Anda di halaman 1dari 48

PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN

PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN KOLABORATIF


Diterbitkan pertama kali oleh
USAID LESTARI
WISMA GKBI, 12th Floor, Suite 1210
Jl. Jenderal Sudirman No. 28,
Jakarta Indonesia 10210
Tel. : 021 574 0565, Fax: 021 574 0566
Email: info@lestari-indonesia.org
Cetakan pertama, Januari 2018

Penulis
Sih Yuniati
Andri Santosa

Kontributor
Arif Aliadi

Editor
Sugiarto Arif Santoso

Desain dan ilustrasi


Donald Bason

Diperkenankan untuk melakukan modifikasi, penggandaan maupun


penyebarluasan buku ini untuk kepentingan pendidikan dan bukan
untuk kepentingan komersial dengan tetap mencantumkan atribut
penulis dan keterangan dokumen ini secara lengkap.

Dipersiapkan untuk U.S. Agency for International Development


oleh Tetra Tech ARD dibawah kontrak No. AID-497-TO-15-00005.

Publikasi ini dibuat dengan dukungan dari Rakyat Amerika Serikat


melalui United States Agency for International Development
(USAID). Isi dari publikasi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Tetra Tech dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau
Pemerintah Amerika Serikat.
PENGELOLAAN
KAWASAN
HUTAN
KOLABORATIF
BUKU KEENAM

USAID LESTARI
Melindungi Hutan, Mengurangi Emisi,
Melestarikan Keanekaragaman Hayati
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Sekilas tentang LESTARI
Proyek USAID LESTARI mendukung upaya Pemerintah Republik Indonesia (RI)
menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), melestarikan keanekaragaman hayati
di ekosistem hutan dan mangrove yang bernilai secara biologis serta kaya akan
simpanan karbon. Dibangun diatas pondasi proyek USAID IFACS, LESTARI
menerapkan pendekatan lanskap, yaitu sebuah kerangka kerja manajemen tata
guna lahan terintegrasi yang berupaya untuk mensinergikan kebijakan lintas
sektor dengan tujuan guna menyelaraskan pembangunan dan tujuan konservasi.
Upaya ini bisa dicapai melalui perbaikan tata guna lahan, tata kelola hutan lindung,
perlindungan spesies kunci, praktik sektor swasta dan industri yang berkelanjutan,
serta peningkatan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dalam kegiatan
konservasi. Proyek LESTARI diimplementasikan oleh Tetra Tech bersama mitra
konsorsium yang terdiri dari WWF-Indonesia, Winrock International, Wildlife
Conservation Society (WCS), Blue Forests, Yayasan Sahabat Cipta, PT Hydro
South Pole Carbon, Sustainable Travel International (STI), Michigan State
University, dan FIELD Foundation. Proyek LESTARI berlangsung dari Agustus
2015 hingga Juli 2020.

TUJUAN LOKAL DAN GLOBAL


Hutan hujan tropis di Indonesia yang luas, lahan gambut, dan hutan bakau
mengandung cadangan karbon bagi kepentingan lokal dan global. Hutan-hutan ini
juga merupakan sumber keanekaragaman hayati dengan berbagai spesies penting
dan menyediakan jasa ekosistem yang berharga, seperti penyediaan air bersih
dan menyediakan sumber penghidupan, bagi lebih dari 30 juta orang. Sayangnya,
deforestasi dan degradasi hutan mengancam keberadaan hutan hujan tropis di
Indonesia. LESTARI mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengatasi ancaman
yang memiliki dampak lokal dan global ini.

FOKUS GEOGRAFIS
LESTARI bekerja di enam lanskap yang dicirikan oleh wilayah hutan primer utuh,
cadangan karbon tinggi, dan kekayaan keanekaragaman hayati. Lanskap tersebut
berada di Aceh (Lanskap Leuser), Kalimantan Tengah (Lanskap Katingan-
Kahayan), dan Papua (Lanskap Lorentz, Mappi-Bouven Digoel, Sarmi dan
Cyclops).

i
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Hasil yang ingin dicapai adalah:

• Penurunan total emisi CO2 ekuivalen sebesar 41 persen dari kegiatan


pemanfaatan lahan, perubahan pemanfaatan lahan dan deforestasi di seluruh
wilayah lanskap proyek;

• Perbaikan pengelolaan 8,42 juta hektar hutan primer atau sekunder,


termasuk wilayah yang menjadi habitat orangutan;

• Perbaikan manajemen paling tidak, di enam wilayah konservasi, sehingga


mampu melestarikan habitat orangutan dan spesies kunci lainnya, dan
mengurangi perburuan spesies hewan endemik;

• Paling tidak terwujud sepuluh Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) yang
memromosikan pembangunan rendah emisi dan pembangunan berbasis
konservasi;

• Penggalangan dana dari sumber pemerintah dan swasta, dalam bentuk


investasi bersama guna menunjang keberhasilan proyek;

• Meningkatnya komitmen para pemangku kepentingan dari sektor swasta,


pemerintah dan masyarakat dalam mendukung upaya konservasi dan
pemanfaatan hutan secara berkelanjutan berikut perlindungan spesies yang
hidup di dalamnya;

• Terciptanya kebijakan, undang-undang, peraturan, dan prosedur - yang


mendukung pembangunan rendah emisi, perbaikan pengelolaan dan
konservasi hutan – yang disahkan dan diterapkan di semua jenjang; dan

• Terdapat model untuk integrasi strategi pembangunan rendah emisi


dan konservasi hutan di tingkat kabupaten, provinsi dan nasional yang
didistribusikan ke semua level pemerintahan dan pemangku kepentingan
kunci lainnya.

STRATEGI
LESTARI memiliki tiga kegiatan
tematik yang saling terkait:
1) Tata Kelola Hutan dan
Lahan, serta advokasi,
2) Kemitraan dalam
Konservasi, dan
3) Pelibatan Pihak
Swasta. Masing-
masing tema teknis
diterapkan dengan
sinergis dan dukung
oleh berbagai
pendekatan
strategis.

ii
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
DAFTAR ISI
SEKILAS TENTANG LESTARI ....................................................................................................i

DAFTAR ISTILAH ........................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................1

BAB 1: KONSEP KOLABORATIF ...........................................................................................2

1.1. Situasi dan Kondisi Desa di Dalam dan Sekitar Hutan ................................2

1.2. Peluang Kolaborasi ......................................................................................................2

1.3. Kolaborasi dan Syarat-Syaratnya ..............................................................................4

1.4. Pihak-Pihak dalam Pengelolaan Kawasan Sumberdaya Alam atau Hutan


Kolaboratif ......................................................................................................................6

BAB 2: PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN KOLABORATIF DALAM PERHUTANAN


SOSIAL .........................................................................................................................................10

2.1. Pengantar .....................................................................................................................10

2.2. Tata Cara Permohonan Hak Pengelolaan dan Izin Pemanfaatan Hutan dalam
Perhutanan Sosial .........................................................................................................18

DAFTAR BACAAN ..................................................................................................................32

DAFTAR REGULASI TERKAIT ..........................................................................,....................33

LAMPIRAN .................................................................................................................................34

Lampiran 1. Contoh Format Permohonan IUPHKm dan Lampiran ...............................34

Lampiran 2. Contoh Format Permohonan HPHD dan Lampiran .................................36

Lampiran 3. Pengalaman Fasilitasi Permohonana Hal Pengelolaan Hutan Desa ........37

iii
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Kata Pengantar
Panduan ini akan sangat membantu pendamping desa, tim penyusun RPJM Desa,
dan/atau Kepala Desa untuk memahami konsep pengelolaan hutan kolaboratif
sebagai bagian dalam perumusan RPJM Desa Berkelanjutan bagi desa-desa yang
ada di dalam dan sekitar hutan. Posisi desa yang berada di dalam dan sekitar
hutan mengkondisikan sebagian besar penghidupan masyarakatnya bersumber
dari hutan. Pada sisi kebijakan mengenai pengelolaan hutan sudah cukup terperinci
mengatur mengenai bagaimana pemanfaatan hutan oleh warga desa sebagai
sumber penghidupannya. Meskipun demikian dalam realitasnya, peraturan mengenai
pengelolaan hutan tersebut belum cukup optimal diterapkan. Pada umumnya hal
ini disebabkan oleh belum menyeluruhnya pemahaman para pihak akan manfaat
yang diperoleh dalam berkolaborasi dalam pemanfaatan hutan sebagai sumber
penghidupan. Secara bertahap melalui pemahaman yang memadai diharapkan
kolaborasi para pihak dalam pengelolaan hutan dapat terlaksana. Bagi lingkungan
hidup kolaborasi pengelolaan hutan akan berdampak pada kelestarian hutan, dan
bagi masyarakat tentu akan meningkatkan penghasilan dari hasil pemanfaatan hutan
secara lestari.

Secara umum panduan ini diharapkan ikut membantu memperkuat tata kelola hutan
di tingkat desa dengan meningkatkan kepercayaan antara kelompok masyarakat
desa, pemerintahan desa dengan instansi kehutanan setempat. Diharapkan bahwa
pendekatan penguatan tata kelola hutan di tingkat desa ini juga bisa meningkatkan
koordinasi semua pihak untuk berkolaborasi sepenuhnya demi kepentingan
pengelolaan ekosistem hutan untuk pembangunan berkelanjutan.

Panduan ini memuat tata cara permohonan perizinan dan pengakuan dalam
pemanfaatan hutan seperti Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan
Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan serta Pemberdayaan
Masyarakat dalam Kawasan Konservasi. Panduan ini dilengkapi dengan format-
format permohonan dan peraturan-peraturan terkait dengan permohonan untuk
memanfaatkan kawasan hutan tersebut. Berbagai pola ini diharapkan dapat
memberi kepastian hukum bagi warga desa untuk menambah penghasilan dari hutan
sekaligus melindungi hutan secara lestari. Perlu disampaikan bahwa proyek LESTARI
sudah melaksanakan permohonan izin untuk Hak Pengelolaan Hutan Desa. Dan
dalam panduan ini disisipkan langkah-langkah permohonan izin HPHD yang sudah
dikerjakan proyek LESTARI. Kami berharap di masa mendatang pengalaman dalam
pemanfaatan hutan lainnya seperti HKm, HTR, dan lainnya dapat didokumentasikan
kembali.

Tim Penulis

1
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN

BAB 1 KONSEP
KOLABORATIF
1.1. Situasi dan Kondisi Desa di Dalam dan Sekitar Hutan
Desa atau yang disebut dengan nama lainnya adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (lihat UU
Desa No. 6 Tahun 2014). Kewenangan baru berdasarkan undang-undang ini
tentu membuka lembaran baru bagi desa dalam pembangunan dan kepentingan
masyarakat di wilayahnya. Selain kewajiban untuk menggali hak asal usul,
kepastian wilayah menjadi penting untuk menentukan batas kewenangan yang
dimiliki desa dalam upaya mengatur dan mengurus sumber daya yang dimilikinya.

