Anda di halaman 1dari 16

Nama : Delia Annisa Rahma Yanti (02.05.20.

074)
Program Studi : Agribisnis Hortikultura
Tingkat : 2C
Jurusan : Pertanian
Mata Kuliah : Manajemen Rantai Pasok
Dosen Pengampu : Dr. Ermia Sofiyessi, S.Tp., M.Ag

REVIEW JURNAL
Jurnal 1
Judul Optimasi Model Transportasi Dalam Pengukuran Kinerja
Manajemen Rantai Pasokan Beras (Studi Kasus di Perum Bulog
Divisi Jawa Barat)
Journal Manajemen & Agribisnis
Volume dan Halaman Vol. 2 No. 2 Halaman 113-127
Tahun 2005
Penulis Galuh Chandra Dewi, E. Gumbira Sa’id, Idqan Fahmi
Reviewer Delia Annisa Rahma Yanti
Tanggal 10/07/2022

Abstrak Tulisan ini menyajikan bahwa model transportasi beras


melibatkan empat wilayah subdivre surplus (Wilayah Subdivre
Karawang, Subdivre Subang, Subdivre Indramayu, dan
Subdivre Cirebon), serta tiga wilayah subdivre defisit di Jawa
Barat (Wilayah Subdivre Cianjur, Subdivre Bandung, dan
Subdivre Ciamis), dan dua wilayah Subdivre defisit Jakarta
(Subdivre Serang dan Subdivre Jakarta Raya).
Pendahuluan Penulis menyampaikan bahwa Bulog harus mempertimbangkan
keberlanjutan pasokan beras lokal nasional, karena peningkatan
konsumsi beras cenderung tidak diimbangi dengan pemanfaatn
lahan produksinya. Rantai pasokan yang tidak optimal
mengakibatkan bulog tetap tergantung pada beras impor
sedangkan hasil produksi beras lokal belum didistribusikan
secara maksimal. Pasaran domestik yang terbatas di Indonesia
terpaksa didukung dengan impor. Dengan kondisi pasokan dan
persedian beras dunia yang semakin menipis, ketergantungan
negara terhadap impor tidak dapat dibiarkan, meskipun pada
tahun 2004 yang lalu Indonesia telah berhasil melakukan
swamsebada beras. Dengan demikian tantangan Bulog adalah
menjalan tugasnya untuk menyerap surplus produksi beras di
lokasi-lokasi sentra produksi lokal, serta memasok daerah-
daerah defisit beras, tanpa tergantung pada beras impor. Hal
tersebut mendorong dilakukannya analisis optimasi distribusi
beras Bulog dari lokasi-lokasi surplus menuju lokasi-lokasi
defisit beras.
Tujuan Menganalisis optimasi distribusi beras Bulog dari lokasi-lokasi
surplus menuju lokasi-lokasi defisit beras.
Permasalahan Dalam kajian ini penulis mengidentifikasi bahwa kondisi
pasokan dan persedian beras dunia semakin menipis. Rantai
pasokan beras yang tidak optimal mengakibatkan Bulog tetap
tergantung pada beras impor, sedangkan hasil produksi beras
lokal belum didistribusikan secara maksimal. Penetapan lokasi
surplus atau defisit ditentukan melalui selisih volume produksi
dan volume konsumsi, dan optimasi hasilnya untuk transportasi
beras dari lokasi surplus ke lokasi defisit beras. Model
transportasi beras melibatkan empat wilayah subdivre surplus
(wilayah subdivre Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon),
serta tiga wilayah subdivre defisit Jawa Barat (Wilayah
Subdivre Cianjur, Bandung, dan Ciamis), dan dua wilayah
subdivre di Divre Jakarta (Subdivre Serang dan Jakarta Raya).
Hasil Pembahasan Dalam kajian ini disampaikan bahwa transportasi beras
optimum dilakukan dari Subdivre Cirebon ke Subdivre Ciamis
dan dari Subdivre Karawang ke Subdivre Cianjur. Transportasi
beras secara optimal dari Divre Jawa Baratke Divre DKI Jakarta
terjadi dari Subdivre Cirebon, Subdivre Indramayu, Subdivre
Karawang , serta Subdivre Subang ke Subdivre Jakarta Raya.
Total biaya yang dikeluarkan untuk setiap kali pengiriman beras
antarsubdivre di Jawa Barat adalah Rp 563,953,104,-. Total
biaya yang dikeluarkan untuk setiap kali pengiriman beras
antardivre (dari Divre Jawa Barat ke Divre DKI Jakarta) adalah
Rp 20,220,138,427,-. Agar mencapai kondisi optimal Subdivre
Cirebon tidak mendistribusikan beras ke Subdivre Bandung dan
Subdivre Serang. Bulog harus menjalankan efisiensi operasi
publik dan komersial melalui peta transportasi yang optimal.
Berdasarkan pemetaan kondisi gap anatara volume produksi dan
volume konsumsi di Jawa Barat hingga beberapa tahun kedepan,
serta dengan analisis menggunakan metode transportasi, maka
dalam waktu beberapa tahun kedepan, untuk mengatasi
kekurangan persedian pada daerah-daerah defisit di Jawa Barat,
Bulog masih menerapkan transportasi beras Subdivre Karawang
menuju Subdivre Cianjur atau dari Subdivre Cirebon menuju
Subdivre Ciamis. Kondisi kelebihan persedian beras di lokasi-
lokasi surplus juga mengisyaratkan adanya peluang bagi Bulog
dalam mengembangkan industri pengolahan beras di lokasi-
lokasi tersebut, sehingga selain berdampak positif terhadap
penurunan biaya pemeliharaan/penyimpanan, juga memberikan
manfaat keuntungan penciptaan nilai tambah yang mampu
meningkatkan pendapatan Bulog di bidang industri pengolahan
dan perdangangan.
Kesimpulan Kondisi surplus beras terjadi di wilayah-wilayah operasional
Bulog Subdivre Karawang, Subdivre Subang, Subdivre
Indramayu, dan Subdivre Cirebon. Hal tersebut memungkinkan
dilakukannya transportasi beras menuju tujuan pengadaan Bulog
secara optimal dari Subdivre Cirebon menuju Subdivre Ciamis
atau Subdivre Karawang menuju Subdivre Cianjur. Selain itu,
transportasi kelebihan beras tanpa mengubah kondisi optimal
dapat dilakukan dari Subdivre Karawang, Subdivre Subang,
Subdivre Indramayu dan Subdivre Jakarta Raya. Untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas distribusi antar lokasi
tersebut.

