Anda di halaman 1dari 109

ANALISIS KINERJA UNIT USAHA LKM PADA BADAN USAHA MILIK

DESA (BUM DESA) “SEKAPUK” DESA SEKAPUK KECAMATAN


UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Oleh:
HANIFATUS ZAHRO

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan


hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini
tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, Juli 2017

Hanifatus Zahro
135040100111027
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Analisis Kinerja Unit Usaha LKM Pada Badan Usaha
Milik Desa (BUM Desa) “Sekapuk” Desa Sekapuk
Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik
Nama Mahasiswa : Hanifatus Zahro
NIM : 135040100111027
Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian
Program Studi : Agribisnis
Menyetujui : Dosen Pembimbing

Disetujui,
Dosen Pembimbing

Mangku Purnomo, S.P., M.Si., Ph.D


NIP. 197704202005011001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Mangku Purnomo, S.P., M.Si., Ph.D


NIP. 197704202005011001

Tanggal Persetujuan :
LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI

Penguji I Penguji II

Dr. Reza Safitri, S.Sos., M.Si Anisa Aprilia, SP., MP., MBA
NIP. 19701124 199903 2 002 NIK. 201609870425 2001

Penguji III

Mangku Purnomo, S.P., M.Si., Ph.D


NIP. 197704202005011001

Tanggal Lulus :
If you want success, but you avoid the effort to achieve success by
reason of fear of failure, then your fear is fear to be successful.
(Professor Schein)

Skripsi ini kupersembahkan untuk

Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak terhebatku Manudin/Aser,


wonder womenku Ibu Niri,
Kakak terhebatku Sunar/Hatim
yang telah memberikan saya semangat lahir dan batin
dan untuk semua teman-teman
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini

ََّ ‫ل‬
َ‫ّللاِ َحتَّى يَرْ ِج َع‬ َِ ‫ج فِى طَلَبَُ ْال ِع ْل َِم فَه ََُو فِى َسبِ ْي‬ َْ ‫َم‬
ََ ‫ن خَ َر‬
“Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah
hingga ia pulang” (HR. Turmudzi)
RINGKASAN
HANIFATUS ZAHRO. 135040100111027. Analisis Kinerja Unit Usaha LKM
Pada Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) “Sekapuk” Desa Sekapuk Kecamatan
Ujungpangkah Kabupaten Gresik. Dibawah bimbingan Mangku Purnomo, S.P.,
M.Si., Ph.D

Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) didirikan dengan tujuan untuk
mengelola potensi desa dan menyejahterakan masyarakatnya, serta sebagai sarana
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Adanya pembentukan
BUM Desa merupakan salah satu bentuk otonomi daerah yaitu kewenangan yang
diberikan oleh pemerintah kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan
wilayahnya masing-masing. BUM Desa Sekapuk merupakan salah satu BUM
Desa terbesar dan menjadi pemenang dalam kegiatan evaluasi BUM Desa tingkat
Provinsi Jawa Timur yang diadakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat
(BAPEMAS) pada tahun 2015-2016. Akan tetapi pada salah satu unit usaha yang
dikelola yaitu unit usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM) masih terdapat
beberapa permasalahan seperti keterbatasan modal, minimnya pendapatan dan
banyaknya penunggakan pembayaran angsuran. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kinerja unit usaha LKM yang dikelola oleh BUM
Desa untuk menjamin pencapaian segala kegiatannya sesuai dengan tujuan, serta
untuk mengetahui kontribusi yang diberikan terhadap PADesa.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive pada BUM Desa
Sekapuk yang terletak di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten
Gresik yaitu pada unit usaha LKM yang merupakan salah satu unit usaha yang
dikelola oleh BUM Desa. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret 2017.
Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Teknik penentuan
sampel yaitu non probability sampling dengan metode purposive dengan
pertimbangan tertentu (judgment sampling) yang digunakan untuk penentuan
responden dalam menganalisis kontribusi unit usaha LKM terhadap PADesa, dan
probability sampling dengan metode simple random sampling dengan
menggunakan rumus slovin dan jumlah responden yang dihasilkan yaitu 69
responden yaitu digunakan untuk penentuan responden pendekatan balanced
scorecard pada perspektif pelanggan untuk indikator kepuasan pelanggan dan
reputasi. Analisis data dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard
berdasarkan empat perspektif yaitu perspektif keuangan dengan indikator Return
On Investment (ROI), Return On Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM).
Perspektif pelanggan dengan indikator akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan,
profitabilitas pelanggan dan reputasi. Perspektif proses bisnis internal dengan
indikator proses operasi, inovasi dan layanan purna jual, serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan dengan indikator produktivitas karyawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja unit usaha LKM secara
keseluruhan dinilai cukup baik dengan nilai 0,45. Hal tersebut dikarenakan
berdasarkan perspektif keuangan cukup baik (indikator ROI, ROE dan NPM
mendapatkan skor 0), perspektif pelanggan dinilai cukup baik (indikator akuisisi
pelanggan dan profitabilitas pelanggan cukup baik, dengan skor 0, dan indikator
kepuasan pelanggan dan reputasi dinilai baik dengan skor 1), perspektif proses
bisnis internal dinilai baik (indikator proses produksi, inovasi dan layanan purna

i
jual dinilai baik dengan skor 1), serta proses pembelajaran dan pertumbuhan
dinilai cukup baik (indikator produktivitas karyawan dinilai cukup baik dengan
skor 0). Selain itu unit usaha LKM juga mampu memberikan kontribusi terhadap
PADesa yaitu sebesar 20% dari pendapatan

ii
SUMMARY
HANIFATUS ZAHRO. 135040100111027. Performance Analysis of MFIs
Business Unit Village Owned Enterprises (BUM Desa) “Sekapuk” Sekapuk
Village Ujungpangkah District of Gresik. Advisor : Mangku Purnomo, S.P.,
M.Si., Ph.D

Village Owned Enterprises (BUM Desa) was established with the aim of
managing the potential of the village and welfare of its people, and as a means to
increase the village's original income (PADesa). The establishment of BUM Desa
is one of the forms of regional autonomy that is the authority given by the
government to the local government to develop their respective regions. BUM
Desa Sekapuk is one of the biggest BUM Desa and become the winner in
evaluation activity of BUM Desa in East Java Province held by Community
Empowerment Agency (BAPEMAS) in 2015-2016. However, in one business
unit managed by Micro Finance Institution (LKM), there are still some problems,
such as limited capital, lack of income and many delinquent installment payments.
Therefore, this study aims to analyze the performance of MFI business units
managed by BUM Desa to ensure the achievement of all activities in accordance
with the objectives, and to determine the contribution given to PADesa.
Determination of research location conducted by purposive at BUM Desa
Sekapuk located in Sekapuk Village, Ujungpangkah Sub-district, Gresik Regency
that is at MFI business units which is one business unit managed by BUM Desa.
The study was conducted in February-March 2017. The data used are primary data
and secondary data. Sampling technique in this research are non probability
sampling with purposive method with certain consideration (judgment sampling)
which is used to determine respondent in analyzing contribution of MFIs business
unit to PADesa, and probability sampling with simple random sampling method
by using slovin formula and number of respondent that is 69 respondent is used
for determining respondent balanced scorecard approach on customer perspective
for customer satisfaction and reputation indicator. Data analysis by using balanced
scorecard approach based on four perspectives that is financial perspective with
indicator of ROI, ROE and NPM. Customer perspective with indicators customer
acquisition, customer satisfaction customer productivity and reputation. Internal
business process perspective with operating process indicators, innovation and
after sales service, as well as learning and growth perspective with employee
productivity indicators.
The results show that the overall performance of the MFI business unit is
considered good enough with a value of 0.45. This is because based on financial
perspective is fairly good (ROI, ROE and NPM indicator get score 0), customer
perspective is fairly good (customer acquisition and customer productivity
indicator is fairly good with score 0 and indicator of customer satisfaction and
reputation is good with score 1), internal business process perspective is
considered good (indicator of operating process, innovation and after-sales service
is considered good with score 1), and the learning and growth process is
considered fairly good(employee productivity indicator is considered fairly good
with score 0). In addition, the MFIs business unit is also able to contribute to
PADesa, which is 20% of income.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Kinerja Unit Usaha LKM pada
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) “Sekapuk” Desa Sekapuk Kecamatan
Ujungpangkah Kabupaten Gresik”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis selama menempuh perkuliahan di
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1) di Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.
Penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Mangku Purnomo, SP., M.Si.,Ph.D. selaku dosen pembimbing
2. Dr. Reza Safitri, S, Sos., M.Si dan Anisa Aprilia, SP., MP., MBA selaku
dosen penguji
3. Bapak Asjudi selaku Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Sekapuk
beserta staf
4. Perangkat Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik
5. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat dan doa
6. Sahabat – sahabat yang selalu memberikan dukungan
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan skripsi. Penulis berharap karya tulis ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak terkait.

Malang, Juli 2017

Penulis

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis yang memiliki nama lengkap Hanifatus Zahro ini dilahirkan di


Situbondo pada tanggal 12 Januari 1995 merupakan anak ke dua dari dua
bersaudara dan merupakan putri dari pasangan Bapak Manudin/Aser dan Ibu Niri.
Penulis beragama Islam. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 1
Selobanteng pada tahun 2001 sampai tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan
pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 1 Banyuglugur pada tahun 2007
sampai tahun 2010. Pada tahun 2010 sampai tahun 2013 penulis menempuh
pendidikan sekolah menengah atas di SMA Nurul Jadid, kemudian pada tahun
2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Strata-1 Program Studi Agribisnis,
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya,
Malang, Jawa Timur, melalui jalur tes SBMPTN.
Selama menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya, penulis
mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan yaitu kepanitiaan sebuah acara
seperti POSTER (Program Orientasi Studi Terpadu) pada tahun 2014 sebagai
divisi konsumsi, panitia PLA (Pendidikan Latihan Anggota) pada tahun 2015
sebagai divisi Danus, dan pada tahun 2015 juga mengikuti kepanitiaan acara Raja
Brawijaya sebagai divisi SPV. Selain itu penulis juga menjadi salah satu asisten
praktikum mata kuliah usaha tani pada tahun 2015 dan tahun 2016.

v
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ............................................................................................... i
SUMMARY .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
I. PENDAHULUAN .................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ......................... Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah .................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Batasan Masalah ...................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Tujuan Penelitian ..................... Error! Bookmark not defined.
1.5 Kegunaan Penelitian ................ Error! Bookmark not defined.
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu . Error! Bookmark not defined.
2.2 Teori ........................................... Error! Bookmark not defined.
2.2.1 Tinjauan Tentang Kelembagaan . Error! Bookmark not
defined.
2.2.2 Tinjauan Tentang Pengukuran Kinerja ................. Error!
Bookmark not defined.
III. KERANGKA TEORITIS ......................... Error! Bookmark not defined.
3.1 Kerangka Pemikiran ................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Hipotesis .................................... Error! Bookmark not defined.
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................. Error!
Bookmark not defined.
IV. METODE PENELITIAN .......................... Error! Bookmark not defined.
4.1 Pendekatan Penelitian ................ Error! Bookmark not defined.
4.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian .. Error! Bookmark not
defined.
4.3 Teknik Penentuan Sampel.......... Error! Bookmark not defined.
4.4 Teknik Pengumpulan Data ......... Error! Bookmark not defined.
4.5 Pengujian Instrumen Penelitian . Error! Bookmark not defined.
4.6 Teknik Analisis Data .................. Error! Bookmark not defined.
4.6.1 Analisis Deskriptif ......... Error! Bookmark not defined.
4.6.2 Analisis Kinerja Unit Usaha LKM ..... Error! Bookmark
not defined.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................. Error! Bookmark not defined.

vi
5.1 Gambaran Umum ....................... Error! Bookmark not defined.
5.1.1 Gambaran Umum Desa Sekapuk Error! Bookmark not
defined.
5.1.2 Gambaran Umum Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa) Sekapuk ... Error! Bookmark not defined.
5.1.3 Gambara Umum Unit Usaha Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) .............. Error! Bookmark not defined.
5.1.4 Karakteristik Responden........... Error! Bookmark not
defined.
5.2 Hasil dan Pembahasan ............. Error! Bookmark not defined.
5.2.1. Menerjemahkan Visi dan Misi dalam Balanced
Scorecard ..................... Error! Bookmark not defined.
5.2.2. Pengukuran Kinerja Unit Usaha LKM pada
Indikator Masing-Masing Perspektif Error! Bookmark
not defined.
5.2.3. Penilaian Kinerja Keseluruhan Unit Usaha LKM
BUM Desa Sekapuk dengan Balanced Scorecard .................
Error! Bookmark not defined.
5.2.4. Analisis Kontribusi Unit Usaha LKM dan BUM
Desa Sekapuk kepada PADesa .. Error! Bookmark not
defined.
BAB VI KESIMPULAN .................................. Error! Bookmark not defined.
6.1 Kesimpulan ............................... Error! Bookmark not defined.
6.2 Saran ......................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ....................................... Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ...................................................... Error! Bookmark not defined.

vii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Teks
1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif
Keuangan.......................................... Error! Bookmark not defined.
2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif
Pelanggan ......................................... Error! Bookmark not defined.
3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif
Proses Bisnis Internal ....................... Error! Bookmark not defined.
4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan ....... Error! Bookmark not defined.
5. Kerangka Kriteria Keseimbangan Unit Usaha LKM BUM Desa
Sekapuk ............................................ Error! Bookmark not defined.
6. Indikator Tingkat Kepuasan Pelanggan Unit Usaha LKM
BUM Desa Sekapuk ......................... Error! Bookmark not defined.
7. Interval Skor Tingkat Kepuasan Pelanggan ... Error! Bookmark not
defined.
8. Indikator Reputasi BUM Desa Sekapuk ........ Error! Bookmark not
defined.
9. Interval Skor Reputasi ...................... Error! Bookmark not defined.
10. Penentuan Skor pada Masing-masing Perspektif Balanced
Scorecard ......................................... Error! Bookmark not defined.
11. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Error! Bookmark
not defined.
12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .......... Error!
Bookmark not defined.
13. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Error! Bookmark not
defined.
14. Hasil Perhitungan Return On Investment (ROI) Unit Usaha
LKM ................................................. Error! Bookmark not defined.
15. Hasil Perhitungan Return On Equity (ROE) Unit Usaha LKM ...................
Error! Bookmark not defined.

viii
16. Hasil Perhitungan Net Profit Margin (NPM) Unit Usaha LKM ...................
Error! Bookmark not defined.
17. Hasil Pengukuran Akuisisi Pelanggan Unit Usaha LKM ........ Error!
Bookmark not defined.
18. Hasil Pengukuran Kepuasan Pelanggan Unit Usaha LKM ...... Error!
Bookmark not defined.
19. Hasil Pengukuran Profitabilitas Pelanggan Unit Usaha LKM . Error!
Bookmark not defined.
20. Hasil Pengukuran Reputasi BUM Desa Sekapuk pada
Pengelolaan Unit Usaha LKM ......... Error! Bookmark not defined.
21. Hasil Pengukuran Produktivitas Karyawan Unit Usaha LKM Error!
Bookmark not defined.
22. Hasil Pengukuran Keseluruhan Kinerja Unit Usaha LKM ...... Error!
Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
Teks
1. Skema Kerangka Pemikiran Kinerja Unit Usaha LKM BUM
Desa Sekapuk ................................... Error! Bookmark not defined.
2. Balai Desa di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah
Kabupaten Gresik ............................. Error! Bookmark not defined.
3. Kantor BUM Desa Sekapuk ............. Error! Bookmark not defined.
4. Struktur Organisasi BUM Desa Sekapuk ....... Error! Bookmark not
defined.
5. Loket Pembayaran Unit Usaha LKM di Kantor BUM Desa
Sekapuk ............................................ Error! Bookmark not defined.
6. Kurva Kinerja Unit Usaha LKM BUM Desa Sekapuk ............ Error!
Bookmark not defined.

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
Teks
1. Data Responden Unit Usaha LKM BUM Desa Sekapuk......... Error!
Bookmark not defined.
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kepuasan Pelanggan ......... Error!
Bookmark not defined.
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Reputasi ... Error! Bookmark not
defined.
4. Data Jumlah Pelanggan Unit Usaha LKM Tahun 2014- 2016 .. Error!
Bookmark not defined.
5. Perhitungan Perspektif Keuangan dan Perspektif Pembelajaran
dan Pertumbuhan ................................ Error! Bookmark not defined.
6. Kuesioner Kepuasan Pelanggan, Reputasi, dan Sumbangan
Terhadap PADesa............................... Error! Bookmark not defined.
7. Neraca Unit Usaha LKM BUM Desa Sekapuk Tahun 2014-
2016 .................................................... Error! Bookmark not defined.

x
8. Laporan Laba Rugi Unit Usaha LKM BUM Desa Sekapuk
Tahun 2014-2016 ............................... Error! Bookmark not defined.
9. Dokumentasi ...................................... Error! Bookmark not defined.

xi
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) merupakan suatu lembaga berbasis
ekonomi yang menjadi salah satu program desa sebagai sarana untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADesa) (Budiono, 2015). Pembentukan
BUM Desa merupakan salah satu bentuk otonomi daerah yaitu kewenangan yang
diberikan oleh pemerintah kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan
wilayahnya masing-masing. Berdasarkan Permendesa PDTT No 4 Tahun 2015
pada bab 1 pasal 1 yaitu menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Desa,
selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan,
dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Kegiatan pengelolaan BUM Desa sepenuhnya dikelola oleh masyarakat desa yaitu
dari, oleh dan untuk desa.
Adanya pembentukan BUM Desa terutama di Provinsi Jawa Timur
merupakan salah satu bentuk usaha untuk meningkatkan kapasitas lembaga
kemasyarakatan dan kapasitas sumber daya manusia. Hal tersebut dilakukan
melalui pelatihan, pendampingan dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat (BAPEMAS) Provinsi Jawa Timur. Selain
itu BAPEMAS Provinsi Jawa Timur juga melakukan kegiatan pengembangan
lembaga ekonomi masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan BUM Desa. Tujuan
kegiatan pemberdayaan BUM Desa yang dilakukan oleh BAPEMAS Provinsi
Jawa Timur adalah menguatkan kapasitas lembaga ekonomi desa untuk
meningkatkan perekonomian desa, memperkuat Pendapatan Asli Desa (PADesa),
dan berperan dalam pertumbuhan serta pemerataan ekonomi pedesaan untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat desa.
Menurut keputusan kepala BAPEMAS Provinsi Jawa Timur nomor 77
tahun 2010, ruang lingkup pemberdayaan BUM Desa meliputi pembentukan
BUM Desa, pengembangan BUM Desa, serta pendampingan BUM Desa

1
2

(BAPEMAS Jatim, 2015). Salah satu BUM Desa yang merupakan dampingan
BAPEMAS Provinsi Jawa Timur dan termasuk dalam kategori BUM Desa
terbesar adalah BUM Desa Sekapuk yang terletak di Desa Sekapuk Kecamatan
Ujungpangkah Kabupaten Gresik. BUM Desa Sekapuk ini merupakan salah satu
BUM Desa yang menjadi pemenang dalam kegiatan evaluasi BUM Desa tingkat
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015-2016 yang diadakan oleh pihak BAPEMAS
Provinsi Jawa Timur. Pembentukan BUM Desa Sekapuk didasarkan atas adanya
kebutuhan dan potensi desa dalam upaya memperkuat perekonomian serta
membangun kerekatan sosial masyarakat desa. Keberadaan BUM Desa di Desa
Sekapuk sangat dibutuhkan, mengingat potensi yang dimiliki oleh Desa Sekapuk
sangat besar, yaitu lahan pertanian, pertambangan batu kapur, pasar desa, dan
usaha kreatif masyarakat lainnya. Selain sebagai lembaga usaha yang berorientasi
pada keuntungan dan sosial (profit and social oriented) BUM Desa Sekapuk juga
berfungsi sebagai fasilitator, stabilitator, dan server bagi masyarakat Desa
Sekapuk. Sampai saat ini terdapat 5 unit usaha pada BUM Desa Sekapuk yaitu
unit usaha Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (HIPPAM), Lembaga
Keuangan Mikro (LKM), pelayanan, pertambangan dan agrobisnis.
Unit usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan salah satu unit
usaha yang sangat berpotensi untuk dikembangkan pada BUM Desa Sekapuk. Hal
tersebut dikarenakan unit usaha LKM sangat berperan dalam penyedia jasa
simpan pinjam bagi masyarakat Desa Sekapuk dan juga dapat membantu
mewujudkan kemandirian perekonomian desa. Selain potensi yang dimiliki oleh
unit usaha LKM tersebut, ada beberapa kendala yang dihadapi sehingga bisa
menghambat kegiatan simpan pinjam pada unit usaha tersebut. Kendala yang
dihadapi yaitu bersifat internal dan eksternal. Kendala internal yang dihadapi unit
usaha LKM adalah ketersediaan modal yang menyebabkan unit usaha LKM
bergantung kepada bantuan unit usaha lain dan belum bisa menyediakan
kebutuhan modalnya sendiri. Selain itu sistem pembukuan keuangan masih
kurang tertata rapi yaitu semua unit usaha yang dikelola oleh BUM Desa Sekapuk
digabungkan dalam satu pembukuan. Hal tersebut menyebabkan sulitnya untuk
mengetahui kinerja keuangan dari unit usaha LKM. Kendala eksternal yang
dihadapi unit usaha LKM adalah kurangnya kepedulian dari para pelanggan atau
3

nasabah yaitu dibuktikan dengan banyaknya penunggakan pelunasan sehingga


menyebabkan pendapatan yang diperoleh unit usaha LKM fluktuatif dan dapat
menghambat proses simpan pinjam bagi para nasabah lainnya.
Sebagai salah satu unit usaha yang memiliki peran besar bagi masyarakat
dan bagi kemandirian perekonomian Desa Sekapuk, maka perlu diketahui
bagaimana kinerja pada unit usaha LKM tersebut. Identifikasi kinerja unit usaha
BUM Desa perlu dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha
serta untuk melihat prospek ke depannya dari usaha-usaha yang telah dijalankan
oleh BUM Desa (Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2007). Tujuan
dilakukannya analisis pada kinerja unit usaha LKM adalah agar dapat diukur
sejauh mana keberhasilan unit usaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
untuk melihat hasil pengukuran kinerja unit usaha LKM dalam kategori kurang,
cukup, atau baik, serta untuk mengetahui kontribusinya terhadap PADesa.
Penelitian terkait analisis kinerja BUM Desa dan unit usaha LKM
sebelumnya telah banyak dilakukan oleh para peneliti, salah satunya yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Maulana, dkk (2016) dan Perdana, dkk (2014).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2016) yaitu menganalisis persepsi
anggota terhadap kinerja BUM Desa Sumber Makmur berdasarkan indikator
keefektifan lembaga, efisiensi penggunaan dana dan keberlanjutan lembaga. Hasil
yang diperoleh dalam penelitian tersebut menjelaskan hasil pengukuran pada
masing-masing indikator yang digunakan. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Perdana, dkk (2014) yaitu menganalisis kinerja sosial dengan analisis mix
market sosial dan kinerja keuangan dengan metode PEARLS pada Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED-SP) pada
BUM Desa Ngaso Mandiri. Hasil yang diperoleh dari penelitian Perdana,dkk
(2014) menyebutkan tentang pencapaian misi aktivitas dan misi sosial serta
pencapaian terhadap indikator Protection, Effective financial structure, Asset
quality, Rates of return and cost, Liquidity, Sign of growth (PEARLS). Pada
umumnya penelitian-penelitian tersebut menggunakan metode analisis yang hanya
menitikberatkan pada masing-masing aspek sosial maupun keuangan. Berbeda
dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan metode pengukuran
yang lebih komprehensif yaitu menitikberatkan pada pengukuran kinerja
4

keuangan dan non keuangan yang berimbang dan saling berkesinambungan. Pada
penelitian ini dilakukan analisis kinerja unit usaha LKM dengan menggunakan
pendekatan balanced scorecard. Penggunaan pendekatan balanced scorecard
untuk menganalisis kinerja dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat
Moeheriono (2014) yang menyebutkan bahwa balanced scorecard dapat
diterapkan pada semua tipe organisasi, oleh karena itu organisasi sektor publik
maupun organisasi nirlaba dapat menggunakan pendekatan balanced scorecard
dalam pengukuran kinerja.
Analisis kinerja menggunakan pendekatan balanced scorecard dalam
penelitian ini dilakukan pada aspek finansial dan nonfinansial yaitu melalui empat
perspektif antara lain perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Harapannya dari
hasil analisis kinerja ini dapat meningkatkan kinerja unit usaha LKM sehingga
dapat meningkatkan kontribusi terhadap PADesa, selain itu hasil analisis kinerja
juga dapat dijadikan dasar pengambilan kebijakan bagi para pengelola BUM Desa
Sekapuk. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Kinerja Unit Usaha LKM pada Badan Usaha Milik Desa (BUM
Desa) Sekapuk Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik”.

