disebar dengan platform INA-TEWS dan InaRISK.
Sementara untuk bencana tsunami, telah dikembangkan semenjak Tahun 2005, dan memberikan 4
jenis informasi hasil pengamatan gejala peringatan dini (PD), yaitu:
a) PD 1: informasi kegempaan dan kemungkinan terjadi tsunami atau tidak serta saran tindakan
bagi masyarakat dan pemerintah daerah. PD 1 diberikan kurang dari 3 menit setelah pemicu
terdeteksi. Bla berpontesi tsunami, maka informasi akan dilanjutkan ke PD 2.
b) PD 2: informasi perkiraan kedatangan tsunami pada berbagai segmen peringatan yang telah
diidentifikasi. PD 2 dikeluarkan pada rentang 7-9 menit setelah pemicu terdeteksi. PD 2
diinformasikan dengan kriteria:
1) Waspada (ketinggian tsunami kurang dari setengah meter – kode warna: kuning);
2) Siaga (ketinggian tsunami antara lebih dari setengah meter namun tidak melebihi 3 meter
– kode warna jingga); dan
3) Awas (ketinggian tsunami lebih dari 3 meter – kode warna merah).
Gambar 5.
WRS BMKG di BPBD Kota Ambon
2. Moda komunikasi peringatan dini, dimana Pusdalops BPBD Kota ambon telah menggunakan
berbagai moda komunikasi baik untuk komunikasi internal personil Pusdalops maupun untuk
berkomunikasi dengan pihak eksternal (seperti dengan BPBD Provinsi Maluku dan Pusdalops
BNPB).
Moda komunikasi yang digunakan berupa 7 unit HT, 2 unit RIG, dan 1 unit SSB. HT yang masih
berfungsi berjumlah 3 unit dan yang rusak berjumlah 4 uint. HT dan RIG menggunakan kanal
frekuensi VHF pada frekuensi 164.775 MHz & 169.775 MHz yang terhubung dengan repeater
Gambar 6.
Perangkat Komunikasi Radio RIG, SSB dan Power Amplifier di Pusdalops BPBD Kota ambon
3. Sistem transmiter peringatan dini di Kota ambon memiliki 1 menara transmitter yang berlokasi
di Kantor lama BPBD Kota Ambon. Menara transmitter berjenis Monopole dengan ketinggian ±5
meter, dan memiliki 1 buah antena stick atau monopole yang dapat dicopot pasang.
Gambar 7.
Transmitter Perangkat Komunikasi di Pusdalops BPBD Kota Ambon
4. Sirene diseminasi informasi peringatan dini dan evakuasi tsunami di Kota ambon belum tersedia.
5. Menara pancar ulang (repeater), dimana untuk optimalisasi jangkauan komunikasi, BPBD Kota
ambon menggunakan menara pancar ulang, baik untuk kebutuhan komunikasi maupun untuk
Gambar 8.
Posisi Pusdalops dalam Struktur Organisasi BPBD Kota Ambon
Secara formal BPBD Kota Ambon dibentuk berdasarkan peraturan Wali Kota Ambon nomor
39 tahun 2016.
Pusdalops PB Kota Ambon terletak di kantor BPBD Kota Ambon, yaitu beralamat di Lorong
Optik, Halong, Kec. Baguala, Kota Ambon, Maluku.
Secara organisasi Pusdalops PB dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi
sebagaimana dinyatakan dalam Perka BNPB Nomor 15 tahun 2012 tentang Pedoman
Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (PUSDALOPS-PB). Hal ini tercermin
dari uraian tugas dan tanggung jawab masing-masing personil Satgas Pusdalops PB Kota
Ambon. Walau demikian, struktur organisasinya sedikit berbeda dengan struktur organisasi
yang tercantum dalam Perka. Mengingat status Pusdalops masih berupa Satgas, maka
Pusdalops BPBD memberikan layanan tentang informasi peringatan dini tsunami kepada
masyarakat setiap hari 24 jam. Posko siaga Pusdalops memiliki fungsi utama sebagai
penerima, pengolah dan mendistribusikan informasi yang diterima. Penerimaan informasi
dan distribusinya dilakukan secara harian dengan teratur agar didapat tujuan akhir yaitu
disiplin komunikasi, disiplin prosedur, dan database bencana. Pelayanan tersebut diberikan
menggunakan beberapa moda seperti media social (instagram, facebook, WA), teknologi
sirene, dan peralatan tradisional yang ada di masyarakat. Pusdalops BPBD Kota Ambon
menggunakan call center 112 untuk memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Pusdalops BPBD didukung oleh personil
berjumlah 15 pegawai berstatus Non ASN (Aparatur Sipil Negara).
Tabel 9. Pusdalops BPBD Kota Ambon
Personil Operator Pusdalops PB melakukan tugasnya mengikuti pola yang telah ditetapkan.
Durasi waktu kerja adalah selama 24 jam per minggu (24/7), dengan pergantian shift
dilaksanakan setiap 8 jam. Operator yang bertugas setiap shift sebanyak 5 orang. Setiap
Operator telah mengikuti pelatihan/ pembekalan dalam mengoperasikan instrumen dan
manajemen SDIPDT sesuai SOP. Para operator juga telah memiliki pemahaman tentang
manajemen bencana. Pemahaman ini merupakan hasil dari kegiatan pembinaan dan
pengembangan kapasitas SDM yang dilakukan oleh bidang manajemen bencana.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam pemberian informasi peringatan dini
tsunami, Pusdalops BPBD Kota Ambon sudah memiliki SOP, yang ditunjukkan pada gambar
berikut :
Kondisi risiko bencana tsunami, termasuk sistem peringatan dini tsunami yang ada pada tiap-tiap
kelurahan perlu diperhatikan untuk memastikan optimalitas pemanfaatan dan keberlanjutan sirene
diseminasi informasi peringatan dini tsunami di masa depan. Disamping itu kondisi sosiologis dan
kapasitas kesiapsiagaan masyarakat juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan pengelolaan
sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami berjalan dengan baik di tingkat kelurahan.
Desa Batu Merah secara demografis memiliki luas wilayah sebesar 16,67 km 2, dengan jumlah
penduduk sebanyak 65.737 Jiwa, yang terdiri dari 32.557 laki – laki dan 33.180 perempuan dengan
rasio kepadatan penduduk sebesar 3.943 jiwa/km2. Untuk data lebih lanjut dapat dilihat pada tabel
dibawah.
Tabel diatas juga memperlihatkan persentase kelompok rentan dan disabilitas yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam upaya kesiapsiagaan maupun penanganan darurat bencana.
Terdapat 9,62 % penduduk Desa Batu Merah termasuk dalam kelompok usia <4 tahun dan >60
tahun, yang dikategorikan sebagai penduduk kelompok usia rentan. Sementara 0,01 % penduduk
Desa Batu Merah merupakan penduduk disabilitas.
Kelas Risiko bencana Tsunami di Desa Batu Merah termasuk kelas risiko SEDANG, jika dilihat dari
presentasi luas wilayah Desa Batu Merah memiliki luas wilayah berisiko Tsunami dengan presentasi
tertinggi jika dibandingkan dengan 5 kelurahan lokasi IDRIP lainnya di Kota Ambon (60, 00 % dari luas
kelurahan). Untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di tabel 15 dibawah.
Tabel 11.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Batu Merah
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Risiko Bencana Kelas Risiko SEDANG
Tsunami Luas Risiko 500,10 Ha Luas Risiko Tinggi
333,40 Ha Luas Risiko Sedang
166,70 Ha Luas Risiko Rendah
2 Sistem Peringatan Belum ada sirene yang menjangkau sebagian besar wilayah berisiko
Dini Eksisting tsunami di Batu Merah
3 Kesiapsiagaan Telah terdapat Kelompok Siaga Bencana (KSB) Kelurahan yang
Bencana Kelurahan dilengkapi dengan Tim Siaga Bencana
Pernah mendapatkan sosialisasi tentang peringatan dini dan
evakuasi bencana tsunami
Telah terdapat rambu evakuasi, jalur evakuasi tsunami, namun
belum dilengkapi dengan TES dan TEA
Belum terdapat SOP peringatan dini dan rencana evakuasi
Kelurahan yang diujicoba secara rutin
Desa Batu Merah belum pernah mengalami bencana tsunami. Wilayah Desa Batu Merah belum
memiliki media peringatan dini tsunami dan evakuasi diri. Selama ini masyarakat hanya
menggunakan peralatan sederhana seperti kentungan dan teriakan warga saja. Desa Batu Merah
sudah memiliki rambu evakuasi, jalur evakuasi tsunami, namun belum dilengkapi dengan TES dan
TEA. Tempat pengungsian terdekat dari wilayah ini berada di area yang tinggi seperti pegunungan
terdekat. Warga Desa Batu Merah mempunyai komitmen yang besar untuk menjaga, merawat, dan
melindungi peralatan diseminasi peringatan dini tsunami. Mereka menyadari wilayah kelurahan
tersebut sangat luas dan memang membutuhkan peralatan untuk peringatan dini tsunami.
Desa Poka memiliki luas wilayah sebesar 2,78 km 2, dengan jumlah penduduk sebanyak 5.336 jiwa
yang terdiri dari 2.631 laki – laki dan 2.705 perempuan. Jumlah KK 439. Tingkat kepadatan penduduk
sebesar 1.919 jiwa per km2 . Sebagaimana juga terlihat pada tabel dibawah, Desa Poka memiliki
kelompok rentan dan disabilitas yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam upaya
kesiapsiagaan maupun penanganan darurat bencana. Terdapat 10,94 % penduduk Desa Poka
termasuk dalam kelompok usia <4 tahun dan >60 tahun, yang dikategorikan sebagai penduduk
kelompok usia rentan. Penduduk berstatus disabilitas di Desa Poka sebanyak 25 jiwa (0,46%).
Seperti 5 kelurahan lokus IDRIP lainnya di Kota Ambon, Tela memiliki kelas risiko bencana tsunami
yang termasuk kelas SEDANG, dengan luas wilayah berisiko sebesar 60,00 % dari luas Desa.
Tabel 13. Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Poka
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Risiko Bencana Kelas Risiko SEDANG
Tsunami Luas Risiko 83,40 Ha Luas Risiko Tinggi
55,60 Ha Luas Risiko Sedang
27,80 Ha Luas Risiko Rendah
2 Sistem Peringatan Belum ada sirene di Kelurahan
Dini Eksisting
3 Kesiapsiagaan Terdapat Kelompok Siaga Bencana (KSB) Kelurahan yang
Bencana Kelurahan dilengkapi dengan Tim Siaga Bencana
Sosialisasi tentang peringatan dini dan evakuasi bencana
tsunami belum dilakukan dengan optimal
Telah terdapat rambu evakuasi, jalur evakuasi tsunami
Belum memiliki TES dan TEA
Belum terdapat SOP peringatan dini dan rencana evakuasi
Kelurahan yang diujicoba secara rutin
Desa Poka belum pernah dilanda gempa tsunami. Untuk kesiapan bencana, telah terdapat Kelompok
Siaga Bencana, penduduk juga pernah menerima sosialisasi tentang peringatan dini tsunami dan
evakuasi bencana, namun belum dilakukan dengan optimal. Desa Poka juga telah memiliki rambu
evakuasi dan jalur evakuasi bencana walau belum dilengkapi dengan TES dan TEA. Seperti 5 Desa
lainnya, Poka juga belum memiliki SOP peringatan dini dan rencana evakuasi.
Kelurahan Honipopu memiliki jumlah penduduk 4.686 jiwa yang terdiri dari 2.357 laki – laki dan
2.329 perempuan, dengan jumlah KK sebanyak 1.601 kepala keluarga. Kelurahan Honipopu memilik
luas wilayah sebesar 0,34 km2, tingkat kepadatan penduduk sebesar 14 jiwa per km2
Tabel 14.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Honipopu
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Jumlah Laki-laki 2.357 jiwa
penduduk Perempuan 2.329 jiwa
2 Jumlah KK 1.601
3 Sex Ratio 101
4 Luas Wilayah (Km2) 0,34
5 Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2) 14
6 Penduduk Usia 0 – 4 tahun 234 jiwa
Rentan >60 tahun 278 jiwa
Persentase 10,92 % dari total penduduk
7 Penduduk Jumlah 4
Disabilitas Persentase 0,08 % dari total penduduk
Sumber: diolah dari Dukcapil-Kemendagri 2023 dan BPS 2023
Tabel diatas juga memperlihatkan persentase kelompok rentan dan disabilitas yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam upaya kesiapsiagaan maupun penanganan darurat bencana.
Terdapat 10,92 % penduduk Kelurahan Honipopu termasuk dalam kelompok usia <4 tahun dan >60
tahun, yang dikategorikan sebagai penduduk kelompok usia rentan. Sementara 0,08 % penduduk
Kelurahan Honipopu merupakan penduduk disabilitas.
