TEKNIK PELEDAKAN
Oleh :
Nama : Bagus Mawanto
NIM : 7100190150
Kelompok : 25
1
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN
OLEH:
BAGUS MAWANTO
Menyetujui, Mengetahui,
Asdos Praktikum Dosen Mata Kuliah
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat- Nya, sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Bagus Mawanto
7100190150
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................2
KATA PENGANTAR...........................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................6
DAFTAR TABEL..................................................................................................7
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................8
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................9
1.2 Tujuan.......................................................................................................9
4
2.7 Peralatan dan Perlengkapan Peledakan...................................................29
3.4.1 Lubang
Kosong…………………………………………………...49
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………….54
4.2.1 Kritik………………………………………………………………54
4.2.2 Saran………………………………………………………………55
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..56
LAMPIRAN………………………………………………………………….. 57
5
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR TABEL
7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
9
BAB II
DASAR TEORI
10
2.2 Tujuan Peledakan
11
besar atau seluruhnya berbentuk gas, dan perubahan tersebut berlangsung
dalam waktu yang sangat singkat, disertai efek panas dan tekanan yang
sangat tinggi. (Keppres RI No. 5 Tahun 1988).
12
a) Pembakaran adalah reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga
keberlangsungannya oleh panas yang dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan
produknya berupa pelepasan gas-gas. Reaksi pembakaran memerlukan
unsur oksigen (O2) baik yang terdapat di alam bebas maupun dari ikatan
molekuler bahan atau material yang terbakar. Untuk menghentikan
kebakaran cukup dengan mengisolasi material yang terbakar dari oksigen.
Contoh reaksi minyak disel (diesel oil) yang terbakar sebagai berikut:
CH3(CH2)10CH3 + 18½ O2 ® 12 CO2 + 13 H2O
b) Deflagrasi adalah proses kimia eksotermis di mana transmisi dari reaksi
dekomposisi didasarkan pada konduktivitas termal (panas). Deflagrasi
merupakan fenomena reaksi permukaan yang reaksinya meningkat menjadi
ledakan dan menimbulkan gelombang kejut shock wave) dengan kecepatan
rambat rendah, yaitu antara 300 – 1000 m/s atau lebih rendah dari kecep
suara (subsonic).
c) Ledakan, menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas
menjadi bervolume lebih besar dari sebelumnya diiringi suara keras dan
efek mekanis yang merusak. Dari definisi tersebut dapat tersirat bahwa
ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi kemunculannya disebabkan oleh
transfer energi ke gerakan massa yang menimbulkan efek mekanis merusak
disertai panas dan bunyi yang keras. Contoh ledakan antara lain balon karet
ditiup terus akhirnya meledak, tangki BBM terkena panas terus menerus
bisa meledak, dan lain-lain.
d) Detonasi adalah proses kimia-fisika yang mempunyai kecepatan reaksi
sangat tinggi, sehingga menghasilkan gas dan temperature sangat besar yang
semuanya membangun ekspansi gaya yang sangat besar pula. Kecepatan
reaksi yang sangat tinggi tersebut menyebarkan tekanan panas ke seluruh
zona peledakan dalam bentuk gelombang tekan kejut (shock compression
wave) dan proses ini berlangsung terus menerus untuk membebaskan energi
hingga berakhir dengan ekspansi hasil reaksinya. Kecepatan rambat reaksi
pada proses detonasi ini berkisar antara 3000 – 7500 m/s. Contoh kecepatan
reaksi ANFO sekitar 4500 m/s. Sementara itu shock compression wave
mempunyai daya dorong sangat tinggi dan mampu merobek retakan yang
13
sudah ada sebelumnya menjadi retakan yang lebih besar. Disamping itu
shock wave dapat menimbulkan symphatetic detonation, oleh sebab itu
peranannya sangat penting di dalam menentukan jarak aman (safety
distance) antar lubang. Contoh proses detonasi terjadi pada jenis bahan
peledakan antara lain:
Dengan mengenal reaksi kimia pada peledakan diharapkan peserta akan lebih
hati-hati dalam menangani bahan peledak kimia dan mengetahui nama-
nama gas hasil peledakan dan bahayanya.