Dari lebih dari 79 ribu desa di Indonesia terdapat kurang lebih 35 ribu desa ada di
dalam dan sekitar hutan. Desa-desa ini tentu secara langsung atau tidak langsung
bergantung pada hutan tersebut, bahkan di beberapa tempat masyarakatnya
mempunyai pola hubungan tertentu dengan hutan. Walau demikian di banyak
tempat, desa merasa tidak punya kewenangan untuk mengatur dan mengurus
hutan tersebut, selain ketidakjelasan wilayah administrasi desa dan hutan,
penguasaan oleh pihak lain menjadi penyebab kondisi tersebut. Akibatnya desa
merasa tidak menjadi bagian dari ekosistem hutan tersebut, tidak menjadi dari
pengelolaan hutan yang ada di wilayahnya.

Desa sebagai bagian dari pemerintah seharusnya dapat menjadi mitra, bahkan
pengelola hutan di tingkat tapak, mengingat pengelolaan hutan selama ini tidak
efektif. Dari kurun waktu 2010-2015, Indonesia kehilangan luas hutannya kurang
lebih 684.000 hektar setiap tahun1. Hal ini tentu mengancam 124 juta hektar luas
hutan yang dimiliki Indonesia saat ini. Keterlibatan desa dan pihak-pihak lain tentu
sangat dibutuhkan di tengah keterbatasan pemerintah dalam pengelolaan hutan
yang sangat luas di Indonesia. Keterlibatan desa dalam pengelolaan hutan juga
dapat dipandang sebagai upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan sehingga
dapat berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan
sekitar hutan yang biasanya dalam kondisi miskin akibat keterbatasan akses.

1.2. Peluang Kolaborasi


Keterlibatan desa dalam pengelolaan sumber daya hutan dapat dilakukan dengan
mengelola hutan milik desa yang menjadi aset desa sesuai UU No. 6 Tahun
2014 tentang Desa atau melalui Perhutanan Sosial dengan landasan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No. 83 Tahun 2016
tentang Perhutanan Sosial. Perhutanan Sosial dalam peraturan ini dinyatakan
sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan
hutan negara atau hutan hak / hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat
setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan

1
http://regional.kompas.com/read/2016/08/30/15362721/setiap.tahun.hutan.indonesia.
hilang.684.000.hektar.

2
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya. Bentuk-
bentuk Perhutanan Sosial dapat berupa Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan,
Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.

Perhutanan Sosial selain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat dan pelestarian fungsi hutan juga untuk menyelesaikan permasalahan
tenurial. Hal ini mengingat banyaknya masyarakat miskin yang berada di dalam
dan sekitar hutan, tingkat kerusakan hutan yang masif, dan maraknya konflik
tenurial kawasan hutan. Perhutanan Sosial selain membuka ruang lebar bagi desa
untuk mengelola hutan melalui lembaga desa dan hutan desanya, juga membuka
ruang hutan adat ketika masyarakat ingin kembali ke asal usulnya menjadi
masyarakat hukum adat. Karenanya, Perhutanan Sosial juga membuka ruang bagi
Hutan Hak, baik Hutan Adat maupun Hutan Hak lainnya yaitu Hutan Rakyat
dan Hutan Milik Desa. Peraturan tentang Hutan Hak ini diatur dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.32 Tahun 2015 tentang Hutan
Hak.

Peraturan Hutan Hak selain mengatur lebih lanjut tentang penetapan Hutan Hak,
hak dan kewajiban pemangku Hutan Hak, serta kompensasi dan insentifnya juga
dalam kerangka melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35 Tahun 2012.
Putusan tersebut menyatakan bahwa Hutan Adat bukan menjadi bagian dari
Hutan Negara melainkan Hutan Hak.

Perhutanan Sosial juga membuka ruang kemitraan kehutanan di kawasan


konservasi yang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 disebut dengan
Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) . Pada
praktiknya Kawasan Suaka Alam diterjemahkan dalam bentuk Cagar Alam
dan Suaka Margasatwa, sedangkan Kawasan Pelestarian Alam diterjemahkan
dalam bentuk Taman Nasional, Taman Wisata Alam, dan Taman Buru. Dalam
PermenLHK No. P.83 Tahun 2016 dinyatakan bahwa kemitraan kehutanan adalah
kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan dan pemegang
izin. Jadi selain dengan pemegang izin maka masyarakat setempat dapat bekerja
sama dengan KPH (Kesatuan Pengelola Hutan) dan pengelola KSA-KPA,
dalam hal ini Balai Taman Nasional atau Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Masyarakat yang menjadi peserta kemitraan kehutanan di kawasan konservasi
disebut mitra konservasi. Kemitraan kehutanan di kawasan konservasi ini juga
merupakan bentuk kerja sama pemberdayaan masyarakat dan sejalan dengan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA jo
PP No. 108 Tahun 2015.

Dalam PP No. 108 Tahun 2015 tersebut selain kemitraan kehutanan, bisa
dilakukan pengembangan desa konservasi, pemberian akses untuk memungut
hasil hutan bukan kayu di zona atau blok tradisional atau pemanfaatan tradisional,
dan pemberian izin pengusahaan jasa wisata alam sebagai bentuk pemberdayaan
masyarakat di kawasan konservasi. PermenLHK No. 83 Tahun 2016 mewajibkan
pengelola atau pemegang izin di kawasan konservasi melaksanakan kemitraan
dengan mitra konservasi.

Perhutanan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Konservasi menjadi


instrumen kebijakan dalam kolaborasi pengelolaan sumber daya alam terutama
hutan.

3
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
1.3. Kolaborasi dan Syarat-Syaratnya
1.3.1. Pengertian Kolaborasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
(SDA) atau Hutan
Perkembangan pendekatan kolaborasi dalam pengelolaan sumberdaya alam atau
hutan mulai muncul sebagai respon atas tuntutan kebutuhan akan manajemen
pengelolaan sumber daya yang baru, yang demokratis, yang lebih mengakui
perluasan yang lebih besar atas dimensi manusia dalam mengelola pilihan-pilihan,
mengelola ketidakpastian, mengelola kerumitan dari potensi keputusan dan
membangun kesepahaman, dukungan, kepemilikan atas pilihan-pilihan bersama2.
Pendekatan kolaborasi juga dikenal sebagai salah satu pendekatan yang bukan
bersifat permusuhan (nonadversarial approach) untuk penyelesaian problem
dan penyelesaian konflik (Straus, 2002).

Terdapat berbagai pengertian tentang pengelolaan kawasan sumberdaya alam


atau hutan kolaboratif. Dengan memperhatikan konsep tentang perkembangan
pendekatan kolaborasi dan kondisi di Indonesia sebagaimana diuraikan diatas,
pengertian manajemen kolaboratif dapat diuraikan sebagai berikut:

“Manajemen kolaboratif merupakan suatu situasi dimana dua atau lebih


pihak melakukan negosiasi, menentukan dan menjamin di antara mereka

2
Julia M. Wondolleck dan Steven L. Yaffee. Making Collaboration Work: Lessons from Innovation in
Natural Resource Management. Califonia: Island Press, 2000. hal 14

4
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
sendiri untuk membagi fungsi pengelolaan, hak dan kewajiban atas satu
wilayah, atau sumber daya alam di dalam satu lanskap.3”

Dalam mekanisme pengelolaan kawasan sumberdaya alam atau hutan


kolaboratif diperlukan kesepakatan atau perjanjian di antara para pihak yang
melakukan kolaborasi yang biasa dikenal dengan “Perjanjian Manajemen
Kolaboratif ”. Perjanjian manajemen (pengelolaan) kolaboratif adalah suatu
kesepakatan yang disusun dan ditandatangani oleh dua pihak atau lebih untuk
bekerja sama dalam mengelola suatu kawasansumber daya alam atau hutan
tertentu.

Tujuan pengelolaan kawasan sumberdaya alam atau hutan kolaboratif:


1. Mengelola penggunaan hutan dan hasil hutan melalui negosiasi prinsip dan
praktek yang sama-sama disetujui di antara pemangku kepentingan;
2. Menetapkan proses pembagian kekuasaan antar pemangku kepentingan
ketika membuat keputusan atas sumber daya (Ingles, Musch dan Qwist-
Hoffman, 1999).

Untuk obyek pengelolaan suatu kawasan sumber daya alam tertentu, Bingham
telah mengidentifikasi 6 kategori isu-isu lingkungan sengketa sumberdaya alam
atau hutan dimana jalan keluar (solution) secara kolaboratif dapat diupayakan
melalui: land use (tata guna lahan), natural resource management and public land
use (pengelolaan sumber daya alam dan tata guna lahan publik), water resource
(sumber daya air), energy (energi), air quality (kualitas udara) dan toxic (racun).

1.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bekerjanya Kolaborasi


Berikut ini akan diringkaskan pokok-pokok pikiran Gray tentang lima ciri penting
yang menentukan proses kolaborasi4.

Pertama, membutuhkan keterbukaan karena dalam kolaborasi antara


pemangku kepentingan harus saling memberi dan menerima (give and take)
untuk menghasilkan solusi bersama. Oleh karena itu pada tahap awal
kolaborasi penting ada kesadaran
dan perhatian terhadap cara dimana
kepentingan pemangku kepentingan
dirangkai dan alasan mengapa antara
pemangku kepentingan membutuhkan
satu dengan yang lain (saling
ketergantungan) untuk menyelesaikan
problemnya.

Kedua, menghormati perbedaan dan


menjadikan sumber potensi kreatif
untuk membangun kesepakatan.

3
LESTARI Glossary of Terms. LESTARI, March 2017. Hal 4
4
Julia M. Wondolleck dan Steven L. Yaffee. Making Collaboration Work: Lessons from Innovation in
Natural Resource Management. Califonia: Island Press, 2000 . hal 11-16.

5
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Ketiga, peserta dalam kolaborasi secara langsung bertanggung jawab untuk
pancapaian kesepakatan tentang suatu jalan keluar.

Keempat, membutuhkan satu jalan keluar yang disepakati untuk arahan


interaksi di antara pemangku kepentingan di masa depan. Penetapan hubungan
baru di antara pemangku kepentingan selama kolaborasi perlu dinegosiasikan dan
diarahkan untuk menyelesaikan problem yang dihadapi.

Kelima, membutuhkan kesadaran bahwa kolaborasi adalah suatu proses dari


pada sebagai resep. Dengan memandang kolaborasi sebagai suatu proses, maka
menjadi mungkin menggambarkan penyebab dan pengembangan kolaborasi,
selain juga bagaimana organisasinya berubah dari awal hingga akhir. Oleh karena
itu, kolaborasi dapat dipikirkan sebagai suatu forum yang bersifat temporer dan
berevolusi untuk menyelesaikan suatu problem.

1.4. Pihak-pihak Dalam Pengelolaan Kawasan Sumberdaya


Alam atau Hutan Kolaboratif
Pengelolaan kawasan sumberdaya alam atau hutan kolaboratif adalah jantung
dari pengelolaan sumberdaya alam atau hutan berbasis masyarakat. Aktor
dalam pengelolaan kawasan ini adalah para pihak terutama masyarakat yang
memiliki kepentingan terhadap keberadaan dan pengelolaan suatu kawasan
sumberdaya alam atau hutan tertentu. Idealnya, semua pemangku kepentingan
(pihak yang berkepentingan), terutama masyarakat lokal dan masyarakat
yang bergantung kepada hutan terlibat dalam menentukan informasi yang
dibutuhkan dan merancang system pengumpulannya. Analisis persoalan/situasi
dari hasil informasi yang dikumpulkan secara bersama-sama dapat meredam
atau mencegah timbulnya persoalan pengelolaan kawasan sumberdaya alam
atau hutan di kemudian hari. Walaupun demikian kadang-kadang hambatan
persoalan waktu dan sumber daya keuangan menghalangi dijalankannya analisa
persoalan/situasi secara tuntas. Dalam situasi semacam itu, penyebab
keterbatasan-keterbatasan tersebut perlu dicarikan solusinya secara bersama-
sama. Aktivitas ini sangat penting bagi proses membangun kolaborasi.
Mengambil jalan pintas dalam proses kolaborasi hampir pasti berakibat
ditemuinya kesulitan di kemudian hari.