Kelurahan Honipopu juga memiliki kelas risiko bencana tsunami yang temasuk kelas SEDANG, tetapi
memiliki luas wilayah risiko terendah jika dibandingkan 5 kelurahan lokus IDRIP lainnya di Kota Ambon
yaitu sebesar 60,00 % dari luas wilayah.
Tabel 15.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Honipopu
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Risiko Bencana Kelas Risiko SEDANG
Tsunami Luas Risiko 10,20 Ha Luas Risiko Tinggi
6,80 Ha Luas Risiko Sedang
3,40 Ha Luas Risiko Rendah
2 Sistem Peringatan Belum terdapat sirene di Kelurahan Honipopu
Dini Eksisting
3 Kesiapsiagaan Telah terdapat Kelompok Siaga Bencana (KSB) Kelurahan yang
Bencana Kelurahan dilengkapi dengan Tim Siaga Bencana
Pernah mendapatkan sosialisasi tentang peringatan dini dan
evakuasi bencana.
Telah terdapat rambu evakuasi, jalur evakuasi tsunami, namun
belum dilengkapi dengan TES dan TEA
Pernah mendapatkan bantuan peralatan komunikasi radio HT ,
perahu karet, pelampung, dan tandu
Belum terdapat SOP peringatan dini dan rencana evakuasi
Kelurahan yang diujicoba secara rutin
Kelurahan Honipopu belum pernah mengalami bencana tsunami. Wilayah Honipopu belum memiliki
media peringatan dini tsunami dan evakuasi diri. Selama ini masyarakat hanya menggunakan
Kelurahan Rijali memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan 5 Kelurahan lokus IDRIP lainnya
di Kota Ambon, yaitu sebanyak 6.403 Jiwa yang terdiri dari 3.192 laki – laki dan 3.211 perempuan,
dan dengan jumlah kk sebanyak 2.281 kepala keluarga. Kelurahan Rijali memiliki luas wilayah
sebesar 0,28 km2, dengan rasio kepadatan penduduk 22.867 jiwa/km 2.. Berikut data kondisi
demografis Kelurahan Rijali.
Tabel 16.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Rijali
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Jumlah Laki-laki 3.192 jiwa
penduduk Perempuan 3.211 jiwa
2 Jumlah KK 2.281
3 Sex Ratio 99
4 Luas Wilayah (Km2) 0,28
5 Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2) 22.867
6 Penduduk Usia 0 – 4 tahun 309 jiwa
Rentan >60 tahun 357 jiwa
Persentase 10,40 % dari total penduduk
7 Penduduk Jumlah -
Disabilitas Persentase -
Sumber: diolah dari Dukcapil-Kemendagri 2023 dan BPS 2023
Tabel diatas juga memperlihatkan persentase kelompok rentan dan disabilitas yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam upaya kesiapsiagaan maupun penanganan darurat bencana.
Terdapat 10,40 % penduduk Kelurahan Rijali yang termasuk dalam kelompok usia <4 tahun dan >60
tahun, yang dikategorikan sebagai penduduk kelompok usia rentan.
Tabel 17.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Rijali
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Risiko Bencana Kelas Risiko SEDANG
Tsunami Luas Risiko 8,40 Ha Luas Risiko Tinggi
5,60 Ha Luas Risiko Sedang
2,80 Ha Luas Risiko Rendah
2 Sistem Peringatan Belum ada sirene di kelurahan Rijali
Dini Eksisting
3 Kesiapsiagaan Belum terbentuk Kelompok Siaga Bencana (KSB) Kelurahan
Bencana Kelurahan yang dilengkapi dengan Tim Siaga Bencana
Pernah mendapatkan sosialisasi tentang peringatan dini dan
evakuasi bencana tsunami
Telah terdapat rambu evakuasi, jalur evakuasi tsunami, namun
belum dilengkapi dengan TES dan TEA
Belum pernah mendapatkan bantuan peralatan komunikasi
radio HT namun sudah tidak berfungsi lagi karena kurangnya
perawatan
Desa penyangga terdekat yaitu Amantelu berjarak 1 kilometer
Sebagaimana terlihat pada tabel diatas, kelas risiko pada Kelurahan Rijali masih termasuk kelas
SEDANG, dengan luas wilayah berisiko sebesar 60,00% dari luas Kelurahan. Kelurahan Rijali belum
pernah mengalami bencana tsunami. Wilayah Rijali belum memiliki media peringatan dini tsunami
dan evakuasi diri. Selama ini masyarakat hanya menggunakan peralatan sederhana seperti
kentungan dan teriakan warga saja. Kelurahan Rijali sudah memiliki rambu evakuasi, jalur evakuasi
tsunami, namun belum dilengkapi dengan TES dan TEA. Tempat pengungsian terdekat dari wilayah ini
berada di area yang tinggi seperti pegunungan terdekat. Warga kelurahan Rijali mempunyai komitmen
yang besar untuk menjaga, merawat, dan melindungi peralatan diseminasi peringatan dini tsunami.
Mereka menyadari karena membutuhkan peralatan untuk peringatan dini tsunami.
Berdasarkan data dari Dukcapil - Kemendagri 2023. Kelurahan Waihaong memiliki jumlah penduduk
sebanyak 4.922 jiwa, yang terdiri dari 2.494 laki – laki dan 2.428 perempuan, dengan luas wilayah
0,15 km2, dan tingkat kepadatan penduduk yang tergolong rendah yaitu sebesar 32.813 jiwa/km 2
sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 18.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Waihaong
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Jumlah penduduk Laki-laki 2.494 jiwa
Perempuan 2.428 jiwa
2 Jumlah KK 1.592
3 Sex Ratio 102
4 Luas Wilayah (Km2) 0,15
5 Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2) 32.813
6 Penduduk Usia 0 – 4 tahun 267 jiwa
Rentan >60 tahun 252 jiwa
Persentase 10,54 % dari total penduduk
7 Penduduk Disabilitas Jumlah 10
Persentase 0,20 % dari total penduduk
Sumber: diolah dari dukcapil – Kemendagri 2023 dan BPS 2023
Tabel diatas juga memperlihatkan persentase kelompok rentan dan disabilitas yang perlu
mendapatkan perhatian khusus dalam upaya kesiapsiagaan maupun penanganan darurat bencana.
Sebanyak 519 jiwa (10,54% dari total penduduk) Kelurahan Waihaong termasuk rentan menurut usia
(penduduk usia dibawah 5 tahun atau balita, dan berusia 60 tahun keatas atau lansia), selain itu di
Kelurahan Waihaong terdapat 0,20 % penduduk yang termasuk dalam kelompok disabilitas.
Meskipun tidak terjadi Tsunami selama 20 tahun terakhir, namun Kelurahan Waihaong memiliki
tingkat risiko bencana tsunami yang termasuk dalam risiko SEDANG. Jika dibandingkan dengan 6
kelurahan lainnya Kelurahan Waihaong memiliki total luas wilayah dengan risiko Tsunami terluas.
Berikut tabel kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Waihaong.
Tabel 19.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Waihaong
BPBD Kota Ambon, pemerintah kelurahan serta relawan Kampung Siaga Bencana (KSB) berpendapat
bahwa masyarakat telah memiliki pemahaman bahwa wilayahnya memiliki risiko bencana tsunami,
walaupun belum merata. Hal ini didukung dengan respons positif masyarakat terhadap rencana
pembangunan sirene peringatan dini tsunami baru, yang didukung oleh adanya kesediaan
menyediakan lahan untuk lokasi pembangunan menara sirene peringatan dini tsunami di masing-
masing wilayah kelurahan.
Kelurahan Waihaong belum pernah dilanda bencana tsunami. Tokoh masyarakat juga memberikan
respon positif untuk berpartisipasi dalam menjaga dan merawat peralatan peringatan dini Tsunami
dalam bentuk menjaga dari kemungkinan pencurian dan/atau vandalisme. Kelurahan Waihaong
sudah memiliki rambu evakuasi sebagai sarana penunjang. hingga kajian ini dilakukan juga belum
terdapat protap/SOP yang mengatur bagaimana peringatan dini dan perintah evakuasi dilakukan oleh
pemerintah kelurahan dan/atau tim KSB di Kelurahan Waihaong. Selain itu, Kelurahan Waihaong
juga belum memiliki kelurahan penyangga untuk mendukung evakuasi Tsunami.
Secara Demografis Kelurahan Wainitu memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.716 Jiwa, terdiri dari
4.300 laki – laki dan 4.416 perempuan. Kelurahan Wainitu memiliki luas wilayah 0,30 km 2, dengan
kepadatan penduduk 27.253 jiwa/km 2. Jika dilihat dari kepadatan penduduk, Kelurahan Wainitu
memiliki rasio kepadatan penduduk tertinggi dibanding 5 kelurahan lokus IDRIP lainnya di Kota
Ambon sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 20.
Resume Kondisi Demografis Kelurahan Wainitu
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Jumlah Laki-laki 4.300 jiwa
penduduk Perempuan 4.416 jiwa
2 Jumlah KK 2.918
3 Sex Ratio 97
4 Luas Wilayah (Km2) 0,30
5 Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2) 27.253
6 Penduduk Usia 0 – 4 tahun 373 jiwa
Rentan >60 tahun 504 jiwa
Persentase 10,06 % dari total penduduk
7 Penduduk Jumlah 5
Disabilitas Persentase 0,05 % dari total penduduk
Sumber: diolah dari Dukcapil-Kemendagri 2023 dan BPS 2023
Tabel 21.
Resume Kondisi Risiko Bencana dan Sosiologis Kelurahan Wainitu
NO URAIAN GAMBARAN UMUM KONDISI
1 Risiko Bencana Kelas Risiko SEDANG
Tsunami Luas Risiko 9,00 Ha Luas Risiko Tinggi
6,00 Ha Luas Risiko Sedang
3,00 Ha Luas Risiko Rendah
2 Sistem Peringatan Belum ada sirene di Kelurahan Wainitu
Dini Eksisting
3 Kesiapsiagaan Belum terbentuk Kelompok Siaga Bencana (KSB) Kelurahan
Bencana Kelurahan yang dilengkapi dengan Tim Siaga Bencana
Belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang peringatan dini
dan evakuasi bencana tsunami
Telah terdapat rambu evakuasi, jalur evakuasi tsunami, namun
belum dilengkapi dengan TES dan TEA
Tempat pengungsian terdekat di desa Kudamati.
Belum terdapat SOP peringatan dini dan rencana evakuasi
Kelurahan yang diujicoba secara rutin
Kelurahan Wainitu belum pernah mengalami bencana tsunami. Wilayah ini belum memiliki media
peringatan dini tsunami dan evakuasi diri. Selama ini masyarakat hanya menggunakan peralatan
sederhana seperti tiang listrik, dan teriakan warga saja. Kelurahan Wainitu sudah memiliki rambu
evakuasi, jalur evakuasi tsunami, namun belum dilengkapi dengan TES dan TEA. Tempat pengungsian
terdekat dari wilayah ini berada di Kelurahan Kudamati. Warga kelurahan Wainitu mempunya
komitmen yang besar untuk menjaga, merawat, dan melindungi peralatan diseminasi peringatan dini
tsunami
A
nalisis instrumentasi penguatan sistem diseminasi informasi peringatan dni tsunami
dilakukan dengan memperhatikan lingkup project IDRIP, hasil kajian wilayah, dan hasil
survei yang dilakukan ke daerah terkait sebagaimana telah dijabarkan pada Bab 1 dan
Bab 2 sebelumnya. Penjelasan analisis melingkupi aspek lokasi, aspek teknologi,
analisis instrumentasi sistem peringatan dini eksisting, dan aspek integrasi dengan
sistem eksisting daerah.
Analisis terhadap aspek lokasi memberikan gambaran alasan pemilihan usulan lokasi pembangunan
sirene diseminasi informasi peringatan dini tsunami dengan kriteria-kriteria yang objektif dan telah
disepakati. Sementara itu analisis teknologi memberikan pemahaman terhadap rekomendasi
teknologi sistem sirene yang yang sesuai dengan kondisi lokasi yang diusulkan tersebut. Analisis
teknologi dan model instrumentasi sistem sirene eksisting akan menentukan skema integrasi yang
tepat untuk diterapkan dalam pembangunan sistem sirene diseminasi informasi peringatan dini
tsunami.
Hasil analisis instrumentasi penguatan sistem diseminasi informasi peringatan dini tsunami akan
digunakan sebagai salah satu acuan dalam merumuskan persyaratan minimum sistem sirene
diseminasi informasi peringatan dini tsunami yang akan dibangun di Kota Ambon.
