LANDASAN TEORI
5
Universitas Kristen Petra
6
dapat disebabkan oleh peristiwa transitori atau penerapkan konsep akrual dalam
akuntansi.
Walaupun peneliti-peneliti diatas telah mengemukakan karakteristik laba
akuntansi yang berkualitas tetapi dalam praktiknya, kualitas laba akuntansi sulit
untuk diukur. Oleh karena itu, masing-masing peneliti menggunakan pendekatan
yang berbeda untuk mengukur kualitas laba akuntansi. Ada bermacam-macam
variabel yang digunakan sebagai proksi dari kualitas laba akuntansi, antara lain
metode akuntansi, luas ungkapan sukarela (Widiastuti, 2001), konservatisma
akuntansi (Dewi, 2003), kualitas auditor (Suryono, 2003), kompleksitas informasi
(Cheng et al., 1992), absolut abnormal accrual (discretionary accrual) (Francis et
al., 2002 dan Aboody et al., 2004).
Penelitian ini menggunakan variabel tingkat manajemen laba (earnings
management) yang diproksi dengan absolut abnormal accrual(discretionary
accrual) sebagai proksi kualitas laba akuntansi. Alasan menggunakan akrual
sebagai proksi dari kualitas laba karena menurut Richardson (2003) pengukuran
besarnya akrual merupakan indikator yang baik untuk menentukan tingkat
kualitas laba. Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Dewi (2003) yang
menyatakan bahwa laba yang berkualitas tidak dapat dilepaskan dari abnormal
(discretionary) akrual yang terkandung dalam angka laba.
d. Income smoothing
Income smoothing merupakan bentuk manajemen laba yang paling popular
karena paling sering dilakukan oleh manajer. Melalui income smoothing
manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba
yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.
Standar akuntansi yang memberikan kebebasan kepada pihak manajemen
untuk memilih dan menggunakan kebijakan atau metode akuntansi tertentu
dijadikan sebagai alasan bagi pihak manajer untuk melakukan aktivitas
manajemen laba. Menurut Ayres (1994) yang dikutip dalam Gumanti (2000) ada
tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktek manajemen laba, yaitu
manajemen akrual, penerapan suatu kebijakan akuntansi yang wajib dan
perubahan akuntansi secara sukarela.
Faktor pertama dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat
mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan
wewenang dari para manajer (manager’s discretion) contohnya adalah dengan
mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan, menganggap sebagai
ongkos (beban biaya) atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas
suatu biaya, beban piutang ragu-ragu,dll.
Faktor kedua berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan
suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan, yaitu
antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang diterapkan atau menundanya
sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
Faktor ketiga yaitu perubahan metode akuntansi secara sukarela, biasanya
berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode
akuntansi tertentu di antara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia
dan diakui oleh GAAP, antara lain merubah metode penilaian persediaan dari
FIFO ke LIFO atau sebaliknya, merubah metode penyusutan aktiva dari metode
garis lurus ke metode penyusutan yang dipercepat atau sebaliknya, dan pengakuan
atas biaya produksi yaitu antara metode biaya penuh atau biaya langsung/variabel.
Manajemen laba paling sering dilakukan dengan cara manajemen akrual
yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan angka-angka akrual untuk
menjadikan laba lebih rendah atau lebih tinggi (Guenther, 1994 ; Frankel dan
Trezevant, 1994 ; Maydew, 1997). Di luar negeri, praktik manajemen laba ini
sudah menjadi perhatian para praktisi dan akademis dan sudah banyak pula
penelitian mengenai manajemen laba. Di Indonesia sendiri penelitian mengenai
manajemen laba sudah banyak dilakukan antara lain Setiawati (1999), Kiswara
(1999), Sutanto (1999) dan Nursanto (2002) semuanya menggunakan proksi
discretionary accrual dalam menilai besarnya manajemen laba yang terjadi dalam
perusahaan.
Nelson et al. (2000) meneliti praktik manajemen laba yang dilakukan oleh
manajemen di Amerika Serikat dan menyimpulkan bahwa lebih banyak
perusahaan yang melakukan manajemen laba yang berdampak pada meningkatnya
laba tahun berjalan daripada penurunan laba dan praktek manajemen laba yang
paling banyak dilakukan adalah yang berkaitan dengan cadangan karena
manajemen mempunyai kemampuan untuk mengontrol besarnya cadangan
tersebut, kemudian berdasarkan urutan frekuensi kejadiannya adalah pengakuan
kemudian dimodifikasi oleh Dechow, Sloan and Sweeney (1995). Tingkat kualitas
laba ditentukan oleh nilai absolut dari abnormal komponen. Semakin besar nilai
absolut maka semakin rendah kualitas labanya. Untuk mendeteksi ada tidaknya
manajemen laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting
untuk diperhatikan. Langkah pertama adalah mencari nilai total akrual. Total
akrual dibedakan menjadi dua bagian yaitu normal akrual dan abnormal akrual.
Perhitungan total akrual menggunakan informasi yang didapatkan dari neraca dan
laporan laba rugi dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
TA j ,t = total akrual perusahaan j pada tahun t
∆STDEBT j ,t =perubahan hutang jangka pendek perusahaan j antara tahun t-1 dan t
TA j ,t 1 ∆ Re v j ,t PPE j ,t
= κ1 + κ2 + κ3 + ε j ,t (2.2)
Asset j ,t −1 Asset j ,t −1 Asset j ,t −1 Asset j ,t −1
Dimana :
Asset j ,t −1 = total aset perusahaan j pada awal tahun t
PPE j ,t = nilai keseluruhan dari property, plant and equipment perusahaan j pada
tahun t
sudah tentu ada yang berasal dari penjualan secara kredit. Pengurangan terhadap
nilai piutang untuk menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima benar-benar
merupakan pendapatan bersih. Model modifikasi Jones untuk melakukan estimasi
terhadap akrual tersebut adalah sebagai berikut :
TA j ,t 1 (∆ Re v j ,t − ∆AR j ,t ) PPE j ,t
= κ1 + κ2 + κ3 + ε j,t (2.3)
Asset j ,t −1 Asset j ,t −1 Asset j ,t −1 Asset j ,t −1
Dari hasil regresi yang diperoleh, maka koefisiennya akan diambil untuk
menentukan besarnya nilai normal akrual (non discretionary) dengan rumus
sebagai berikut :
1 (∆ Re v j ,t − ∆AR j ,t ) ˆ PPE j ,t
NA j ,t = κˆ1 + κˆ 2 + κ3 (2.4)
Asset j ,t −1 Asset j ,t −1 Asset j ,t −1
TA j ,t
AA j ,t = − NA j ,t (2.5)
Asset j ,t −1
Nilai absolut dari abnormal akrual ( AA ) merupakan proksi dari kualitas laba.