1.2 Rumusan Masalah

Jumlah BUM Desa yang berada di Jawa Timur adalah sebanyak 1.425
BUM Desa yang tersebar di 29 kabupaten dan 1 di kota Batu. Pada tahun 2015
dan tahun 2016 Badan Pemberdayaan Masyarakat (BAPEMAS) Provinsi Jawa
Timur mengadakan lomba evaluasi BUM Desa, dan pemenang lomba tersebut
adalah BUM Desa yang terdapat di 6 kabupaten antara lain Kabupaten Blitar,
Pacitan, Bojonegoro, Gresik dan Lamongan. Salah satu BUM Desa yang menjadi
pemenang tersebut adalah BUM Desa Sekapuk. Pembentukan BUM Desa
Sekapuk yaitu berdasarkan kebutuhan dan potensi masyarakat Desa Sekapuk.
Keberadaan BUM Desa membawa peluang tersendiri terhadap perubahan di
bidang ekonomi dan sosial (Anggraeni, 2016). Adanya unit-unit usaha yang
5

dikelola oleh BUM Desa yaitu untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh
desa yang tujuannya untuk menyejahterakan masyarakatnya.
Unit usaha LKM merupakan salah satu unit usaha yang dikembangkan
oleh BUM Desa Sekapuk di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten
Gresik. Unit usaha LKM ini merupakan jenis usaha bisnis keuangan (financial
business) yang memberikan jasa simpan pinjam bagi seluruh masyarakat Desa
Sekapuk. Keberadaan unit usaha LKM merupakan salah satu solusi dalam
permasalahan pemenuhan kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan modal usaha
masyarakat Desa Sekapuk, karena sebagian besar masyarakat Desa Sekapuk
berprofesi sebagai petani dan penambang kapur yang hanya mempunyai
pendapatan yang rendah. Prosedur peminjaman yang ditetapkan oleh BUM Desa
sangat gampang dan proses pelayanan yang cepat menjadi daya tarik tersendiri
bagi masyarakat Desa Sekapuk untuk menjadi nasabah pada unit usaha LKM
BUM Desa Sekapuk. Kualitas pelayanan merupakan senjata ampuh dalam
keunggulan perusahaan terutama perusahaan jasa, dan kualitas pelayanan
merupakan pemicu keberhasilan perusahaan pada segala lini (Aryani & Rosinta,
2010).
Setiap usaha diharapkan memiliki kinerja yang baik dalam aspek keuangan
manupun non keuangan dalam menjalankan segala kegiatan usahanya. Namun,
pada unit usaha LKM mengalami beberapa masalah atau kendala salah satunya
yaitu terkait keterbatasan modal. Masalah tersebut terjadi karena semua nasabah
pada unit LKM ini lebih memilih melakukan peminjaman namun tidak melakukan
penabungan, sehingga menyebabkan lebih banyaknya pengeluaran daripada
pemasukan. Pendapatan pada unit usaha LKM ini hanya berasal dari angsuran
peminjaman, biaya administrasi, denda penunggakan serta bunga pinjaman yang
jumlahnya hanya sedikit dan tidak sebanding dengan pengeluaran untuk pinjaman.
Selain itu, sebagian besar anggota atau nasabah melakukan pembayaran angsuran
bulanan tidak tepat waktu atau banyak yang mengalami kemacetan, sehingga
menyebabkan unit usaha LKM harus meminjam modal kepada unit usaha lainnya
untuk digunakan sebagai dana pinjaman nasabah.
Manajemen keuangan yang terdapat pada unit usaha LKM BUM Desa
Sekapuk masih kurang baik dikarenakan pembukuan keuangan masih dijadikan
6

satu laporan dengan unit usaha lainnya yang dikelola oleh BUM Desa Sekapuk.
Hal tersebut menyebabkan sulitnya melihat perkembangan keuangan unit usaha
LKM. Keberadaan BUM Desa Sekapuk sebagai lembaga yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga harus dapat memberikan kontribusi
terhadap Pendapaatan Asli Desa (PADesa) yang nantinya PADesa tersebut akan
disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan ataupun
perbaikan sarana dan prasarana. Kontribusi terhadap PADesa yang diberikan oleh
BUM Desa Sekapuk yaitu berasal dari pendapatan masing-masing unit usaha yang
dikelola. Sedangkan dengan sistem pembukuan yang masih kurang tertata rapi
menyebabkan sulitnya memantau kondisi keuangan setiap unit usaha dan sulit
mengetahui pendapatan setiap unit usaha setiap bulannya, sehingga hal tersebut
juga dapat memberatkan unit usaha yang sebenarnya keadaan finansialnya kurang
baik untuk memberikan kontribusi terhadap PADesa.
BUM Desa Sekapuk merupakan suatu badan usaha yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Sistem pelayanan yang baik dalam kegiatan unit usaha LKM dapat mempengaruhi
kepuasan dan loyalitas dari para pelanggan atau nasabahnya. Aryani & Rosinta
(2010) menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan kunci dalam
menciptakan loyalitas pelanggan. Pada unit usaha LKM seringkali mengalami
permasalahan kerusakan komputer sehingga mengakibatkan terganggunya
kegiatan transaksi simpan pinjam. Untuk mengatasi permasalah tersebut
dibutuhkan para karyawan yang memiliki kinerja baik dan cekatan untuk
menemukan solusi dan opsi pelayanan lainnya sehingga kegiatan transaksi simpan
pinjam tetap bisa berjalan dan para nasabah tidak merasa kecewa dengan
pelayanan yang diberikan oleh unit usaha LKM.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kinerja unit usaha LKM berdasarkan perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan?
2. Bagaimana kontribusi yang diberikan unit usaha LKM dan BUM Desa
Sekapuk terhadap PADesa?
7

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan agar penelitian lebih


terfokus dan tidak meluas. Adapun batasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Penelitian ini hanya mengidentifikasi dan menganalisis kinerja unit usaha
LKM yang dikelola oleh BUM Desa Sekapuk yang terletak di Desa Sekapuk
Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik.
2. Pengukuran kinerja unit usaha LKM dengan pendekatan balanced scorecard
dibatasi dengan menggunakan empat perspektif yaitu perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
serta perspektif keuangan.
3. Perspektif pelanggan dalam penelitian dibatasi pada indikator akuisisi
pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, profitabilitas pelanggan dan reputasi.
4. Perspektif proses bisnis internal dalam penelitian dibatasi pada indikator
proses operasi, inovasi dan layanan purna jual.
5. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam penelitian dibatasi pada
indikator produktifitas pegawai.
6. Perspektif keuangan dalam penelitian dibatasi pada analisis kinerja keuangan
dengan menggunakan analisi rasio keuangan.
7. Analisis rasio keuangan dalam penelitian dibatasi pada analisis rasio
profitabilitas dengan menghitung Net Profit Margin (NPM), Return On
Investment (ROI), dan Return On Equity (ROE).
8. Laporan keuangan unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk yang digunakan
dalam penilaian kinerja keuangan adalah selama 3 tahun terakhir yaitu tahun
2014-2016.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di


atas, tujuan dari kegiatan penelitian yang dilakukan adalah:
1. Menganalisis kinerja unit usaha LKM berdasarakan perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan.
8

2. Mendeskripsikan kontribusi yang diberikan unit usaha LKM dan BUM Desa
Sekapuk terhadap PADesa.

1.5 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian yang diharapkan penulis meliputi:


1. Kegunaan Teoritis
Sebagai tambahan pengetahuan agar dapat meningkatkan pemahaman
mengenai kinerja unit usaha LKM yang diukur dengan menggunakan pendekatan
balance scorecard berdasarkan perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada
BUM Desa dalam menganalisis permasalahan terutama pada masing-masing unit
usaha yang dikelola. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan
evaluasi dalam kegiatan pengembangan unit-unit usaha sehingga BUM Desa
dapat memberikan manfaat pada kesejahteraan masyarakat desa.
b. Bagi Penulis
Hasil penelitian diharapkan mampu meningkatkan pemahaman, penambah
wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis dalam analisis kinerja unit usaha
pada BUM Desa.
c. Bagi Pembaca atau Peneliti Berikutnya
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi dan dapat
dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang lebih
mendalam khususnya terkait kinerja unit usaha unit usaha LKM atau simpan
pinjam.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan suatu hasil penelitian yang bisa dijadikan


sebagai acuan dan pendukung bagi penelitian-penelitian berikutnya apabila
penelitian tersebut relevan dengan permasalahan dalam penelitian yang kita
lakukan. Salah satu penelitian terkait kinerja lembaga simpan pinjam yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Sagala (2016) bertujuan untuk mengetahui
bagaimana kinerja Koperasi Unit Desa (KUD) Wenang di Manado ditinjau dari
balanced scorecard yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Data yang
digunakan adalah data kuantitatif dan data kualitatif dengan sumber data primer
dan data sekunder. Jumlah responden adalah sebanyak 217 orang yaitu 96
responden anggota (nasabah), 96 responden non anggota dengan teknik
pengambilan sampel accidential sampling dan 25 responden karyawan dengan
teknik pengambilan sampel sampling jenuh/metode sensus. Analisis data yang
digunakan adalah metode balanced scorecard dan kriteria keseimbangan
menggunakan rating scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Koperasi
Unit Desa (KUD) Wenang ditinjau dari balanced scorecard yaitu perspektif
proses bisnis internal dinilai baik dan efisien, perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan dinilai baik dan memuaskan, perspektif pelanggan dinilai baik dan
memuaskan, serta perspektif keuangan dinilai tidak baik dengan skor keseluruhan
adalah 0,4 atau sama dengan cukup baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Faishol (2014) bertujuan untuk menganalisis
kinerja Lembaga Keuangan Mikro Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Bina Mandiri
Kecamatan Kembangbahu. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, dan
sumber data yang digunakan adalah informan dan dokumen. Metode
pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dokumentasi dan
triangulasi/gabungan. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah
analisa keuangan dan penelitian objektif oleh peneliti. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil pengukuran pada perspektif keuangan adalah “cukup”.
Hasil pengukuran pada perspektif pelanggan adalah “cukup”, pada perspektif

9
10

proses bisnis internal adalah “kurang”, serta pada perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan adalah “baik”. Secara keseluruhan kinerja UPK Bina Mandiri
Kecamatan Kembangbahu adalah cukup. Hal tersebut ditunjukkan denga nilai
yang didapat yaitu 0,3 dan perhitungan skor yang diperoleh 4 dari 13 skor
indikator pengukuran.
Tahaka (2013) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
kinerja perusahan jika diukur dengan menggunakan pendekatan balanced
scorecard pada PT. Bank Sulut. Metode penelitian yang digunakan deskriptif,
dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, kepustakaan, dan
pengambilan data dari tahun 2009 sampai 2011. Hasil penelitian menunjukkan
perspektif keuangan sudah cukup baik karena mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Pada perspektif pelanggan indikator akuisisi pelanggan dinilai belum
maksimal, sedangkan indikator retensi pelanggan dinilai sudah baik untuk
mempertahankan jumlah dan kepuasan pelanggan. Pada perspektif proses bisnis
intenal dinilai cukup baik karena PT. Bank Sulut sudah cukup baik dalam
menangani keluhan pelanggan sehingga berkurangnya keluhan dari para
pelanggan. Pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dilihat dari retensi
karyawan, PT. Bank Sulut mampu mempertahankan karyawannya dan untuk
pelatihan karyawan dinilai masih kurang sehingga mengakibatkan produktifitas
karyawan belum maksimal. Hasil pengukuran kinerja dari empat perspektif
balanced scorecard diketahui bahwa kinerja perusahaan dinilai cukup baik.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sagala, Faishol dan Tahaka
adalah pada tujuannya yaitu untuk melihat kinerja dengan menggunakan metode
balanced scorecard. Penelitian ini dilakukan pada Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) yaitu sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Faishol, namun
perbedaannya Lembaga Keuangan Mikro yang diteliti oleh peneliti adalah salah
satu unit usaha yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) yang
terletak di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik.
Persamaan lainnya yaitu pada metode pengumpulan data yang digunakan dan
metode analisis data yang dilakukan oleh Sagala, serta pada pengukuran kriteria
keseimbangan yaitu menggunakan rating scale. Selain itu metode penarikan
sampel yang dilakukan dalam penelitian ini sama dengan penelitian Faishol dan
11

teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tahaka yaitu dengan wawancara dan studi pustaka.
Sedangkan Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sagala, yaitu pada objek
penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Sagala, yaitu dilakukan pada Koperasi
Unit Desa (KUD). Perbedaan dengan penelitian Faishol dan Tahaka yaitu pada
metode penelitian, Penelitian Faishol menggunakan metode deskriptif kualitatif
sedangkan Tahaka menggunaka metode deskriptif.

2.2 Teori

2.2.1 Tinjauan Tentang Kelembagaan

Menurut Djogo, dkk (2003) kebijakan dan kelembagaan (institusi) sulit


dipisahkan, seperti dua sisi sekeping mata uang. Kebijakan yang bagus tetapi
dilandasi kelembagaan yang jelek tidak akan membawa proses pembangunan
mencapai hasil secara maksimal. Demikian juga sebaliknya, kelembagaan yang
bagus tetapi kebijakan tidak mendukung juga membuat tujuan pembangunan sulit
dicapai sesuai sasaran. Kelembagaan merupakan lembaga kemasyarakatan yang
mengandung pengertian abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-
peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut (Bustang, 2008). Sedangkan
Djogo, dkk (2003) menjelaskan bahwa kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola
hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang
dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi yang
ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik
aturan formal maupun informal untuk mencapai tujuan bersama. Jadi dapat
disimpulkan bahwa, kelembagaan merupakan suatu hubungan yang terjalin
didalam masyarakat yang mengandung peraturan terkait norma dan kode etik
sebagai faktor pembatasnya dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama.
Kelembagaan lokal merupakan lembaga yang tumbuh dan dikelola untuk
kepentingan rakyat. Kelembagaan lokal memiliki karakteristik yaitu dapat
menjalankan usaha komersial akan tetapi pada dasarnya tujuan dari usaha dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya tidak didasarkan untuk mendapat
keuntungan (Uphoff dan Buck, 2006). Kelembagaan lokal dibedakan menjadi tiga
12

penggolongan yaitu ditingkat lokalitas, dengan beberapa level atau tingkatan,


yaitu kelompok, komunitas dan lokalitas (Uphoff dan Buck, 2006). Kelompok
adalah sekumpulan orang dengan identitas dan memiliki kesamaan serta
kepentingan atau minat yang sama. Komunitas digambarkan sebagai suatu unit
tempat tinggal dengan kehidupan sosial ekonomi sendiri, digambarkan sebagai
unit interaksi sosial ekonomi yang merujuk pada sistem administrasi yang lebih
rendah, biasanya merujuk sebagai suatu desa. Sedangkan lokalitas, lebih kepada
sejumlah komunitas yang memiliki hubungan kerjasama sosial ekonomi setingkat
kecamatan, dimana pusat pasar yang berada dicirikan oleh kesatuan komunitas,
mempunyai relasi sosial dan ekonomi dengan pertumbuhan.
Menurut Blakely (1989) ciri utama pengembangan kelembangaan ekonomi
lokal pada daerah pedesaan adalah pada titik beratnya kebijakan “endogenous
development", yaitu mendayagunakan potensi sumber daya manusia,
institutional/kelembagaan dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada
fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan
merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. Pembentukan dan pengelolaan
kegiatan pada BUM Desa merupakan salah satu contoh bentuk pengembangan
ekonomi lokal yang berfungsi untuk mendorong pemerintah desa dalam
mengelola potensi ekonomi desa. Pendirian BUM Desa diharapkan mampu
menstimulasi dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan karena BUM
Desa berperan sebagai institusi yang menaungi, sehingga keberadaan BUM Desa
diharapkan dapat meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli desa (Ramadana
dan Suwondo, 2013). Pembentukan BUM Desa diatur dalam Undang-undang No.
32 Tahun 2004, selain itu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 tentang Desa. Bentuk badan hukum tersebut yang membedakan
BUM Desa dengan kelembagaan ekonomi lainnya.
Menurut Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (2007) tujuan
pembentukan BUM Desa yaitu : (1) Meningkatkan perekonomian desa; (2)
Meningkatkan pendapatan asli desa (3) Meningkatkan pengolahan potensi desa
sesuai dengan kebutuhan masyarakat; (4) Menjadi tulang punggung pertumbuhan
dan pemerataan ekonomi pedesaan. Tujuan pendirian BUM Desa juga tercantum
dalam Permendesa PDTT No 4 Tahun 2015 yaitu: (1) Meningkatkan
13

perekonomian desa; (2) Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk


kesejahteraan desa; (3) Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan
potensi ekonomi desa; (4) Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa
dan/atau dengan pihak ketiga; (5) Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang
mendukung kebutuhan layanan umum warga; (6) Membuka lapangan kerja; (7)
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum,
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa; (8) Meningkatkan pendapatan
masyarakat desa dan PADesa.
Klasifikasi jenis usaha BUM Desa menurut Permendesa PDTT No. 4
Tahun 2015 , yaitu:
1. Bisnis sosial (social business) sederhana yang memberikan pelayanan umum
(serving) kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial dan
dapat memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, meliputi air
minum desa, usaha listrik desa, lumbung pangan, sumberdaya lokal dan
teknologi tepat guna lainnya.
2. Bisnis penyewaan (renting) barang untuk melayani kebutuhan masyarakat
desa dan untuk memproleh PADesa, meliputi alat transportasi, perkakas pesta,
gedung pertemuan, rumah toko, tanah milik BUM Desa, dan penyewaan
barang lainnya.
3. Usaha perantara (brokering) yang memberikan jasa pelayanan kepada warga,
meliputi jasa pembayaran listrik, pasar desa untuk memasarkan produk yang
dihasilkan masyarakat, dan jasa pelayanan lainnya.
4. Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang (trading) barang-barang tertentu
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar
yang lebih luas, meliputi pabrik es, pabrik asap cair, hasil pertanian, sarana
produksi pertanian, sumur bekas tambang, dan kegiatan bisnis produksi
lainnya.
5. Bisnis keuangan (financial business) untuk memenuhi kebutuhan usaha-usaha
skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi desa, yaitu dapat
memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh
masyarakat desa.
14

6. Usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang


dikembangkan masyarakat desa baik dalam skala lokal desa maupun kawasan
pedesaan, meliputi pengembangan kapal desa berskala besar untuk
mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif, desa
wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat,
dan kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal
lainnya.
Unit usaha LKM merupakan salah satu unit usaha yang termasuk dalam
kategori bisnis keuangan (finansial business) karena dapat memberikan akses
kredit dan peminjaman kepada masyarakat. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun
2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, yang dimaksud dengan Lembaga
Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang
khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Terdapat empat golongan besar LKM menurut Usman, dkk 2004 (dalam Ashari,
2006) antara lain LKM formal baik bank maupun non bank, LKM non formal
baik berbadan hukum ataupun tidak, LKM yang dibentuk melalui program
pemerintah, serta LKM informal seperti rentenir ataupun arisan.

2.2.2 Tinjauan Tentang Pengukuran Kinerja


Secara umum kinerja dapat diartikan sebagai sebuah prestasi yang dicapai
oleh seseorang baik secara individu maupun kelompok. Keberhasilan sebuah
kinerja yaitu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan kerja, rekan
kerja, motivasi kerja dan sebagainya. Sedarmayanti (2003) menyebutkan bahwa
arti performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Sedangkan menurut Mahsun
(2016), kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning. Dapat disimpulkan
15

bahwa kinerja merupakan suatu pencapaian seseorang atau organisasi atas tujuan
yang telah ditentukan.
Pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai suatu metode atau alat yang
digunakan untuk mencatat atau menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan
berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan
organisasi (Mahsun, 2016). Pada umumnya pengukuran kinerja BUM Desa masih
menggunakan pendekatan tradisional yaitu hanya berfokus pada aspek finansial,
sehingga hasil pengukuran yang diperoleh sering kali tidak bisa menggambarkan
kinerja BUM Desa pada kenyataannya. Oleh karena itu penggunaan pendekatan
balanced scorecard dibutuhkan untuk mengukur kinerja BUM Desa secara
komprehensif. Menurut Mahsun (2016) seiring perkembangannya balanced
scorecard dapat diterapkan pada semua jenis organisasi.
Balanced scorecard merupakan suatu metode pendekatan dalam analisis
kinerja yang diperkenalkan pada awal tahun 1992 oleh Robert S. Kaplan dan
David P. Norton dalam publikasinya yang berjudul “The Balanced Scorecard-
Measures That Drive Performance” dalam Harvard Business Review (Syariati
dkk, 2009). Menurut Mulyadi 2001 (dalam Syariati dkk, 2009), balanced
scorecard adalah alat ukur strategi secara komprehensif dengan pola manajemen
strategis. Munculnya pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja
pada perusahaan yaitu dikarenakan pada umumnya dalam pengukuran kinerja
perusahaan masih menggunakan pendekatan tradisional, yaitu hanya menilai
kinerja dari aspek keuangan saja. Padahal dalam suatu perusahaan yang menjamin
keberlanjutan dari usahanya bukan hanya dari aspek finansial saja, tetapi aspek
non finansial juga memegang peranan yang tidak kalah penting untuk
keberlanjutan usaha tersebut sehingga diperlukan juga suatu pengukuran terhadap
kinerja aspek non finansial.
Ukuran finansial tidak dapat dijadikan sebagai satu-satunya alat pengukur
kinerja perusahaan, begitu pula dengan ukuran non finansial yang juga tidak dapat
dijadikan sebagai ukuran tunggal kinerja perusahaan (Syariati dkk, 2009). Maka
dari itu agar bisa mengetahui kinerja suatu perusahaan atau organisasi secara
keseluruhan, antara aspek finansial dan non finansial harus sama-sama saling
disinergikan agar mendapatkan hasil pengukuran yang maksimal. Pengukuran
16

kinerja dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard dapat berfungsi


sebagai sistem pengukuran yang mengkomunikasikan dan menghubungkan
perusahaan atau organisasi kepada strategi baru dan bukan hanya sebagai sistem
pengukuran saja. Hal tersebut dikarenakan semua organisasi didirikan dengan
menjalankan misi tertentu untuk mewujudkan visi tertentu sehingga organisasi
dituntut untuk menghasilkan kinerja sesuai dengan sasaran strategi yang telah
ditetapkan (Moeheriono, 2014).
Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa tujuan dan ukuran
balanced scorecard memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif yaitu
perspektif keuangan, perspektif pelanggan , perspektif proses bisnis internal, serta
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Dari keempat perspektif tersebut
menawarkan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, hasil
yang diinginkan (outcome) dan pemicu kinerja (performance drivers), serta tolak
ukur yang digunakan (Syariati dkk, 2009).
Penilaian kinerja pada unit usaha LKM yang dikelola oleh BUM Desa
Sekapuk lebih fokus pada misi organisasi yaitu menjadi badan usaha yang
profesional dengan pelayanan multisektoral. Misi tersebut kemudian
diformulasikan menjadi strategi-strategi yang akan dilakukan untuk pencapaian
misi tersebut. Strategi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam empat
perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis intenal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Pada perspektif
keuangan sebelum dilakukannya penilaian kinerja terlebih dahulu ditentukan
tahapan dari siklus kehidupan bisnis. Menurut Kaplan dan Norton (2000) terdapat
tiga tahapan dari siklus bisnis yaitu tahapan bertumbuh (growth), tahapan bertahan
(sustain) dan tahapan penuaian (harvest). Penjelasan tahapan tersebut menurut
Kaplan dan Norton (2000) antara lain:
1: Growth (Pertumbuhan)
Tahap pertumbuhan merupakan suatu tahap awal dari siklus kehidupan
dan perjalanan suatu bisnis. Pada tahap ini suatu bisnis mempunyai tingkat
pertumbuhan produk atau jasa yang baik, manajemen terikat komitmen untuk
melakukan pengembangkan produk atau jasa baru, membangun fasilitas produksi
bisnis, sistem informasi, infrastruktur yang lain dan saluran distribusi yang dapat
17

