Anda di halaman 1dari 62

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN

TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PETROLOGI

LAPORAN LENGKAP

OLEH :

SEFAR PAROTOK
F121 22 044

PALU
2023
LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM PETROLOGI

Telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu syarat kelulusan


Praktikum Petrologi
Program Studi
S1Teknik Geologi
Fakultas Teknik
Universitas Tadulako

Palu, 13 Desember 2023

Sefar Parotok
F 121 22 044
No Asisten Dosen Nim Tanda Tangan
1 Widya Fancia Pratiwi Rense F12119045
2 Farhan Alvyannur F12119047
3 Nurlela M. Busula F12119019
4 Rahayu Utami Wololi F12119030
5 Trisna Wardana Suwardi F12120016
6 Mella Tangkidi F12120090
7 Amrana F12120049
8 Gladys Novia Soputra F12120007
9 Huzaima F12120005
10 Mohammad Roni Gunawan F12120045

Menyetujui

Koordinator Program Studi Koordinator Praktikum

Harly Hamad, S.T, M.T Ir. Irianto Uno M .Sc.


NIP. 197001052000031002 NIP. 196112171987031002
KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena atas
berkat sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Laporan
Praktikum Petrologi” ini tepat pada waktunya.

Terlebih dahulu, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Irianto
Uno, M.Sc selaku Dosen koordinator praktikum petrologi dan juga kepada asisten
dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni ini.

Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi


dalam pemahaman konsep Petrologi, serta dapat menjadi referensi bagi pembaca
yang ingin mendalami bidang ini lebih lanjut.

Akhir kata, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
guna perbaikan di masa mendatang.

Terima kasih.

Palu, 14 Desember 2023

Sefar Parotok
F 121 22 044

DAFTAR ISI

ii
LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM PETROLOGI..........................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................1

1.2. Maksud dan Tujuan............................................................................1

1.3. Lokasi Penelitian................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4


2.1. Mineral...............................................................................................4

2.2. Batuan Beku.......................................................................................9

2.3. Batuan Sedimen...............................................................................19

2.4. Batuan Metamorf.............................................................................28

2.5. Geologi Regional.............................................................................37

BAB III METODOLOGI.............................................................................39


3.1. Alat dan bahan.................................................................................39

3.2. Langkah kerja...................................................................................39

BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................41
4.1. Lapangan 1.......................................................................................41

4.2. Lapangan 2.......................................................................................43

BAB V PENUTUP.........................................................................................46
5.1. Kesimpulan......................................................................................46

5.2. Saran.................................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................49
LAMPIRAN...................................................................................................50

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Lokasi penelitian......................................................................2

Gambar 2. 1 Bowenreaction series………….….………………………...10


Gambar 2.2 Klasifikasi batuan beku menurut IUGS.................................18
Gambar 2.3 Pembagian kategori kebundaran menurut Pettijohn, (1987). 22
Gambar 2.4 Keseragaman ukuran besar butir pada batuan sedimen.........22
Gambar 2.5 Kemas....................................................................................23
Gambar 2.6 Flute cast...............................................................................24
Gambar 2.7 Groove cast............................................................................25
Gambar 2.8 Perlapipsan persejajaran........................................................25
Gambar 2.9 Struktur Laminasi..................................................................26
Gambar 2.10 Slaty Cleavage.......................................................................33
Gambar 2.11 Phylitic...................................................................................34
Gambar 2.12 Schistosic...............................................................................34
Gambar 2.13 Gneissic/Gnissose..................................................................35
Gambar 2.14 Struktur Hornfelsic................................................................35
Gambar 2.15 Struktur Minolitic..................................................................36
Gambar 2.16 Peta Geologi Lembar Palu (Sukamto dkk, 1973)..................37
Gambar 4.1 Singkapan stasiun
1.................................................................41
Gambar 4.2 Singkapan stasiun
2..................................................................42
Gambar 4.3 Singkapan stasiun
3..................................................................43
Gambar 4.4 Singkapan stasiun
4..................................................................44
Gambar 4.5 Singkapan stasiun
5...................................................................45

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel skala mohs......................................................................................6


Tabel 2.2 Klasifikasi Batuan Beku Fenton (1940)..................................................16
Tabel 2.3 Klasifikasi Batuan Beku Travis (1955)...................................................17
Tabel 2.4 Ukuran butir menurut Wenworth............................................................21

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan
lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit
bumi yang dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal-hal yang dapat
diketahui secara cepat dan jelas. Salah s atu diantaranya adalah kenyataan bahwa
daratan tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan berbeda-beda
materi penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.
Petrologi yaitu ilmu yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang
mencakup cara terjadinya, komposisi batuan, klasifikasi batuan dan sejarah
geologinya. Batuan sebenarnya telah banyak dipergunakan orang dalam
kehidupan sehari-hari hanya saja kebanyakan orang hanya mengetahui cara
mempergunakannya saja, dan sedikit yang mengetahui asal kejadian dan seluk-
beluk mengenai batuan ini. Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi.
Batuan didefenisikan sebagai kumpulan dari satu atau lebih mineral yang
terbentuk di alam secara alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi. Batuan
adalah materi yang terbentuk secara alamiah, telah terkonsolidasikan, terdiri dari
satu jenis mineral ( monominerallic ) atau lebih dan umumnya terdiri dari agregat/
kumpulan dari beberapa mineral yang berbeda ( Plummer, dkk, 2001 ).

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari pada praktikum petrologi 2023 kali ini yaitu untuk
menambah pemahaman dan wawasan kita tentang jenis, proses dan tempat
terbentuknya suatu batuan yang dimana praktikum kali ini sangat penting bagi
kita seorang Geologist. Berikut adalah tujuan dari praktikum kali ini :
1. Kita dapat mengetahui mineral-mineral dalam pembentukan pembentukan
batuan

1
2. Kita dapat mengetahui pengertian, proses, jenis, pengklasifikasian dan
pembentukan batuan beku
3. Kita dapat mengetahui pengertian, proses, jenis, pengklasifikasian dan
pembentukan batuan sedimen
4. Kita dapat mengetahui pengertian, proses, jenis, pengklasifikasian dan
pembentukan batuan metamorf

1.3. Lokasi Penelitian

Gambar 1. 1 Lokasi penelitian

Lokasi penellitian kali ini berada pada dua lokasi yaitu Daerah Buluri,
Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah dengan jumlah
stasiun yang amatu berjumlah 3. Kemudian pada daerah Nupa Bomba,
Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah yang
melewati 2 stasitun dan juga sebagai akhir perjalan fieldtrip Petrologi.

Lokasi penelitian ini dicapai dengan menggunakan sepeda motor yang


dimulai sekitaran pukul 08.00 WITA. Perjalanan dari titik awal ke st 01 kurang
lebih memakan waktu selama 20 menit dengan ajarak 9 km, kemudian St 02

2
yang tidak jauh dari St 01 dengan waktu tempu sekitar 5 menit dimana jaraknya
berkisar 500 m. St 03 di jumpai ketika jalan kembali dari St 02 dimana
waktunya berkisar sekitar 10 menit dengan jarak kurang lebih 1 km. Selanjutnta
St 04 yang berada pada kawasan Napu bomba memiliki jarak sekitar 30 km
dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dan terakhir St 05 yang merupakan St
terkahir berjarak sekitar 10 km dari St 04 dengan jarak tempuhnya adalah 20
menit.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.4. Mineral

R Potter dan H. Robinson (1977) Mineral adalah suatu zat atau bahan
homogen, mempunyai komposisi kimia tertentu atau dalam batas batas tertentu
dan mempunyai sifat sifat tetap, terbentuk di alam dan bukan hasil suatu
kehidupan. Mineral adalah suatu zat yang terdapat dalam alam dengan komposisi
kimia yang khas dan biasanya mempunyai struktur kristal yang jelas, yang
kadang-kadang dapat menjelma dalam bentuk geometris tertentu. Istilah mineral
dapat mempunyai bermacam-macam makna; sukar untuk mendefinisikan mineral
dan oleh karena itu kebanyakan orang mengatakan, bahwa mineral ialah satu frase
yang terdapat dalam alam. Mineral terdiri dari unsur atau persenyawaan kimia
yang dibentuk secara alamiah oleh proses-proses anorganik, mempunyai sifat-sifat
kimia dan fisika tertentu dan mempunyai penempatan atom-atom secara beraturan
di dalamnya, atau dikenal sebagai struktur kristal. Mineral terbentuk dari atom-
atom serta molekul-molekul dari berbagai unsur kimia, dimana atom-atom
tersebut tersusun dalam suatu pola yang teratur. Keteraturan dari rangkaian atom
ini akan menjadikan mineral mempunyai sifat dalam yang teratur.

