Azizah Refifa Aqsha-Fdk
Azizah Refifa Aqsha-Fdk
Skripsi
Oleh:
Azizah Refifa Aqsha
11190510000079
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang tak
henti-hentinya melimpahkan rahmat dan karunianya kepada
penulis, karena berkat karunia-Nya lah penulis dapat
menyelasaikan skripsi yang berjudul “Representasi Diskriminasi
Gender pada Profesi Dokter Perempuan dalam Film Habibie
& Ainun 3” sebagai salah stau syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial pada bidang komunikasi di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam
senantiasa dikirimkan kepada Rasulullah SAW yang telah
membawa umatnya kepada jalan kebaikan.
Selama penelitian, penyusunan serta penulisan skripsi ini
penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan dalam
pengerjaannya. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar skripsi ini
dapat menjadi lebih baik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak
yang telah memberikan dukungan berupa doa, bantuan dan saran
selama proses penyusunan skripsi ini. Tanpa adanya dukungan dan
bantuan tersebut skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
v
2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam serta
Sekretaris Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
4. Pia Khoirotun Nisa, M.I.Kom. selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah meluang waktunya untuk membimbing,
mengarahkan dan memotivasi penulis dalam proses
penyelesaian skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik.
5. Dr. Dudun Ubaedullah, M. Ag selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan banyak bantuan dan
bimbingan selama perkuliahan dan proses penyusunan
skripsi.
6. Seluruh Dosen Program Studi Komunikasi Penyiaran
Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga selalu
dilimpahkan kebaikan atas segala ilmu yang telah
diberikan.
7. Drs Joni Arman Hamid, M.Ikom dan Nadya Kharima,
M.Kesos yang telah meluangkan waktunya untuk
berdiskusi sebagai narasumber dalam penelitian ini.
8. Terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua
tercinta Bunda Refni Andora, S.Pd dan Papa Suhanta yang
tiada henti-hentinya memberikan dukungan dan kasih
sayang yang sangat besar kepada penulis. Berkat doa dan
cintanya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Skripsi ini penulis dedikasikan sepenuhnya
vi
untuk kedua orang tua yang dengan sepenuh hati menjaga
dan menyayangi penulis selama ini.
9. Untuk Ayah Efrizal tersayang penulis haturkan doa dengan
tulus untuknya yang telah menjadi motivasi bagi penulis
untuk meraih gelar sarjana.
10. Adik-adikku tercinta, Hilma Marisa Zakiyah dan Hulwa
Qalbi Afifa yang menjadi alasan penulis untuk terus
bersemangat dan bertahan dalam menghadapi berbagai
masalah dalam penulisan skripsi ini.
11. Untuk keluarga besar, Adang, Anin, Mama dan Ibu yang
terus memberikan dukungan kepada peneliti. Semoga
kebaikan selalu menyertai kalian.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................ xi
DAFTAR TABEL .................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................................. 8
C. Rumusan Masalah............................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ................................................................ 9
E. Manfaat Penelitian .............................................................. 9
1. Manfaat Akademis ......................................................... 9
2. Manfaat Praktis .............................................................. 9
F. Metodologi Penelitian....................................................... 10
1. Pendekatan Penelitian .................................................. 10
2. Paradigma Penelitian .................................................... 10
3. Subjek dan Objek Penelitian ........................................ 11
4. Tahapan Penelitian ....................................................... 11
G. Kajian Terdahulu .............................................................. 12
H. Sistematika Penulisan ....................................................... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................... 17
A. LANDASAN TEORI ....................................................... 17
1. Konsep Semiotika Roland Barthes............................... 17
B. KAJIAN TEORITIS ......................................................... 20
1. Representasi ................................................................. 20
viii
2. Gender .......................................................................... 22
3. Diskriminasi Gender .................................................... 24
4. Profesi Dokter Perempuan ........................................... 27
5. Film .............................................................................. 27
6. Semiotika ..................................................................... 30
7. Perempuan Menurut Perspektif Islam .......................... 32
C. KERANGKA BERFIKIR................................................. 36
BAB III GAMBARAN UMUM .............................................. 37
A. Gambaran Umum Film Habibie & Ainun 3 ..................... 37
B. Produksi Film Habibie & Ainun 3 .................................... 39
C. Profil Sutradara Film Habibie & Ainun 3 ........................ 39
D. Profil Pemain Film Habibie & Ainun 3 ............................ 41
BAB IV ANALISIS DATA ..................................................... 48
A. Analisis Semiotika Scene Diskriminasi Gender ............... 48
1. Scene 1 ......................................................................... 48
2. Scene 2 ......................................................................... 50
3. Scene 3 ......................................................................... 52
4. Scene 4 ......................................................................... 55
5. Scene 5 ......................................................................... 58
6. Scene 6 ......................................................................... 61
7. Scene 7 ......................................................................... 64
BAB V PEMBAHASAN ......................................................... 67
A. Marginalisasi .................................................................... 67
B. Subordinasi ....................................................................... 69
C. Stereotipe .......................................................................... 73
D. Kekerasan ......................................................................... 76
BAB VI PENUTUP ................................................................. 80
A. Kesimpulan ....................................................................... 80
ix
B. Saran ................................................................................. 81
C. Implikasi ........................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 83
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ 87
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
William L. Rivers & Jay W. Jensen Theodore Peterson, Media Massa
& Masyarakat Modern (Jakarta: Prenada Media, 2003) h.252
1
2
2
Euis Komalawati. (2017). Industri Film Indonesia: Membangun
Keselarasan Ekonomi Media Film dan Kualitas Konten, Jurnal Komunikasi,
Vol. 1, No. 1, h.2
3
3
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: INSISTtPress, 2008) h.12
4
4
Sarifa Suhra, (2013). Kesetaraan Gender dalam Perspektif Al-quran
dan Implikasinya terhadap Hukum Islam, Jurnal Al-Ulum, Vol 13, No 2, h. 374
5
hal ini bukan berarti laki-laki menjadi hamba yang lebih utama
dibandingkan perempuan. Islam sangat menjunjung keadilan bagi
umatnya, oleh karena itu Islam tidak menerima segala bentuk
ketidakadilan termasuk ketidak adilan terhadap gender.5
Film memiliki berbagai tema seperti nasionalisme,
romantisme dan lain sebagainya. Namun, berdasarkan berbagai
tema yang ada peneliti tertarik untuk meneliti film yang
mengangkat isu diskriminasi gender yang terjadi pada perempuan.
