Anda di halaman 1dari 9

Konseling untuk mengurangi inferioritas � PROCEDIA

Studi Kasus dan Intervensi Psikologi

pada pasien skizofrenia p-ISSN 2302-1462; e-ISSN 2722-7669


ejournal.umm.ac.id/index.php/procedia
2021, Vol 9(2):67–75
DOI:10.22219/procedia.v9i2.16315
© The Author(s) 2021
c b n 4.0 International license

Riski Januar Tri Harsari

Abstract
Schizophrenia is a thought disorder that is not interconnected, the presence of erroneous perceptions, flat affect,
withdrawal from the social environment, and failed functioning of life. This study examines the effect of Adlerian
counseling to reduce feelings of inferiority in Schizophrenic patients. The assessment method used in this study is
interview, observation, psychological tests namely Graphics Test, SSCT, WWQ, TAT, and WAIS. The intervention
was given using counseling with the Adler approach which consisted of nine sessions. The results of the intervention
showed that the inferior subject could be reduced, which was indicated by no longer being ashamed to talk to women,
being able to find an understanding that he had implemented the wrong lifestyle all this time. Subjects also become
more active.

Keywords
Inferiority, Adlerian Counseling, schizophrenia

Pendahuluan untuk bekerja membuat DU merasa tidak ada satupun yang


dapat ia capai untuk menuju superior. Hal tersebut juga
Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang meny- didukung oleh perilaku kekerasan yang kerap dilakukan
erang jati diri seseorang, memutus hubungan antara piki- ayahnya ketika DU membuat kesalahan. DU mendapat
ran dan perasaan serta adanya persepsi yang terganggu, diagnosa skizofrenia pada usia 21 tahun dan mengalami
penyakit mental serius yang diderita seumur hidup. relapse sebanyak 3 kali. Ketiga peristiwa relapse tersebut
Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham, ia alami dalam jangka waktu yang berdekatan. DU beru-
halusinasi, pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang lang kali mengalami relapse akibat tidak adanya kegiatan
tidak koheren, dan perilaku yang aneh (Farreny et al., 2018; dirumah, yang membuat ia akhirnya berkeliling rumah
Zhu et al, 2008) karena merasa jenuh. DU juga melakukan atraksi berjoged-
Skizofrenia sendiri memiliki dua gejala yaitu gejala joged dengan berkeliling kampung. Sifat DU yang pen-
positif dan gejala negatif. Gejala positif merupakan bentuk diam dan tertututup serta kurangnya pendirian membuat
gejala yang ada pada individu yang abnormal yang ia sulit untuk menolak permintaan orang lain sehingga
ditandai seperti adanya delusi, halusinasi, dan kehilangan ia sangat mudah dipengaruhi. Hal lainya yaitu kurangnya
kontak dengan realita. Sedangkan gejala negatif adalah dukungan dari orang tua membuat ia semakin mudah
gejala yang ada pada individu yang normal yaitu berupa relapse.
afek yang datar, penarikan diri dari lingkungan sosial, Setelah berhenti dari sekolah, DU sama sekali tidak
dan juga bicara yang kurang (Delvecchio et al., 2013; memiliki kegiatan. Kedua orang tuanya selalu berupaya
McGurk & Mueser, 2004). Gejala negatif juga bisa berupa melarang DU untuk bekerja dengan alasan pekerjaan-
masalah dengan perhatiannya, pembelajaran dan memori, pekerjaan yang dilakukan DU tidak mendapatkan peng-
pemikiran tidak logis, serta adanya kebingungan (Wilder- hasilan yang sesuai. Perasaan tertekan dari tidak adanya
Willis, 2002(@). Pada penderita skizofrenia sendiri belum kegiatan yang bisa DU lakukan mulai membuat DU
ditemukan obat untuk menghilangkan penyakit ini, namun mengalami halusinasi auditori dengan mendengar suara
cukup banyak temuan cara untuk mengatasi skizofrenia ini bisikan untuk berkeliling memunguti sampah. Memunguti
yang sebagian besar telah kembali berfungsi ke kehidupan
sosialnya setelah adanya onset pertama (Delvecchio et al.,
2013). 1 Universitas Muhammadiyah Malang
Permasalahan utama yang dialami DU pada gangguan- Korespondensi:
nya yaitu DU merasa inferior dengan kondisi dirinya. Per- Riski Januar Tri Harsari, Direktorat Program Pascasarjana, Universitas
nah mengalami putus sekolah, pernah dihina oleh wanita Muhammadiyah Malang, Jl. Tlogomas 246 Malang, Indonesia
yang disukai, dan tidak mendapat ijin dari orang tua Email: riskijanuarts.15@gmail.com

Prepared using psyj.cls [Version: 2021/02/25 v1]