1.1.1. Sifat-Sifat Mineral


Adapun sifat-sifat dari mineral dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai
berikut:
1. Sifat Fisik Mineral
a. Bentuk kristal (form)
Bentuk kristal merupakan kenampakan luar mineral yang
mencerminkan susunan atom yang teratur dari mineral tersebut.
Kadangkala suatu mineral memiliki lingkungan yang memungkinkan

4
mineral tersebut dapat membentuk individu kristal dengan teratur.
Beberapa kristal seperti mineral kuarsa, dapat mengkristal dengan bentuk
yang teratur, sehingga sangat memudahkan dalam mendeterminasi kristal
tersebut. Sebaliknya kebanyakan mineral mengkristal dengan bentuk yang
tidak beraturan, karena masing-masing membutuhkan ruangan yang cukup
untuk membentuk kristal yang teratur. Akibatnya kristal-kristal akan saling
tumbuh sehingga tidak membentuk kristal yang sempurna.
b. Kilap (Luster)
Kilap merupakan kenampakan refleksi cahaya pada bidang kristal.
Mineral dengan kenampakan sepertilogandisebut memiliki kilap logam
(metalik), mineral dengan kilap non metalik mempunyai kilap yang
bervariasi, antara lain vitreous (kilap seperti kaca), pearly, silky, erathy,
dll. Beberapa mineral mempunyai kilap antara logam dan non logam
disebut kilap submetalik
c. Warna (colour)
Meskipun warna merupakan sifat fisik yang paling mudah dikenali,
tetapi sifat fisik ini tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan jenis
mineral. Warna mineral kadang-kadang sudah mengalami pengotoran,
sehingga mineral yang sama dapat memiliki warna yang berbeda.
d. Cerat (Streak)
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk bubuk (diketahui dengan
menggoreskan pada keping porselen). Meskipun warna suatu mineral
dapat bermacam-maca, tetapi ceratnya selalu sama. Jadi warna cerat lebih
merupakan warna asli dari mineral. Cerat dapat juga membantu untuk
membedakan mineral metalik dan non metalik. Mineral dengan kilap
metalik biasanya mempunyai cerat lebih gelap daripada cerat mineral
dengan kilap non metalik.
e. Kekerasan (Hardness)
Salah satu sifat fisik mineral yang sangat berguna adalah kekerasan,
yaitu daya tahan mineral terhadap abrasi atau goresan. Kekerasan suatu
mineral yang belum diketahui dapat diukur dengan menggoreskan pada

5
mineral lain yang telah diketahui kekerasannya, atau sebaliknya. Nilai
kekerasan dapat disebandingkan dengan skala Mohs, yaitu urutan dari
kekerasan mineral yang terdiri dari 10 mineral dengan kekerasan mulai
dari 1 sampai 10.
Tabel 2.1 Tabel skala mohs

Mineral yang tidak diketahui kekerasannya dapat juga dibandingkan


dengan benda lain yang diketahui kekerasannya. Beberapa benda yang
diketahui kekerasannya antara lain kuku manusia mempunyai kekerasan
2,5, kaca 5,5 dan logam tembaga 3. Mineral gipsum dapat dengan mudah
digores dengan kuku, sedangkan kalsit dapat menggores kuku manusia.
Mineral Intan merupakan mineral yang paling keras yang sangat umum,
dan dapat digunakan untuk memotong kaca dengan mudah.
f. Belahan (Cleavage)
Belahan adalah kecenderungan mineral untuk pecah melalui bidang
yang rata. Mineral yang mempunyai bidang belah dapat diketahui dengan
menunjukkan adanya bidang yang rata apabila mineral tersebut
dipecahkan. Contoh mineral dengan belahan yang baik adalah mika.
Karena mika mempunyai belahan satu arah, maka bila mineral tersebut
dihancurkan akan membentuk lembaran-lembaran yang tipis. Mineral
dapat mempunyai belahan beberapa arah, tetapi ada pula mineral yang
tidak mempunyai bidang belahan. Mineral yang mempunyai belahan lebih

6
dari satu arah dikenal dengan jumlah bidang rata yang ditunjukkan dan
sudut yang dibentuk oleh bidang belahannya.

g. Pecahan (Fracture)
Pecahan merupakan kenampakan pecahan dari mineral. Kenampakan
ini kebanyakan ditunjukkan oleh mineral yang tidak mempunyai bidang
belahan. Mineral kuarsa menunjukkan kenampakan seperti pecahan kaca
yang disebut konkoidal. Kebanyakan mineral menunjukkan pecahan tidak
rata.
h. Berat jenis (specifik gravity)
Berat jenis merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara
berat mineral dengan berat dari volume air. Jika mineral mempunyai berat
3 kali dari berat air dengan volume yang sama, maka mineral tersebut
mempunyai berat jenis 3. Secara praktis berat jenis mineral dapat
diperkirakan dengan menimbang di tangan. Bila mineral tersebut terasa
berat, seperti beratnya satu contoh batuan, maka berat jenisnya sekitar 2,5-
3. Mineral logam umumnya memiliki 3 kali lipatnya.Galenamempunyai
berat jenis 7,5 sedangkan berat jenis emas 24 karat adalah 20.Mineral
dengan berat jenis lebih besar dari 2,89 disebut dengan mineral berat.
Mineral berat ini diperoleh dengan memisahkannya dari mineral ringan
dengan menggunakan cairan berat biasanya dipakai cairan bromoform.
Asosiasi kumpulan mineral berat dapat digunakan untuk mengetahui
sumber material dari sedimen atau batuan sedimen.
2. Sifat kimiawi mineral
Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan menjadi
mineral Silikat dan mineral Non-silikat. Terdapat 8 kelompok mineral Non-silikat,
yaitu kelompok Oksida, Sulfida, Sulfat, Native elemen, Halid, Karbonat,
Hidroksida, dan Phospat Adapun mineral silikat (mengandung unsur SiO) yang
umum dijumpai dalam batuan. Di depan telah dikemukakan bahwa tidak kurang
dari 2000 jenis mineral yang dikenal hingga sekarang. Namun ternyata hanya
beberapa jenis saja yang terlibat dalam pembentukan batuan. Mineral-mineral

7
tersebut dinamakan “Mineral pembentuk batuan”, atau “Rock-forming minerals”,
yang merupakan penyusun utama batuan dari kerak dan mantel Bumi. Mineral
pembentuk batuan dikelompokan menjadi empat: (1) Silikat, (2) Oksida, (3)
Sulfida dan (4) Karbonat dan Sulfat.
a. Mineral Silikat
Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini,
yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan
beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 %
dari berat kerak-Bumi terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100 % dari
mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari kerak Bumi). Silikat
merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen,
batuan beku maupun batuan malihan. Silikat pembentuk batuan yang
umum adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
ferromagnesium dan non-ferromagnesium.
b. Mineral oksida.
Terbentuk sebagai akibat perseyawaan langsung antara oksigen dan
unsur tertentu. Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral
oksida umumnya lebih keras dibanding mineral lainnya kecuali silikat.
Mereka juga lebih berat kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam
oksida adalah besi, Chroom, mangan, timah dan aluminium. Beberapa
mineral oksida yang paling umum adalah “es” (H 2O), korondum (Al2O3),
hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2).
c. Mineral Sulfida.
Merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara unsur tertentu
dengan sulfur (belerang), seperti besi, perak, tembaga, timbal, seng dan
merkuri. Beberapa dari mineral sulfida ini terdapat sebagai bahan yang
mempunyai nilai ekonomis, atau bijih, seperti “pirit” (FeS 2), “chalcocite”
(Cu2S), “galena” (PbS), dan “sphalerit” (ZnS).
d. Mineral-mineral Karbonat dan Sulfat.
Merupakan persenyawaan dengan ion, dan disebut “karbonat”,
umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan “kalsium karbonat”,

8
CaCO3 dikenal sebagai mineral “kalsit”. Mineral ini merupakan susunan
utama yang membentuk batuan sedimen.
Mineral pembentuk batuan beku hampir selalu mengandung unsur
Silisium (Si) sehingga sering disebut bahan silikat alam. Mineral tersebut
ada yang tidak berbentuk (amorf) dan ada yang berbentuk kristal.
Berdasarkan warna dan komposisi kimia maka mineral/ kristal pembentuk
batuan beku secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Kelompok mineral gelap atau mafic minerals, mengandung banyak
unsur magnesium (Mg) dan besi (Fe).
2. Kelompok mineral terang atau felsic minerals, banyak mengandung
unsur aluminium (Al), kalsium (Ca), natrium (sodium; Na), kalium
(potassium; K) dan silisium (Si).