Hal ini dikarenakan, film sebagai salah satu media untuk
menyampaikan pesan dibutuhkan untuk melihat kejadian yang
sebenarnya yang ada didalam masyarakat.
Pada film banyak digambarkan bahwa perempuan adalah
manusia yang lemah, tidak bisa untuk melakukan pekerjaan yang
dikerjakan oleh laki-laki dan memiliki emosional yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan laki-laki. Padahal perempuan juga
memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam
berbagai aspek seperti pendidikan dan pekerjaan. Perempuan juga
bisa membuktikan bahwa ia mampu untuk menggapai cita-citanya
sama halnya dengan laki-laki. Maka dari itu, melalui film
diharapkan dapat menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa
diskriminasi gender terhadap perempuan harus dihapuskan.
Pada masa sekarang ini isu terkait gender menjadi isu yang
sering disuarakan, banyak film-film Indonesia yang mengangkat
isu permasalahan diskriminasi gender yang sering terjadi dalam
5
Sarifa Suhra, (2013). Kesetaraan Gender dalam Perspektif Al-quran
dan Implikasinya terhadap Hukum Islam, Jurnal Al-Ulum, Vol 13, No 2, h. 386
6
6
Siti Utami Dewi Ningrum, (2018). Perempuan Bicara dalam Majalah
Dunia Wanita: Kesetaraan Gender dalam Rumah Tangga di Indonesia, 1950-an,
Lembaran Sejarah, Vol.14, No.2, h.195
7
8
Habibie dan Ainun 3 Tembus 2 Juta Penonton, Peta Box Office
Indonesia Berubah - ShowBiz Liputan6.com Diakses pada 20 Juli 2023 pukul
16.56
8
B. Fokus Penelitian
Untuk memperjelas dan memfokuskan penyusunan skripsi
ini peneliti memfokuskan ruang lingkup penelitian hanya pada
bentuk diskriminasi gender yang ditampilkan pada setiap scene
yang menunjukkan diskriminasi gender dalam film Habibie &
Ainun 3 dari awal hingga bagian akhir dalam film tersebut. Dengan
menggunakan teori analisis semiotika Roland Barthes yang
membagi semiotika kedalam tiga unsur, yakni denotasi, konotasi
dan mitos.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana makna denotasi, konotasi, dan mitos diskriminasi
gender yang terkandung dalam film Habibie & Ainun 3?
2. Apa saja bentuk-bentuk diskriminasi gender yang
direpresentasikan dalam film Habibie & Ainun 3?
9
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana makna denotasi, konotasi, dan
mitos diskriminasi gender yang terkandung dalam film Habibie
& Ainun 3
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk diskriminasi gender yang
direpresentasikan dalam film Habibie & Ainun 3.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan mampu
menyumbang kontribusi terhadap dunia pendidikan terutama pada
bidang ilmu komunikasi. Serta memberikan pengetahuan
mengenai analisis semiotika dalam film Habibie & Ainun 3.
2. Manfaat Praktis
Dapat menyumbang kontribusi bagi para tim produksi dan
sutradara dalam menciptakan film yang berkualitas dalam
menyampaikan pesan, agar pesan yang terdapat dalam film dapat
tersampaikan dengan baik dan diterima oleh masyarakat.
Kemudian, hasil penelitian ini diharapkan mampu
meningkatkan kesadaran dalam masyarakat terhadap bentuk-
bentuk diskriminasi gender yang biasa terjadi dilingkungan
masyarakat sehingga masyarakat lebih peduli terhadap keadilan
gender.
10
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaiu
penelitian kualitatif. Menurut Straus dan Corbin, penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang mampu menghasilkan
penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau dengan menggunakan metode
pengukuran lain.9
Bogdan dan Biklen mengartikan penelitian kualitatif
berupa penelitian yang menghasilkan data deskriptif dalam bentuk
ucapan, tulisan ataupun tingkah laku dari orang yang diamati.
Penelitian kualitatif memiliki tujuan untuk memberikan
pemahaman umum terhadap kenyataan sosial berdasarkan
perspektif partisipan. Pemahaman ini diperoleh setelah melakukan
analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus dari
penelitian.10
2. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini yakni
paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme
menganggap bahwa kebenaran realitas sosial bersifat relatif dan
realitas sosial yang terjadi merupakan hasil dari konstruksi sosial.
9
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif,
(Yogyakarta:Pustaka pelajar Offset, 2007), h.4.
10
Pupu Saeful Rahmat, (2009) “Penelitian Kualitatif”,
EQUILIBRUM,Vol.5, No. 9, h. 2-3
11
4. Tahapan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa tahapan
penelitian dalam pengumpulan data-data terkait permasalahan
yang dibahas, yaitu:
a. Observasi
Observasi ialah tahapan pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan dan mencatat hasil yang diamati11. Pada
penelitian ini peneliti melakukan pengamatan secara cermat dan
berulang terhadap objek yang akan diteliti dengan cara menonton
dan mengamati mise en scene, dialog dan adegan-adegan yang
menunjukkan diskriminasi gender dalam bentuk audio maupun
video yang terdapat dalam film Habibie & Ainun 3. Kemudian
11
Moh. Nazin, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 2013),
h. 234.
12
b. Dokumentasi
Tahap dokumentasi merupakan tahap melakukan
pengumpulan data dari sumber yang berupa buku, majalah, catatan
dan lain sebagainya.12 Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan
data-data dari berbagai literatur yang memiliki relevansi dengan
diskriminasi gender. Selain itu, peneliti juga mengkaji dari video
dan audio dari film Habibie & Ainun 3.
c. Wawancara
Tahap wawancara merupakan pertemuan yang
direncanakan antara dua pihak yaitu pewawancara sebagai pihak
yang mengajukan pertanyaan dan pihak terwawancara atau pihak
yang memberikan jawaban atas pertanyaan pewawancara untuk
mendapatkan informasi tertentu13
G. Kajian Terdahulu
Peneliti melakukan tinjauan terhadap beberapa penelitian
terdahulu yang telah dilakukan mengenai semiotika dan
diskriminasi dalam film, sehingga penelitian ini dapat melengkapi
dari tulisan-tulisan terdahulu. Penelitian tersebut diantaranya:
12
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan r&d,
(Bandung: Alfabeta, 2014) h. 293.
