Anda di halaman 1dari 9

Konferensi Nasional Teknik Sipil 15 1

Semarang, 20 – 21 Oktober 2021

ASSESMENT DAN PEMERIKSAAN DETAIL BANGUNAN GEDUNG EKSISTING


PASCA GEMPA
Shyama Maricar1, Anwar Dolu2 dan Agus Rivani 3

1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tadulako, Jl. Soekarno Hatta
Palu Email: maricarshyama@gmail.com
2
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tadulako, Jl. Soekarno Hatta Palu
Email: anwardolu1972@gmail.com
3
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tadulako, Jl. Soekarno Hatta Palu
Email: ags_rvn@yahoo.com

ABSTRAK
Pemeriksaan kondisi gedung eksisting pasca gempa di Mamuju-Sulawesi Barat, memerlukan
beberapa tahapan Pemeriksaan Cepat (Quick Assesment), kemudian dilanjutkan ke Pemeriksaan
Detail (Detail Assesment). Metode Assesment sesuai aturan Pemeriksaan Awal Kerusakan
Bangunan Beton Bertulang Akibat Gempa (PD-T-11- 2004-C) dari Dep. Pekerjaan Umum, BPPPU,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman dan sesuai Procedures for Postearthquake Safety
Evaluation of Buildings-Applied Technology Council (ATC-20). Selanjutnya untuk pemeriksaan
detail struktur bangunan gedung eksisting pasca gempa yang mengacu pada Standar ASCE 41-17.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa gedung tidak layak untuk perbaiki dan diperkuat, sehingga
rekomendasi tidak lanjut bangunan gedung Kantor tersebut akan dilakukan Pembongkaran dan
Rekonstruksi atau Pembangunan kembali gedung Kantor SatPol-PP yang baru
Kata kunci: Assesment, Pemeriksaan Gedung, Pasca Gempa

1. PENDAHULUAN
Pada tanggal 15 Januari 2021, pukul 02.28 WITA, terjadi Gempa bumi di Sulawesi Barat yang berkekuatan 6,2 M,
yang melanda pesisir barat Pulau Sulawesi, Indonesia Pusat gempa berada di 7 km timur laut Majene, Sulawesi
Barat dengan kedalaman 10 km. Guncangan gempa bumi dirasakan di sebagain besar bagian barat Pulau Sulawesi
hingga pantai timur Kalimantan. Dengan memperhatikan lokasinya dan kedalaman hiposenter, maka gempa bumi ini
merupakan jenis gempa bumi dangkal yang diduga kuat akibat aktivitas Sesar Naik Mamuju. Sesar ini diketahui
memiliki laju geser sebesar 2 milimeter per tahun. Hal ini didukung oleh hasil analisis mekanisme sumber gempa ini
memiliki mekanisme sesar naik (thrust fault). Guncangan gempa ini dirasakan di Kabupaten Majene dan Mamuju
dengan skala V–VI MMI, di Mamasa, Polewali Mandar serta di Makassar dengan skala IV–V MMI, serta di Palu
dengan skala III–IV MMI. Gempa ini juga dilaporkan dirasakan oleh masyarakat Parepare, Wajo, Tana Toraja,
Pangkep bahkan hingga Kotabaru dan Batulicin di Kalimantan Selatan, serta Balikpapan di Kalimantan Timur.
Gempa dirasakan pada skala VIII dalam skala Mercalli di Kecamatan Tapalang, Mamuju.
Kerusakan terjadi pada sejumlah bangunan di antaranya Maleo Town Square, toko, swalayan, sekolah, dan Rumah
Sakit Mitra Manakarra yang ambruk, serta bagian depan kantor Gubernur Sulawesi Barat. Kantor menara pemandu
lalu lintas di Bandar Udara Tampa Padang dan Rutan Mamuju juga dilaporkan mengalami kerusakan. Kerusakan
massif juga terjadi dikompleks Perkantoran Kantor Bupati Mamuju, diantaranya bangunan Gedung Kantor Bupati,
Bappepan dan BPKAD, dan gedung SatPol-PP.
Berkaitan dengan bangunan-bangunan tersebut, maka perlu dilaksanakan pemeriksaan kondisi gedung eksisting
tersebut pasca gempa. Tahapan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi bangunan ͠ gedung
tersebut (contoh kasus gedung SatPol-PP) sesuai Pemeriksaan Cepat (Quick Assesment), kemudian dilanjutkan ke
Pemeriksaan Detail (Detail Assesment). Metode Assesment sesuai aturan Pemeriksaan Awal Kerusakan Bangunan
Beton Bertulang Akibat Gempa (PD-T-11- 2004-C) dari Dep. Pekerjaan Umum, BPPPU, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman dan sesuai prosedur ATC-20, Procedures for Postearthquake Safety Evaluation of
Buildings-Applied Technology Council, California, USA. Selanjutnya untuk pemeriksaan detail struktur bangunan
gedung eksisting pasca gempa yang mengacu pada Standar ASCE 41-17 : Seismic Evaluation and Retrofit of
Existing Building.