1.5. Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, “api”) adalah jenis
batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau
tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif
(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma
ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di
mantel ataupun kerak bumi.
Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut:
kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari
700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di
bawah permukaan kerak bumi.
Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947),
Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar
terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.500 °C dan bersifat
mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah.
Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan terlarut yang bersifat volatil
(air, karbon dioksida, klorin, fluorin, besi, belerang, dan lain-lain) yang

9
merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatil (non-gas) yang
merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Saat magma mengalami penurunan suhu dalam perjalanan naik ke permukaan
bumi, mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa
penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh
NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan seri reaksi Bowen. Dalam
mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu untuk mengetahui karakteristik batuan
beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku.

Gambar 2. 1 Bowen reaction series

Batuan beku basa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung 45%-
52% SiO2 dalam komposisinya. Kandungan mineral penyusunnya di dominasi
oleh mineral-mineral gelap (mafic). Batuan beku basa dapat terbentuk secara
plutonik maupun vulkanik. Yang terbentuk secara plutonik umumnya adalah
batuan dari kerak samudra yang terbentuk dari jalur tektonik divergen, sedangkan
yang terbentuk secara vulkanik adalah dari gunung api atau intrusian yang
ketebalan kerak buminya tidak terlalu tebal. Kehadiran mineral-mineralnya seperti
Olivin, Piroksin, Hornblende, Biotit, Plagiolas dan sedikit Kuarsa. Warna pada
batuan beku basa ini umumnya gelap karena kandungan mineralnya yang
dominan gelap.

10
Batuan beku ultrabasa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung
kurang dari 45% SiO2 dari komposisinya. Kandungan mineralnya didominasi
oleh mineral-mineral berat dengan kandungan unsur-unsur seperti Fe(besi/iron)
dan Mg(magnesium) yang disebut juga mineral ultramafik. Batuan beku ultrabasa
hanya dapat terbentuk secara plutonik, dikarenakan materi magma asalnya yang
merupakan magma induk(parent magma) yang berasal dari asthenosfer. Kehadiran
mineralnya seperti olivin, piroksin, hornblende, biotit dan sedikit plagioklas. Pada
batuan beku ultrabasa hampir tidak ditemukan mineral kuarsa. Batuan beku
ultrabasa ini juga hanya bertekstur afanitik karena sifat tempat terbentuknya yang
plutonik.

1.1.2. Sifat-Sifat Fisik Batuan Beku


Adapun sifat fisik dari batuan beku dibagi menjadi tiga antara lain yaitu
sebagai berikut
1. Tekstur Batuan Beku
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar
mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral
dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur pada
batuan beku umumnya ditentukan oleh empat hal yang penting, yaitu:
a. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada
waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya
digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan
yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan
kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya
berlangsung lambat maka kristalnya kasar, sedangkan jika pembekuannya
berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika
pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya
berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat
kristalisasi, yaitu:
b. Granularitas

11
Didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada
umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu :

1) Faneritik
Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain
secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini
dapat dibedakan menjadi :
a) Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
b) Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
c) Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
d) Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari
30 mm.
2) Afanitik
Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan
dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Dalam
analisis mikroskopis dapat dibedakan:
a) Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa
diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1
– 0,01 mm.
b) Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu
kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran
butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
c) Glass, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
3) Porfiritik
Merupakan tekstur yang khusus dimana terdapat campuran antara
butiran kasar di dalam massa dengan butiran yang lebih halus. Butiran
yang relative sempurna dinamakan fenokrist (phenocrysts), sedangkan
butiran yang lebih kecil disebut massa dasar (groundmass). Tekstur

12
porfiritik menunjukkan bahwa magma yang sebagian membeku
bergerak ke atas dengan cepat lalu mendingin dengan cepat pula.
c. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan
sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi
dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
1) Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang
kristal.
2) Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat
lagi.
3) Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
d. Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai
hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatun
batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang
membentuk batuan berukuran sama besar.
2) Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk
batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang
lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau
gelas. Tekstur ini terdiri dari:
a) Porfiritik
Tekstur batuan beku dimana kristal besar (fenokris) tertanam dalam
masa dasar kristal yang lebih halus.
b) Vitroverik
Tekstur batuan beku dimana fenokris tertanam dalam masa dasar
berupa glass.
2. Struktur Batuan Beku
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi
kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku
sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya :

13
a. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan
vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
b. Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang
tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang
dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
c. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya
fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
d. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut
menunjukkan arah yang teratur.
e. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-
lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
f. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh
mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
g. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan
batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
h. Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-
struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau
rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint
(kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).
3. Komposisi Mineral Batuan Beku
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan
mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral
sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari
mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
b. Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit,
piroksen, amphibol dan olivin.
4. Sifat Khusus Batuan Beku Basa dan Ultrabasa

14
Batuan beku basa dan ultrabasa memiliki beberapa sifat-sifat khusus
yang menjadi pembeda dengan batuan lainnya, berukut adalah beberapa sifat
khusus yang dimiliki batuan beku basa dan ultrabasa
a. Batuan Beku Basa
Batuan beku basa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung
45%-52% SiO2 dalam komposisinya. Kandungan mineral penyusunnya di
dominasi oleh mineral-mineral gelap (mafic). Batuan beku basa dapat
terbentuk secara plutonik maupun vulkanik. Yang terbentuk secara
plutonik umumnya adalah batuan dari kerak samudra yang terbentuk dari
jalur tektonik divergen, sedangkan yang terbentuk secara vulkanik adalah
dari gunung api atau intrusian yang ketebalan kerak buminya tidak terlalu
tebal. Kehadiran mineral-mineralnya seperti Olivin, Piroksin, Hornblende,
Biotit, Plagiolas dan sedikit Kuarsa. Warna pada batuan beku basa ini
umumnya gelap karena kandungan mineralnya yang dominan gelap.
b. Batuan Beku Ultrabasa
Batuan beku ultrabasa adalah batuan beku yang secara kimia
mengandung kurang dari 45% SiO2 dari komposisinya. Kandungan
mineralnya didominasi oleh mineral-mineral berat dengan kandungan
unsur-unsur seperti Fe(besi/iron) dan Mg(magnesium) yang disebut juga
mineral ultramafik. Batuan beku ultrabasa hanya dapat terbentuk secara
plutonik, dikarenakan materi magma asalnya yang merupakan magma
induk(parent magma) yang berasal dari asthenosfer. Kehadiran mineralnya
seperti olivin, piroksin, hornblende, biotit dan sedikit plagioklas. Pada
batuan beku ultrabasa hampir tidak ditemukan mineral kuarsa. Batuan
beku ultrabasa ini juga hanya bertekstur afanitik karena sifat tempat
terbentuknya yang plutonik.

1.1.3. Klasifikasi Batuan Beku Basa dan Ultrabasa


Berikut adalah penjelasan mengenai klasifikasi batuan beku menurut
Fenton, Travis dan IUGS :
1. Klasifikasi Batuan Beku menurut Fenton

15
Fenton menggolongkan batuan beku berdasarkan tekstur dan tempat
terbentuknya. Batuan beku memiliki beragam tekstur yang dipengaruhi oleh
tempat dan kedalaman terbentuknya. Kedalaman yang berbeda menyebabkan
batuan beku memiliki tekstur yang berbeda pula. Fenton juga menjelaskan
bahwa batuan beku akan berwarna cerah apabila mengandung sedikit “iron-
magnesian minerals”, dan akan berwarna gelap apabila mengandung banyak
“iron-magnesian minerals”. Contoh batuan beku yang digolongkan menurut
Fenton adalah granit dan sianit.

Tabel 2.2 Klasifikasi Batuan Beku Fenton (1940)

Penggolongan batuan beku menurut Fenton memiliki kelebihan, yaitu


digunakannya plagioklas sebagai kunci mineral sehingga lebih terperinci.
Namun memiliki kekurangan pada ukuran butir batuan berbutir kasar yang
masih dalam satu golongan. Berikut adalah table klasifikasi batuan beku
menurut Fenton (1940)
2. Klasifikasi Batuan Beku menurut Russel B. Travis (1955)

16
Travis menggolongkan batuan beku berdasarkan teksturnya. Kelebihan
penggolongan batuan beku oleh Travis adalah penggunaan feldspatoid dalam
penggolongan dan penamaan batuannya yang lebih detail. Namun akan
menjadi lebih rumit karena harus menentukan kandungan feldspar batuan
beku.