68 PROCEDIA : Studi Kasus dan Intervensi Psikologi 2021, Vol 9(2)

sampah-sampah plastik ia kerjakan semata-mata untuk mendalam yang berkaitan dengan riwayat permasalahan
mendapatkan penghasilan. Namun hal tersebut mendap- DU. Observasi dilakukan sebagai pemeriksaan status
atkan larangan dari kedua orang tuanya yang merasa malu mental DU yang meliputi penampilan DU, perilaku, afek,
akan perilaku anaknya tersebut. gangguan perseptual, orientasi, dan kesadaran DU.
Semenjak saat itu kondisi DU semakin goyah dan Tes psikologi yang digunakan mencakup tes kepribadian
semakin diperparah ketika ia mencoba menyatakan yaitu tes grafis (BAUM, HTP, dan DAP). Tes grafis
perasaannya kepada salah seorang wanita yang ia kagumi dilakukan guna mengetahui kepribadian DU secara
sejak lama. Mendapatkan perlakuan yang kurang baik mendalam karena hal ini merupakan data dukungan
membuat DU memandang rendah dirinya sendiri. Hingga dalam mengetahui permasalahan pada DU. Asesmen
ia berupaya mengalihkan perasaan inferiornya dengan juga melibatkan tes klinis menggunakan Sack’s Sentence
mengkonsumsi obat batuk komik selama satu minggu Completion Test (SSCT), untuk mengungkap dinamika
berturut-turut. Akibat dari mengkonsumsi obat batuk kepribadian, yang dapat menampakkan diri DU dalam
tersebut, DU kerap tidur lebih lama dari biasanya. hubungan interpersonal dan dalam interpretasi terhadap
Tidak memiliki kegiatan yang bisa ia banggakan lingkungan.Wescler adult intelligence scale (WAIS) untuk
pada orang-orang disekitarnya, membuat ia merasa mengetahui kapasitas intelektual DU sehingga dapat
dipandang sebelah mata oleh mereka. Sebagai seorang mempermudah pemilihan intervensi yang akan diberikan.
lelaki, DU memiliki keinginan untuk diakui bahwa ia Thematic Apperception Test (TAT), untuk mengungkap
memiliki kemampuan bekerja. Namun keinginan untuk dinamika kepribadian dalam hubungan interpersonal,
mencapai superioritasnya tidak dapat ia wujudkan karena dorongan emosi, serta konflik pribadi yang dominan dalam
hambatan-hambatan yang diciptakan oleh lingkungan diri DU.
sekitarnya. Sehingga munculah perasaan inferior yang
saat ini DU alami. DU berupaya melakukan kegiatan
Presentasi Kasus
yang menarik perhatian orang-orang disekitarnya untuk
mendapatkan pengakuan sebagai wujud dari pencapaian Berdasarkan hasil wawancara dengan DU dan kedua orang
superiornya. Adler meyakini bahwa manusia lahir disertai tuanya, diketahui bahwa DU merupakan anak pertama dari
dengan perasaan rendah diri. Individu yang menyadari tiga bersaudara. DU memiliki dua saudara perempuan yang
eksistensinya dalam kehidupan sosial, menumbuhkan masing-masing terpaut usia 5-10 tahun dengan DU. DU
perasaan rendah diri akan perannya dalam lingkungan. Hal saat ini tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga
tersebut muncul dikarenakan ketidakmampuan individu adik perempuannya yang paling kecil. Pada dasarnya DU
tersebut meraih suatu pencapaian yang dapat dicapai oleh merupakan anak yang ceria dan aktif bergaul namun ia
individu lain. Sehingga hal tersebut membuat perasaan kerap mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan
inferior pada individu muncul ketika ia berusaha untuk dari teman-temannya. Perlakuan tersebut berupa ejekan
menyaingi kemampuan individu lain (Miller & Taylor, yang ia dapatkan setiap hari pada saat ia mengaji disalah
2016). Stresor-stresor yang datang membuat kepribadian satu masjid dekat rumahnya. Saat itu DU berusia 7 tahun,
DU menjadi rentan dan membentuk perasaan inferior dan adanya peristiwa tersebut membuat DU berubah, DU
dalam dirinya. Keinginan DU untuk mencapai superior menjadi lebih senang bermain sendiri. DU juga pernah
tidak mampu ia wujudkan sehingga mengembangkan mengalami tidak naik kelas ketika Sekolah Dasar sebanyak
gangguan patologis pada DU (Miller & Taylor, 2016). dua kali, yaitu pada saat kelas IV ke kelas V dan kelas
Pendekatan konseling Adlerian merupakan pendekatan V ke kelas VI. Peristiwa tersebut membuat DU merasa
yang bersifat humanis yang cocok digunakan pada kasus- malu pada teman-temannya. DU juga kerap diejek karena
kasus yang memiliki tujuan penguatan atas individu, kata-kata yang ia ucapkan terkadang sulit dimengerti
serta pemberian dukungan guna memberikan perubahan orang-orang yang berada disekitarnya. Hal tersebut juga
secara positif Pada kasus ini pemeriksa menekankan membuat ia kerap merasa malu ketika berbicara dengan
permasalahan untuk mengurangi perasaan inferior pada orang, karena seringnya ditertawakan. Hal ini membuat
DU dengan menggunakan konseling yang dilakukan dalam ia semakin enggan bergaul dengan teman-teman lain, dan
beberapa sesi. Yang bertujuan membantu DU untuk keluar kerap bermain sendiri.
dari stresornya dan menjadi individu yang lebih percaya Sejak kecil DU lebih banyak menghabiskan waktunya
diri. Konseling ini juga bertujuan untuk menguatkan DU bersama sang ibu dikarenakan ayah harus bekerja di
atas kemampuan yang ia miliki agar DU mampu menjalani luar kota. Kedekatan antara ibu dan DU membuat
kehidupan untuk mencapai superioritasnya. ibu sering merasa sangat khawatir sehingga ibu sering
meminta DU untuk berada di rumah saja. Sejak kecil
DU merasa tidak bebas, karena ibu selalu melarang-larang
Metode Asesmen DU untuk bermain keluar rumah. Karena sikap DU yang
Metode asesmen yang digunakan adalah wawancara, sangat penurut, membuat ia merasa tertekan karena selalu
observasi, dan tes psikologi. Wawancara dilakukan kepada mengikuti keinginan ibunya. Hal tersebut masih terjadi
DU, orang tua DU, dan juga dokter yang menangani hingga DU tumbuh dewasa, ibunya masih kerap melarang
DU dengan tujuan untuk memperoleh informasi secara DU bahkan untuk bekerja. Sejalan dengan hal tersebut