Usulan titik lokasi penempatan sirene peringatan dini tsunami dilakukan melalui kombinasi kegiatan
desk study, FGD, serta pendataan dan observasi lapangan (ground check), Proses ini diawali dengan
penyusunan peta titik hipotetik usulan sirene peringatan dini di masing-masing Kelurahan. Titik
hipotetik didasarkan pada lokasi yang memiliki jangkauan maksimal kawasan terlayani sirene
peringatan dini tsunami di wilayah masing-masing Kelurahan, dengan memperhatikan data awal
mengenai sebaran area risiko bencana, kawasan terbangun, serta ketersediaan lahan milik
pemerintah daerah untuk lokasi sirene. Peta ini selanjutnya menjadi bahan diskusi pada pelaksanaan
FGD yang dihadiri oleh BPBD dan Pemerintah Kelurahan terkait. Dalam FGD, peserta menanggapi
Gambar 10.
Alur Usulan Titik Lokasi Pembangunan Sirene
Berdasarkan hasil FGD, didapatkan 1 (satu) usulan lokasi pembangunan sirene untuk tiap-tiap
Kelurahan sebagaimana terlihat pada tabel 23 dibawah ini.
Tabel 22.
Usulan Lokasi Pembangunan Sirene di 6 Kelurahan Lokus IDRIP Kota Ambon
NO KELURAHAN USULAN LOKASI ALAMAT PERTIMBANGAN PEMILIHAN LOKASI
1. Juanga Kantor Kelurahan RT002/RW004, Berada di wilayah padat permukiman
Kelurahan Juanga, Dianggap lokasi paling aman dari
Kecamatan Kota aktifitas pencurian dari lokasi
Ambon Selatan alternatif lainnya
Jangkauan cover area (2 km)
dianggap lebih optimal dan dapat
menjangkau seluruh masyarakat
yang ada di Kelurahan Tanjung Batu
2. Mira Kantor Kelurahan Jl. Poros, Berada di wilayah padat permukiman
RT003/RW001, Dianggap lokasi paling aman dari
Kelurahan Mira, aktifitas pencurian dari lokasi
Kecamatan Kota alternatif lainnya
Ambon Timur Jangkauan cover area (2 km)
dianggap lebih optimal dan dapat
menjangkau seluruh masyarakat
yang ada di Kelurahan Labean
3. Ngele-ngele Kantor Kelurahan Jl. Abdul Aziz, Berada di wilayah padat permukiman
besar RT001/RW003, Dianggap lokasi paling aman dari
Kelurahan Ngele-ngele aktifitas pencurian dari lokasi
Besar, Kecamatan Kota alternatif lainnya
Ambon Selatan Barat Jangkauan cover area (2 km)
dianggap lebih optimal dan dapat
menjangkau seluruh masyarakat
yang ada di Kelurahan Siboang
4. Pangeo Kantor Kelurahan RT004/RW002, Berada di area/lahan milik
Kelurahan Pangeo, pemerintah Kelurahan
Kecamatan Kota Dianggap lokasi paling aman dari
Ambon Jaya aktifitas pencurian dari lokasi
alternatif lainnya
Jangkauan cover area (2 km)
dianggap lebih optimal dan dapat
menjangkau seluruh masyarakat
yang ada di Kelurahan Pangeo
5. Sangowo Kantor Kelurahan Jl. Poros Pemuda, Berada di dekat wilayah padat
RT003/RW002, permukiman
Sebagai tindak lanjut pelaksanaan FGD, dilakukan koordinasi lanjutan serta observasi dan pendataan
lapangan terhadap usulan lokasi sirene peringatan dini tsunami di masing-masing Kelurahan lokus
IDRIP. Usulan lokasi yang disepakati, dituangkan dalam berita acara usulan lokasi sirene peringatan
dini tsunami yang ditandatangani oleh masing-masing Kepala Kelurahan2.
Alternatif lokasi tersebut selanjutnya dianalisis untuk memastikan kesesuaian usulan lokasi dengan
kriteria pemilihan yang telah ditetapkan sebagaimana terlihat pada tabel 24 dibawah ini.
Tabel 23.
Kriteria Pemilihan Lokasi Pembangunan Sirene
PENDEKATAN
NO KRITERIA DEFINISI OPERASIONAL
ANALISIS
1 Jumlah masyarakat Analisis Titik lokasi penempatan sirene memiliki cakupan yang
terlayani suara sirene Coverage area maksimal (masih terdengar jelas) dalam aspek jumlah
secara jelas masyarakat, terutama wanita dan kelompok rentan yang
terlayani oleh suara sirene peringatan dini termasuk
suara perintah/pengarahan untuk melakukan evakuasi.
Jumlah penerima layanan ini berkorelasi dengan luas
cakupan wilayah layanan sirene.
2 Keterjangkauan suara Titik lokasi penempatan sirene berada / menjangkau
sirene di lokasi pusat/ pusat-pusat aktivitas penduduk (bukan permukiman)
padat aktivitas seperti pasar/pusat perdagangan, sekolah, perkantoran,
kawasan industri, kawasan wisata, dll (kecuali pusat
pelayanan yang sensitif kebisingan seperti rumah sakit)
3 Keterjangkauan oleh Titik lokasi penempatan sirene berada di wilayah yang
sinyal telekomunikasi terjangkau oleh sinyal salah satu moda komunikasi dari
secara remote kantor Pusdalops-BPBD (tidak memerlukan tambahan
menara pancar ulang/ repeater) untuk aktivasi sirene.
4 Kemudahan Analisis Kemudahan aksesibilitas ke titik lokasi penempatan
aksesibilitas Aksesibilitas sirene baik untuk proses pembangunan maupun
monitoring dan pemeliharaan saat telah beroperasi
5 Dampak sosial Analisis Titik lokasi penempatan sirene harus mendapat
lingkungan Sosiologis persetujuan dari warga yang berdomisili di sekitar lokasi
sirene, yang mempertimbangkan potensi kemungkinan
kerusakan bangunan-barang/ kecelakaan/korban jiwa
jika terjadi hal yang tidak direncanakan (seperti
2
Berita acara dapat dilihat pada bagian Lampiran 3.
9 Integrasi dengan Analisis Titik lokasi penempatan sirene sesuai dengan zona
Program IDRIP dan/ pendukung layanan prasarana-sarana evakuasi seperti rambu
atau prasarana- lainnya peringatan bahaya, jalur evakuasi, dan TES/TEA.
sarana evakuasi
tsunami
10 Daya tahan sarana Titik lokasi penempatan sirene relatif terlindungi dari
dan kelengkapan potensi paparan angin dan air laut secara langsung.
sirene
KT2km
JPM = X JPDn
KTDn
Dimana :
Desa Batu Merah mengusulkan pembangunan sirene dilakukan pada lahan di area Kantor Desa Batu
Merah, RT 01/01, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau (Kode: BTM-1) sebagaimana terlihat pada
gambar 17 dibawah ini, dengan pertimbangan: (1) Berada di tengah-tengah kawasan padat penduduk,
(2) Penjagaan menara sirene terjamin, karena berada di area kantor desa, (3) Sulit mencari lahan
kosong di tengah kawasan permukiman, dan (4) Lahan milik pemerintah desa.
Tabel 24.
Karakteristik Lokasi Sirene di Desa Batu Merah
Gambar 11.
Kondisi Usulan Lokasi Pembangunan Sirene di Desa Batu Merah
Lokasi-lokasi tersebut diasumsikan sebagai tempat sebagian besar penduduk berada dan beraktivitas
sehari-hari sehinngga cukup banyak penduduk yang dapat terlayani oleh sirene peringatan dini
tsunami tersebut. Sementara itu, estimasi jumlah penerima layanan sirene pada titik usulan BTM-1
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 25.
Estimasi Jumlah Penerima Layanan pada Titik Usulan Sirene Desa Batu Merah
JUMLAH PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK PENERIMA
KODE TITIK % PENERIMA LAYANAN SIRENE
TERPAPAR LAYANAN SIRENE
USULAN
LK PR LK PR TOTAL LK PR TOTAL
BTM-1 32.557 33.180 9.915 10.105 20.020 15,08 15,37 30,45
Gambar 12.
Kondisi Akses ke Usulan Lokasi Sirene di Desa Batu Merah
Sementara itu analisis aksesibilitas memperlihatkan bahwa usulan penempatan sirene ini berada di
tepi jalan dan hanya berjarak 46 meter dari jalan utama (Jl. Jenderal Sudirman), sehingga mudah
dijangkau dan diakses dengan atau tanpa menggunakan kendaraan, baik dalam proses
pembangunan maupun monitoring dan pemeliharaan saat sirene telah beroperasi.
Gambar 13.
Kondisi Area Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Desa Batu Merah
Gambar 14.
Analisis Profil Obstacle antara Pusdalops BPBD Kota Ambon dengan Usulan Lokasi Sirene Peringatan Dini
Tsunami di Desa Batu Merah
Dalam hal sosiologis, usulan lokasi sirene peringatan dini yang ada di Desa Batu Merah ini
dimungkinkan cukup aman kerana berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak pemerintah desa
tidak ada cataan pencurian ataupun kejadian vandalisme terhadap fasilitas umum. Keamanan sirene
juga terjamin jika melihat dari lokasi sirene tersebut yang berada di area kantor desa, yang
harapannya dapat dibantu penjagaan dan pengawasannya oleh pihak pemerintah desa. Titik lokasi
penempatan sirene ini memiliki jarak rata-rata 5 meter dari bangunan terdekat yang berupa bangunan
perumahan warga sehinga perlu adanya jaminan kualitas pembangunan sirene untuk mengurangi
potensi kerusakan bangunan-barang/ kecelakaan/korban jiwa jika terjadi hal yang tidak direncanakan
(seperti rubuhnya menara sirene atau jatuhnya komponen sirene).
Tabel 26.
Resume Pemilihan Lokasi Pembangunan Sirene di Desa Batu Merah
NO KRITERIA PENILAIAN DESKRIPSI PENILAIAN TITIK BTM-1
1. Jumlah masyarakat terlayani suara 20.020 jiwa (terdiri dari laki-laki sebanyak 9.915 jiwa dan
sirene secara jelas perempuan sebanyak 10.105 jiwa) pada wilayah yang
terlayani suara sirene secara jelas seluas 217,9 Ha
2. Keterjangkauan suara sirene di 217,9 Ha (30,45% dari luas wilayah pemukiman dan/atau
lokasi pusat/ padat aktivitas padat aktivitas)
3. Keterjangkauan oleh sinyal Telkomsel (Baik)
telekomunikasi secara remote Jarak jangkauan sinyal radio10,54 Km dari Pusdalops, tetapi
tidak bisa direct karena ada obstacle
4. Kemudahan aksesibilitas 46 meter dari jalan utama (Jl. Jenderal Sudirman)
5. Persetujuan warga sekitar dan Lokasi tapak di Kantor Desa Batu Merah
dampak sosial lingkungan Lokasi berda di tengah-tengah kawasan padat permukiman
6. Keamanan dari Tidak ada catatan pencurian/vandalisme fasilitas umum
pencurian/vandalisme
7. Legalitas lahan penempatan sirene Tanah milik pemerintah desa
8. Kesesuaian dengan ketentuan zonasi Zona Budidaya
tata ruang
9. Integrasi dengan Program IDRIP Terdapat rambu evakuasi,
dan/atau prasarana-sarana evakuasi Tidak ada TES/TEA
tsunami
10. Daya tahan sarana dan kelengkapan Lokasi relatif terbuka dan terkena paparan angin laut secara
sirene langsung. Terdapat potensi terpapar angin puting beliung dan
banjir
Berdasarkan analisis terhadap usulan lokasi penempatan sirene di Desa Batu Merah dapat
disimpulkan bahwa usulan lokasi BTM-1 memiliki kualitas yang baik untuk ditempati perangkat sirene
diseminasi peringatan dini tsunami. Namun demikian, pemilihan provider telekomunikasi yang tepat
perlu diperhatikan dalam pemilihan alternatif teknologi aktivasi sirene jika menggunakan ternologi
berbasis jaringan GSM. Di samping itu, usulan lokasi yang berada di kawasan terbuka dan dekat
dengan garis pantai, berkonsekuensi sirene akan cenderung terpapar langsung oleh angin laut. Untuk
itu, perlu pemilihan material menara yang lebih tahap korosi. Faktor potensi angin puting beliung dan
banjir juga perlu diantisipasi dengan perencanaan struktur menara yang tahan terhadap potensi
terjadinya angin puting beliung dan banjir.
Desa Poka mengusulkan pembangunan sirene dilakukan pada lahan Kantor Desa Poka, Jl. Ir. M.
Putuhena, RT 03/02, Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon (Kode: PKA-1) sebagaimana terlihat pada
Tabel 27.
Karakteristik Lokasi Sirene di Desa Poka
USULAN KARAKTERISTIK LOKASI
LOKASI CAKUPAN LAYANAN SIRENE KARAKTERISTIK LOKASI PADAT AKITIVITAS
PKA-1 1. Desa Poka PLTD Poka, Universitas Pattimura, Pusat Penelitian
Laut Dalam LIPI
Tempat Wisata: Mangrove PLN Poka
Analisis Coverage Area pada titik usulan penempatan lokasi sirene memperlihatkan bahwa titik PKA-
1 berada di tengah-tengah wilayah Desa Poka sehingga cakupan layananannya dapat menjangkau
seluruh wilayah desa. Disamping itu, titik PKA-1 juga mampu menjankau kawasan-kawasan padat
aktivitas, PLTD Poka, Universitas Pattimura, Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI.