2. LOKASI BANGUNAN
Bangunan gedung Kantor Satpol PP, berada di Jln. Soekarno Hatta No. 17, Kompleks Perkantoran Kantor Bupati
Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Dengan koordinat geografis pada Lintang Selatan -2.689212° dan Bujur Timur
118.883765°.
Gambar 1. Peta Citra Lokasi Kantor SatPol-PP, Kab. Mamuju, Sulawesi Barat

3. INFORMASI BANGUNAN
Beberapa informasi Bangunan gedung Kantor SatPol – PP : a. Type Bangunan permanen lantai satu (1) b. Tipe
struktur adalah pasangan bata dengan perkuatan (reinforced masonry) c. Luas bangunan utama 20 x 40 = 800 m2.

Gambar 2. Denah Gedung Kantor SatPol – PP Eksisting

Gambar 3. Potongan A-A Gedung SatPol – PP Eksisting


Gambar 4. Potongan B-B Gedung SatPol – PP Eksisting

Gambar 5. Potongan C-C Gedung SatPol – PP Eksisting

4. PROSEDUR PEMERIKSAAN ASCE 41-17


Pemeriksaan detail struktur bangunan gedung eksisting pasca gempa yang mengacu pada Standar ASCE 41-17 :
Seismic Evaluation and Retrofit of Existing Building, dengan prosedur sebagai berikut :
TAHAP-1: Gunakan prosedur pemeriksaan dan analisis sesuai ASCE 41-17 Tier 1 Screening Procedure. Evaluasi
ketahanan gempa secara umum melalui pengamatan visual, pengukuran dimensi secara sederhana dan pengumpulan
data bangunan eksisting. Jika memenuhi syarat maka dinyatakan aman, sehingga perbaikan yang dilakukan berupa
perbaikan non-struktural. Jika tidak memenuhi syarat maka lanjutkan ke tahap-2.
TAHAP-2: Gunakan prosedur pemeriksaan dan analisis sesuai ASCE 41-17 Tier 2 Deficiency Based Evaluation and
Retrofit Procedure. Lakukan Pemeriksaan Mutu Material Eksisting, dan data detail komponen struktur Analisis
komponen struktur yang mengalami defisiensi, rencanakan perkuatan. Rencana perkuatan dievaluasi, jika memenuhi
syarat maka dilakukan perkuatan seperti rencana. Jika tidak memenuhi syarat maka lanjutkan ke tahap-3.
TAHAP-3: Gunakan prosedur analisis sesuai ASCE 41-17 Tier 3 Systematic Evaluation and Retrofit Procedure.
Prosedur analisis dan rencana perkuatan (retrofit) pada bangunan secara menyeluruh, termasuk pemodelan struktur,
strategi perkuatan, dan dokumen pelaksanaan (gambar teknis, spesifikasi, dan penjaminan mutu). Hasil kajian
berupa rencana perkuatan (retrofit).
EVALUASI TINDAK LANJUT: Rencana perkuatan dievaluasi apakah memungkinkan untuk dilaksanakan,
berdasarkan efisiensi rencana anggaran biaya (RAB), metode pelaksanaan, atau kendala lain. Jika rencana perkuatan
tidak memungkinkan, maka dilakukan rekonstruksi.
Gambar 6. Bagan Alir Pemeriksaan ASCE 41-17

5. PENILAIAN KONDISI EKSISTING BANGUNAN


Untuk pemeriksaan kondisi eksisting sesuai aturan ATC-20, Procedures for Postearthquake Safety Evaluation of
Buildings-Applied Technology Council, California, USA.