13
Mamik, Metodologi Kualitatif, (Sidoarjo: Zifatama Jawara, 2015),
h.3
13
14
Sandra Oktaviani, Analisis Semiotika Diskriminasi Gender dalam
Film ‘Kartini’, KPI, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
14
15
Melisa Sudharman, Bentuk Ketidakadilan Gender pada Perempuan
dalam Film “Jamila dan Sang Presiden”, Ilmu Komunikasi, Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, 2020
15
16
Yustika Aini Arrochmah, Stereotip Perempuan dalam Film Habibie
& Ainun 3: Analisis Semiotika Roland Barthes, Ilmu Komunikasi, UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2021
17
Yulia Nur Sofiani, Analisis Semiotika Ketidakadilan Gender dalam
Film Dangal Karya Amir Khan Production, KPI, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2017
16
H. Sistematika Penulisan
Supaya penelitian ini terstruktur dan mempermudah dalam
memahami pembahasan, maka penelitian ini dibagi kedalam
beberapa BAB:
BAB I PENDAHULUAN : Dalam bab ini peneliti menguraikan
mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi penelitian, kajian terdahulu dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA : Bagian ini membahas tentang teori
yang digunakan dalam penelitian, kajian teoritis dan kerangka
berfikir.
BAB III GAMBARAN UMUM : Pada bagian ini peneliti
membahas mengenai gambaran umum film Habibie & Ainun 3
18
Lilik Fatimah, Representasi Ketidakadilan Gender dalam Film
Televisi (FTV) Suara Hati Istri, KPI, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021
17
A. LANDASAN TEORI
1. Konsep Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes tidak lepas dari kajian semiotika karena
pemikiran dan karya-karya semiotika Roland Barthes banyak
dijadikan sebagai acuan untuk penelitian, khususnya di Indonesia.
Ia merupakan seorang kritikus dan intelektual yang berasal dari
Bayone, kota kecil yang tidak jauh dari pantai atlantik di sebelah
barat daya paris dan prancis. Secara harfiah teori semiotika Barthes
diturunkan dari teori bahasa de Saussure. Berbeda dengan
Saussure, Barthes beranggapan bahwa semiologi termasuk dalam
bidang linguistik bukan sebaliknya.1Menurut Barthes bahasa
merupakan sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-
asumsi dari masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.2 Pemikiran
semiotika Saussure memakai istilah signifier dan signified dalam
mengelompokan tanda. Sedangkan, Barthes dalam menunjuk
tingkatan makna menggunakan istilah denotasi dan konotasi.
Menurut pemikiran Roland Barthes, semiotika merupakan
suatu teknik yang dipakai untuk melihat cara kemanusian
(humanity) dalam memaknai suatu hal (things).3 Kata “memaknai”
1
Roland Barthes, Elemen-Elemen Semiologi.”terj”. M Ardiansyah.
(Yogyakarta: BASABASI,2017), h.7
2
Michael & Diana, “Representasi Makna Feminisme Pada Sampul
Majalah Vogue Versi Arabia Edisi Juni 2018”, Jurnal SEMIOTIKA Vol.13 (No.
2 ) : no. 207 - 231. Th. 2019
3
Kurniawan, Semiologi Roland Barthes. (Magelang: Yayasan
Indonesiatera, 2001), h 53
17
18
4
h.53
19
5
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), cet. Ke-5, h. 69
6
Roland Barthes, Elemen-Elemen Semiologi: Sistem Tanda Bahasa,
Hermeutika dan struktuaslis”terj”. M Ardiansyah, (Jogjakarta: IRCiSoD,2012),
h. 13
20
B. KAJIAN TEORITIS
1. Representasi
Representasi secara umum diartikan sebagai cara
memproduksi makna untuk dipertukarkan antar anggota
masyarakat. Sedangkan menurut Marcel Danesi, representasi
diartikan sebagai penggunaan tanda, (bunyi, gambar, dan lain
sebagainya) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret
7
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi
Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 22
8
h. 22
21
9
Marcel Danesi, Pesan,Tanda,dan Makna, terj. Evi Setyarini dan Lusi
Lian Piantari (Yogyakarta: Jalasutra,2010), h. 20.
10
Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktek, (Bantul: Kreasi
Wacana Offset, 2000), h. 19.
22
2. Gender
Secara bahasa kata gender berasal dari bahasa inggris yang
berarti jenis kelamin.12 Pengertian Gender seringkali dianggap
sama dengan seks, padahal pada kenyataanya gender dan seks
memiliki pengertian yang berbeda. Seks merupakan perbedaan
secara biologis komposisi genetis dan fungsi anatomi reproduksi
manusia atau lebih sederhananya seks adalah pembagian laki-laki-
laki dan perempuan berdasarkan kepada kondisi biologis.
Sedangkan gender yaitu pembedaan antara laki-laki dan
perempuan berdasarkan kebiasaan atau karakteristik sosial
masyarakat yang membentuknya. 13
Gender biasanya terbentuk berdasarkan karakteristik yang
diciptakan oleh sosial atau budaya sekitar. Karakteristik tersebut
misalnya, laki merupakan jenis manusia yang kuat, logis, tidak
cengeng, dan sebagainya. Sedangkan, perempuan adalah makhluk
yang penuh empati, lemah lembut, keibuan dan lainnya.
11
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra,
2010), h. 24
12
Suwondo Admojo, Darseno, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia:
Indonesia-Inggris, (Semarang: Bintang Jaya, 2005), h. 127.
13
Haris Herdiansyah, Gender dalam Perspektif Psikologi, (Jakarta:
Penerbit Salemba Humanika, 2016), h.4
23
14
A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam
Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum, dan HAM, (Magelang:
Indonesiatera, 2004), 60
24
15
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: INSISTtPress, 2008), h. 12.
16
h. 14-22.
25
b. Subordinasi
Subordinasi adalah suatu kondisi dimana sesuatu dianggap
tidak begitu penting, tidak utama, dan tidak terlalu diperhatikan.
