Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan standar proses pembelajaran sebagaimana tercantum dalam
Permendikbud No. 65 tahun 2013, proses pembelajaran PAI dan Budi Pekerti
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran
PAI dan Budi Pekerti dirancang agar dapat mengaktifkan peserta didik,
mengembangkan kreativitas sehingga proses pembelajaran efektif dalam suasana
menyenangkan, serta guru mampu melakukan inovasi pembelajaran dan
mendorong peserta didik untuk berinovatif dalam pembelajaran.
Pembelajaran aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru
PAI dan Budi Pekerti harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga
peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam
membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran
ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif, maka pembelajaran
tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari peserta didik sangat
penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu
menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Aktif di sini
dimaksudkan aktif secara fisik maupun mental, artinya aktif dalam
mengemukakan penalaran (alasan), menemukan kaitan yang satu dengan yang
lain, mengkomunikasikan ide/gagasan, mengemukakan bentuk representasi yang
tepat, dan menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran kreatif dimaksudkan agar guru PAI dan Budi Pekerti
menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat
kemampuan peserta didik, juga peserta didik dapat menjadi kreatif dalam proses
pembelajarannya. Artinya peserta didik kreatif dalam memahami masalah,
menemukan ide yang terkait, mempresentasikan dalam bentuk lain yang lebih
mudah diterima, dan menemukan gagasan baru untuk memecahkan masalah.
Konsep merencanakan pemecahan masalah adalah alur pemecahan pada
memikirkan macam-macam strategi yang mungkin dapat digunakan untuk
memecahkan masalah, memilih strategi atau gabungan strategi yang paling efektif
dan efisien, dan merancang tahap-tahap eksekusi.
Pembelajaran menyenangkan adalah suatu pembelajaran yang mempunyai
suasana yang menyenangkan sehingga peserta didik memusatkan perhatiannya
secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”)
tinggi. Dalam hal ini guru PAI dan Budi Pekerti dapat memanfaatkan berbagai
media pembelajaran (audio, visual, maupun audiovisual) sebagai alat untuk
mengkondisikan peserta didik agar dapat memusatkan perhatiannya pada materi
yang sedang dipelajari.
Pembelajaran inovatif yakni pembelajaran yang mempunyai sesuatu yang
baru, unik dan menarik yang dilakukan guru dan/atau peserta didik untuk
mengkespresikan proses belajar. Oleh karena itu guru PAI dan Budi Pekerti
hendaknya mencoba ide baru, meninggalkan kebiasaan yang selama ini dilakukan
dalam pembelajaran dengan cara menerapkan berbagai teknik pembelajaran, dan
menyediakan forum untuk refleksi tentang pembelajaran.
Guru PAI dan Budi Pekerti berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan
mencipatakan suasana sebagai guru yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan juga
menyenangkan. Guru aktif memantau kegiatan belajar peserta didik, memberi
umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, mempertanyakan gagasan
peserta didik. Jika kondisi ini terjadi, maka peserta didik akan bisa menjadi aktif,
artinya peserta didik dapat secara aktif membangun konsep, bertanya, bekerja,
terlibat, dan berpartisipasi, menemukan dan memecahkan masalah,
mengemukakan gagasan dan mempertanyakan gagasan.
Di samping itu, guru PAI dan Budi Pekerti harus kreatif, artinya
mengembangkan kegiatan yang menarik dan beragam, membuat alat bantu
belajar, memanfaatkan lingkungan, mengelola kelas dan sumber belajar untuk
mencapai hasil belajar yang diinginkan. Guru harus mengembangkan suatu
proses pembelajaran yang efektif, yaitu pembelajaran yang dilakukan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu terapainya kompetensi peserta didik.
Pembelajaran menyenangkan adalah kegiatan menarik, menantang dan
meningkatkan motivasi peserta didik, mendapatkan pengalaman secara langsung,
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, tidak membuat
peserta didik takut. Peserta didik senang belajar berarti mengkondisikan peserta
didik untuk berani mencoba/berbuat, berani bertanya, berani mengemukakan
pendapat/gagasan, berani mempertanyakan gagasan orang lain, sebagaimana
empat pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO yaitu pembelajaran harus
berorientasi pada “learning to know, learning to do, learning to be dan learning
to live together”.
Efektifitas pembelajaran kurikulum 2013 dicapai melalui 3 tahapan, yakni
pertama, efektifitas interaksi yang tercipta dengan adanya harmonisasi iklim
kegiatan belajar dan pembelajaran di dalam kelas serta dan lingkungan sekolah.
Kedua, efektifitas pemahaman yang dapat tercapai tercapai melalui pengalaman
personal peserta didik melalui mengamati (menyimak, melihat, membaca,
mendengar), menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan. Oleh karena itulah penilaian proses dan hasil diperlukan
untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Ketiga, efektifitas
penyerapan yang dapat dicapai melalui kesinambungan pembelajaran secara
horisontal dan vertikal. Kesinambungan pembelajaran secara horizontal bermakna
adanya kesimbungan mata pelajaran dari kelas I sampai dengan kelas VI pada
tingkat SD, kelas VII sampai dengan IX pada tingkat SMP dan kelas X sampai
dengan kelas XII pada tingkat SMA/SMK. Selanjutnya kesinambungan
pembelajaran vertikal bermakna adanya kesinambungan antara mata pelajaran
pada tingkat SD, SMP, sampai dengan SMA/SMK.

B. Tujuan dan Sasaran


1. Tujuan
Tujuan penyusunan pedoman ini adalah:
a. Menjadi acuan bagi para guru PAI dan Budi Pekerti jenjang dalam
merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran berdasarkan
metode dan teknik pembelajaran yang sesuai.
b. Meningkatkan kemampuan guru PAI dan Budi Pekerti dalam
merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran berdasarkan
metode dan teknik pembelajaran yang sesuai.
c. Meningkatkan kualitas pembelajaran PAI dan Budi Pekerti di sekolah
sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas.
2. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai pada mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti
adalah untuk memenuhi kebutuhan guru dalam upaya menciptakan
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan. Pembelajaran
yang dimaksud, mencakup variasi metode dan teknik pembelajaran yang
dapat mengembangkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai
dengan strategi implementasi kurikulum 2013 dengan menggunakan
pendekatan saintifik dan penilaian otentik.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup panduan ini meliputi:
1. Desain Dasar Pembelajaran dan Pendidikan PAI dan Budi Pekerti.
2. Model dan Strategi Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti.
3. Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran PAI dan Budi
Pekerti.
4. Perubahan Peran Guru dalam Kurikulum 2013
5. Penutup.
BAB II
DISAIN DASAR PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI

A. Disain Dasar Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti


1. Pengembangan Standar Proses
Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran PAI
dan Budi Pekerti pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi
Lulusan. Standar Proses dikembangkan dengan mengacu pada Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang telah ditetapkan sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan keterampilan serta membentuk sikap, dan
kepribadian peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti dilaksanakan melalui mata pelajaran pada semua
jenjang pendidikan, yang pengamalannya dapat dikembangkan dalam berbagai
kegiatan baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler.
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang
berlandaskan pada aqidah yang berisi tentang keesaan Allah Swt sebagai sumber
utama nilai-nilai kehidupan bagi manusia dan alam semesta. Sumber lainnya
adalah akhlak yang merupakan manifestasi dari aqidah, yang sekaligus merupakan
landasan pengembangan nilai-nilai karakter bangsa Indonesia. Dengan demikian,
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang ditujukan
untuk dapat menyerasikan, menyelaraskan dan mengimbangkan antara iman,
Islam, dan ihsan yang diwujudkan dalam:
1. Hubungan manusia dengan Allah Swt.
Membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt
serta berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
2. Hubungan manusia dengan diri sendiri
Menghargai, menghormati dan mengembangkan potensi diri yang
berlandaskan pada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.
3. Hubungan manusia dengan sesama
Menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama
serta menumbuhkembangkan akhlak mulia dan budi pekerti luhur.
4. Hubungan manusia dengan lingkungan alam.
Penyesuaian mental keislaman terhadap lingkungan fisik dan sosial.
Agar efektifitas pembelajaran PAI dan Budi Pekerti tercapai sesuai dengan
standar proses yang ditetapkan, maka pembelajaran PAI dan Budi Pekerti
berdasarkan kurikulum 2013 dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajarmenjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar;
3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6. daripembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills);
9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan(ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani);
11. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas.
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
14. Pengakuan atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta didik.

2. Karakteristik Mata Pelajaran PAI dan Budi Pekerti


Karakteristik pembelajaran PAI dan Budi Pekerti pada setiap satuan
pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar
Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran
pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual
tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat
kompetensi dan ruang lingkup materi.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran PAI dan
Budi Pekerti mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah
kompetensi tersebut dikuasai peserta didik melalui aktivitas pembelajaran yang
berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan mencipta.
Untuk memperkuat aktivitas pendekatan ilmiah (saintifik), dan tematik
internal (dalam suatu mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti) perlu diterapkan
pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).
Untuk mendorong kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual,
baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan
pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya (project based learning), dan
berbasis pemecahan masalah (problem based learning).
Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.

Sikap Pengetahuan Keterampilan


Menerima Mengingat Mengamati
Sikap Pengetahuan Keterampilan
Menjalankan Memahami Menanya
Menghargai Menerapkan Mencoba
Menghayati Menganalisis Menalar
Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji
Mencipta

Karakteristik mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti adalah:


1. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan mata pelajaran yang
dikembangkan dari materi pokok pendidikan agama Islam (al-Qur’an dan
Hadis, aqidah, akhlak, fiqih dan sejarah peradaban Islam).
2. Ditinjau dari segi muatan pendidikannya, PAI dan Budi Pekerti merupakan
mata pelajaran pokok yang menjadi satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dengan mata pelajaran lain yang bertujuan untuk pengembangan
moral dan kepribadian peserta didik. Maka, semua mata pelajaran yang
memiliki tujuan tersebut harus seiring dan sejalan dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti.
3. Diberikannya mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti bertujuan untuk
terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.,
berbudi pekerti yang luhur (berakhlak yang mulia), dan memiliki pengetahuan
yang cukup tentang Islam, terutama sumber ajaran dan sendi-sendi Islam
lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk mempelajari berbagai bidang
ilmu atau mata pelajaran tanpa harus terbawa oleh pengaruh-pengaruh negatif
yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu dan mata pelajaran tersebut.
4. PAI dan Budi Pekerti adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan
peserta didik dapat menguasai berbagai kajian keislaman, tetapi PAI lebih
menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian keislaman
tersebut sekaligus dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di
tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, PAI dan Budi Pekerti tidak
hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi yang lebih penting adalah
pada aspek afektif dan psikomotornya.
5. Secara umum mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti didasarkan pada ketentuan-
ketentuan yang ada pada dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan
Hadis Nabi Muhammad saw., juga melalui metode ijtihad (dalil aqli), para
ulama dapat mengembangkannya dengan lebih rinci dan mendetail dalam
kajian fiqih dan hasil-hasil ijtihad lainnya.
6. Tujuan akhir dari mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti adalah terbentuknya
peserta didik yang memiliki akhlak yang mulia (budi pekerti yang luhur), yang
merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad saw di dunia. Hal ini tidak
berarti bahwa pendidikan Islam tidak memerhatikan pendidikan jasmani, akal,
ilmu, ataupun segi-segi praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah bahwa
pendidikan Islam memerhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-
segi lainnya.

3. Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan
pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan
penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan
skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan
pembelajaran yang digunakan.
a. Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:
1. Identitas mata pelajaran
2. Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
3. Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi
dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran;
4. kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran;
5. materi pokok;
6. pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
7. penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
8. alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum
untuk satu semester atau satu tahun; dan
9. sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar
atau sumber belajar lain yang relevan.
Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan
Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola
pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan
dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar. Setiap
pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
pesertadidik. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun berdasarkan KD atau
subtema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.
Komponen RPP terdiri atas:
1) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan
2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
3) kelas/semester;
4) materi pokok;
5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan
beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
6) kompetensi inti;
7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
9) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompetensi;
10) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
11) media, alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran;
12) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar lain yang relevan;
13) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti,
dan penutup; dan
14) penilaian hasil pembelajaran.

b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi
kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.
1) Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran;
b) memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai
manfaatdan aplikasi
c) materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan
perbandingan lokal, nasional dan internasional;
d) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
e) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; dan
f) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
silabus.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran,
media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik
dan/atau saintifik dan/atau inkuiridan penyingkapan (discovery) dan/atau
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project
based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang
pendidikan.
a) Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih
adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran
berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik
untuk melakuan aktivitas tersebut.
b) Pengetahuan
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteritik
aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan
kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk
memperkuat pendekatan saintifik, dan tematik sangat disarankan untuk
menerapkan belajar berbasis penyingkapan penelitian (discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif
dan kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya
berbasis pemecahan masalah (project based learning).
c) Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan subtopik)
mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong
peserta didik untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan.
Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran
yang menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya
berbasis pemecahan masalah (project based learning).

3) Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara individual
maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
a) seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh
untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun
tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;
b) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c) melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik
tugas individual maupun kelompok; dan
d) menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.

c. Penilaian
Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik
(authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil
belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan
menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik atau bahkan
mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak
pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran.
Dalam PAI, penilaian yang dilakukan adalah penilaian proses dan outcome
yang dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja
(performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian
proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta
didik (portofolio), dan penilaian diri.

B. Disain Dasar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti


1. Kegiatan Intrakurikuler Pendidikan Agama Islam dan Budi pekerti
Kegiatan Intrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan oleh sekolah yang
sudah teratur, jelas. dan terjadwal dengan sistematik yang merupakan program
utama dalam proses mendidik peserta didik. Jumlah jam mengajar Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

2. Kegiatan Kokurikuler Pendidikan Agama Islam dan Budi pekerti


Kegiatan Kokurikuler adalah kegiatan yang sangat erat sekali dan
menunjang serta membantu kegiatan intrakurikuler biasanya dilaksanakan diluar
jadwal intrakurikuler dengan maksud agar peserta didik lebih memahami dan
memperdalam materi yang ada di intrakurikuler, biasanya kegiatan ini berupa
penugasan atau pekerjaan rumah ataupun tindakan lainnya yang berhubungan
dengan materi intrakurikuler yang harus diselesaikan oleh peserta didik.
Dalam melaksanakan kegiatan kokurikuler, adal hal-hal yang harus
diperhatikan, diantaranya:
1. Dalam memberikan tugas kokurikuler hendaknya jelas dan sesuai dengan
pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang sedang diajarkan.
2. Dalam memberikan tugas kokurikuler seorang guru hendaknya tahu
mengenai tingkat kesulitannya bagi peserta didik sehingga tugas yang
diberikan kepada peserta didik itu sesuai dengan kemampuannya dan tidak
memberatkan baik pada fisiknya maupun psikisnya.
3. Dalam penilaian tugas kokurikuler, hendaknya jelas dan adil sesuai dengan
hasil masing-masing kemampuan peserta didiknya.
4. Dalam fungsi memberikan tugas kokurikuler, hendaknya selain untuk
memperdalam pengetahuan peserta didik, guru juga hendaknya dengan tugas
kokurikuler ini bisa membantu dalam penentuan nilai raport.

3. Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti


Istilah ekstrakurikuler secara etimologi terdiri dari “ekstra” dan
“kurikuler”. Ekstra artinya tambahan diluar yang seharusnya dikerjakan.
Sedangkan kurikuler berkaitan dengan kurikulum, yaitu perangkat mata pelajaran
yang diajarkan pada suatu lembaga tertentu. Akan tetapi mengingat pengertian
kurikulum mengalami banyak perkembangan, maka kurikulum tidak lagi hanya
sekedar jumlah mata pelajaran yang harus dilalui melainkan program yang
disiapkan suatu lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan tertentu. Program itu
berisi rumusan rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, dan
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuanpendidikan tertentu.
Pendidikan di sekolah secara umum menyelenggarakan 2 kegiatan, yaitu
kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler adalah
kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran yang sudah terstruktur dan terjadwal.
Sedangkan pendidikan melalui mata pelajaran yang terstruktur dan terjadwal
sesuaidengan standar isi, termasuk kegiatan intrakurikuler. Adapun kegiatan
ekstrakurikuler PAI di sekolah adalah kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam yang dilakukan diluar jam pelajaran intrakurikuler, yang dilaksanakan
disekolah atau diluar sekolah untuk lebih memperluas pengetahuan, wawasan,
kemampuan, meningkatkan dan menerapkan nilai pengetahuan dan kemampuan
yang telah dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler yang dituangkan dalam standar
kompetensi kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia. Pengertian
ekstrakurikuler yang terdapat pada Peraturan Menteri Agama Nomor 16 tahun
2010 bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah upaya pemantapan dan pengayaan
nilai-nilai dan norma serta pengembangan kepribadian, bakat dan minat peserta
didik pendidikan agama yang dilaksanakan di luar jam intrakurikuler dalam
bentuk tatap muka atau non tatap muka.
BAB III
MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN PAI DAN BUDI PEKERTI

A. Model Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti

Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai


pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami juga sebagai suatu
tipe atau desain serta suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja.
Model pembelajaran PAI dan Budi Pekerti adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para pengajar dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran PAI dan Budi
Pekerti. Pada dasarnya model pembelajaran PAI dan Budi Pekerti merupakan
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru PAI dan Budi Pekerti. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan rangkaian kesatuan yang utuh antara
pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut,
kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga
istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan
pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain
pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem
lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika
dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai
kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah
gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan
kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan
cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang
diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria
penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah
ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu:
1. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau penggemarnya
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan itu dapat tercapai.

Fungsi model pembelajaran PAI adalah sebagai pedoman filosofis


perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Pemilihan model sangat dipengaruhi
oleh sifat dari materi yang akan disampaikan, tujuan (kompetensi) yang akan
dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.

B. Klasifikasi Model Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti

Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin


Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:
(1) model pemrosesan informasi; (2) model personal; (3) model interaksi sosial;
dan (4) model system perilaku dalam pembelajaran. Kendati demikian, seringkali
penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi
pembelajaran. Keempat model tersebut adalah:
1. Model Pemrosesan Informasi (Information Processing Models) adalah model
pembelajaran yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon
yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data,
memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan
masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. Model ini
potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan yang berdimensi
personal dan social disamping yang berdimensi intelektual.
Rumpun Model Pemrosesan Informasi.
No Model Tokoh Tujuan
1. Model Hilda TabaDirancang untuk pengembangan
Berfikir proses mental induktif dan penalaran
Induktif akademik/pembentukan teori
2. Model Richard Pemecahan masalah social, terutama
Latihan Suchman melalui penemuan social dan
Inkuiri penalaran logis
3. Inkuiri Ilmiah Joseph.J. Dirancang untuk mengajar system
Schwab penelitian dari suatu disiplin, tetapi
juga diharapkan untuk mempunyai
efek dalam kawasan-kawasan lain
(metode-metode social mungkin
diajarkan dalam upaya meningkatkan
pemahaman social dan pemecahan
masalah social.
4. Penemuan Jerome Dirancang terutama untuk
Konsep Bruner mengembangkan penalaran induktif,
juga untuk perkembangan dan
analisis konsep
5. Pertumbuhan Jean Piaget, Dirancang untuk memengaruhi
Kognitif Irving Sigel, peserta didik agar menemukan nilai-
Edmund nilai pribadi dan social. Perilaku dan
Sullvan, nilai-nilainya diharapkan anak
Lawrence menjadi sumber bagi penemuan
Kohlberg berikutnya.
6. Model Penata David Dirancang untuk meningkatkan
Lanjutan Ausubel efisiensi kemampuan pemrosesan
informasi untuk menyerap dan
mengaitkan bidang-bidang
pengetahuan.
7. Memori Harry Dirancang untuk meningkatkan
Lorayne, kemampuan mengingat.
Jerry Lucas
2. Model Personal (Personal Model) adalah model pembelajaran yang
menekankan kepada proses mengembangkan kepribadian individu peserta
didik dengan memperhatikan kehidupan emosional. Model ini memusatkan
perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakan
kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin sadar diri
dan bertanggungjawab atas tujuannya.
Rumpun Model Personal.
No. Model Tokoh Tujuan
1. Pengajaran Carl Rogers Penekanan pada pembentukan
non Direktif kemampuan untuk perkembangan
pribadi dalam arti kesadaran diri,
pemahaman diri, kemandirian, dan
konsep diri.
2. Latihan Fritz Perls Meningkatkan kemampuan
Kesadaran Willian seseorang untuk eksplorasi diri dan
Schultz kesadaran diri. Banyak menekankan
pada perkembangan kesadaran dan
pemahaman antarpribadi.
3. Sinektik William Perkembangan pribadi dalam
Gordon kreativitas dan pemecahan masalah
kreatif.
4. Sistem- David Hunt Dirancang untuk meningkatkan
sistem kekomplekan dan keluwesan
Konseptual pribadi.
5. Pertemuan William Perkembangan pemahaman diri dan
Kelas Glasser tanggung jawab kepada diri sendiri
dan kelompok social.