Dokumentasi Kondisi Eksisting

Gambar 7. Pemeriksaan Struktur Bangunan Bawah

Gambar 8. Pemeriksaan Struktur Bangunan Atas


Format isian Assesment sesuai ATC – 20

Gambar 9. Contoh Format Isian Assestment dari ATC-20

Pemeriksaan Detail Sesuai ASCE 41-17


Tier 1 Screening
Diterapkan sesuai kondisi eksisting bangunan gedung sebagai berikut :

(a) (b)
Gambar 10. Denah Perletakan (a) Kolom dan Dinding dan (b) Ring balk
Sesuai format ASCE 41-17 untuk Tier 1 sebagai berikut:

Gambar 11. Contoh Hasil Pemeriksaan Sesuai format ASCE 41-17 untuk Tier 1
Catatan : a) Angker dinding tidak sesuai (NC); b) Angker dinding atau kolom beton tidak terpasang ke pondasi
(NC); c) Untuk bukaan pada dinding pasangan batu bata 5/20 = 25% (NC); d) Bukaan dinding pasangan batu bata
pada posisi terluar sepanjang 9.25 m > 2.4 (NC).

Pemeriksaan Mutu Material Eksisting


Bangunan yang di evaluasi perlu dilakukan pengujian mutu material eksisting yang terpasang.
1. Pengujian Palu Beton (Hammer Test)
Untuk memperkirakan keseragaman mutu beton terpasang dilakukan dengan metode Non-Destructive Test yang
dilakukan dengan menggunakan alat palu beton, alat ini ditekan pada elemen struktur kemudian dari alat tersebut
akan diperoleh nilai angka pantul, dari nilai angka pantul tersebut kemudian dikorelasikan dengan data nilai kuat
tekan beton inti, sehingga dapat diperoleh mutu beton hasil korelasi. Pengambilan untuk satu titik pengujian dalam
uji palu beton disyaratkan diambil minimal 10 kali angka pantul. Pengujian ini menggunakan alat palu beton
(Hammer Schmidt) type N/NR, mengikuti standar SNI ASTM C805:2012 mengenai Metode Uji Angka Pantul Beton
Keras. Dalam ASTM C805, dijelaskan bahwa untuk memperkirakan kekuatan pada struktur yang ada, tetapkan
hubungan antara angka pantul yang diukur pada struktur dengan kekuatan inti beton (core) yang diambil dari lokasi
yang bersangkutan.

2. Pengujian Kuat Tekan Beton Inti


Uji kuat tekan beton inti hasil dari coredrill yang diambil dari komponen struktur, dilakukan untuk mendapatkan
kuat tekan beton terpasang. Sebelum dilakukan pengujian dilakukan capping dengan material sulfur pada permukaan
beton inti, sehingga silinder dapat diuji dengan alat uji tekan. Metode pengujian yang dilakukan adalah berdasarkan
SNI 2492–2018 mengenai Metode Pengambilan dan Pengujian Benda Uji Beton Inti serta SNI 1974-2011 mengenai
Cara Uji Kuat Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder. Elemen silinder beton inti yang diambil kemudian diuji di
laboratorium dengan menggunakan alat UTM (Universal Testing Machine). Dari hasil Pengujian Kuat Tekan Beton
Inti diperoleh nilai kekuatan beton (expected) sebesar fce =12.23 MPa.

Level Seismik dan Evaluasi Kinerja


Peta pergerakan tanah seismik memuat parameter-parameter gerak tanah (Ss dan S1) berdasarkan risiko gempa
maksimum yang dipertimbangkan. Dalam ASCE 41:2017 diatur risiko gempa dipertimbangkan dalam evaluasi
gempa bangunan eksisting dengan penanganan emergency respons menggunakan gempa 2% terlampaui dalam 1
tahun (berdasarkan konsesus PusGeN). Untuk penanganan permanen menggunakan gempa 20% terlampaui dalam
50 tahun (periode ulang 250 tahun) disebut Basic Safety Earthquake 1-Existing (BSE-1E) untuk evaluasi kondisi
layan (kekuatan bangunan); dan gempa 5% terlampaui dalam 50 tahun (periode ulang 1000 tahun) disebut Basic
Safety Earthquake 2-Existing (BSE-2E) untuk evaluasi kinerja struktur (performance level). Kedua risiko gempa
tersebut lebih kecil daripada risiko gempa yang dipertimbangkan dalam desain bangunan baru (periode ulang 2500
tahun). Dengan parameter amplifikasi yang sesuai dengan kondisi tanah, dapat diperoleh parameter percepatan
respon spektra desain periode pendek (SDS) dan periode 1 detik (SD1). Kedua parameter tersebut selanjutnya
digunakan untuk menentukan level seismisitas yang diatur oleh ASCE 41:2017 Tabel 1.
Untuk lokasi bangunan gedung Kantor ini, diperoleh parameter sebagai berikut :
SDS := 0.992g
SD1 := 0.588g
Sesuai Eurocode 8 (Iswandi et.all, 2020), untuk konversi Tr=2500 ke Tr=target (225 tahun atau 975 tahun), maka
dapat digunakan persamaan berikut :