1.4.1. Apa yang Memotivasi Orang untuk Berkolaborasi ?


Dalam pengelolaan kawasan sumberdaya alam atau hutan berbasis masyarakat
terdapat suatu tantangan untuk membangun dan memelihara proses kolaborasi
dalam semua tahap perancangan maupun pelaksanaannya. Demikian pula, dalam
mendukung suatu proses pengelolaan kawasan tersebut menuntut pemahaman
tentang apa yang memotivasi pemangku kepentingan untuk berpartisipasi.
Pemangku kepentingan yang mau bekerja bersama-sama dalam pengelolaan
kawasan ini perlu mempercayai bahwa:
• Kolaborasi akan memberikan hasil positif;
• Pilihan-pilihan lain untuk mencapai solusiakan melayani kepentingan mereka;
• Perlu untuk mencapai kesepakatan yang jujur dalam pengelolaan sumber
daya ini di antara para pemangku kepentingan;

6
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
• Terdapat kapasitas di antara para
pemangku kepentingan untuk
berpartisipasi dalam
manajemen kolaboratif;
• Para pemangku kepentingan
kunci lainnya akan setuju untuk
berkolaborasi (Gray,1989).

Proses yang digunakan dalam


mendukung pengelolaan kawasan
sumberdaya alam atau hutan
lestari akan memudahkan pemangku
kepentingan memahami tentang
komitmen, dan mengapa melakukan
pengelolaan kolaborasi terhadap
kawasan ini. Proses ini untuk
mengenal dorongan pemangku
kepentingan bekerja bersama
membangun pemahaman dan
komitmen. Membangun lingkungan
yang memungkinkan untuk kolaborasi
memang akan memakan waktu, sumber daya dan mekanisme untuk menyatukan
orang-orang (para pihak). Sayangnya didalam praktek, prasyarat ini kurang
diperhitungkan.

Komitmen suatu kelompok untuk berkolaborasi tergantung pada persepsi bahwa


kesepakatan di antara pemangku kepentingan akan memberikan hasil yang positif
bagi anggotanya. Hasil positif itu meliputi:
• Keuntungan materiil;
• Pengakuan masa pemakaian dan hak penggunaan;
• Bertambahnya identitas sosial budaya;
• Pencapaian kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.

1.4.2. Elemen Manajemen Kolaborasi


Elemen kunci dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan sumberdaya alam
atau hutan kolaboratif meliputi (diadaptasi dari Worah, Svendsen daan Ongleo,
1999):
1. Analisis bersama terhadap situasi;
2. Negosiasi dan kesepakatan pemangku kepentingan;
3. Membangun kapasitas perubahan;
4. Kemitraan dan aliansi untuk implementasi;
5. Membuat dan memelihara proses pembelajaran kolaboratif;
6. Membuat dan mendorong mekanisme untuk mengelola konflik.

2
FAO, Forestry Department, Community Forestry: Ten Years in Review, 1978.

7
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Elemen manajemen kolaborasi diatas menjadi pondasi bagi pemangku
kepentingan untuk melakukan perjanjian dengan pemangku kepentingan lain
dalam pengelolaan kawasan sumberdaya alam dan hutan kolaboratif.

Secara umum perjanjian manajemen kolaboratif merupakan suatu kesepakatan


yang disusun dan ditandatangani oleh dua pihak atau lebih untuk bekerjasama
dalam mengelola suatu kawasan sumber daya alam atau hutan tertentu. Terkait
dengan LESTARI, perjanjian ini dapat berbentuk dalam berbagai kesepakatan
seperti: 1) kemitraan dengan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) atau dengan pihak
swasta yang memiliki konsesi di wilayah hutan tertentu; 2) Izin atau pengelolaan
perhutanan sosial seperti; hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan
tanaman rakyat; 3) kesepakatan bersama yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan. Terdapat 3 (tiga) elemen tekhnis kerjasama pengelolaan kawasan
sumberdaya alam atau hutan kolaboratif yaitu : ada kawasan hutan/sumberdaya
alam yang dikelola dan atau dilindungi bersama; ada rencana kerja bersama
terhadap pengelolaan atau perlindungan terhadap kawasan tersebut; dan ada
hak dan kewajiban masing-masing pihak sebagai bentuk komitmen dari mereka.

8
9
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN

BAB 2 PENGELOLAAN
KAWASAN HUTAN
KOLABORATIF DALAM
PERHUTANAN SOSIAL
2.1. Pengantar
Konsep pengelolaan kawasan hutan kolaboratif sebagaimana diuraikan sebelum-
nya dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial karena
memiliki kesamaan prinsip dasarnya sebagaimana tertuang dalam pengertian
perhutanan sosial yaitu masyarakat sebagai pelaku utama. Adapun dasar hukum
Perhutanan Sosial adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomer 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial. Pengertian Perhutanan
Sosial yang tercantum dalam Permen ini adalah system pengelolaan hutan
lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan
adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat
sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan
lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan desa (HD), Hutan
Kemasyarakatan (HKm); Hutan Tanaman Rakyat (HTR); Hutan Adat (HA) dan
Kemitraan Kehutanan. Perhutanan Sosial dijalankan dengan memperhatikan
prinsip: keadilan; keberlanjutan; kepastian hukum; partisipatif dan bertanggung
gugat.

Permohonan legalitas hak pengelolaan/izin pemanfaatan/pengakuan pengelolaan


kawasan hutan berdasarkan Peta Indikatif Area Perhutanan Sosial (PIAPS yaitu
peta yang memuat areal kawasan hutan negara yang dicadangkan untuk
perhutanan sosial.

PIAPS ditetapkan melalui:


1. Harmonisasi peta yang dimiliki oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK) dengan peta yang
dimiliki oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan sumber-
sumber lain.
2. Konsultasi dengan pemerintah
provinsi, kabupaten/kota dan para
pihak terkait.

PIAPS ditetapkan oleh Menteri LHK dan


direvisi setiah 6 (enam) bulan sekali oleh
Direktorat Jenderal yang membidangi
Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

10
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
atas nama menteri LHK. PIAPS dipioritaskan untuk penyelesaian konflik, kegiatan
restorasi gambut dan/atau restorasi ekosistem.

Lokasi untuk Permohonan hak/izin/pengakuan pengelolaan kawasan hutan bila


berada di luar PIAPS tetap dapat diajukan kepada menteri LHK difasilitasi oleh
Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS) dan sebagai bahan
revisi PIAPS. Pokja PPS adalah kelompok kerja yang membantu fasilitasi dan
verifikasi kegiatan percepatan Perhutanan Sosial.

Ada satu skema pengelolaan kawasan SDA/Hutan Kolaboratif yang tidak


termasuk dalam skema Perhutanan Sosial yaitu Pemberdayaan Masyarakat dalam
Kawasan Konservasi (KK). Gambaran ke enam skema tersebut disampaikan
dalam table berikut ini:

11
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Tabel 1. Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan
Adat, Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat Di Kawasan Konservasi

HUTAN KEMASYARAKATAN HUTAN DESA (HD) HUTAN TANAMAN RAKYAT


(HKm) (HTR)
BATASAN/ Hutan negara yang pemanfaatan Hutan Negara yang dikelola Hutan tanaman pada hutan
DEFINISI utamanya ditujukan untuk oleh desa dan dimanfaatkan produksi yang dibangun oleh
memberdayakan masyarakat. untuk kesejahteraan desa. kelompok masyarakat untuk
meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan
menerapkan silvikultur dalam
rangka menjamin kelestarian
sumber daya hutan.

LEGALITAS Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Hak Pengelolaan Hutan Desa Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Kemasyarakatan (IUPHKm). (HPHD). Hutan Kayu pada Hutan
Tanaman Rakyat (IUPHHK-
HTR).

LOKASI • Kawasan Hutan Lindung dan • Kawasan Hutan Lindung dan • Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
atau Kawasan Hutan Produksi atau Hutan Produksi yang Hutan Kayu pada Hutan
yang belum dibebani izin. belum dibebani hak. Tanaman Rakyat (IUPHHK-
• Hutan Lindung yang dikelola • Hutan Lindung yang dikelola HTR).
oleh Perum Perhutani. oleh Perum Perhutani. • Hutan Produksi yang belum
• Wilayah tertentu pada KPH. • Wilayah tertentu pada KPH. dibebani izin.
• Wilayah tertentu pada KPH.

SIAPA YANG Kelompok atau gabungan Lembaga Pengelola Hutan Perseorangan yang merupakan
MENGAJUKAN kelompok masyarakat; atau Desa (LPHD). Lembaga ini petani hutan, perseorangan
PERMOHONAN koperasi. dapat membentuk membentuk yang memperoleh pendidikan
DAN YANG Koperasi Desa atau Badan Kehutanan atau yang pernah
MENGELOLA Usaha Milik Desa. pendamping di bidang
HUTAN Kehutanan, Kelompok tani hutan,
gabungan kelompok tani hutan
atau koperasi tani hutan.

PEMBERI HAK IUPHKm diberikan oleh HPHD diberikan oleh Menteri IUPHHK-HTRdiberikan
PENGELOLAAN Menteri dan dapat didelegasikan dan dapat didelegasikan kepada oleh Menteri dan dapat
/IZIN kepada Gubernur, dengan Gubernur, dengan ketentuan didelegasikan kepada Gubernur,
PEMANFAATAN ketentuan provinsi yang provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan provinsi
HUTAN bersangkutan telah memasukan telah memasukan PS ke dalam yang bersangkutan telah
PS ke dalam Rencana Rencana Pembangunan Jangka memasukan PS ke dalam
Pembangunan Jangka menengah menengah daerah (RPJMD) Rencana Pembangunan Jangka
daerah (RPJMD) atau Peraturan atau Peraturan Gubernur menengah daerah (RPJMD) atau
Gubernur mengenai PS dan mengenai PS dan memiliki Peraturan Gubernur mengenai
memiliki anggaran dalam anggaran dalam Anggaran PS dan memiliki anggaran dalam
Anggaran Pendapatan dan Pendapatan dan Belanja Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Daerah. Belanja Daerah.

Pendelegasian ditetapkan Pendelegasian ditetapkan Pendelegasian ditetapkan dengan


dengan Keputusan menteri dengan Keputusan menteri Keputusan menteri LHK
LHK. LHK.