Gambar 16.
Usulan Lokasi Pembangunan Sirene di Desa Poka
Berdasarkan zona jangkauan sirene radius 2 km, maka dari titik lokasi usulan tersebut akan
menjangkau wilayah Desa Poka seluas 185,20 Ha, dengan 49,16 Ha di antaranya berupa kawasan
terbangun (permukiman dan pusat-pusat kegiatan sosial-ekonomi). Lokasi-lokasi tersebut
diasumsikan sebagai tempat sebagian besar penduduk berada dan beraktivitas sehari-hari sehinngga
cukup banyak penduduk yang dapat terlayani oleh sirene peringatan dini tersebut. Sementara itu,
estimasi jumlah penerima layanan sirene pada titik usulan PKA-1 dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Sebagaimana terlihat pada tabel 28 diatas, estimasi jumlah penerima layanan sirene pada titik usulan
PKA-1 adalah sebanyak 5.336 jiwa dengan 2.705 jiwa di antaranya adalah perempuan atau 50,69%
dari total penduduk terpapar di Desa Poka.
Pengujian terhadap kekuatan sinyal telekomunikasi juga memperlihatkan bahwa Telkomsel
merupakan provider selular yang memiliki kekuatan sinyal relatif baik pada titik tersebut. Jarak usulan
lokasi sirene dari lokasi Pusdalops sekitar 7,6 km dengan indikasi terdapat obstacle topografi bentang
alam setinggi 45 mdpl yang menghalangi antara Pusdalops dan titik usulan yang berada pada
ketinggian 4 mdpl sebagaimana terlihat pada gambar 24. Dengan demikian titik lokasi penempatan
sirene tidak membutuhkan menara pancar ulang (repeater VHF) untuk dapat terjangkau oleh sinyal
radio dari kantor Pusdalops-BPBD Kota Ambon untuk aktivasi sirene.
Gambar 18.
Analisis Profil Obstacle Untuk Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Desa Poka
Sementara itu analisis aksesibilitas memperlihatkan bahwa usulan penempatan sirene ini berada di
tepi jalan dan hanya berjarak 10 meter dari jalan utama (Jl. Ir. M. Putuhena) sehingga mudah
dijangkau dan diakses baik dalam proses pembangunan maupun monitoring dan pemeliharaan
sirene.
Dalam hal sosiologis, usulan lokasi sirene peringatan dini yang ada di Desa Poka ini dimungkinkan
cukup aman. Pihak desa dan warga sekitar menginformasikan tidak ada catatan pencurian ataupun
kejadian vandalisme terhadap fasilitas umum. Titik lokasi penempatan sirene ini juga memiliki jarak
10 meter dari bangunan terdekat yang merupakan bangunan kantor desa dan area sekitarnya berupa
lahan kosong dan area persawahan, sehinga relatif lebih aman dari potensi kerusakan bangunan-
Gambar 19.
Kondisi Akses ke Usulan Lokasi Sirene di Desa Poka
Analisis legalitas memastikan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan status
kepemilikan lahan yang dipakai untuk mendirikan sirene peringatan dini merupakan aset pemerintah
desa. Dengan demikian, keberlangsungan sirene dapat terjamin karena terhindar dari permasalahan
sengketa lahan dan gugatan pemilik lahan serta tidak dikenakan biaya pengadaan atau sewa lahan.
Lokasi berada di kawasan budidaya sehingga tidak ada ketentuan khusus yang mengatur jenis
menara sirene yang dapat dibangun dalam kaitannya untuk menjaga fungsi lindung kawasan.
Gambar 20.
Kondisi Area Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Desa Poka
Titik lokasi penempatan sirene tersebut tidak jauh dari rambu-rambu evakuasi tsunami yang telah
dipasang oleh program IDRIP sebelumnya serta sarana prasarana evakuasi lainnya. Meskipun
demikian, lokasi sirene yang berada di wilayah pesisir mengakibatkan rawan terhadap korosi.
Berdasarkan analisis terhadap usulan lokasi penempatan sirene di Desa Poka dapat disimpulkan
bahwa usulan lokasi PKA-1 memiliki kualitas yang baik untuk ditempati perangkat sirene diseminasi
peringatan dini tsunami. Namun demikian, pemilihan provider telekomunikasi yang tepat perlu
diperhatikan dalam pemilihan alternatif teknologi aktivasi sirene jika menggunakan ternologi berbasis
jaringan GSM. Di samping itu, usulan lokasi yang berada di kawasan terbuka dan dekat dari garis
pantai sehingga perlu pemilihan material menara yang lebih tahap korosi. Faktor potensi angin puting
beliung juga perlu diantisipasi dengan perencanaan struktur menara yang tahan terhadap potensi
terjadinya angin puting beliung.
Kelurahan Honipopu mengusulkan pembangunan sirene dilakukan pada lahan di area Kantor
Kelurahan Uritetu dan Honipopu, Jl. Slamet Riyadi RT 02/02, Kelurahan Uritetu, Kecamatan Sirimau
(Kode: HNP-1) sebagaimana terlihat pada gambar dibawah, dengan beberapa pertimbangan antara
lain: (1) Berada di tengah-tengah kawasan padat penduduk, (2) Penjagaan menara sirene terjamin,
karena berada di area kantor kelurahan, (3) Sulit mencari lahan kosong di tengah kawasan
permukiman, dan (4) Lahan milik pemerintah kelurahan.
Tabel 30.
Karakteristik Lokasi Sirene di Kelurahan Honipopu
USULAN KARAKTERISTIK LOKASI
LOKASI CAKUPAN LAYANAN SIRENE KARAKTERISTIK LOKASI PADAT AKITIVITAS
HNP-1 Kelurahan Honipopu Masjid Raya Al-FAtah, Rumah Sakit AL-Fatah,
Dermaga Kapal PELNI, Pelabuhan Yos Soedarso
Ambon, Ambon Plaza
Analisis Coverage Area pada titik usulan penempatan lokasi sirene memperlihatkan bahwa titik HNP-
1 berada di tengah-tengah wilayah Kelurahan Honipopu sehingga cakupan layananannya dapat
Gambar 21.
Usulan Lokasi Pembangunan Sirene di Kelurahan Honipopu
Berdasarkan zona jangkauan sirene radius 2 km, maka dari titik lokasi usulan tersebut akan
menjangkau wilayah Kelurahan Honipopu seluas 44,58 Ha, dengan 16,47 Ha diantaranya berupa
kawasan terbangun (permukiman dan pusat-pusat kegiatan sosial-ekonomi). Lokasi-lokasi tersebut
diasumsikan sebagai tempat sebagian besar penduduk berada dan beraktivitas sehari-hari sehinngga
cukup banyak penduduk yang dapat terlayani oleh sirene peringatan dini tersebut. Estimasi jumlah
penerima layanan sirene pada titik usulan HNP-1 adalah 49,70% dari total penduduk terpapar di
Kelurahan Honipopu, sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 31.
Estimasi Jumlah Penerima Layanan pada Titik Usulan Sirene Kelurahan Honipopu
JUMLAH PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK PENERIMA
KODE TITIK % PENERIMA LAYANAN SIRENE
TERPAPAR LAYANAN SIRENE
USULAN
LK PR LK PR TOTAL LK PR TOTAL
HNP-1 2.357 2.329 2.357 2.329 4.686 50,30 49,70 50,00
Gambar 22.
Analisis Profil Obstacle Untuk Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Honipopu
Sementara itu analisis aksesibilitas memperlihatkan bahwa usulan penempatan sirene ini berada di
tepi jalan utama (Jl. Pantai Mardika), sehingga mudah dijangkau dan diakses dengan atau tanpa
menggunakan kendaraan, baik dalam proses pembangunan maupun monitoring dan pemeliharaan
saat sirene telah beroperasi. Kondisi akses ke usulan lokasi penempatan sirene di Kelurahan
Honipopu dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 23.
Kondisi Akses ke Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Honipopu
Gambar 25.
Kondisi Area Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Honipopu
Analisis legalitas memastikan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan status
kepemilikan lahan yang dipakai untuk mendirikan sirene peringatan dini merupakan aset milik
pemerintah daerah. Dengan demikian, keberlangsungan sirene dapat terjamin karena terhindar dari
permasalahan sengketa lahan dan gugatan pemilik lahan serta dapat memberi keuntungan
dikarenakan tidak adanya biaya pengadaan atau sewa lahan. Titik lokasi penempatan sirene juga
berada pada zonasi yang dapat dilakukan pembangunan sirene.
Titik lokasi penempatan sirene tersebut tidak jauh dari rambu-rambu evakuasi tsunami yang telah
dipasang oleh program IDRIP sebelumnya sehingga dapat dikatakan pemilihan lokasi penempatan
sirene peringatan dini terintegrasi dengan prasarana-sarana evakuasi seperti rambu peringatan
bahaya, jalur evakuasi, dan TES/TEA. Meskipun demikian, lokasi sirene yang berada di wilayah pesisir
mengakibatkan rawan terhadap korosi.
Tabel 32.
Resume Pemilihan Lokasi Pembangunan Sirene di Kelurahan Honipopu
NO KRITERIA PENILAIAN DESKRIPSI PENILAIAN TITIK HNP-1
1. Jumlah masyarakat terlayani suara 4.686 jiwa (terdiri dari laki-laki sebanyak 2.357 jiwa dan perempuan
sirene secara jelas sebanyak 2.329 jiwa) pada wilayah yang terlayani suara sirene secara
jelas seluas 44,58 Ha
2. Keterjangkauan suara sirene di 16,47 Ha (100% dari luas wilayah pemukiman dan/atau padat
lokasi pusat/ padat aktivitas aktivitas)
3. Keterjangkauan oleh sinyal Telkomsel (Baik)
telekomunikasi secara remote Jarak jangkauan sinyal radio 11,35 Km tanpa ada obstacle yang
menghalangi
Berdasarkan analisis terhadap usulan lokasi penempatan sirene di Kelurahan Honipopu dapat
disimpulkan bahwa usulan lokasi HNP-1 memiliki kualitas yang cukup baik untuk ditempati perangkat
sirene diseminasi peringatan dini tsunami. Namun demikian, pemilihan provider telekomunikasi yang
tepat serta kebutuhan terhadap sistem pancar ulang VHF/UHF perlu diperhatikan dalam pemilihan
alternatif teknologi aktivasi sirene perlu diperhatikan dalam pemilihan alternatif teknologi aktivasi
sirene jika menggunakan teknologi berbasis jaringan GSM maupun radio VHF. Di samping itu, usulan
lokasi yang berada di kawasan terbuka dan dekat dari garis pantai, berkonsekuensi sirene akan
cenderung terpapar langsung oleh angin laut. Untuk itu, perlu pemilihan material menara yang lebih
tahap korosi. Faktor potensi angin puting beliung juga perlu diantisipasi dengan perencanaan struktur
menara yang tahan terhadap potensi terjadinya angin puting beliung.
Kelurahan Rijali mengusulkan pembangunan sirene dilakukan pada lahan Kantor Kelurahan Rijali, Jl.
Pantai Martika RT 04/02, Kelurahan Rijali, Kecamatan Sirimau (Kode: RJL-1) sebagaimana terlihat
pada gambar dibawah dengan pertimbangan titik antara lain:
1. Berada di tengah-tengah kawasan padat penduduk,
2. Penjagaan menara sirene terjamin, karena berada di area kantor kelurahan,
3. Sulit mencari lahan kosong di tengah kawasan permukiman, dan
4. Lahan milik pemerintah kelurahan.
Analisis Coverage Area pada titik usulan penempatan lokasi sirene memperlihatkan bahwa titik RJL-1
berada di tengah-tengah wilayah Kelurahan Rijali sehingga cakupan layananannya dapat menjangkau
seluruh wilayah kelurahan. Titik RJL-1 juga berada di antara sebaran lahan terbangun dan tidak jauh
dari kawasan permukiman padat, beserta lokasi fasilitas umum dan sosial serta lokasi yang menjadi
pusat aktivitas penduduk.
Tabel 33.
Karakteristik Lokasi Sirene di Kelurahan Rijali
USULAN KARAKTERISTIK LOKASI
LOKASI CAKUPAN LAYANAN SIRENE KARAKTERISTIK LOKASI PADAT AKITIVITAS
RJL-1 1. Kelurahan Rijali Pelabuhan Speed Boat Mardika, Terminal Mardika,
Pasar Mardika
Berdasarkan zona jangkauan sirene radius 2 km, maka dari titik lokasi usulan tersebut akan
menjangkau sebagian besar wilayah Kelurahan Rijali seluas 38,19 Ha, dengan 16,67 Ha di antaranya
berupa kawasan terbangun (permukiman dan pusat-pusat kegiatan sosial-ekonomi). Lokasi-lokasi
tersebut diasumsikan sebagai tempat sebagian besar penduduk berada dan beraktivitas sehari-hari
sehinngga cukup banyak penduduk yang dapat terlayani oleh sirene peringatan dini tersebut. Estimasi
jumlah penerima layanan sirene pada titik usulan RJL-1 adalah sebanyak 6.403 jiwa dengan 3.211
jiwa di antaranya adalah perempuan atau 50,15% dari total penduduk terpapar di Kelurahan Rijali,
sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 34.