mendukung proses jaringan bisnis yang dilakukan. Konsekuensi yang dimungkin


terjadi yaitu nilai cash flow perusahaan mungkin akan bernilai negatif, dengan
tingkat return on investment yang diperoleh rendah. Tujuan finansial perusahaan
dalam tahap pertumbuhan adalah presentase tingkat pertumbuhan pendapatan dan
tingkat penjualan diberbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah.
2: Sustain (Bertahan)
Tahap bertahan merupakan situasi yang menunjukkan unit bisnis memiliki
daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu
menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Unit bisnis seperti ini
diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara
bertahap tumbuh dari tahun ketahun. Kebanyakan unit bisnis di tahap bertahan
menetapkan tujuan finansial terkait dengan profitabilitas. Tujuan seperti ini
dinyatakan dengan memakai ukuran terkait dengan laba akuntansi seperti laba
operasi dan margin kotor. Ukuran yang digunakan untuk unit bisnis ini
menyelaraskan laba akuntansi yang dihasilkan dengan tingkat investasi yang
ditanamkan, misalnya tingkat pengembalian investasi, return on capital employee,
dan nilai tambah ekonomis.
3: Harvest (Panen)
Suatu bisnis yang sudah berada pada tahap panen tidak lagi membutuhkan
investasi yang besar karena pada tahapan ini suatu bisnis sudah mencapai
kematangan dan memanen hasilnya atau menuai investasi yang telah dilakukan
pada dua tahap sebelumnya. Tujuan utama pada tahap ini adalah memaksimalkan
arus kas masuk ke dalam perusahaan. Tujuan finansial keseluruhan untuk bisnis
pada tahap ini adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan
berbagai kebutuhan modal kerja.
Unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk termasuk dalam kategori tahapan
pertumbuhan (growth) karena unit usaha masih dalam tahap pengembangan.
Pengukuran perspektif keuangan dapat dilakukan melalui kinerja keuangan
dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Menurut Horne dan Jr (2013) rasio
keuangan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan
juga kinerjanya. Jenis-jenis rasio keuangan meliputi rasio likuiditas, rasio leverage
(hutang), rasio cakupan, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas. Penelitian ini
18

dilakukan dengan menghitung rasio profitabilitas yang terdiri dari Net Profit
Margin (NPM), Return On Investment (ROI), dan Return On Equity (ROE). NPM
yaitu digunakan untuk mengukur keuntungan netto atau laba bersih per rupiah
penjualan, ROI yaitu untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan
dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih, dan ROE yaitu
untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri dalam menghasilkan keuntungan
bagi pemegang saham.
Pada perspektif pelanggan menggambarkan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat. Menurut Kaplan dan Norton (2000) perspektif pelanggan
terdiri dari kelompok pengukuran inti (customer core measurement) dan
kelompok pengukuran diluar kelompok utama (customer value preposition).
Terdapat lima kelompok pengukuran inti (customer core measurement) yaitu
pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan, dan
profitabilitas pelanggan. Sedangkan customer value preposition merupakan
pemicu kinerja pada customer core measurement. Customer value preposition
terdiri dari beberapa komponen pengukuran, yaitu atribut produk atau jasa,
hubungan pelanggan, serta citra dan reputasi.
Pengukuran kineraja unit usaha LKM berdasarkan perspektif pelanggan
yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan indikator akuisisi pelanggan,
kepuasan pelanggan, profitabilitas pelanggan dan reputasi. Kaplan dan Norton
(2000) menyatakan bahwa akuisisi pelanggan mengukur kemampuan unit bisnis
dalam menarik pelanggan baru. Kepuasan pelanggan mengukur tingkat kepuasan
atas kinerja tertentu didalam proposisi nilai. Ukuran tingkat kepuasan pelanggan
memberikan umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan melakukan bisnis,
biasanya ditandai dengan melakukan pembelian ulang barang atau jasa. Indikator
kepuasan pelanggan dalam penelitian mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Sagala dkk (2016) yaitu diukur menggunakan lima indikator kualitas
pelayanan yang meliputi bukti fisik (tangiables), keandalan (reliability),
ketanggapan (responsiveness), jaminan atau kepastian (assurance), dan
kepedulian (empathy).
Setelah berhasil dalam mengukur akuisisi pelanggan dan kepuasan
pelanggan belum tentu merupakan jaminan bahwa perusahaan memiliki
19

pelanggan yang menguntungkan (Kaplan dan Norton, 2000). Sebuah ukuran


finansial seperti profitabilitas pelanggan membantu perusahaan untuk tetap
menjadi perusahaan yang berfokus pada pelanggan. Profitabilitas pelanggan
mengukur keuantungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu
setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan tersebut.
Pengukuran pada kelompok diluar kelompok utama yang dilakukan pada
penelitian ini pada indikator reputasi. Penilaian reputasi pada penelitian ini
dilakukan berdasarkan pandangan masyarakat mengenai BUM Desa dalam
mengelola salah satu unit usahanya yaitu unit usaha LKM. Indikator penilaian
reputasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Lau dan
Lee, 1999 (dalam Novitasari, 2010) yaitu meliputi perusahaan telah dikenal luas
dikalangan masyarakat, pelanggan percaya terhadap perusahaan, merasa nyaman
dalam menerima dan menggunakan produk atau jasa perusahaan tersebut,
pelanggan belum pernah mendengar komentar negatif mengenai perusahaan, dan
perusahaan selalu terbuka dalam memberikan informasi kepada setiap
pelanggannya.
Perspektif proses bisnis internal menggambarkan proses-proses yang
penting bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terdiri
dari tiga prinsip yaitu inovasi, operasi, dan layanan purna jual (Kaplan dan
Norton, 2000). Perspektif proses bisnis internal mengidentifikasi berbagai proses
internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Pengukuran
proses operasi pada penelitian ini berdasarkan pendapat Kholifaturrohmah (2011)
yaitu mengukur proses operasi berdasarkan waktu, biaya, dan ketepatan dalam
pelaksanaan pelayanan. Pengukuran pada proses inovasi yaitu kemampuan unit
bisnis dalam menggali kebutuhan produk atau jasa pelanggan dari tahun ketahun.
Sedangkan pengukuran layanan purna jual dalam penelitian ini mengacu pada
pendapat Kholifaturrohmah (2011) yang menyebutkan bahwa layanan purna jual
mencakup beberapa hal yaitu sistem keluhan dan saran pelanggan serta
konsistensi jadwal perusahaan.
Sedangkan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggambarkan
kompetensi dan kemampuan semua anggota organisasi yang bersumber pada tiga
20

prinsip yaitu people, system, dan organizational procedure (Kaplan dan Norton,
2000). Prinsip people atau sumber daya manusia dapat ditinjau dari beberapa
aspek, yaitu 1) Retensi karyawan, untuk mempertahankan selama mungkin para
karyawan yang sesuai dengan kriteria perusahaan; 2) Produktivitas karyawan,
ukuran terhadap kemampuan karyawan untuk membandingkan hasil yang
dikeluarkan karyawan dengan jumlah dari karyawan sebuah perusahaan; 3)
Kapabilitas karyawan, merupakan bagian kontribusi yang diberikan oleh
karyawan kepada perusahaan. Kapabilitas yang dimaksud disini adalah
kemampuan tambahan yang dimiliki karyawan yang diperoleh dari latihan-latihan.
Dalam kapabilitas karyawan terdapat tiga hal yang harus diperhatikan diantaranya
adalah prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggung jawab, kualitas
dan pelayanan kepada konsumen. Pengukuran kinerja unit usaha LKM pada
penelitian ini berdasarkan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu pada
indikator produktivitas karyawan yaitu dilakukan untuk membandingkan keluaran
yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk
menghasilkan keluaran tersebut (Kaplan dan Norton, 2000). Keunggulan penilaian
kinerja dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard menurut Mulyadi
(2001) antara lain:
1. Komprehensif
Metode balanced scorecard mencakup pada perencanaan strategik pada
aspek keuangan dan juga perspektif non keuangan sehingga menghasilkan
beberapa manfaat, yaitu menjanjikan kinerja yang berlipat ganda dan
berkesinambungan pada aspek keuangan, perusahaan dapat memasuki lingkungan
bisnis yang kompleks karena metode balanced scorecard mencakup empat
perspektif yang dapat menghasilkan rencana dengan kompleks yang mampu
merespon perubahan lingkungan.
2. Koheren
Setiap sasaran strategik yang ditetapkan pada metode balanced scorecard
dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan
sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekoherenan
sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik dapat
memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategik
21

yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan
berkesinambungan serta mempuyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategik
pada keempat perspektif tersebut.
3. Berimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan pada sistem perencanaan
strategik untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berkesinambungan. Sasaran
strategik yang lebih difokuskan pada perspektif proses bisnis dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan disebut terlalu berfokus kepada intern yang
mengakibatkan terabaikannya perspektif keuangan dan perspektif pelanggan.
Sedangkan jika sasaran strategik difokuskan kepada perspektif keuangan dan
perspektif pelanggan maka disebut terfokus pada ekstern yang mengakibatkan
terabaikannya perspektif proses bisnis dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan personel, sehingga dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan
jangka panjang.
4. Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh
sistem tersebut. Sasaran strategik pada perspektif non keuangan tidak mudah
diukur, namun dalam pendekatan balanced scorecard sasaran tersebut dapat
dikelola sehingga dapat menjanjikan perwujudan sasaran strategik non keuangan.
III. KERANGKA TEORITIS

3.1 Kerangka Pemikiran

Pembentukan BUM Desa Sekapuk merupakan suatu bentuk


pengembangan desa yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat
(BAPEMAS) Provinsi Jawa Timur dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat khususnya didaerah pedesaan. Menurut BAPEMAS Jawa Timur
(2015), pembentukan BUM Desa bertujuan untuk menguatkan kapasitas lembaga
ekonomi desa demi meningkatkan perekonomian desa, memperkuat PADesa, dan
berperan dalam pertumbuhan serta pemerataan ekonomi pedesaan untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat desa. Pencapaian tujuan
pembentukan BUM Desa yang telah dijelaskan tersebut, maka pengelolaan BUM
Desa merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Pengelolaan
BUM Desa yang baik dapat dicerminkan dari kinerja unit usaha yang baik pula.
Analisis kinerja pada unit usaha bertujuan untuk melihat sejauh mana
keberhasilan usaha sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
BUM Desa Sekapuk menjalankan lima unit usaha yaitu unit usaha LKM,
unit usaha HIPPAM, unit usaha pelayanan, unit usaha pertambangan, dan unit
usaha agrobisnis. Salah satu unit usaha yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan yaitu unit usaha LKM. Unit usaha LKM ini merupakan unit usaha
yang memberikan jasa simpan pinjam kepada masyarakat Desa Sekapuk. Potensi
untuk dikembangkannya unit usaha LKM sangat bagus dikarenakan unit usaha
LKM sangat berperan dalam pemberian layanan jasa simpan pinjam bagi
masyarakat Desa Sekapuk. Unit usaha LKM mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan unit simpan pinjam lainnya (bank ataupun sebagainya) yaitu
persyaratan dan prosedur peminjaman mudah, serta suku bunga yang diberikan
juga cukup rendah. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat Desa Sekapuk lebih
berminat melakukan transaksi simpan pinjam pada unit usaha LKM BUM Desa
Sekapuk dari pada di bank atau tempat peminjaman lainnya yang sama-sama
menyediakan jasa simpan pinjam. Namun dikarenakan suku bunga yang diberikan
oleh unit usaha LKM cukup rendah dan beberapa faktor lainnya seperti banyaknya

22
23

anggota yang menunggak mengakibatkan sedikitnya jumlah pemasukan


dibandingkan dengan jumlah pengeluaran.
Adanya potensi dan permasalahan pada unit usaha LKM tersebut
menunjukkan perlunya dilakukan analisis terhadap kinerja unit usaha LKM untuk
menjamin keberlangsungan BUM Desa Sekapuk, serta untuk menjamin unit usaha
LKM dapat terus memberikan pelayanan jasa simpan pinjam dalam jangka waktu
yang panjang kepada masyarakat Desa Sekapuk. Analisis kinerja terhadap unit
usaha LKM dilakukan dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard
berdasarkan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Berdasarkan perspektif keuangan, sebagai penyedia akses modal untuk
masyarakat sudah seharusnya unit usaha LKM memiliki kinerja keuangan yang
baik sehingga unit usaha LKM dapat terus memberikan pelayanan jasa simpan
pinjam bagi masyarakat Desa Sekapuk. Unit usaha LKM merupakan suatu usaha
yang masih berada pada tahap pertumbuhan yaitu ditandai dengan adanya nilai
cash flow yang bernilai negatif dan tingkat pengembalian investasi yang
diperoleh masih rendah. Menurut Kaplan dan Norton (2000), tujuan finansial
perusahaan pada tahap ini adalah tingkat pertumbuhan pendapatan. Sehingga
pengukuran perspektif keuangan pada unit usaha LKM dapat dilakukan
menggunakan analisis rasio keuangan. Selain itu Putra, dkk (2015) juga
menyebutkan bahwa pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah
perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan
yang mendasar. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dari sasaran-sasaran yang
secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, baik berbentuk
profit margin, ROI dan ROE. Berdasarkan uraian tersebut dalam analisis kinerja
unit usaha LKM pada perspektif keuangan menggunakan indikator pengukuran
NPM, ROI, dan ROE. Tahaka (2013) menyebutkan bahwa tolak ukur yang sesuai
dalam pengukuran kinerja keuangan untuk meningkatkan pendapatan adalah Net
Profit Margin (NPM). Sedangkan pengukuran pada indikator ROI dan ROE
sesuai dengan penelitian Himawan dan Juarsah (2005) yang mengukur kinerja
perusahaan dengan pendekatan balanced scorecard dengan tujuan untuk
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih
24

berdasarkan modal yang digunakan dan investasi yang ditanamkan dalam


perusahaan.
Pengukuran pada perspektif pelanggan digunakan untuk mengukur kinerja
unit usaha LKM yang dilihat dari sisi pelanggan. Menurut Tahaka (2013), tujuan
dari analisis pada perspektif pelanggan adalah agar perusahaan mampu
mempertahankan jumlah pelanggan yang dicapai dan berusaha untuk menarik
pelanggan baru, sehingga perusahaan harus benar-benar memperhatikan kepuasan
pelanggan. Berdasarkan uraian tersebut, maka analisis kinerja perspektif
pelanggan dalam penelitian ini dilakukan pada indikator akuisisi pelanggan,
kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan. Pengukuran indikator kepuasan
pelanggan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningtyas (2011)
yaitu mengukur kepuasan pelanggan berdasarkan lima dimensi pembentuk
kepuasan pelanggan antara lain bukti fisik (tangiables), keandalan (reliability),
ketanggapan (responsiveness), jaminan atau kepastian (assurance), dan
kepedulian (empathy). Selain itu perlunya diukur indikator profitabilitas
pelanggan dikarenakan menurut pendapat Kaplan dan Norton (2000), setelah
dilakukan pengukuran terhadap akuisisi dan kepuasan pelanggan belum tentu
perusahaan bisa memperoleh keuntungan dari para pelanggannya oleh karena itu
dilakukan pengukuran profitabilitas pelanggan untuk melihat rata-rata keuntungan
yang diberikan setiap pelanggan terhadap perusahaan. Selain tiga indikator yang
digunakan dalam pengukuran kinerja perspektif pelanggan tersebut, terdapat satu
indikator pengukuran yang merupakan pemicu kinerja pada tiga indikator tersebut
yaitu indikator reputasi. Pengukuran indikator reputasi yang dilakukan dalam
penelitian ini berdasarkan lima dimensi pengukuran yang sesuai dengan pendapat
Lau dan Lee (dalam Novitasari, 2010) yaitu perusahaan telah dikenal luas
dikalangan masyarakat, pelanggan percaya terhadap perusahaan, pelanggan
merasa nyaman dalam menerima dan menggunakan produk atau jasa perusahaan
tersebut, pelanggan belum pernah mendengar komentar negatif mengenai
perusahaan, dan perusahaan selalu terbuka dalam memberikan informasi kepada
setiap pelanggannya.
Pengukuran pada perspektif proses bisnis internal digunakan untuk
mengukur kinerja unit usaha LKM yang dilihat dari sisi internal pengelolaan unit
25

usaha. Putra (2015) menyebutkan bahwa perspektif proses bisnis internal


menekankan pada penciptaan produk baru yang lebih berkualitas sampai produk
tersebut siap diedarkan kepada pelanggan, dan terdapat tiga tahap yang harus
dilakukan yaitu tahap inovasi, tahap operasi dan tahap purna jual. Berdasarkan
uraian tersebut, pengukuran kinerja unit usaha LKM pada perspektif proses bisnis
internal dilakukan pada indikator proses operasi, inovasi dan layanan purna jual.
Pengukuran proses operasi mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Kholifaturrohmah (2011) yaitu mencakup waktu, biaya, dan ketepatan dalam
pelaksanaan pelayanan. Inovasi dapat dilihat dari perkembangan produk atau jasa
dari tahun ketahun. Sedangkan layanan purna jual berdasarkan sistem keluhan dan
saran pelanggan serta konsistensi jadwal perusahaan (Kholifaturrohmah, 2011).
Pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan melihat kinerja unit usaha
LKM berdasarkan sumber daya manusia. Pengukuran kinerja berdasarkan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang dilakukan dalam penelitian ini
dengan menggunakan indikator produktifitas pegawai. Ukuran strategis pada
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran adalah mengukur seberapa besar
keuntungan yang berhasil didapat oleh perusahaan, dan produktivitas karyawan
menunjukkan besarnya perolehan surplus yang dihasilkan oleh setiap karyawan
dalam setiap tahunnya (Faishol, 2014).
Keempat perspektif tersebut memiliki hubungan yang erat terhadap
pencapaian visi misi yang dimiliki oleh BUM Desa. Hal tersebut dikarenakan
dengan pengukuran kinerja unit usaha LKM menggunakan pendekatan balanced
scorecard mampu memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kinerja
unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk. Berdasarkan penilaian kinerja empat
perspektif yang digunakan dalam pendekatan balanced scorecard akan diketahui
bagaimana kontribusi yang diberikan oleh unit usaha LKM terhadap PADesa.
Apabila kinerja unit usaha LKM baik, maka kemungkinan unit usaha LKM dapat
memberikan kontribusi terhadap PADesa yang nantinya sumbangan tersebut akan
digunakan untuk kepentingan masyarakat yaitu dalam bentuk pembangunan
ataupun perbaikan sarana dan prasaranan desa. Bagan kerangka pemikiran
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Kinerja Unit Usaha LKM
BUM Desa Sekapuk

Pengukuran Kinerja dengan


Pendekatan Balance Scorecard

Perspektif Finansial Perspektif Pelanggan Perspektif Proses Bisnis Perspektif Pembelajaran


Internal dan Pertumbuhan

1.Pemerolehan keuntungan dari 1.Pertambahan pelanggan baru


1. Peningkatan pelayanan
penjualan jasa 2.Peningkatan kepuasan 1. Meningkatkan
2. Peningkatan
2.Pemerolehan keuntungan dari pelanggan komitmen dan kinerja
pendapatan
total investasi 3.Peningkatan keuntungan karyawan
3.Kemudahan akses
3.Pemerolehan keuntungan dari 4.Peningkatan loyalitas
pelanggan
pengelolaan modal pelanggan

Sumbangan terhadap Pendapatan


Asli Desa (PADesa)

Peningkatan Kinerja BUM Desa


Sekapuk

26
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Kinerja Unit Usaha LKM BUM Desa Sekapuk
27

3.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, hipotesis yang


diberikan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah terkait seluruh masalah
penelitian. Hipotesis yang diajukan adalah diduga unit usaha LKM BUM Desa
Sekapuk memiliki hasil kinerja yang baik dan dapat memberikan kontribusi
terhadap PADesa.

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel pada penelitian ini dapat


dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Keuangan

No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel


1. Peningkatan Return on Invesment Kemampuan unit usaha LKM Total keuntungan yang diperoleh unit usaha
pendapatan menghasilkan keuntungan bersih LKM berdasarkan perbandingan
(ROI)
dari total investasi yang pendapatan dengan total investasi dalam
digunakan. satuan persen per tahun
Return on Equity (ROE) Kemampuan unit usaha LKM Total keuntungan yang diperoleh unit usaha
menghasilkan keuntungan bersih LKM berdasarkan perbandingan
berdasarkan total modal yang pendapatan dengan total modal yang
dikeluarkan dikeluarkan dalam satuan persen per tahun
Net Profit Margin Kemampuan unit usaha LKM Total keuntungan yang diperoleh unit usaha
menghasilkan keuntungan dari LKM berdasarkan perbandingan
(NPM)
kegiatan operasional pelayanan pendapatan dengan hasil
jasa simpan pinjam penjualan/pelayanan jasa simpan pinjam
dalam satuan persen per tahun.

28
Tabel 2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Pelanggan

No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel


1. Pemerolehan Akusisi pelanggan Kemampuan unit usaha LKM Tingkat pertambahan pelanggan unit usaha
pelanggan baru dalam memperoleh kepercayaan LKM dengan membandingkan jumlah
dari masyarakat sehingga terjadi pelanggan yang baru bergabung dengan
penambahan pelanggan jumlah pelanggan secara keseluruhan
dalam satuan persen per tahun
2. Tingkat kepuasan Jangkauan lokasi Jarak yang harus ditempuh Skor diberikan berdasarkan kriteria:
pelanggan loket pelanggan unit usaha LKM 1: Jarak dari rumah ke lokasi loket >500
terhadap loket unit usaha LKM m
2: Jarak dari rumah ke lokasi loket 100-
500 m
3: Jarak dari rumah ke lokasi loket <100
m
Kebersihan loket Kondisi kebersihan kantor dan Skor diberikan berdasarkan kriteria:
loket pembayaran unit usaha 1: Sedikit sampah dan kursi/meja tidak
LKM BUM Desa Sekapuk. teratur
2: Sedikit sampah dan kursi/meja teratur
3: Tidak ada sampah dan susunan
kursi/meja teratur
Kelengkapan fasilitas Kondisi kelengkapan fasilitas pada Skor diberikan berdasarkan kriteria:
kantor dan loket pembayaran unit 1: Komputer rusak, tidak tersedia struk
usaha LKM BUM Desa Sekapuk. pembayaran
2: Komputer rusak, selalu tersedia struk
pembayaran
3: Semua fasilitas tersedia

29
Tabel 2. Lanjutan Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Pelanggan
No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel
Tingkat Ketelitian dan Ketelitian dan keakuratan pegawai Skor diberikan berdasarkan kriteria:
kepuasan keakuratan pegawai unit usaha LKM dalam 1: Sering terjadi kesalahan
pelanggan melaksanakan pekerjaannya. 2: Pernah terjadi kesalahan
misalnya dalam pencatatan 3: Tidak pernah terjadi kesalahan
setoran, pemberian uang kembali.
Keteraturan jadwal Keteraturan jadwal operasional Skor diberikan berdasarkan kriteria:
operasional jam buka dan jam tutup di loket 1: Jam buka dan tutup tidak teratur
pembayaran unit usaha LKM. 2: Hanya jam buka atau tutup saja
yang teratur
3: Jam buka dan tutup selalu teratur
Kecepatan dan Kecepatan dan ketepatan pegawai Skor diberikan berdasarkan kriteria:
ketepatan pegawai. unit usaha LKM dalam 1: Karyawan tidak peduli atau hanya
menanggapi masalah terkait mendengar dan mencatat keluhan
transaksi yang dilakukan. 2: Karyawan mendengar, mencatat
dan menjelaskan permasalahan
3: Karyawan mendengar, mencatat,
menjelaskan dan menawarkan
solusi
Kecepatan proses Kecepatan proses pelayanan dari Skor diberikan berdasarkan kriteria:
pelayanan pegawai dalam kegiatan transaksi 1: Cukup cepat (>5 menit)
pembayaran di unit usaha LKM. 2: Cepat (4-5 menit)
3: Sangat cepat (<5 menit)