12
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
HUTAN ADAT (HA) KEMITRAAN KEHUTANAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM
KAWASAN KONSERVASI
Hutan Adat adalah hutan Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama Pengembangan kapasitas dan pemberian akses
yang berada di dalam wilayah antara masyarakat setempat dengan pemanfaatan KSA dan KPA.
masyarakat hukum adat. pengelola hutan, pemegang izin usaha
pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam
pakai kawasan hutan, atau pemegang izin
usaha industri primer hasil hutan.

SK Penetapan Hutan Adat. Kesepakatan kerja sama antara pengelola • Pengembangan Desa Konservasi & Pemberian
hutan/pemegang izin dg masyarakat Akses [PermenLHK masih draf]
setempat. • Kemitraan
• Kesepakatan kerja sama
• Jasa Wisata Alam UPJWA (izin Usaha
Pengusahaan Jasa Wisata Alam).

• Kawasan Hutan Lindung • Kawasan Suaka Alam (KSA). • Kawasan Suaka Alam (KSA)
• Kawasan Hutan • Kawasan Pelestarian Alam (KPA). • Kawasan Pelestarian Alam (KPA)
• Produksi • Wilayah tertentu pada KPH.
• Kawasan Hutan Konservasi • Kawasan Hutan yg dibebani izin usaha
• Areal Penggunaan Lain pemanfaatan hutan/jasa hutan.
(APL) • Kawasan Hutan yg dibebani izin pinjam
pakai kawasan hutan.
• Kawasan Hutan yg dibebani izin usaha
industri primer hasil hutan.

Masyarakat Hukum Adat Masyarakat Setempat Masyarakat di Sekitar KSA KPA


Mitra Konservasi
IUPJWA;
• Di Suaka Margasatwa hanya diberikan kepada
perorangan.
• Di Taman Nasional dan Taman Wisata Alam
dapat diberikan kepada perorangan dan
koperasi

IPUJWA perseorangan diprioritaskan bagi


masyarakat setempat.

Dirjen PSKL atas nama Kesepakatan Pengelola Hutan atau Pengelola KSA KPA
Menteri Lingkungan Hidup dan Pemegang Izin dengan masyarakat
Kehutanan. setempat.

13
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN

HUTAN KEMASYARAKATAN HUTAN DESA (HD) HUTAN TANAMAN RAKYAT


(HKm) (HTR)
TATA CARA Secara manual atau secara Secara manual atau secara Secara manual atau secara
PERMOHONAN elektronik (online/daring). elektronik (online/daring). elektronik (online/daring).

SYARAT Permohonan IUPHKm Permohonan Lokasi Permohonan IUPHHK HTR


PENGAJUAN dilampiri: HPHD berada dalam dilampiri:
IZIN/HAK • Daftar nama masyarakat wilayah administrasi desa. • Daftar nama masyarakat
PENGELOLAAN/ calon anggota kelompok Permohonan HPHD dilampiri: setempat calon anggota HTR
PENGAKUAN HKm yang diketahui oleh • Peraturan Desa (Perdes) yang diketahui Kepala Desa/
TERHADAP Kela Desa/Lurah; tentang Pembentukan Lurah atau akte pendirian
PENGELOLAAN • Gambaran umum wilayah, Lembaga Desa; koperasi;
HUTAN keadaan fisik wilayah, sosial • Keputusan Kepala Desa • Daftar nama anggota;
ekonomi, dan potensi tentang struktur organisasi • Kartu tanda penduduk; atau
kawasan; lembaga desa, kperasi desa Keterangan domisili untuk
• Peta usulan lokasi minimal dan Badan Usaha Milik Desa koperasi;
skala 1:50.000 berupa (BUMDes); • Gambaran umum wilayah,
dokumen tertulis dan • Gambaran umum wilayah, keadaan fisik wilayah, sosial
elektronik dalam bentuk keadaan fisik wilayah, sosial ekonomi, dan potensi
shape file. ekonomi, dan potensi kawasan;
kawasan; • Peta usulan lokasi minimal
• Peta usulan lokasi minimal skala 1:50.000 berupa
skala 1:50.000 berupa dokumen tertulis dan
dokumen tertulis dan elektronik dalam bentuk shape
elektronik dalam bentuk file.
shape file.

14
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
HUTAN ADAT (HA) KEMITRAAN KEHUTANAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM
KAWASAN KONSERVASI
• Masyarakat hukum adat • Pengelola Hutan atau Pemegang Izin • Permohonan IUPJWA diajukan pemohon
mengajukan permohonan memohon kepada Menteri LHK kepada Kepala UPT dg tembusan kepada Kepala
penetapan hutan adat untuk melakukan kemitraan dengan SKPD yg membidangi pariwisata.
kepada Menteri LHK. masyarakat setempat dengan tembusan • Kepala UPT melakukan penilaian persyaratan
• Menteri melakukan verifikasi kepada Dirjen PSKL dan Gubernur. pemohon.
& validasi dengan melibatkan • Menteri LHK memberikan persetujuan • Kepala UPT menerbitkan Surat Perintah
para pemangku kepentingan. melalui Dirjen PSKL. Pembayaran Iuran IUPJWA kepada pemohon.
• Berdasarkan verifikasi & • Pemeriksaan lapangan kelengkapan • Pemohon melunasi SPPI-IUPJWA.
validasi mk Dirjen PSKL atas masyarakat setempat yang akan • Berdasarkan buktiu pembayaran tsb maka
nama Menteri menetapkan bermitra oleh instansi calon mitranya yg Kepala UPT menerbitkan IUPJWA.
hutan adat sesuai fungsinya. dapat dibantu oleh Pokja PPS.
• Areal hutan adat yg telah • Penyusunan Naskah Kesepakatan kerja
ditetapkan dicantumkan sama yg dapat dibantu oleh Pokja PPS
dalam peta kawasan hutan. dengan melibatkan lembaga desa dan
pihak lain yang dipilih & disepakati oleh
masyarakat setempat.
• Naskah Kesepakatan kerja sama
ditandatangani pengelola/pemegang
izin dg pihak yg bermitra diketahui oleh
Kepala Desa atau Camat atau lembaga
adat setempat.
• Naskah Kesepakatan kerja sama tsb
dilaporkan pengelola/ pemegang izin
kepada Dirjen PSKL dg tembusan
Dirjen KSDAE, Gubernur/Bupati/
Walikota, Kepala Dinas provinsi, dan
Kepala UPT terkait.

• Masyarakat Hukum Adat Masyarakat setempat calon mitra, dengan Persyaratan Perseorangan Pemohon IUPJWA
yg diakui pemda melalui syarat: meliputi;
produk daerah. • Harus memiliki KTP atau Surat • KTP;
• Tedapat wilayah adat yang Keterangan Tempat Tinggal dari Kepala • NPWP;
seluruh atau sebagian Desa yg membuktikan calon mitra • Mengisi formulir yg disediakan UPT;
berupa hutan. bertempat tinggal di dalam dan/atau • Sertifikasi keahlian utk jasa interpreter;
sekitar areal pengelola hutan/pemegang • Rekomendasi forum yg diakui UPT utk bidang
izin, utk masyarakat lintas desa maka usaha jasa yg dimohon
Surat Keterangan diberikan oleh Camat
atau lembaga adat; Persyaratan Koperasi sbg Pemohon IUPJWA
• Untuk penggarap di dalam kawasan meliputi;
konservasi dibuktikan dg areal garapan • Akte Pendirian Koperasi;
sebelum ditunjuk/ditetapkan kawasan • Surat izin Usaha Perdagangan
konservasi berupa tanaman kehidupan • NPWP;
berumur paling sedikit 20 tahun atau • Surat Keterangan Pemilikan Modal;
keberadaan situs budaya; • Profil Koperasi;
• Mempunyai mata pencaharian pokok • Rencana Kegiatan Usaha Jasa yg akan dilakukan.
bergantugarapan/pungutan HHBK di
areal kerja pengelola hutang pada lahan
n atau pemegang izin.
• Mempunyai potensi untuk
pengembangan padat karya
berkelanjutan.

15
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN

HUTAN KEMASYARAKATAN HUTAN DESA (HD) HUTAN TANAMAN RAKYAT


(HKm) (HTR)
MASA BERLAKU 35 tahun dan dapat 35 tahun dan dapat 35 tahun dan dapat diperpanjang,
diperpanjang, dievaluasi diperpanjang, dievaluasi dievaluasi setiap 5 tahunsebagai
setiap 5 tahun sebagai dasar setiap 5 tahunsebagai dasar dasar perpanjangan dan tidak
perpanjangan dan tidak dapat perpanjangan dan tidak dapat dapat diwariskan.
diwariskan. diwariskan.

KETENTUAN • Bukan merupakan hak • Bukan merupakan hak • Bukan merupakan hak
PENGELOLAAN pemilikan atas kawasan pemilikan atas kawasan pemilikan atas kawasan hutan.
HUTAN hutan. hutan. • Dilarang dipindahtangankan;
• Dilarang dipindahtangankan; • Dilarang dipindahtangankan; mengubah status dan fungsi
mengubah status dan fungsi mengubah status dan fungsi kawasan hutan, digunakan
kawasan hutan, digunakan kawasan hutan, digunakan untuk kepentingan lain di luar
untuk kepentingan lain di untuk kepentingan lain di rencana pengelolaan atau
luar rencana pengelolaan luar rencana pengelolaan usaha pemanfaatan; menanam
atau usaha pemanfaatan; atau usaha pemanfaatan; kelapa sawit di areal hak/
menanam kelapa sawit di menanam kelapa sawit di izinnya.
areal hak/izinnya. areal hak/izinnya. • Dibuat pernyataan tertulis
• Dibuat pernyataan tertulis • Dibuat pernyataan tertulis diatas materai dari pemegang
diatas materai dari pemegang diatas materai dari pemegang hak/izin.
hak/izin. hak/izin. • Tidak dapat diagunkan kecuali
• Tidak dapat diagunkan kecuali • Tidak dapat diagunkan tanamannya.
tanamannya. kecuali tanamannya.

PEMANFAATAN • Pada hutan lindung: • Pada hutan lindung: • Pada hutan produksi:
AREAL berupa pemanfaatan berupa pemanfaatan pemanfaatan hasil hutan
PERHUTANAN kawasan; pemanfaatan jasa kawasan, pemanfaatan jasa kayu yang berasal dari hutan
SOSIAL lingkungan; pemanfaatan dan lingkungan, pemanfaatan dan tanaman dan belukar tua.
pemungutan Hasil Hutan pemungutan Hasil Hutan • Pemanfaatan hasil hutan
Bukan kayu. Bukan kayu. kayu di hutan produksi
• Pada hutan produksi: • Pada hutan produksi: dilaksanakan berdasarkan
berupa pemanfaatan berupa pemanfaatan rencana kerja usaha yang telah
kawasan, pemanfaatan jasa kawasan, pemanfaatan jasa disahkan.
lingkungan, pemanfaatan dan lingkungan, pemanfaatan dan
pemungutan Hasil Hutan pemungutan Hasil Hutan
Kayu dan Bukan kayu. Kayu dan Bukan kayu.
• Pemanfaatan hasil hutan • Pemanfaatan Hasil Hutan
kayu di hutan produksi Kayu di hutan produksi
dilaksanakan berdasarkan berdasarkan rencana
rencana kerja usaha yang pengelolaan hutan desa yang
telah disahkan. telah disahkan.