3. Model Interaksi Sosial (Social Interaction Model) adalah model


pembelajaran yang menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan
peserta didik agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain
sebagai usaha membangun sikap peserta didik yang demokratis dengan
menghargai setiap perbedaan dalam realitas social. Dengan menerapkan
model social, pembelajaran diarahkan pada upaya melibatkan peserta didik
dalam menghayati, mengkaji, menerapkan dan menerima peran dan fungsi
sosial.
4. Rumpun Model Interaksi Sosial
No. Model Tokoh Tujuan
1. Penentuan Herbert Telen, Perkembangan keterampilan
Kelompok John Dewey untuk partisipasi dalam proses
social demokratis melalui
penekanan yang dikombinasikan
pada keterampilan-keterampilan
antar-pribadi (kelompok) dan
keterampilan-keterampilan
penentuan akademik. Aspek
perkembangan pribadi
merupakan hal yang penting
dalam model ini.
2. Inkuiri Sosial Byron Pemecahan masalah social,
Massialas, terutama melalui penemuan
Benjamin Cox social dan penalaran logis.
3. Metode Bethel Maine Perkembangan keterampilan
Laboratori (National antarpribadi dan kelompok
Teaching melalui kesadaran dan keluwesan
Library) pribadi.
4. Jurisprudensial Donald Oliver, Dirancang terutama untuk
James P. mengajarkan kerangka acuan
Shaver yurisprudensial sebagai cara
berpikir dan menyelesaikan isu-
isu social.
5. Bermain Peran Fainnie Shatel, Dirancang untuk mempengaruhi
George Fhatel peserta didik agar menemukan
nilai-nilai pribadi dan social.
Perilaku dan nilai-nilainya
diharapkan anak menjadi sumber
bagi penemuan berikutnya.
6. Simulasi sosial Sarene Dirancang untuk membantu
Bookock, peserta didik mengalami
Harold bermacam-macam proses dan
Guetzkov kenyataan social, dan untuk
menguji reaksi mereka, serta
untuk memperoleh konsep
keterampilan pembuatan
keputusan.

5. Model Sistem Perilaku dalam Pembelajaran (Behavioral Model of Teaching)


adalah model pembelajaran yang dibangun atas dasar kerangka teori
perubahan perilaku. Dengan teori ini peserta didik dibimbing untuk dapat
memecahkan masalah belajar melalui penguraian perilaku ke dalam jumlah
yang kecil dan berurutan.
Rumpun Model Sistem Perilaku dalam Pembelajaran
No. Model Tokoh Tujuan
1. Manajemen B.F.Skinner Fakta-fakta, konsep, keterampilan
Kontingensi
2. Kontrol Diri B.F.Skinner Perilaku/keterampilan social
3. Relaksasi Rimm, Tujuan-tujuan pribadi
(santai) Masters (mengurangi ketegangan dan
Wolpe kecemasan)
4. Pengurangan Rimm, Mengalihkan kesantaian kepada
Ketegangan Masters kecemasan dalam situasi social
Wolpe
5. Latihan Asertif Wolpe, Ekspresi perasaan secara langsung
Desensitasi Lazarus, dan spontan dalam situasi social
Salter
6. Latihan Gagne, Smith Pola-pola perilaku, keterampilan
Langsung & Smith

C. Strategi Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti


Beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti diantaranya:
1. Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Direct Instruction diartikan dengan Instruksi Langsung dikenal juga
dengan active learning atau ada juga yang menamakan whole-class teaching. Hal
ini mengacu pada gaya mengajar guru yang mengusung isi pelajaran kepada
peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada mereka.
Karena strategi ini masih merupakan rentetan dari strategi pembelajaran
behavioral, maka sasaran yang dilakukan oleh guru adalah pencapaian tingkah
laku yang lebih positif dan lebih baik dari sebelumnya, kepada seluruh peserta
didik Dalam strategi ini juga, guru menjelaskan mengenai suatu konsep baru
kepada peserta didik. Pembelajarannya ditekankan pada aspek modelling,
reinforcement (penguatan), feedback (respon balik), successive approximation
(perkiraan suksesif), yang pada akhirnya tercipta tingkah laku peserta didik yang
lebih positif.
Oleh karena strategi ini diterapkan pada materi-materi yang membutuhkan
latihan, meskipun demikian strategi ini mempunyai track record empiris yang
cukup solid.
Untuk pembelajaran PAI dan Budi Pekerti misalnya, guru dapat melaksanakan
strategi ini pada materi memahami surah dalam al-Qur’an dan materi praktik
bersuci atau salat.
1. Prinsip
Prinsip-prinsip rancangan dalam strategi Direct Instruction ini adalah :
a. Konseptualisasi performa pembelajaran ke dalam tujuan-tujuan dan tugas-
tugas;
b. Menguraikan tugas-tugas tersebut ke dalam komponen-komponen yang
lebih kecil;
c. Mengembangkan aktivitas-aktivitas latihan;
d. Memastikan adanya penguasaan;
e. Menyusun seluruh situasi pembelajaran ke dalam rangkaian-rangkaian yang
memastikan adanya transfer antara satu komponen dengan komponen yang
lain;
f. Terpenuhinya prasyarat pembelajaran sebelum menapaki pembelajaran
berikutnya.

2. Keunggulan
Keunggulan dari strategi direct instruction ini adalah :
a. Fokus terhadap pencapaian akademik peserta didik;
b. Arahan dan kontrol guru sangat dominan;
c. Harapan yang tinggi untuk peserta didik;
d. Sistem manajemen waktu sangat ketat sehingga dalam jangka waktu
tertentu pencapaian kemampuan akademik peserta didik dapat terpenuhi.
Dari keunggulan-keunggulan yang dipaparkan di atas, dapat ditarik satu
kesimpulan bahwa strategi ini dirancang sedemikian rupa untuk membuat sebuah
lingkungan pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian prestasi akademik
dan mengharuskan peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran
dan pada saat melaksanakan tugas-tugasnya.
Dalam bagian sebelumnya, telah dipaparkan, bahwa strategi Direct
Instruction ini adalah strategi pembelajaran yang terdiri dari; penjelasan guru
mengenai konsep baru, menguji pemahaman peserta didik di bawah bimbingan
guru, dan mendorong mereka untuk terus melaksakan Praktik. Adapun
pelaksanaan dari strategi ini terbagai menjadi tiga tahap yaitu :
1) Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan strategi ini, guru membuat ‘kontrak belajar’ yang
berisi :
a) Menentukan materi pelajaran;
b) Melakukan peninjauan terhadap materi sebelumnya dan mengaitkan
dengan materi yang akan datang (appersepsi);
c) Menentukan tujuan pelajaran
d) Menentukan prosedur pengajaran diantaranya adalah
 arahan yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan;
 penjelasan tentang aktivitas yang harus dilakukan dan dijalani selama
proses pembelajaran;
 Membuat rekapitulasi hasil pelajaran (daftar nilai).
2) Tahap Pelaksanaan
a) Presentasi yang dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut :
(1) Menyajikan materi dengan singkat, padat dan memikat;
(2) Menyediakan beragam contoh tentang keterampilan baru;
(3) Memberi gambaran mengenai tugas pembelajaran;
(4) Menghindari digresi, tetap dan konsisten dalam satu topik;
(5) Menjelaskan poin yang sulit.
b) Praktik yang terstruktur
(1) Guru menuntun peserta didik dengan cara memberi contoh
(2) Peserta didik merespons;
(3) Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat
paraktek yang benar.
c) Praktik di bawah bimbingan guru
(1) Peserta didik melakukan Praktik lagi di bawah bimbingan guru
(2) Guru menyuruh peserta didik melakukan Praktik secara bergiliran.
d) Diskusi
Guru menguji pemahaman peserta didik tentang skill yang baru diajarkan
dengan cara menanyakan pertanyaan yang efektif kepada mereka, dengan
cara:
(1) Mengajukan pertanyaan yang konvergen yaitu pertanyaan yang
mengarah pada satu jawaban;
(2) Memastikan bahwa seluruh peserta didik memiliki kesempatan untuk
merespons;
(3) Mengajukan pertanyaan pada mereka selama beberapa waktu;
e) Menghindari pertanyaan yang tidak berhubungan dengan akademik. Guru
memberi respons balik
Dalam memberikan respons balik, hendaknya seorang guru menjadi guru
yang efektif dengan kriteria :
(1) Apabila jawaban peserta didik salah, guru tidak menghakimi;
(2) Tanggap terhadap peserta didik;
(3) Guru menjelaskan dengan objektif apabila peserta didik mempunyai
nilai baik.
3) Tahap Akhir
Tahap akhir dari rangkaian strategi Direct Instruction ini adalah dengan
melaksanakan praktik mandiri, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Peserta didik melakukan Praktik secara mandiri di kelas atau di rumah
b) Guru menunda memberikan respons terhadap peserta didik apabila mereka
belum menyelesaikan seluruh rangkaian materi pelajaran.
c) Praktik mandiri dilakukan beberapa kali, dalam jangka waktu yang lama.
Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa hal yang merupakan stressing dari
strategi pembelajaran Direct Instruction ini, yaitu:
a) Dengan strategi ini, peserta didik menghabiskan 50-70% waktu untuk
mengeksplorasi kemampuannya seorang diri, oleh karena itu guru harus
dapat mengarahkan dan membimbing secara produktif, sehingga mereka
menjadi aktif. Cara yang dapat ditempuh oleh guru dalam mengarahkan
mereka adalah dengan persiapan yang matang dan penyajian yang optimal.
b) Inti dari strategi ini adalah aktivitas Praktik peserta didik.
Tingkat Praktik yang dimaksud adalah
(b) Memperkenalkan skill baru, dengan cara:
(1) Membuat pengelompokan
(2) Peserta didik melaksanakan Praktik
(3) Peserta didik melaksanakan Praktik mandiri
(4) Peserta didik menguasai dengan kesalahan yang minimal.
(c) Penggunaan waktu yang optimal, karena panjang pendeknya sesi
berdasarkan pada satu asumsi; semakin sering seseorang untuk
memPraktikan sebuah skill, semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk melupakannya. Sebaliknya semakin jarang seseorang untuk
memPraktikan sebuah skill, semakin sedikit waktu yang dibutuhkan
untuk melupakannya.
(d) Kebutuhan akan pemantauan skill peserta didik
(1) Peserta didik sangat membutuhkan respons balik dari guru yang
sifatnya korektif untuk mencegah prosedur yang tidak benar
(2) Mendorong peserta didik untuk mencapai tingkat prestasi
akademik antara 85-90%.
(3) Mereview pelajaran secara berkala
(4) Peserta didik tidak dibiarkan untuk tidak mengulang-ulang
skillnya, langkah ini merupakan antisipasi supaya mereka tidak
melupakannya.
2. Strategi Pembelajaran Interaktif: Kooperatif
Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil peserta didik yang
bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesakan
suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama
lainnya. Bukanlah cooperative learning jika peserta didik duduk bersama dalam
kelompok-kelompok kecil dan mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk
menyelesaikan pekerjaan seluruh kelompok. Cooperative learning menekankan
pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah
tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam cooperative learning agar
lebih menjamin para peserta didik bekerja secara kooperatif, hal tersebut meliputi:
pertama para peserta didik yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa
bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama
yang harus dicapai. Kedua para peserta didik yang tergabung dalam sebuah
kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah
kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung
jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu. Ketiga untuk mencapai hasil
yang maksimum, para peserta didik yang tergabung dalam kelompok itu harus
berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar
kelompok yangn terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima
unsur pokok, yaitu saling ketergantungan positis, tanggung jawab individual,
interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
1. Ciri-ciri pembelajaran Kooperatif
a. Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi,