30
Tabel 2. Lanjutan Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Pelanggan
No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel
Tingkat kepuasan Pemberian informasi Penyampaian informasi terkait unit Skor diberikan berdasarkan kriteria:
usaha LKM oleh para pegawai 1: Tidak pernah ada pemberitahuan
pelanggan
terhadap para pelanggan atau 2: Terkadang ada pemberitahuan
masyarakat. 3: Selalu ada pemberitahuan
Pemberian denda Pemberian tindakan atau denda Skor diberikan berdasarkan kriteria:
terhadap nasabah unit usaha LKM 1: Tidak pernah ada denda bagi nasabah
yang tidak aktif atau telat yang telat membayar
membayar setiap bulannya. 2: Kadang-kadang ada denda bagi
nasabah yang telat membayar
3: Selalu ada denda bagi nasabah yang
telat membayar
Keramahan dan Perilaku dan sikap pegawai kepada Skor diberikan berdasarkan kriteria:
kesopanan pegawai para nasabah atau pelanggan unit 1: Karyawan tidak ramah dan tidak
usaha LKM BUM Desa Sekapuk sopan kepada nasabah
ketika sedang melakukan transaksi 2: Karyawan biasa saja kepada nasabah
di loket pembayaran. 3: Karyawan ramah dan sopan kepada
nasabah
Kejujuran pegawai Kejujuran dan keterbukaan Skor diberikan berdasarkan kriteria:
pegawai dalam administrasi unit 1: Pegawai tidak jujur dalam
usaha LKM terhadap para nasabah penambahan biaya administrasi
atau pelanggannya 2: Pegawai jujur dalam penambahan
biaya administrasi

31
Tabel 2. Lanjutan Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Pelanggan
No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel
3: Pegawai jujur dalam penambahan
biaya administrasi dan
memberitahukan kepada nasabah
Tingkat kepuasan Pemberian hadiah Pemberian reward terhadap para Skor diberikan berdasarkan kriteria:
pelanggan nasabah unit usaha LKM yang 1: Tidak pernah dilaksanakan sama
aktif dalam pembayaran setiap sekali
bulannya 2: Hanya beberapa kali dilaksanakan
3: Selalu dilaksanakan
Harga jasa tambahan Harga jasa tambahan yang Skor diberikan berdasarkan kriteria:
diberikan terhadap para pelangan 1: Jasa tambahan > jasa tambahan di
yang memanfaatkan jasa simpan bank
pinjam pada unit usaha LKM 2: Jasa tambahan setara dengan bank
BUM Desa Sekapuk 3: Jasa tambahan < jasa tambahan di
bank
3 Peningkatan Profitabilitas Kemampuan unit usaha LKM Total keuntungan yang diperoleh unit
keuntugan dari pelanggan menghasilkan keuntungan usaha LKM berdasarkan perbandingan
pelanggan berdasarkan total pelanggan yang pendapatan dengan jumlah pelanggan
dimiliki dalam satuan persen per tahun
4 Reputasi BUMDesa dikenal Pengetahuan pelanggan unit usaha Skor diberikan berdasarkan kriteria:
sebagai lembaga LKM tentang BUM Desa Sekapuk 1: Masyarakat tidak mengetahui
yang berprestasi dan prestasi yang pernah di raih. 2: Masyarakat pernah mendengar
3: Masyarakat mengetahui prestasi
BUM Desa
Pengetahuan tentang Pelanggan unit usaha LKM Skor diberikan berdasarkan kriteria:
tujuan pembentukan mengetahui tujuan dibentuknya 1: Masyarakat tidak mengetahui

32
BUM Desa BUM Desa Sekapuk.
Tabel 2. Lanjutan Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Pelanggan
No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel
Reputasi 2: Masyarakat mengetahui tetapi tidak
secara rinci
3: Masyarakat mengetahui dan
menjelaskan secara rinci
Mengetahui kontribusi Masyarakat mengetahui bahwa Skor diberikan berdasarkan kriteria:
BUM Desa terhadap desa BUM Desa memberikan kontribusi 1: Masyarakat tidak mengetahui
terhadap Pendapat Asli Desa 2: Masyarakat pernah mendengar info
(PADes) setiap bulannya. 3: Masyarakat mengetahui kontribusi
BUM Desa ke desa
Pengetahuan sejarah unit Masyarakat mengetahui sejarah Skor diberikan berdasarkan kriteria:
usaha LKM awal terbentuknya unit usaha 1: Masyarakat tidak mengetahui
LKM yang dikelola oleh BUM 2: Pernah mengetahui
3: Mengetahui sejarah secara rinci
Desa Sekapuk
Mengetahui unit usaha Masyarakat mengetahui semua Skor diberikan berdasarkan kriteria:
yang dikelola BUM unit usaha yang dikelola oleh 1: Tidak mengetahui
Desa Sekapuk BUM Desa Sekapuk 2: Hanya sebagian unit usaha
3: Mengetahui semua unit usaha
Kepercayaan terhadap unit Masyarakat mempercayai unit Skor diberikan berdasarkan kriteria:
usaha LKM usaha LKM akan memberi 1: Masyarakat merasa biasa saja
pelayanan dan pengelolaan yang 2: Masrarakat merasa kadang terbantu
baik dengan keberadaan unit usaha LKM
3: Masyarakat selalu merasa terbantu
dengan keberadaan unit usaha LKM

33
Tabel 2. Lanjutan Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Pelanggan
No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel
Reputasi Alasan menjadi Masyarakat dengan senang hati Skor diberikan berdasarkan kriteria:
pelanggan unit usaha menjadi pelanggan unit usaha 1: Masyarakat menjadi pelanggan unit
LKM LKM usaha LKM karena terpaksa
2: Masyarakat menjadi pelanggan unit
usaha LKM karena keinginan
sendiri
3: Masyarakat menjadi pelanggan unit
usaha LKM karena kenginan sendiri
dan loyal dengan BUM Desa
Kenyamanan Masyarakat merasa nyaman Skor diberikan berdasarkan kriteria:
pelayanan dengan pelayanan jasa yang 1: Masyarakat merasa terkadang
diberikan pelayanan yang diberikan tidak
nyaman dan tidak memuaskan
2: Masyarakat merasa pelayanan yang
diberikan unit usaha LKM biasa
saja atau sama dengan pelayanan di
tempat simpan pinjam lainnya
3: Masyarakat merasa pelayanan yang
diberikan oleh unit usaha LKM
sangat nyaman dan memuaskan
Pemilihan Masyarakat lebih memilih Skor diberikan berdasarkan kriteria:
menggunakan jasa menggunakan jasa yang di 1: Masyarakat lebih memilih
BUM Desa berikan BUM Desa daripada jasa menggunakan jasa simpan pinjam
di tempat lain di tempat lain daripada di BUM
Desa

34
Tabel 2. Lanjutan Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Pelanggan

Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel


2: Masyarakat memilih menggunakan jasa
simpan pinjam BUM Desa dan jasa
simpan pinjam di tempat lain
3: Masyarakat tidak pernah menggunakan
jasa simpan pinjam lain kecuali di BUM
Desa
Kemudahan pihak luar Masyarakat mudah dalam meminta Skor diberikan berdasarkan kriteria:
meminta bantuan dana bantuan dana kepada BUM Desa 1: Tidak pernah memberi bantuan untuk
kegiatan desa
2: Pernah memberi bantuan untuk kegiatan
desa
3: Selalu memberi bantuan kepada
kegiatan masyarakat desa
Pemberian informasi audit Masyarakat mendapatkan informasi Skor diberikan berdasarkan kriteria:
audit BUM Desa 1: Tidak pernah memberi informasi kepada
masyarakat
2: Pernah memberi informasi tetapi tidak
teratur
3: Selalu memberi informasi secara teratur

35
Tabel 3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Proses Bisnis Internal

No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel


1 Pelayanan Proses operasi Kemampuan unit usaha LKM Kesesuaian unit usaha LKM dalam memberikan
dalam menjalankan segala pelayanan kepada pelanggan berdasarkan aspek
kegiatan usaha sesuai prosedur. ketepatan waktu, biaya, dan pelaksanaan
pelayanan, dengan pengukuran skor balanced
scorecard:
-1: Kegiatan usaha tidak sesuai prosedur pada
aspek waktu, biaya, dan pelaksanaan
pelayanan
0: Hanya salah satu aspek yang sesuai dengan
prosedur
1: Kegiatan usaha sesuai dengan prosedur
berdasarkan aspek waktu, biaya dan
pelaksanaan pelayanan
2 Pengembangan Inovasi Pengembangan yang dilakukan Kemampuan pengembangan penciptaan produk
jasa unit usaha LKM baik melalui atau jasa baru serta sistem pelayanan unit usaha
penciptaan produk baru, LKM setiap tahunnya, dengan pengukuran skor
perbaikan pelayanan ataupun balanced scorecard:
lainnya untuk menambah -1: Tidak pernah ada inovasi mulai tahun 2014-
loyalitas pelanggan 2016
0: Ada satu inovasi yang dijalankan mulai tahun
2014-2016
1: Ada penambahan inovasi setiap tahunnya dan
tetap menjalankan inovasi pada tahun
sebelumnya mulai tahun 2014-2016

36
Tabel 3. Lanjutan Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Proses Bisnis Internal

No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel


3 Kemudahan Layanan Kemampuan unit usaha LKM dalam menanggapi
Upaya unit usaha LKM dalam
akses pelanggan purna jual sistem keluhan, saran pelanggan serta konsistensi
memberikan manfaat tambahan
jadwal, dengan pengukuran skor balanced
kepada pelanggan dalam
scorecard:
berbagai bentuk layanan yang
-1: Unit usaha LKM tidak mampu menanggapi
diberikan.
keluhan dan saran pelanggan karena
banyaknya keluhan yang disampaikan, serta
jadwal operasional tidak konsisten
0: Unit usaha LKM mampu menanggapi keluhan
dan saran pelanggan dikarenakan hanya
terdapat sedikit keluhan yang disampaikan,
namun jadwal operasional tidak konsisten,
atau sebaliknya
1: Tidak pernah ada keluhan dari para pelanggan
dan jadwal operasional unit usaha LKM
selalu konsisten.

Tabel 4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

No Konsep Variabel Definisi Operasional Variabel Pengukuran Variabel


1 Peningkatan kinerja Produktivitas Kemampuan karyawan unit usaha LKM Total keuntungan yang diperoleh unit
karyawan karyawan menghasilkan keuntungan berdasarkan usaha LKM berdasarkan perbandingan
kinerjanya terhadap pelayanan kepada pendapatan dengan jumlah karyawan
pelanggan dalam satuan persen per tahun.

37
IV. METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian

Jenis pendekatan penelitian ini adalah kuantitatif. Wirartha (2006)


menyebutkan bahwa dari segi tujuan, penelitian kuantitatif biasanya dipakai untuk
menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik,
menunjukkan hubungan antar variabel dan ada pula yang bersifat
mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman, atau mendeskripsikan
banyak hal. Sedangkan menurut Silaen dan Widiyono (2013) penelitian kuantitatif
merupakan metodologi kuantitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data berupa angka-angka yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel
dengan menggunakan instrument penelitian.

4.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu


pada Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Sekapuk yang terletak di Desa
Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik. Pertimbangan pemilihan
lokasi tersebut dikarenakan BUM Desa Sekapuk yang terletak di Desa Sekapuk
Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik merupakan salah satu BUM Desa
terbesar dan terbaik se Jawa Timur. Hal tersebut dibuktikan dengan terpilihnya
BUM Desa Sekapuk sebagai pemenang evaluasi BUM Desa tingkat Provinsi Jawa
Timur pada Tahun 2015-2016 oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat
(BAPEMAS) Provinsi Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada unit usaha LKM
karena unit usaha ini merupakan salah satu unit usaha yang memiliki peran
penting bagi masyarakat dalam penyedia jasa simpan pinjam, serta berpotensi
untuk dikembangkan. Sebelum dilakukannya penelitian, peneliti melakukan
kegiatan eksplorasi selama 3 bulan mulai dari Bulan Juli 2016 sampai Oktober
2016, dan kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada
Bulan Februari 2017 sampai Maret 2017.

38
39

4.3 Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan 2 pendekatan


yaitu non propability sampling dengan metode purposive sampling dan
probability sampling dengan metode simple random sampling. Metode purposive
yaitu dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu (judgment sampling)
digunakan untuk penentuan responden dalam menganalisis kontribusi unit usaha
LKM terhadap Pendapatan Asli Desa (PADes). Responden yang dipilih dalam
metode purposive ini adalah informan yang bersangkutan dengan kepengurusan
unit usaha LKM yaitu ketua BUM Desa Sekapuk, dan ketua unit usaha LKM.
Menurut Silaen dan Widiyono (2013) purposive sampling (sampel bertujuan)
adalah metode penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu.
Sedangkan simple random sampling digunakan untuk penentuan
responden pendekatan balanced scorecard pada perspektif pelanggan untuk
indikator kepuasan pelanggan dan reputasi. Pada pengambilan sampel secara
random, setiap unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil
sebagai sampel. Simple random sampling adalah metode penarikan sampel yang
cukup simpel (sederhana) karena dilakukan tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi dan setiap anggota populasi dianggap homogen (Silaen dan
Widiyono, 2013). Responden yang dipilih yaitu masyarakat yang menjadi anggota
atau memanfaatkan jasa simpan pinjam dari unit usaha LKM BUM Desa
Sekapuk. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ditentukan
dengan menggunakan perhitungan rumus Slovin, karena dengan pertimbangan
sampel relatif homogen, dan dalam penentuan sampel jumlahnya harus
representative agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan serta perhitungannya
dapat dilakukan dengan rumus yang sederhana.

…………………………………………………………………. (1)

Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Populasi/jumlah responden
40

e = batas eror/ persentase batas kelonggaran ketidaktelitian atau kesalahan dalam


pengambilan sampel yang masih ditolerir e = 10%

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan rumus slovin


dengan jumlah nasabah sebanyak 224 orang dan dengan tingkat kelonggaran
ketidak telitian (error term) sebesar 10%, maka jumlah sampel yang digunakan
adalah sebesar:

= 69,1
= 69 sampel

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka jumlah sampel yang dijadikan


sebagai responden adalah 69 orang. Setelah diketahui jumlah sampel, kemudian
dilakukan pengacakan nomor kartu pelanggan untuk mendapatkan data pelanggan
yang akan dijadikan sampel dengan cara pengundian. Langkah-langkahnya adalah
pertama menyediakan kertas yang sudah digunting dengan ukuran kecil,
kemudian catat nomor pelanggan yang terdapat pada populasi dan kertas catatan
tersebut digulung dan dimasukkan ke dalam kotak. Selanjutnya dilakukan
pengundian sampai 69 kali sesuai dengan jumlah sampel yang akan digunakan.
Hasil dari pengundian atau kertas yang jatuh dari dalam kotak tersebut kemudian
diambil dan dicatat pada kertas atau buku daftar sampel.
41

4.4 Metode Pengambilan Data

4.4.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan suatu langkah dalam mendapatkan


data yang relevan dan bisa dipercaya dalam suatu penelitian. Metode
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini antara lain:
1. Observasi
Metode observasi merupakan suatu cara pengambilan data dengan
kegiatan pengamatan secara mendalam dan terintegrasi di lapang untuk
mengamati fenomena-fenomena sosial yang muncul di masyarakat pada tempat
penelitian secara terus menerus dan berkesinambungan. Metode observasi
dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai keadaan lingkungan yang
diteliti. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara survey secara
langsung ke lokasi penelitian yaitu BUM Desa Sekapuk, Desa Sekapuk,
Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik. Pengamatan dilakukan pada semua
hal terkait dengan penelitian, yaitu mengenai kinerja unit usaha LKM yang
dikelola oleh BUM Desa Sekapuk.
2. Wawancara
Kegiatan wawancara untuk indikator kepuasan pelanggan dan reputasi
yaitu dilakukan dengan mendatangi secara langsung rumah responden yang telah
ditentukan sebelumnya kemudian kegiatan wawancara dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden dan jawaban-jawaban
responden dicatat langsung atau direkam oleh peneliti. Sedangkan dalam kegiatan
wawancara untuk mengetahui kontribusi unit usaha LKM dan BUM Desa
Sekapuk terhadap PADesa yaitu dilakukan di kantor BUM Desa Sekapuk dengan
cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan yang telah
ditentukan sebelumnya, kemudian jawaban-jawaban dari informan dicatat secara
langsung oleh peneliti. Dalam penelitian ini metode wawancara dilakukan dengan
menggunakan instrumen kuesioner. Pertanyaan yang diajukan yaitu terkait
perspektif pelanggan yaitu indikator tingkat kepuasan pelanggan dan reputasi
dengan menggunakan kuesioner tertutup, serta kontribusi unit usaha LKM
terhadap PADesa dengan menggunakan kuesioner terbuka.
42

3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan alat kelengkapan dalam suatu kegiatan. Dalam
penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk mendukung, memberikan ketegasan,
serta menunjang informasi yang sudah didapat dilapang sehingga nantinya data
yang telah diperoleh akan semakin optimal dan akurat. Dokumentasi dapat berupa
foto, dan aktivitas/kegiatan yang diperoleh menggunakan kamera yang dimiliki
oleh peneliti atau bisa pula berupa data yang dapat mendukung hasil penelitian.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian meliputi data laporan keuangan unit usaha
LKM Tahun 2013-2015 untuk mengukur kinerja berdasarkan perspektif
keuangan, dan data mengenai profil BUM Desa Sekapuk untuk keperluan
pengukuran kinerja unit usaha LKM berdasarkan perspektif pelanggan (akuisisi
pelanggan), perspektif proses bisnis internal (proses operasi, inovasi dan layanan
purna jual), dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (produktivitas
karyawan).
4. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data melalui penelitian-
penelitian terdahulu dan lembaga atau instansi yang dapat memberikan data
pendukung atau segala informasi yang relevan dengan topik atau permasalahan
dalam penelitian yang dilakukan. Informasi dapat diperoleh dari buku-buku
ilmiah, laporan penelitian, tesis, disertasi, peraturan-peraturan, karangan-karangan
ilmiah, dan sumber-sumber tertulis lainnya baik tercetak maupun elektronik. Studi
pustaka yang dilakukan oleh peneliti yaitu terkait konsep pengukuran kinerja
dengan pendekatan balanced scorecard untuk mengukur kinerja unit usaha LKM
BUM Desa Sekapuk.

4.4.2 Jenis Data yang Digunakan

1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya berdasarkan tujuan dari penelitian. Data primer yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah data keuangan BUM Desa Sekapuk yang merupakan data
runtut waktu (time series) yang diperoleh langsung dari BUM Desa Sekapuk.
Selain data keuangan, data primer yang diperoleh juga merupakan data hasil
43

wawancara yaitu data karakteristik responden, kinerja BUM Desa Sekapuk, serta
terkait kontribusi BUM Desa Sekapuk terhadap Pendapatan Asli Desa (PADes).
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung
terhadap sumbernya berdasarkan tujuan dari penelitian. Data sekunder digunakan
sebagai data pendukung data primer yang dapat berupa data atau dokumen yang
berasal dari internet, buku ataupun yang lainnya. Dalam penelitian ini, data
sekunder yang dikumpulkan berupa data-data pendukung dari website, teori
pendukung penelitian, serta profil Desa Sekapuk.

4.5 Pengujian Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian diuji sebelum dilakukan pengolahan data. Kuesioner


yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Kusumaningtyas (2011) terkait kepuasan pelanggan dan Novitasari (2010)
terkait reputasi, sehingga kedua kuesioner tersebut telah dilakukan uji instrumen
oleh kedua peneliti tersebut. Namun pengujian instrumen dalam penelitian ini
tetap dilakukan agar menjamin keabsahan data yang diperoleh dalam penelitian.
Pengujian instrumen yang dilakukan adalah:
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk menunjukkan bahwa instrumen penelitian
sah untuk digunakan dalam penelitian. Kuesioner dikatakan valid ketika
pertanyaan mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur. Teknik uji
validitas dalam penelitian ini adalah korelasi bivariate pearson yaitu dengan
mengkorelasikan skor pertanyaan dengan skor total. Taraf signifikansi sebesar
10% dengan dan jumlah responden 69 sehingga nilai r tabel adalah 0,1968. Jika r
hitung ≥ r tabel maka instrumen dinyatakan valid. Uji validitas instrumen
penelitian diukur dengan menggunakan SPSS 16. Analisis tingkat kepuasan
pelanggan dan reputasi unit usaha LKM dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan skala likert satu sampai tiga. Penggunaan skala likert jenjang tiga
dikarenakan skala usaha unit usaha LKM yang dikelola oleh BUM Desa Sekapuk
merupakan skala kecil, sehingga untuk menghindari kemungkinan kekosongan
jawaban dari para responden digunakan skala likert dengan jenjang yang pendek.
44

Silaen dan Widiyono (2013) berpendapat bahwa semakin lebar jenjang jawaban
maka semakin besar kemungkinan kekosongan pada titik ujung.
Berdasarkan hasil uji validitas kepuasan pelanggan unit usaha LKM BUM
Desa Sekapuk didapatkan hasil bahwa dari 16 poin pertanyaan terdapat tiga
pertanyaan yang tidak valid yaitu pada pertanyaan nomor 4, pertanyaan nomor 11,
dan pertanyaan nomor 14. Sedangkan hasil uji validitas reputasi dengan 15 poin
pertanyaan, terdapat empat pertanyaan yang tidak valid yaitu pada pertanyaan
dalam indikator kepercayaan masyarakat terhadap BUM Desa serta pertanyaan
dalam indikator BUM Desa di mata masyarakat. Pertanyaan yang tidak valid
tersebut dikarenakan nilai r hitungnya lebih kecil dari nilai r tabel. Hal tersebut
disebabkan karena tidak adanya distribusi jawaban dari para responden, dan
responden hanya cenderung pada satu jawaban. Agar tidak mengurangi keabsahan
pengambilan data dilapang yang dilakukan melalui wawancara, maka poin
pertanyaan yang tidak valid tersebut harus dihilangkan. Sehingga pertanyaan yang
digunakan dalam kuesioner kepuasan pelanggan sebanyak 13 pertanyaan dan pada
kuesioner reputasi sebanyak 11 pertanyaan. Hasil uji validitas kepuasan pelanggan
dan reputasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk menguji kehandalan instrumen penelitian.
Pengujian reliabilitas dilakukan pada kuesioner yang telah diuji validitas. Uji
relialibilitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 16. Instrumen penelitian
dikatakan reliabel apabila harga koefisien korelasi pearson yang diperoleh lebih
besar dari nilai alfa Cronbach yaitu 0,60. Menurut Sekaran (2006) suatu
instrument penelitian dikatakan tingkat reliabelnya sangat tinggi apabila nilai r
antara 0,81 sampai 1, tingkat reliabel tinggi apabila nilai r antara 0,61-0,80,
tingkat reliabel cukup apabila nilai r antara 0,41-0,60, tingkat reliabel rendah
apabila nilai r antara 0,21-0,40, dan tingkat reliabel sangat rendah apabila nilai r
antara 0-0,2.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas tingkat kepuasan pelanggan yang
dilakukan didapatkan bahwa nilai koefisien korelasi pearson yang diperoleh
adalah 0,755, sehingga dapat dikatakan bahwa semua indikator kepuasan
pelanggan yang diuji yaitu sebanyak 13 pertanyaan dikatakan reliabel dengan
45

tingkat reliabel tinggi. Sedangkan pada uji reliabilitas reputasi didapatkan bahwa
nilai koefisien korelasi pearson yang diperoleh adalah 0,702, dari hasil tersebut
menunjukkan bahwa semua indikator reputasi yang diuji yaitu sebanyak 11
pertanyaan dikatakan reliabel dengan tingkat reliabel tinggi. Hasil uji reliabilitas
kepuasan pelanggan dan reputasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

4.6 Teknik Analisis Data

4.6.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberikan


gambaran mengenai obyek penelitian. Analisis deskriptif dalam penelitian ini
dilakukan untuk menjelaskan dan memberikan gambaran umum tentang Desa
Sekapuk, BUM Desa Sekapuk dan unit usaha LKM. Selain itu analisis deskriptif
dalam penelitian ini juga digunakan untuk menggambarkan karakteristik
responden yang merupakan pelanggan unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk,
mendeskripsikan hasil pengukuran kinerja pada empat perspektif balanced
scorecard, serta untuk mendeskripsikan sumbangan yang diberikan oleh unit
usaha LKM dan BUM Desa Sekapuk terhadap PADesa.