16
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
HUTAN ADAT (HA) KEMITRAAN KEHUTANAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM
KAWASAN KONSERVASI

• Mempertahankan fungsi • Luas Areal Kemitraan Kehutanan


hutan. mencakup:
• Menjalankan prinsip • 2 hektar/KK di areal kerja pengelola
pengelolaan hutan lestari. hutan;
• Memulihkan & • 5 hektar/KK di areal kerja pemegang
meningkatkan fungsi hutan. izin;
• Melakukan pengaman & • Pada areal berkonflik diatur sesuai
perlindungan terhadap kondisi lapangan dan secara bertahap
hutannya, antara lain diatur sesuai ketentuan diatas;
perlindungan kebakaran • Ketentuan diatas tidak berlaku
hutan dan lahan. utk kegiatan kerja sama kemitraan
pemungutan HHBK atau jasa
lingkungan.

• Mengelola & memanfaatkan • Kegiatan berbasis lahan


hutan adat sesuai dengan • Pemungutan HHBK
kearifan lokal. • Jasa lingkungan
• Memanfaatkan &
menggunakan pengetahuan
tradisional.
• Memanfaatkan hasil hutan
kayu, HHBK, dan Jasa
lingkungan.

17
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
2.2. Tata Cara Permohonan Hak Pengeloaan dan Izin
Pemanfaatan Hutan dalam Perhutanan Sosial
Permohonan hak pengelolaan dan izin pemanfaatan hutan dalam perhutanan
sosial perlu diketahui oleh Kepala Desa, pendamping desa, dan penyusun RPJM
Desa agar mereka dapat memberi pemahaman kepada warga desa tentang
peluang-peluang kolaborasi. Setiap permohonan mempunyai tata cara yang sudah
tertuang dalam PermenLHK No. 83 tahun 2016. Deskripsi ringkas mengenai
tatacara perizinan dan diagram permohonan dalam perhutanan sosial dapat
dijelaskan di bawah ini.

2.2.1. Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan


Kemasyarakatan (IUPHKm)
Sebagaimana tertuang dalam Permen LHK No. 83 Tahun 2016 tentang
Perhutanan Sosial, hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan hutan negara
yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.
Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat melalui pemberian izin pemanfaatan
hutan oleh pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut sebagai wujud
partisipasi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam
pembangunan kehutanan melalui proses merencanakan, mengusahakan,
memelihara, mengendalikan dan mengawasi serta memanfaatkan hasil hutan
(baik kayu maupun bukan kayu) dengan tujuan peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian hutan.

Tata cara permohonan IUPHKm (izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan)


diatur berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan No. P.12/PSKL/SET/PSL.0/11/2016 tentang Pedoman Verifikasi
Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kemasyarakatan. Perdirjen
ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman mengenai tatacara permohonan
dan pelaksanaan verifikasi permohonan IUPHKm secara transparan, partisipatif,
akuntabel, dan tidak diskriminatif dengan memberikan kesempatan yang sama
bagi laki-laki dan perempuan. Peraturan ini juga bertujuan untuk memberikan
panduan pelayanan bagi pemerintah dan kepastian prosedur bagi masyarakat
dalam mendapatkan IUPHKm. Adapun langkah-langkah perizinan sebagai berikut.
1. Kelompok Masyarakat mengajukan permohonan IUPHKm yang ditujukan
kepada Menteri/Gubernur dengan tembusan kepada Menteri/Gubernur,
Kepala Unit Pelaksana Tehnis (UPT), Kepala Dinas dan Kepala KPH.
Permohonan ini bisa melalui surat maupun via online dengan web
address http://pskl.menlhk.go.id/akps. Catatan: Permohonan IUPHKm
diajukan kepada Gubernur jika Menteri sudah mendelegasikan pemberian
IUPHKm kepada gubernur. Pendelegasian dilakukan jika provinsi (a)
telah memasukkan perhutanan sosial ke dalam RPJMD atau (b) memiliki
Peraturan Gubernur tentang Perhutanan Sosial. Contoh Surat Permohonan
Terlampir.

Syarat-Syarat Permohonan yaitu:

a) Surat/formulir permohonan yang telah diisi;

b) Daftar nama masyarakat setempat calon anggota kelompok HKm


yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah dilengkapi KTP/NIK

18
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
c) Gambaran umum wilayah (keadaan fisik, ekonomi, dan potensi
kawasan);

d) Peta usulan lokasi dengan skala 1:50.000 (cetak dan shapefile).


2. Dilakukan verifikasi administrasi oleh P3AP-Pusat/Provinsi (waktu 3 Hari
Kerja).
3. Bila dokumen dan persyaratan sudah lengkap dilakukan verifikasi teknis oleh
Tim Verifikasi Teknis (waktu 7 Hari Kerja).
4. Menteri/Gubernur menerbitkan IUPHKm.

Dalam bentuk diagram dapat dilihat berikut ini.

Diagram Proses Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan


(IUPHKm)

Ditolak/
Memperbaiki
Perbaikan
dokumen
Dokumen

K elompok Surat permohonan


ditandatangani Menteri KLHK/ Tahap Verifikasi Diterima
HKM Gubernur Administras i
K etua K elompok
HKm
Tembusan:
Gubernur/
Lampiran; Berita
Menteri KLHK Tahap Verifikasi
a) Daftar nama masyarakat Acara
Bupati, Teknis
setempat calon anggota Verifikas i
Kadishut, (Lapangan)
kelompok HKm yang
Ka. UPT,
diketahui oleh Ke pala
Ka.KPH
Desa/Lurah;
b) Gambaran Umum W ilayah
(Lokasi, Luas Kawasan
Hutan, K ondisi)
c) P eta usulan lokasi skala Perlu
Diterima
1:50.000 (Cetak & shapefile ) K elengkapan
Dokumen

Penerbitan
IUPHkm

19
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
2.2.2. Tata Cara Permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD)
Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan desa. Hutan desa biasanya terletak di dalam: (1) Kawasan
Hutan Lindung dan atau Hutan Produksi yang belum dibebani hak; (2) Hutan
Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani; dan (3) Wilayah tertentu pada KPH.
Pengelolaan hutan desa bertujuan untuk memberikan akses kepada masyarakat
setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumber daya hutan secara
lestari dengan harapan sebagai tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat secara berkelanjutan.

Tata cara permohonan HPHD (hak pengelolaan hutan desa) diatur berdasarkan
Perdirjen PSKL No. P.12/PSKL/SET/PSKL.0/11/ 2016 dapat disampaikan
berikut ini:
1. Lembaga Desa/Lembaga Pengelola Hutan Desa mengajukan permohonan
izin pengelolaan Hutan Desa ditujukan kepada Menteri/Gubernur dengan
tembusan kepada Menteri/Gubernur, Kepala Unit Pelaksana Tehnis (UPT),
Kepala Dinas dan Kepala KPH. Permohonan ini bisa melalui surat maupun
secara daring (online) dengan alamat situs http://pskl.menlhk.go.id/
akps. Sebagai catatan, permohonan HPHD diajukan kepada gubernur
jika menteri sudah mendelegasikan pemberian HPHD kepada gubernur.
Pendelegasian dilakukan jika provinsi (a) telah memasukkan perhutanan
sosial ke dalam RPJMD atau (b) memiliki Peraturan Gubernur tentang
Perhutanan Sosial.

Syarat-Syarat Permohonan yaitu:


a) Surat/formulir permohonan yang telah diisi yang ditandatangani oleh
Ketua LPHD (beberapa ketua LPHD atau Ketua gabungan LPHD);
Contoh format surat permohonan terlampir.
b) Peraturan Desa tentang Pembentukan LPHD;
c) Keputusan Kepala Desa tentang Susunan Pengurus LPHD;
d) Gambaran umum wilayah (keadaan fisik, ekonomi, dan potensi
kawasan);
e) Peta usulan lokasi dengan skala 1:50.000 (cetak dan shapefile).
2. Dilakukan verifikasi administrasi oleh P3AP-Pusat/Provinsi (waktu 3 Hari
Kerja).
3. Bila dokumen dan persyaratan sudah
lengkap dilakukan verifikasi Teknis oleh
Tim Verifikasi Teknis (7 Hari Kerja).
4. Menteri/Gubernur menerbitkan Ijin
Usaha Pengelolaan Hutan Desa
(IUPHD).
5. Dalam bentuk diagram dapat
dilihat berikut ini.

20
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Diagram Proses Permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD )

Ditolak/
Memperbaiki
Perbaikan
dokumen
Dokumen

Lembaga Surat permohonan


ditandatangani K etua KLHK Tahap Verifikasi Diterima
Pengelola Administrasi
Hutan Desa Lembaga P engelola
Hutan Desa (LPHD)
Tembusan:
Gubernur/ Berita
Lampiran;
Bupati, Acara Tahap Verifikasi
a) P eraturan desa Penetapan
Kadishut, Verifikasi Teknis
LPHD
Ka. UPT, (Lapangan)
b) Ke pdes tentang Susunan
Ka.KPH
Pengurus/ Penetapan
Struktur LPHD
c) Gambaran Umum Wilayah:
(Lokasi, luas, Kawasan
hutan, kondisi fisik, sosek,
potensi) Perlu
Diterima
d) P eta usulan lokasi skala K elengkapan
1:50.000 (Cetak & shapefile ) Dokumen

Penerbitan
HPHD

2.2.3. Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan


Kayu - Hutan Taman Rakyat (IUPHHK-HTR)
Seperti disebutkan diatas HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi
yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan
kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin
kelestarian sumber daya hutan. Merujuk pengertian ini sasaran dari pembanguan
HTR adalah masyarakat yang berada di dalam dan atau di sekitar hutan,
masyarakat disini terdiri dari perorangan atau kelompok masyarakat yang dapat
diberikan izin pengelolaan hutan, kemudian kawasan hutan yang dapat menjadi
sasaran lokasi HTR adalah kawasan hutan produksi yang tidak produktif, tidak
dibebani izin/hak lain, letaknya diutamakan dekat dengan industri hasil hutan dan
telah ditetapkan pencadangannya oleh Menteri Kehutanan.

Tata cara permohonan IUPHHK-HTR diatur berdasarkan Perdirjen PSKL No.


P.12/PSKL/SET/PSKL.0/11/2016 tentang Pedoman Verifikasi Permohonan Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-
HTR) dapat disampaikan berikut ini:
1. Kelompok Tani Hutan mengajukan permohonan IUPHHK-HTR yang
ditujukan kepada Menteri/Gubernur dengan tembusan kepada Menteri/
Gubernur, Kepala Unit Pelaksana Tehnis (UPT), Kepala Dinas dan

21
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Kepala KPH. Permohonan ini bisa melalui surat maupun via online
dengan web address http://pskl.menlhk.go.id/akps. Sebagai catatan,
permohonan IUPHHK-HTR diajukan kepada Gubernur jika Menteri sudah
mendelegasikan pemberian IUPHHK-HTR kepada gubernur. Pendelegasian
dilakukan jika Provinsi (a) telah memasukkan perhutanan sosial ke dalam
RPJMD atau (b) memiliki Peraturan Gubernur tentang Perhutanan Sosial.