14
dan jenisnya adalah blasting agent yang tergolong bahan peledak kuat, sehingga
pengkasifikasian akan menjadi seperti dalam Gambar 1.2. Sampai saat ini terdapat
berbagai cara pengklasifikasian bahan peledak kimia, namun pada umumnya
kecepatan reaksi merupakan dasar pengklasifikasian tersebut. Contohnya antara
lain sebagai berikut:
1. Bahan peledak kuat (high explosive) bila memiliki sifat detonasi atau
meledak dengan kecepatan reaksi antara 5.000 – 24.000 fps (1.650 –8.000
m/s)
2. Bahan peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat deflagrasi atau
terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s)
1. Menurut Anon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi 3 jenis seperti
terlihat pada Tabel berikut :
15
Sebelum operasi pemboran dapat dilaksanakan, pertama-tama yang perlu
dilakukan adalah apa yang disebut dengan tahap persiapan. Tahap persiapan ini
pun terdiri dari beberapa tahapan mulai dari persiapan tempat, pengiriman
peralatan pada lokasi, penunjukan pekerja sampai pada persiapan akhir sebelum
dimulainya aktivitas pemboran seperti pengecekan tiap-tiap system dan persiapan
lumpur pemboran.
16
Secara umum, jenis pemboran terbagi menjadi 2 fasa yaitu pemboran
eksplorasi dan eksploitasi (produksi). Explorasi yaitu tahapan pemboran sumur
untuk mendapatkan data bawah permukaan sebanyak-banyaknya seperti data
logging, coring, tekanan, mud logging dan lain-lain untuk membuktikan
keberadaan hidrokarbon. Sedangkan pemboran eksploitasi merupakan tahapan
pemboran untuk memproduksikan hidrokarbon ke permukaan.
1. Exploration
3. Development
4. Maintenance
5. Abandonment
17
terus diproduksikan. Sehingga, pada saat sudah mencapai kondisi ini, lapangan
tersebut dapat ditinggalkan sesuai dengan kaidah keteknisan dan perjanjian.
Semua sumur akan ditutup dan peralatan permuakaan akan dipindahkan ke
tempat yang aman.
Seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa sistim
peralatan utama pemboran terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu: sistim tenaga,
sistim pengangkat, sistim putar, sistim sirkulasi dan sistim pencegah sembur liar.
Sistim tenaga dalam suatu operasi pemboran terdiri dari dua sub komponen
utama, yaitu :
• Hoisting
18
tenaga yang hilang karena adanya transmisi atau distribusi tersebut dikurangi
sekecil mungkin, sehingga kerja mesin akan lebih efisien.
Sistim tenaga yang dipasang pada suatu unit operasi pemboran secara
prinsip harus mampu memenuhi keperluan-keperluan sebagai berikut :
Beban vertikal yang dialami berasal dari beban menara itu sendiri, beban
drill string, casing string, tegangan dari fast line, beban karena tegangan deadline
serta beban dari blok-blok. Sedangkan beban horizontal berasal dari tiupan angin
yang mana hal ini sangat terasa mempengaruhi beban sistim pengangkatan pada
pemboran di lepas pantai (offshore).
Substructure
19
Fungsinya untuk menahan beban tekan yang berasal dari peralatan
pemboran itu sendiri.
Rig Floor
Fungsi utama sistim pemutar adalah untuk memutar rangkaian pipa bor
dan memberikan beban pada bagian atas dari pahat selama operasi pemboran
berlangsung. Selain itu peralatan putar juga berfungsi untuk menggantungkan
rangkaian pipa bor yaitu dengan slip yang dipasang pada rotary table ketika
disambung atau melepas bagian-bagian drill pipe.
Sistim pemutar ini terdiri dari tiga sub komponen utama, yaitu :
Peralatan putar ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block dan
diatas lubang. Peralatan putar terdiri dari rotary table, master bushing, kelly
bushing, dan rotary slip.
20
Untuk Menyalurkan fluida pemboran yang bertekanan ke mata bor.
Rangkaian pipa bor secara berurutan terdiri dari Swivel, Kelly, Drill Pipe,
dan Drill Collar.