Estimasi Jumlah Penerima Layanan pada Titik Usulan Sirene Kelurahan Rijali
JUMLAH PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK PENERIMA
KODE TITIK % PENERIMA LAYANAN SIRENE
TERPAPAR LAYANAN SIRENE
USULAN
LK PR LK PR TOTAL LK PR TOTAL
RJL-1 3.192 3.211 3.192 3.211 6.403 49,85 50,15 100,00
Sementara itu analisis aksesibilitas memperlihatkan bahwa usulan penempatan sirene ini berada di
jalan utama kelurahan yang juga merupakan jalur evakuasi dan dapat dilewati oleh kendaran roda
dua atau tiga dan belum dapat dijangkau dan diakses menggunakan kendaraan mobil, sehingga
membutuhkan moda alternatif untuk mobilisasi komponen bangunan tower selama proses
pembangunan sirene.
Gambar 29.
Kondisi Akses ke Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Rijali
Dalam hal sosiologis, usulan lokasi sirene peringatan dini yang ada di Kelurahan Rijali ini
dimungkinkan sangat aman. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak kelurahan dan warga
sekitar tidak ada catatan pencurian ataupun kejadian vandalisme terhadap fasilitas umum.
Gambar 30.
Kondisi Area Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Rijali
Analisis legalitas memastikan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan status
kepemilikan lahan yang dipakai untuk mendirikan sirene peringatan dini merupakan tanah milik
pemerintah Kota Ambon yang digunakan sebagai kantor kelurahan. Dengan demikian,
keberlangsungan sirene dapat terjamin karena terhindar dari permasalahan sengketa lahan dan
gugatan pemilik lahan serta dapat memberi keuntungan dikarenakan tidak adanya biaya pengadaan
atau sewa lahan. Titik lokasi penempatan sirene juga berada pada zonasi yang dapat dilakukan
pembangunan sirene.
Titik lokasi penempatan sirene tersebut tidak jauh dari rambu-rambu evakuasi tsunami yang telah
dipasang oleh program IDRIP sebelumnya sehingga dapat dikatakan pemilihan lokasi penempatan
sirene peringatan dini terintegrasi dengan prasarana-sarana evakuasi seperti rambu peringatan
bahaya, jalur evakuasi, dan TES/TEA. Meskipun demikian, lokasi sirene yang berada di wilayah pesisir
mengakibatkan rawan terhadap korosi.
Tabel 35.
Resume Pemilihan Lokasi Pembangunan Sirene di Kelurahan Rijali
NO KRITERIA PENILAIAN DESKRIPSI PENILAIAN TITIK RJL-1
1. Jumlah masyarakat terlayani suara 6.403 jiwa (terdiri dari laki-laki sebanyak 3.192 jiwa dan perempuan
sirene secara jelas sebanyak 3.211 jiwa) pada wilayah yang terlayani suara sirene secara
jelas seluas 38,19 Ha
2. Keterjangkauan suara sirene di 16,67 Ha (100 % dari luas wilayah pemukiman dan/atau padat
lokasi pusat/ padat aktivitas aktivitas)
3. Keterjangkauan oleh sinyal Telkomsel (Baik)
telekomunikasi secara remote Jarak10,72 Km dari Pusdalops, tetapi tidak bisa direct karena ada
obstacle
4. Kemudahan aksesibilitas Lokais titik usulan berada di tepi jalan utama kelurahan (Jl. Pantai
Martika)
5. Persetujuan warga sekitar Lokasi berada di area Kantor Kelurahan Rijali
6. Keamanan dari Tidak ada catatan pencurian/vandalisme fasilitas umum
pencurian/vandalisme
7. Legalitas lahan penempatan sirene Tanah Pemerintah Kota Ambon
Berdasarkan analisis terhadap usulan lokasi penempatan sirene di Kelurahan Rijali dapat
disimpulkan bahwa usulan lokasi RJL-1 memiliki kualitas yang baik untuk ditempati perangkat sirene
diseminasi peringatan dini tsunami. Namun demikian, pemilihan provider telekomunikasi yang tepat
perlu diperhatikan dalam pemilihan alternatif teknologi aktivasi sirene jika menggunakan ternologi
berbasis jaringan GSM. Di samping itu, usulan lokasi yang berada di kawasan terbuka dan dekat dari
garis pantai perlu pemilihan material menara yang lebih tahap korosi. Faktor potensi angin puting
beliung juga perlu diantisipasi dengan perencanaan struktur menara yang tahan terhadap potensi
terjadinya angin puting beliung dan banjir.
Kelurahan Waihaong mengusulkan pembangunan sirene dilakukan pada lahan di area Masjid At-
Taubah, Jl. Panggayo RT 04/03, Kelurahan Waihaong, Kecamatan Nusaniwe (Kode: WHG-1),
sebagaimana terlihat pada gambar dibawah, dengan beberapa pertimbangan antara lain: (1) Berada
di tengah-tengah kawasan padat penduduk, (2) Penjagaan menara sirene terjamin, karena berada di
area masjid dan dekat kantor kelurahan, (3) Sulit mencari lahan kosong di tengah kawasan
permukiman, dan (4) Lahan milik pemerintah provinsi.
Gambar 31.
Usulan Lokasi Pembangunan Sirene di Kelurahan Waihaong
Tabel 36.
Karakteristik Lokasi Sirene di Kelurahan Waihaong
USULAN KARAKTERISTIK LOKASI
LOKASI CAKUPAN LAYANAN SIRENE KARAKTERISTIK LOKASI PADAT AKITIVITAS
WHG-1 1. Kelurahan Waihaong Gedung Serbaguna Islamic Center Ambon,
Polresta Pulau Ambon, Asrama Polresta Pulau
Ambon, Pasar Tegalaya
Berdasarkan zona jangkauan sirene radius 2 km, maka dari titik lokasi usulan tersebut akan
menjangkau sebagian besar wilayah Kelurahan Waihaong seluas 17,38 Ha dengan 9,12 Ha
diantaranya berupa kawasan terbangun (permukiman dan pusat-pusat kegiatan sosial-ekonomi).
Lokasi-lokasi tersebut diasumsikan sebagai tempat sebagian besar penduduk berada dan beraktivitas
sehari-hari sehinngga cukup banyak penduduk yang dapat terlayani oleh sirene peringatan dini
tersebut. Estimasi jumlah penerima layanan sirene pada titik usulan WHG-1 adalah sebanyak 4.922
jiwa dengan 2.428 jiwa di antaranya adalah perempuan atau 49,33% dari total penduduk terpapar di
Kelurahan Waihaong, sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 37.
Estimasi Jumlah Penerima Layanan pada Titik Usulan Sirene Kelurahan Waihaong
JUMLAH PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK PENERIMA
KODE TITIK % PENERIMA LAYANAN SIRENE
TERPAPAR LAYANAN SIRENE
USULAN
LK PR LK PR TOTAL LK PR TOTAL
WHG-1 2.494 2.428 2.494 2.428 4.922 50,67 49,33 100,00
Gambar 33.
Analisis Profil Obstacle Untuk Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Waihaong
Gambar 34.
Kondisi Akses ke Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Waihaong
Dalam hal sosiologis, usulan lokasi sirene peringatan dini yang ada di Kelurahan Waihaong ini dinilai
cukup aman karena berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak kelurahan dan warga sekitar
tidak ada catatan pencurian ataupun kejadian vandalisme terhadap fasilitas umum. Keamanan
sirene juga terjamin jika melihat dari lokasi sirene tersebut yang berada di dalam area masjid yang
setiap hari selalu dijaga.
Gambar 35.
Kondisi Area Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Waihaong
Tabel 38.
Resume Pemilihan Lokasi Pembangunan Sirene di Kelurahan Waihaong
NO KRITERIA PENILAIAN DESKRIPSI PENILAIAN TITIK WHG-1
1. Jumlah masyarakat terlayani suara 4.922 jiwa (terdiri dari laki-laki sebanyak 2.494 jiwa dan perempuan
sirene secara jelas sebanyak 2.428 jiwa) pada wilayah yang terlayani suara sirene secara
jelas seluas 17,38 Ha
2. Keterjangkauan suara sirene di 9,12 ha (100% dari luas wilayah pemukiman dan/atau padat
lokasi pusat/ padat aktivitas aktivitas)
3. Keterjangkauan oleh sinyal Telkomsel (Baik)
telekomunikasi secara remote Jarak jangkauan sinyal radio 12,53 Km, tetapi tidak bisa direct karena
ada obstacle
4. Kemudahan aksesibilitas 8 meter dari jalan utama (Jl. Panggayo)
5. Persetujuan warga sekitar Ada.
Bangunan SD (sebelah utara dan selatan), lapangan SD (sebelah
timur), bangunan (barat)
6. Keamanan dari Tidak ada catatan pencurian/vandalisme fasilitas umum
pencurian/vandalisme
7. Legalitas lahan penempatan sirene Tanah Pemerintah Provinsi Maluku
8. Kesesuaian dengan ketentuan zonasi Zona Budidaya
tata ruang
9. Integrasi dengan Program IDRIP Terdapat rambu evakuasi,
dan/atau prasarana-sarana evakuasi Tidak ada TES/TEA
tsunami
10. Daya tahan sarana dan kelengkapan Dipilih bahan tahan terhadap korosi akibat potensi paparan angin dan
sirene air laut secara langsung
Berdasarkan analisis terhadap usulan lokasi penempatan sirene di Kelurahan Waihaong dapat
disimpulkan bahwa usulan lokasi WHG-1 memiliki kualitas yang cukup baik untuk ditempati perangkat
sirene diseminasi peringatan dini tsunami. Namun demikian, pemilihan provider telekomunikasi yang
tepat serta kebutuhan terhadap sistem pancar ulang VHF/UHF perlu diperhatikan dalam pemilihan
alternatif teknologi aktivasi sirene jika menggunakan teknologi berbasis jaringan GSM maupun radio
VHF. Usulan lokasi yang berada di kawasan terbuka dan dekat dengan garis pantai perlu pemilihan
material menara yang lebih tahap korosi. Faktor potensi angin puting beliung juga perlu diantisipasi
dengan perencanaan struktur menara yang tahan terhadap potensi terjadinya angin puting beliung
dan banjir.
Kelurahan Wainitu mengusulkan pembangunan sirene dilakukan pada lahan di area Universitas
Kristen Indonesia Maluku, Banjar Tegalcantel, Kelurahan Wainitu (Kode: WNT-1) sebagaimana terlihat
pada gambar dibawah, dengan beberapa pertimbangan antara lain: (1) Berada di tengah-tengah
kawasan padat penduduk, (2) Penjagaan menara sirene terjamin, karena berada di area kampus, (3)
Tersedia lahan yang cukup luas, dan (4) Lahan milik pemerintah kota.
Gambar 36.
Usulan Lokasi Pembangunan Sirene di Kelurahan Wainitu
Analisis Coverage Area pada titik usulan penempatan lokasi sirene memperlihatkan bahwa titik WNT-
1 berada di wilayah sebaran lahan terbangun dan tidak jauh dari kawasan permukiman padat, lokasi
fasilitas umum dan sosial, serta lokasi yang menjadi pusat aktivitas penduduk. Lokasi-lokasi tersebut
diasumsikan sebagai tempat sebagian besar penduduk berada dan beraktivitas sehari-hari sehingga
cukup banyak penduduk yang dapat terlayani oleh sirene peringatan dini tersebut.
Tabel 39.
Karakteristik Lokasi Sirene di Kelurahan Wainitu
USULAN KARAKTERISTIK LOKASI
LOKASI CAKUPAN LAYANAN SIRENE KARAKTERISTIK LOKASI PADAT AKITIVITAS
WNT-1 1. Kelurahan Wainitu Universitas Kristen Indonesia Maluku,
Pasar Rakyat Kampung Terpadu Kota Ambon
Berdasarkan zona jangkauan sirene radius 2 km, maka dari titik lokasi usulan tersebut akan
menjangkau seluruh wilayah Kelurahan Wainitu seluas 46,71 Ha, dengan 16,18 Ha diantaranya
berupa kawasan terbangun (permukiman dan pusat-pusat kegiatan sosial-ekonomi).
Tabel 40.
Estimasi Jumlah Penerima Layanan pada Titik Usulan Sirene Kelurahan Wainitu
JUMLAH PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK PENERIMA
KODE TITIK % PENERIMA LAYANAN SIRENE
TERPAPAR LAYANAN SIRENE
USULAN
LK PR LK PR TOTAL LK PR TOTAL
WNT-1 4.300 4.416 4.300 4.416 8.716 49,33 50,67 100,00
Gambar 38.