Syarat-Syarat Permohonan yaitu:

a) Surat/formulir permohonan yang telah diisi;

b) KTP/NIK dan Kartu Keluarga atau Surat Keterangan dari Kepala


Desa, jika pemohon merupakan Tani Hutan;

c) Akte pendirian koperasi Tani Hutan (jika pemohon merupakan


Koperasi Tani Hutan);

d) Surat keterangan Kepala Desa tentang pembentukan kelompok tani


hutan/gabungan kelompok tani hutan;

e) Daftar nama anggota kelompok tani hutan/koperasi tani hutan;

f ) Gambaran umum wilayah (keadaan fisik, ekonomi, dan potensi


kawasan);

g) Peta usulan lokasi dengan skala 1:50.000 (cetak dan shapefile).


2. Dilakukan verifikasi administrasi oleh P3AP-Pusat/Provinsi (waktu 3 Hari
Kerja).
3. Bila dokumen dan persyaratan sudah lengkap dilakukan verifikasi Teknis
oleh Tim Verifikasi Teknis (7 Hari Kerja).

22
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
DIAGRAM PROSES PERMOHONAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL
HUTAN KAYU-HUTAN TANAMAN RAKYAT (IUPHHK-HTR)

Ditolak/
Memperbaiki
Perbaikan
dokumen
Dokumen

K elompok Surat permohonan


ditandatangani Menteri KLHK/ Tahap Verifikasi Diterima
Tani Gubernur Administrasi
Hutan K etua K elompok
Tani Hutan
Tembusan:
Lampiran; Gubernur/ Berita
a) KTP/NIK dan Kartu K eluarga atau Mentri KLHK Acara Tahap Verifikasi
Surat K eterangan dari Ke pala Desa, Bupati, Verifikasi Teknis
jika pemohon merupakan Tani Hutan ; Kadishut, (Lapangan)
b) Akte pendirian koperasi Tani Hutan Ka. UPT,
(jika pemohon merupakan K operasi Ka.KPH
Tani Hutan);
c) Surat keterangan Ke pala Desa tentang
pembentukan kelompoktani hutan/
gabungan kelompok tani hutan; Perlu
Diterima
d) Daftar nama anggota kelompok tani K elengkapan
hutan/koperasi tani hutan; Dokumen
e) Gambaran Umum W ilayah: (Lokasi,
luas, Kawasan hutan, kondisi fisik,
sosek, potensi) Penerbitan
f) Peta usulan lokasi skala 1:50.000 IUPHHK -HTR
(Cetak & shapefile )

2.2.4. Tata Cara Permohonan Hutan Adat


Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Pengertian ini berlaku sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
35/PUU-X/2012 yang menghapus kata “negara” dalam Pasal 1 ayat 6 UU No.
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Sebelum Judicial Review MK berbunyi:


“Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat
hukum adat”.
Dalam Putusan MK menjadi:
“Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum
adat”.

23
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Masyarakat Hukum Adat adalah Warga Negara Indonesia yang memiiki
karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya,
memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat
hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem
nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan
memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun. (Pasal 1 Permendagri
No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat
Hukum Adat).

Masyarakat hukum adat mempunyai hak-hak atas pemanfaatan Hutan Adat.


Adapun hak-hak masyarakat hukum adat sebagai berikut:

a. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup


sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan.

b. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang


berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang.

c. Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahterannya.

Masyarakat Hukum Adat yang telah diakui oleh Pemerintah Daerah dapat
mengajukan permohonan penetapan Hutan Adat sebagai kawasan hutan
hak kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ketentuan mengenai
permohonan penetapan hutan hak mengacu pada Permen LHK No. 32
Tahun 2015 tentang Hutan Hak dan PermenLHK No. 83 Tahun 2016 tentang
Perhutanan Sosial. Tata cata permohonan Hutan Adat sebagai berikut :
1. Masyarakat Hukum Adat mengajukan Permohonan Hutan Adat kepada
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dengan syarat :
a) Masyarakat hukum adat telah diakui keberadaannya oleh Pemerintah
Daerah dengan Produk Hukum Daerah. Bagi masyarakat hukum adat
yang wilayahnya berada dalam kawasan hutan harus ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Sedangkan masyarakat hukum adat yang wilayahnya di
dalam APL (Areal Penggunaan Lain) bisa dengan Surat Keputusan Bupati.
b) Terdapat wilayah adat yang sebagian atau seluruhnya berupa hutan.
2. Berdasarkan permohonan tersebut maka Menteri memerintahkan Direkur
Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan untuk melakukan
Verifikasi dan Validasi ke lapangan
3. Berdasarkan hasil verifikasi dan validasi tersebut maka
Direktur Jenderal Perhutan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menetapkan Hutan Adat sesuai fungsinya
dan mencamtumkannya dalam Peta Kawasan Hutan
4. Dalam hal produk hukum daerah dalam syarat
permohonan tidak mencantumkan peta wilayah
adat maka Menteri bersama Pemerintah Daerah
memfasilitasi masyarakat hukum adat tersebut
untuk memetakan wilayah adatnya.

Dalam diagram dapat dilihat sebagai berikut:

24
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
DIRJEN PSKL VERIFIKASI DA N
PEMERINT AH VALID ASI
DAERAH

PEMET AAN MENTERI LINGKUNGAN


WILA YA H AD AT HIDUP & KEHUT ANAN

Pr oduk Hukum Daerah T idak


Ada P eta W ilayah Adat

Syarat P ermohonan
1. Masyarakat Hukun Adat/
Hak Ulayat yang telah diakui SK HU TA N AD AT
Pemda melalui Pr oduk Hukum
Daerah
2. Terdapat W ilayah Adat yang
sebagian atau seluruhnya
berupa hutan

PEMOHON
(Masyarakat Hukum Adat)

2.2.5. Tata Cara Mengajukan Naskah Kesepakatan Kemitraan


Kehutanan
Kemitraan Kehutanan adalah skema pemberdayaan masyarakat yang harus
dilakukan oleh pengelola hutan atau pemegang izin. Yang dimaksud pengelola
hutan adalah
a. Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH]
b. Balai Besar/Balai Taman Nasional
c. Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam
d. Pengelola Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
e. Unit Pelaksana Teknis Daerah Taman Hutan Raya; dana tau
f. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah Pengelola
Hutan Negara

Sedangkan yang dimaksud dengan pemegang izin meliputi :


a. Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan
b. Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan
c. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam
d. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman
e. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dalam Hutan Alam
f. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dalam Hutan Tanaman

25
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
g. Izin Usaha Pemanfaatan Air
h. Izin Usaha Pemanfaatan Energi Air
i. Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Wisata Alam; dana tau
j. Izin Usaha Pemanfaatan Sarana Wisata Alam

Skema kemitraan kahutanan ini juga dapat sebagai wahana penyelesaian konflik
atas sumber daya hutan yang terjadi antara pengelola hutan atau pemegang
izin dengan masyarakat yang sudah memanfaatkan kawasan hutan. Sehingga
ketentuan luasan areal kemitraan kehutanan paling luas 2 hektar di areal kerja
pengelola hutan dan paling luas 5 hektar di areal kerja pemegang izin untuk
setiap keluarga tidak berlaku jika areal tersebut berkonflik. Untuk areal yang
sedang berkonflik akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan secara
bertahap akan menyesuaikan dengan ketentuan yang ada tersebut. Dalam hal
masyarakat setempat bermitra untuk memungut hasil hutan bukan kayu atau jasa
lingkungan hutan maka ketentuan luasan areal tersebut juga tidak berlaku.

Pelaksanaan skema Kemitraan Kehutanan dilaksanakan berbasis pada Peraturan


Menteri Kehutanan No. P.83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial.

Tahapan Pelaksanaan Kemitraan Kehutanan


1. Pendamping desa membantu Kepala Desa untuk mengidentifikasi pengelola
hutan atau pemegang izin yang ada di wilayah administrasi desanya
yang berpeluang untuk mengembangkan kemitraan kehutanan dengan
masyarakat.
2. Juga mengidentifikasi warga desanya yang melakukan penggarapan
lahan atau pemungutan hasil hutan di areal hutan tersebut dan/atau
mengidentifikasi warga desanya yang ingin menggarap atau ingin memungut
hasil hutan di areal tersebut.

PERSYARATAN MASYARAKAT SETEMPAT CALON MITRA


• Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan tempat tinggal dari Kepala
Desa setempat yang membuktikan bahwa calon mitra bertempat tinggal
di dalam dan/atau di sekitar areal pengelola hutan dan pemegang izin;
• Dalam hal masyarakat berada di dalam kawasan konservasi sebagai
penggarap dibuktikan dengan areal garapan sebelum ditunjuk/ditetapkan
sebagai kawasan konservasi berupa tanaman kehidupan berumur paling
sedikit 20 (dua puluh) tahun atau keberadaan situs budaya;
• Dalam hal masyarakat setempat sebagaimana dimaksud pada huruf a
berasal dari lintas desa, diberikan Surat Keterangan oleh Camat setempat
atau Lembaga Adat setempat;
• Mempunyai mata pencaharian pokok bergantung pada lahan garapan/
pungutan hasil hutan bukan kayu di areal kerja pengelola hutan atau
pemegang izin;
• Mempunyai potensi untuk pengembangan usaha padat karya secara
berkelanjutan.

26
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Warga desa tersebut merupakan Masyarakat Calon Mitra bagi Pengelola
Hutan atau Pemegang Izin.
3. Kelengkapan Masyarakat Calon Mitra tersebut akan diperiksa oleh
Pengelola Hutan atau Pemegang Izin setelah permohonan Kemitraan
Kehutanan yang diajukan oleh Pengelola Hutan atau Pemegang Izin
tersebut kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan disetujui oleh
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan atas nama
Menteri. Pemeriksan kelengkapan ini dapat dibantu oleh Pokja Percepatan
Perhutanan Sosial yang ada di wilayah tersebut.
4. Masyarakat Calon Mitra dan Pengelola Hutan atau Pemegang Izin
selanjutnya menyusun Naskah Kesepakatan Kerjasama dengan melibatkan
Lembaga Desa dan pihak lain yang dipilih dan disepakati oleh masyarakat
tersebut

NASKAH KESEPAKATAN KERJASAMA memuat ketentuan


• Latar belakang;
• Identitas para pihak yang bermitra;
• Lokasi kegiatan dan petanya;
• Rencana kegiatan kemitraan;
• Obyek kegiatan;
• Biaya kegiatan;
• Hak dan kewajiban para pihak;
• Jangka waktu kemitraan;
• Pembagian hasil sesuai kesepakatan;
• Penyelesaian perselisihan; dan
• Sanksi pelanggaran.

5. Naskah Kesepakatan Kerjasama yang disepakati kemudian ditandatangani


oleh Masyarakat Mitra dan Pengelola Hutan atau Pemegang Izin yang
diketahui oleh Kepala Desa/Camat atau Lembaga Adat.
6. Naskah Kesepakatan kerjasama yang telah ditandangani dikirimkan kepada
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan dengan
tembusan:
a. Dirjen KSDAE (jika areal kemitraan tersebut di dalam kawasan
konservasi); atau
b. KaBadan Litbang & Inovasi /KaBP2SDM (jika areal kemitraan tersebut
di dalam kawasan hutan dengan tujuan khusus); dan
c. Gubernur, Bupati/Walikota, Kadishut Provinsi, dan Kepala UPT yang
bersangkutan.