Subordinasi didalam gender sendiri dapat diartikan sebagai bentuk
memposisikan salah satu jenis kelamin didalam kedudukan lebih
tinggi daripada jenis kelamin yang lain. Subordinasi terhadap
perempuan berarti meletakkan perempuan dalam posisi yang tidak
begitu penting misalnya pada saat mengambil keputusan, pendapat
perempuan diaanggap tidak terlalu penting, melainkan keputusan
tertinggi terletak pada tangan laki-laki.
Di lingkungan keluarga subordinasi terhadap perempuan
dapat terjadi seperti misalnya anak perempuan dianggap tidak
terlalu penting untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi
dibandingkan anak laki-laki karena berkembangnya pandangan
bahwa perempuan akan kembali ke dapur, sumur, dan kasur. Oleh
karena itu, memberikan stigma kepada masyarakat bahwa anak
laki-laki lebih penting untuk memperoleh pendidikan yang lebih
baik.
c. Stereotip
Stereotip merupakan pelabelan kepada suatu kelompok,
individu, atau jenis pekerjaan tertentu. Stereotip gender yakni
pelabelan atau pemberian sifat bahkan karakter terhadap suatu
26
d. Kekerasan
Kekerasan pada gender dapat terjadi karena terdapat
ketidaksetaraaan kekuatan antara laki-laki dan perempuan. Dalam
arti lain, siapa yang mempunyai kekuatan yang besar maka dapat
mengendalikan yang lain. Kekerasan tersebut dapat dalam bentuk
fisik maupun psikologis. Kekerasan dalam bentuk fisik adalah
kekerasaan yang ditujukan terhadap fisik seseorang contohnya
kasus KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga, sedangkan
kekerasan psikologis adalah segala bentuk kejahatan yang
beebentuk verbal seperti hinaan, cacian dan lain-lain.
17
Haris Herdiansyah, Gender dalam Perspektif Psikologi, (Jakarta:
Penerbit Salemba Humanika, 2016), h.6
27
lain sebagainya. Para istri harus melayani suami dan anak mereka
secara bersamaan apalagi jika mereka harus bekerja untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga. Dalam kata lain, mereka
mendapatkan bebean kerja ganda (double-burden), disinalah
terjadi ketidakadilan gender dalam kehidupan.
5. Film
a. Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film diartikan
dalam dua pengertian, yaitu film merupakan selaput tipis yang dibuat
dari soluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau
18
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2004/29TAHUN2004UU.HTM
diakses pada 10 Februari 2023 Pukul 19.30
28
19
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 242
20
Muhammad Ali, Dani Manesah, Pengantar Teori Film, (Yogyakarta:
Deepublish Publisher, 2020), h. 2
21
UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang perfilman Bab 1,
Pasal 1 ayat 1. Departemen Penerangan RI.
29
b. Jenis Film
Secara umum film dapat dibagi kedalam 3 jenis, yaitu:22
1) Film Dokumenter
Film dokumenter yaitu film yang mengandung fakta
sebagai kunci utamanya. Film dokumenter erat hubunganya
dengan data maupun fakta dalam menyampaikan informasi. Film
dokumenter bertujuan memvisualisasikan sebuh peristiwa yang
benar-benar pernah terjadi. Berbeda dengan film fiksi yang terikat
oleh plot. Dalam poduksi film dokumenter terdapat karakter teknik
yang khas agar mendapatkan kemudahan, kecepatan, fleksibilitas
dan auntentitas dari sebuah peristiwa.23
2) Film Fiksi
Film fiksi yaitu film yang menggunakan cerita yang sudah
dibuat atau dikarang oleh penulis naskah tidak berdasarkan
kejadian nyata serta konsep pengadeganan sudah disusun sejak
awal. Lain hal nya dengan film dokumenter, film fiksi terikat plot
yang sudah ditentukan. Cerita dalam film fiksi berbagai jenis mulai
dari tentang kehidupan sosial, kebudayaan hingga percintaan.
3) Film Eksperimental
Film eksperimental adalah jenis film yang tidak sama
dengan film dokumenter maupun film fiksi. Hal ini dikarenakan,
22
Muhammad Ali, Dani Manesah, Pengantar Teori Film, (Yogyakarta:
Deepublish Publisher, 2020), h. 49-51
23
Muhammad Ali, Dani Manesah, Pengantar Teori Film, (Yogyakarta:
Deepublish Publisher, 2020), h. 50
30
6. Semiotika
a. Pengertian Semiotika
Secara etimologis, kata semiotika diambil dari bahasa
yunani yaitu kata Semeion yang berarti tanda. Tanda ini dianggap
sebagai suatu hal yang menunjuk pada hal lainya.24 Contohnya
seperti bendera kuning menandakan adanya kematian, asap yang
menandakan adanya api. Selain itu semiotika juga dapat dilihat
dalam komunikasi nonverbal seperti acungan jempol sebagai
bentuk apresiasi terhadap orang lain, dan ketika seseorang
mengerutkan kening merupakan tanda bahwa ia tidak mengerti dan
tanda-tanda semiotika lainya. Secara terminologis semiotika dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mengenai tanda. Tanda
yang dimaksud ia lah segala hal yang ada di dunia baik fisik
maupun mental, yang diberi makna oleh manusia. Bagi semiotik
dibalik sebuah fakta ada makna lain yang terjadi 25
24
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi
Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 7
25
Benny H. Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, (Depok:
Komunitas Bambu, 2014)
31
26
h. 12
27
h. 11
28
h. 12
29
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), cet. Ke-5, h. 46
32
laq No VI/2/2 0 2 0
34
C. KERANGKA BERFIKIR
ANALISIS SEMIOTIKA
ROLAND BARTHES
37
38
Yudi Datau
Sinematografer
Galang Galih
Penulis Skenario Ifan Ismail
Penyunting Wawan I. Wibowo
Penata Musik Tya Subiakto
Tabel 3. 1 Produksi Film Habibie & Ainun 3
1
Habibie & Ainun 3 - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
diakses pada 17 Februari 2023 pukul 9.13 WIB.
40
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Hanung_Bramantyo diakses pada 17
Februari 2023 pukul 9.03 WIB.