Analisis Profil Obstacle Untuk Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Wainitu
Sementara itu analisis aksesibilitas memperlihatkan bahwa usulan lokasi sirene berada di sisi Jl. Ot.
Patimaipau yang merupakan jalan utama sekaligus jalur evakuasi, sehingga mudah dijangkau dan
diakses dengan atau tanpa menggunakan kendaraan, baik dalam proses pembangunan maupun
monitoring dan pemeliharaan saat sirene telah beroperasi.
Dalam hal sosiologis, usulan lokasi sirene peringatan dini yang ada di Kelurahan Wainitu ini dinilai
cukup aman. Lokasi titik usulan yang berada di dalam area kampus menjadikan keberadaan menara
mudah terpantau oleh pihak kampus dan makasiswa, sehingga relatif aman dari potensi pencurian
maupun vandalisme. Lokasi pemasangan menara juga berada cukup aman dari bangunan milik
warga, sehingga relatif aman dari potensi kejadian yang tidak diinginkan dari proses pembangunan
maupun keberadaan merana sirene peringatan dini tsunami setelah beroperasi.
Gambar 40.
Kondisi Area Usulan Lokasi Penempatan Sirene Peringatan Dini Tsunami di Kelurahan Wainitu
Analisis legalitas memastikan bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan status
kepemilikan lahan yang dipakai untuk mendirikan sirene peringatan dini merupakan aset pemerintah
daerah. Dengan demikian, keberlangsungan sirene dapat terjamin karena terhindar dari
permasalahan sengketa lahan dan gugatan pemilik lahan serta dapat memberi keuntungan
Tabel 41.
Resume Pemilihan Lokasi Pembangunan Sirene di Kelurahan Wainitu
NO KRITERIA PENILAIAN DESKRIPSI PENILAIAN TITIK WNT-1
1. Jumlah masyarakat terlayani suara 8.716 jiwa (terdiri dari laki-laki sebanyak 4.300 jiwa dan perempuan
sirene secara jelas sebanyak 4.416 jiwa) pada wilayah yang terlayani suara sirene secara
jelas seluas 46,71 Ha
2. Keterjangkauan suara sirene di 16,18 Ha (100%) dari luas wilayah pemukiman dan/atau padat
lokasi pusat/ padat aktivitas aktivitas)
3. Keterjangkauan oleh sinyal Telkomsel (Baik)
telekomunikasi secara remote Jarak jangkauan sinyal radio 13 Km, tetapi tidak bisa direct karena
ada obstacle
4. Kemudahan aksesibilitas 5 meter dari Jalan Utama (Jl. Ot. Patimaipau)
5. Persetujuan warga sekitar Titik lokasi pembangunan sirene berada di dalam area Universitas
Kristen Indonesia Maluku
6. Keamanan dari Tidak ada catatan pencurian/vandalisme fasilitas umum
pencurian/vandalisme
7. Legalitas lahan penempatan sirene Tanah Pemerintah Daerah
8. Kesesuaian dengan ketentuan zonasi Zona Budidaya
tata ruang
9. Integrasi dengan Program IDRIP Terdapat rambu evakuasi,
dan/atau prasarana-sarana evakuasi Tidak ada TES/TEA
tsunami
10. Daya tahan sarana dan kelengkapan Dipilih bahan tahan terhadap korosi akibat potensi paparan angin dan
sirene air laut secara langsung
Berdasarkan analisis terhadap usulan lokasi penempatan sirene di Kelurahan Wainitu dapat
disimpulkan bahwa usulan lokasi WNT-1 memiliki kualitas yang cukup baik untuk ditempati perangkat
sirene diseminasi peringatan dini tsunami. Namun demikian, pemilihan provider telekomunikasi yang
tepat serta kebutuhan terhadap sistem pancar ulang VHF/UHF perlu diperhatikan dalam pemilihan
alternatif teknologi aktivasi sirene jika menggunakan teknologi berbasis jaringan GSM maupun radio
VHF. Disamping itu, kondisi kawasan dari arah pantai yang relatif tidak ada penghalang
berkonsekuensi pada pemilihan material yang lebih tahan korosi. Potensi ancaman angin puting
beliung juga perlu mendapat perhatian dalam pembangunan konstruksi menara.
Analisis aspek teknologi difokuskan pada kajian terhadap model pilihan teknologi aktivasi sirene
peringatan dini yang akan digunakan.
Aktivasi sirene peringatan dini adalah proses komunikasi jarak jauh antara unit pengendali sirene dan
unit sirene yang bertujuan untuk membunyikan/mengeluarkan suara peringatan maupun bunyi sirene
sebagai upaya penyampaikan diseminasi informasi dan peringatan dini kepada masyarakat.
Gambar 41.
Diagram Blok Aktivasi Sirene Menggunakan Jaringan Seluler
Teknologi transmisi/pengiriman suara dan data pada jaringan seluler GSM yang bisa digunakan
untuk aktivasi sirene pada jaringan seluler adalah:
a. Menggunakan layanan SMS (Short Message Service).
SMS adalah layanan pesan teks singkat hingga 160 karakter melalui jaringan seluler.
Aktivasi sirene dilakukan dengan mengirimkan SMS ke setiap unit sirene. Aktivasi dengan
metoda ini tentunya membutuhkan waktu jika harus mengaktivasi jumlah sirene yang
banyak, disamping tidak memungkinkan untuk pengiriman suara ke unit sirene.
b. Menggunakan layanan VoIP (Voice over Internet Protocol).
VoIP adalah teknologi yang memungkinkan pengiriman suara dalam bentuk data melalui
jaringan internet. Untuk kebutuhan diseminasi informasi, layanan VoIP bisa dimanfaatkan
untuk meneruskan suara (rekaman maupun live voice) dari unit pengendali sirene ke unit
sirene.
c. Menggunakan layanan protokol data TCP/IP (transmission control protocol/internet
protocol).
Berbeda dengan layanan SMS, aktivasi sirene menggunakan protokol TCP/IP (misalnya
menggunakan MQTT) bisa menjangkau banyak unit sirene dalam waktu yang singkat. MQTT
Gambar 42.
Diagram Blok Aktivasi Sirene dan Transmisi Audio Menggunakan Jaringan Radio VHF
Penggunaan pita frekuensi VHF/UHF ini terlebih dahulu harus memiliki izin (Izin Stasiun Radio –
ISR) dari instansi terkait dalam hal ini Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan
Informatika. Sebagaimana terlihat pada gambar 47, penggunaan pita frekuensi VHF memiliki
keterbatasan jarak komunikasi. Oleh karena itu untuk menghubungkan komunikasi antar 2 titik
yang memiliki jarak jauh, teknologi ini membutuhkan repeater untuk memancarkan ulang
gelombang radio komunikasi tersebut.
Teknologi transmisi/pengiriman suara dan data pada pita frekuensi VHF umumnya menggunakan
teknik modulasi. Modulasi adalah proses mengubah karakteristik sinyal carrier/pembawa,
seperti amplitudo (Amplitude Modulation - AM), frekuensi (Frequency Modulation – FM), atau fase
(Phase Modulation – PM), dengan tujuan untuk menyelipkan/ menumpangkan sinyal informasi.
Teknik modulasi yang berbeda tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda juga,
tergantung pada kondisi saluran, kebutuhan bandwidth, konsumsi daya, dan kompleksitas.
Teknik modulasi bisa dikelompokkan menjadi 2 jenis yakni:
a) Modulasi Analog
Modulasi analog adalah bentuk modulasi yang paling sederhana dan tertua, dimana sinyal
pembawa terus menerus divariasikan sebanding dengan sinyal informasi. Teknik modulasi
Gambar 43.
Diagram Blok Teknik Modulasi Analog3
Gambar 44.
Diagram Blok Teknik Modulasi Digital 4
3
Audio source dapat berupa sinyal suara dan tone (single tone, DTMF – dual tone multiple frequency)
4
data source dikonversi menjadi kombinasi “1” dan “0” sebelum dilakukan modulasi secara digital.
Gambar 45.
Diagram blok aktivasi sirene menggunakan teknologi LoRa
LoRa merupakan sistem komunikasi wireless untuk Internet of Things, menawarkan komunikasi
jarak jauh (hingga 15 km untuk kondisi daerah tanpa halangan). Untuk komunikasi dengan jarak
yang lebih jauh/banyak halangan, dibutuhkan LoRa Gateway.
Gambar 46.
Perbandingan LoRa dengan teknologi wireless lainnya.
LoRaWAN merupakan teknologi yang sifatnya proprietary, mengkonsumsi daya listrik yang rendah
(low power) dan memiliki jangkauan yang luas secara nirkabel yang berjalan diatas spektrum
Gambar 47.
Skema Kerja Satelit Komunikasi
Gambar 48.
Diagram Blok Aktivasi Sirene Menggunakan Teknologi SBD Service
Berdasarkan sistem diseminasi informasi dan peringatan dini tsunami pada platform Multi Hazard
Early Warning System (MHEWS) terdapat beberapa kriteria dasar yang perlu diperhatikan dalam
memilih model teknologi yang akan diterapkan dalam pembangunan sirene peringatan dini pada
kegiatan ini.
1. Informasi minimal yang disebarkan oleh sirene:
a. Konfirmasi Perintah Evakuasi
b. All clear – informasi bahwa kejadian bencana utama dan kemungkinan bencana
ikutannya telah tidak mengancam lagi
2. Sirene mampu memberikan informasi dalam bentuk tone dan voice
3. Sirene memiliki tanda signal untuk memberikan informasi pada kelompok disabilitas
4. Sirene dapat terdengar jelas pada jarak 2 Km
5. Sirene dapat diintegrasikan dengan sistem eksisting yang ada di daerah
Sementara itu, berdasarkan analisis aspek lokasi terdapat beberapa karakteristik wilayah pada 6
usulan lokasi penempatan sirine peringatan dini tsunami di Kota Ambon, yaitu:
1. Memiliki katersediaan jaringan selular yang baik khususnya untuk provider Telkomsel
2. Berada pada posisi yang tidak jauh dari jalan utama kelurahan sehingga memudahkan untuk
mobilisasi peralatan dalam pembangunan menara dan instalasasi sistem sirine
3. Jarak lokasi ke panel kontrol aktivasi sirine (Pusdalops BPBD) dalam rentang 10-42 Km.
4. Kontur wilayah bervariasi, dan terdapat obstacle topografi yang menghalangi pancaran langsung
sinyal radio VHF dari Pusdalops BPBD, antara lain:
a) Kelurahan Batu Merah
Tabel 42.
Perbandingan Pilihan Teknologi Aktivasi Sirine Peringatan Dini Tsunami
KERANGKA JENIS TEKNOLOGI
No PEMILIHAN
SMS MQTT VOIP Modulasi VHF LoRa SBD Service
TEKNOLOGI
A JARINGAN KOMUNIKASI
1 Ketersediaan Jaringan Ada Ada Ada Tidak butuh Tidak Butuh Tidak Butuh
GSM
2 Keterjangkauan sinyal Tidak Butuh Tidak Butuh Tidak Butuh Ada, namun Ada Tidak Butuh
radio VHF dari membutuhkan
Pusdalops unit pancar
ulang
3 Ketersediaan jaringan Tidak Butuh Tidak Butuh Tidak Butuh Tidak Butuh Tidak Butuh Ada
Satelit
B KEMAMPUAN TRANSMISI VOICE & DATA
1 Mampu Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak
mentransmisikan
3 Waktu transmisi Butuh waktu Cepat Tidak Bisa Cepat Cepat Cepat
data/sinyal aktivasi lama untuk
bisa
mengkativasi
banyak unit
sirene
C KEHANDALAN
1 Kehandalan terhadap Rentan Rentan Rentan Rentan Rentan Rentan
gangguan perubahan terhadap cuaca terhadap cuaca terhadap cuaca terhadap cuaca terhadap cuaca terhadap cuaca
cuaca hujan, petir hujan, petir hujan, petir hujan, petir hujan, petir hujan, petir
2 Ketergantungan Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak
terhadap jarak antar
pengendali dan titik
sirene
3 Kebutuhan Tidak Tidak Tidak Iya, karena Iya, jika sinyal Tidak
infrastruktur sinyal radio VHF LoRa dari
tambahan dari unit pengendali
pengendali tidak diterima
tidak dapat di titik sirene
diterima secara
langsung pada
sebagian besar
usulan titik
sirine
D OPERASIONALITAS PERANGKAT
1 Kemudahan instalasi Mudah, tidak Mudah, tidak Mudah, tidak Butuh Butuh Mudah, tidak
butuh butuh butuh ketinggian ketinggian butuh
ketinggian ketinggian ketinggian untuk instalasi untuk instalasi ketinggian
untuk untuk untuk antena antena untuk
penempatan penempatan penempatan penempatan
antena antena antena antena
2 Kemudahan Membutuhkan Membutuhkan Membutuhkan Membutuhkan Membutuhkan Membutuhkan
operasional controller controller controller controller controller controller
dilengkapi dilengkapi dilengkapi dilengkapi radio dilengkapi dilengkapi
modul GSM modul GSM modul GSM VHF modul LoRa modul SBD
3 Kemudahan Mudah Mudah Mudah Butuh Butuh Mudah
pemeliharaan pemeliharaan pemeliharaan
rutin terkait rutin terkait
kondisi fisik kondisi fisik
antena antena
4 Biaya operasional Pembelian Pembelian Pembelian Tidak Butuh Tidak Butuh Pembelian
rutin paket data paket data paket data paket unit data
GSM GSM GSM SBD
E INTEGRASI DENGAN SISTEM EKSISTING
1 Kebutuhan perangkat Butuh radio Butuh radio Butuh radio Tidak ada Butuh radio Butuh radio
tambahan VHF VHF VHF VHF VHF
Tabel 43.