Prepared using psyj.cls


Harsari 69

hasil tes Grafis dan TAT yang menyatakan adanya perasaan gila. Wanita tersebut juga mengatakan bahwa DU tidak
tertekan pada DU namun ia berupaya untuk menerima perlu menghubunginya lagi. Penolakan tersebut membuat
keadaan. DU merasa semakin inferior dengan dirinya. Hal ini
DU merupakan anak yang paling dekat dengan orang mengakibatkan rasa rendah diri yang abnormal dimana
tuanya, kedua orang tuanya juga begitu menyayangi suasana hati individu menjadi terbatas, dan membuat
DU. Hal-hal yang DU minta kepada orang tua akan hidupnya semakin terasa sulit (Adler, 1964). DU yang
dengan segera diberikan. Ayah DU juga menyatakan berstatus tidak bekerja dan tidak berpenghasilan, serta
bahwa DU tidak pernah kekurangan, dibandingkan merasa dirinya kurang memiliki wajah yang rupawan
dengan teman-teman disekitarnya. Hal ini membuat membuat dirinya begitu terluka. DU menganggap dirinya
DU mengembangkan sikap kurang mandiri dan selalu memiliki kelemahan fisik dan motivasi yang rendah
bergantung. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil dari tes sehinga memberikan stimulasi perasaan subjektif yaitu
grafis DU yang menyatakan bahwa DU kerap bergantung inferioritas (Adler, 1927).
dengan lingkungan sosialnya. Menurut penuturan orangtuanya, DU mulai mengalami
Meskipun DU pernah tinggal kelas saat disekolah kekacauan pikiran dan perasaan lima hari setelah hari
dasar namun DU mampu menamatkan pendidikan Sekolah Raya Idul Fitri 2019. DU tiba-tiba marah, dan sering
Dasarnya. Kemudian DU melanjutkan pendidikannya berbicara sendiri, serta sering berkeliling rumah tanpa
kesalah satu pondok pesantren di Kotanya. DU yang sedari tujuan yang jelas. Hingga akhirnya gejala tersebut muncul
kecil memiliki kemampuan mengaji ini memiliki keinginan dan sejak saat itu DU mulai sering tertawa sendiri
untuk memperdalam kemampuannya di Pesantren. Namun tanpa sebab. Namun keluarga belum menyadari tentang
hal tersebut hanya bertahan sampai dengan dua tahun, tepat kondisi yang di alami DU tersebut.DU menjadi semakin
ditahun kedua saat hendak diadakan tes kenaikan tingkat terombang-ambing dengan dirinya dan mengembangkan
ia memilih untuk berhenti dan keluar dari pesantren. Hal perasaan inferiornya. Keinginan DU untuk berjuang dalam
tersebut bukan tanpa alasan, ia merasa tidak memiliki mencapai superioritas dengan bekerja juga terhalang
kemampuan untuk mengerjakan tes tersebut, sehingga DU oleh orang tua yang kerap tidak merestui keinginannya.
memilih untuk berhenti. Perasaan sulit yang dirasakan membuat ia melarikan
Usai memilih keluar dari pondok pesantren DU tidak dirinya dengan menggunakan obat-obatan secara berlebih.
memiliki kegiatan apapun yang membuat ia merasa sangat DU mengkonsumsi obat batuk sebanyak 20 bungkus
jenuh karena harus berada didalam rumah terus menerus. perhari, dan mengkonsumsi hal tersebut selama dua
DU memutuskan untuk menjadi nelayan, namun orang minggu. Usai mengkonsumsi hal tersebut DU merasa lebih
tuanya tidak memberikan persetujuan dengan pekerjaan rileks dan menjadi semakin percaya diri dihadapan orang
yang ia pilih tersebut dengan alasan pekerjaannya terlalu lain. Permasalahan yang bertubi-tubi membuat dirinya
berisiko. menjadi tidak stabil. Ia sering berada dikamar dalam
Kemudian DU melanjutkan dengan berjualan farpum keadaan tidak sadarkan diri usai mengkonsumsi obat batuk
keliling namun juga tidak mendapat persetujuan orang tersebut.
tuanya dan akhirnya memilih untuk berhenti. Hal DU juga semakin tidak terkendali karena tidak adanya
tersebut tentu tidak sejalan dengan keinginan DU. aktivitas yang bisa ia kerjakan, ia hanya boleh berada
DU beranggapan bahwa sebagai anak laki-laki harus dirumah tanpa adanya aktivitas apapun. Hal tersebut
bekerja dan berpenghasilan, dengan begitu ia tidak membuat DU mulai merasa jenuh hingga mulai mendengar
perlu meminta uang kepada orang tuanya dan bisa bisikan untuk berkeliling kampung sembari memunguti
sama dengan teman-teman seusianya. DU pun memiliki rongsokan. Namun setiap hal tersebut dilakukan, DU akan
keinginan bahwa suatu saat ia bisa memiliki rumah, mendapat kekerasan fisik dari ayahnya. Penilaian ayah
kendaraan pribadi, dan juga menikah dengan gadis mencari rongsokan adalah perilaku yang membuat malu
yang ia cintai. Namun keinginan DU tersebut tidak nama keluarga. Meskipun DU mendapatkan limpahan
dapat ia realisasikan sehingga memunculkan perasaan kasih sayang, namun DU merasa tertekan dengan keadaan
yang semakin tertekan. Permasalahan menjadi semakin tersebut. Sikap orang tua yang kerap memanjakan
kompleks, karena DU berupaya selalu menuruti keinginan membuat DU mengembangkan gaya hidup sebagai anak
orang tuanya, yang bertentangan dengan keinginan dalam yang bergantung, tidak memiliki tujuan, serta konsep diri
dirinya. Ia cenderung tidak mampu mengambil sikap dan yang belum matang. Hal tersebut juga sesuai dengan
langkah untuk masa depannya. DU hanya menurut dan hasil tes grafis DU yang menyatakan hal yang sama.
bergantung dengan kedua orang tuanya terutama pada DU menjadi sulit menentukan jalan hidupnya sendiri, dan
sosok ibu. cenderung mengikuti keinginan orang lain.
Kondisi DU yang tidak memiliki pekerjaan membuat ia Pola asuh memanjakan membuat DU mengembangkan
merasa tidak berharga sebagai seorang laki-laki. Kondisi gaya hidup yang sangat bergantung dengan orang-orang
lain yang juga mendukung yaitu ketika DU menyatakan disekitarnya termasuk dengan ibunya. Gaya hidup yang
perasaan cintanya kepada wanita yang ia kagumi. Namun ada pada DU membuat DU memiliki motivasi yang
cintanya ditolak dan DU mendapat cemooh dari wanita rendah sehingga menumbuhkan perasaan tidak mampu
tersebut dengan kata-kata kasar seperti bodoh, jelek, dan dalam dirinya. Karateristik yang nampak pada gaya