Mata bor merupakan ujung paling bawah dari rangkaian pipa bor yang
secara langsung bersentuhan dengan lapisan formasi. Mata bor berfungsi
untuk menghancurkan batuan dan menembus formasi sampai pada
kedalaman yang diinginkan. Berdasarkan fungsinya mata bor
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :
Drag bit. : Drag bit tidak mempunyai roda-roda yang dapat bergerak dan
membor dengan gaya keruk dari bladenya. Bit jenis ini biasanya
digunakan pada formasi lunak dan plastik.
21
bor selama operasi pemboran berlangsung. Specialized down hole tools
yang umum digunakan adalah :
Tujuan utama dari sistim sirkulasi pada suatu operasi pemboran adalah
untuk mensirkulasikan fluida pemboran (lumpur bor) ke seluruh sistim
pemboran, sehingga lumpur bor mampu mengoptimalkan fungsinya. Adapun
peralatan system sirkulasi meliputi shale shaker, degasser, desander, mud gas
separator, desilter, mud tank dan mud pit.
22
fluida pemboran. Masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor sering disebut
dengan kick.
23
hanya menggoyangbongka-bongkah batuan dari induknya yang akhir jatuh
bebas.
3. Indeks Ekskavasi
N = Ms x x Js x
24
1 < N < 10 Mudah digaru (ripping) 10 < N < 100 Sulit digaru
1000 < N < 10000 Antara digaru dan peledakanN > 10000 Peledakan
6. Klasifikasi Kemampugaruan
25
batuan diberikan oleh Klasifikasi Kemampugaruan (rippability chart)
klasifikasi penggaruan menurut Weaver (1975) yang sudah sering dipakai oleh
para kontraktor penggalian dan kriterianya didasarkan pada pembobotan total
dari parameter pembentuknya bersamaan dengan daya bulldozer yang
diperlukan. Parameter yang dipakai dalam klasifikasi ini adalah kecepatan
seismik, kekerasan batuan, tingkat pelapukan, jarak kekar.
26
1. Percussion Compressor ( single stage, multistage )
2. Rotary Compressor.
3. Rotary-Percussion Compressor .
27
Dalam pemilihan kompresor harus mempertimbangkan tekanan udara
yang dibutuhkan alat bor, jika aliran udara bertekanan tidak mencukupi dapat
berakibat:
1. Manual driven
2. Mechanic driven
28
2.7 Peralatan dan Perlengkapan Peledakan
29
diinginkan. Panjang batang bor di PT. Trimegah Perkasa Utama adalah tiga
meter
Mata bor (Drill Bit) akan meneruskan energi putaran dan tekanan dari batang
bor ke batuan
3) Mobil Mixer/Manufacturing Unit (MMU)
30
Gambar 7.4 Pencampran bahan peledak di MMU
31
Gambar 7.5 Plain Detonator
2) Bahan Peledak
Bahan peledak yang digunakan untuk pengisian lubang tembak adalah jenis
emulsi/Dabex dengan perbandingan 70% Matrix dan 30% Ammonium
Nitrate Fuel Oil (ANFO). Sedangkan primer menggunakan Booster 400
gram, satu kilogram Dynamite Daya Gel atau dengan menggunakan
keduanya.
3) Detonator Nonel (In-Hole Delay)
32
4) Sumbu Api (Safety Fuse)
Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api
dengan kecepatan tetap . Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan
pembakar (Ignition Mixture) di dalam Detonator biasa, sehingga dapat
meledakkan isian primer dan isian dasarnya
33
Gambar 7.8 Sumbu ledak Cordtex
Merupakan bahan peledak dengan daya ledak paling tinggi diantara semua
jenis handak yang dipakai di dunia pertambangan saat ini. Merupakan
pencampuran proses pelelehan dari TNT (Tri Nitro Toluena) dengan PETN
(Penta Erytrithol Tetra Nitrate) (Gambar 9).
34
Gambar 7.10 Dayagel Dahana Magnum
35
Gambar 7.13 Relay Connector MS-67
36
BAB III
PEMBAHASAN
Menurut R.L Ash harga Burden tergantung pada Burdden Ratio dan diameter
lubang Bor.Besarnya burden ratio antara 20-40 dengan harga Kb standard adalah
30.Sedangkan harga Kb standard sebesar 30 terjadi pada kondisi sebagai berikut:
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang
berbeda,maka harga Kb turut berubah.Untuk mengatasi perubahan angka Kb
perlu dihitung terlebih dahulu harga factor penyesuian pada kondisi batuan dan
bahan peledak yang berbeda.