Resume Analisis Pilihan Teknologi Sirine Diseminasi Informasi Peringatan Dini
PILIHAN
NO KRITERIA URAIAN REKOMENDASI
TEKNOLOGI
A SISTEM UTAMA
1 Teknologi utama MQTT + VoIP pada Transmisi audio pada teknologi MQTT + VoIP pada
aktivasi sirine jaringan GSM GSM memiliki kualitas yang jaringan GSM
peringatan dini harus bagus
mampu menyebarkan Modulasi VHF Kualitas suara pada Modulasi
informasi peringatan VHF akan sangat terpengaruh
dini dalam bentuk pada kondisi cuaca dan kondisi
tone dan voice. perangkat outdoor/antena
2 Teknologi utama MQTT + VoIP pada Sebaran sinyal internet sudah
harus memiliki jaringan GSM merata dan terus berkembang.
ketersediaan jaringan Modulasi VHF Pita frekuensi VHF sangat rentan
dan handal interferensi/digunakan oleh
pihak tidak bertanggungjawab.
3 Teknologi utama MQTT + VoIP pada Tidak membutuhkan ketinggian
aktivasi sirine jaringan GSM untuk antenna.
peringatan dini harus Perawatan cenderung lebih
mudah dalam mudah
instalasi, Modulasi VHF Membutuhkan ketinggian untuk
pengoperasian dan instalasi antena yang notabene
perawatan membutuhkan effort yang lebih
untuk perawatan
1. Sistem Utama
Sistem utama aktivasi sirine peringatan dini harus mampu menyebarkan informasi
peringatan dini dalam bentuk tone dan voice. Oleh karena itu kemungkinan teknologi yang
dapat digunakan sebagai sistem utama adalah GSM (MQTT+VoIP) dan Modulasi VHF.
GSM (MQTT+VoIP) lebih unggul dibandingkan Radio VHF dalam aspek ketersediaan jaringan
maupun ketangguhan dalam kondisi darurat. Hal ini disebabkan Modulasi VHF cenderung
rawan terhadap inteferensi frekuensi dan membutuhkan stasiun pancar ulang khususnya
untuk jarak lokasi unit sirine yang jauh dari unit pengendali sirine, sementara GSM
(MQTT+VoIP) dapat mengoptimalkan BTS provider telekomunikasi yang telah tersedia pada
lokasi pembangunan sirine.
GSM (MQTT+VoIP) lebih unggul dibandingkan Modulasi VHF dalam aspek operasionalitas
perangkat. Meskipun GSM (MQTT+VoIP) relatif setara dengan Modulasi VHF dalam hal
kemudahan operasional, namun GSM (MQTT+VoIP) cenderung lebih unggul dalam hal
kemudahan pemeliharaan.
Dengan memperhatikan perbandingan tersebut, maka rekomendasi sistem utama aktivasi
sirine yang akan dibangun adalah menggunakan teknologi MQTT + VoIP pada jaringan GSM
2. Sistem Back-Up.
Sistem back-up berfungsi sebagai alternatif aktivasi sirine pada saat sistem utama
mengalami kegagalan. Oleh karena itu, sistem back-up yang digunakan minimal harus
mampu mengaktivasi penyebaran informasi dalam bentuk tone sirine. Dengan demikian,
kemungkinan pilihan teknologi yang dapat digunakan sebagai sistem back-up adalah:
Modulasi VHF, LoRa, dan SBD.
Modulasi VHF lebih unggul dibandingkan SBD dan LoRa dalam hal kehandalan penyebaran
informasi, karena Modulasi VHF dapat menyebarkan informasi dalam bentuk tone dan voice
sementara SBD dan LoRa hanya dapat menyebarkan sinyal aktivasi untuk penyebaran
informasi dalam bentuk tone sirine. Namun demikian sebagai sistem back-up, SBD dan LoRa
telah memenuhi kebutuhan informasi peringatan dini yang perlu disebarkan.
SBD lebih unggul dibandingkan Modulasi VHF dan LoRa dalam hal avalibilitas jaringan
maupun ketangguhan dalam kondisi darurat. Hal ini disebabkan SBD menggunakan jaringan
satelit, sementara Modulasi VHF dan LoRa menggunakan frekuensi radio dalam penyebaran
informasi, oleh karena itu baik Modulasi VHF maupun LoRa juga membutuhkan stasiun
pancar ulang untuk menjangkau lokasi yang jauh. Namun demikian sistem pancar ulang
LoRa lebih rumit dibandingkan Modulasi VHF.
SBD dibandingkan Modulasi VHF dan LoRa dalam aspek operasionalitas perangkat.
Meskipun SBD membutuhkan modem satelit SBD dalam instalasinya, namun biaya
Setiap daerah memiliki sistem sirine diseminasi peringatan dini bencana tsunami yang berbeda, oleh
karena itu analisis integrasi dengan sistem eksisting daerah perlu dilakukan untuk memastikan sistem
sirine yang akan dibangun dapat saling berfungsi dengan sistem sirine yang telah dibangun di Kota
Ambon sebelumnya.
Analisis integrasi dilakukan dengan memperhatikan model instrumentasi sistem sirine eksisting dan
menyandingkannya dengan model model pilihan teknologi sirine yang akan dibangun. Kondisi sistem
sirine eksisting secara umum telah dijelaskan pada Bab 2 sebagai acuan awal dalam mendefinisikan
model instrumentasi sistem sirine eksisting. Sementara model pilihan teknologi telah dianalisis pada
Sub Bab 3.1, sebagai salah satu acuan dalam merumuskan skema integrasi sistem sirine peringatan
dini yang akan dibangun.
Kota Ambon belum memiliki sistem sirine peringatan dini eksisting. Oleh karena itu instrumentasi
sistem sirine peringatan dini tsunami berdasarkan hasil analisis aspek teknologi pada bagian 3.2.
merekomendasikan teknologi GSM sebagai sistem utama dan teknologi SBD sebagai sistem back-up.
Dengan memperhatikan rekomendasi teknologi sirine yang akan dibangun saat ini, maka skema
instrumentasi sistem sirine yang akan dibangun adalah sebagaimana telihat pada gambar dibawah.
Gambar 49.
Skema Instrumentasi Sistem Sirine Peringatan Dini Tsunami
P
eringatan dini dimaknai sebagai serangkaian proses pengumpulan dan analisis data
yang dilakukan secara sistematis serta diseminasi informasi tentang keberadaan
bahaya dan/ atau peningkatan keadaan bahaya. Peringatan dini digunakan untuk
mengantisipasi eskalasi bahaya, mengembangkan strategi tanggapan/ respon dan
untuk bahan pengambilan keputusan terhadap kemungkinan akan segera terjadi
bencana (Nurjanah, Sugiharto, Kuswanda, BP, & Adikoesoemo, 2012).
Tujuan dilakukannya Peringatan Dini adalah menurunkan kuantitas dan kualitas korban bencana
(apabila terjadi bencana) melalui peningkatan aksesibilitas informasi. Pemberian peringatan dini ini
harus menjangkau masyarakat (accessible), segera (immediate), tegas dan tidak membingungkan
(coherent), dan bersifat resmi (official). Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat
dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap
darurat.
Salah satu upaya untuk mendukung sistem diseminasi peringatan dini adalah tersedianya perangkat
sistem infrastruktur jaringan komunikasi yang menjadi sarana penyampaian informasi peringatan dini
tersebut Pusdalops BPBD ke wilayah rawan tsunami, sebagai bagian dari sistem peringatan dini
bencana tsunami secara keseluruhan.
Sirene dan menara merupakan komponen utama pada sistem diseminasi informasi peringatan dini
tsunami yang akan disusun. Sirene berfungsi sebagai sumber bunyi peringatan, sementara menara
berfungsi sebagai wadah penempatan sirene tersebut. Semakin keras bunyi sirene yang dihasilkan
maka semakin luas jangkauan bunyi yang dapat did`engar. Agar sirene dan menara dapat berfungsi
secara optimal maka perlu dirumuskan suatu persyaratan minimum sebagai acuan dalam menyusun
engineering estimetes dalam perencanaan pembangunan sirene diseminasi informasi peringatan ini.
Unit sirene merupakan perangkat yang kompak yang didesain khusus yang ditempatkan pada sebuah
tiang/menara atau pada bangunan yang berfungsi untuk menghasilkan bunyi sirene atau
meneruskan suara peringatan/pemberitahuan yang dikirimkan oleh Unit Pengendali Sirene.
Persyaratan unit sirine dirumuskan agar kualitas sirine yang akan dibangun dapat memenuhi kriteria -
kriteria dan kemampuan dasar yang diharapkan pada suatu sirine diseminasi peringatan dini tsunami.
Analisis persyaratan minimum sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 44.
Persyaratan Minimum Sirine yang Akan Dibangun
KRITERIA DAN KEMAMPUAN DASAR PERSYARATAN MINIMUM SIRINE
1. Informasi minimal yang disebarkan oleh Aspek Teknologi dan Elektronika:
sirine: Modul yang dapat menerima sinyal aktivasi dari Unit
a. Konfirmasi Perintah Evakuasi Pengendali dan menterjemahkannya menjadi tone
b. All clear – informasi bahwa kejadian sirine ataupun live voice.
bencana utama dan kemungkinan Modul yang dapat mengirimkan sinyal monitoring
bencana ikutannya telah tidak kondisi Unit Sirine kepada Unit Pengendali
mengancam lagi Modul untuk aktivasi sirine secara manual di lokasi
2. Sirine mampu memberikan informasi sebagai cadangan terakhir dalam prosedur aktivasi
dalam bentuk tone dan voice sirine.
3. Sirine memiliki tanda signal untuk
memberikan informasi pada kelompok Aspek Catu Daya:
disabilitas Memiliki cadangan sumber daya sebagai antisipasi
4. Sirine terdengar jelas pada jarak 2 Km listrik PLN terputus pada saat kejadian bencana
5. Sirine dapat menerima sinyal aktivasi
dari GSM (MQTT+VoIP) dan SBD Aspek Peralatan:
6. Sirine mampu mengirimkan sinyal Speaker yang mampu menjangkau jarak radiius 2 KM
feedback monitoring kepada Unit Lampu Rotary yang berfungsi otomatis dan paralel
Pengendali
dengan aktivasi sirine.
Tabel tersebut memberikan gambaran persyaratan minimum yang harus dimiliki oleh suatu unit sirine.
Berdasarkan persyaratan minimum tersebut terlihat bahwa Unit Sirine yang dibangun akan terdiri dari
beberapa instrumen utama, yaitu:
2. Modul Komunikasi
Modul ini berfungsi menerima sinyal aktivasi dari Unit Pengendali ataupun meneruskan suara
yang dikirimkan oleh Unit Pengendali melalui jaringan/kanal yang ditentukan.
3. Modul Monitoring
Untuk melakukan pemantauan secara realtime terhadap kondisi perangkat, unit sirene harus
memiliki modul monitoring yang secara periodik akan melaporkan kondisi perangkat secara
keseluruhan ke server.
4. Modul Controller
Modul ini merupakan otak dari unit sirene. Modul Controller akan menganalisa setiap sinyal
aktivasi yang dikirimkan oleh unit pengendali sirene yang kemudian akan diterjemahkan
Tabel 45.