27
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
7. Masyarakat dan Pengelola Hutan atau Pemegang Izin selanjutnya dapat
melaksanakan kesepakatan kerja sama sesuai naskah yang telah disepakati
dan disetujui tersebut

Dalam bentuk diagram dapat dilihat berikut ini .

MENTERI (LINGKUNGAN DIRJEN PSKL Tebusan:


HIDUP & KEHUT ANAN) 1. Dirjen KSD AE / KaBadan
Tebusan: Litbang & Inovasi /
1 . Dirjen PSKL KaBP2SDM
2 . Gubernur 2. Gubernur/Bupati/W ali
kota
3. Kadishut Pr opinsi
4. K epala UPT
PERMOHONAN
KEMITRAAN
DENGAN PERSETUJUA N
MA SYARAK AT

PEMEGANG IZIN / PEMERIK SA KELENGKA PA N POKJA PPS


PENGEL OLA HU TA N PER SYAR AT AN MA SYARAK AT (Percepatan
SETEM PAT Perhutanan Sosial)

PENYUSUNAN NASKAH NASKAH KESE PA KA TA N


KESE PA KA TAN KERJAS AMAN KERJAS AMA
(DI TA ND AT ANGANI )

MA SYARAKA T CA LO N Melibatkan:
MITRA 1. Lembaga Desa Diketahui K epala Desa /
2. Pihak Lain yang dipilih & Camat / Lembaga Adat
disepakati oleh Masyarakat

2.2.6. TATA CARA KERJA SAMA DALAM RANGKA PENGUATAN


FUNGSI KSA-KPA SERTA KEANEKARAGAMAN HAYATI
Tata Cara kerja sama dalam rangka Penguatan Fungsi Kawasan Suaka Alam [KSA]
dan Kawasan Pelestarian Alam [KPA] dan Keanekaragaman Hayati tertuang
dalam Permenhut No. P.44/2017 tentang Perubahan P.85/2014 tentang Tata
Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam.

Masyarakat Desa dapat membentuk Kelompok, Yayasan, Lembaga Swadaya


Masyarakat dan/atau Lembaga Pendidikan untuk bekerjasama atau co-
management dengan Pengelola KSA dan KPA dalam rangka penguatan fungsi
KSA dan KPA serta Keanekaragaman Hayati. Kerjasama yang dapat dilakukan
berupa:
a. Kerja sama penguatan kelembagaan;
b. Kerja sama perlindungan kawasan;
c. Kerja sama pengawetan flora dan fauna;
d. Kerja sama pemulihan ekosistem;
e. Kerja sama pengembangan wisata alam; atau
f. Kerja sama pemberdayaan masyarakat.

28
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
g. Kerja sama Pemasangan/Penanaman Pipa Instalasi Air; dan
h. Kerja sama Kemitraan Konservasi

Kerjasama Penguatan Kelembagaan, meliputi:


a. Kerjasama Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia [dapat
berupa kerjasama penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang
konservasi, kerjasama penyuluhan, pelatihan penguatan kelembagaan
masyarakat], dan
b. Kerjasama Bantuan Teknis serta Penelitian dan Pengembangan [dapat
berupa penempatan tenaga asing yang profesional, bantuan sarana
prasarana pengelolaan berteknologi baru antara lain identifikasi
deoxyribonucleic acid (DNA), pemuliaan jenis, kerjasama pengembangan
teknologi penangkaran, pembesaran, pelepasliaran tumbuhan dan
satwa liar, penanganan konflik satwa, eksploitasi dan koleksi specimen,
bioprospecting, inventarisasi potensi air dan sumberdaya air]

Kerjasama Perlindungan Kawasan meliputi inventarisasi dan pembuatan peta


kerawanan hutan, pencegahan gangguan, identifikasi tanda batas, penguatan
tenaga pengamanan termasuk pembentukan pengamanan swakarsa, patroli dan
penanggulangan kebakaran

Kerjasama Pengawetan Flora dan Fauna meliputi identifikasi, inventarisasi,


pembinaan habitat dan populasi, penyelamatan jenis, pengkajian, penelitian dan
pengembangan

Kerjasama Pemulihan Ekosistem meliputi kerjasama rehabilitasi dan restorasi


kawasan.

Kerjasama Pengembangan Wisata Alam dilaksanakan di Luar Areal Izin


Pengusahaan Pariwisata Alam, yang meliputi kegiatan promosi, pembangunan
sarana dan prasarana wisata alam, pembangunan pusat informasi dan pembinaan
masyarakat.

Kerjasama Pemasangan/Penanaman Pipa Instalasi Air dapat berupa pemasangan


pipa air yang sumber mata airnya berada di luar KSA dan KPA yang bersifat tidak
komersial, namun jalurnya melalui KSA dan KPA.

Kerjasama Kemitraan Konservasi dapat berupa kerja sama pemulihan ekosistem


antara unit pengelola dengan masyarakat, dalam rangka mengembalikan fungsi
KSA dan KPA. Kerjasama Kemitraan Konservasi tidak mengubah dan tetap
mempertahankan fungsi KSA dan KPA. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata
Cara Kerjasama Kemitraan Konservasi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
KSDAE yang juga sesuai dengan PermenLHK No. P.83/2016 tentang Perhutanan
Sosial.

Yang dimaksud dengan KSA dapat berupa Cagar Alam dan Suaka Margasatwa
dimana pengelolaannya dibawah Balai Besar/Balai KSDA [Konservasi Sumber
Daya Alam]. Untuk KPA dapat berupa Taman Nasional, Taman Wisata Alam,
atau Taman Hutan Raya dimana pengelolaannya berbeda-beda. Taman Nasional
dikelola oleh Balai Besar/Balai Taman Nasional, Taman Hutan Raya dikelola

29
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
oleh Unit Pengelola Teknis dibawah Pemerintah Propinsi atau Kabupaten/Kota,
sedangkan Taman Wisata Alam pengelolaannya dibawah Balai Besar/Balai KSDA.

Tata Cara Kerjasamanya adalah sebagai berikut :


1. Pendamping dapat membantu Kepala Desa untuk memfasilitasi kelompok
masyarakat, yayasan, LSM atau lembaga pendidikan yang ada di desa
tersebut sebagai calon mitra untuk mengajukan penawaran/permohonan
kerja sama kepada Kepala KSA-KPA [selanjutnya disebut Kepala UPT] yang
ada secara administrasi di desa itu.
2. Penawaran/permohonan kerjasama tersebut dilampiri dengan Proposal
Kerjasama yang berisi maksud, tujuan, sasaran, bentuk kegiatan, jangka
waktu, pendanaan, hak dan kewajiban para pihak.
3. Proposal Kerjasama tersebut disampaikan kepada Kepala UPT dimana
selanjutnya akan dinilai oleh Kepala Tata Usaha atau Kepala Sub Tata Usaha.
4. Jika proposal kerjasama tersebut kurang lengkap maka akan Kepala TU atau
Sub TU akan menyampaikan Surat Pemberitahuan kepada pemohon untuk
melengkapi persyaratan.
5. Jika proposal kerjasama tersebut sudah lengkap maka Kepala UPT akan
menyampaikan surat kepada Direktur Jenderal KSDAE untuk mendapatkan
persetujuan
6. Dalam hal Direktur Jenderal menyetujui kerja sama, Direktur Jenderal
menyampaikan surat persetujuan kepada Kepala Unit Pengelola
7. Berdasarkan Surat Persetujuan tersebut maka Kepala TU atau Sub TU akan
menyiapkan Naskah Perjanjian Kerjasama dengan mitra.
8. Ketentuan yang diatur dalam Naskah Perjanjian Kerjasama tersebut antara
lain :
a. Judul Perjanjian;
b. Para Pihak;
c. Tujuan Perjanjian;
d. Lingkup Perjanjian;
e. Hak dan Kewajiban Para Pihak;
f. Kewajiban Melakukan Alih Pengetahuan dan
Ketrampilan;
g. Larangan yang Berisi Antara Lain Membawa
Materi dan Spesimen dari Kawasan;
h. Pengaturan Kepemilikan Hak Paten dan
Publikasi Kerja Sama;
i. Pembagian Keuntungan Atas Penggunaan Hak
Intelektual dan Hak Paten;
j. Penyerahan Baseline Data dan Informasi;
k.Penggunaan Sarana Prasarana Kerja Sama;

30
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
l. Kepemilikan Aset;
m. Jangka Waktu Kerja Sama;
n. Perpanjangan dan Pengakhiran Kerja Sama;
o. Penyelesaian Sengketa.
9. Naskah Perjanjian Kerjasama tersebut kemudian ditandatangani Kepala UPT
dengan Mitra

Dalam diagram dapat dilihat sebagai berikut :

Tdk/Kurang PENILAIAN LENGKAP

K etua TU atau Sub

Surat
Pemberitahua n
Surat P ermohona n DIRJEN
Persetujuan KS DA E

KEP ALA UPT Surat P ermohona n


Persetujuan

Penawaran/Permohona n
KERJAS AMA dengan NASKAH PERJANJIAN
Lampiran P RO PO SA L KERJAS AMA

CA LO N MITRA
(K elompok Masyarakat/
Yayasan/Lembaga
Pendidikan)

Catatan
Kegiatan Perhutanan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan
Konservasi tidak hanya sampai pada pemberian hak pengelolaan/izin
pemanfaatan dan pengakuan pengelolaan hutan kepada masyarakat atau
perjanjian kerjasama semata. Yang terpenting bagaimana kawasan hutan ini
dikelola sehingga memberikan manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial bagi
masyarakat. Oleh karena itu perlu pengawalan proses dan pendampingan pada
masyarakat/lembaga desa/koperasi setelah mereka mendapatkan legalitas
pengelolaan tersebut.

31
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
DAFTAR BACAAN
lngles, A.W., Musch, A. & Qwist-Hoffinan, H. (1999). The Participatory Process for
Supporting Collaborative Management of Natural Resource: an overview. Rome,
FAO.

Julia M. Wondolleck & Steven L. Yaffee (2000). Making Collaboration Work: Lessons
from Innovation in Natural Resources Management. Califonia: Island Press, 2000.

Straus, David (2002). How to Make Colaboration Work: Powerfull Way to Build
Consensus, Solve Problems, and Make Decisions. San Francisco: Berret-
Koehler Publishers, Inc.

Susskind, L. E., Levy, P. F., & Thomas-Larmer, J. (2000). Negotiating environmental


agreements: How to avoid escalating confrontation, needless costs, and
unnecessary litigation. Washington DC: Island.

Worah, S., Svendsen, D.S. & Ongleo, C. (1999). Integrated Conservation and
Development: Trainers Manual. WWF. Godalming, UK.