Prepared using psyj.cls


70 PROCEDIA : Studi Kasus dan Intervensi Psikologi 2021, Vol 9(2)

hidup manja adalah mudahnya merasa putus asa, sering rendah, serta kurangnya faktor dukungan dari lingkungan
merasa bimbang, sangat sensitif, tidak sabar, emosi yang keluarga, kurang mampu menjadi faktor pendukung dari
berlebihan, dan munculnya kecemasan. kesembuhan DU. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Perasaan tertekan, dan inferior yang DU alami semakin prognosis buruk.
memperkuat simtom-simtom skizofrenia. Ketidaksesuaian
antara pemikiran, imajinasi dan emosi dengan keadaan
yang sebenarnya membuat DU sering berbicara melantur Intervensi
dan tertawa sendiri, serta munculnya delusi yaitu waham Jenis intervensi yang digunakan dalam kasus ini menggu-
kebesaran yang mana DU mengaku sebagai seorang nakan konseling. Konseling adalah perspektif konstruktivis
Syekh. Selain itu juga terdapat halusinasi auditorik relasional yang dapat berfungsi sebagai jembatan dialog
seperti mendengar bisikan yang dikatakan berasal dari yang berguna antara konstruktivis kognitif dan perspektif
jin dan juga halusinasi visual dengan melihat pocong. konstruktivis sosial (Watts, 2017). Konseling dengan pen-
Perilaku abnormal ini tumbuh dikarenakan DU tidak dekatan teori adler memberikan landasan teori yang kuat
mampu mencapai superioritasnya guna meninggalkan untuk konseling, dengan tujuan mendukung, mendorong,
inferioritasnya. Memiliki kelemahan fisik yaitu kesulitan dan memberdayakan individu untuk perubahan positif
berbicara dengan jelas membuat DU mengembangkan (Tekinalp, 2017). Konseling Adlerian merupakan sebuah
perasaan inferiornya. Perasaan inferiornya semakin jadi model pendekatan yang mengubah persepsi negatif seseo-
usai mendapat penolakan dan kecaman dari seorang rang menjadi pribadi yang bersifat positif (Carich, 2001).
wanita. DU memiliki keinginan untuk menjadi superior Teknik dalam proses konseling Adlerian adalah perubahan
guna menunjukkan bahwa didalam diri DU terdapat tidak hanya dalam berpikir dan berperilaku tetapi juga
sesuatu yang bermakna. Namun harapan masa depan akan dalam menumbuhkan perasaan bagi masyarakat, dan seba-
hidup mandiri, memiliki rumah pribadi, kendaraan pribadi, gai cara hidup (Close, 2015).
dan menikah dipersepsi kabur oleh DU. Hal tersebut Prinsip adler dianggap sebagai salah satu pendekatan
dikarenakan goalsnya tidak pernah mendapat persetujuan konseling yang lebih komperhensif dalam bidang kese-
dari orang tuanya. Setiap pekerjaan yang DU lakukan, hatan mental (Miller & Taylor, 2016). Target dari kon-
selalu dinilai negative oleh orang tuanya. Pikiran, perasaan, seling yang diberikan adalah untuk mengurangi perasaan
dan tindakan yang dilakukan oleh DU tidak bisa mengarah inferior yang dialami DU, dengan memberikan doron-
pada satu tujuan yang sama sehingga tidak mencapai gan agar DU bisa hidup ditengah masyarakat sebagai
tujuan yang diinginkan. anggota masyarakat yang sederajat. Oleh karena itu proses
konseling berfokus pada penyediaan informasi, mengajar,
Diagnosis dan Prognosis membimbing dan menawarkan dorongan semangat kepada
DU yang kehilangan semangat. Dorongan semangat meru-
Diagnosis pakan metode yang paling kuat yang bisa disediakan
Berdasarkan uraian kasus, hasil asesmen dan rujukan untuk mengubah keyakinan seseorang. Dorongan tersebut
yang ada di Diagnostic and Statistical Manual of Mental mampu menolong DU dalam membangun rasa percaya diri
Disorder Fifth Edition (DSM-V) (American Psychiatry dan menstimulasi keberanian. Keberanian yang dimaksud-
Association, 2013), maka dapat ditegakkan diagnosis kan adalah kemauan untuk berbuat dengan cara-cara yang
bahwa klien memenuhi kriteria diagnostik: kode 298.8 konsisten dengan kepentingan masyarakat.
(F28) yakni Other Specified Schizophrenia Spectrum. Alasan pemilihan intervensi ini karena DU merasa
DU sudah mengarah pada gangguan skizofrenia yang inferior dengan kondisi dirinya, DU kehilangan semangat
dialami klien saat ini memenuhi 4 dari 4 ciri dari sehingga menyebabkan perilaku yang keliru dan kurang
Other Specified Schizophrenia Spectrum meliputi adanya berfungsi. Oleh karenanya pemberian konseling Adlerian
halusinasi, delusi, adanya sindrom dengan gejala psikotik diharapkan mampu mengubah keyakinan DU sehingga
disertai dengan permasalahan inferioritas. mampu mengurangi perasaan inferiornya dan DU mampu
Berdasarkan data WHODAS menunjukkan bahwa berfungsi dalam kehidupan masyarakat sebagaimana
DU berada dalam kategori sedang dengan kategori seharusnya. Intervensi yang akan diberikan menyesuaikan
keberfungsiannya berada pada skor 3. Hal tersebut kemampuan DU. Pemberian informasi juga diberikan
menunjukkan bahwa DU dapat cukup berfungsi atau dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana, guna
dikatakan masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari memudahkan DU memahami maksud dan tujuan dari
dengan cukup. proses terapi. Intervensi ini dilakukan di RSJ Lawang yang
diberikan dalam 10 sesi, yaitu:
Prognosis Sesi 1: Psikoedukasi. Psikoedukasi diberikan kepada
Berdasarkan hasil asesmen diketahui sikap keluarga anggota keluarga DU. Tujuan dari psikoedukasi ini
cukup terbuka terhadap informasi mengenai kehidupan adalah menambah pemahaman mengenai kondisi DU serta
DU. Namun kondisi psikologis DU pada aspek sikap pemberian dukungan sebagai untuk kesembuhan DU. Pada
yang mudah menyerah, kemampuan intelegensi yang sesi ini disampaikan kepada orang tua DU mengenai