Rekomendasi Gambaran Umum Spesifikasi Unit Sirine
NO. JENIS ALAT SPESIFIKASI
A ELEKTRONIKA DAN KOMUNIKASI
1. Router GSM Connectivity : 4G LTE, internet support
2. Modem SBD Connectivity : Satellite, available for SBD service
B CATU DAYA
1. Solar Panel Tipe : Monocrystalline
Daya Maksimum : 100Wp
(pmax)
2. Solar Charge Tingkat arus Charge/ : 20 A
Controller Discharge
Tegangan : 8-32 V
Jenis pengisian daya : MPPT
Protokol komunikasi : RS485
3. Baterai Tegangan : 12V
Kapasitas : 100Ah
Tipe : Lithium
4. Box Baterai Tipe : Single door
Ketahanan/Rating : Water proof dan Dust Proof (IP 66/67 ; IK08)
Perlindungan
C PERALATAN UTAMA
1. Lampu Rotary Warna : Merah
Diameter : 15 cm (minimal)
Tegangan input : DC 12V - 24 V
2. Audio Speaker Tingkat tekanan : 110 dB (1W, 1m)
output suara (SPL)
Suhu operasi : -20 OC s/d 55OC (bebas dari kondensasi
embun)
Tingkat perlindungan : IP65 (dust and water protection)
3. Audio Amplifier Output power : 185W RMS (2 Chanel)
Tegangan catu daya : 12V DC
4. Siren Horn Tegangan : 12V DC
Volume Max : 114 dBx2 (tersedia sakelar untuk penyesuaian
volume
Tingkat perlindungan :; IP56
Suhu Operasi : -30 OC s/d 50OC (bebas dari kondensasi
embun)
Material terminal : Aluminium
5. Bank suara Tone sirene
6. Aksesoris keamanan Penangkal petir
CCTV
Menara berfungsi meninggikan elevasi unit sirine diseminasi informasi peringatan dini tsunami. Oleh
karena itu struktur menara didesain untuk mampu menopang beban sirine serta beban-beban
pendukung lainnya. Ketinggian menara didesain agar mampu menyebarkan suara sirine dalam radius
2 Km.
Unsur-unsur utama dalam pembangunan Unit Menara antara lain adalah:
1. JENIS KONSTRUKSI DAN TIPE MENARA
Jenis konstruksi menara yang dipilih adalah menara Self Supporting Tower/ SST dengan 4 kaki
yang dibangun langsung di atas tanah (greenfield). Menara SST adalah menara yang paling sering
atau umumnya digunakan baik sebagai penyangga alat-alat komunikasi untuk memancarkan
sinyal sistem komunikasi maupun sebagai tempat memasang sirene. Menara SST merupakan
menara dengan pola batang yang disusun dan disambung membentuk rangka yang berdiri
sendiri tanpa adanya sokongan lainnya sehingga tidak memerlukan lahan yang terlalu luas dalam
pembangunannya. Menara SST memiliki konstruksi yang kokoh dengan kekuatan yang optimal
untuk menghindari kemungkinan rubuh.
2. TINGGI MENARA RENCANA
Ketinggian menara direncanakan 20 meter, dengan pertimbangan ketinggian tersebut mampu
memberikan LOS yang baik dari potensi obstacle lokal yang terdapat antara lokasi sirene dengan
transmiter maupun repeater. Ketinggian tersebut juga menjadikan suara yang dikeluarkan dari
sirene dapat memiliki jangkau yang lebih luas (2 km), sekaligus masih terdengar di area yang
berdekatan dengan sirene.
3. MATERIAL MENARA
Pemilihan material konstruksi menara didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu kekuatan
material dalam menahan beban instrumen yang terpasang, kekuatan dalam menahan paparan
potensi angin puting beliung, serta tahan terhadap potensi korosi. Estimasi beban yang akan
ditanggung oleh struktur menara, antara lain:
a) Beban Angin
Beban angin yang menempa struktur menara memiliki besaran nilai yang berbeda di setiap
ketinggiannya. Semakin tinggi titik tinjau, semakin besar beban angin yang menerpa struktur
menara. Beban angin rencana diasumsikan senilai 63 km/jam, yang setara dengan
kecepatan angin puting beliung. Asumsi nilai kecepatan demikian digunakan apabila
menara sirene diterpa potensi angin puting beliaung dengan kecepatan tersebut, menara
masih bisa berdiri tegak..
Gambar 50.
Penampang Bagian Menara Yang Terkena Beban Angin
Tabel 46.
Spesifikasi Struktur Menara Sirine
NO. JENIS ALAT SPESIFIKASI
1. Struktur Jenis & Tipe Menara : Tower Mini SST Rectangular ( 4 kaki )
Atas Tinggi Menara : 20 meter
Lebar Alas : 90 cm x 90 cm
Lebar Puncak : 25 cm x 25 cm
Material Struktur : Baja Siku Galvanis
5
Jika penempatan sirene berada lingkungan permukiman ataupun pantai, maka rata-rata laju korosi masing-masing adalah 2-3
mikron per tahun dan 5-8 mikron per tahun . Laju korosi tersebut mempengaruhi usia lapisan HDG pada baja siku di lingkungan
permukiman adalah maksimum 35 tahun, sedangkan di lingkungan pantai maksimum selama 10 tahun.
Unit pengendali sirene merupakan perangkat yang kompak yang didesain khusus sehingga dalam
penempatannya bisa memudahkan dalam melakukan fungsinya yakni untuk melakukan aktivasi
sirene. Selain itu, desain pengendali sirene harus sedemikian rupa sehingga terpisah dari perangkat
lain sehingga mudah untuk dilakukan kegiatan perawatan dan perbaikan.
Persyaratan unit pengendali dirumuskan agar kualitas aktivasi sirine dapat memenuhi kriteria-kriteria
dan kemampuan dasar yang diharapkan. Analisis persyaratan minimum sebagaimana terlihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 47.
Persyaratan Minimum Sirine yang Akan Dibangun
KRITERIA DAN KEMAMPUAN DASAR PERSYARATAN MINIMUM SIRINE
1. Unit pengendali sirine baru yang akan Aspek Teknologi dan Elektronika:
dibangun dapat memancarkan sinyal Modul yang dapat mengirimkan sinyal aktivasi dari
GSM (MQTT+VoIP) dan SBD untuk Unit Pengendali dan menterjemahkannya menjadi
mengaktivasi sirine peringatan dini tone sirine ataupun live voice pada Unit Sirine.
tsunami baru yang akan dibangun di Kota
Ambon Modul yang dapat menerima sinyal monitoring kondisi
Unit Sirine kepada Unit Pengendali
2. Unit Pengendali Sirine mampu menerima
sinyal feedback monitoring dari unit sirine
Aspek Catu Daya:
Memiliki cadangan sumber daya sebagai antisipasi
listrik PLN terputus pada saat kejadian bencana
Aspek Peralatan:
Display monitoring sirine.
Tabel 48.
Rekomendasi Gambaran Umum Spesifikasi Unit Pengendali Sirine
NO. JENIS ALAT SPESIFIKASI
A KOMUNIKASI DAN ELEKTRONIKA
1. Modul Controller Tegangan Listrik : 12V DC
Tombol Sakelar : Aktivasi sirine menggunakan jaringan
Aktivasi Sirine GSM
Aktivasi sirine menggunakan jaringan
Satelit SBD Service
Akitvasi sirine menggunakan jaringan
VHF
Display : Local LED Display for ID Number & Area
selection
Sistem Komunikasi : GSM dan SBD ke Unit Sirene
Bunyi dan suara yang dihasilkan dari sistem diseminasi informasi dan peringatan dini tsunami akan
memiliki pengaruh kepada masyarakat untuk dapat segera bereaksi terhadap peringatan yang
disampaikan sesuai tingkatan ancaman tsunami.
Tone dan Voice yang dipancarkan oleh unit sirene harus memenuhi standar bunyi yang berlaku
dan/atau disepakati bersama. Pada tahun 2007 pemerintah pusat yang terdiri atas Kemendagri,
Kemenristek, BNPB, dan BMKG bersama dengan perwakilan Pemerintah Daerah di daerah rawan
tsunami menyepakati sebuah protokol sirene yang baku dan berlaku untuk seluruh wilayah rawan
tsunami di Indonesia6. Protokol tersebut berisi ketetapan sebagai berikut:
1. Untuk peringatan dini tsunami, sirene akan berbunyi dengan nada tetap (steady) selama 57 (lima)
menit yang berarti perintah evakuasi harus dilakukan dan dapat berbunyi berulang-ulang apabila
masih terdapat bahaya yang mengancam.
2. Untuk keperluan perawatan, sirene perlu diuji coba secara rutin setiap tanggal 26 Desember
pukul 10.00 pagi waktu setempat (sebagai peringatan kejadian tsunami di Aceh pada tanggal 26
Desember 2004, pada pukul 10.00).
3. Untuk uji coba, sirene dibunyikan dengan bunyi nada tetap selama 1 (satu) menit yang
sebelumnya didahului oleh pernyataan suara rekaman yang berbunyi ”Ini merupakan tes untuk
peringatan dini tsunami, ini hanya tes”. Format ini diulang sebanyak 3 kali setiap uji coba.
Bunyi sirene berpengaruh besar kepada masyarakat agar mereka segera bereaksi terhadap bahaya
yang mengancamnya. Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa keputusan membunyikan sirene telah
didukung oleh informasi yang akurat, resmi, dan informasi autentik lainnya.
6
Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami BMKG 2012
7
SNI 8040:2017 tentang Sirene Peringatan Dini Tsunami
P
emerintah dan masyarakat Kota Ambon telah memahami bahwa wilayahnya memiliki
potensi tinggi terkait ancaman bahaya tsunami. Untuk itu, berbagai upaya telah
dilakukan untuk meminimalkan risiko ancaman tsunami, diantaranya ditandai dengan
telah tersedianya berbagai infrastruktur diseminasi informasi dan peringatan dini
tsunami baik yang merupakan bantuan pusat, bantuan Pemerintah Provinsi Maluku
Utara, maupun yang dilakukan secara mandiri oleh Pemerintah Kota Ambon.
Infrastruktur diseminasi peringatan dini tsunami yang telah dimiliki oleh Kota Ambon ini diantaranya
adalah perangkat WRS-NG21, sirene peringatan dini di 16 lokasi, sistem menara transmiter dan
repeater pendukung aktivasi sirene dan komunikasi peringatan dini tsunami, pemasangan rambu
peringatan kawasan rawan tsunami serta petunjuk arah jalur evakuasi, pembangunan jalur evakuasi,
hingga layanan Call Center kebencanaan yang beroperasi 24/7. Grup komunikasi melalui WAG antara
BPBD dengan pengurus KSB dan Kepala Kelurahan juga telah berfungsi. Infrastruktur juga didukung
oleh dokumen kebijakan dan perencanaan terkait peringatan dini dan kebencanaan, seperti dokumen
KRB, dokumen PRB, dan rencana kontingensi penanggulangan bencana.
5.1. Rekomendasi
Kota Ambon telah memiliki beberapa sirene peringatan dini tsunami ekisting yang diaktivasi melalui
Unit Pengendali di Pusdalops BPBD Kota Ambon. Analisis lokasi telah memperjelas karakteristik
usulan lokasi pembangunan sirene baru untuk diseminasi peringatan dini tsunami, baik dalam hal
demografis penerima layanan sirene, maupun kondisi lingkungan yang akan mempengaruhi Desain
unit sirene yang akan dibangun. Estimasi jangkauan penempatan sirene baru diharapkan saling
berintegrasi dan saling melengkapi dengan estimasi jangkauan sirene eksisting di Kota Ambon.
Gambar dibawah ini memperlihatkan sebaran serta estimasi jangkauan sirene diseminasi peringatan
dini tsunami tersebut, baik sirene eksisting maupun usulan sirene baru yang akan dibangun.
5.2. Kesimpulan
Buku Analisis Penguatan Sistem Diseminasi Informasi Peringatan Dini Kota Ambon ini telah
dirumusksan dengan sebaik mungkin melibatkan berbagai pihak terkait di tingkat Nasional maupun
Daerah. Buku ini memberikan kerangka dan kriteria Desain sistem sirene diseminasi informasi
peringatan dini yang akan dibangun pada 6 Kelurahan Lokus IDRIP di Kota Ambon. Buku ini juga
merupakan salah satu bahan masukan dalam penyusunan Engineering Estimates dalam proses
perencanaan pembangunan sistem sirene diseminasi informasi peringatan dini tersebut.
Beberapa batasan kajian dalam pekerjaan penysusunan Buku Analisis Penguatan Sistem Diseminasi
Informasi Peringatan Dini Kota Ambon adalah:
1. Penentuan lokasi menara repeater didasarkan atas hasil desk study dan kesepakatan
dengan BPBD Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.
2. Poka Kantor Desa Jl. Ir. M. -3.648798 128.193076 Berada di wilayah padat
Poka Putuhena, permukiman
RT 03/02, Sulit mencari lahan kosong
Desa Poka,
Kecamatan
Teluk Ambon
5. Kel. Masjid At- Jl. Panggayo -3.698958 128.173846 Berada di tengah wilayah
Waihaong Taubah RT 04/03, permukiman
Kelurahan
Waihaong,
Kecamatan
Nusaniwe
6. Kel. Wainitu Universitas Jl. Ot. -3.702637 128.172519 Berada di tengah kawasan
Kristen Patimaipau permukiman
Indonesia RT 03/02,
Maluku Kelurahan
Wainitu
Kecamatan
Nusaniwe
LAMPIRAN 2
Resume Kondisi Tapak
dan Rekomendasi Spesifikasi Menara
Lampiran 2. Resume Kondisi Tapak dan Rekomendasi Spesifikasi Menara