( )
k
agc T Rc
=
a gR T NCR
Untuk nilai k diambil 0.30 – 0.40. Maka berdasarkan persamaan sebelumnya dapat dihitung sebagai berikut :

( ) ( )
0.4 0.4
225 225
S S(TR=225) = × Ss S1 (TR=225)= × S1
2500 2500

( ) ( )
0.4 0.4
975 975
S S(TR=975) = × Ss S1 (TR=975)= × S1
2500 2500

Gambar 12. Response Spectrum Horizontal (ASCE 41-17)


Besaran B1 sesuai ASCE 41-17
4
B1=
[5.6−ln ⁡(100 β)]
Untuk Ss dan S1 pada lokasi bangunan diperoleh:
SS := 1.487g ; S1 := 0.588g
Sesuai dengan ASCE/SEI 41-17
S xS=Fa × S s S x1=Fv × S1
Maka diperoleh untuk periode ulang 225 Tahun dan 975 Tahun
S xS=Fa × S s(TR=225) =0.567 g S x1=Fv × S1 (TR=225)=0.336 g
S xS=Fa × S s(TR=975) =1.020 g S x1=Fv × S1 (TR=975)=0.605 g
(a) (b)
Gambar 12. (a) Response Spektra 225 Tahun dan (b) Response Spektra 975 Tahun

Demand Capacity Ratio


Dengan input beban gempa berdasarkan periode ulang 225 tahun dan 975 tahun, maka diperoleh hasil analisis
Demand Capacity ratio untuk struktur balok dan struktur kolom DCr > 1 (terjadi kegagalan). Untuk Gempa 225
tahun, hasil analisis terdapat beberapa struktur kolom yang memiliki DCR=1 dan kegagalan dominan pada struktur
balok (DCr > 1) sebagaimana terlihat pada Gambar 13(a). Sedangkan untuk Gempa 975 tahun, hasil analisis struktur
kolom yang memiliki DCr>1 dan kegagalan pada struktur balok DCr > 1 sebagaimana terlihat pada Gambar 13(b).

(a) (b)
Gambar 13. Ouput Demand Capacity Ratio (a) DCR 225 Tahun dan (b) DCR 975 Tahun

Pemeriksaan Kondisi Geoteknik


Lokasi gedung SatPol-PP tepat berada dekat tebing dengan kedalaman tebing sekitar 30 m. Jarak terdekat dari
belakang gedung yang ditinjau adalah sekitar 5.0 meter. Saat gempa terjadi, ada indikasi terjadinya pergerakan tanah
kearah belakang bangunan gedung. Pergerakan tanah tersebut dapat terlihat pada bagian belakang bangunan
eksisting dengan adanya retakan dan penurunan tanah dan juga pada bagian dalam bangunan eksisting dengan
adanya retakan pada lantai searah memanjang bangunan. Hal yang juga berpengaruh pada pondasi pasangan batu
batu yang terjadi penurunan dan retak. Kerusakan terjadi pada beberapa bagian pondasi jalur eksisting karena
sebagian duduk diatas timbunan tanah, terutama pada bagian belakang arah tebing dengan penurunan sekitar 85 mm.

6. KESIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan sesuai syarat ASCE 41-17 dengan pemeriksaan Tier-1 dan Pemeriksaan Geoteknik, maka
diperoleh bahwa bangunan eksisting Kantor SatPol-PP Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, tidak layak
untuk perbaiki dan diperkuat, sehingga Rekomendasi tidak lanjut bangunan gedung Kantor tersebut akan dilakukan
Pembongkaran dan Rekonstruksi atau Pembangunan kembali gedung Kantor SatPol-PP yang baru.
DAFTAR PUSTAKA

ASCE STANDARD, (2017). “Seismic Evaluation and Retrofit of Existing Buildings (ASCE/SEI 41-17)”,
(Virginia: American Society of Civil Engineers)
ATC-20 report, (2020). “Procedures for Postearthquake Safety Evaluation of Buildings”, Applied Technology
Council, California, USA.
Iswandi Imran, Erwin Lim, dan Salma Shabriani R, (2020), “Asesmen Ketahanan Gempa Struktur
Bangunan Gedung Eksisting: Berbagai Keterbatasan dan Solusinya”,

Anda mungkin juga menyukai