Keterangan :
37
Ve : Kecepatan detonasi bahan peledak yang diguanakan
Keterangan :
Keterangan :
Keterangan :
B : Burden (m)
38
2 Spasi (S)
Persamaan menghitung nilai spasi menurut R.L Ash adalah sebagai berikut
S = Ks x B
Keterangan:
S : Spasi (m)
B : Burden (m)
T = Kt x B
Keterangan :
T: Stemming (m)
B: Burden (m)
39
H=L+J
Keterangan :
H: kedalaman lubang ledak (m)
J : subdrilling (m)
L : tinggi jenjang (m)
5. Subdrilling
Hitungan Kj dengan burden diekspresikan dengan persamaan berikut:
J = Kj x B
Keterangan :
J : Subdrilling ratio (m)
Kj : subdrilling (0,2 – 0,3)
B : burden (m)
5.1.1 Powder Columb (PC)
Powder columb merupakan kolom isian bahan peledak dengan
persamaan :
PC = H – T
Keterangan
PC : Pannjang kolom isian bahan peledak (m)
H : kedalaman lubang ledak (m)
T : stemming (m)
40
1. Burden (B)
Keterangan :
41
B1 = Burden (m)
SGe = Berat jenis bahan peledakSGr = Berat jenis batuan De = Diameter lubang
ledak (mm)
B2 = Kd x Ks x Kr x B1
Keterangan :
2. Spasi (S)
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan di
dalam satu baris (row). Apabila jarak spasi terlalu kecil akan menyebabkan
batuan hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu
kuat, sedangkan bila spasi terlalu besar akan menyebabkan banyak bongkah atau
bahkan batuan hanya mengalami keretakan dan menimbulkan tonjolan diantara
dua lubang ledak setelah diledakkan, hal ini disebabkan karena energi ledakan
42
dari lubang yang satu tidak mampu berinteraksi dengan energi dari lubang
lainnya.
H = 4B, S = 2B
H < 4B, S = ( H + 7B ) / 8
H = 4B, S = 1,4B
3. Stemming (T)
T = 0,7 x B
43
Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
a. Panjang Stemming
44
energi yang seharusnya terkurung dengan baik dalam lubang ledak akan
hilang keluar bersamaan dengan terbongkarnya stemming. Untuk mengatasi
tersebut diatas maka digunakan bahan yang memiliki karakteristik susunan
butir saling berkaitan dan berbutir kasar serta keras. Persamaan yang
digunakan untuk menentukan ukuran material stemming adalah :
Sz = 0,05 x De
Keterangan :
3. Subdrilling (J)
J = 0,3 x B
Keterangan :
J = Subdrilling (m)
B = Burden (m)
45
prinsipnya kedalaman lubang ledak merupakan jumlah total antara tinggi
jenjang dengan besarnya subdrilling, yang dapat ditulis sebagai berikut:
H = L+ J
Keterangan:
J = Subdrilling (m)
Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan diisi
bahan peledak. Panjang kolom ini merupakan kedalaman lubang ledak dikurangi
panjang stemming yang digunakan.
PC = H – T
Keterangan :
T = Stemming (meter)
L = 5 x De
46
Keterangan :
47
2. Indeks Keseragaman (n)
Diketahui :
S = Space
B = Burden
L= Tinggi Jenjang
De = Handak perlubang
4. Saringan (cm)
Diketahui :
48
Pada sistem peledakan terdapat 2 kondisi peledakan yaitu, kondisi peledakan
bawah tanah dan peledakan permukaan, dimana perbedaan tersebut didasarkan
atas
1. Tegangan insitu
2. Air tanah
3. Arah ledakan 1 – 2 maksimum bidang bebas
4. Terbatas ruang, udara, penerangan
5. Specific charge 3 – 10 kali > Specific charge permukaan
6. Cut : burn cut, wedge cut
7. Look out
Pada peledakan bawah tanah terdapat tahapan – tahapan yang disebut “siklus
penerowongan“, dimana siklus tersebut ialah :
1. Pemboran
2. Pemuatan
3. Peledakan
4. Pembersihan asap (ventilasi)
5. Scalling – grouting (pembersihan sisa-sisa batuan hasil peledakan yang
masih ada di dinding terowongan hasil peledakan)
6. Penyanggaan (apabila kondisi terowongan hasil memerlukan penyangga)
7. Pemuatan & dan pengangkutan
8. Persiapan pemboran selajutnya
49
Lubang kosong memiliki rumus yaitu :
T = Kt x B
Keterangan :
Kt = Koefiesien Stemming
B = Burden
Untuk Stemming Ratio (Kt) antara 0,75 sampai 1 meter agar dapat
memaksimalkan dalam mengontrol fly rock, airblast dan fume hasil reaksi
bahan peledak.