4.6.2 Analisis Kinerja Unit Usaha LKM

Analisis kinerja unit usaha LKM dilakukan berdasarkan pendekatan


balanced scorecard. Tahapan analisis kinerja tersebut antara lain:
1. Penjabaran visi, misi, strategi dan tujuan perusahaan kedalam empat perspektif
Penjabaran yang dilakukan meliputi penjabaran kepada perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif tersebut diterjemahkan
kedalam kriteria keseimbangan dengan menentukan sasaran strategik, ukuran hasil
dan ukuran pemacu kerja. Kerangka kriteria keseimbangan menjadi acuan dalam
menentukan skor dari masing-masing perspektif. Kerangka kriteria keseimbangan
unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 1. Kerangka Kriteria Keseimbangan Unit Usaha LKM BUM Desa Sekapuk

Bobot
No Perspektif Sasaran Strategik Ukuran Hasil Ukuran Pemacu Kinerja
Nilai
1 Perspektif keuangan - Memperoleh keuntungan - NPM - Peningkatan keuntungan 1
dari penjualan jasa
- Memperoleh keuntungan - ROI - Peningkatan keuantungan 1
dari investasi total
- Memperoleh keuntungan - ROE - Peningkatan keuntungan 1
dari pengelolaan modal
2 Perspektif pelanggan - Meningkatkan partisipasi - Akuisisi Pelanggan - Pelanggan baru 1
pelanggan bertambah
- Meningkatkan kepuasan - Kepuasan Pelanggan - Keluhan dari pelanggan 1
pelanggan berkurang
- Memperoleh keuntungan - Profitabilitas - Peningkatan keuntungan 1
pelanggan
- Meningkatkan kepercayaan - Reputasi - Peningkatan loyalitas 1
pelanggan pelanggan
3 Perspektif proses bisnis - Mengembangkan - Inovasi - Peningkatan pendapatan 1
internal pelayanan jasa
- Meningkatkan pelayanan - Proses operasi - Peningkatan loyalitas 1
pelanggan
- Meningkatkan kualitas - Layanan purna jual - Kemudahan akses 1
proses pelayanan pelanggan
4 Perspektif pertumbuhan - Meningkatkan komitmen - Produktivitas pegawai - Peningkatan produktivitas 1
dan perkembangan pegawai pelanggan
Total Skor 11

46
47

2. Menentukan hasil skor dari masing-masing perspektif


A. Perspektif keuangan
Analisis perspektif keuangan unit usaha LKM dilakukan dengan
menghitung analisis rasio keuangan menggunakan rasio profitabilitas. Jenis-jenis
pengukuran rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
i. Net profit margin (NPM)

x100%……………………….(2)

NPM merupakan rasio yang melihat laba bersih yang diperoleh atas
penjualan barang atau jasa yang dilakukan. NPM dalam penelitian ini digunakan
untuk mengukur laba bersih yang dihasilkan unit usaha LKM dari setiap
pelayanan jasa yang diberikan kepada pelanggan. Semakin besar angka rasio Net
Profit Margin (NPM), maka semakin besar keuntungan netto dari setiap satuan
uang penjualan.
ii. Return on equity (ROE)

x 100% ……………………………………(3)

ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam


menghasilkan keuntungan bersih berdasarkan modal sendiri. Semakin besar angka
rasio Return On Equity (ROE), maka semakin baik karena menguntungkan bagi
pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan.
iii. Return on investment (ROI)

x 100% ………………………………………..…(4)

ROI digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan dari


total investasi. Semakin besar angka rasio ROI, maka semakin efektif suatu
perusahaan dalam mengeloal aset, yang akhirnya semakin menguntungkan bagi
pemegang obligasi dan saham perusahaan.
B. Perspektif pelanggan
Analisis perspektif pelanggan unit usaha LKM dilakukan dengan
mengukur akuisisi pelanggan, retensi pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan,
profitabilitas pelanggan dan reputasi. Pengukuran variabel tersebut secara rinci
sebagai berikut:
48

i. Akuisisi pelanggan
Akuisisi pelanggan digunakan untuk mengetahui kemampuan unit usaha
LKM dalam menarik pelanggan baru. Akuisisi pelanggan dapat dikatakan baik
apabila hasil perhitungan mengalami peningkatan, dan dikatakan tidak baik
apabila terjadi penurunan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan akuisisi
pelanggan adalah sebagai berikut:
umlah pelanggan baru
kuisisi elanggan …………………………(5)
umlah pelanggan

ii. Kepuasan pelanggan


Kepuasan pelanggan pada unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk dapat
dilihat dari pelayanan yang diberikan kepada para pelanggannya. Dalam
penelitian ini, tingkat kepuasan pelanggan diukur berdasarkan kuesioner yang
diberikan kepada responden yang merupakan pelanggan unit usaha LKM dengan
jumlah 69 orang. Kuisioner yang digunakan mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Kusumaningtyas (2011) yang meneliti tentang tingkat kepuasan
pelanggan dengan menggunakan dimensi pelayanan. Penelitian ini menggunakan
5 indikator yang dijabarkan menjadi 16 poin pertanyaan untuk mengukur
kepuasan pelanggan yang dijelaskan pada Tabel 6.

Tabel 2. Indikator Tingkat Kepuasan Pelanggan Unit Usaha LKM BUM Desa
Sekapuk

No. Dimensi Pelayanan Atribut Pelayanan


1 Bentuk fisik (Tangibles) Lokasi
Kebersihan ruangan
Kelengkapan fasilitas
2 Keandalan (Realiability) Prosedur pelayanan
Ketelitian dan keakuratan pegawai
Realisasai janji
Pelaksanaan rapat anggota
Keteraturan jadwal operasi
3 Ketanggapan (Responsiveness) Kecepatan dan ketepatan menanggapi
masalah
Kecepatan dalam menangani transaksi
Pemberian informasi terkait unit
usaha rumah bayar listrik
4 Jaminan/Kepastian (Assurance) Pengetahuan pegawai dalam
memberikan informasi kepada
pelanggan
Keramahan dan kesopanan pegawai
49

Tabel 6. Lanjutan

No. Dimensi Pelayanan Atribut Pelayanan


Kejujuran pegawai/pengurus
5 Kepeduliaan (Empathy) Kemudahan dalam memanfaatkan
jasa yang diberikan
6 Fasilitas Jasa Tingkat suku bunga pinjaman

Langkah analisis data tingkat kepuasan pelanggan antara lain:


1) Data Kualitatif yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh para responden
diubah menjadi data kuantitatif dengan memberikan skor masing-masing
pilihan jawaban dengan skala likert sebagai berikut:
Skor 1 : Tidak Puas (TP)
Skor 2 : Cukup Puas (CP)
Skor 3 : Puas (P)
2) Menentukan indeks kepuasan minimal dan indeks kepuasan maksimal, interval
dapat dicari dari pengurangan antara indeks kepuasan maksimal dengan indeks
kepuasan minimal kemudian dibagi menjadi tiga interval. Penentuan indeks
kepuasan minimal, indeks kepuasan maksimal, dan interval dilakukan pada
pertanyaan yang telah dilakukan uji validitas dan uji realibilitas.
IK maks = R x PP x EX maks= 69 x 13 x 3= 2.691
IK min = R x PP x EX min= 69 x 13 x 1= 897
Interval = (IK maks – IK min):3 = (2.691 – 897) :3=598
Keterangan:
PP : Banyaknya Pertanyaan
R : Jumlah Responden
IK min : Indeks kepuasan minimal
IK maks : Indeks kepuasan maksimal
EX min : Skor minimal yang bisa diberikan
EX maks : Skor maksimal yang bisa diberikan
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh interval skor pada
Tabel 7 berikut:
50

Tabel 3.Interval Skor Tingkat Kepuasan Pelanggan

Interval Skor Tingkat Kepuasan


897 – 1.495 Tidak Puas
1.496- 2.093 Cukup Puas
2.094 – 2.691 Puas
iii. Profitabilitas pelanggan
Profitabilitas pelanggan digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan
yang dapat diberikan oleh setiap pelanggan kepada unit usaha LKM. Penilaian
profitabilitas pelanggan dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
endapatan asa
rofitabilitas pelanggan ………………………………..(6)
umlah pelanggan

Penilaian profitabilitas pelanggan dikategorikan kurang baik jika hasil


perhitungan mengalami penurunan, dikategorikan cukup baik jika konstan atau
fluktuatif, serta dikategorikan baik jika hasil perhitungan mengalami peningkatan.
iv. Reputasi
Reputasi pada penelitian ini dilakukan bukan untuk melihat reputasi unit
usaha LKM, tetapi untuk melihat reputasi BUM Desa Sekapuk dikarenakan
masyarakata Desa Sekapuk lebih mengenal tentang BUM Desa Sekapuk dari pada
unit-unit usaha yang dikelola didalamnya. Pengukuran reputasi dilihat dari citra
BUM Desa Sekapuk dimata masyarakat yang memanfaatkan pelayanan jasa yang
disediakan oleh BUM Desa Sekapuk. Analisis reputasi dilakukan berdasarkan
pendapat masyarakat yang didapat melalui penyebaran kuisioner kepada
pelanggan unit usaha LKM yaitu sebanyak 69 responden. Indikator penilaian
reputasi yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pendapat yang
dikemukakan oleh Lau dan Lee 1999 (dalam Novitasari, 2010). Berdasarkan 5
indikator yang dikemukakakn oleh Lau dan Lee 1999 (dalam Novitasari, 2010)
kemudian dijabarkan menjadi 15 poin pertanyaan untuk mengukur repuasi BUM
Desa dimata masyarakat. Indikator dan penjabarannya menjadi poin pertanyaan
dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
51

Tabel 4. Indikator Reputasi BUM Desa Sekapuk

No. Indikator Reputasi Aspek yang Ditanyakan


1 BUM Desa telah dikenal luas - BUM Desa Sekapuk dikenal sebagai
oleh masayakat lembaga yang berprestasi
- Masyarakat mengetahui tujuan
pembentukan BUM Desa Sekapuk
- Masyarakat mengetahui BUM Desa
Sekapuk memberi kontribusi dan
sumbangan ke desa
- Masyarakat mengetahui sejarah unit
usaha LKM yang dikelola oleh BUM
Desa Sekapuk
- Masyarakat mengetahui semua unit
usaha yang dikelola BUM Desa
Sekapuk
2 Kepercayaan masyarakat - Masyarakat mempercayai BUM Desa
terhadap BUM Desa Sekapuk akan memberikan kemudahan
dalam pemenuhan kebutuhan
- Masyarakat mempercayai unit usaha
LKM akan memberi pelayanan dan
pengelolaan yang baik
- Masyarakat memberikan dukungan
kepada BUM Desa Sekapuk
3 Kenyamanan masyarakat atas - Masyarakat dengan senang hati menjadi
penggunaan jasa pelanggan unit usaha LKM
- Masyarakat merasa nyaman dengan
pelayanan jasa yang diberikan
- Masyarakat lebih memilih
menggunakan jasa yang di berikan
BUM Desa Sekapuk dari pada jasa di
tempat lain
4 BUM Desa di mata - Masyarakat tidak pernah mendengar
masyarakat berita buruk mengenai unit usaha
LKM BUM Desa Sekapuk
- Masyarakat tidak pernah mengeluh atas
keberadaan BUM Desa Sekapuk
- Masyarakat mudah dalam meminta
bantuan dana kepada BUM Desa
Sekapuk
5 BUM Desa terbuka dalam - Masyarakat mendapatkan informasi
menyelesaikan masalah audit BUM Desa Sekapuk

Tahapan analisis data penilaian reputasi BUM Desa Sekapuk yaitu:


1) Data kualitatif yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh para responden
diubah menjadi data kuantitatif dengan memberikan skor masing-masing
pilihan jawaban dengan skala likert sebagai berikut:
52

Skor 1 : Tidak Setuju (TS)


Skor 2 : Cukup Setuju (CS)
Skor 3 : Setuju (S)
2) Menentukan indeks kepuasan minimal dan indeks kepuasan maksimal, interval
dapat dicari dari pengurangan antara indeks kepuasan maksimal dengan indeks
kepuasan minimal kemudian dibagi menjadi tiga interval. Penentuan indeks
kepuasan minimal, indeks kepuasan maksimal, dan interval dilakukan pada
pertanyaan yang telah dilakukan uji validitas dan uji realibilitas.
IK maks = R x PP x EX maks= 69 x 10 x 3= 2070
IK min = R x PP x EX min= 69 x 10 x 1= 690
Interval = (IK maks – IK min):3 = (2.070 – 690) :3= 460
Keterangan:
PP : Banyaknya Pertanyaan
R : Jumlah Responden
IK min : Indeks kepuasan minimal
IK maks : Indeks kepuasan maksimal
EX min : Skor minimal yang bisa diberikan
EX maks : Skor maksimal yang bisa diberikan
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh interval skor pada
Tabel 9 berikut:
Tabel 5. Interval Skor Reputasi

Interval Skor Reputasi


690 – 1.150 Tidak Setuju
1.151 – 1.610 Cukup Setuju
1.611 – 2.070 Setuju

C. Perspektif proses bisnis internal


Analisis perspektif proses bisnis internal unit usaha LKM dilakukan
dengan mengukur dua indikator berikut:
i. Proses operasi
Pengukuran proses operasi digunakan untuk menilai kualitas proses
pelayanan yang diterapkan unit usaha LKM. Pengukuran proses operasi mengacu
pada penelitian yang dilakukan oleh Kholifaturrohmah (2011) dengan
mendeskripsikan proses operasi yang dilakukan mencakup waktu, biaya, dan
53

ketepatan dalam pelaksanaan pelayanan transaksi di unit usaha LKM. Penilaian


proses operasi dikategorikan kurang jika tidak sesuai dengan ketentuan,
dikategorikan cukup jika cukup sesuai dengan ketentuan, dan dikategorikan baik
jika sesuai dengan ketentuan.
ii. Inovasi
Inovasi yang dimaksud adalah inovasi dalam penjualan atau pelayanan
jasa simpan pinjam yang diberikan kepada para pelanggan atau nasabah unit usaha
LKM. Pengukuran ini dilakukan dengan melihat data terkait inovasi yang
dikembangkan pada unit usaha LKM setiap tahunnya mulai tahun 2014 sampai
tahun 2016 apakah menurun atau meningkat, serta melalui wawancara dengan
informan. Apabila mulai tahun 2014 sampai tahun 2016 inovasi yang
dikembangkan selalu bertambah, maka menunjukkan bahwa proses inovasi
meningkat, begitu pula sebaliknya.
iii. Layanan purna jual
Pengukuran layanan purna jual dilakukan untuk menilai kualitas proses
pelayanan yang diterapkan unit usaha LKM. Pengukuran layanan pura jual
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kholifaturrohmah (2011) dengan
mendeskripsikan sistem keluhan dan saran pelanggan serta konsistensi jadwal unit
usaha LKM. Penilaian layanan purna jual dikategorikan kurang jika tidak sesuai
dengan ketentuan, dikategorikan cukup jika cukup sesuai dengan ketentuan, dan
dikategorikan baik jika sesuai dengan ketentuan.
D. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Analisis perspektif pembelajaran dan pertumbuhan unit usaha LKM
dilakukan pada indikator produktivitas pegawai. Pengukuran produktivitas
pegawai dilakukan untuk mengetahui seberapa produktif pegawai unit usaha LKM
sehingga dapat berdampak pada laba yang diperoleh. Pengukuran produktivitas
karyawan dengan menggunakan rumus berikut:

…………………………….(7)

Produktivitas pegawai dikategorikan kurang jika hasil perhitungan


mengalami penurunan, dikategorikan cukup jika hasil perhitungan konstan atau
fluktuatif, dan dikategorikan baik jika hasil perhitungan meningkat.
54

Penilaian terhadap empat perspektif kinerja unit usaha LKM dilakukan


dengan menggunakan rating scale. Penggunaan rating scale dalam penelitian ini
mengacu pada pendapat Sagala, dkk (2016) yang menyebutkan bahwa penilaian
kinerja dalam balanced scorecard dengan menggunakan nilai atau skor -1, 0 dan
1. Apabila skor yang didapatkan bernilai -1 maka penilaian indikator pada
perspektif dikatakan buruk. Apabila skor yang didapatkan bernilai 0 maka
indikator masuk kedalam kategori cukup dan jika skor yang didapatkan bernilai 1
maka penilaian indikator pada perspektif tersebut dikatakan baik. Penentuan skor
setiap perspektif dilakukan berdasarkan acuan pada Tabel 10.
Tabel 6. Penentuan Skor pada Masing-masing Perspektif balanced scorecard
No. Perspektif Indikator Penilaian Kriteria Bobot
1. Perspektif NPM Menurun Buruk -1
keuangan
Tetap Cukup 0
Meningkat Baik 1
ROE Menurun Buruk -1
Tetap Cukup 0
Meningkat Baik 1
ROI Menurun Buruk -1
Tetap Cukup 0
Meningkat Baik 1
2. Perspektif Akuisisi Menurun Buruk -1
pelanggan pelanggan Tetap Cukup 0
Meningkat Baik 1
Kepuasan Tidak puas Buruk -1
pelanggan Netral Cukup 0
Puas Baik 1
Profitabilitas Menurun Buruk -1
pelanggan Tetap Cukup 0
Meningkat Baik 1
Reputasi Tidak setuju Buruk -1
Cukup setuju Cukup 0
Setuju Baik 1
3. Perspektif Proses operasi Menurun Buruk -1
proses bisnis Tetap Cukup 0
internal Meningkat Baik 1
Inovasi Menurun Buruk -1
Tetap Cukup 0
Meningkat Baik 1
Layanan purna Menurun Buruk -1
jual Tetap Cukup 0
Meningkat Baik 1
55

Tabel 10. Lanjutan

No. Perspektif Indikator Penilaian Kriteria Bobot


4. perspektif Produktivitas Menurun Buruk -1
pembelajaran pegawai Tetap Cukup 0
dan Meningkat Baik 1
pertumbuhan
Skor Minimal -11
Skor Maksimal 11

3. Menghitung rata-rata skor


Rata-rata skor dapat dilakukan dengan menjumlahkan total bobot skor dari
setiap perspektif dibagi dengan total bagian dari keempat perspektif (total bobot
standar). Penentuan rata-rata skor dari keempat perspektif dilakukan dengan
menggunakan rumus berikut:
total skor
ata-rata kor ……………………………………………….(8)
total bobot standar
4. Menentukan kinerja unit usaha LKM secara keseluruhan
Penentuan kinerja unit usaha LKM secara keseluruhan mengacu pada
penelitian yang dilakukan oleh Putra, dkk (2015) yang menyebutkan bahwa skala
pengukuran rata-rata dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Kinerja baik, yaitu kinerja diatas 80% = rata-rata skor 0.06 – 1.00 yang
menunjukkan hasil “kinerja unit usaha baik”
b) Kinerja cukup, yaitu kinerja antara 50% - 80% = skor 0 – 0.06 yang
menunjukkan hasil “kinerja unit usaha cukup baik”
c) Kinerja kurang baik, yaitu kinerja yang kurang dari 50% = skor (-1) – 0
yang menunjukkan hasil “kinerja unit usaha kurang baik”.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum

5.1.1 Gambaran Umum Desa Sekapuk

Gambar 1. Balai Desa di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten


Gresik
Desa Sekapuk merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Ujungpangkah Kabupeten Gresik. Kondisi geografis Desa Sekapuk yaitu berada
pada 7°21’- 7°31’ Lintang Selatan dan 110°10’-111°40’ Bujur Timur, berada pada
ketinggian 20 M diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata pertahun
2.400 mm dan keadaan suhu rata-rata pertahun 30 °C, serta bentangan lahan tanah
daratan 297,33 Ha. Batas wilayah Desa Sekapuk yaitu sebelah utara Desa Gosari,
sebelah timur Desa Bolo dan Desa Wadeng, sebelah selatan Desa Doudo dan Desa
Wadeng, dan sebelah barat yaitu Desa Doudo dan Desa Wotan. Jumlah penduduk
Desa Sekapuk adalah 4.803 jiwa yang keseluruhannya merupakan penduduk lokal
atau Warga Negara Indonesia (WNI) yaitu terdiri dari 2.389 jiwa laki-laki dan
2.414 jiwa perempuan. Pada Desa Sekapuk terdapat 1.124 bangunan rumah serta
terdiri dari beberapat RW dan RT antara lain RW 1 yang terdiri dari 5 RT, RW 2
yang terdiri dari 5 RT, RW 3 yang terdiri dari 5 RT, RW 4 yang terdiri dari 6 RT,
dan RW 5 yang terdiri dari 8 RT, sehingga total di Desa Sekapuk terdapat 5 RW
dan 29 RT.
Mata pencaharian penduduk Desa Sekapuk sebagian besar adalah sebagai
petani di lahan tadah hujan. Selain sebagai petani, mata pencaharian lainnya

56
57

adalah dalam bidang jasa, sektor industri dan sektor lain. Adapun rincian mata
pencaharian penduduk di Desa Sekapuk antara lain 1.053 orang bekerja di sektor
pertanian; pada bidang jasa yaitu jasa pemerintahan sebanyak 38 orang, jasa
perdagangan 363 orang, jasa angkutan 57 orang, jasa ketrampilan 23 orang, jasa
lainnya 60 orang; pada sektor industri sebanyak 48 orang serta pada sektor lainnya
sebanyak 76 orang. Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Desa Sekapuk yaitu
Rp 1.800.000 per bulannya. Sarana dan prasarana yang terdapat pada Desa
sekapuk yaitu prasarana pemerintahan desa yang terdiri dari balai desa, kantor
kepala desa serta peralatan-peralatan kantor; prasarana pendidikan formal/non
formal terdiri dari TK/RA, PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/ Aliyah/ SMK,
pondok salafiyah, dan TPQ/ TPA; prasarana kesehatan terdiri dari rumah sakit
bersalin, polindes, posyandu, puskesmas, bidan praktek, dan dokter praktek;
prasarana perhubungan darat; serta prasarana keagamaan yang terdiri dari masjid
dan musholla.

5.1.2 Gambaran Umum Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Sekapuk
1. Sejarah BUM Desa Sekapuk

Gambar 2. Kantor BUM Desa Sekapuk


Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Sekapuk merupakan salah satu
BUM Desa yang ada di Jawa Timur. BUM Desa Sekapuk terletak di Jl. Prof.
Buya Hamka 126 Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Gresik. BUM Desa
ini dibentuk pada 16 Maret 2009 oleh Pemerintah desa dengan kepemilikan modal
dan pengelolaan yang dilakukan oleh Pemerintah desa dan masyarakat. Modal
usaha BUM Desa Sekapuk berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan dan juga
dari bantuan Pemerintah Daerah. Pembentukan BUM Desa Sekapuk didasarkan
58

atas adanya kebutuhan dan potensi yang dimiliki oleh Desa Sekapuk yaitu lahan
pertanian, pertambangan batu kapur, pasar desa, dan usaha kreatif masyarakat
lainnya, dalam upaya untuk memperkuat serta membanguan kerekatan sosial
masyarakat Desa Sekapuk.
Proses pembentukan BUM Desa Sekapuk selain karena potensi desa, juga
dimaksudkan untuk menggabungkan beberapa Lembaga Ekonomi Desa (LED)
yang sudah ada untuk menjadi unit usaha BUM Desa antara lain UED-SP,
pengelolaan air, dana bantuan pertanian, dan layanan pembayaran listrik.
Keberadaan BUM Desa Sekapuk selain sebagai lembaga usaha yang berorientasi
pada keuntungan dan sosial (Profit and Social Oriented) juga berfungsi sebagai
fasilitator yaitu sebagai penyedia bantuan modal usaha berupa pinjaman uang
yang harus dikembalikan pada periode tertentu; sebagai stabilitator yaitu BUM
Desa melakukan intervensi dengan cara menampung kelebihan hasil produksi
pertanian yang tidak tersalurkan dipasar dan menjual kembali hasil produksi
pertanian tersebut bila terjadi kelangkaan dengan harga yang wajar; sebagai server
yaitu melayani kebutuhan akan air dan jasa pembayaran listrik bagi masyarakat
Desa Sekapuk.
Dasar hukum pembentukan dan penyelenggaraan BUM Desa Sekapuk
antara lain a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 213; b) Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
Pasal 78-81; c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang
Badan Usaha Milik Desa; d) Peraturan Daerah Kabupeten Gresik Nomor 7 Tahun
2007 tentang Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa; e)
Peraturan Desa Sekapuk Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pendirian dan Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa; f) Perdes Nomor 2 Tahun 2014 tentang Badan Usaha
Milik Desa; g) SK Kepala Desa Nomor. 141/02/437.116.1/2014 tentang Susunan
Pengurus; h) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik
Desa; i) Pedoman Umum Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa.
2. Visi, Misi dan Motto BUM Desa Sekapuk
Visi:
Menjadi badan usaha professional dengan pelayanan multisektoral
59

Misi:
a. Memberikan pelayanan terbaik dan dapat melakukan pemberdayaan serta
mempunyai tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
b. Memberikan kontribusi kepada pemerintah desa sehingga dapat menopang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa
c. Mampu memberikan kesejahteraan serta dapat meningkatkan skill bagi
pegawai.
Motto:
Tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
3. Struktur Organisasi BUM Desa Sekapuk
Struktur organisasi merupakan suatu susunan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi, lembaga, perusahaan atau suatu
instansi dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Struktur organisasi yang ditetapkan pada BUM Desa Sekapuk adalah
struktur organisasi lini, yaitu suatu bentuk organisasi yang menghubungkan
langsung secara vertikal antara atasan dan bawahan. Struktur organisasi BUM
Desa Sekapuk dapat dilihat pada Gambar 4.