Tabel 2.3 Klasifikasi Batuan Beku Travis (1955)

Selain berdasarkan komposisinya, Russell juga mengklasifikasikan


batuan beku berdasarkan komposisi kimianya dan color index. Kandungan
SiO2, Al2O3, Fe2O3 dalam suatu batuan akan sangat berpengaruh dalam

17
penamaan batuan itu. Sedangkan color index adalah pengklasifikasian batuan
berdasarkan warnanya.
Berdasarkan teksturnya, beliau juga mengklasifikasikan batuan kedalam
3 kelompok besar yaitu faneritik, porfiritik, dan afanitik. Faneritik adalah
tekstur batuan yang mempunyai ukuran mineral yang relatif sama dan dapat
dilihat dengan mata telanjang. Porfiritik adalah tekstur batuan yang mineral-
mineralnya memiliki ukuran yang berbeda dan dapat dilihat dan dibedakan
dengan mata telanjang. Porfiritik ini masih dibagi lagi menjadi phaneritic
groundmass yaitu batuan yang mempunyai mineral yang berukuran besar
(fenokris) tetapi massa dasar yang masih nampak dan aphanitic
groundmass yaitu batuan yang memiliki fenokris dengan massa dasar yang
halus dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang (mikroskopis). Afanitik
adalah tekstur batuan semua mineral penyusunnya berukuran sangat kecil dan
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Afanitik dibagi
menjadi microcrystalline dan glassy. Glassy adalah tekstur yang
keseluruhannya terdiri dari kaca seperti obsidian dan pitchstone.
3. Klasifikasi Batuan Beku Menurut IUGS
International Union of Geological Survey (IUGS) pada tahun 1973
tentang klasifikasi batuan beku. Klasifikasi ini secara umum didasarkan pada
proporsi kuarsa atau foid, plagioklas, dan alkali feldspar oleh diagram
piramida segitiga. Di setiap ujung sudutnya menyatakan komposisi 100%.
Nama batuan ditentukan dari perpotongan 3 titik.

18
Gambar 2.2 Klasifikasi batuan beku menurut IUGS

a. Diagram Klasifikasi Batuan Beku Fanerik


Golongan fanerik dapat dibagi atas beberapa jenis batuan, seperti
terlihat pada diagram segitiga Gambar (a), (b), dan (c). Dasar
pembagiannya adalah kandungan mineral kuarsa (Q), atau mineral
felspatoid (F), felsfar alkali (A), serta kandungan mineral plagioklas (P).
Cara menentukan nama batuan dihitung dengan menganggap jumlah
ketiga mineral utama (Q+A+P atau F+A+P) adalah 100%.
b. Diagram Klasifikasi Batuan Beku Afanitik
Salah satu cara terbaik untuk memperkirakan komposisi mineralnya
adalah didasarkan atas warna batuan, karena warna batuan umumnya
mencerminkan proporsi mineral yang dikandung, dalam hal ini proporsi
mineral felsik (berwarna terang) dan mineral mafik (berwarna gelap).
Semakin banyak mineral mafik, semakin gelap warna batuannya.
Penentuan nama atau jenis batuan beku afanitik masih dapat dilakukan
bagi batuan yang bertekstur porfiritik atau vitrofirik, dimana fenokrisnya
masih dapat terlihat dan dapat dibedakan, sehingga dapat ditentukan jenis
batuannya. Dengan menghitung prosentase mineral yang hadir sebagai
fenokris, serta didasarkan pada warna batuan/mineral, maka dapat
diperkirakan prosentase masing-masing mineral Q/F,A P, maka nama
batuan dapat ditentukan dengan cara yang sama.

1.6. Batuan Sedimen

Adapun untuk mempermudah memahami batuan sedimen, saya membagi


menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
1. Pengertian Batuan Sedimen
Batuan sedimen merupakan salah satu dari jenis jenis batuan penyusun
lapisan bumi yang mudah di temukan di lapisan tanah bagian atas. Menurut
Ganesa, berdasarkan kesertaan proses transportasinya, batuan sedimen
dikelompokkan menjadi dua yakni batuan sedimen klastik dan non klastik. Apa

19
yang dimaksud batuan sedimen klastik? Berikut adalah penjelasan lengkap
tentang pengertian, proses pembentukan dan contoh batuan sedimen klastik.
Kata ‘klastik’ merupakan bahasa Yunani yang mempunyai arti ‘jatuh’. Batuan
sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan
kembali detritus atau pecahan batuan asal yang berupa batuan metamorf,
batuan beku, atau batuan sedimen itu sendiri. Pengertian lain dari batuan
sedimen klastik adalah jenis batuan sedimen (batuan endapan) yang dihasilkan
dari proses sedimentasi batuan beku atau material padat lain yang mengalami
pelapukan mekanik. (Pettjohn, 1975).
Batuan sedimen klastik juga dapat diartikan sebagai batuan yang
diperoleh dari perubahan ukuran atau hancurnya batu besar menjadi batu kecil
secara mekanik sehingga sifat kimiawi batu tersebut masih sama dengan batuan
asalnya. Untuk memahami hal tersebut, dapat diambil contoh pelapukan batuan
gunung. Batu gunung yang berukuran besar hancur karena proses pelapukan
batuan. Hasil pelapukan tersebut adalah batu- batuan kecil yang kemudian
terbawa oleh aliran air sehingga mengendap di sungai sebagai batu pasir.
Proses terbentuknya batuan sedimen klastik di awali dengan pelapukan
batuan sedimen itu sendiri maupun jenis-jenis batuan lain. Hasil pelapukan
berupa fragmen yang terbawa oleh aliran air kemudian diendapkan di sungai,
danau atau rawa. Pengendapan tersebut berlangsung secara mekanis yang
terbagi menjadi 2 jenis menurut ukuran butiran batu. Batuan yang memiliki
ukuran besar terjadi akibat proses pengendapan langsung setelah peristiwa
erupsi gunung berapi. Pengendapan langsung ini terjadi di lingkungan sungai,
danau atau laut yang berada di sekitar gunung berapi. Batuan yang terbentuk
akan dikategorikan dalam batuan detritus kasar. Sedangkan batuan yang
berukuran kecil terbentuk akibat proses pengendapan yang terjadi di zona laut
dangkal maupun laut dalam. Batuan sedimen klastik merupakan batuan yang
terbentuk dari pengendapan batuan asal yang dapat berupa batuan beku, batuan
metamorf danbatuan sedimen itu sendiri, dalam proses diagenesanya batuan
sedimen klastik mengalami :

20
a. Kompaksi sedimen yaitu proses yang memperbesar kerapatan dari
tiapbutir bahan sendimentasi
b. Sementasi yaitu proses kimiawi yang menyebabkan antar butir saling
berikata
c. Reklistalisasi yaitu proses pengkristalan ulang dari mineral-mineral
sebelumnya.
d. Autigensasi yaitu proses pembentukan mineral baru pada batuan sedimen)
e. Metasomatisme yaitu proses bergantinya material sedimen tanpa
pengurangan volume dari batuan
2. Sifat fisik batuan sedimen klastik dan non klastik
a. Tekstur pada Batuan Sedimen
Dalam pengamatan mengenai tekstur batuan sedimen klastik, yang
perlu diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut :
1) Ukuran Butir
Ukuran butir yang biasa digunakan adalah skala Wenworth, 1922
yaitu:
Tabel 2.4 Ukuran butir menurut Wenworth

21
2) Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan batuan untuk meloloskan air.
Dapat diketahui permeabilitas dapat dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Permeabilitas baik, apabila batuan mampu meloloskan air ke dalam
batuan itu sendiri
b) Permeabilitas buruk, apabila batuan kurang mampu meloloskan air ke
dalam batuan itu sendiri

3) Kebundaran
Menurut Pettijohn, 1987 membagi kategori bundaran menjadi enam
tingkatan, yaitu :

Gambar 2.3 Pembagian kategori kebundaran menurut Pettijohn, (1987)

a) Sangat Meruncing/menyudut (Very angular)


b) Meruncing/menyudut (Angular)
c) Meruncing/menyudut Tanggung (Sub-angular)
d) Membundar/membulat Tanggung (Sub-rounded)
e) Membundar/membulat (Rounded)
f) Sangat Membundar/membulat (Well rounded)
4) Sortasi

22
Pemilahan merupakan keseragaman ukuran besar butir penyusun
batuan sedimen yang dapat disebut sebagai sortasi, dapat diketahui
sortasi atau pemilahan batuan sedimen terbagi menjadi lima, yaitu:

Gambar 2.4 Keseragaman ukuran besar butir pada batuan sedimen

a) Terpilah Sangat Baik (Very Well Sorted)


b) Terpilah Baik (Well Sorted)
c) Terpilah Sedang (Moderately Sorted)
d) Terpilah Buruk (Poorify Sorted)
e) Terpilah Sangat Buruk (Very Poorify Sorted)
5) Kemas (Fabrik)
Kemas adalah berupa sifat hubungan antar butir sebagai fungsi
orientasi butir dan packing, diketahui bahwa kemas terbagi menjadi dua,
yaitu:

Gambar 2.5 Kemas

a) Kemas terbuka, apabila butiran fragmen tidak saling bersentuhan,


bersinggungan atau berhimpitan satu sama lain (grain/clast supported).
Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam (besar dan kecil) maka
disebut bimodal clast supported, tetapi bila terdapat tiga macam butir
fragmen atau lebih maka disebut polymodal clast supported.