Prepared using psyj.cls


Harsari 71

kondisi DU tentang apa yang DU derita. Kemudian Sesi 5: Analisis dengan teknik ”meludah di sup
dilanjutkan dengan menginformasikan apa yang menjadi klien”. Pada tahap ini memiliki tujuan untuk membuat
keinginan terbesar DU. perilaku DU tidak muncul kembali. Praktikan menjelaskan
pada tahap ini bahwa hal yang membuat DU kambuh
Sesi 2: Mempertahankan hubungan baik dengan klien. adalah tidak adanya aktivitas oleh karenanya dengan aktif
Pada sesi ini ditujukan untuk membuat DU paham beraktivitas secara positif dapat membantu DU untuk
bahwa permasalahan DU harus diselesaikan. Membangun mengurangi berdiam diri yang akhirnya mempengaruhi
hubungan yang hangat dengan mengedapankan empati. pikiran kosong dan bisa membuat halusinasi DU bekerja
Praktikan menawarkan terapi pada DU sebagai solusi dan lebih aktif.
meminta ketersediaan DU. Pada sesi ini praktikan juga
Sesi 6: Insight dengan teknik ”menangkap diri sendiri”.
menjelaskan maksud dan tujuan dari terapi ini.
Pada tahap ini memiliki tujuan agar DU dapat belajar
Sesi 3: Analisis. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
memahami tingkah laku dan pemikiran yang merusak
membuat pilihan gaya hidup yang lebih produktif untuk dirinya. Mengajarkan klien untuk bisa mengalahkan diri
klien. Untuk langkah pertama mengajak DU untuk sendiri dengan memberikan motivasi dan menjelaskan
melakukan relaksasi. Hal ini dilakukan secara sederhana, konsekuensi dari perilaku sebelumnya. Praktikan menje-
mengingat kondisi DU. Relaksasi dilakukan dengan laskan perasaan inferior DU muncul dan menjadikan DU
meminta DU menarik napas panjang dengan posisi duduk seperti saat ini. Hal tersebut terjadi karena DU merasa tidak
tenang, dan memberikan sugesti-sugesti positif kepada ada yang bisa ia banggakan dengan dirinya.
DU. DU kembali diberikan motivasi bahwa DU bisa
melakukan aktivitas merawat ayam menjadi bagian dari
Tahapan selanjutnya dilakukan proses konfrontasi
pekerjaan yang bisa menghasilkan pendapatan. Praktikan
dengan bahasa yang sederhana praktikan mencoba
menegaskan bahwa ketika melakukan suatu pekerjaan DU
mengajukan beberapa pertanyaan mengenai apa yang DU
harus bisa bertanggung jawab dan serius dengan apa
inginkan dalam kehidupannya. DU sempat menjelaskan
yang ia kerjakan. DU menyetujui dengan tersenyum dan
bahwa ia ingin memiliki sebuah motor ninja dan
menganggukkan kepala.
menikah. Kemudian praktikan mencoba menanyakan
dengan apa DU bisa memiliki itu jika tanpa pekerjaan. DU Sesi 7: Reorientation dengan teknik penetapan tugas.
mengatakan bahwa dirinya bisa memiliki dengan meminta Tahapan ini memiliki tujuan untuk membantu DU
kepada orang tuanya. Setelah praktikan mencoba terus menetapkan tujuan yang mudah dicapai dimulai dengan
melakukan konfrontasi, DU pada akhirnya memahami capaian jangka pendek dan kemudian dilanjutkan dengan
bahwa segala sesuatu yang ia inginkan harus dengan jangka panjang. Hal yang dilakukan adalah membuat
memiliki pendapatan. kesepakatan dan jadwal kegiatan yang bisa DU lakukan
Praktikan melanjutkan dengan memberikan motivasi sebagai bentuk latihan jangka pendek. DU dan praktikan
bahwa dengan kemampuan yang dimiliki DU, ia bisa bersama menyepakati macam-macam kegiatan baik untuk
menekuninya sebagai pekerjaan. DU mengatakan ingin jangka panjang maupun juga jangka pendek yang bisa
berjualan nasi goreng. Selanjutnya DU diberikan masukan DU lakukan selama di rumah sakit dan dirumah setiap
bahwa dengan memilih pekerjaan tersebut DU harus bisa harinya. DU menyetujui dengan dibantu praktikan untuk
bertanggung jawab. Selanjutnya praktikan menjelaskan menyepakati kegiatan-kegiatan yang akan dia kerjakan.
dengan bahasa yang sederhana apa yang dimaksud
Sesi 8: Reorientation dengan teknik tekan tombol. Pada
bertanggung jawab, DU memahami maksud praktikan
tahapan ini bertujuan untuk membantu DU agar memiliki
dengan menganggukkan kepala. Kemudian praktikan
kegiatan dan tujuan dalam hidupnya. DU diberikan
memberikan motivasi bahwa DU bisa bertanggung jawab
motivasi agar DU menyadari bahwa DU memiliki pilihan
dengan pilihannya. DU mengatakan bahwa dirinya ingin
yaitu melakukan aktivitas. Ini bertujuan untuk membantu
sembuh dan dengan itu DU harus melakukan aktivitas yang
mengubah gaya hidupnya yang salah selama ini. Dengan
bermanfaat.
meningkatkan self awareness DU, maka gaya hidup dan
cara berperilaku DU bisa sesuai dengan pola kehidupan.
Sesi 4: Analisis dengan menggunakan teknik bertindak
DU akan direedukasi oleh praktikan seperti membentuk
”seandainya”. Tujuan dari tahapan ini adalah memahami
DU menjadi pribadi yang baru. Pada tahap ini DU
gaya hidup DU, hal-hal yang mempengaruhi gaya hidup
mampu mengikuti serangkaian kegiatan yang sudah
yang DU jalankan saat ini. Pada tahapan ini praktikan
dijalankan, meskipun pada awal kegiatan DU masih
mencoba menanyakan tentang apa yang menjadi keinginan
dibantu oleh praktikan untuk mengingatkan. Namun hari-
DU. DU kemudian menjawab bahwa keinginannya adalah
hari berikutnya DU sudah bisa melakukan aktivitas jangka
bekerja. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pen-
pendeknya sendiri tanpa perlu diingatkan oleh praktikan.
gandaian. Pada tahap pengandaian ini, praktikan mencoba
menjelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana. DU Sesi 9: Terminasi. Tahapan ini diisi dengan mengapre-
mengandaikan bahwa dirinya bisa bekerja diperusahaan siasi dan memotivasi DU agar tetap melaksanakan tugas
dan mendapatkan penghasilan besar. harian tanpa bantuan praktikan. Membahas pencapaian