Jurnal 2
Judul Analisis Transportasi Rantai Pasok Telur Ayam Pada Pasar
Pinasungkulan Karombasan Manado
Journal Jurnal EMBA
Volume dan Halaman Vol.4 No.3 Halaman 090-100
Tahun 2016
Penulis Yolanda Saroinsong, Indrie D. Palandeng
Reviewer Delia Annisa Rahma Yanti
Tanggal

Abstrak Tulisan ini menyajikan bahwa dalam pengembangan sistem


transportasi yang efektif dan efisien dapat diterapkan dengan
menggunakan konsep manajemen rantai pasok. Konsep
transportasi yang efektif akan sangat penting dalam rantai pasok
telur ayam pada pasar Pinasungkulan Karombasan. Jalur
transportasi telur ayam baik dari desa maupun ke pasar yang
efektif melalui Jl. Tololiu-Supit, namun jalur ini kurang efisien
karena biaya bahan bakar melewati jalur ini lebih kecil yang
mengakibatkan moda transportasi yang digunakan akan lebih
cepat rusak maka penyusutannya akan lebih besar. Untuk itu
pedagang diharapkan menggunakan moda transportasi mobil
box karena penggunaan mobil box menjadi pilihan terbaik
dibandingkan moda transportasi lainnya karena kemungkinan
telur ayam rusak atau pecah sangat kecil.
Pendahuluan Penulis menyampaikan bahwa Transportasi merupakan salah
satu faktor dalam penciptaan ketepatan waktu karena
mencerminkan seberapa cepat dan seberapa tepat produk dapat
berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Perencanaan
transportasi yang tidak efektif dan efisien bisa mengakibatkan
naiknya harga dari telur ayam tersebut. Hal ini menjadikan
komoditi telur ayam ras sebagai salah satu komoditi
penyumbang inflasi di Indonesia. Untuk menunjang kelancaran
pasokan telur ayam itu sendiri maka perencanaan transportasi
supply chain telur ayam ras sangat perlu diperhatikan apakah
sudah efektif dan efisien. Mengingat karakteristik dari telur
ayam yang mudah rusak dan pecah, ditambah lagi jika muatan
terlalu banyak dan kendaraan yang membawa telur ayam
tersebut melewati jalanan yang rusak bisa menyebabkan telur
ayam mengalami kerusakan sebelum sampai pada pengecer di
pasar.
Tujuan Mengetahui jalur transpotasi dan moda transportasi dalam
manajemen rantai pasok telur ayam ras yang efektif dan efisien.
Permasalahan Dalam kajian ini penulis mengidentifikasi bahwa Jalur
transportasi telur ayam baik dari desa maupun ke pasar yang
efektif melalui Jl. Tololiu-Supit, namun jalur ini kurang efisien
karena biaya bahan bakar melewati jalur ini lebih kecil yang
mengakibatkan moda transportasi yang digunakan akan lebih
cepat rusak maka penyusutannya akan lebih besar.
Hasil Pembahasan Dalam kajian ini disampaikan bahwa jalur transportasi untuk
pengangkutan dari peternakan di Kabupaten Tombulu melalui
Jl. Tololiu-Supit dengan menggunakan mobil box merupakan
jalur yang paling efektif, namun jalur ini kurang efisien karena
walaupun biaya bahan bakar melewati jalur ini lebih kecil tapi
kondisi Jl. Tololiu-Supit yang rusak mengakibatkan mobil box
akan lebih cepat rusak dan biaya penyusutannya lebih besar.
Dan begitupun dengan Jalur Ringroad walaupun sudah efektif
tapi belum efisien karena waktu tempuh yang lebih lama dan
sering terjadinya kemacetan. Selanjutnya para peternak baik
informan 1 maupun informan 2 sudah menggunakan transportasi
yang efektif dan efisien dalam hal ini mobil box. Pengangkutan
menggunakan mobil box sudah tepat selain karena kapasitas
dari mobil box ini yang cukup besar, penggunaan mobil box