41
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Maudy_Ayunda diakses pada 17
Februari 2023 pukul 9.30 WIB.
43
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Jefri_Nichol diakses pada 17 Februari
2023 pukul 17.40 WIB.
45
5
https://id.wikipedia.org/wiki/Reza_Rahadian diakses pada 21
Februari 2023 pukul 09.50 WIB.
46
6
https://id.wikipedia.org/wiki/Arya_Saloka diakses pada 22 Februari 2023
pukul 09.00 WIB.
BAB IV
ANALISIS DATA
Visual Dialog
Ainun: Tapi kalo kata
orang, “Ainun jadi bidan
saja, perempuan cocoknya
jadi bidan.”
1
Wawancara dengan Joni Arman Hamid, Dosen Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 20 Juni 2023
48
49
Tabel 4. 1 Scene 1
Denotasi:
Pada scene ini, memperlihatkan Ainun sebagai tokoh
utama sedang berjalan dengan dua orang temannya Heny dan Dina
dengan latar jalanan yang sepi. Mereka sedang membicarakan
tentang masa depan mereka setelah lulus sekolah nanti.
Konotasi
Berdasarkan tanda denotasi diatas yaitu dialog Ainun “Tapi
kalo kata orang, “Ainun jadi bidan saja, perempuan cocoknya jadi
bidan.” Dapat diketahui bahwa pada masa itu stigma yang beredar
dimasyarakat yaitu perempuan dianggap tidak cocok menjadi
dokter karena sikapnya yang lemah lembut dan sensitif sehingga
hanya cocok untuk menjadi bidan saja. Dari gesture yang
disampaikan Ainun terlihat raut kekecewaan dan kesedihan
diwajah ainun karena cita-citanya dipandang rendah oleh
masyarakat. Kemudian jawaban dari Heny yang mengatkan
“Seperti dunia milik laki-laki saja” menandakan bahwa laki-laki
memiliki keunggulan dari berbagai bidang dibanding perempuan.
Tarikan nafas yang panjang menandakan bahwa Heny tidak terima
dengan stigma dan pemikirin masyarakat mengenai perempuan
pada saat itu.
50
Mitos
Pada masa itu perempuan dianggap lebih cocok untuk
menjadi bidan. Selain itu karena pendidikan dokter yang sulit
sehingga perempuan dianggap tidak mampu untuk menyelesaikan
pendidikan sebagai seorang dokter.
2. Scene 2
Pada scene ini memperlihatkan bahwa Ainun sedang
bersedih karena belum mendapatkan kabar mengenai kuliahnya
dari Universitas Indonesia. Disaat itu ibunya mencoba menguatkan
dan memberi semangat kepada Ainun, namun sang kakak
berbanding terbalik dengan ibunya dengan memberikan tanggapan
bahwa Ainun terlalu ngotot untuk menjadi seorang dokter.
Visual Dialog
Ainun: Atau mungkin
kuota untuk mahasiswa
perempuan sudah habis
kali ya, Bu.
Ibu Ainun: Kalo itu Ibu
nggak percaya.
Mas: Udah tau emansipasi
basa-basi masih aja ngotot
pengin jadi dokter
Ibu Ainun: Kamu ini ikut-
ikutan saja.
51
Mas: Ya ikut-ikutanlah.
Kalo terjadi apa-apa sama
Ainun, aku juga yang kena.
Ainun juga sering nangis
sama saya.
Tabel 4. 2 Scene 2
Denotasi
Pada scene ini Ainun sedang berkecil hati karena surat
penerimaan mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia yang ia
tunggu-tunggu tidak juga datang. Ainun berfikir bahwa kuota
mahasiswa perempuan sudah habis sehingga ia tidak bisa menjadi
mahasiswa kedokteran di Universitas Indonesia. Kekesalan Ainun
bertambah oleh kata-kata yang dilontarkan kakaknya yaitu ” Udah
tau emansipasi basa-basi masih aja ngotot pengin jadi dokter”
Konotasi
Konotasi yang terdapat pada scene ini, dari dialog “Udah
tau emansipasi basa-basi masih aja ngotot pengin jadi dokter”
yakni bahwa perempuan pada masa itu belum mendapatkan
keadilan karena gender yang mereka miliki, kemudian pada dialog
“Ya ikut-ikutanlah. Kalo terjadi apa-apa sama Ainun, aku juga
yang kena. Ainun juga sering nangis sama saya” Dapat dilihat dari
dialog yang disampaikan oleh kakak Ainun bahwa perempuan
dianggap cengeng dan selalu menangis saat dihadapi dengan
masalah sehingga menjadi beban terhadap laki-laki karena tidak
mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Dapat dilihat pada
dialog “Kalo terjadi apa-apa sama Ainun, aku juga yang kena”
52
3. Scene 3
Pada scene ini digambarkan bahwa para senior Ainun
melakukan tindak diskriminasi gender karena tidak terima tempat
duduknya diduduki oleh Ainun dan teman-temannya. Arlis
temannya Ainun pun tidak terima dan berusaha mempertahankan
tempat duduk tersebut karena mereka yang lebih dulu datang.
Tidak terima dipermalukan dihadapan para juniornya, Agus
Sumarhadipun marah dan membentak Asri.
53
Visual Dialog
Agus: Hei, perempuan!
Nggak usah sok kamu ya.
Kalaupun kamu jadi
dokter juga, nggak akan
lebih hebat dari kami para
pria.
Denotasi
Denotasi dalam scene ini adalah dialog Agus Sumarhadi
yaitu “Hei, perempuan! Nggak usah sok kamu ya. Kalaupun kamu
jadi dokter juga, nggak akan lebih hebat dari kami para pria.”
Pada scene ini diperlihatkan bahwa Agus Sumarhadi tidak
kebagian bangku saat memasuki ruangan kelas. Ia-pun tidak terima
dan memaksa Ainun dan Arlis untuk memberikan tempat
duduknya kepada Agus Sumarhadi. Namun, Arlis tidak terima
karena ia lebih dulu datang dan menduduki bangku tersebut. Selain
itu juga diperlihatkan gestur dan raut wajah emosi dari Agus
Sumarhadi dengan nada bicara yang tinggi kepada Arlis dan Ainun
yang menandakan bahwa Agus sangat marah dan tidak terima
diperlakukan seperti itu.