sedang, dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
2. Tujuan pembelajaran kooperatif
a. Hasil belajar akademik
b. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja peserta
didik dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa
strategi ini unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep yang
sulit.
c. Penerimaan terhadap perbedaan individu
d. Efek penting yang kedua adalah penerimaan yang luas terhadap orang
yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan
ketidakmampuan.
e. Pengembangan keterampilan sosial
f. Model pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada peserta
didik keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
3. Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif:
a. Prinsip ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas
sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota
kelompoknya.
b. Tanggung jawab perseorangan
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Karena
keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap
anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan
tugasnya.
c. Interaksi tatap muka
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas
kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan
informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan
memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok
untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan
kelebihan masing-masing anggota dan mengisi kekurangan masing-
masing.
d. Partisipasi dan komunikasi
Pembelajaran kooperatif melatih peserta didik untuk dapat mampu
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting
sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh karena
itu, sebelum melakukan pembelajaran, guru perlu membekali peserta
didik dengan kemampuan berkomunikasi.
4. Prosedur Pembelajaran Koperatif
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap,
yaitu :
a. Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok
materi pelajaran sebelum peserta didik belajar dalam kelompok. Tujuan
utama dalam tahapan ini dalah pemahaman peserta didik terhadap pokok
materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum
tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya peserta
didik akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok.
b. Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi
pelajaran, selanjutnya peserta didik diminta untuk belajar pada
kelompoknya masing-masning yang telah dibentuk sebelumnya.
c. Penilaian
Penilain dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau
kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara
kelompok
d. Pengakuan Tim
Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau
tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau
hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan
dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi (Wina Sanjaya: 2008).

3. Strategi Pembelajaran Interaktif: Kontekstual


Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Untuk memperkuat pengalaman belajar peserta didik diperlukan
pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri, dan bahkan sekedar sebagai
pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang
disampaikan guru. Oleh karena itu melalui pendekatan CTL, mengajar bukan
transformasi pengetahuan dari guru kepada sisawa dengan menghafal sejumlah
konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih
ditekankan pada upaya memfasilitasi peserta didik untuk mencari kemampuan
untuk bisa hidup dari apa yang dipelajarinya.
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar di mana guru
menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong peserta didik membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, sementara peserta didik memperoleh pengetahuan
dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses
mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
a. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
1) Melakukan hubungan yang bermakna.
Peserta didik dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara
aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat
bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar
sambil berbuat.
2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan.
Peserta didik membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai
konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan
sebagai anggota masyarakat.
3) Belajar yang diatur sendiri.
Peserta didik melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada
urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan,
dan ada produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.
4) Bekerja sama.
Peserta didik dapat bekerja sama. Guru membantu peserta didik bekerja
secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana
mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5) Berpikir kritis dan kreatif.
Peserta didik dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara
kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan
masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
6) Mengasuh atau memelihara pribadi peserta didik.
Peserta didik memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian,
memiliki harapan-harapan yanng tinggi, memotivasi dan memperkuat diri
sendiri. Peserta didik tidak dapat berhasil tanda dukungan orang dewasa.
Peserta didik menghormati temannya dan juga orang dewasa.
7) Mencapai standar yang tinggi.
Peserta didik mengenal dan mencapai standar yang tinggi:
mengidentifikasi tujuan dan motivasi peserta didik untuk mencapainya.
Guru memperlihatkan kepada peserta didik cara mencapai apa yang
disebut “excellence”.
8) Menggunakan penilaian autentik.
Peserta didik menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia
nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.
b. Fokus Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan peserta didik didalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal peserta didik dengan materi
yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan factor kebutuhan
individual peserta didik dan peranan guru. Sehubungan dengan itu maka
pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut:
1) Belajar berbasis masalah (problem-based learning), yaitu suatu pendekatan
pengajaran yangn menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi peserta didik untuk belajar tenrang berfikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensi dari materi pelajaran
2) Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu pendekatan pengajaran yang
memperkenankan peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna
3) Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning) yang membutuhkan
strategi pengajaran yang mengikuti metidologi sains dan menyediakan
kesempatan untuk pembelajaran bermakna
4) Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning) yang membutuhkan
suatu pendekatan pengajaran komprehebsif di mana lingkungan belajar
peserta didik didesain agar peserta didik dapat melakukan penyelidikan
terhadap masalah autentik termasuk pendalama materi dari suatu topik mata
pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
5) Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan suatu
pendekatan pengajaran yang memungkinkan peserta didik mrnggunakan
konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbsis sekolah
dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja.
6) Belajar berbasis jasa-layanan (service learning) yang memerlukan
penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan
masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan
jasa-layanan tersebut.
7) Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan pendekatan
pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil peserta didik intuk bekerja
sama dalam mencapai tujuan belajar.

c. Prinsip Pembelajaran Kontekstual


Center of Occupational Reseach And Development (CORD) menyampaikan
lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual,
yang disingkat react, yaitu:
1) Relating, artinnya belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan
nyata.
2) Experiencingartinya belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi),
penemuan (discovery), dan penciptaan (invention).
3) Applying yaitu belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam
konteks pemanfaatannya.
4) Cooperating maksudnya belajar melalui konteks komunikasi interpersonal,
pemakaian bersama dan sebagainya.
5) Transferring artinya belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam
situasi atau konteks baru.

d. Komponen Pembelajaran Kontekstual


Dalam pembelajaran kontekstual terdapat 7 komponen pokok yang harus
dikembangkan oleh guru yaitu:
1) Kontruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman.
Pembelajaran melalui CTL, pada dasarnya mendorong agar peserta didik
dapat mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan
pengalaman. Mengapa demikian? Karena pengetahuan hanya akan
fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya
diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Asumsi inilah
yang mendasari diterapkan asas konstruktivisme dalam pembelajaran
melalui CTL, peserta didik didorong untuk mampu mengkonstruksi
pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.
2) Inquiry
Inquiry artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir sistematis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses
menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru
bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat
menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
Secara umum proses inkuiry dapat dilakukan melalui langkah-langkah
berikut:
a) Merumuskan masalah
b) Mengajukan hipotesis
c) Mengumpulkan data
d) Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
e) Membuat kesimpulan
3) Bertanya (questioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap
individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berpikir.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya akan sangat
berguna untuk:
a) Menggali informasi tentang kemampuan peserta didik dalam
penguasaan materi pembelajaran.
b) Membangkitkan motivasi untuk belajar
c) Meransang keingintahuan peserta didik terhadap sesuatu
d) Menfokuskan peserta didik pada sesuatu yang diinginkan, dan
e) Membimbing peserta didik untuk menemukan atau mengumpulkan
sesuatu.
4) Masyarakat Belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain (kelompok
belajar, sharing).
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan
dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Peserta didik
dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen,
baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat
dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling
membelajarkan dan juga mendatangkan dan mengundang orang-orang
yang dianggap memilki keahlian khusus untuk membelajarkan peserta
didik.
Setiap orang bisa sering terlibat, bisa saling membelajarkan, bertukar
informasi, dan bertukan pengalaman.
5) Pemodelan (modeling)
Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh peserta didik. Proses modeling, tidak
terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan peserta didik
yang dianggap memiliki kemampuan.
6) Refleksi (reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari
yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau
peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi,
pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif peserta
didik yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang
dimilikinya.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap akhir
proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.
7) Penilaian Nyata (authentic assessment)
Adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan peserta didik. Penilaian
yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran.
Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada
proses belajar bukan hasil belajar.
Karakteristik authentic assessment adalah:
a) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
b) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
c) Yang diukur keterampilan dan performasi, bukan hanya mengingat
fakta
d) Berkesinambungan
e) Terintegrasi, dan
f) Dapat digunakan sebagai feed back.
Dengan demikian pembelajaran yang benar memang seharusnya
ditekankan pada upaya membantu peserta didik agar mampu
mempelajari (learning how to learn).

e. Aktivitas Pembelajaran Kontekstual


Berdasarkan pemahaman, karakteristik, dan komponen pendekatan
kontekstual, beberapa aktivitas yang dapat dikembangkan oleh guru melalui
pembelajaran kontekstual, antara lain:
1) Beorientasi pada pemecahan suatu masalah
Sebelum melalui proses belajar mengajar didalam kelas, peserta didik
terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena. Kemudian
peserta didik diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang
muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk
berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada.
Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya,
membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan
mereka.
2) Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman
belajar
Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan diberbagai konteks
lingkungan peserta didik, antara lain: di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Penugasan diberikan oleh guru, memberikan kesempatan bagi peserta
didik untuk belajar di luar kelas.
Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman lansung tentang
apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas
belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai
penugasan standar kompetensi, kemampuan dasar, dan materi
pembelajaran.
3) Memberikan aktivitas kelompok
Aktivitas belajar secara berkelompok dapat memperluas perspektif serta
membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang
lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun
delapan peserta didik sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.
4) Membuat aktivitas belajar mandiri
Peserta didik mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi
dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Agar dapat melakukannya,
peserta didik harus lebih memperhatikan bagaimana mereka mamproses
informasi, menerapkan strategi pemecahan masalah, dan menggunakan
pengetahuan yang telah mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran
kontekstual harus mengikuti uji coba terlebih dahulu, menyediakan waktu
yang cukup, dan menyusun refleksi serta berusaha tanpa meminta bantuan
guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri
5) Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua peserta didik yang
memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu
dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung, di mana
peserta didik dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu,
kerjasama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan tertentu
untuk memberikan pengalaman kerja.
6) Menerapkan penilaian autentik
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu
peserta didik untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang
telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu.
Penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk
menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses pembelajaran.
Adapun bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru, yaitu
portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis. Bentuk
penilaian seperti ini lebih baik daripada menghafalkan teks, peserta didik
dituntut untuk menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi agar
dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.