23
b) Kemas tertutup, apabila butiran fragmen tidak saling bersentuhan satu
sama lainnya, karena diantaranya terdapat material yang lebih halus
yang disebut matrik (matrix supported)

6) Porositas
Porositas atau pori ialah berupa ruang di dalam batuan itu sendiri
yang dapat terisi oleh fluida, seperti udara, air tawar atau asin, minyak
atau gas bumi. Porositas dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a) Porositas baik, apabila batuan tersebut mampu menyerap fluida.
b) Porositas buruk, apabila batuan tersebut kurang mampu menyerap
fluida.
3. Struktur pada Batuan Sedimen
Struktur sedimen ialah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi yang
lebih besar berupa suatu kelainan dari perlapisan normal pada batuan normal
pada batuan sedimen yang diakibatkan dari proses pengendapan dan keadaan
energi pembentuknya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu pengendapan
maupun setelah proses pengendapan. (Pettijohn & Potter, 1964;
Koesoemadinata, 1981).
Beda halnya dengan tekstur pada batuan sedimen yang sebaiknya diamati
pada sampel berukuran segenggam atau sayatan tipis, struktur sedimen
merupakan gejala yang sebaiknya diamati atau dipelajari pada singkapan.
a. Struktur Erosi
Struktur yang terbentuk akibat adanya arus yang mengikis batuan yang
lebih tua sebelum sedimen diendapkan diatasnya. Berikut yang termasuk
kedalam struktur erosi sedimen, yaitu :
1) Flute cast

24
Gambar 2.6 Flute cast

Flute cast adalah suatu struktur batuan sedimen berupa gerusan


pada permukaan lapisan batuan karena pengaruh aktivitas arus yang
terbentuk akibat pengikisan dan merupakan penciri dari endapan
turbidit. Endapan turbidit ialah suatu sedimen yang diendapkan oleh
mekanisme arus turbid (turbidity current).

2) Groove Cast
Groove cast merupakan bentuk punggungan memanjang pada
permukaan lapisan berkisar dari beberapa milimeter hingga beberapa
centimeter

Gambar 2.7 Groove cast


b. Struktur Deposisi
Struktur sedimen yang bersamaan terjadinya dengan pengendapan.
Struktur pengendapan ini terdapat pada bagian atas dan bagian bawah
perlapisan. Berikut yang termasuk kedalam struktur deposisi sedimen,
yaitu :
1) Perlapisan sejajar

Gambar 2.8 Perlapipsan persejajaran

25
Bila bidang perlapisannya saling sejajar dengan ketebalan lapisan
lebih dari 1 cm. Perlapisan ini terbentuk akibat adanya perubahan dalam
butiran sedimen, warna maupun susunan mineraloginya.
a) Laminasi
Laminasi ini bisa dikatakan merupakan struktur perlapisan
(Bedding) dengan ketebalan masing-masing lapisannya (bed
thickness) yang kurang dari 1 cm.

Gambar 2.9 Struktur Laminasi

4. Komposisi Mineral Batuan Sedimen


Berdasarkan komposisi mineral dari batuan sedimen dapat dibedakan yaitu
sebagai berikut:
a. Fragmen
Fragmen merupakan bagian butir yang ukurannya paling besar dan
dapat berupa pecah-pecahan batuan, mineral, atau bahkan cangkang fosil,
dan zat organik lainnya.
b. Matrik (masa dasar)
Matrik adalah bagian dari batuan yang berukuran lebih kecil
dibandingkan fragmen dan terletak diantaranya sebagai masa dasar. Matrik
dapat berupa pecahan batuan, mineral atau fosil.
c. Semen

26
Semen merupakan material pengisi rongga serta pengikat antar butir
sedimen, serta dapat berbentuk amorf atau kristalin. Bahan-bahan semen
yang umum diketahui yaitu :
1) Semen silika, contohnya kuarsit dan kalsedon
2) Semen karbonat, contohnya kalsit dan dolomit
3) Semen oksidasi besi, contohnya limonit, hematit, dan juga siderite
5. Proses Terbentuknya Batuan Sedimen klastik dan non klastik
Dalam tahapannya proses pembentukan dari batuan sedimen yaitu melalui
proses sebagai berikut :
a. Proses Pelapukan
Dalam proses pelapukan dapat mempengaruhi pembentukan batuan,
yakni :
1) Proses karbonisasi yaitu suatu proses yang membentuk mineral
karbonat (CO3) yang kaya akan kandungan kalsium (Ca).
2) Dari segi fisika yaitu meliputi pemecahan bahan-bahan batuan asal
dikarenakan perbedaan suhu yang sangat tinggi, dan proses pelapukan
yang terjadi karena radiasi matahari dan dengan curah hujan yang
sangat rendah.
3)
b. Proses Transportasi
Pada proses transportasi bergantung kepada seberapa jauh bahan-
bahan atau material yang tertransportasikan dalam besar butir dari batuan
sedimen tersebut, kemudian mineral-mineral yang resisten terhadap
pelapukan dapat mencerminkan seberapa jauh proses transportasi dari
bahan atau material dalam batuan sedimen itu sendiri.
c. Proses Pengendapan
1) Proses pemadatan oleh gravitasi
2) Proses Dehidrasi
3) Proses Diagenesa
6. Manfaat batuan sedimen klastik dan non klastik

27
Adapun manfaat dari batuan sedimen baik klastik maupun non klastik
sesuai dengan macam macam batuannya yaitu

1. Konglomerat , sebagai bahan bangunan. Biasanya batuan tersebut menjadi


batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi
batuan induk sebagai penghasil hidrokarbon (source rock).
2. Breksi, sebagai hiasan misalnya diukir hingga halus membentuk vas
bunga, meja kecil atau asbak, dan untuk bahan campuran bangunan.
3. Kapur (Gamping) , sebagai bahan campuran bangunan, industri karet &
ban (dengan cara dilelehkan), kertas, baja, gelas, industri semen.
4. Pasir, batu pasir mempunyai banyak kegunaan dalam industri konstruksi ,
dapat digunakan sebagai material di dalam pembuatan gelas/kaca.
5. Serpih, sebagai bahan perabotan rumah (cobek, dll.)
6. Gipsum , sebagai bahan perekat, penyaring, pupuk tanah, penambah
kekerasan bahan bangunan, bahan kapur tulis.
7. Batu bara, dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

1.7. Batuan Metamorf

Secara etimologi metamorf berasal dari bahasa yunani dengan kata “Meta”
yang berarti berubah dan “Morph” yang artinya bentuk, dan oleh para ahli batuan
metamorf didefinisikan sebagai berikut :
1. Grovi (1931), perubahan dalam batuan metamorf adalah hasil kristalisasi dan
dari rekristalisasi tersebut akan terbentuk kristal kristal baru, begitu pula
teksturnya
2. H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adalah proses yang mengubah mineral
suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap proses fisika dan kimia
dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya,
proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa
Sehingga dapat disimpulkan batuan metamorf merupakan batuan yang
mengalami pembentukan ulang dari bentuk struktur, dan mineralnya yang tidak