Konotasi
Konotasi dari scene diatas adalah Agus Sumarhadi yang
menganggap wanita adalah makhluk nomor dua setelah laki-laki
sehingga ia tidak pantas menjadi seorang dokter dan Agus tidak
setuju jika seorang wanita menjadi dokter, Agus beranggapan
meskipun perempuan menjadi dokter tidak akan bisa mengalahkan
laki-laki karena wanita akan kembali kerumah untuk menjadi
seorang istri yang akan melayani suami dan ank-anaknya. Pada
scene ini juga diperlihatkan bahwa Agus Sumarhadi adalah orang
yang sombong dan angkuh. Dapat dilihat dari raut wajahnya yang
mengeras, mata yang melotot serta gerakan menunjuk ke arah
Ainun dan Arlis mempertlihatkan bahwa ia sedang marah dan
tidak terima direndahkan oleh Arlis, karena ia adalah seorang laki-
55
Mitos
Mitos pada scene ini yaitu perempuan dianggap memiliki
derajat yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Perempuan
mendapatkan subordinasi dimana perempuan tidak lebih hebat
dibandingkan laki-laki dalam banyak hal, salah satunya dalam
pekerjaan. Anggapan bahwa perempuan tidak mampu untuk
menjalani pendidikan sebagai seorang dokter yang keras dan sulit
menjadikan perempuan dianggap tidak mampu menjadi seorang
Dokter yang hebat. Kondisi biologis dan kodrat wanita seperti
melahirkan dan menyusui yang mengahruskan mereka untuk cuti
dari pekerjaan juga dianggap menjadi penghambat wanita dalam
meniti karir. Hal ini tergambar pada dialog Agus Sumarhadi
“Kalaupun kamu jadi dokter juga, nggak akan lebih hebat dari
kami para pria”.
4. Scene 4
Pada scene ini Ainun sedang berada dilaboratorium
bersama teman-temannya untuk belajar menggunakan media
kadaver atau mayat manusia yang sudah diawetkan untuk
kepentingan pendidikan kedokteran sebagai media untuk
mempejari anatomi manusia. Meskipun sudah diawetkan, kadaver
56
Visual Dialog
(Beberapa mahasiswi
muntah dan dibawa keluar
laboratorium)
Husodo: Ada lagi
perempuan yang mau
menyusul?
(Salah satu mahasiswa
pingsan)
Arlis: Itu dia laki-laki,
Prof.
57
Tabel 4. 4 Scene 4
Denotasi
Pada scene ini Ainun beserta mahasiswa lain sedang
melakukan praktikum di laboratorium menggunakan kadaver.
Kadaver adalah jenazah yang telah diawetkan dan digunakan
sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa kedokteran. Oleh
karena itu, kadaver mengeluarkan bau yang tidak sedap. Pada saat
praktikum para mahasiswa mual dan tidak tahan dengan bau yang
dikeluarkan oleh kadaver. Denotasi pada scene ini dapat dilihat
pada dialog Profesor Husodo yang mengatakan ” Perasaan
sentimentil perempuan yang dibalut indera perasa yang lebih
tajam dari laki-laki membuat ilmu kedokteran tidak cocok bagi
mereka.” Dari dialog ini dapat dlihat bahwa Profesor Husodo
menganggap bahwa perempuan adalah mahluk yang lemah dan
sentimentil sehingga tidak cocok untuk menjadi seorang dokter.
58
Konotasi
Konotasi pada scene ini adalah pada dialog “Ada lagi
perempuan yang mau menyusul?” Disini dapat dilihat bahwa
Profesor Husodo menganggap bahwa semua perempuan itu lemah
karena ia langsung menyebutkan perempuan meskipun diruangan
tersebut tidak hanya perempuan yang mual hingga muntah karena
aroma kadaver tersebut. Kemudian pada scene ini juga
diperlihatkan bahwa ada seorang mahasiswa laki-laki yang
pingsan, hal ini sebagai pembuktian bahwa perempuan tidak selalu
lemah dan tidak berdaya dibandigkan laki-laki. Perempuan juga
memiliki kekuatan dan laki-laki juga tidak selalu kuat
dibandingkan perempuan.
Mitos
Mitos yang terdapat pada scene ini adalah laki-laki
dianggap lebih kuat dibandingkan perempuan sehingga Profesor
Husodo hanya menantang para perempuan. Sedangkan perempuan
mendapatkan stereotip bahwa perempuan makhluk yang lemah
dan memiliki indera perasa dan sentimentil yang kuat.
5. Scene 5
Pada scene ini Ainun sedang melakukan kunjungan ke
sebuah perkampungan kumuh yang ditempati oleh para pemulung.
Ia melihat seorang ibu yang sedang merawat anak-anaknya yang
mengalami disentri dan tipes. Tidak tega melihat kondisi anak-
anak tersebut, Ainun berbegas ke rumah sakit untuk membeli obat.
59
Visual Dialog
Penjahat 1: Mau kemana
neng? (Menyegat Ainun)
Ainun: Maaf saya buru-
buru ke rumah sakit,
permisi Mas.
Penjahat 2: Sabar Neng,
sabar.
Penjahat 1: Baru ngasih
uang ke bininya Pano ya?
Ainun: Saya tidak kasih
uang, saya hanya
membantu.
Penjahat 2: kita juga
butuh uang, sini sini
sebentar.
Ainun: Kenapa, Mas?
Penjahat 2: Sini sini
Ainun: Ih jangan kurang
ajar ya
60
Denotasi
Pada scene ini diperlihatkan Ainun yang sedang
mengunjungi sebuah perkampungan yang kumuh dan melihat
seorang ibu yang sedang menjaga anak-anaknya yang sakit. Saat
hendak ke Rumah Sakit untuk membeli obat Ainun dicegat oleh
dua orang preman yang bermaksud jahat dan berniat untuk
memperkosa Ainun dan Ainunpun berusaha untuk melepaskan diri
dari kedua preman tersebut.