Penasehat

Ketua

Sekretaris Bendahara

Kanit Kanit Kanit Kanit Kanit


Layanan LKM PAM Agrobisnis Tambang

Gambar 3. Struktur Organisasi BUM Desa Sekapuk


Sumber: Buku pintar BUM Desa Sekapuk (2016)
Secara garis besar tugas dari masing-masing pengurus BUM Desa
Sekapuk adalah sebagai berikut:
60

a. Ketua
Tugas ketua BUM Desa Sekapuk antara lain, penanggung jawab utama
jalannya BUM Desa Sekapuk; membuat perencanaan pengembangan BUM Desa
Sekapuk secara umum; melakukan kontrol dan evaluasi terhadap pelaksanaan
program kerja BUM Desa Sekapuk; melakukan pengawasan atas realisasi
anggaran pendapatan dan belanja BUM Desa sekapuk; memberikan kebijakan-
kebijakan umum yang tidak tercover dari tiap-tiap unit; menyampaikan laporan
kepada Pemerintah Desa atas perkembangan BUM Desa Sekapuk; mengawasi dan
mengevaluasi kinerja semua pengurus BUM Desa Sekapuk; serta melakukan lobi
ke lembaga /instansi terkait dalam rangka sosialisasi dan upaya pengembangan
BUM Desa Sekapuk.
b. Sekretaris
Tugas sekretaris BUM Desa Sekapuk antara lain, bertanggung jawab atas
kegiatan administrasi secara umum termasuk pengadaan; bertanggung jawab
kegiatan surat-menyurat (pembuatan, kodifikasi, penyampaian); notulensi rapat
dan berita acara rapat; rekapitulasi data dari laporan harian; melakukan
pengarsipan; membuat laporan penyelenggaraan BUMDesa Sekapuk.
c. Bendahara
Tugas bendahara BUM Desa Sekapuk antara lain, pemegang dan
penanggung jawab keuangan BUM Desa Sekapuk; mencatat dan membukukan
laporan harian; memberikan gaji pengurus; menyiapkan dana untuk kebutuhan
BUM Desa sekapuk yang telah diprogram serta mengawasinya; mengupayakan
sumber pendanaan tambahan bagi BUM Desa Sekapuk.
d. Kanit layanan
Tugas ketua unit usaha layanan antara lain, melakukan kegiatan pelayanan
(pendaftaran, pembayaran dsb) untuk semua unit; memberikan realisasi pinjaman
kepada nasabah LKM; membuat laporan keuangan harian kepada bagian
keuangan; menyerahkan keuangan harian kepada bagian keuangan; bertanggung
jawab atas kebersihan kantor.
e. Kanit LKM
Tugas ketua unit usaha LKM antara lain, melakukan kebijakan umum
pengelolaan unit LKM; menyiapkan data tagihan LKM; menyiapkan dana dari
bagian keuangan apabila ada pencairan dalam jumlah besar; melakukan survey
61

kelayakan untuk calon nasabah baru; menyusun perencanaan pengembangan


LKM.
f. Kanit PAM
Tugas ketua unit usaha PAM antara lain, menentukan kebijakan umum
pengelolaan unit PAM; menyusun perencanaan pengembangan unit PAM;
melakukan analisa jaringan pipa dan debit sumber air; mengevaluasi data rekening
sebelum finalisasi; menindaklanjuti keluhan masyarakat; menyiapkan data tagihan
PAM; pengadaan peralatan PAM; pencatatan meteran SR; pemasangan atau
pemutusan SR; perawatan dan perbaikan jaringan dan peralatan; mengatur jadwal
nyala listrik dan distribusi air.
g. Kanit Agrobisnis
Tugas ketua unit usaha agrobisnis antara lain, membuat perencanaan dan
pengembangan unit agrobisnis; pengadaan barang untuk unit agrobisnis (pupuk,
bibit, dll); mengkoordinasi penjualan bidang agrobisnis; menetukan kebijakan
layanan atas bidang agrobisnis.
h. Kanit Tambang
Tugas ketua unit usaha tambang antara lain, menentukan kebijakan umum
bidang pertambangan; pengawasan lokasi tambang; membantu penyelesaian jika
terjadi konflik tambang.
4. Unit-unit usaha BUM Desa Sekapuk
Ada beberapa unit usaha yang dikelola oleh BUM Desa Sekapuk sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan potensi yang dimiliki di Desa Sekapuk. Unit-
unit usaha yang dikelola meliputi unit usaha simpan pinjam atau Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) terdiri dari 3 macam (berdasarkan jumlah nominal
pinjaman) yaitu LKM-Pro (Lembaga Keuangan Mikro Profesional), UED-SP
(Usaha Ekonomi Desa - Simpan Pinjam), dan PUAP (Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan); unit usaha pengelolaan air masyarakat (PAM); unit usaha
layanan meliputi pembayaran listrik pasca bayar, pembelian token listrik prabayar,
pembayaran rekening telpon dan speedy; unit usaha agrobisnis meliputi penjualan
pupuk dan bibit tanaman; unit usaha pertambangan meliputi bekerja sama dengan
pihak ketiga dalam pengelolaan gunung kapur Desa Sekapuk.
62

5.1.3 Gambara Umum Unit Usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

Gambar 4. Loket Pembayaran Unit Usaha LKM di Kantor BUM Desa Sekapuk
Unit usaha LKM merupakan salah satu unit usaha yang dikelola oleh
BUM Desa Sekapuk yang bergerak dalam bidang usaha simpan pinjam.
Terbentuknya unit usaha LKM yaitu sebelum adanya BUM Desa Sekapuk dan
merupakan salah satu unit yang dikelola oleh Lembaga Ekonomi Desa (LED).
Pembentukan unit usaha LKM ini dilatar belakangi oleh kebutuhan masyarakat
Desa Sekapuk terhadap penyedia jasa simpan pinjam uang baik untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari atau untuk keperluan usaha. Ketua BUM Desa Sekapuk,
Bapak Asjudi, mengatakan bahwa:
“Pada tahun 2002/2003 Desa Sekapuk mendapatkan bantuan dana dari
Pemerintah Provinsi yaitu dana program Pemberdayaan Daerah dalam
Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE) yang ditujukan untuk
pembentukan lembaga simpan pinjam. Dari dana tersebut dibentuklah
Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) yang sasarannya adalah
Rumah Tangga Miskin (RTM). Orientasi kepada RTM yang diberikan
dana adalah untuk membentuk usaha”

Ada 3 jenis simpan pinjam dalam unit usaha LKM ini yaitu LKM Pro,
UED-Sp dan PUAP. Peminjaman ditujukan untuk semua masyarakat Desa
Sekapuk yaitu untuk keperluan usaha, pendidikan, ataupun untuk kebutuhan
lainnya. Peminjam sebagian besar dari kalangan orang tua baik laki-laki ataupun
perempuan. Dalam peminjaman LKM Pro besarnya pinjaman untuk nasabah yang
memiliki pekerjaan tetap antara Rp 2.000.000 sampai Rp 3.000.000, sedangkan
untuk nasabah yang memiliki usaha, besarnya pinjaman antara Rp 2.000.000
sampai Rp 5.000.000 dan bagi nasabah LKM Pro harus memberikan jaminan
63

peminjaman yang dapat berupa BPKB. Pada UED-SP peminjaman maksimal Rp


500.000 dan tidak ada persyaratan khusus untuk peminjaman ini. Jasa pinjaman
pada LKM Pro sebesar 1,5% per bulan dengan jangka pelunasan maksimal 3
tahun, sedangkan untuk UED-SP jasa pinjaman sebesar 24% per tahun dengan
jangka pelunasan rata-rata 6 bulan. Pinjaman PUAP dikhususkan bagi kelompok
tani, namun saat ini pinjaman tersebut telah ditutup. Ketua BUM Desa Sekapuk,
Bapak Asjudi, menjelaskan bahwa:
“Modal awal pinjaman PUAP sebesar Rp 100.000.000. Dana untuk
pinjaman PUAP tersebut merupakan dana dari dinas pertanian dan
merupakan dana untuk GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) yaitu
khusus untuk petani”

Selain itu ketua unit usaha LKM, Bapak Suliaji juga mengatakan bahwa:

“Pembentukan LKM Pro merupakan pengarahan dari adanya UED-SP


dan PUAP dikarenakan banyak nasabah yang tidak melunasi
peminjaman. Akhirnya dibentuk LKM Pro yang sifatnya produktif bukan
konsumtif”

Modal awal yang digunakan pada unit usaha LKM merupakan bantuan
yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kepengurusan unit usaha LKM dikelola
oleh pengurus BUM Desa dan merupakan satu kesatuan dalam struktur organisasi
BUM Desa yaitu terdiri dari ketua BUM Desa, sekretaris, bendahara dan kanit
unit usaha LKM. Sejak awal terbentuk hingga saat ini BUM Desa Sekapuk telah
memasuki periode kepengurusan kedua, begitu juga pada unit usaha LKM.
Hingga saat ini unit usaha LKM untuk jenis pinjaman LKM-Pro dan UED- SP
berjalan dengan lancar, namun untuk pinjaman PUAP sudah tidak berjalan
dikarenakan para nasabahnya sudah berhenti melakukan transaksi simpan pinjam
di BUM Desa Sekapuk. Kendala yang sering terjadi pada unit usaha LKM yaitu
adanya beberapa pelanggan/nasabah yang tidak aktif membayar angsuran
pelunasan setiap bulannya, sehingga untuk mengurangi resiko penunggakan
tersebut BUM Desa Sekapuk tidak akan memberikan pinjaman lagi kepada orang
tersebut, tapi apabila peminjam aktif melakukan angsuran setiap bulannya maka
untuk peminjaman berikutnya akan dipermudah. Sistem penagihan untuk
pinjaman LKM Pro yaitu apabila telat atau tidak melakukan angsuran pembayaran
dalam jangka waktu 2 bulan, maka diberikan surat pemberitahuan. Sedangkan
apabila telat dalam jangka waktu 3 bulan, maka diberikan surat penagihan oleh
64

pihak BUM Desa Sekapuk. Sistem penagihan pada UED-SP, apabila kurang aktif
15 sampai 30 hari maka diberikan surat pemberitahuan, tidak aktif 30 sampai 60
hari diberikan surat tagihan, macet 60 hari atau lebih dilakukan penagihan, serta
apabila macet total maka dilakukan pemberitahuan ke desa dan nantinya pihak
dari desa yang akan memberikan kebijakan dan menindak lanjuti.

5.1.4 Karakteristik Responden


1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden penelitian yang dilakukan pada unit usaha LKM di BUM Desa
Sekapuk ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Penentuan responden laki-laki
ataupun perempuan berdasarkan hasil acak. Sebaran responden berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 11 berikut:
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)


1 Perempuan 41 59,42
2 Laki – laki 28 40,57
Total 69 100
Sumber: Data primer diolah (2017)
Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa
responden dalam penelitian ini 59,42% perempuan yaitu sebanyak 41 orang dan
40,57% laki-laki yaitu sebanyak 28 orang. Responden perempuan lebih banyak
dari pada responden laki-laki, hal tersebut dikarenakan masyarakat yang menjadi
nasabah pada unit usaha LKM pada BUM Desa Sekapuk sebagian besar adalah
perempuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemanfaat jasa simpan pinjam
pada unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk adalah kaum perempuan dikarenakan
mereka merupakan pengelola keuangan dalam rumah tangganya, sedangkan kaum
laki-laki sebagai tulang punggung keluarga yang tugasnya bekerja.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Penentuan responden pada penelitian ini berdasarkan tingkat pendidikan
dilakukan secara acak. Tingkat pendidikan pada responden dalam penelitian
dibedakan atas empat tingkatan pendidikan yaitu SD, SMP/SLTP, SMA/SLTA,
serta S1. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 12 berikut:
65

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)


1 SD 37 53,62
2 SMP/SLTP 8 11,59
3 SMA/SLTA 21 30,43
4 S1 3 4,34
Total 69 100
Sumber: Data primer diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 12 diatas dapat diketahui bahwa responden paling
dominan yaitu berpendidikan SD dengan persentase 53,62% yaitu sebanyak 37
orang. Sedangkan untuk responden yang berpendidikan SMP dan SMA sebanyak
11,59% dan 30,43%, serta yang paling sedikit yaitu responden dengan tingkat
pendidikan S1 hanya sebanyak 4,34%. Berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan responden unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk
didominasi oleh tingkat pendidikan SD. Hal tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat dengan tingkat pendidikan SD memiliki ketergantungan yang tinggi
terhadap jasa layanan simpan pinjam, karena keterbatasan pengetahuan sehingga
masyarakat dengan tingkat pendidikan SD biasanya memiliki pekerjaan yang
tidak tetap dan memiliki pendapatan yang belum bisa mencukupi kebutuhan
keluarga.
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang merupakan salah satu hal yang
dapat mempengaruhi perekonomian dan pola hidup suatu masyarakat. Dengan
pekerjaan seseorang akan memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya. Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada
Tabel 13 berikut:
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)


1 Pegawai Swasta 4 5,79
2 Petani 13 18,84
3 Wiraswasta 20 28,98
4 Buruh 10 14,49
5 Lainnya 22 31,88
Total 69 100
Sumber: Data primer diolah (2017)
66

Berdasarkan Tabel 13 diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden


unit usaha LKM mempunyai pekerjaan lainnya yaitu yang dimaksud adalah
sebagai ibu rumah tangga karena sebagian besar pelanggan unit usaha LKM
merupakan perempuan ibu rumah tangga. Hal tersebut dikarenakan ibu rumah
tangga sebagai pengatur keuangan dalam keluarga, sehingga banyak dari
masyarakat Desa Sekapuk yang merasa kesulitan dalam perekonomian
keluarganya memilih untuk memanfaatkan jasa simpan pinjam yang diberikan
oleh unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk.

5.2 Hasil dan Pembahasan

5.2.1. Menerjemahkan Visi dan Misi dalam Balanced Scorecard

BUM Desa Sekapuk memiliki beberapa visi dan misi yang ingin dicapai
dalam menjalankan program kerjanya. Metode balanced scorecard bertujuan
untuk melihat kinerja visi dan misi dari suatu perusahaan dalam menjalankan
programnya, sehingga terdapat tujuan yang strategik dalam menjalankan setiap
kegiatannya. Visi BUM Desa Sekapuk yaitu menjadi badan usaha profesional
dengan pelayanan multisektoral. Hal tersebut menunjukkan bahwa BUM Desa
Sekapuk berupaya menjadi badan usaha yang bekerja secara profesional tanpa
kecurangan dengan memberikan pelayanan yang baik dalam berbagai bidang
usaha yang dikelola. Untuk mencapai visi tersebut maka BUM Desa Sekapuk
memiliki beberapa misi yang dijalankan. Misi BUM Desa Sekapuk tersebut perlu
dikelompokkan kedalam setiap perspektif pada balanced scorecard. Misi pertama
termasuk dalam perspektif pelanggan dan perspektif proses bisnis internal, misi
kedua termasuk dalam perspektif keuangan, serta misi ketiga termasuk dalam
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Penilaian kinerja pada perspektif keuangan disesuaikan dengan misi kedua
BUM Desa Sekapuk yaitu memberikan kontribusi kepada Pemerintah Desa
sehingga dapat menopang penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Misi tersebut
bertujuan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatan yang
diperoleh sehingga semua unit usaha pada BUM Desa Sekapuk, termasuk unit
usaha LKM selalu bisa memberikan kontribusi terhadap Masyarakat Desa
67

Sekapuk. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pusat Kajian Dinamika Sistem
Pembangunan (2007) yang menyebutkan bahwa BUM Desa merupakan pilar
kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial dan komersial.
Pengukuran yang sesuai untuk mengetahui perkembangan dan peningkatan
pendapatan unit usaha LKM yaitu dengan menghitung nilai ROE, ROI dan NPM.
Penilaian kinerja pada perspektif pelanggan dan perspektif proses bisnis
internal disesuaikan dengan misi pertama BUM Desa Sekapuk yaitu memberikan
pelayanan terbaik dan dapat melakukan pemberdayaan serta mempunyai tanggung
jawab sosial kepada masyarakat. Misi tersebut bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dan memberikan kepuasan kepada masyarakat melalui pelayanan
produk dan jasa yang diberikan. BUM Desa Sekapuk harus senantiasa mengetahui
keinginan dan kebutuhan dari para pelanggannya, sehingga bisa melakukan desain
produk dan jasa dari berbagai atribut sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
tersebut agar menimbulkan kepercayaan dan loyalitas dari para pelanggan. Proses
desain produk dan jasa yang dilakukan dapat berupa suatu inovasi ataupun
layanan purna jual. Pengukuran perspektif pelanggan dapat diukur dengan akuisisi
pelangan, kepuasan pelanggan, profitabilitas pelanggan dan reputasi.
Penilaian kinerja pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
disesuaikan dengan misi ketiga BUM Desa Sekapuk yaitu mampu memberikan
kesejahteraan serta dapat meningkatkan skill bagi pegawai. Produktivitas pegawai
merupakan salah satu bentuk hasil dari skill yang dimiliki oleh para pegawai,
apabila skill yang dimiliki bertambah, maka produktivitasnya juga akan
meningkat.
Dari uraian diatas dapat disebutkan perwujudan visi BUM Desa Sekapuk
dihubungkan dengan perspektif dalam Balanced Scorecard yaitu peningkatan
loyalitas dan kepuasan pelanggan merupakan bentuk keberhasilan pencapaian
perspektif pelanggan dan proses bisnis internal. Peningkatan produktifitas
karyawan merupakan bentuk keberhasilan pencapaian perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan, serta peningkatan pendapatan merupakan bentuk keberhasilan
dalam perspektif keuangan.
68

5.2.2. Pengukuran Kinerja Unit Usaha LKM pada Indikator Masing-


Masing Perspektif
Pengukuran kinerja unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk menggunakan
pendekatan balanced scorecard dengan mengukur empat perspektif antara lain:
1. Perspektif Keuangan
Pengukuran kinerja berdasarkan perspektif keuangan dilakukan untuk
mengetahui kinerja unit usaha LKM dalam menggambarkan kondisi keuangan
unit usaha LKM dari tahun ke tahun. Pengukuran pada perspektif ini penting
untuk dilakukan berdasarkan permasalahan unit usaha LKM yaitu karena
keterbatasan modal yang disebabkan oleh banyaknya anggota yang menunggak
dan tidak adanya anggota yang melakukan kegiatan penyimpanan sehingga
menyebabkan sedikitnya pendapatan yang diperoleh, selain itu terkait sistem
pembukuan keuangan yang masih kurang tertata rapi sehingga sulit untuk
mengetahui kondisi keuangan dari masing-masing unit usaha terutama unit usaha
LKM yang dikelola oleh BUM Desa Sekapuk. Pengukuran perspektif keuangan
juga penting dilakukan pada analisis kinerja unit usaha LKM ini dikarenakan
salah satu tujuan adanya unit usaha yang dikelola oleh BUM Desa yaitu untuk
memperkuat PADesa agar dapat mengembangkan perekonomian desa.
Pengukuran kinerja unit usaha LKM pada perspektif keuangan dilakukan
menggunakan rasio profitabilitas dengan indikator ROI (Return On Investment),
ROE (Return On Equity), dan NPM (Net Profit Margin) pada periode tiga tahun
terakhir yaitu tahun 2014-2016. Adapun penjabaran dari masing-masing indikator
tersebut adalah sebagai berikut:
A. ROI
Return On Investment (ROI) digunakan untuk menghitung tingkat
pengembalian yang diperoleh unit usaha LKM atas setiap investasi yang
dilakukan. Kristiana dan Sri (2009) berpendapat bahwa pada perspektif keuangan
tolak ukur yang digunakan adalah meningkatkan laba bersih perusahaan dan
inisiatif strategi yang digunakan adalah dengan meningkatkan Retur On
Investemnt. Perhitungan ROI unit usaha LKM dilakukan pada tahun 2014-2016.
Hasil perhitungan ROI ditunjukkan pada Tabel 14.
69

Tabel 4. Hasil Perhitungan Return On Investment (ROI) Unit Usaha LKM

Tahun Laba Bersih (Rp) Total Aktiva ROI (%) Perubahan Skor
(Rp)
2014 2.791.844 73.351.344 3.81 -
2015 603.518 70.382.518 0.86 Menururn 0
2016 7.878.588 97.120.188 8.11 Meningkat
Rata-rata 4,26
Sumber: Analisis data sekunder (2017)

Berdasarkan Tabel 14 diatas, diketahui bahwa rata-rata ROI unit usaha


LKM dari tahun 2014-2016 adalah 4,26%. Hal ini berarti setiap Rp 1 investasi
yang digunakan, maka unit usaha LKM mampu menghasilkan laba bersih sebesar
Rp 0,4. Tabel 14 juga menunjukkan bahwa hasil perhitungan ROI mulai tahun
2014-2016 mengalami fluktuasi. Hal tersebut dikarenakan laba bersih dari tahun
2014 sampai tahun 2015 mengalami penurunan, yaitu Rp 2.791.844 menurun
menjadi Rp 603.518. Namun pada tahun 2015 sampai tahun 2016 mengalami
peningkatan, yaitu menjadi Rp 7.878.588. Peningkatan tersebut dikarenakan pada
tahun 2016 dilakukan penghapusan terhadap penetapan pemberian kontribusi rutin
setiap bulan terhadap desa. Menurut Pai, dkk (2014) disebutkan bahwa jika ROI
mengalami kenaikan menandakan bahwa laba bersih perusahaan mengalami
peningkatan dan sebaliknya. Selain itu Widiarti (2009) juga berpendapat bahwa
ROI yang semakin tinggi menandakan semakin baik kinerja perusahaan, karena
meningkatnya kemampuan dalam menghasilkan keuntungan yang digunakan
untuk menutup investasi yang telah dikelurkan. Hasil perhitungan ROI unit usaha
LKM menunjukkan bahwa kemampuan pengembalian investasi unit usaha LKM
tahun 2014-2016 kurang baik atau cukup dan dalam penilaian perspektif keuangan
dalam indikator ROI unit usaha LKM memiliki kinerja cukup dengan nilai 0.
B. ROE
Return On Equity (ROI) digunakan untuk mengukur kemampuan unit
usaha LKM dalam menghasilkan laba berdasarkan pengeloaan modal.
Perhitungan ROE unit usaha LKM dilakukan pada tahun 2014-2016. Hasil
perhitungan ROE ditunjukkan pada Tabel 15.
70

Tabel 5.Hasil Perhitungan Return On Equity (ROE) Unit Usaha LKM

Tahun Laba Bersih (Rp) Total ROE (%) Perubahan Skor


Equity (Rp)
2014 2.791.844 62.291.844 4,48 -
2015 603.518 60.103.518 1,00 Menurun 0
2016 7.878.588 89.878.588 8,77 Meningkat
Rata-rata 4,75
Sumber: Analisis data sekunder (2017)