4. Strategi Pembelajaran Tidak Langsung: Berdasarkan Masalah (Problem


Based Instruction)
Pembelajaran berbasis masalah (problem based instruction) adalah suatu
metode yang diajarkan dengan melihat fakta yang berkembang atau berdasarkan
masalah yang ada kemudian akan dilakukan diskusi dan pemecahan masalah
tersebut. Pembelajaran berdasarkan pada masalah tertentu, bertujuan untuk:
1. Membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berfikir dan
ketrampilan memecahkan masalah.
2. Belajar menjadi peranan sebagai orang dewasa.
3. Belajar Mandiri.

Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan masalah sebagai berikut:


1. Penetapan tujuan guru mendeskripsikan tujuan strategi pembelajaran masalah.
2. Merancang situasi masalah guru merumuskan masalah yang akan dipelajari/
diselidiki peserta didik. Masalah tersebut harus otentik, dan bermakna bagi
peserta didik.
BAB IV
PENDEKATAN, METODE, DAN TEKNIK
PEMBELAJARAN PAI DAN BUDI PEKERTI

A. Pengertian
Berikut ini akan dipaparkan tentang pendekatan, strategi, metode, teknik, dan
model pembelajaran, dengan harapan agar para guru agama dapat memperoleh
kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut dalam pelaksanaan tugas dikelas.
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada peserta didik (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran
yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Pendekatan yang berpusat pada peserta didik yang dapat diimplementasikan,
yakni pendekatan kontekstual.

2. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something”
sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, strategi pembelajaran dibedakan,
yakni (1) strategi pembelajaran langsung, (2) strategi pembelajaran tidak
langsung, (3) strategi pembelajaran interaktif, (4) strategi pembelajaran
eksperimen, dan (5) strategi pembelajaran mandiri.
3. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran, diantaranya: metode pembelajaran kooperatif, metode
pembelajaran kontekstual, dan metode pembelajaran umum lainnya (ceramah;
demonstrasi; diskusi; simulasi; laboratorium; pengalaman lapangan;
brainstorming; debat dan sebagainya).

4. Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seorang
guru dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan,
penggunaan metode kooperatif, guru dapat memilih salah satu teknik antara lain
jigsaw, stad, dsb. Penggunaan metode kontekstual, guru dapat pula memilih salah
stu jenis teknik antara lain berbasis masalah, pembelajaran melingkar, dsb.
Demikian pula metode ceramah pada kelas dengan jumlah peserta didik yang
relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan
berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah peserta
didiknya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang peserta didiknya tergolong aktif
dengan kelas yang peserta didiknya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat
berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

B. Metode dan Teknik Pembelajaran PAI dan Budi Pekerti


1) Jenis-jenis Teknik dalam Metode Kooperatif
Dalam metode kooperatif terdapat 16 teknik pembelajaran yang dapat
dipilih dan dipergunakan guru untuk mengelola pembelajaran di dalam kelas.
Keseluruhan jenis teknik tersebut, yakni (1) Student Teams Achievement Division
(STAD), (2) Numbered Head Together (NHT), (3) JIGSAW I, (4) JIGSAW II, (5)
Think Pairs Share (TPS), (6) Teams Games Tournament (TGT), (7) Investigasi
Kelompok (Group Investigation), (8) Team Assisted Individualy (TAI), (9)
Cooperative Integrated Reading and Compotition (CIRC), (10) Think Pair And
Share, (11) Berganti Pasangan (Change Pairs), (12) Facilitator And Explaining
(FE), (13) Numbered Heads Together (NHT), (14) Peta Konsep (Mind Mapping),
(15) Permainan (Game/Role Playing), (16) Skip Kooperatif (Cooperative Script),
dan (17) Student Facilitator and Explaining (SFE).

a) Teknik Numbered Heads Together (NHT)


Numbered Heads Together adalah suatu teknik belajar di mana setiap
peserta didik diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara
acak guru memanggil nomor dari peserta didik.
Langkah-langkah:
1) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap
kelompok mendapat nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4) Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain.
6) Kesimpulan.
Kelebihan:
1) Setiap peserta didik menjadi siap semua.
2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3) Peserta didik yang pandai dapat mengajari peserta didik yang kurang
pandai.
Kelemahan:
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
b) Teknik Investigasi Kelompok
Teknik investigasi kelompok (Group Investigation) sering dipandang
sebagai teknik yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam
pembelajaran kooperatif. Teknik ini melibatkan peserta didik sejak perencanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Teknik ini menuntut para peserta didik untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok
(group process skills).
Para guru yang menggunakan teknik investigasi kelompok umumnya
membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6
peserta didik dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat
juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu
topik tertentu. Para peserta didik memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti
investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian
menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah teknik investigasi kelompok
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1) Seleksi topik
Para peserta didik memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah
umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para peserta didik
selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi
pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang.
Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun
kemampuan akademik.
2) Merencanakan kerjasama
Para peserta didik beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar
khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan
subtopik yang telah dipilih dari langkah di atas.
3) Implementasi
Para peserta didik melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada
langkah sebelumnya. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan
ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para peserta didik untuk
menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar
sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan
memberikan bantuan jika diperlukan.
4) Analisis dan sintesis
Para peserta didik menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang
diperoleh dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian
yang menarik di depan kelas.
5) Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari agar semua peserta didik dalam kelas saling
terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6) Evaluasi
Guru beserta peserta didik melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap
kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat
mencakup tiap peserta didik secara individu atau kelompok, atau keduanya.

c) Teknik Jigsaw
Pada dasarnya, dalam ini guru membagi satuan informasi yang besar
menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi peserta
didik ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang peserta
didik sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap
komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya.
Peserta didik dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab
terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang
terdiri dari dua atau tiga orang. Peserta didik ini bekerja sama untuk
menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: 1) belajar dan menjadi ahli dalam
subtopik bagiannya; 2) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik
bagiannya kepada anggota kelompoknya semula.
Setelah itu peserta didik tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing
sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam
subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak
serupa. Sehingga seluruh peserta didik bertanggung jawab untuk menunjukkan
penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan
demikian, setiap peserta didik dalam kelompok harus menguasai topik secara
keseluruhan.
Langkah-langkah rinci menggunakan teknik ini adalah sebagai berikut.
1) Peserta didik dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim
2) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang
sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan
sub bab mereka.
5) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang
mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-
sungguh.
6) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7) Guru memberi evaluasi.
8) Penutup.

d) Teknik Team Games Tournament (TGT)


Teknik Team Games Tournament TGT adalah salah satu tipe atau
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh
peserta didik tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran peserta didik
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif TGT memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan
belajar. Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1) Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah,
diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini peserta didik harus
benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru,
karena akan membantu peserta didik bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor
kelompok.
2) Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang peserta didik yang
anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras
atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama
teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3) Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat peserta didik dari penyajian kelas dan belajar
kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana
bernomor. Peserta didik memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Peserta didik yang menjawab benar
pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan
peserta didik untuk turnamen mingguan.
4) Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah
guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar
kerja. Turnamen pertama guru membagi peserta didik ke dalam beberapa
meja turnamen. Tiga peserta didik tertinggi prestasinya dikelompokkan pada
meja I, tiga peserta didik selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5) Penghargaan kelompok (team recognize)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing
team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi
kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata
skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan
“Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.

e) Teknik Student Teams-Achievement Divisions (STAD)


Peserta didik dikelompokkan secara heterogen kemudian peserta didik
yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran
menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota
kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai
semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4) Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5) Memberi evaluasi.
6) Penutup.

Kelebihan:
1) Seluruh peserta didik menjadi lebih siap.
2) Melatih kerjasama dengan baik.

Kekurangan:
1) Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2) Membedakan peserta didik.

f) Teknik Skrip Kooperatif (Cooperative Script)


Skrip kooperatif adalah teknik belajar di mana peserta didik bekerja
berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang
dipelajari.
Langkah-langkah:
Guru membagi peserta didik untuk berpasangan.
1) Guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
2) Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
3) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar
menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan
membantu mengingat/menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
4) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
5) Kesimpulan guru.
6) Penutup.

Kelebihan:
1) Melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan.
2) Setiap peserta didik mendapat peran.
3) Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
1) Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
2) Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi
hanya sebatas pada dua orang tersebut).

g) Teknik Make a Match (Mencari Pasangan)


Langkah-langkah :
1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian
lainnya kartu jawaban.
2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu
3) Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal jawaban)
5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
diberi poin.
6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya.
7) Demikian seterusnya
8) Kesimpulan/penutup.

h) Teknik Think Pair and Share


Langkah-langkah :
1) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang
disampaikan guru.
3) Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2
orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil
diskusinya.
5) Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum dituangkapkan para peserta
didik.
6) Guru memberi kesimpulan.
7) Penutup.