Konotasi
Konotasi pada scene ini adalah perempuan dianggap
sebagai objek pemuas nafsu bagi laki-laki. Perempuan selalu
menjadi korban atas kejahatan seksual yang dilakukan laki-laki
karena sifatnya yang lemah lembut dan dianggap lugu sehingga
laki-laki menganggap rendah kepada wanita dan bisa dengan
mudah untuk diperlakukan dengan tidak baik. Pada scene ini
diperlihatkan bahwa Ainun mencoba untuk melawan laki-laki
tersebut namun tidak berhasil karena mereka lebih kuat daripada
Ainun.
61
Mitos
Mitos pada scene ini adalah kejahatan sosial dianggap
terjadi karena ketidakberdayaan perempuan untuk melawan laki-
laki sehingga ia menjadi sasaran empuk bagi para laki-laki yang
berniat jahat untuk melepaskan hawa nafsunya. Seringkali
perempuan disalahkan ketika menjadi korban kekerasan dan
pelecehan, seperti mereka dianggap salah karena cara berpakaian
mereka yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan, padahal
seluruh bentuk kekerasan tidak dapat dibenarkan dengan alasan
seperti itu.
6. Scene 6
Pada scene ini diperlihatkan Ainun sedang bermain ke
pasar malam bersama Ahmad. Pada saat menikmati kerak telor
yang mereka beli, tiba-tiba hujan turun dengan deras merekapun
bergegas berlari ke rumah Ahmad untuk bereduh. Sesampainya di
rumah Ahmad, Ainun terkejut karena ada profesor Husodo yang
ternyata adalah Ayah dari Ahmad. Ahmadpun menjelaskan bahwa
Ainun pernah memuji Profesor Husodo sebagai pengajar yang
hebat.
62
Visual Dialog
Husodo: Puluhan tahun
saya berpegang pada cara
mengajar saya yang
keras, bahkan mungkin
saya berlaku tidak adil
kepada anda. Tapi saya
bersyukur, saya berlaku
keras kepada mahsiswa
saya karena saya tidak
ingin mereka menjadi
lembek dan bagi saya
perempuan terlalu lemah
untuk digemblong seperti
itu.
Tabel 4. 6 Scene 6
Denotasi
Pada scene ini diceritakan bahwa Ainun sedang berteduh
dirumah Ahmad dan bertemu Profesor Husodo. Pada saat itulah
Profesor Husodo menyampaikan bagaimana ia menjadi seorang
pendidik yang tegas dan keras selama ia menjadi seorang Profesor.
Menurut Profesor Husodo cara mengajarnya yang keras seperti itu
tidak cocok untuk perempuan yang lemah. Hal ini diperlihatkan
dalam dialog”bagi saya perempuan terlalu lemah untuk
digemblong seperti itu”
63
Konotosi
Pada dialog profesor husodo “bagi saya perempuan terlalu
lemah untuk digemblong seperti itu” Memperlihatkan bahwa
Profesor Husodo memberikan pelabelan atau stereotip kepada
perempuan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan
tidak sanggup untuk menerima pembelajaran yang keras sebagai
seorang dokter dan oleh karena itu dokter Husodo menganggap
perempuan tidak cocok untuk menjadi seorang dokter. Sedangkan
laki-laki dianggap cocok untuk menjadi seorang dokter karena
mereka dianggap kuat. Hal ini berdasarkan pada dialog diatas
dimana Profesor Husodo hanya menyebutkan perempuan saja,
sedangkan mahasiswanya tidak hanya perempuan saja.
Mitos
Mitos pada scene ini yaitu perempuan identik dengan
kelemahan sehingga kebanyakan orang memandang rendah
terhadap perempuan dan mereka seringkali dianggap tidak mampu
untuk melakukan suatu hal sehingga ia dianggap tidak cocok untuk
menjadi seorang dokter. Pendidian dokter cukup sulit untuk
diselesaikan, oleh karena itu Profesor Husodo memutuskan untuk
menggunakan cara keras dalam mengajarkan mahasiswanya,
namun karena stereotip yang berkembang dimasyarakat bahwa
perempuan seringkali cengeng dan tidak bisa dididik dengan keras
menjadikan perempuan dianggap tidak akan mampu untuk
menjalani pendidikan dokter. Sedangkan laki-laki dianggap
memiliki mental yang kuat untuk menjadi seorang dokter.
64
7. Scene 7
Pada scene ini Ainun dan teman-temannya sedang
merayakan pesta akhir tahun dan semua mahasiswa bernyanyi
bergembira dan saling saut-sautan pantun. Namun, saat giliran
Agus untuk membalas pantun Ia melontarkan kalimat yang
merendahkan Ainun didepan mahasiswa lainnya.
Visual Dialog
Agus Sumarhadi: Ke
Jakarta membawa
koper, Pergi berdua
naik sepur. Cita-cita
menjadi dokter, kodrat
wanita ada didapur
Agus Sumarhadi:
“Buah duku buah
mangga, Dipetiknya
dari tetangga.
Lupakanlah citacita,
Karena itu sia-sia”
Agus Sumarhadi: “Dan
kamu Ainun! Kamu
belum tentu jadi
dokter!”
Tabel 4. 7 Scene 7
65
Denotasi
Pada scene ini Ainun sedang merayakan pesta akhir tahun
bersama dengan teman-temannya. Mereka bernyanyi dan saling
berbalas pantun. Pada saat Agus Sumarhadi untuk berpantun ia
melontarkan kalimat yang berisi kata-kata merendahkan Ainun.
Seperti pada dialog “Cita-cita menjadi dokter, kodrat wanita ada
didapur”
Konotasi
Berdasarkan dialog Agus sumarhadi “Cita-cita menjadi
dokter, kodrat wanita ada didapur” Agus Sumarhadi memberikan
pelabelan kepada perempuan bahwa kodrat perempuan adalah
mengurus urusan rumah dan dialog lanjutan “Dan kamu Ainun!
Kamu belum tentu jadi dokter!” Mengisyaratkan bahwa
meskipun perempuan menempuh pendidikan belum tentu dapat
bekerja untuk menggapai cita-cita karena ia adalah seorang
perempuan yang akan menikah dan berkewajiban untuk mengurus
suaminya dan juga urusan rumah tangga. Sedangkan laki-laki
dianggap sebagai mahkluk yang berkewajiban untuk bekerja diluar
rumah untuk mencukupi nafkah bagi keluarganya. Oleh karena itu,
laki-laki lebih diutamakan untuk mekanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Mitos
Mitos yang terdapat dalam scene ini adalah pada
masyarakat Indonesia berkembang pemikiran bahwa kodrat
sebagai seorang wanita yaitu berada di dapur, sumur dan kasur.