Berdasarkan Tabel 15 diatas, diketahui rata-rata ROE dari tahun 2014-


2016 adalah 4,75%. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1 modal yang digunakan,
maka unit usaha LKM mampu menghasilkan laba bersih rata-rata sebesar Rp 5.
Tabel 15 juga menunjukkan bahwa hasil perhitungan ROE dari tahun 2014-2016
mengalami fluktuasi. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa modal
sendiri yang dimiliki unit usaha LKM sudah mampu menghasilkan keuntungan,
namun kemampuan tersebut pada tahun 2014 sampai tahun 2015 mengalami
penurunan dikarenakan laba bersih yang didapat pada tahun 2015 lebih kecil
dibandingkan tahun 2014 dan tahun 2016. Namun pada tahun 2016 nilai ROE
mengalami peningkatan dan merupakan nilai terbesar dibandingkan tahun 2014
dan tahun 2015. Hal tersebut dikarenakan laba bersih yang diperoleh unit usaha
LKM sangat besar. Diaz dan Jufrizen (2014) berpendapat bahwa jika nilai ROE
tinggi, maka perusahaan telah efektif dalam mengelola modalnya sehingga akan
mengundang minat dan kepercayaan investor untuk berinvestasi. Sedangkan
apabila terjadi penurunan pada laba bersih, maka akan berdampak negatif bagi
perusahaan karena laba tersebut merupakan alat ukur untuk mengetahui kinerja
keuangan perusahaan, sehingga akan mengurangi kepercayaan investor terhadap
perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan ROE, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan unit usaha LKM dalam menghasilkan keuntungan dengan
pengelolaan modal masih kurang baik atau cukup dan dalam penilaian perspektif
keuangan dilihat dari indikator ROE kinerja unit usaha LKM termasuk kategori
cukup dengan skor 0.
C. NPM
Pengukuran indikator Net Profir Margin (NPM) didasarkan pada
permasalahan unit usaha LKM yaitu minimnya pendapatan atau keuntungan yang
diperoleh karena pendapatan hanya berasal dari biaya administrasi, dan jasa
71

tambahan bagi para pelanggan. Selain itu banyaknya pelanggan yang melakukan
penunggakan sehingga dapat menyebabkan jumlah pendapatan yang diperoleh
hanya sedikit. Pengukuran NPM ini digunakan untuk menghitung laba bersih
yang diperoleh dari setiap pemberian jasa unit usaha LKM kepada para
pelanggan. Tompodung (2014) menjelaskan bahwa Efektifitas dan efisiensi dalam
menjalankan operasional perusahaan sangat penting. Untuk mengukur efisiensi
aktivitas suatu perusahaan dan kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan
dapat diukur dengan menggunakan rasio net profit margin yaitu menggambarkan
kemampuan dalam mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber
yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, dan sebagainya. Hasil
perhitungan NPM pada tahun 2014-2016 ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Net Profit Margin (NPM) Unit Usaha LKM

Pendapatan
Tahun Laba Bersih (Rp) NPM (%) Perubahan Skor
jasa (Rp)
2014 2.791.844 76.577.959 3,65 -
2015 603.518 74.228.500 0,81 Menurun 0
2016 7.878.588 116.116.000 6,78 Meningkat
Rata-rata 3,75
Sumber: Analisis data sekunder (2017)

Berdasarkan Tabel 16, diketahui bahwa rata-rata NPM dari tahun 2014-
2016 adalah 3,75%. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1 total
pendapatan yang diterima, maka unit usaha LKM mampu menghasilkan laba
bersih bersih rata-rata Rp 0,4. Tabel 16 juga menunjukkan bahwa hasil
perhitungan NPM pada tahun 2014-2016 fluktuatif. Hal tersebut dikarenakan
pendapatan dan laba bersih yang diperoleh pada tahun 2014-2016 juga fluktuatif.
Terjadinya penurunan pendapatan dan laba bersih yang diterima unit usaha LKM
dari tahun 2014 ke tahun 2015 dikarenakan banyaknya penunggakan angsuran
pembayaran dan pelunasan pelanggan. Sedangkan pada tahun 2016 terjadi
peningkatan pada pendapatan dan juga laba bersih yang diterima unit usaha LKM
dikarenakan adanya penghapusan peraturan pemberian kontribusi BUM Desa
terhadap PADesa sehingga menyebabkan berkurangnya pengeluaran unit usaha
LKM. Dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja unit usaha LKM berdasarkan
72

perspektif keuangan dilihat dari indikator NPM termasuk kategori cukup dengan
nilai 0.
2. Perspektif Pelanggan
Pengukuran kinerja pada perspektif pelanggan dilakukan untuk
mengetahui kinerja unit usaha LKM dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
Analisis pada perspektif pelanggan penting untuk dilakukan karena BUM Desa
Sekapuk sebagai pengelola unit usaha LKM didirikan dengan tujuan memberikan
pelayanan kepada kebutuhan masyarakat. Indikator pengukuran pada perspektif
pelanggan dalam penelitian kinerja unit usaha LKM ini antara lain akuisisi
pelanggan, kepuasan pelanggan, profitabilitasa pelanggan, serta reputasi.
Penilaian kinerja berdasarkan perspektif pelanggan pada penelitian ini tidak
menggunakan indikator retensi pelanggan yaitu mengukur kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan pelanggannya. Hal tersebut dikarenakan tidak
adanya pelanggan yang keluar dari unit usaha LKM, namun hanya adanya
penambahan pelanggan unit usaha LKM. Pemaparan dari masing-masing
pengukuran perspektif pelanggan antara lain:
A. Akuisisi Pelanggan
Akuisisi pelanggan mengukur tingkat kemampuan unit usaha LKM dalam
memperoleh pelanggan baru. Pengukuran akuisisi pelanggan pada unit usaha
LKM didasarkan pada potensi yang dimiliki unit usaha LKM yaitu sebagai
pemberi jasa simpan pinjam dengan harga jasa yang rendah dan prosedur yang
mudah. Hal tersebut akan menyebabkan semakin bertambahanya pelanggan unit
usaha LKM dari tahun ke tahun. Akuisisi diukur dengan membandingkan jumlah
pelanggan baru dengan total pelanggan pada periode tertentu. Perhitungan akuisisi
pelanggan dilakukan pada tahun 2014-2016 dan hasil perhitungannya disajikan
pada Tabel 17.
Tabel 7. Hasil Pengukuran Akuisisi Pelanggan Unit Usaha LKM

Jumlah Total Akuisisi


Tahun Pelanggan Pelanggan Pelanggan Perubahan Skor
Baru (orang) (orang) (%)
2014 4 210 1,90 -
2015 3 213 1,40 Menurun 0
2016 11 224 4,91 Meningkat
Sumber: Analisis data primer (2017)
73

Berdasarkan Tabel 17 diatas, dapat diketahui bahwa selalu ada


penambahan pelanggan baru unit usaha LKM pada tahun 2014 sampai tahun
2016. Namun jumlah penambahan pelanggan baru tersebut setiap tahunnya
berbeda-beda yaitu pada tahun 2014 sebanyak 4 orang, pada tahun 2015
penambahan pelanggan baru hanya 3 orang, dan pada tahun 2015 terjadi
penambahan pelanggan 11 orang. Nilai akuisisi pelanggan pada tahun 2014
sebesar 1,90%, pada tahun 2015 menjadi 1,40% serta pada tahun 2016 meningkat
menjadi 4,91%. Penambahan pelanggan baru mulai tahun 2014 sampai tahun
2016 tersebut dikarenakan semakin banyak masyarakat yang percaya terhadap
pengelolaan unit usaha LKM serta karena prosedur peminjaman dan persyaratan
yang mudah untuk dilakukan, serta jasa simpan pinjam yang diberikan oleh unit
usaha LKM juga mudah dijangkau oleh semua masyarakat Desa Sekapuk. Hal
tersebut dibuktikan dengan pendapat dari salah satu responden yang merupakan
anggota atau nasabah unit usaha LKM yaitu Ibu Ma’rifatul Hasanah, yang
mengatakan:
“Sebelumnya saya biasanya meminjam uang di bank, namun mulai tahun
2014 saya beralih meminjam uang di BUM Desa Sekapuk karena kalau
peminjaman di bank bunganya terlalu tinggi dan prosedurnya juga ribet.
Selain itu kalau telat membayar biasanya dikenakan denda yang bisa
dibilang besar. Sekarang saya lebih percaya pada BUM Desa karena
kalau mau meminjam uang, prosedurnya gampang dan bunganya juga
tidak seberapa besar dibandingkan dengan bank. Apalagi jarak BUM
Desa dari rumah juga dekat, jadi tidak memerlukan biaya tambahan untuk
biaya transportasi apabila akan melakukan pembayaran”
Nilai akuisisi pelanggan unit usaha LKM yang fluktuatif pada tahun 2014
sampai tahun 2016 menunjukkan bahwa kinerja unit usaha LKM cukup dengan
nilai 0 dikarenakan pertambahan jumlah pelanggan baru setiap tahunnya tidak
selalu meningkat.
B. Kepuasan Pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan dapat dilihat dari tanggapan yang diberikan
oleh pelanggan terhadap keberadaan unit usaha LKM yang dikelola oleh BUM
Desa Sekapuk. Pengukuran indikator kepuasan pelangan didasarkan pada
permasalahan unit usaha LKM yaitu sering terjadinya kerusakan pada komputer
yang digunakan untuk transaksi simpan pinjam sehingga menyebabkan kegiatan
transaksi tidak bisa dilakukan karena semua data terkait unit usaha LKM terutama
74

data tagihan pelanggan tersedia dalam komputer, sehingga pelanggan harus


menunggu sampai komputer selesai diperbaiki. Pengukuran tingkat kepuasan
pelanggan unit usaha LKM dilakukan dengan melakukan wawancara kepada 69
responden menggunakan intrumen penelitian berupa kuisioner yang disusun
berdasarkan lima indikator yaitu bentuk fisik (tangible), kehandalan (realibility),
ketanggapan (responsiveness), jaminan/kepastian (assurances), dan kepedulian
(empathy). Kelima indikator tersebut dijabarkan menjadi 16 pertanyaan, dan
berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas terdapat 3 pertanyaan yang tidak
valid dan tidak realibel sehingga total pertanyaan yang digunakan sebanyak 13
pertanyaan. Hasil pengukuran kepuasan pelanggan disajikan pada Tabel 18.

Tabel 8. Hasil Pengukuran Kepuasan Pelanggan Unit Usaha LKM

No Dimensi Indikator Skor


1 Berwujud (Tangiable) Jangkauan loket 182
Kebersihan loket 177
Kelengkapan fasilitas 184
2 Keandalan (Reliability) Ketelitian dan keakuratan pegawai 185
Keteraturan jadwal operasional 182
3 Ketanggapan Kecepatan dan ketepatan pegawai 175
(Responsiveness) Kecepatan proses pelayanan 172
transaksi
Pemberian informasi 170
Pemberian denda 186
4 Jaminan (Assurance) Keramahan dan kesopanan 187
pegawai
Kejujuran pegawai 185
5 Kepedulian (Empathy) Pemberian hadiah 170
Fasilitas Produk Harga jasa tambahan 179
Total skor 2334
Skor penilaian 1
Sumber: Data primer diolah (2017)
Hasil pengukuran kepuasan pelanggan pada Tabel 18 menunjukkan bahwa
total skor keseluruhan yang didapatkan adalah 2.334. Total skor yang diperoleh
tersebut dikategorikan pada indikator “puas” karena berada pada interval skor
2.094-2.691 dan masuk kedalam kategori penilaian “baik” dengan skor 1. Hal
tersebut menunjukkan bahwa hampir keseluruhan masyarakat yang menjadi
pelanggan atau anggota unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk merasa puas, baik
dari pelayanan ataupun jasa yang diberikan. Aryani dan Rosinta (2010)
75

menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan kunci dalam menciptakan


loyalitas pelanggan.
Skor tertinggi diperoleh pada indikator keramahan dan kesopanan pegawai
dengan total skor 187. Hal tersebut karena pegawai unit usaha LKM merupakan
pegawai yang sudah terpilih berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditentukan
pada pendaftaran pegawai yang dilakukan oleh BUM Desa. Selain itu pegawai
BUM Desa merupakan masyarakat asli Desa Sekapuk yang tentunya sudah
mengetahui karakteristik dari anggota unit usaha LKM, sehingga para pegawai
bisa menyesuaikan pelayanan yang diberikan dengan kondisi masyarakat setempat
agar mereka bisa merasa puas dengan pelayanan unit usaha LKM. Tambunan dan
Bethani (2015) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan jasa yang diberikan oleh
perusahaan kepada konsumen sangat memberikan pengaruh terhadap kepuasan
yang diterima oleh konsumen. Menurut salah satu responden yang merupakan
pelanggan unit usaha LKM yaitu Ibu Siti Mahmudah, mengatakan bahwa:
“Selama saya menjadi pelanggan unit usaha LKM tidak pernah
mengalami permasalahan atupun keluhan. Saya juga senang dengan
pelayanan yang diberikan, pegawainya ramah dan sopan. Apabila ada
pelanggan biasanya langsung dilayani dengan cepat”
Berdasarkan Tabel 18 diatas juga dapat diketahui pertanyaan yang
mempunyai skor terendah yaitu pada indikator ketanggapan terkait pemberian
informasi unit usaha LKM kepada pelanggan. Hal tersebut dikarenakan menurut
mereka apabila ada informasi penting terkait unit usaha LKM tidak adanya
sosialisasi atau pemberitahuan langsung kepada pelanggan, melainkan hanya
melalui mulut kemulut sehingga kadang banyak pelangggan yang tidak
mengetahui informasi tersebut. Bapak Sariaji yang merupakan salah satu
pelanggan unit usaha LKM, berpendapat bahwa:
“Kalau ada informasi terkait unit usaha LKM dan BUM Desa Sekapuk
biasanya saya taunya dari pelanggan lain, taunya dari mulut ke mulut
saja karena biasanya pemberitahuan informasi hanya lewat sosial media
seperti facebook, jadi yang cepat dapat informasi biasanya para
pelanggan yang aktif di sosial media. Sedangkan pelanggan yang lainnya
hanya tau dari mulut kemulut saja. Saya rasa pemberitahuan seperti itu
kurang efektif, karena tidak semua pelanggan bisa mendapat informasi
tersebut”
76

C. Profitabilitas pelanggan
Pengukuran profitabilitas pelanggan didasarkan pada permasalahan unit
usaha LKM terkait kesadaran para pelanggan, yaitu banyaknya pelanggan yang
melakukan tunggakan pembayaran atau pelunasan pinjaman yang menyebabkan
sedikitnya pendapatan unit usaha LKM. Selain itu semua pelanggan lebih memilih
melakukan pinjaman namun tidak adanya yang melakukan penyimpanan,
sehingga berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh lebih sedikit
dibandingkan dengan pengeluaran unit usaha LKM. Pengukuran profitabilitas
pelanggan juga dilakukan berdasarkan pendapat Kaplan dan Norton (2000) yang
menjelaskan bahwa setelah berhasil dalam mengukur akuisisi pelanggan dan
kepuasan pelanggan, belum tentu merupakan jaminan bahwa perusahaan memiliki
pelanggan yang menguntungkan. Perhitungan profitabilitas pelanggan unit usaha
LKM ditunjukkan pada Tabel 19.

Tabel 9. Hasil Pengukuran Profitabilitas Pelanggan Unit Usaha LKM

Pendapatan Jumlah Profitabilitas


Tahun Perubahan Skor
Jasa (Rp) Pelanggan Pelanggan (Rp)
2014 76.577.959 210 364.656 -
2015 74.228.500 213 348.490 Menurun 0
2016 116.166.000 224 518.598 Meningkat
Rata-rata 410.581
Sumber: Data sekunder diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 19, diketahui bahwa rata-rata profitabilitas pelanggan
dari tahun 2014-2016 adalah Rp 410.518. Hal ini berarti bahwa setiap satu
pelanggan dapat menghasilkan pendapatan bagi unit usaha LKM rata-rata sebesar
Rp 410.518 per tahun. Tabel 19 juga menunjukkan bahwa hasil perhitungan
profitabilitas pelanggan pada tahun 2014-2016 fluktuatif. Meskipun pada tahun
2014-2016 selalu terjadi penambahan pelanggan, namun pendapatan yang
diperoleh pada tahun 2014-2016 fluktuatif sehingga menyebabkan profitabilitas
pelanggan juga fluktuatif. Pada tahun 2015 pendapatan yang diperoleh unit usaha
LKM menurun dikarenakan menurunya jumlah pembayaran angsuran yang
dilakukan oleh pelanggan. Begitu pula pada tahun 2016 terjadi peningkatan
pendapatan dikarenakan bertambahnya jumlah pembayaran angsuran dan
77

pelunasan yang dilakukan oleh pelanggan unit usaha LKM. Dengan demikian,
pengukuran kinerja unit usaha LKM berdasarkan perspektif pelanggan dilihat dari
indikator profitabilitas pelanggan termasuk kategori cukup dengan skor 0.
D. Reputasi
Penilaian reputasi unit usaha LKM dan BUM Desa Sekapuk diperlukan
untuk mengetahui pandangan dan tanggapan masayarakat terhadap jasa dan
pelayanan yang diberikan. Apabila suatu perusahaan memiliki reputasi yang baik
dalam pandangan masyarakat, maka masyarakat menganggap perusahaan tersebut
memiliki manajerial yang baik sehingga mereka akan senang memanfaatkan jasa
atau produk yang disediakan oleh perusahaan atau organisasi tersebut. Begitu juga
dengan unit usaha LKM yang dikelola oleh BUM Desa Sekapuk, apabila BUM
Desa sendiri memiliki penilaian yang baik dari masyarakat terutama masyarakat
Desa Sekapuk, maka masyarakat akan senang hati memanfaatkan jasa dan
pelayanan yang disediakan oleh BUM Desa melalui unit-unit usaha yang
dikelolanya salah satunya yaitu unit usaha LKM. Pengukuran reputasi pada
penelitian ini dilakukan menggunakan lima indikator yang disampaikan dalam
bentuk instrument kuesioner yang sudah valid. Kelima indikator tersebut antara
lain BUM Desa dikenal luas oleh masyarakat, kepercayaan masyarakat terhadap
BUM Desa, kenyamanan masyarakat atas penggunaan jasa, BUM Desa di mata
masyarakat, serta BUM Desa terbuka dalam menyampaikan permasalahan. Hasil
pengukuran reputasi BUM Desa Sekapuk pada pengelolaan unit usaha LKM
disajikan pada Tabel 20.
78

Tabel 10. Hasil Pengukuran Reputasi BUM Desa Sekapuk pada Pengelolaan Unit
Usaha LKM

No Dimensi Indikator Skor


1 BUM Desa dikenal BUM Desa sebagai lembaga yang 177
luas oleh masyarakat berprestasi
Mengetahui tujuan pembentukan BUM 156
Desa
Mengetahui kontribusi BUM Desa ke 155
Desa
Mengetahui sejarah unit usaha LKM 165
Mengetahui unit usaha yang dikelola 172
BUM Desa
2 Kepercayaan Mempercayai unit usaha LKM akan 198
masyarakat terhadap memberikan pelayanan dan pengelolaan
BUM Desa yang baik
3 Kenyamanan Senang hati menjadi pelanggan unit 192
masyarakat atas usaha LKM
penggunaan jasa Merasa nyaman dengan pelayanan yang 183
diberikan
Lebih memilih menggunakan jasa BUM 184
Desa daripada jasa di tempat lain
4 BUM Desa di mata Mudah dalam meminta bantuan dana 190
masyarakat kepada BUM Desa
5 BUM Desa terbuka Mendapatkan informasi audit BUM Desa 195
dalam memberikan
masalah
Total skor 1967
Skor penilaian 1
Sumber: Data primer diolah 2017
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 20 diatas, diketahui bahwa
total skor keseluruhan yang didapatkan untuk kuesioner reputasi adalah 1967.
Total skor tersebut masuk dalam kategori “setuju” karena berada pada interval
1.611-2.070 dan masuk dalam kategori penilaian “baik” dengan skor 1. Hal
tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pandangan yang baik terhadap
BUM Desa sehingga reputasi BUM Desa Sekapuk bagi masyarakat juga baik.
Menurut Hasanah (2015) tingkat loyalitas pelanggan memiliki kecenderungan
untuk lebih tinggi ketika persepsi dari reputasi perusahaan dan citra perusahaan
sangat menguntungkan. Salah satu pelanggan unit usaha LKM yaitu Bapak Nasik
Ridwan, mengatakan bahwa:
“Adanya BUM Desa sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat, khususnya dengan adanya unit usaha LKM saya bisa lebih
mudah menjangkau jasa simpan pinjam. Saya mendukung keberadaan
79

BUM Desa karena selain mempermudah jasa simpan pinjam, BUM Desa
juga memberikan kontribusi terhadap Desa Sekapuk yang dapat berupa
perbaikan sarana dan prasarana desa”.

Berdasarkan Tabel 20 juga dapat dilihat bahwa skor terendah yang


diperoleh pada kuesioner reputasi yaitu pada pengetahuan masyarakat tentang
kontribusi BUM Desa Sekapuk terhadap PADesa dengan total skor 155. Hal
tersebut dikarenakan mayoritas responden tidak mengetahui tujuan pendirian
BUM Desa yang salah satunya yaitu untuk meningkatkan PADesa. Salah satu
responden menyebutkan bahwa tujuan didirikannya BUM Desa yaitu supaya
mempermudah masyarakat dalam mengakses jasa simpan pinjam, mempermudah
memperoleh air bersih, dan mempermudah untuk pembayaran listrik, namun
mereka tidak mengetahui bahwa BUM Desa memberikan kontribusi rutin setiap
bulan kepada PADesa yang nantinya kontribusi tersebut dikembalikan lagi kepada
masyarakat dalam bentuk perbaikan sarana dan prasarana desa ataupun lainnya.
Skor tertinggi diperoleh pada pertanyaan terkait kepercayaan pelanggan
terhadap pengelolaan unit usaha LKM yaitu dengan skor 198. Hal tersebut sejalan
dengan hasil kepuasan pelanggan yang menunjukkan bahwa pelanggan merasa
puas terhadap keberadaan unit usaha LKM karena dapat mempermudah akses
simpan pinjam bagi masyarakat. Selain itu, responden juga percaya terhadap
pengelolaan BUM Desa Sekapuk terutama unit usaha LKM, dikarenakan
pelayanan yang diberikan sangat memuaskan.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Pengukuran perspektif proses bisnis internal dilakukan untuk mengetahui
kinerja unit usaha LKM dalam menciptakan nilai bagi pelanggan, sehingga dapat
menarik perhatian, mempertahankan, dan memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Pelayanan baik yang diberikan kepada pelanggan merupakan hasil dari
proses, keputusan dan tindakan yang muncul dalam suatu perusahaan yang
dilakukan oleh manajer dan karyawan sehingga untuk memuaskan kebutuhan
pelanggan, mereka harus fokus pada proses bisnis internalnya. Pengukuran kinerja
pada perspektif bisnis internal untuk unit usaha LKM berdasarkan indikator
proses operasi, inovasi dan layanan purna jual. penjelasan dari masing-masing
indikator tersebut antara lain:
80

A. Proses operasi
Pengukuran proses operasi didasarkan pada permasalahan unit usaha LKM
yaitu kesadaran pelanggan terkait pemenuhan syarat dan prosedur pembayaran
angsuran yang masih rendah. Pengukuran indikator proses operasi dilakukan
dengan mendeskripsikan proses pelayanan yang dilakukan pada unit usaha LKM
yang mencakup waktu, biaya, dan ketepatan. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan kepada ketua unit usaha dan pengurus BUM Desa Sekapuk, proses
operasi yang dilakukan unit usaha LKM yaitu pelayanan yang cepat. Hal tersebut
dibuktikan dengan waktu pencairan dana pinjaman yang biasanya hanya
memerlukan waktu paling lama satu minggu. Selain itu dalam melakukan
penagihan, unit usaha LKM memberikan kemudahan kepada para pelanggan yaitu
apabila pelanggan tidak sempat untuk membayar langsung ke loket pembayaran
maka bisa menitipkannya kepada orang lain atau meminta ketua unit usaha LKM
atau salah satu pengurus BUM Desa agar datang kerumahnya untuk mengambil
uang pembayaran angsuran tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pengukuran kinerja unit usaha LKM pada perspektif proses
bisnis internal berdasarkan indikator proses operasi dikatakan baik dengan nilai 1.
B. Inovasi
Pengukuran proses inovasi dilakukan dengan mendeskripsikan inovasi-
inovasi yang terdapat pada unit usaha LKM. Proses inovasi merupakan suatu
kegiatan yang menunjukkan sejauh mana suatu perusahaan melakukan
pengembangan baik melalui penciptaan produk baru, perbaikan pelayanan
ataupun hal lainnya untuk menarik pelanggan agar lebih loyal terhadap produk
atau jasa yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Inovasi yang dilakukan pada
unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk yaitu dengan memberikan bingkisan yang
berisi sembako (gula dan minyak) setiap tahun ketika ulang tahun BUM Desa
Sekapuk. Pemberian bingkisan diberikan kepada pelanggan yang melakukan
pembayaran angsuran pada Bulan Maret yaitu bertepatan pada ulang tahun BUM
Desa. Pelanggan akan mendapatkan bingkisan apabila melakukan pembayaran
dengan datang langsung ke loket pembayaran dan tidak menitipkan kepada orang
lain. Hal tersebut memberikan intensif kepada para pelanggan untuk tetap loyal
81

kepada BUM Desa Sekapuk dan memanfaatkan jasa yang diberikan oleh unit
usaha LKM.
Selain pemberian bingkisan sembako, inovasi lainnya yaitu dengan
memberikan hadiah dimalam perayaan ulang tahun BUM Desa yang diadakan di
balai desa kepada tiga pelanggan yang paling aktif dalam pembayaran angsuran
LKM. Inovasi lainnya yang dilakukan pada unit usaha LKM yaitu setiap tahun
mengadakan acara jalan sehat dan memberikan doorprize. Hal tersebut juga akan
memotivasi pelanggan untuk lebih aktif dalam unit usaha LKM. Menurut
pendapat ketua unit usaha LKM yaitu Bapak Suliaji, menjelaskan bahwa:
“Inovasi yang dilakukan oleh pengurus dalam meningkatkan pelayanan
kinerja unit usaha LKM yaitu dengan adanya bukti penagihan bagi para
nasabah yang jatuh tempo pengangsurannya, selain itu adanya IPTW
(Insentif Pembayaran Tepat Waktu) bagi para nasabah yang selalu
melakukan pembayaran tepat waktu”