32
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
DAFTAR REGULASI TERKAIT
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya;

2. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa;

3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.32 Tahun 2015 tentang
Hutan Hak;

4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.83 Tahun 2016 tentang
Perhutanan Sosial;

5. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA jo PP
No. 108 Tahun 2015;

6. Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Perhutanan Sosial dan Kemitraan


Lingkungan No. P.12/PSKL/SET/PSL.0/11/2016 tentang Pedoman Verifikasi
Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kemasyarakatan;

7. Perdirjen PSKL No. P.11/PSKL/SET/PSKL.0/11/ 2016 tentang Pedoman


Verifikasi Permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) Perdirjen PSKL
lainnya;

8. Perdirjen PSKL No. P.13/PSKL/SET/PSKL.0/11/ 2016 tentang Pedoman


Verifikasi Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR);

9. Perdirjen PSKL No. P.14/PSKL/SET/PSKL.0/11/ 2016 tentang Pedoman


Fasilitasi, Pembentukan dan Tata Cara Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan
Sosial (Pokja PPPS).

10. Perdirjen PSKL No. P.15/PSKL/SET/PSKL.0/11/ 2016 tentang Pelayanan Online/


Daring Perhutanan Sosial.

11. Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan
Masyarakat Hukum Adat

12. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012,

13. PermenLHK No. P.44/2017 tentang Perubahan PermenLHK No. P.85/2014


tentang Tata Cara Kerjasaman Penyelenggaraan KSA dan KPA

33
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran1: Contoh Format Permohonan
IUPHKm dan Lampiran
A. Contoh Format Surat Permohonan IUPHKm
Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan No.
P.12/PSKL/SET/PSL.0/11/2016 tentang Pedoman Verifikasi Permohonan Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kemasyarakatan.

34
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
B. Contoh Lampiran Surat Permohonan IUPHKm

DAFTAR ANGGOTA

C. Contoh Lampiran Gambaran Umum Calon Lokasi


Untuk gambaran umum calon lokasi harus dilampirkan peta lokasi HKm

35
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Lampiran 2: Contoh Format Permohonan HPHD dan
Lampiran
A. Contoh Format Surat Permohonan HPHD

36
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
Lampiran 3: Pengalaman Fasilitasi Permohonan Hak
Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) dalam Proyek LESTARI

PROSES FASILITASI PERMOHONAN HAK PENGELOLAAN


HUTAN DESA (HPHD) DI KECAMATAN BANAMA TINGANG
KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH OLEH
TIM LESTARI DI LANDSCAPE KAHAYAN KATINGAN

Pada tahun 2016, LESTARI memfasilitasi permohonan HPKD di Kecamatan


Banama Tingang Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah di Landscape
Kahayan Katingan. Dalam memperoleh perizinan ada beberapa langkah
yang dilakukan hingga izin pengelolaan HPHD diperoleh. Adapun langkah-
langkahnya sebagai berikut:
1. Melakukan komunikasi
dan koordinasi dengan
Pemerintah Daerah
Setempat yang terkait
baik di tingkat Kabupaten
maupun Provinsi, dan
dengan Kelompok Kerja
(Pokja) Provinsi
Kalimantan Tengah
untuk memfasilitasi
masyakat.
2. Pembentukan tim fasilitator menindaklanjuti inisiasi permohonan HPHD
di Kecamatan Banama Tingang. Tim Fasilitator terdiri dari Balai Perhutanan
Sosial wilayah Kalimantan, Dinas Kehutanan Kabupaten Pulang Pisau dan
Pokja Percepatan Perhutanan Sosial (LESTARI, Yayasan Teropong, Yayasan
Tambuhak Sinta) Kalimantan Tengah. Tugas tim dan proses fasilitasi yang
dilakukan adalah:
• • Tugas tim adalah melaksanakan sosialisasi tentang Perhutanan Sosial
dengan skema Hutan Desa, Hutan kemasyarakatan, Hutan tanaman
Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan.
• • Keputusan skema mana yang dipilih diserahkan dalam musyawarah
ditingkat desa, jika desa sudah memutuskan skema mana yang dipilih
maka dilanjutkan dengan kegiatan pendampingan/ fasilitasi usulan
masyarakat.
• • Jika desa menolak Perhutanan Sosial maka tindak lanjut pendampingan
tidak dilakukan.
3. Fasilitasi usulan hutan desa di Kecamatan Banama Tingang dilakukan dalam
2 tahapan/cluster pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal
23 Agustus 2016 di Desa Bawan, Desa Tangkahen, Desa Pangi dan Desa
Tumbang Tarusan. Pertemuan kedua pada tanggal 25 Agustus 2016 di Desa
Lawang Uru, Desa Hurung dan Desa Tambak.

37
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN

4. Pendampingan untuk
penyiapan syarat-syarat
pengajuan permohonan
HPHD oleh Tim
Fasilitator yang terdiri
dari:
• a. Surat permohonan
yang ditandatangani
oleh Ketua LPHD.
• b. Peraturan Desa tentang
pembentukan LPHD
yang dikeluarkan oleh Kepala Desa;
• c. Keputusan Kepala Desa tentang Susunan Pengurus LPHD yang
dikeluarkan oleh Kepala Desa;
• d. Perumusan gambaran umum wilayah (keadaan fisik, ekonomi,
dan potensi kawasan);
• e. Pembuatan peta usulan lokasi dengan skala 1:50.000 (cetak dan
shapefile) yang diperoleh dari pemetaan partisipatif.
5. Pendampingan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) untuk mengajukan
surat permohonan HPHD yang dilengkapi dengan persyaratan yang telah
ditentukan yang ditujukan kepada Menteri LHK dengan tembusan kepada
Gubernur Kalimantan Tengah , Kepala Balai PSKL /Unit Pelaksana Tehnis
Kalimantan di Banjarbaru, Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah dan
Kepala KPH terkait.

Kepala Desa menetapkan


tugas pengurus LPHD
(Lembaga Pengelola
Hutan Desa) Bawan
sebagai berikut:
• Melakukan penataan
batas areal kerja Hutan
Desa.
• Menyusun Rencana
Kerja Hutan Desa
(RKHD) selama jangka waktu 35 tahun, 10 tahun dan Rencana Tahunan
Hutan Desa (RTHD).
• Melakukan perlindungan hutan.
• Melaksanakan rehabilitasi areal kerja Hutan Desa.
• Melakukan pengkayaan tanaman areal kerja Hutan Desa.
• Melaksanakan ketentuan-ketentuan lain sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
• Melaporkan kemajuan kegiatan tahuan kepada Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan tembusan Gubernur, Bupati.

38
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
6. Tim Fasilitator melakukan pengawalan usulan HPHD baik di tingkat Balai
PSKL wilayah Kalimantan dan di Kementrian LHK. Pengawalan dokumen
usulan dilakukan pada bulan September-Oktober (± 1,5 bulan). Dalam
proses pengawalan ini, ada tambahan persyaratan yang harus dilengkapi
yaitu surat pernyataan Kepala Desa untuk tidak melakukan alih fungsi lahan
usulan hutan desa.
7. Setelah dilakukan
verifikasi administrasi
HPHD oleh Tim
P3AP-Pusat/Provinsi,
dilanjutkan verifikasi
tehnis oleh Tim
Verifikasi yang terdiri
dari BPSKL Wilayah
Kalimantan, BPKH
XXI, Dinas Kehutanan
Provinsi, Dinas
Kehutanan kabupaten
Pulang Pisau, Pokja PPS Kalteng (LESTARI, Yayasan Tahanjungan Tarung,
Yayasan Cakrawala Indonesia, Pokker SHK) pada tanggal 17-21 Oktober
2016.
a. Tim verifikasi dibagi menjadi 4 tim, dengan pembagian tugas yaitu 3
tim melakukan verifikasi di 2 desa dan 1 tim melakukan verifikasi di
1 desa yang lokasinya cukup berat yakni 7 jam perjalanan dari desa
dengan jalan kaki.
b. Masing-masing tim verifikasi mengadakan pertemuan di tingkat
desa untuk memverifikasi usulan HD dan kelengkapan persyaratan
administrasi.
c. Keesokan harinya tim
bersama LPHD dan
Pemerintah Desa
melanjutkan verifikasi
lapangan untuk
melihat potensi yang
ada dalam Hutan
Desa dan mencari
titik koordinat terluar
dan titik koordinat terdalam dari wilayah usulan Hutan Desa.
d. Setelah pertemuan desa dan kunjungan lapangan dilaksanakan
kemudian ditandantangani Berita Acara Verifikasi Usulan hutan
Desa oleh Kepala Desa, Ketua LPHD, BPKH XXI, BPSKL Wilayah
Kalimantan, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten
Pulang Pisau dan Pokja PPS Kalteng.
8. Selanjutnya BPSKL Kalimantan menyampaikan laporan hasil verifikasi
permohonan HPHD kepada Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial
dan Kemitraan Lingkungan (PSKL). Pengawalan dilakukan di tingkat
Kementerian LHK.

39
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN

9. Berdasarkan hasil verifikasi, dari 7


(tujuh) HPHD yang diusulkan
ada 4 HPHD yang diterima dan 3
usulan HPHD ditolak. Direktur
Jenderal atas nama Menteri sesuai
kewenangannya menerbitkan SK
Menteri LHK terhadap keempat
usulan HPHD yang diterima.
10.Penyerahan keempat SK HPHD,
pada saat itu, dilakukan oleh
Presiden RI (Bapak Djoko
Widodo) pada tanggal 20
Desember 2016 di Desa Buntoi,
Kabupaten Pulang Pisau. Keempat SK Menteri tersebut adalah HPHD
Tangkahen, HPHD Tumbang Tarusan, HPHD Tambak, dan HPHD Bawan.
Sebagai catatan, bahwa penyerahan ini tidak harus diserahkan oleh Presiden
RI namun bisa juga diserahkah oleh Menteri KLHK ataupun pejabat yang
didelegasikan.

LANGKAH SETELAH MENDAPAT IZIN


Setelah mendapatkan izin HPHD, langkah yang harus dilakukan antara lain :
1. Menyusun RKHD dengan cara antara lain :
• Pembentukan tim fasilitator pendamping penyusun RKHD terdiri dari
BPSKL wilayah Kalimantan, Dinas Kehutanan Provinsi, Pokja PPS
Kalteng;
• Silabus penyusunan RKHD;
• Pelaksanaan penyusunan RKHD.
2. Ekspose RKHD (untuk menjaring mitra dalam pelaksanaan RKHD dan
RKHD masuk dalam Renja SKPD Kabupaten dan Provinsi).
3. Pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial, setelah terbentuk
dilakukan pendampingan penyusunan proposal KUPS yang ditujukan kepada
BPSKL wilayah Kalimantan.
4. Pendampingan implementasi RKHD.
5. Peningkatan kapasitas LPHD dan KUPS.
Beberapa dokumen di bawah ini dapat dilihat di bawah ini:
a. Berita Acara Pembentukan Lembaga Pengelola Hutan Desa Bawan
b. Tugas pengurus LPHD dibuat di dalam Surat Keputusan Kepala Desa
c. Surat permohonan yang HPHD ditandatangani oleh Ketua LPHD dan
diketahui Kepala Desa
d. Peraturan Desa tentang pembentukan LPHD yang dikeluarkan oleh
Kepala Desa
e. Keputusan Kepala Desa tentang Susunan Pengurus LPHD
f. Surat Keterangan Kepala Desa tentang LPHD Bawan

40
PARADIGMA PEMBANGUNAN DESA HUTAN BERKELANJUTAN
USAID LESTARI
WISMA GKBI, 12th Floor Suite 1210
Jl. Jenderal Sudirman No. 28,
Jakarta Indonesia 10210

Anda mungkin juga menyukai