Sehingga wanita dianggap tidak pantas untuk bercita-cita tinggi
karena akan berakhir dirumah sebagai seorang istri. Sedangakan
66
A. Marginalisasi
Marginalisasi adalah pemiskinan suatu gender baik itu laki-
laki maupun perempuan yang terjadi akibat konstruksi gender yang
terdapat dalam masyarakat. Anggapan ini menjadikan perempuan
ketika bekerja dianggap sebagai nafkah tambahan sehingga
diletakkan pada kedudukan yang berada dibawah laki-laki.
Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki
dalam memperoleh pekerjaan dengan catatan selama ia mapu dan
tidak beresiko terhadapnya. Karena tidak dapat dipungkiri
perempuan memiliki biologis yang berbeda dengan laki-laki
dimana perempuan akan mengalami kehamilan dan menyususi
ketika sudah menjadi seroang istri. Hal ini selaras dengan pendapat
Nadya Kharima mengenai pembagian kerja tidak dapat dibedakan
berdasarkan jenis kelamin.
67
68
1
Wawancara dengan Nadia Kharima Koordintor Pusat Studi Gender
dan Anak UIN Jakarta pada 25 Juni 2023 (Via Whatsapp)
2
Khusnul khotimah, (2009). Diskriminasi Gender Terhadap
Perempuan dalam Sektor Pekerjaan, Jurnal Studi Gender & Anak, Vol. 4 No 1,
h.4
69
masing setelah tamat dari SMA. Melalui dialog Ainun dan teman-
temannya yaitu: “Tapi kalo kata orang, “Ainun jadi bidan saja,
perempuan cocoknya jadi bidan.”. Berdasarkan dialog ini dapat
dilihat bahwa perempuan mengalami pemiskinan dalam sektor
kerja, hal ini sesuai dengan bentuk marginalisasi menurut Alison
Scott diatas yaitu pemusatan perempuan pada jenis pekerjaan
tertentu, dimana mereka dianggap hanya cocok untuk menjadi
bidan karena di Indonesia profesi bidan hanya diperbolehkan untuk
perempuan seperti yang telah terkandung dalam Undang-Undang
(UU) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan yaitu:
"Bidan adalah seorang perempuan yang telah
menyelesaikan program pendidikan Kebidanan baik di dalam
negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh
Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk
melakukan praktik Kebidanan,"3
Meskipun perempuan juga memiliki hak yang sama dengan
laki-laki untuk menjadi seorang dokter namun karena adanya
pemahaman yang terus berkembang dalam masyarakat ini
menjadikan perempuan terhambat untuk menjadi seorang dokter.
B. Subordinasi
Manusia perlu bekerja guna mencukupi kebutuhan
hidupnya. Tanggung jawab untuk bekerja tersebut tidak hanya
diberatkan kepada laki-laki, perempuan juga memiliki hak untuk
bekerja sesuai dengan impian dan cita-citanya tanpa mendapatkan
3
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2004/29TAHUN2004UU.HTM
diakses pada 20 Juli pukul 00.50
70
4
Daratullaila Nasri, (2016) "Ketidakadilan Gender Terhadap
Perempuan dalam Novel Padusi Karya Ka’bati.", Madah, Vol 7 No 2, h.229
5
Wawancara dengan Nadya Kharima, Pusat Studi Gender dan Anak
UIN Jakarta pada 25 Juni 2023 (Via Whatsapp)
71
C. Stereotipe
Stereotipe adalah pelabelan terhadap seseorang atau
kelompok sehingga sering digunakan sebagai alasan pembenaran
atas tindakan dari suatu kelompok atas kelompok lainnya.
74
6
Agus Afandi, (2019). Bentuk-Bentuk Perilaku Bias Gender,
LENTERA: Journal of Gender and Children Studies, Vol 1, Issue 1, h.5
75
7
Wawancara dengan Nadya Kharima Koordintor Pusat Studi Gender
dan Anak UIN Jakarta pada 25 Juni 2023 (Via Whatsapp)
8
Wawancara dengan Nadya Kharima Koordinator Pusat Studi Gender
dan Anak UIN Jakarta pada 25 Juni 2023 (Via Whatsapp)
76
D. Kekerasan
9
Wawancara dengan Joni Arman Hamid, Dosen Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Juni 2023
77
10
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: INSISTtPress, 2008) h.17
78
11
Wawancara dengan Nadya Kharima Koordinator Pusat Studi Gender
dan Anak UIN Jakarta pada 25 Juni 2023 (Via Whatsapp)
79
A. Kesimpulan
80
81
B. Saran
1. Saran Praktis
a) Untuk pembuat film agar dapat menyajikan film-film yang
mengandung pesan mengenai diskriminasi gender beserta
solusi dari diskriminasi tersebut agar dapat memberikan
dampak positif terhadap penonton film.
b) Untuk penonton film diharapkan dapat mengambil pesan-
pesan positif mengenai bentuk-bentuk diskriminasi gender
yang terkandung dalam film agar lebih peduli terhadap
permasalahan diskriminasi gender yang terjadi
dilingkungannya.
82
2. Saran Akademis
Untuk penelitian selanjutn ya diharapkan dapat meneliti
dengan sudut pandang yang berbeda dan mengembangkan lagi
penelitian serupa seperi mengenai kesadaran pemberdayaan
wanita agar memberikan dampak yang lebih baik.
C. Implikasi
1. Implikasi Akademis
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi
untuk penelitian selanjutnya yang membahas mengenai
diksriminasi gender dalam film maupun penelitian yang
menggunakan analisis semiotika Roland Barthes.
2. Implikasi Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan
kepada penonton film agar lebih memahami dan mengetahui
kesataraan atau persamaan hak agar dapat menghindari bentuk-
bentuk diskriminasi gender yang sering terjadi dilingkungan
masyarakat.
83
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna, terj. Evi Setyani dan
Lusi Lian Piantari. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
Jurnal
85
Website
DAFTAR LAMPIRAN
A. Transkip Wawancara
1. Hasil Wawancara 1
2. Transkip Wawancara 2
B. Dokumentasi