Prepared using psyj.cls


72 PROCEDIA : Studi Kasus dan Intervensi Psikologi 2021, Vol 9(2)

DU setelah 14 hari melakukan kegiatan intervensi jangka DU memutuskan untuk memelihara ayam untuk di ternak,
pendek bersama. Selama masa terminasi DU mengatakan hal tersebut disepakati dihadapan praktikan. Ayam dipilih
bahwa ia sangat tidak sabar dijemput pulang. Ia men- karena tidak terlalu memakan biaya besar dan cukup
gatakan bahwa selama ini ia sudah mengikuti kegiatan mudah perawatannya. Hal tersebut cukup mudah DU
meskipun tanpa diperintah. DU juga tampak lebih aktif lakukan mengingat DU pernah memelihara hewan ternak
dalam ruangan dengan banyak membantu pekerjaan per- sebelumnya, sehingga cukup mudah bagi DU untuk belajar
awat, seperti memberikan makanan kepada teman-teman hal apa saja yang harus ia lakukan. Dengan menemukan
ruangan, mencuci piring, ataupun membersihkan ruangan. potensi yang DU miliki, maka hal ini mampu membantu
DU untuk mengurangi perasaan inferioritasnya. Apalagi
Sesi 10: Follow up. Pada saat follow up orang tua
sebelumnya pekerjaanlah yang menjadikan DU merasa
menyatakan bahwa kondisi DU sudah cukup baik, dengan minder terhadap perempuan, dan juga terhadap rekan-
banyak berkegiatan. Orang tua juga sudah mendaftarkan rekan seusianya.
DU kepada tetangganya untuk bekerja. Namun orang
Sebelumnya DU juga merasa bahwa tidak ada yang
tua mengatakan bahwa mereka tidak sanggup merawat
bisa ia banggakan dirinya, karena tidak ada yang bisa ia
DU karena DU masih sering tidak tidur dan berkeliling
lakukan. Ia benar-benar merasa inferior dengan kondisi
dirumah sehingga orang tua kembali membawa DU ke
dirinya yang tidak memiliki pekerjaan. Namun kini setelah
Rumah Sakit Jiwa Lawang.
dilakukannya konseling DU menjadi sadar bahwa merawat
ayam juga bagian dari bekerja. Sehingga DU tidak perlu
Hasil dan Pembahasan merasa malu lagi. Perubahan yang tampak pada DU
saat DU mulai memahami persepsi yang salah mengenai
Hasil kondisinya, bahwa ia merasa tidak memiliki kemampuan
Sebelum berlangsungnya proses konseling yang dilakukan apapun. DU tidak menyadari selama ini bahwa dirinya
pada DU, praktikan berupaya melakukan psikoedukasi memiliki kemampuan merawat ayam yang sudah ia miliki
kepada keluarga DU. Psikoedukasi dilakukan di rumah sejak ia kecil. Setelah praktikan membantu DU dalam
DU kepada anggota keluarga DU yang terdiri dari ayah, menemukan kemampuan yang DU miliki, DU menjadi
ibu, dan adik DU. Hasil dari psikoedukasi orang tua DU cukup bersemangat untuk melakukannya lagi.
mulai terbuka dan memahami bahwa keinginan anaknya Hasil keseluruhan sampai dengan proses terminasi
adalah bekerja. Orang tua segera berupaya mencarikan banyak ditemukan perubahan oleh DU. Terutama 2 minggu
pekerjaan untuk DU dan berupaya untuk mendukung pertama selama berada di rumah sakit jiwa lawing. DU
DU. Kunjungan berikutnya praktikan juga menyampaikan cukup banyak melakukan perubahan. Seperti target-target
bahwa orang tua bisa berupaya membantu mencegah dari terapi dalam sesi re-orientation dan re-education
DU untuk relapse dengan turut berpartisipasi mendukung dimana DU seperti diatur ulang, diajarkan bagaimana
DU untuk melaksanakan kegiatan yang sudah diajarkan menjalankan aktivitas agar perasaan inferioritas yang
praktikan. Orang tua memahami dan mau untuk terlibat dimiliki sebelumnya tidak kembali lagi. Keseluruhan
aktif dalam mendukung dan mengawasi kegiatan DU dapat berjalan dengan baik, meskipun pada tahap akhir
selama dirumah. sebelum terminasi DU mengalami ketidakstabilan dalam
Target pada intervensi yang diberikan kepada DU sendiri menjalankan aktivitas jangka panjangnya dengan adanya
adalah DU dapat mengurangi perasaan inferiornya dengan penurunan. Namun secara keseluruhan dapat terselesaikan
cara mengubah gaya hidupnya. Mengubah gaya hidup hingga terminasi. Penggunaan bahasa yang sederhana
dimulai dari mengajarkan bagaimana hidup seharusnya. diberikan pada setiap sesinya dan kertas adalah media
DU yang semula takut dan tidak percaya diri melakukan yang membantu DU untuk memahami apa yang akan
komunikasi terutama dengan perempuan, kini mau terjadi pada dirinya. Menggunakan media kertas rasanya
melakukan komunikasi dengan perempuan. DU juga cukup membantu memberikan insight DU akan kondisi
terlihat mau mengajak orang yang ada disekitarnya untuk dirinya, dan ia menyadari bahwa dirinya membutuhkan
berbicara bahkan merespon pembicaraan, yang dilakukan perubahan agar ia bisa hidup menjadi lebih baik dari
oleh perawat dan praktikan lain yang ada di ruangan keadaan sebelumnya.
bangsal. Pada saat dilakukan follow up, praktikan tidak dapat
DU semula meyakini bahwa dirinya tidak hebat menemui DU dikarenakan DU dibawa kembali oleh orang
karena ia memahami bahwa orang-orang yang bekerja tuanya sehari sebelum praktikan datang. Namun saat
diperusahaan dan berpendapatan besar adalah orang-orang ditanya bagaimana perkembangan DU sejauh ini, orang
yang hebat. Namun kini ia memahami bahwa hal tersebut tua mengatakan bahwa usai intervensi berakhir DU masih
harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. DU bisa menjalani aktivitas seperti yang sebelumnya dilakukan
juga menyadari bahwa kemampuannya adalah merawat dengan cukup baik. Orang tua juga sempat senang akan
ayam, dan berjualan. Sehingga hal tersebut bisa ia lakukan hal tersebut. Namun hari berikutnya DU dibawa kembali
untuk mendapatkan penghasilan. DU baru menyadari ke rumah sakit. Orang tua beralasan dibawanya kembali
bahwa kemampuannya memelihara hewan mampu ia DU ke rumah sakit dikarenakan DU membuat ulah dengan
jadikan sebagai ladang penghasilan untuknya. Sehingga menjatuhkan motor milik tetangganya saat ia berkunjung