2. Jenis-jenis Teknik dalam Metode Kontekstual


Dalam metode kontekstual sejumlah 32 teknik dapat dipilih dan digunakan
guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran di kelas. Jenis-jenis teknik ini,
meliputi (1) Problem Base Instruction, (2) Probing-Prompting, (3) Cycle
Learning Reciprocal Teaching, (4) Somatic Auditory Visualization Intellectualy
(Savi), (5) Visualization Auditor Kinestetic (VAK), (6) Auditory Intellectualy
Repetition (AIR), (7) Means-Ends Analysis (MEA), (8) Creative Problem Solving
(CPS), (9) Think Talk Write (TTW), (10) Two Stay-Two Stray (TS-TS), (11)
Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE), (12) Survey Question Read
Recite Review (SQ3R), (13) Survey Question Read Reflect Recite Review (SQ3R),
(14) Meaningful Instructionnal Design (MID), (15) Certainly Of Response Index
(CRI), (16) Double Loop Problem Solving (DPLS), (17) Cooperative Integrated
Reading And Compotition (CIRC), (18) Inside Outside Circle (LOC), (19)
Diskusus Multy Reprecentacy (DMR), (20) Student Facilitator And Explaining
(SFE), (21) Course Review Horay, (22) Scramble, (23) Memasangkah (Make-A
Match), (24) Examples Non Examples, (25) Gambar Dan Menggambarkan
(Picture and Picture), (26) Lingkarang Belajar (Circuit Learning), (27) Kalimat
(Complete Sentence), (28) Time Token, (29) Memberi Dan Menerima (Take And
Give), (30) Science Environment Technology & Society (SETS), (31) Artikulasi,
(32) Talking Stick, (33) Bola Salju (Snowball Throwing), dan (34) Permainan Kata
(Word Square)

a. Teknik Pemecahan Masalah (Problem Solving)


Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode
dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadapi
berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah
kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi
pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.
Keunggulan metode problem solving sebagai berikut: (a) melatih peserta
didik untuk mendesain suatu penemuan, (b) berpikir dan bertindak kreatif, (c)
memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis, (d) mengidentifikasi dan
melakukan penyelidikan, (e) menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan, (f)
merangsang perkembangan kemajuan berfikir peserta didik untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan tepat, (g) dapat membuat pendidikan sekolah lebih
relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving adalah sebagai berikut: (a) beberapa
pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini, (b) memerlukan alokasi
waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

b. Teknik Pembelajaran Berdasarkan Masalah


Pembelajaran berdasarkan masalah (problem based instruction/PBI)
adalah pembelajaran yang memusatkan pada masalah kehidupan yang bermakna
bagi peserta didik. Peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut.
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
dibutuhkan, dan memotivasi peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.
2) Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas,
jadwal, dan lain-lain).
3) Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
4) melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
5) masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

6) Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya


yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan
temannya.
7) Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan metode ini adalah sebagai berikut.
1) Peserta didik dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya
benar-benar diserapnya dengan baik.
2) Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan peserta didik lain
3) Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan metode ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk peserta didik yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat
tercapai.
2) Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

c. Teknik Picture and Picture


Picture and picture adalah suatu teknik belajar yang menggunakan gambar
dan dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
1) Menyajikan materi sebagai pengantar.
2) Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan
materi.
3) Guru menunjuk/memanggil peserta didik secara bergantian memasang /
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
4) Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
5) Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/
materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
6) Kesimpulan/rangkuman.
Kebaikan:
1) Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing peserta didik.
2) Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:
1) Memakan banyak waktu.
2) Banyak peserta didik yang pasif.

d. Teknik Examples Non Examples


Examples Non Examples adalah teknik pembelajaran yang menggunakan
contoh-contoh sebagai sarana untuk memancing . Contoh-contoh dapat dari kasus
/gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
memperhatikan/menganalisa gambar.
4) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisa
gambar tersebut dicatat pada kertas.
5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6) Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan
materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7) Kesimpulan.

Kebaikan:
1) Peserta didik lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2) Peserta didik mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3) Peserta didik diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kekurangan:
1) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2) Memakan waktu yang lama.

e. Teknik Mind Mapping


Teknik ini sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal peserta didik
dan
untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah:
1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh
peserta didik/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
3) Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang.
4) Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
5) Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya
dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru.
6) Dari data-data di papan peserta didik diminta membuat kesimpulan atau guru
memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

3. Jenis-jenis Teknik dalam Metode Konvensional


a. Metode Ceramah
Pembelajaran di sekolah dapat menggunakan metode ceramah dengan
teknik ceramah bervariasi. Teknik ceramah bervariasi adalah ceramah dengan
kombinasi metode yang bervariasi. Ceramah dilakukan sebagai pemicu terjadinya
kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, diskusi, pleno, penugasan, studi kasus,
dan lain-lain). Ceramah cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui
tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta.
Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan (handouts), transparansi
yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD,
tulisan-tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano, dan lain-lain.
Teknik yang digunakan dengan metode ini misalnya:
1) Teknik ceramah diikuti tanya jawab dan tugas
Teknik ini dilakukan dengan urutan penyampaian materi oleh guru, pemberian
peluang bertanya jawab antara guru dan peserta didik, dan terakhir pemberian
tugas kepada peserta didik.
2) Teknik ceramah diikuti diskusi dan tugas
Teknik ini dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya,
yaitu pertama guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan
diskusi, dan akhirnya memberi tugas.
3) Teknik ceramah diikuti demonstrasi dan latihan
Teknik ini merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan materi
pelajaran dengan kegiatan memperagakan dan latihan (drill)

b. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya
dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode diskusi diaplikasikan
dalam proses belajar mengajar untuk : (1) mendorong peserta didik berpikir kritis,
(2) mendorong peserta didik mengekspresi-kan pendapatnya secara bebas, (3)
mendorong peserta didik menyumbangkan buah pikirnya untuk memcahkan
masalah bersama, (4) mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif
jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan metode diskusi sebagai berikut: (1) menyadarkan anak didik bahwa
masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan, (2) menyadarkan anak didik
bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara
konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik, (3) membiasakan
anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan
pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. Beberapa jenis diskusi adalah
sebagai berikut.

1) Metode Diskusi Kelas


Metode diskusi kelas bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran,
informasi/pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-
pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para
peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya.
Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi
biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai
metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok,
permainan, dan lain-lain.

2) Metode Diskusi Kelompok


Diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar
pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang
direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ini dapat membangun
suasana saling menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi
peserta yang masih belum banyak berbicara dalam diskusi yang lebih luas. Tujuan
penggunaan metode ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau
kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu
persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno.
Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi umum yang
merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil
diskusi kelompok.
Teknik-teknik diskusi yang dapat dipilih oleh guru dalam melaksanakan
pembelajaran antara lain (1) teknik seminar, (2) teknik panel, (3) teknik
simposium, (4) teknik lokakaya, (5) teknik semiloka, (6) teknik workshop, (7)
teknik debat, dan sebagainya.

c. Metode Curah Pendapat (Brainstrorming)


Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka
menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua
peserta. Berbeda dengan diskusi, di mana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi
(didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada
penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat,
informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. asilnya kemudian
dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap) untuk
menjadi pembelajaran bersama.
Teknik-teknik yang dapat dipilih oleh guru dalam melaksanakan metode
curah pendapat, antara lain teknik terstruktur dan teknik tidak terstuktur.

d. Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu pengembangan metode diskusi yang
sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik peserta didik. Materi
ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Peserta didik dibagi ke
dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam
kelompoknya, peserta didik (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang
lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang
ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro
dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap
peserta didik tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan
mengevaluasi seberapa efektif peserta didik terlibat dalam prosedur debat.

e. Metode Bermain Peran (Role Play)


Metode bermain peran (Role Playing) adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta
didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada
umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang
diperankan. Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk
‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu
‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai
bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian misalnya terhadap keunggulan
maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan
saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini
lebih menekankan masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada
kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Kelebihan metode bermain peran: (1) dapat melibatkan seluruh peserta
didik sehingga semua dapat berpartisipasi/mempunyai kesempatan untuk
memajukan kemampuannya dalam bekerjasama; (2) peserta didik bebas
mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh, (3) permainan merupakan
penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang
berbeda; (4) guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap peserta didik melalui
pengamatan pada waktu melakukan permainan; (5) permainan merupakan
pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk penerapan metode bermain
peran, antara lain (1) teknik penampilan tunggal (monoplay), dan (2) teknik
penampilan kelompok (sosiodrama).

f. Metode Simulasi
Metode simulasi adalah bentuk metode praktik yang sifatnya untuk
mengembangkan keterampilan peserta belajar (keterampilan mental maupun
fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan
atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktik didalam
situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan praktik penerbangan,
seorang peserta didik sekolah penerbangan melakukan simulasi penerbangan
terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapidalam simulasi
ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang sebenarnya
(replikasi kenyataan). Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan fasilitasi, seorang
peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan tengah
melakukannya bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya berperan
sebagai kelompok dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam keseharian
peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus kelompok, dan sebagainya). Dalam contoh
yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain peran. Tetapi dalam
simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat melakukan
suatu kegiatan/tugas yang benar-benar akan dilakukannya.

g. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan
pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Demonstrasi merupakan
praktIk yang diperagakan kepada peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi
menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi langkah;
dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari
sebuah proses.Biasanya, setelah demonstrasi dilanjutkan dengan praktIk oleh
peserta sendiri. Sebagai hasil, peserta akan memperoleh pengalaman belajar
langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari
demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktik adalah membuat perubahan
pada rana keterampilan.
Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi adalah: (1)
Perhatian peserta didik dapat lebih dipusatkan, (2) proses belajar peserta didik
lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari, (3) pengalaman dan kesan
sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri peserta didik. Kelebihan
metode demonstrasi sebagai berikut: (1) membantu anak didik memahami dengan
jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda, (2) memudahkan berbagai
jenis penjelasan, (3) Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat
diperbaiki melaui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek
sebenarnya.

h. Metode Permainan (games)


Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain
pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker
adalah ‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah
situasi kebekuan fikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk
membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme.
Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk
penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab),
dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar
dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun
membahas hal-hal yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai
bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar
permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian
yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk
menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah
perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.

i. Metode Resitasi
Metode resitasi adalah suatu metode mengajar di mana peserta didik
diharuskan mengerjakan tugas sendiri misalnya dengan membuat resume dengan
kalimat sendiri. Kelebihan metode resitasi sebagai berikut: (1) pengetahuan yang
anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama, (2)
anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil
inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Kelemahan metode resitasi sebagai berikut: (1) terkadang anak didik melakukan
penipuan di mana anak didik hanya meniru hasil pekerjaan temannya tanpa mau
bersusah payah mengerjakan sendiri, (2) terkadang tugas dikerjakan oleh orang
lain tanpa pengawasan, (3) sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan
individual.
Teknik pembelajaran yang dapat digunakan dalam menerapkan metode
resitasi ini, yaknik teknik (1) resitasi lisan dan (2) teknik resitasi tertulis.