Perhitungan Lifter
1. Burden Maksimum
50
3. Spacing ( S )
Keterangan :
SL’ = Jarak antar lubang pada ujung lifter (m) Hb = Panjang Isian Dasar (m)
8. Spacing (S)
𝑆=𝑘 𝑥 𝑑
9. Burden ( B)
S/B = 0,8
51
10. Konsentrasi Muatan Roof (Ir)
𝐼𝑟=90 𝑥 𝑑2
Keterangan :
K = Konstanta ( 15-16)
𝑆=𝑘 𝑥 𝑑
𝐵𝑤=𝐵−𝐻 𝑠𝑖𝑛𝛾−𝐹
Perhitungan stoping
52
17. StopingHorizontal F= 1,45
S/B = 1,25
C’ = 0,4
𝐵ℎ =𝐵−𝑓
F = 1,2
S/B = 1,25
C’ = 0,4
𝐵ℎ =𝐵−𝑓
Dimana,
53
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kegiatan peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran
dimana tujuannya yaitu memisahkan dari bongkahannya, memecah atau
membongkar batuan padat menjadi material yang berukuran tertentu (fragmen-
fragmen yang lebih kecil) yang cocok untuk dikerjakan dalam proses produksi
selanjutnya dan mempermudah dalam proses pengangkutan dan pengolahannya.
Adapun dari laporan yang telah di susun dapat mengetahui bahan peledak
yang digunakan pada kegiatan blasting ini seperti, Ammonium Nitrat (Nh4no3),
Bulk Anfo, dan lain-lain.
Sebelumnya terima kasih kepada para asisten yang telah sabar dan
memberi arahan kepada praktikan. Tetapi dalam teknis praktikummasih
54
kurang dalam penyampaian dan kejelasan materi praktikum dan sebagai
praktikan masih banyak kebingungan dan tidak memahami alur, tujuan dan
output yang didapatkan dari praktikum ini.
4.2.2 Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
http://artikelbiboer.blogspot.com/2009/12/blasting-peledakan.html
https://1902miner.wordpress.com/2011/10/29/blasting-peledakan/
https://himatto.wordpress.com/2011/05/22/pengenalan-bahan-peledak/
http://engginer012.blogspot.com/2014/05/klasifikasi-bahan-peledak.html
http://www.smkmigasjogja.com/2016/12/sistem-pemboran.html?m=1
http://atmantokukuh.blogspot.com/2016/01/peralatan-dan-perlengkapan-
peledakan.html
Febrianto, F., Yulhendra, D., & Abdullah, R. (2014). Perencanaan ulang geometri
peledakan untuk mendapatkan fragmentasi yang optimum di lokasi penambangan
front iv quarry pt. Semen padang. Bina Tambang, 1(1), 11-20.
Lopez Jimeno C., (1995), “Drilling and Blasting of Rocks”, A.A. Balkema,
Roterdam, Nedherlans
56
Overburden Pada Tambang Batubara PT. Pamapersada Nusantara Jobsite Adaro
Kalimantan Selatan. Jurnal Geomine, 1(1).
Rizani, A., Kartini, K., & Umar, K. Observasi Hasil Peledakan Menggunakan
Metode Peledakan Nonel Dan Electronic Detonator. Jurnal GEOSAPTA, 6(2),
117-120.
57
LAMPIRAN 1
TUGAS 1
58
59
60
61
LAMPIRAN 2
TUGAS 2
62
63
64
65
66
67
LAMPIRAN 3
TUGAS 3
68
69
70
71
72
73
74
75