Prepared using psyj.cls


Harsari 73

ke masjid didekat rumahnya. Orang tua yang menerima dapat terlihat dari banyaknya perubahan yang ada pada
complain dari orang yang bersangkutan, merasa tidak diri DU yang jauh lebih baik dari masa sebelumnya. DU
sanggup lagi dengan kondisi DU yang demikian. Sehingga banyak menunjukkan perubahan-perubahan dasar setelah
orang tua memutuskan kembali untuk menitipkan anaknya diberikan intervensi, salah satunya adalah DU mulai
di rumah sakit jiwa. menunjukkan keinginannya untuk menjalin komunikasi
Namun saat praktikan mencoba mencari informasi ten- dengan perempuan. Hal tersebut sesuai dengan yang
tang DU kepada tetangga dekatnya. Orang tersebut men- dinyatakan adler bahwasannya individu membuat alternatif
gatakan bahwa semalaman DU mendapatkan kekerasan persepsi serta memodifikasinya sehingga menimbulkan
fisik oleh ayahnya usai menjatuhkan motor tetangganya. peningkatan dalam hubungan sosial individu (Watts,
DU dipukuli hingga terdengar suara DU meminta tolong 2003).
karena kesakitan. Tetangga juga mengatakan bahwa DU Selain itu DU juga tampak mau turut membantu menyi-
sempat dipukul dengan menggunakan sandal jepit dan apkan makan untuk rekan-rekan lain didalam bangsal,
ikat pinggang dikepalanya berkali-kali. Ibu DU hanya tidak lagi mendahulukan keinginannya, yang mana dimasa
menangis dan pasrah, tak selang beberapa lama ayah DU sebelumnya DU enggan untuk melakukannya. DU juga
dan dua orang paman DU membawa DU kembali ke mulai aktif berkegiatan dirumah yang ditunjukkan den-
Rumah Sakit Jiwa Lawang. gan mengurus ayam peliharaannya dengan baik dan mau
melakukan kegiatan yang sudah dijadwalkan sebelumnya.
Hal ini dipandang adler bahwa individu tersebut telah
Pembahasan
mengalami kesejahteraan sebagai manusia yang ditun-
Pemberian psikoedukasi yang dilakukan kepada keluarga jukkan dengan mau turut berkontribusi sosial dan mau
DU cukup membawa peruabahan pemahaman pada melakukan perubahan dalam konteks sosial (Watts, 2003).
keluarga mengenai anggota keluarga dengan skizofrenia. Bentuk-bentuk perubahan minat sosial menurut adler tam-
Keluarga yang semula kurang memahami apa yang pak seperti, keberanian untuk menjadi tidak sempurna,
menjadi penyebab DU mengalami gangguan kejiwaan, kontribusi untuk kesejahteraan bersama, kepercayaan diri,
serta langkah apa yang harus dilakukan untuk membuat kepedulian, kasih sayang, kreativitas, kedekatan, kerja
DU bisa lebih baik dari sebelumnya bisa dipahami sama, dan komitmen (Miller & Taylor, 2016).
setelah dilakukannya sesi psikoedukasi. Sesuai dengan hal Selain itu konseling ini dinilai dapat memberikan
tersebut bahwa psikoedukasi telah banyak memberikan insight yang nyata kepada DU. DU yang semula enggan
keberhasilan dalam mendidik, membantu keluarga dalam melakukan pekerjaan dan memilih untuk berdiam diri
mengembangkan sumber dukungan sosial, serta mampu serta banyak tidur. Kini mulai menyadari bahwa tanpa
mengembangkan keterampilan coping. Selain pemberian adanya aktivitas ataupun kegiatan dapat membuat DU
psikoedukasi keberadaan praktikan di sana juga untuk semakin terpuruk, dan hal tersebut semakin membuat
memberikan dorongan dan dukungan kepada anggota DU jauh menuju superioritasnya. Aktivitas yang dibuat
keluarga. Praktikan juga memberikan penguatan agar para dalam tahapan intervensi ini terdiri dari aktivitas jangka
anggota bisa saling bekerja dan saling menguatkan satu pendek dan aktivitas jangka panjang. Keduanya memiliki
sama lain dalam merawat DU. tujuan untuk mengajarkan DU mengubah gaya hidupnya.
Keinginan DU yang selalu dipenuhi membuat dirinya Perubahan yang dilakukan pada pola gaya hidup DU
sulit untuk membuat keputusan secara mandiri. DU dilakukan guna mengurangi perasaan inferior yang
menjadi sangat penurut dan memiliki sikap ketergantungan selama ini DU alami. DU yang merasa tidak nyaman
pada sosok orang tuanya. DU merasa selalu mendapat berteman dengan anak seusianya, serta kerap mendapatkan
perlindungan serta kebutuhan yang selalu terpenuhi, kekerasan fisik dari orang terdekatnya membuat DU
sehingga DU mengembangkan sikap yang penuh dengan kurang mengembangkan minat sosialnya. Hal tersebut
kebimbangan, mudah putus asa yang berlebihan, sensitif juga dinyatakan dalam hasil penelitian sebelumnya bahwa
berlebihan, tidak sabar, emosi yang berlebihan, dan juga perasaan inferioritas dipengaruhi oleh perasaan yang tidak
mudah cemas (Adler, 1927). aman dan juga kesendirian (Akdo, 2017).
Kesulitan DU dalam membuat keputusan sendiri Berdasarkan hasil intervensi yang telah dilakukan
membuat DU cenderung selalu mengikuti keinginan bahwa konseling adler dapat menurunkan inferioritas pada
orang tuanya termasuk untuk urusan bekerja. Untuk itu pasien skizofrenia sehingga mampu meningkatkan minat
DU mulai mencari jalan lain menuju superioritasnya sosial, memiliki sikap tanggung jawab, dan membantu
dengan kerap memunguti rongsokan dan menjualnya. DU dalam menemukan kreativitasnya. Hal ini sesuai
Namun DU malah mendapatkan kekerasan fisik akibat hasil penelitian yang dilakukan bahwa konseling adler
dari perilaku yang ia lakukan tersebut. Pandangan adler mampu memberikan peluang untuk mengintegrasikan
ketika individu mendapat pengalaman yang bersifat negatif kreativitas, koneksi sosial, tanggung jawab pribadi,
menjadikan individu tersebut semakin meningkatkan dan holism (Ziomek-Daigle & Land, 2016). Konseling
perasaan inferiornya (Akdogan et al., 2018). adler merupakan intervensi yang membantu memfasilitasi
Hasil intervensi yang dilakukan kepada DU membawa wawasan yang melibatkan pandangan yang salah tentang
banyak dampak positif dalam gaya hidup DU. Hal tersebut diri sendiri, orang lain, dan dunia yang mengacu pada