28
termasuk pelapukan dan diagenesa, pembentukan batuan metamorf disebabkan
oleh perubahan tekanan dan temperatur yang sangat tinggi.
Batuan metamorf terbentuk dari batuan induk lain yang dapat berupa batuan
beku, batuan sedimen, mapun batuan metamorf itu sendiri. Proses metamorfosa
terjadi dalam fase padat dan pada suhu 200 C – 650 C. Batuan metamorf adalah
batuan yang terbentuk dari batuan sebelumnya seperti batuan beku, batuan
sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi,
tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur. Proses
metamorfisme terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km.
Proses keterbentukan batuan metamorf adalah proses metamorfosa, proses
metamorfosa akibat adanya perubahan tekanan dan suhu ataupun keduanya.
Proses metamorfosa merupakan proses isokimia dimana proses ini tidak terjadi
penambahan unsur – unsur kimia. Dalam proses keterbentukan batuab metamorf
temperatur yang terjadi kisaran 2000 - 8000 C.
metamorf menyusun sekitar 15% dari kerak Bumi dan terbentuk jauh
dibawah permukaan bumi dengan perbedaan yang besar dari batuan diatasnya
serta perbedaan tekanan dan suhu yang tinggi. Batuan metamorf juga terbentuk
oleh intrusi magma, ke dalam batuan padat dan terbentuk terutama pada kontak
antara magma dan batuan yang bersuhu tinggi.
1. Proses Pembentukan Batuan Metamorf
Proses terbentuknya batuan metamorf karena adanya perubahan yang
disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa adalah sebuah
proses pengubahan batuan akibat adanya perubahan tekanan, temperatur, dan
adanya aktivitas kimia, baik fluida ataupun gas, bahkan bisa merupakan
variasi dari ketiganya (tekanan, temperatur, dan aktivitas kimia). Proses
metamorfosa sendiri sebenarnya merupakan proses isokimia, di mana tidak
adanya penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami
metamorfosa. Adapun temperatur yang berkisar biasanya antara 200oC –
800oC, tanpa melalui fase cair.

29
2. Adapun tiga faktor yang dapat menyebabkan terjadi proses metamorfosa
tersebut sehingga mengakibatkan proses terbentuknya batuan metamorf,
antara lain:
a. Perubahan Tempetur
Perubahan temperatur dapat terjadi karena adanya beberapa sebab,
seperti adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradient
geothermal. Adapun panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat
adanya sebuah gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu
massa batuan. Pada batuan silikat misalnya, batas bawah terjadinya
metamorfosa umumnya berkisar pada suhu 150oC ± 50oC. Hal ini ditandai
dengan munculnya mineral-mineral Mg, yaitu carpholite, glaucophane,
lawsonite, paragonite, prehnite maupun slitpnomelane. Sedangkan untuk
batas atasnya berkisar pada suhu 650oC – 1100oC, tepatnya sebelum proses
pelelehan dan tergantung pula pada jenis jenis batuan asalnya.

b. Perubahan Tekanan
Tekanan yang dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfosa
pada dasarnya bervariasi. Proses metamorfosa akibat intrusi magmatik
dapat terjadi mendekati tekanan permukaannya, di mana besarnya
beberapa bar saja. Sedangkan proses metamorfosa yang terjadi pada suatu
kompleks ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih dari 30-40 kBar.
c. Aktivitas Kimiawi
Aktivitas kimiawi fluida maupun gas yang berada pada jaringan
antara butir batuan, mempunyai peranan penting dalam proses
metamorfosa. Hal ini dikarenakan memang fluida aktif memiliki banyak
peran, yaitu air, karbon dioksida, asam hidroklorik, dan hidroflorik. Pada
umumnya, fluida dan gas tersebut berperan sebagai katalis atau solven,
serta memiliki sifat untuk membentuk reaksi kimia dan penyetimbang
mekanis.

30
1.1.1. Sifat Fisik Batuan Metamorf
Adapun sifat fisik dari batuan metamorf yaitu warna, tekstur, dan struktur
berikut penjelasannya:
1. Warna
Ada warna segar dan warna lapuk. Menentukan warna sesuai kenampakan
mata masing-masing. Beberapa ciri warna pada mineral yang penting :
a. Kwarsa : berwarna putih jernih, putih susu dan tidak memiliki
belahan.
b. Mika : apabila berwarna putih diberi nama muskovit, bila
berwarna hitam diberi nama biotit, keduanya dicirikan adanya belahan
seperti lembaran-lembaran.
c. Feldspar : apabila berwarna merah daging diberi nama ortoklas
(bidang belah tegak lurus/ 90°), bila berwarna putih abu-abudiberi nama
plagioklas (belahan kristal kembar)
d. Karbonat : biasanya mineral ini diberi nama kalsit dan dolomit, ciri
utama mineral karbonat ini adalah bereaksi dengan HCl.

2. Tekstur
Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk
dan orientasi butir mineral dan individual penyusun batuan metamorf. Penamaan
tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran
blastic tang ditambahkan pada istilah dasarnya. (Jacson, 1997).
a. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa
Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur
batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:

1) Relict/Palimset/Sisa merupakan tekstur batuan metamorf yang


masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur
batuan asalnya nasih tampak pada batuan metamorf tersebut.
2) Kristaloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang
terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan

31
dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur
asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran
blastik.
b. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir
Berdasarkan butirnya tekstur batuan metmorf dapat dibedakan
menjadi:

1) Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata


2) Afanitit, bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.

c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal


Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi:

a. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang


kristal itu sendiri.
b. Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang
permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan
kristal disekitarnya.
c. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan
kristal lain disekitarnya.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf
dapat dibedakan menjadi:

a. Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk


euhedral.
b. Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh
kristal berbentuk anhedral.

d. Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral

32
Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi:

a. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk


tabular.
b. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk
prismatic.
c. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak
teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
d. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured (lebih
teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya
diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Perfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih


besar tersebut sering disebut porphyroblasts.
b. Poikloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan
porphyroblasts tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih
kecil.
c. Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar
terdapat padamassadasar material yang barasal dari kristal yang
sama yang terkena pemecahan (crhusing).
d. Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan
polimeneralik yang tidak menunjukkan keteraturan orientasi.
e. Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti
gula pasir.
f. Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering
disebut berstektur homeoblastik.

33
3. Struktur
Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau
orientasi unit poligranular batuan tersebut. (Jacson, 1997). Secara umum
struktur batuan metamorf dapat dibadakan menjadi struktur foliasi dan
nonfoliasi (Jacson, 1997).
a. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi
ini dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi
lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan
belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut
(Jacson, 1970). Struktur foliasi yang ditemukan adalah :
1) Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat
halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang
belah

Gambar 2.10 Slaty Cleavage

planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya


disebut slate (batusabak).
2) Phylitic
Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage
tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat
pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya
disebut phyllite (filit)

34
Gambar 2.11 Phylitic

3) Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih,
prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang
berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist
(sekis).

Gambar 2.12 Schistosic


4) Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran
mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara
mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-
mineral tabular atau prismatic (mioneral ferromagnesium).
Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan
terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

35
Gambar 2.13 Gneissic/Gnissose

b. Struktur Non Foliasi


Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya
terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum
dijumpai antara lain:
1) Hornfelsic/granulose

Gambar 2.14 Struktur Hornfelsic

Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan


equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut
hornfels (batutanduk)
2) Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran
kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur

36
kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya
disebut cataclasite (kataklasit).
3) Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa
kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus,
menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite

Gambar 2.15 Struktur Minolitic

4) Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik
tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri lainnya adlah
kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini.
Batuannya disebut phyllonite (filonit).

1.1.2. Manfaat batuan metamorf


Adapun manfaat batuan metamorf dalam kehidupan adalah sebagai berikut:

1. Pualam, dimanfaatkan menjadi meja, asbak, guci, hiasan- hiasan.


2. Kuarsa, sebagai pembuatan kaca dan keramik, batu perhiasan.
3. Sabak (batu tulis), sebagai bahan campuran semen, papan tulis, panel
instrumen listrik, dan jaman dahulu digunakan sebagai pengganti buku.
4. Marmer, sebagai bahan lantai, dan dinding.

37
5. Gneiss atau genes banyak digunakan dan manfaatkan untuk membuat barang
kerajinan seperti asbak, jambangan bunga dan patung.
6. Sekis (Schist) sebagai sumber mika yang utama. Mika ini merupakan salah
satu komponen penting dalam pembuatan kondensator dan kapasitor dalam
industri elektronika,
7. Filit sebagai bahan isolator/isolasi elektrik dan bahan bangunan. Batu filit
merupakan bahan isolator yang baik dan tahan terhadap api. Sebagai bahan
bangunan, biasanya batu filitik di gunakan sebagai bahan interior dan exterior
untuk lantai dan dinding serta untuk bahan atap.