Selain itu, salah satu pegawai BUM Desa Sekapuk yaitu Ibu Titis Khusnayanti
juga menjelaskan bahwa:
“Inovasi yang dilakukan pada unit usaha LKM yaitu dengan penggunaan
komputer. Kegiatan transaksi menjadi lebih mudah dengan menggunakan
komputer dari pada transaksi simpan pinjam yang dilakukan dengan
pencatatan manual. Semua data terkait unit usaha LKM sudah tersimpan
didalam aplikasi excel pada komputer, sehingga apabila ingin mencari
suatu data akan lebih cepat dan mudah”

Berdasarkan penjelasan diatas, menunjukkan bahwa unit usaha LKM


BUM Desa Sekapuk telah melakukan lebih dari satu inovasi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk memiliki nilai proses
inovasi yang “baik” dengan nilai 1, karena dapat terus mengembangkan usahanya
dengan berbagai inovasi.
C. Layanan Purna Jual
Pengukuran layanan purna jual dilakukan dengan mendeskripsikan
layanan purna jual yang terdapat pada unit usaha LKM yang mencakup sisitem
keluhan serta konsistensi jadwa operasional. Berdasarkan hasil wawancara dengan
responden, tidak pernah ada keluhan yang dirasakan selama menjadi pelanggan
unit usaha LKM baik terkait jasa yang diberikan atau sistem pelayanan dari unit
usaha LKM. Hal tersebut sesuai dengan hasil kepuasan pelanggan, yaitu
pelanggan merasa puas dengan jasa dan pelayanan yang diberikan unit usaha
82

LKM sehingga mereka juga mendukung adanya BUM Desa dan unit usaha LKM
tersebut. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan responden, mereka juga
menyebutkan bahwa jam operasional BUM Desa selalu tepat waktu yaitu pada
hari kerja senin sampai sabtu pada jam 07.30-12.00. Dikarenakan jam operasional
yang selalu tepat waktu tersebut masyarakat merasa puas dengan adanya unit
usaha LKM. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja
unit usaha LKM pada perspektif proses bisnis internal berdasarkan indikator
layanan purna jual dikatakan baik dengan nilai 1.
4. Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan
Pengukuran kinerja berdasarkan proses pembelajaran dan pertumbuhan
dilakukan untuk mengetahui kinerja unit usaha LKM dalam menggambarkan
kemampuan SDM untuk mengelola unit usaha. Penilaian kinerja unit usaha LKM
BUM Desa Sekapuk pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu
berdasarkan indikator produktifitas karyawan. Perhitungan produktifitas karyawan
dilakukan pada tahun 2014-2016. Pengukuran kinerja unit usaha LKM pada
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tidak dilakukan pada pengukuran
indikator retensi karyawan, dan kapabilitas karyawan dikarenakan pada unit usaha
LKM tidak adanya karyawan yang keluar dan juga tidak ada pelatihan karyawan
yang dilakukan untuk memberikan kemampuan tambahan. Hasil perhitungan
produktivitas karyawan unit usaha LKM ditunjukkan pada Tabel 21.
Tabel 11. Hasil Pengukuran Produktivitas Karyawan Unit Usaha LKM

Tahun Laba Bersih Total Produktivitas Penilaian Skor


(Rp) Pengurus Pengurus (Rp)
(orang)
2014 2.791.844 3 930.615 -
2015 603.518 3 201.173 Menurun 0
2016 7.878.588 3 2.626.196 Meningkat
Rata-rata 1.252.661
Sumber: Analisis data sekunder (2017)
Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa rata-rata produktivitas karyawan
pada tahun 2014-2016 adalah Rp 1.252.661. Hal ini berarti bahwa setiap satu
pengurus dapat menghasilkan laba bersih bagi unit usaha LKM rata-rata sebesar
Rp 1.252.661 per tahun. Tabel 21 juga menunjukkan bahwa hasil perhitungan
produktivitas karyawan unit usaha LKM tahun 2014-2016 fluktuatif. Hal tersebut
83

dikarenakan laba yang diperoleh juga mengalami fluktuasi. Tingkat produktivitas


karyawan mengalami penurunan yang disebabkan oleh laba yang diperoleh
perusahaan juga mengalami penurunan (Hidayati, 2013). Berdasarkan penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja unit usaha LKM pada perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan berdasarkan indikator produktivitas karyawan
cukup dengan nilai 0.
5.2.3. Penilaian Kinerja Keseluruhan Unit Usaha LKM BUM Desa Sekapuk
dengan Balanced Scorecard
Setelah dilakukan pengukuran kinerja unit usaha LKM BUM Desa
Sekapuk pada masing-masing perspektif mulai tahun 2014 sampai tahun 2016,
maka hasil pengukuran berdasaarkan Balanced Scorecard dapat dilihat pada Tabel
22 dibawah ini.
Tabel 12. Hasil Pengukuran Keseluruhan Kinerja Unit Usaha LKM

No Perspektif Kriteria Bobot


1. Perspektif keuangan
a. ROI Cukup 0
b. ROE Cukup 0
c. NPM Cukup 0
Total skor perspektif keuangan 0
Rata-rata skor perspektif keuangan 0
2. Perspektif pelanggan
a. Akuisisi pelanggan Cukup 0
b. Kepuasan peanggan Baik 1
c. Profitabilitas pelanggan Cukup 0
d. Reputasi Baik 1
Total skor perspektif pelanggan 2
Rata-rata skor perspektif pelanggan 0,5
3. Perspektif proses bisnis internal
a. Proses operasi Baik 1
b. Inovasi Baik 1
c. Layanan Purna jual Baik 1
Total skor perspektif proses bisnis internal 3
Rata-rata skor perspektif proses bisnis internal 1
4 Perspektif pembelajaran dan pertumbuahan
a. Produktifitas karyawan Cukup 0
Total skor perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 0
Rata-rata skor perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 0
Total skor empat perspektif 5
Rata-rata skor empat perspektif 0,45
Sumber: Data primer diolah 2017
84

Penilaian kinerja berdasarkan pendekatan Balanced Scorecard pada setiap


perspektif antara penelitian satu dengan penelitian lainnya biasanya tidak sama.
Hal tersebut dikarenakan ketersediaan data dan disesuaikan dengan kebutuhan
penelitian sesuai keadaan di lapang. Berdasarkan data yang ditampilkan pada
Tabel 22 diatas menunjukkan bahwa adanya perbedaan penilaian diantara masing-
masing perspektif. Total bobot skor yang diperoleh unit usaha LKM adalah 5,
dan total indikator yang digunakan dalam 4 perspektif adalah 11. Sehingga hasil
pengukuran kinerja unit usaha LKM secara keseluruhan adalah sebagai berikut:

5
=
11

= 0,45

Hasil pengukuran kinerja unit usaha LKM dapat dinilai dengan


menggunakan skala yang tercantum pada kurva kinerja. Skala tersebut digunakan
untuk menilai kinerja unit usaha LKM sehingga dapat dikatakan “kurang baik”,
“cukup baik”, dan “baik”. Kurva kinerja terbagi menjadi tiga daerah yang dibatasi
oleh rentang skala pada rating scale. Berdasarkan hasil perhitungan diatas
menunjukkan bahwa rata-rata skor unit usaha LKM sebesar 0,45. Nilai tersebut
dikategorikan kedalam kinerja “cukup baik” karena berada pada rentang nilai 0-
0,6, sehingga unit usaha LKM yang dikelola oleh BUM Desa Sekapuk secara
keseluruhan memiliki kinerja cukup baik.

Kurang Cukup Baik

-1 1
0 0,45

Gambar 5. Kurva Kinerja Unit Usaha LKM BUM Desa Sekapuk


85

5.2.4. Analisis Kontribusi Unit Usaha LKM dan BUM Desa Sekapuk
kepada PADesa
BUM Desa merupakan suatu lembaga yang didirikan oleh pemerintah desa
sebagai bentuk upaya pembangunan. Tujuan pendirian BUM Desa ini adalah
untuk mengelola potensi desa dan menyejahterakan msyarakatnya yaitu melalui
pemberian layanan atau jasa dari unit-unit usaha yang dikelola. Adanya BUM
Desa diharapkan mampu memberikan kontribusi serta meningkatkan PADesa.
BUM Desa Sekapuk sejak awal berdiri dituntut agar bisa memberikan kontribusi
terhadap PADesa. Jumlah nominal yang harus diberikan setiap bulannya yaitu
berdasarkan ketetapan yang telah dibuat oleh Pemerintah Desa.
Kontribusi yang diberikan oleh BUM Desa terhadap PADesa setiap
bulannya sebesar Rp 4.500.000 sesuai dengan ketetapan dari Pemerintah Desa.
Tahun 2014 dan tahun 2015 BUM Desa Sekapuk mampu memberikan kontribusi
terhadap PADesa sebesar Rp 54.000.000, namun pada tahun 2016 BUM Desa
Sekapuk hanya memberikan kontribusi kepada PADesa sebesar Rp 18.000.000.
Hal tersebut dikarenakan pemberian kontribusi hanya sampai bulan April, dan
untuk bulan-bulan berikutnya BUM Desa tidak lagi memberikan kontribusi
terhadap PADesa dikarenakan adanya perubahan kebijakan dari Pemerintah Desa
yang awalnya mewajibkan BUM Desa untuk berkontribusi setiap bulan, namun
sekarang peraturan tersebut sudah ditiadakan. Hal tersebut dilakukan oleh
Pemerintah Desa dikarenakan dirasa memberatkan terhadap BUM Desa Sekapuk
yang masih berada pada taraf berkembang. Hal tersebut akan menghambat proses
perkembangan BUM Desa Sekapuk dikarenakan pendapatan setiap bulannya yang
masih tidak tetap, sehingga akan berpengaruh pada kelancaran aliran keuangan
BUM Desa Sekapuk.
Berdasarkan nominal Rp 4.5000.000 tersebut, setiap unit usaha yang
dikelola oleh BUM Desa Sekapuk memberikan kontribusi sesuai dengan
kemapuan unit usaha dalam mendapat keuntungan setiap bulannya dan tidak ada
perhitungan atau peraturan BUM Desa Sekapuk yang menetapkan hal tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua unit usaha LKM dan ketua BUM
Desa Sekapuk, dikatakan bahwa unit usaha LKM mampu memberikan Rp
900.000 setiap bulannya kepada PADesa. Hal tersebut dikarenakan dilihat dari
86

pendapatan setiap bulannya, unit usaha LKM mampu memperoleh 20% dari
pendapatan total BUM Desa Sekapuk. Menurut penuturan dari ketua BUM Desa
Sekapuk menjelaskan bahwa:

“Laba bersih BUM Desa secara keseluruhan pada tahun 2016 yaitu
sebesar Rp 116.000.000 dan kontribusi yang diberikan terhadap PADesa
setiap bulannya sebesar Rp 4.500.000. Kontribusi yang diberikan setiap
unit usaha berbeda-beda dan disesuaikan terhadap pendapatan. Untuk
unit usaha LKM memberikan kontribusi sebesar 20% dari pendapatannya
dikarenakan jumlah pendapatan unit usaha LKM yaitu sebesar 20% dari
pendapatan total BUM Desa Sekapuk”
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kontribusi unit
usaha LKM dan BUM Desa terhadap PADesa sudah baik, namun dikarenakan
nominal yang ditetapkan sangat besar sehingga dapat menghambat aliran
keuangan dari unit usaha LKM dan BUM Desa Sekapuk. Selain itu adanya
penghapusan peraturan terkait kontribusi BUM Desa terhadap PADesa mulai
bulan Mei 2016 justru menyebabkan tidak sesuainya antara tujuan pembentukan
BUM Desa dengan realisasi, dikarenakan salah satu tujuan pendirian BUM Desa
adalah untuk memberikan kontribusi terhadap PADesa dan memperkuat
perekonomian masyarakat.
VI. KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penilaian kinerja dengan pendekatan


balanaced scorecard pada unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk, dapat
disimpulkan bahwa pada perspektif keuangan dapat dikatakan cukup baik karena
berdasarkan indikator ROI, ROE dan NPM yang digunakan mendapat nilai cukup
baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan unit usaha LKM dalam
memperoleh keuntungan berdasarkan pelayanan jasa dan tingkat pengembalian
investasi dan modal usaha sudah baik meskipun berfluktuatif setiap tahunnya,
tetapi nilai ROI, ROE dan NPM selalu positif. Pada perspektif pelanggan dapat
dikatakan cukup baik, karena dilihat dari indikator yang digunakan yaitu akuisisi
pelanggan dan profitabilitas pelanggan dinilai cukup baik, sedangkan kepuasan
pelanggan dan reputasi dinilai baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya
pelanggan yang keluar dari unit usaha LKM, tetapi selalu ada penambahan
anggota yang menandakan bahwa pelanggan merasa puas dengan pelayanan jasa,
percaya dengan pengelolaan usaha dan loyal terhadap unit usaha LKM, serta
masyarakat memberi penilaian baik terhadap unit usaha LKM. Pada perspektif
proses bisnis internal dapat dikatakan baik karena dari indikator proses operasi,
inovasi dan layanan purna jual memiliki nilai yang baik. Hal tersebut
menunjukkan bahwa unit usaha LKM mampu memenuhi keinginan dan
kebutuhan pelanggan, dan sesuai dengan tujuan pembentukan BUM Desa yaitu
untuk memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat dikatakan cukup baik karena
berdasarkan indikator produktifitas karyawan yang dinilai cukup baik. Hal
tersebut dapat meningkatkan pendapatan yang diterima unit usaha LKM dan
dibuktikan dengan semakin kompetitifnya karyawan dalam menjalankan segala
usaha.
Penilaian kinerja unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk secara keseluruhan
berdasarkan metode Balanced Scorecard adalah 0,45 yang berarti kinerja unit
usaha LKM BUM Desa Sekapuk dinilai “Cukup baik”, namun masih diperlukan
peningkatan kinerja baik dari aspek finansial ataupun non finansial agar dapat

87
88

memberikan manfaat dan keuntungan bagi pelanggan maupun bagi BUM Desa
Sekapuk sendiri. Selain itu unit usaha LKM dan BUM Desa Sekapuk sudah bisa
memberikan kontribusi terhadap PADesa. Hal tersebut sesuai dengan tujuan
pendirian BUM Desa yaitu BUM Desa sebagai lembaga untuk menguatkan
PADesa dan untuk mengembangkan perekonomian desa. Namun dikarenakan
pada tahun 2016 adanya penghapusan peraturan terkait kontribusi terhadap
PADesa menyebabkan salah satu tujuan pendirian BUM Desa tersebut tidak dapat
terwujud.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka peneliti dapat


memberikan saran sebagai berikut :
1. Pemerintah Desa Sekapuk
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu proses pengambilan
keputusan dalam segala kegiatan ataupun pengembangan BUM Desa Sekapuk dan
unit usaha LKM. Pemerintah desa sebagai pemangku kebijakan sebaiknya
memberikan kebijakan terkait kontribusi terhadap PADesa yang harus diberikan
oleh BUM Desa Sekapuk. Kebijakan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi
keuangan pada BUM Desa agar tidak menghambat aliran keuangan BUM Desa
Sekapuk.
2. Bagi pengelola atau pengurus unit usaha LKM BUM Desa Sekapuk
Dalam kegiatan pengembangan ataupun penentuan kebijakan terkait BUM
Desa dan unit usaha LKM, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu yaitu
sebagai bahan pertimbangan penentuan kebijakan. Untuk meningkatkan kinerja
unit usaha LKM baik dari aspek finansial maupun non finansial sebaiknya
dilakukan perbaikan sistem pelayanan. Dari aspek finansial sebaiknya dilakukan
pembukuan yang sesuai dengan teknik pembukuan yang benar yaitu sebaiknya
pembukuan antara satu unit usaha dengan unit usaha lainnya dibedakan agar bisa
diketahui kinerja keuangan dari masing-masing unit usaha. Sedangkan dari aspek
non finansial sebaiknya dilakukan inovasi-inovasi agar pelanggan tetap loyal dan
merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.
89

3. Bagi peneliti selanjutnya


Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian yang lebih
mendalam tentang analisis kinerja dengan topik-topik permasalahan yang berbeda.
Selain itu dalam penelitian kinerja dengan pendekatan balanced scorecard
sebaiknya menggunakan indikator pengukuran yang lebih luas pada masing-
masing perspektif.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, M. R. R. S. (2016). Peranan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Pada


Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan Studi Pada Bumdes Di Gunung Kidul,
Yogyakarta. Jurnal Modus, 28(2), 155–167
Aryani, D., & Rosinta, F. (2010). Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan
Pelanggan dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan. Jurnal Ilmu Administrasi
dan Organisasi, 17(2), 114–126
Ashari. (2006). Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pembangunan
Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Analisis Kebijakan
Pertanian, 4(2), 146–164
Badan Pemberdayaan masyarakat Provinsi Jawa Timur. (2015). Pemberdayaan
BUM Desa. (Online). http://www.bapemas.jatimprov.go.id. Diakses pada 12
Januari 2017
Blakely, E. J. (1989). Planning Local Economic Development. United States:
Theory and Practice, Sage Publication
Budiono, P. (2015). Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Di Bojonegoro (Studi di Desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu Dan Desa
Kedungprimpen Kecamatan Kanor). Jurnal Politik Muda, 4(1), 116–125
Bustang, Bastiga G. Sugihen, Margono Slamet, & Djoko Susanto. (2008). Potensi
Masyarakat dan Kelembagaan Lokal dalam Pemberdayaan Keluarga Miskin
di Perdesaan (Studi Kasus Kabupaten Bone). Jurnal Penyuluhan
Diaz, D., & Jufrizen. (2014). Pengaruh Return On Assets (ROA) dan Return On
Equity (ROE) Terhadap Earning Per Share (EPS) pada Perusahaan Asuaransi
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen dan Bisnis, 14(2),
3–5
Djogo, T., Sunaryo, D., Suharjito, & Sirait, M. (2003). Kelembagaan dan
kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. World Agroforestry Centre
(ICRAF)
Faishol, A. (2014). Penerapan Balanced Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja
pada Lembaga Keuangan Mikro Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Bina
Mandiri. EKBIS, X(1)
Hasanah, R. M. (2015). Pengaruh Reputasi Perusahaan Terhadap Loyalitas
Nasabah Pengguna Internet Banking (Studi pada Nasabah Bank Muamalat
Indonesia Cabang Bogor). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Jakarta
Hastowiyono dan Suharyanto. (2014). Penyusunan Kelayakan Usaha dan
Pengembangan Usaha BUM Desa. Forum Pengembangan Pembaharuan
Desa (FPPD). Yogyakarta
Hidayati, Y. (2013). Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Pendekatan
Balanced Scorecard. Jurnal Akutansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 1(2),
183–189
Himawan, F. A., & Juarsah. (2005). Balanced Scorecard sebagai Alat Pengukuran
Kinerja Manajemen (Studi Kasus PT. Makro Indonesia Cabang Pasar Rebo,
Jakarta). ESENSI, 8(1)
Horne, J.C.V, dan J.M.W Jr. (2013). Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat
Kaplan, R. S., & David P. Norton. (2000). Balanced Scorecard: Menerapkan
Strategi Menjadi Aksi. Jakarta: Erlangga

90
91

Kholifaturrohmah, R. (2011). Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard


pada Unit Simpan Pinjam Koperasi Serba Usaha (KSU) Mekar Surya
Karanganyar Tahun 2010. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas maret
Kristiana, & Sri Rahayu. (2009). Balanced Scorecard Sebagai Salah Satu Metode
Pengukuran Kinerja pada Sebuah Perusahaan Perbankan. 3(1)
Kusumaningtyas, P. (2011). Analisis Kinerja keuangan dan Kepuasan Nasabah
Lembaga Keuangan Mikro Agribisni (LKM-A) Rukun Tani, Desa Citapen,
Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Maulana, V. A., Rosnita, & Eri Sayamar. (2016). Persepsi Anggota Terhadap
Kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Sumber Makmur di Desa
Kota Baru Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu. Jom
Faperta, 3(1)
Mahsun, M. (2016). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. BPFE. Yogyakarta
Moeheriono. (2014). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor: Ghalia
Indonesia
Mulyadi. (2001). Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk
Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. (Edisi Kedua). Jakarta: Salemba
Empat
Novitasari, W. (2010). Peran Nilai dalam Hubungan Antara Kualitas Layanan,
Kepuasan Konsumen, dan Reputasi Perusahaan (Survey Pada PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk, Kandatel Yogyakarta). Tesis. Yogyakarta:
Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Pai, C. C., Sintje C. Nangoy, & Arrazi Bin Hassan Jan. (2014). Perbandingan
Kinerja Keuangan dengan Menggunakan Pendekatan ROI dan EVA Antara
PT. Bank Mandiri TBK dengan PT. Bank BNI TBK. EMBA, 2(3), 1594–
1606
Perdana, P., Ahamad Rifa’i, & Didi Muwardi. (2014). Analisis Kinerja Sosial dan
Kinerja Keuangan Lembaga Keungan Mikro (LKM) Usaha Ekonomi Desa-
Simpan Pinjam (UED-SP) Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Ngaso
Mandiri Desa Ngaso Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu. Jom
Faperta, 1(2)
Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia tentang Pendirian,
Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa
Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan. (2007). Buku Panduan Pendirian
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Jakarta: PP-RPDN
Putra, K. B., Mahnisa, & Rahman, A. (2015). Analisis Kinerja Menggunakan
Metode Balance Scorecard Untuk Pencapaian Tujuan Strategis PT. KAI.
Jurnal Ekonomi Akutansi Equity, 1(1)
Ramadana, C. B., Heru Ribawanto, & Suwondo. (2013). Keberadaan Badan
Usaha Milik Desa (BUM Desa) sebagai Penguatan Ekonomi Desa (Studi di
Desa landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang). Administrasi Publik
(JAP), 1(6), 1068–1076
Sagala, R. B., Lyndon R. J. Pangemanan, & Yolanda P. I. Rori. (2016). Kinerja
Koperasi Unit Desa (KUD) Wenang Ditinjau dari Balanced Scorecard. Sosial
Ekonomi Unsrat,12(3A), 81–94
Sedarmayanti. (2003). Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam
92

Rangka Otonomi Daerah. Bandung: CV. Mandar Maju


Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba
Empat
Silaen, S., & Widiyono. (2013). Metodologi Penelitian Sosial untuk Penulisan
Skripsi dan Tesis. Katalog Dalam Terbita (KDT). In Media
Syariati, D., Kristin Rosalina, Narulita Rahmi Azriani, & Syaiful Iqbal. (2009).
Balanced Scorecard: Pedoman Praktis pada Industri Manufaktur. Malang:
UB Press
Tahaka, Y. C. (2013). Penerapan Balanced Scorecard sebagai Alata Ukur Kinerja
pada PT. Bank Sulut. EMBA, 1(4), 402–413
Tambunan, P. R., & Bethani Suryawardani. (2015). Pengaruh Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada PT. JNE Perwakilan Kawaluyaan Tahun
2014. Banking and Management Review, 4(2), 554–566.
Tompodung, O. (2014). Analisis Net Profit Margin pada Usaha Laundry di Kota
Manado. EMBA, 2(2), 1682–1690
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga
Keuangan Mikro
Undang-Undang Republik Indonesia No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah
Uphoff, N. and, & Buck, L. (2006). Strengthening rural local institutional
capacities for sustainable livelihoods and equitable development. Cornel
International Institute for Food, Agriculture and Development (CIFAD):
Washington DC
Widiarti, Y. R. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Return On Investment
(ROI) pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) 2004-2006. Jurnal EMBA, 2(3)
Wirartha, I.M. (2006) Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: CV.
Andi Offset

Anda mungkin juga menyukai