Prepared using psyj.cls


74 PROCEDIA : Studi Kasus dan Intervensi Psikologi 2021, Vol 9(2)

pengambilan keputusan sadar untuk merasakan dan Bowlby, J. (1973). Attachment and loss: Separation, anxiety and
bertindak secara berbeda. Konseling ini juga memiliki anger. Basic Books.
fungsi sebagai dasar yang aman bagi DU untuk menguji Bowlby, J. (1980). Attachment and loss, Vol. 3. Basic Books.
cara berpikir dan berperilaku baru (Miller & Taylor, 2016). Bowlby, J. (1984). Violence in the family as a disorder of
the attachment and caregiving systems. American Journal
and Psychoanalysis, 44, 9–27. http://dx.doi.org/10.1007/
Kesimpulan BF01255416
Çalıs¸ır, M. (2009). The relationship of adult attachment theory
Konseling adler mampu berperan dalam membantu
and affect regulation strategies to depression. Current
pasien skizofrenia untuk menemukan insight sehingga
Approaches in Psychiatry, 1, 240–255.
DU dapat menyadari tentang keyakinan yang salah
selama ini. Dengan menemukan insight, DU mampu Close, E. Richard. (2015). Adlerian counseling in a virtual world:
memahami dan menemukan gaya hidup yang seharusnya Some implications of internet practice for the development of
ia terapkan. Sesi konseling adler juga memberikan gemeinschaftsgefiihl. The Journal of Individual Psychology,
kesempatan kepada DU untuk belajar ulang mengenai 71 (2).https://doi.org/10.1353/jip.2015.0017
tatanan dirinya, sehingga DU seolah menjadi pribadi Carich, A. Peter. (2001). Use of Adlerian concept in healing
yang baru. Pemberian tugas jangka pendek dan jangka severe physcal and sexual abuse. The Journal of Individual
panjang diperuntukan membangun ulang kepercayaan DU Psychology, 57 (1).
terhadap kemampuan yang dimilikinya. Sehingga DU Delvecchio, G., Sugranyes, G., & Frangou, S. (2013). Evidence
bisa hidup berdampingan dengan masyarakat tanpa perlu of diagnostic specificity in the neural correlates of facial
merasa inferior. Kemampuannya dalam menemukan insigt, affect processing in bipolar disorder and schizophrenia:
membuat perubahan dalam minat sosialnya, dan juga A meta-analysis of functional imaging studies. Psycho-
belajar ulang menjadi pribadi yang baru mampu membawa logical Medicine, 43(3), 553–569. https://doi.org/10.1017/
DU dalam mengurangi perasaan inferioritasnya. S0033291712001432
Delvecchio, G., Sugranyes, G., & Frangou, S. (2013). Evidence
of diagnostic specificity in the neural correlates of facial
Referensi affect processing in bipolar disorder and schizophrenia:
A meta-analysis of functional imaging studies. Psycho-
Adler, A.(1927). Understanding human nature. Greenberg logical Medicine, 43(3), 553–569. https://doi.org/10.1017/
Adler, A. (1964). Superiority and social interest: A collection of S0033291712001432
later writings. Norton Ergüner-Tekinalp, B. (2017).The effectiveness of Adlerian-Based
Adler, A. (1979). Superiority and social interest: A collection of Encouragement Group Counseling with college students in
later writings. H. L. Ansbacher & R. R. Ansbacher (Eds. Turkey. 73(1), 54–69. https://doi.org/10.1353/jip.2017.0004
Norton. Farreny, A., Savill, M., & Priebe, S. (2018). Correspondence
Adler, A. (1998). What life could mean to you. C. Brett, Trans. between negative symptoms and potential sources of
Hazelden. secondary negative symptoms over time. European Archives
Adler, A., Paulin, T. & Kapusta, N. D. (2009). Etiology and of Psychiatry and Clinical Neuroscience, 268(6), 603–609.
therapy of neuroses. Journal of Individual Psychology, 65 https://doi.org/10.1007/s00406-017-0813-y
(2),103–109. Feist, Jess., Feist, J. Gregory., & Roberts, Ann, T. (2017). Teori
Akdo, R. (2017). A model proposal on the relationships between kepribadian. Edisi 8. Salemba Humanika
loneliness, insecure attachment, and inferioritas feelings. Gladding, T. Samuel. (2019). Konseling profesi yang menyeluruh.
111,19–24. https://doi.org/10.1016/j.paid.2017.01.048 PT. Indeks.
Akdogan, Ramazan., Merve Aydın, & Hazal Eken. (2018). Lieberman, A. F., & Van Horn, P. (2008). Psychotherapy with
Understanding the contribution of abnormal inferioritas infants and young children: Repairing the effects of stress
feelings on insecure attachment through gender and culture. and trauma on early attachment. Guilford Press.
The Journal of Individual Psychology, 74 (1), 96-116. https: Laird, T.G., & Shelton, A.J. (2006) From an Adlerian Perspective:
//doi.org/10.1353/jip.2018.0006 Birth Order dependency and binge drinking on histrorically
Akdo, R. (2017). A model proposal on the relationships between black University Campus. Journal of Individual Psychology,
loneliness , insecure attachment , and inferiority feelings. 62, 18-35.
111,19–24. https://doi.org/10.1016/j.paid.2017.01.048 McGurk, S. R., & Mueser, K. T. (2004). Cognitive functioning,
Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian. Edisi revisi. UMM Press symptoms, and work in supported employment: A review and
American Psychiatry Association. (2013). Diagnostic and heuristic model. Schizophrenia Research, 70(2–3), 147–173.
statistical manual of mental disorders. Fifth edition. https://doi.org/10.1016/j.schres.2004.01.009
American Psychiatry Association Miller, R., & Taylor, D. D. (2016). Does Adlerian theory stand
Ansbacher, H. L., & Ansbacher, R. R. (1964). The individual the test of time?. Examining Individual Psychology From
psychology of Alfred Adler: A systematic presentation in a Neuroscience Perspective, 5, 111–128. https://doi.org/10.
selections from his writings. Harper Perennial.

Prepared using psyj.cls


Harsari 75

1002/johc.12028 Watson, D., & Clark, L. A. (1984). Negative affectivity:


Mosak, H. H. (1989). Adlerian psychotherapy. In R. J. Corsini & The dispositionto experience aversive emotional states.
D. Wedding (Eds.), Current psychotherapies (pp. 65–118). Psychological Bulletin, 96, 465-490. https://pubmed.ncbi.
Peacock. nlm.nih.gov/6393179/
Mosak, H. H., & Maniacci, M.P. (1999). A primer of Adlerian Watson, D., & Tellegen, A. (1985). Toward a consensual structure
psychology. The analytic-behavioralcognitive psychology of of mood. Psychological Bulletin, 98, 219-235. https://doi.
Alfred Adler. Brunner-Routledge. org/10.1037/0033-2909.98.2.219
Miller, R., & Dillman Taylor, D. (2016). Does Adlerian theory Watts, E. Richard. (2017). Adlerian and constructivist therapies:
stand the test of time?: Examining individual psychology A Neo-Adlerian perspective. The Journal of Individual
from a neuroscience perspective. Journal of Humanistic Psychology, 73(2), 139-155 https://doi.org/10.1353/jip.2017.
Counseling, 55(2), 111–128. https://doi.org/10.1002/johc. 0012
12028 Watts, R. E. (2003). Adlerian Therapy as a relational construc-
Safitri, A., Niko, P. F., M.Si, S., Fitriyana, N., Erawan, H., & tivist Approach. The Family Journal, 11(2), 139–147. https:
Baidarus, D. (2018). Psikoedukasi eeks mengenai LGBT //doi.org/10.1177/1066480702250169
di SMA Muhammadiyah 1 Pekanbaru. Jurnal Pengabdian Wilder-Willis, K. E., Shear, P. K., Steffen, J. J., & Borkin,
untukmu Negeri, 2(2), 129–133. https://doi.org/10.37859/ J. (2002). The relationship between cognitive dysfunc-
jpumri.v2i2.861 tion and coping abilities in schizophrenia. Schizophrenia
Sadock, B. J. (2015). Synopsis of Psychiatric (ed. 11 th). Walters Research, 55(3), 259–267. https://doi.org/10.1016/S0920-
Kluwer 9964(01)00211-0
Schuldberg, D., (2001). Six subclinical spectrum traits in normal Wingett, W., & Milliren, A. (2008). Psychoeducational E5 groups
creativity. Creativity Research Journal, 13(1), 5-16. https: for use in schools. Journal of Individual Psychology, 64(4),
//doi.org/10.1207/S15326934CRJ1301 2 494–505. https://doi.org/10.7220/2345-024X.14.2
Spielberger, C. D. (1972). Current trends in theory and research Zhu, X., Li, R., Kang, G., Kang, Q., Rao, W., Yang, M., . . .
on anxiety. In C. D. Spielberger (Ed.). Anxiety: Current Yu, Q. (2019). CACNA1C Polymorphism (rs2283291) Is
trends in theory and research, 1, 3–19. NewYork: Academic Associated with Schizophrenia in Chinese Males: A case-
Press. control study. Disease Markers. https://doi.org/10.1155/
Tekinalp, E. B. (2017). The effectiveness of Adlerian-Based 2019/8062397
Encouragement Group Counseling with college students in Ziomek-Daigle, J., & Land, C. (2016). Adlerian-Based Inter-
Turkey. The Journal of Individual Psychology, 73(1), 54-69. ventions to Reduce Bullying and Interpersonal Violence in
https://doi.org/10.1353/jip.2017.0004 School Settings. Journal of Creativity in Mental Health,
11(3–4), 298–310. https://doi.org/10.1080/15401383.2016.
1217182

Prepared using psyj.cls

Anda mungkin juga menyukai