1.8. Geologi Regional

Gambar 2.16 Peta Geologi Lembar Palu (Sukamto dkk, 1973)

Geomorfologi Regional secara fisiografi daerah Palu terdiri atas


pematang timur dan pematang barat, keduanya berarah Utara – Selatan yang
terpisahkan oleh Lembah palu. Pada kawasan pematang barat berada dekat palu
memiliki tinggi sekitar 200 meter, namun pada kawasan Donggala terjadi
penurunan hingga mencapai muka air laut. Pematang Timur memiliki tinggi

38
puncak 400 m – 1.900 m yang menghubungkan kawasan pegunungan Sulawsi
Tengan dengan Lengan Utara. Dareah penelitian ini memiliki satuan
Geomorfologi dengan kenampakan berupa topografi tidak teratur, untuk
kawasan sungainya memiliki dasar yang meninggi akibat sedimentasi fluvial.
Lalu juga kawasan penelitian termasuk kedalam satuan geomorfologi denudasi
atau perbukitan bergelombang. Pada wilayah Palu sendiri, kawasan morfometri
ini meluas dari arah Palu bagian timur yang membatasi wilayah morfometri
dataran dan pegunungan.

39
BAB III
METODOLOGI

1.9. Alat dan bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat fieldtrip petrologi ini yaitu
sebagai berikut :

1. Peta dasar skala 1 : 20000, hasil pembesaran dari peta rupabumi skala 1
: 50000 lembar Tavaili (2015-34).

2. Palu geologi, yang digunakan untuk mengambil sampel dilapangan.

3. GPS, untuk mengetahui koordinat ditiap stasiun pengamatan.

4. Kompas Geologi, digunakan untuk mengetahui atau mengukur arah


azimut, jurus, dan sebagainya.

40
5. Rol meter, untuk mengukur panjang singkapan, dan dimensi sungai.

6. Lup, lup pembesar yang digunakan untuk memperbesar objek yang


diamati pada batuan.

7. Buku lapangan, untuk mempermudah dalam menuliskan data lapangan.

8. Plastik sampel, untuk menyimpansampel yang ditemukan dilapangan

1.10. Langkah kerja

Metode yang dilakukan dalam kegiatan pemetaan ini adalah metode


pengambilan data secara langsung di lapangan dengan peta skala 1 : 20000.
Adapun Tahapan Kegiatan Field Trip ini, sebagai beikut :

1. Tahap Persiapan Sebelum turun lapangan, terlebih dahulu mempersiapkan


mental, alat dan bahan yang akan digunakan di lapangan, kemudian peta
lokasi.

2. Tahap Kegiatan Hasil akhir dari kegiatan ini adalah untuk membuat
lapangan Petrologi yang dilakukan di Daerah Wombo Kecamatan Labuan
Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk mendapatkan hasil
tersebut maka dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut :

a. Melakukan Pengambilan Sampel;

b. Melakukan Pengambilan foto singkapan, dan

c. Melakukan Pengamatan Litologi.

3. Analisis Data Data-data yang diolah adalah sebagai berikut :

41
a. Mendeskripsi batuan;

b. Melakukan foto batuan secara megaskopis

BAB IV
PEMBAHASAN

42
1.1. Lapangan 1

Pada lapangan satu dilakukan pengamatan sebanyak 3 stasiun dengan jenis


litologi yang berbeda, terdapat dua jenis litologi yaitu stasiun satu dan tiga
dijumpai singkapan batuan beku, dan stasiun dua terdapat singkapan batuan beku
dan metamorf.

Gambar 4.1 Singkapan stasiun 1

43
Stasiun 01 dijumpai singkapan batuan beku yang merupakan batuan xenolite,
dan memiliki batuan induk yaitu batuan granit dengan arah penyebaran timur ke

barat dengan dimensi tinggi ±15M, lebar ±20M berupa insitu dengan arah
singkapan N165°E. Litologi pada singkapan ini memiliki petrofisik pada batuan
xenolite berupa warna segar putih keabuan, warna lapuk abu-abu batuan ini
memiliki tekstur hipokristalin, granularitas porfiritik, relasi equigranular memiliki
struktur massif dengan nama batuan xenolite yaitu diorite. Pada batuan induk
sendiri berupa warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kehitaman, tekstur
hipokristalin, granularitas faneritik, relasi equigranular memiliki struktur massif
dan tersusun oleh mineral kuarsa, plagioklas, dan hornblende dengan nama batuan
granit. Daerah pengamatan memiliki relief pegunungan dengan tingkat pelapukan
tinggi, (kenampakan batuan pada singkapan cenderung tidak tampak jelas,
sehingga tingkat pelapukan dikatakan tinggi) Adapun soil yang ada pada soil
residual dengan ketebalan ±50cm, dan termasuk dalam tata guna lahan
Perkebunan.
Gambar 4.2 Singkapan stasiun 2

Stasiun 02 dijumpai singkapan batuan metamorf kontak dan beku andesit


dengan arah penyebaran timur ke barat dengan dimensi tinggi ±15M, lebar ±20M
berupa insitu dengan arah singkapan N298°E. Litologi pada singkapan ini
memiliki petrofisik pada batuan metamorf berupa warna segar hitam, warna lapuk
kuning kecoklatan, batuan ini memiliki tekstur lepidoblastik, dan struktur folliasi
dengan nama batuan metamorf yaitu batusabak. Pada batuan beku sendiri berupa

44
warna segar hitam, keabuan, warna lapuk kuning kecoklatan, tekstur hipokristalin,
granularitas afanitik, relasi equigranular memiliki struktur massif dan tersusun
oleh mineral pyroxene dan kuarsa dengan nama batuan andesit. Daerah
pengamatan memiliki relief pegunungan dengan tingkat pelapukan tinggi,
(kenampakan batuan pada singkapan cenderung tidak tampak jelas, sehingga
tingkat pelapukan dikatakan tinggi) Adapun soil yang ada pada soil residual
dengan ketebalan ±50cm, dan termasuk dalam tata guna lahan Perkebunan.

Gambar 4.3 Singkapan stasiun 3

Stasiun 03 dijumpai singkapan batuan beku dengan timur ke barat dengan


dimensi singkapan tinggi ±15M dan lebar ±20M, berupa singkapan insitu.
Dijumpai litologi jenis batuan beku dengan petrofisik warna segar abu-abu, warna
lapuk kuning kecoklatan, tekstur hipokristalin, granularitas porfiritik, bentuk
kristal angular, relasi equigranular memiliki struktur massif dan tersusun oleh

45
mineral kuarsa, plagioklas dan orthoclass dengan nama batuan porfiri granodiorit.
Daerah relief perkebunan dengan tingkat pelapuk tinggi (kenampakan batuan pada
singkapan cenderung tidak tampak jelas, sehingga tingkat pelapukan dikatakan
tinggi) adapun soil yang ada pada singkapan ini termasuk pada soil residual
dengan tebal soil ±30cm, dan termasuk dalam tata guna lahan perkebunan.

1.2. Lapangan 2

Pada pengamatan lapangan dua dilakukan pengamatan pada dua stasiun


dimana pada masing-masing stasiun dijumpai litologi yang berbeda yaitu pada
stasiun satu dijumpai singkapan batuan sedimen dan pada stasiun dua dijumpai
singkapan batuan metamorf.

Gambar 4.4 Singkapan stasiun 4

Stasiun 01 dijumpai singkapan batuan sedimen dengan arah penyebaran barat


ke selatan, dimensi singkapan keseluruhan tinggi ±20M, dan lebar ±25M. Jenis
litologi pada singkapan ini yaitu batuan sedimen. Pada sampel pertama memiliki
petrofisik warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu, ukuran butirnya ¼ mm,
sortasi subangular, porositas baik, kemas buruk dengan nama batuan batu pasir
sedang (wentworth, 1922). Pada sampel kedua memiliki petrofisik warna segar
putih keabuan, warna lapuk coklat kehitaman, ukuran butir 1/8, permeabilitas
baik, porositas buruk, bentuk angular, kemas tertutup, nama batuan batupasir

46
halus (Wentworth,1922). Pada sampel ketiga memiliki petrofisik warna segar
putih coklat, warna lapuk coklat, ukuran butir 1/16mm permeabilitas baik,
porositas buruk, betuk rounded, kemas tertutup nama batuan batupasir sangat
halus (Wenthworth,1922). Pada sampel keempat memiliki petrofisik warna segar
putih, warna lapuk putih keabuan, ukuran butir 1/8 mm, permeabilitas baik
porositas buruk, bentuk subangular, kemas terbuka nama batuan konglomerat
(Wentworth, 1922). Relief landai miring, tipe morfologi bergelombang, memiliki
tingkat pelapukan tinggi, tebal soil ±20cm, dan termasuk dalam tata guna lahan
permukiman.