j. Metode Karyawisata
Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dilaksanakan
dengan mengajak peserta didik kei luar sekolah, untuk meninjau tempat tertentu
atau objek yang lain untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan
melihat kenyataannya. Teknik karya wisata ini digunakan karena memiliki tujuan
sebagai berikut: dengan melaksanakan karya wisata diharapkan peserta didik
dapat memperoleh pengalaman langsung dari objek yang dilihatnya, dapat turut
menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat bertanya jawab mungkin
dengan jalan demikian mereka mampu memecahkan persoalan yang dihadapinya
dalam pelajaran, ataupun pengetahuan umum. Juga mereka bisa melihat,
mendengar, meneliti dan mencoba apa yang dihadapinya, agar nantinya dapat
mengambil kesimpulan, dan sekaligus dalam waktu yang sama ia bisa
mempelajari beberapa mata pelajaran.
Agar penggunaan teknik karya wisata dapat efektif, maka pelaksanaannya
perlu memeperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: (1) persiapan, di mana
guru perlu menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas, mempertimbangkan
pemilihan teknik, menghubungi pemimpin obyek yang akan dikunjungi untuk
merundingkan segala sesuatunya, penyusunan rencana yang masak, membagi
tugas-tugas, mempersiapkan sarana, pembagian peserta didik dalam kelompok,
serta mengirim utusan; (2) pelaksanaan karya wisata, di mana pemimpin
rombongan mengatur segalanya dibantu petugas-petugas lainnya, memenuhi tata
tertib yang telah ditentukan bersama, mengawasi petugas-petugas pada setiap
seksi, demikian pula tugas-tugas kelompok sesuai dengan tanggungjawabnya,
serta memberi petunjuk bila perlu; (3) akhir karya wisata, pada waktu itu peserta
didik mengadakan diskusi mengenai segala hal hasil karya wisata, menyusun
laporan atau paper yang memuat kesimpulan yang diperoleh, menindaklanjuti
hasil kegiatan karya wisata seperti membuat grafik, gambar, -, diagram, serta alat-
alat lain dan sebagainya.
Kelebihan metode karyawisata sebagai berikut: (1) karyawisata
menerapkan prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata
dalam pengajaran, (b) membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih
relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di masyarakat, (2) pengajaran
dapat lebih merangsang kreativitas anak.
Kekurangan metode karyawisata sebagai berikut: (1) memerlukan
persiapan yang melibatkan banyak pihak, (2) memerlukan perencanaan dengan
persiapan yang matang, (3) dalam karyawisata sering unsur rekreasi menjadi
prioritas daripada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan, (4)
memerlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik anak didik
di lapangan, (5) beayanya cukup mahal, (6) memerlukan tanggung jawab guru dan
sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama
karyawisata jangka panjang dan jauh.

k. Metode Discovery
Metode mengajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-
sekolah yang sudah maju adalah metode penemuan (discovery). Metode ini
dipakai dengan alasan sebagai berikut. (1) metode penemuan dapat digunakan
sebagai cara untuk mengembangkan cara belajar peserta didik aktif, (2) melalui
menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan
tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan peserta didik, (3)
pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul
dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain, (4) dengan
menggunakan strategi penemuan, anak belajar menguasai salah satu metode
ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri, (5) dengan metode ini, anak
belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi
sendiri, yang kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
Langkah-langkah pelaksanaan metode penemuan, yakni: (1) menilai
kebutuhan dan minat peserta didik, dan menggunakannya sebagai dasar untuk
menentukan tujuan yang berguna dan realities untuk mengajar dengan penemuan,
(2) seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat peserta didik, prinsip-
prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya dengan apa yang akan
dipelajarai, (3) mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan
terlibatnya arus bebas pikiran peserta didik dalam belajar dengan penemuan, (4)
berkomunikasi dengan peserta didik akan membantu menjelaskan peranan
penemuan, (5) menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah yang minta
dipecahkan, (6) mengecek pengertian peserta didik tentang maslah yang
digunakan untuk merangsang belajar dengan penemuan, (7) menambah berbagai
alat peraga untuk kepentingan pelaksanaan penemuan, (8) memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk bergiat mengumpulkan dan bekerja dengan data,
misalnya tiap peserta didik mempunyai data harga bahan-bahan pokok dan jumlah
orang yang membutuhkan bahan-bahan pokok tersebut, (9) mempersilahkan
peserta didik mengumpulkan dan mengatur data sesuai dengan kecepatannya
sendiri, sehingga memperoleh tilikan umum, (10) memberi kesempatan kepada
peserta didik melanjutkan pengalaman belajarnya, walaupun sebagian atas
tanggung jawabnya sendiri, (11) memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai
dengan data dan informasi bila ditanya dan diperlukan peserta didik dalam
kelangsungan kegiatannya, (12) memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan
dan eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan
mengidentifikasi proses, (13) mengajarkan ketrampilan untuk belajar dengan
penemuan yang diidentifikasi oleh kebutuhan peserta didik, misalnya latihan
penyelidikan, (14) merangsang interaksi peserta didik dengan peserta didik,
misalnya merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan data
yang terkumpul, (15) mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan
tingkat yang sederhana, (16) bersikap membantu jawaban peserta didik, ide
peserta didik, pandanganan dan tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis
tetapi membantu menarik kesimpulan yang benar, (17) membesarkan peserta
didik untuk memperkuat pernyataannya dengan alas an dan fakta, (18) memuji
peserta didik yang sedang bergiat dalam proses penemuan, misalnya seorang
peserta didik yang bertanya kepada temannya atau guru tentang berbagai tingkat
kesukaran dan peserta didik peserta didik yang mengidentifikasi hasil dari
penyelidikannya sendiri, (19) membantu peserta didik menulis atau merumuskan
prinsip, aturan ide, generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah
semula dan yang telah ditemukan melalui strategi penemuan, (20) mengecek
apakah peserta didik menggunakan apa yang telah ditemukannya, misalnya teori
atau teknik, dalam situasi berikutnya, yaitu situasi di mana peserta didik bebas
menentukan pendekatannya.
Metode penemuan memiliki kebaikan-kebaikan, yaitu: (1) membantu
peserta didik mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan
ketrampilan dan proses kognitif peserta didik, andaikata peserta didik itu
dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan
datang dari usaha untuk menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu,
(2) pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin
merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari
pengertian retensi dan transfer, (3) strategi penemuan membangkitkan gairah pada
peserta didik, misalnya peserta didik merasakan jerih payah penyelidikannya,
menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan, (4) metode ini memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk bergerak maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri, (5) metode ini menyebabkan peserta didik mengarahkan
sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri
untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus, (6) metode
discovery dapat membantu memperkuat pribadi peserta didik dengan
bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.
Dapat memungkinkan peserta didik sanggup mengatasi kondisi yang
mengecewakan, (7) strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi
kesempatan pada peserta didik dan guru berpartisispasi sebagai sesame dalam
situasi penemuan yang jawaban nya belum diketahui sebelumnya, dan (8)
membantu perkembangan peserta didik menuju skeptisssisme yang sehat untuk
menemukan kebenaran akhir dan mutlak.

Kelemahan metode penemuan, antara lain: (1) dipersyaratkan keharusan


adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya peserta didik yang
lamban mungkin bingung dalam usanya mengembangkan pikirannya jika
berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan
antara pengertian dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil
penemuan dalam bentuk tertulis. Peserta didik yang lebih pandai mungkin akan
memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada peserta didik yang
lain, (2) metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya
sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang peserta didik
menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata
tertentu. (3) harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan
guru dan peserta didik yang sudahy biasa dengan perencanaan dan pengajaran
secara tradisional, (4) mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang
sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan
diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan
untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara
keseluruhan, (5) dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba
ide-ide, mungkin tidak ada, dan (6) mungkin tidak akan memberi kesempatan
untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah
diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah
pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang
penuh arti.

l. Metode Inquiry
Metode inkuiri (inquiry) adalah metode yang mampu menggiring peserta
didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry
menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa,
2003:234).
Meskipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun guru
tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar.
Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan. Kadang
kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan pertanyaan, memberikan
komentar, dan saran kepada peserta didik. Guru berkewajiban memberikan
kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif, dengan menggunakan
fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi. Metode ini menuntut
peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam
kehidupan nyata. Dengan demikian , melalui metode ini peserta didik dibiasakan
untuk produktif, analitis , dan kritis.
Langkah-langkah dalam proses inquiry adalah menyadarkan keingintahuan
terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban, serta menarik kesimpulan dan
membuat keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan yang didukung
oleh bukti-bukti. Berikutnya adalah menggunakan kesimpulan untuk menganalisis
data yang baru (Mulyasa, 2005:235). Pelaksanaan metode inquiry mengikuti
beberapa prinsip berikut: (1) guru memberikan penjelasan, instruksi atau
pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan. (2) memberikan tugas kepada
peserta didik untuk menjawab pertanyaan, yang jawabannya bisa didapatkan pada
proses pembelajaran yang dialami peserta didik. (3) guru memberikan penjelasan
terhadap persoalan-persoalan yang mungkin membingungkan peserta didik. (4)
resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya. (5)
peserta didik merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan (Mulyasa, 2005:236).
Guru menggunakan teknik bila mempunyai tujuan agar peserta didik
terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah
itu. Mencari sumber sendiri, dan mereka belajar bersama dalam kelompoknya.
Diharapkan peserta didik juga mampu mengemukakan pendapatnya dan
merumuskan kesimpulan nantinya. Juga mereka diharapkan dapat berdebat,
menyanggah dan mempertahankan pendapatnya. Inquiry mengandung proses
mental yang lebih tinggi tingkatannya, seperti merumuskan masalah,
merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan
menganalisa data, menarik kesimpulan. Pada metode inquiry dapat ditumbuhkan
sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Akhirnya dapat
mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Bila peserta didik melakukan
semua kegiatan di atas berarti peserta didik sedang melakukan inquiry.
Metode inquiry ini memiliki keunggulan yaitu : (1) dapat membentuk dan
mengembangkan konsep dasar kepada peserta didik, sehingga peserta didik dapat
mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik, (2) membantu dalam
menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, (3)
mendorong peserta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersifat jujur, obyektif, dan terbuka, (4) mendorong peserta didik untuk berpikir
intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri, (5) memberi kepuasan yang bersifat
intrinsik. (6) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan, (7) dapat
mengembangkan bakat atau kecakapan individu, (8) memberi kebebasan peserta
didik untuk belajar sendiri, (9) menghindarkan diri dari cara belajar tradisional,
(10) dapat memberikan waktu kepada peserta didik secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
BAB V
PERUBAHAN PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN
BERDASARKAN KURIKULUM 2013

Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


bab II pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan menyatakan bahwa
“Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berahlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Serta Bab III pasal 4
yang menyatakan “Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat.” Dan bab IV pasal 5 yang menyatakan “Setiap warga Negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”
Berdasarkan undang-undang tersebut maka sekolah sebagai sebuah
lembaga pendidikan harus melaksanakan amanat yang telah digariskan dengan
cara menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan relevan agar peserta didik
memiliki kualitas sesuai dengan profil peserta didik yang sesuai dengan amanat
UU tersebut. Salah satu faktor penentu keberhasilan penyelanggaraan proses
pendidikan adalah kultur yang dibangun dengan baik. Kultur sekolah yang baik
diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan yang tidak hanya
memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif. Kultur sekolah yang
baik akan menunjukkan prestasi akademik peserta didik yang baik, berbudaya,
berahlak dan berbudi pekerti yang baik.
Paparan di atas menunjukkan bahwa pengembangan kultur sekolah harus
menjadi prioritas penting. Sekolah harus secara positif membangun kultur sekolah
yang dilakukan dengan sebaik-baiknya, mengimplementasikannya secara
konsisten, memperbaikinya secara berkelanjutan melalui peningkatan mutu
terpadu agar sekolah benar-benar menjadi sebuah lembaga pendidikan yang
terhormat yang berhasil melaksanakan amanat Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional.
Kultur sekolah adalah pola nilai, keyakinan dan tradisi yang terbentuk
melalui sejarah sekolah (Deal dan Peterson, 1990). Stolp dan Smith (1994)
menyatakan bahwa kultur sekolah adalah pola makna yang dipancarkan secara
historis yang mencakup norma, nilai, keyakinan, seremonial, ritual, tradisi dan
mitos dalam derajat yang bervariasi oleh warga sekolah. Kultur sekolah adalah
budaya sekolah yang menggambarkan pemikiran-pemikiran bersama (shared
ideas), asumsi-asumsi (assumptions), nilai-nilai (values), dan keyakinan (belief)
yang dapat memberikan identitas (identity) sekolah yang menjadi standar perilaku
yang diharapkan. (Zamroni, 2009).
Lembaga sekolah sebagai pihak internal seharusnya membangun kultur
sekolah berdasarkan pemikiran-pemikiran lembaga yang ditunjang oleh gaya
kepemimpinan kepala sekolah, perilaku guru dan peserta didik serta pegawai
dalam memberikan layanan kepada para peserta didik, orang tua, dan
lingkungannya sebagai pihak eksternal. Kultur positif sekolah seharusnya menjadi
kekuatan utama dalam mengarahkan seluruh warga sekolah menuju perubahan-
perubahan positif. Pada umumnya setiap sekolah telah memiliki kulturnya sendiri
namun sekolah yang berhasil adalah sekolah yang memiliki kultur positif yang
sejalan dengan visi dan misi sekolah. Kultur sekolah yang baik, dapat
menampilkan figur atau sosok guru sebagai multi fungsi dan keteladanan,
memanfaatkan lingkungan alam, sosial dan budaya.
Bentuk kerjasama yang dapat dikembangkan di sekolah antara lain:

A. Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti dengan
guru mata pelajaran lain
Hubungan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan guru mata
pelajaran lain harus menunjukkan keharmonisan, baik di luar maupun di
dalam sekolah, ketika di dalam sekolah hubungan itu akan dilihat langsung
oleh peserta didiknya. Oleh karena itu tingkah laku guru harus mencerminkan
suri tauladan yang baik. Keharmonisan antara guru akan menimbulkan
suasana kedamaian yang menyenangkan. Suasana sekolah yang efektif
dirasakan sebagai penuh rasa kekeluargaan, bersifat praktis, dan penuh
kejujuran. Sekolah selalu beranggapan, bahwa lingkungan sekolah yang baik
merupakan prioritas utama untuk pencapaian kemajuan pendidikan di
sekolah.

B. Guru dengan peserta didik


Tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan segenap potensi peserta
didiknya secara optimal, agar mereka dapat mandiri dan berkembang menjadi
manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara fisik, intelektual, sosial,
emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas yang
diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta
didiknya. Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya adalah
hubungan profesional. Berikut ini bentuk kerjasama guru dengan peserta
didik:
1. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah,
dan anggota masyarakat.
3. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik
secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan
pembelajaran.
4. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya
untuk kepentingan proses kependidikan.
5. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus
berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana
sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan
efisien bagi peserta didik.
6. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang
dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
7. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
8. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
9. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara
adil.
10. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi
kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
11. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
12. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta
didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar,
menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.

C. Guru dengan orang tua


Hubungan Kerjasama Antara Guru dan Orang tua dalam meningkatkan
aktivitas belajar Murid:
1. Adanya Kunjungan ke rumah peserta didik (home visit)
Pelaksanaan kunjungan kerumah anak didik berdampak positif
diantaranya:
Kunjungan melahirkan perasaan pada diri peserta didik bahwa
sekolahnya selalu memperhatikan dan mengawasinya. Kunjungan
tersebut memberi kesempatan kepada guru melihat sendiri dan
mengobservasi langsung cara peserta didik belajar, latar belakang
hidupnya, dan tentang masalah-masalah yang dihadapinya dalam
keluarga. Guru berkesempatan untuk memberikan penerangan kepada
orangtua peserta didik tentang pendidikan yang baik, cara-cara
menghadapi masalah yang sedang dialami anaknya. Hubungan antara
orangtua dengan guru akan bertambah erat. Kunjungan dapat
memberikan motivasi kepada orangtua peserta didik untuk lebih terbuka
dan dapat bekerjasama dalam upaya memajukan pendidikan anaknya.
Guru mempunyai kesempatan untuk mengadakan interview mengenai
berbagai macam keadaan atau kejadian tentang sesuatu yang ingin ia
ketahui. Terjadinya komunikasi dan saling memberikan informasi
tentang keadaan anak serta saling memberi petunjuk antara guru dengan
orangtua.

2. Orang tua diundang ke sekolah


Kalau ada berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah yang
memungkinkan untuk dihadiri oleh orang tua maka akan positif sekali
bila orang tua diundang untuk datang ke sekolah.

3. Case Conference
Case Conference merupakan rapat atau conference tentang penyelesaian
masalah. Conference biasanya dipimpin oleh orang yang paling
mengetahui persoalan bimbingan konseling khususnya tentang
permasalahan yang dimaksud tujuannya agar mencari jalan yang paling
tepat agar masalah anak didik dapat diatasi dengan baik.

4. Komite sekolah
Komite sekolah adalah organisasi orang tua peserta didik atau wali murid
yang dimaksudkan untuk menjalin kerjasama dalam usaha
pengembangan sekolah baik dari segi pembelajaran atau segi yang lain
yang dapat membantu menciptakan suasana sekolah yang kondusif.

5. Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga


Surat menyurat diperlukan terutama pada waktu-waktu yang sangat
diperlukan pada perbaikan pendidikan peserta didik, seperti surat
peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu lebih giat,
sering membolos, sering berbuat keributan dan sebagainya.

D. Guru dengan masyarakat


Bentuk-bentuk hubungan kerja sama guru dengan masyarakat antara lain :
1. Mengikutsertakan guru dalam kegiatan masyarakat
Partisipasi warga sekolah dalam kegiatan masyarakat sekitarnya,
misalnya dalam kegiatan kerja bakti, perayaan-perayaan hari besar
nasional atau keagamaan, sanitasi, dan sebagainya. Selain itu
keikutsertaan guru dan peserta didik dalam kegiatan masyarakat bisa
ditunjukkan dengan adanya program baksos (bakti sosial) untuk
masyarakat yang kurang mampu ataupun yang terkena musibah/ bencana,
kegiatan bazar sekolah dengan memamerkan hasil karya peserta didik,
termasuk pementasan karya tulis, karya seni dan karya keterampilan pada
saat hari kemerdekaan Republik Indonesia, kunjungan guru ke rumah
tokoh masyarakat.
Hal ini akan menambah kesan masyarakat sekitar akan kepedulian
sekolah terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota masyarakat yang
senantiasa sadar lingkungan demi baktinya terhadap pembangunan
masyarakat. Bagi sekolah sendiri, kegiatan tersebut dapat melatih para
peserta didiknya untuk lebih mudah dalam bersosialisasi dengan
masyarakat dan untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap sesama.
2. Menjadi fasilitator dalam hal penyediaan fasilitas sekolah untuk
keperluan masyarakat. Sekolah dapat menyediakan fasilitasnya untuk
kepentingan masyarakat sekitar sepanjang tidak mengganggu kelancaran
kegiatan pembelajaran.
BAB VI
PENUTUP

Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam


mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik,
dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Salah
satu peran yang dimiliki oleh seorang Pendidik untuk melalui tahap-tahap ini
adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik Pendidik harus
berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan pembelajaran. Tugas guru
tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi
fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning)
kepada seluruh peserta didik. Untuk mampu melakukan proses pembelajaran ini
guru harus mampu menyiapkan proses pembelajarannya.
Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya
terlebih dahulu harus memperhatikan teori-teori yang melandasinya, dan
bagaimana implikasinya dalam proses pembelajaran. Semua metode yang menjadi
dasar dan prinsip pendidikan Islam beserta sederatan contohnya termasuk katagori
metode pendidikan Islam yang secara operasional dapat digunakan untuk
melakukan proses pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti.
Mudah-mudahan panduan ini menjadi acuan bagi para guru PAI dan Budi
Pekerti jenjang SD/MI, dalam merencanakan, melaksanakan, dan melakukan
penilaian terhadap proses pembelajaran di sekolah sehingga menghasilkan lulusan
yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Nur Fajar. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Pasca Sarjana
UNISMA.

Arief, Nur Fajar. 2010. Pengembangan Profesionalisme Guru. Malang: PSG


Rayon 44 Malang.

Arief, Nur Fajar. 2011. Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran. Malang:
FKIP UNISMA.

Daradjat, Z. 1976. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi


Aksara.

Departemen Agama RI. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam dan Iniversitas Terbuka.

Departemen Agama RI. 1995. Pola Pembinaan Agama Islam Terpadu. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam.

Departemen Agama RI. 1995. Garis-garis Besar program Pengajaran Pendidikan


Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam.

Departemen Agama RI. 1985. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta:
Proyek Departemen Agama.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Undang Undang Republik


Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Pusat data dan Informasi Pendidikan, Balitbang Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54


Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64


Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65


Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67


Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
Sudjana, Nana 2012. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Wahyuni, Sri. 2012. Kumpulan Metode dan Teknik Pembelajaran. Malang: FKIP
UNISMA

Anda mungkin juga menyukai