Gambar 4.5 Singkapan stasiun 5

Stasiun 02 dijumpai batuan metamorf dengan arah penyebaran selatan ke


utara, dimensi tinggi ±15M, lebar ±10M, merupakan singkapan insitu, memiliki
hubungan dengan batuan lain. Jenis litologi pada stasiun ini yaitu batuan
metamorf dengan warna segar hitam, warna lapuk kuning kecoklatan, tekstur
nematoblastik, struktur foliasi dan nama batuan batu sabak. Pada batuan beku
sendiri memiliki petrofisik warna segar, putih keabuan, warna lapuk kuning
kecoklatan, tekstur hipokristalin, granularitas faneritik, bentuk euhedral, kemas
tertutup relasi equigranular, memiliki struktur massif, komposisi mineral kuarsa
lagioklas dan nama batuan. Tipe morfologi bergelombang, tingkat pelapukan pada
singkapan ini sedang termasuk pada soil dengan ketebalan ±30cm dan memiliki
tata guna lahan jalan raya.

47
BAB V
PENUTUP

1.11. Kesimpulan

Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan
lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit
bumi yang dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal-hal yang dapat
diketahui secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan bahwa
daratan tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan berbeda-beda
materi penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.
R Potter dan H. Robinson (1977) Mineral adalah suatu zat atau bahan
homogen, mempunyai komposisi kimia tertentu atau dalam batas batas tertentu
dan mempunyai sifat sifat tetap, terbentuk di alam dan bukan hasil suatu
kehidupan. Mineral adalah suatu zat yang terdapat dalam alam dengan komposisi
kimia yang khas dan biasanya mempunyai struktur kristal yang jelas, yang
kadang-kadang dapat menjelma dalam bentuk geometris tertentu. Istilah mineral
dapat mempunyai bermacam-macam makna; sukar untuk mendefinisikan mineral
dan oleh karena itu kebanyakan orang mengatakan, bahwa mineral ialah satu frase
yang terdapat dalam alam. Mineral terdiri dari unsur atau persenyawaan kimia
yang dibentuk secara alamiah oleh proses-proses anorganik, mempunyai sifat-sifat
kimia dan fisika tertentu dan mempunyai penempatan atom-atom secara beraturan
di dalamnya, atau dikenal sebagai struktur kristal. Mineral terbentuk dari atom-

48
atom serta molekul-molekul dari berbagai unsur kimia, dimana atom-atom
tersebut tersusun dalam suatu pola yang teratur. Keteraturan dari rangkaian atom
ini akan menjadikan mineral mempunyai sifat dalam yang teratur.
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, “api”) adalah jenis
batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau
tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif
(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma
ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di
mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu
dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau
perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil
dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi. Saat
magma mengalami penurunan suhu dalam perjalanan naik ke permukaan bumi,
mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa
penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh
NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan seri reaksi Bowen. Dalam
mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu untuk mengetahui karakteristik batuan
beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku. Adapun sifat-
sifat fisik dari batuan beku di bagi menjadi tiga yaitu tekstur, struktur, dan
komposisi mineral batuan beku. Untuk cara pengklafisikasian batuan beku sendiri
menggunakan klasifikasi batuan beku menurut Fenton (1940), menurut Russel B.
Travis (1955), dan menurut IUGS (1973).
Batuan sedimen merupakan salah satu dari jenis jenis batuan penyusun
lapisan bumi yang mudah di temukan di lapisan tanah bagian atas. Menurut
Ganesa, berdasarkan kesertaan proses transportasinya, batuan sedimen
dikelompokkan menjadi dua yakni batuan sedimen klastik dan non klastik. Apa
yang dimaksud batuan sedimen klastik? Berikut adalah penjelasan lengkap
tentang pengertian, proses pembentukan dan contoh batuan sedimen klastik. Kata
‘klastik’ merupakan bahasa Yunani yang mempunyai arti ‘jatuh’. Batuan sedimen
klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus
atau pecahan batuan asal yang berupa batuan metamorf, batuan beku, atau batuan

49
sedimen itu sendiri. Pengertian lain dari batuan sedimen klastik adalah jenis
batuan sedimen (batuan endapan) yang dihasilkan dari proses sedimentasi batuan
beku atau material padat lain yang mengalami pelapukan mekanik. (Pettjohn,
1975). Adapun sifat fisik dari batuan sedimen dibedakan dari tekstur yaitu ukuran
butir, menggunakan skala Wenworth, permeabilitas, kebundaran, sortasi, kemas,
dan porositas. Untuk struktur pada batuan sedimen yaitu struktur erosi, struktur
deposisi seperti perlapisan sejajar dan laminasi. Lalu ada komposisi mineral pada
batuan sedimen, seperti fragmen, matrix, dan semen.

H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adalah proses yang mengubah


mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap proses fisika dan
kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya,
proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Sehingga dapat
disimpulkan batuan metamorf merupakan batuan yang mengalami pembentukan
ulang dari bentuk struktur, dan mineralnya yang tidak termasuk pelapukan dan
diagenesa, pembentukan batuan metamorf disebabkan oleh perubahan tekanan dan
temperatur yang sangat tinggi. Batuan metamorf terbentuk dari batuan induk lain
yang dapat berupa batuan beku, batuan sedimen, mapun batuan metamorf itu
sendiri. Proses metamorfosa terjadi dalam fase padat dan pada suhu 200 C – 650
C. Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan sebelumnya seperti
batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami
perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan
temperatur. Proses metamorfisme terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih
kurang 3 km – 20 km. Adapun tiga faktor yang dapat menyebabkan terjadi proses
metamorfosa tersebut sehingga mengakibatkan proses terbentuknya batuan
metamorf, antara lain, perubahan tempetur, perubahan tekanan, dan aktivitas
kimiawi. Untuk sifat fisik dari batuan metamorf dibedakan dari warna, tek ur,
struktur seperti struktur foliasi dan non-foliasi

1.12. Saran

50
Saran saya untuk para praktikan agar lebih mempersiapkan diri sebelum
melakukan praktikum lapangan terlebih dalam penguasaan materi-materi
lapangan. Selain itu dalam pembuatan laporan agar dapat menggunakan referensi
terpercaya seperti jurnal atau buku, sehingga tulisan yang dimasukkan dapat
dipertanggungjawabkan. Setelah menyelesaikan praktikum lapangan kali ini,
diharapkan juga dalam pembuatan laporan lebih teliti dan lebih cermat lagi saat
mendeskripsikan dan pengolahaan data lapangan serta mampu memanajemen
waktu dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bonewitz, R. Louis. Rocks & Minerals. London: Dorling Kindersley Ltd.

Djauhari Noor, (2012). “Klasifikasi Batuan”. Bogor: Universitas Pakuan

Endarto, Danang. (2005) “Pengantar Petrologi”. Surakarta: Lembaga

Pengembangan Pendidikan (LPP). Diakses pada 7 Desember 2023

F. Geost, (2016). “Geologinesia,”. http://www.geologinesia.com/2016/01/batu-

dan-prosespembentukannya.html. Diakses pada 11 Desember 2023.

Fenton, C.L., Fenton, M.A, 1940. The Rock Book . New York: Doubleday

Co.Soetoto. 2001. Geologi . Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi FT-

UGM.

Mineral Non Silikat (no date) Mineral Non Silikat | TUKANG BATU. Available
at: http://www.tukangbatu.com/2016/02/mineral-non-silikat.html
(Accessed: 5 December 2023).
Rahayu, Sri. (2013). “Proses pembentukan batuan”. Bogor: Institut Pertanian

Bogor

Satyana, Awang. (2009). “Petrologi Batuan”. Jakarta : Blogat WordPress.com

51
Wachrodin (no date) Lorong Waktu. Available at:
https://blog.unnes.ac.id/wachrodin/2016/05/25/mineral/ (Accessed: 5
December 2023).

LAMPIRAN

52
BIODATA

Nama Lengkap : Sefar Parotok


NIM : F12122044
Tempat dan Tanggal Lahir : Samarinda, 11 Mei 2002
Agama : Kristen Protestan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Untad 1
No.Handphone : 085823186205
Email : sefarparotok2002@gmail.com
Hobi : Olahraga
Riwayat Pendidikan
 SD : SD N 11 POSO
 SMP : SMP N 1 POSO KOTA SELATAN
 SMA/SMK : SMA N 2 POSO
Riwayat Organisasi
 OSIS
 Pramuka
 Drumband

Anda mungkin juga menyukai