pada Jl.Tololiu-Supit dengan kondisi yang rusak menjadi pilihan
terbaik dibandingkan moda transportasi lainnya karena
kemungkinan telur ayam rusak atau pecah sangat kecil bahkan
tidak ada. Namun untuk moda transportasi mobil pick-up dan
motor belum efektif dan efisien karena selain kapasitas angkutan
yang kecil, para pedagang pengecer hanya memiliki 1 jalur
untuk dilewati yaitu Ringroad karena penggunaan mobil pick-up
dan motor pada Jl.Tololiu-Supit sangat tidak disarankan karena
kemungkinan telur ayam rusak atau pecah sangat besar. Dan
juga melewati jalan ini bisa mengakibatkan kecelakan pada saat
pengangkutan. Untuk menaikan efisiensi, perbaikan
meningkatkan nilai output dapat dilakukan dengan adanya
perubahan teknologi pada rantai pasok Namun untuk penelitian
ini meningkatkan efisiensi tidak hanya dengan memperhatikan
jaringan rantai pasoknya saja tetapi sangat diperlukan juga
perencanaan dalam pemilihan jalur transportasi dan moda
transportasi yang tepat.
Kesimpulan Jalur transportasi telur ayam ras yang efektif adalah melalui
Jl.Tololiu-Supit, namun jalur ini kurang efisien karena walaupun
biaya bahan bakar melewati jalur ini lebih kecil tapi kondisi
jalan tersebut yang rusak mengakibatkan mobi lbox akan lebih
cepat rusak dan biaya penyusutan akan lebih besar. Penggunaan
mobil box pada Jl.Tololiu-Supit dengan kondisi yang rusak
menjadi pilihan terbaik dibandingkan moda transportasi lainnya
karena kemungkinan telur ayam rusak atau pecah sangat kecil
bahkan tidak ada. Namun untuk moda transportasi mobil pick-
up dan motor belum efektif dan efisien karena selain kapasitas
angkutan yang kecil, para pedagang pengecer hanya memiliki 1
jalur untuk dilewati yaitu Ringroad.

Jurnal 3
Judul Model Transportasi Pengiriman Produk Perishable Dengan
Multi Kendaraan
Journal Jurnal Manajemen Industri dan Logistic
Volume dan Halaman Vol. 03 No. 01
Tahun 2019
Penulis Winanda Kartika
Reviewer Delia Annisa Rahma Yanti
Tanggal

Abstrak Tulisan ini menyajikan bahwa penentuan rute terpendek


merupakan suatu persoalan mencari lintasan antara dua buah
simpul pada graf berbobot untuk mendapatkan jumlah bobot
yang minimum. Dalam menganalisis masalah penentuan rute
terpendek setiap algoritma memiliki cara yang berbeda dalam
menyelesaikan suatu permasalahan tertentu. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dilakukannya
pengembangan algoritma untuk menentukan lintasan kritis dari
satu titik asal ke satu titik tujuan pada suatu jaringan untuk
pengiriman produk perishable dan dibatasi jendela waktu
dengan meminimumkan total biaya sekaligus pemilihan jenis
kendaraan yang akan digunakan untuk pemecahan masalah.
Algoritma yang dikembangkan adalah Algoritma Dijkstra.
Modifikasi Dijkstra dilakukan karena permasalahan yang diteliti
tidak bisa dimodelkan secara matematis.
Pendahuluan Penulis menyampaikan bahwa dalam pengiriman produk
perishable dari titik tujuan, waktu sangat berperan penting
karena keterlambatan kedatangan produk menyebabkan nilai
ekonomis produk tersebut berkurang bahkan hilang. Suatu
model transportasi harus mampu menyusun strategi rute
kendaraan dengan total biaya yng minimum. Masalah lintasan
terpendek merupakan masalah klasik. Dalam mengirimkan
produk perishable, rute kendaraan menjadi faktor kritis karena
apabila tidak ada strategi penentuan rute kendaraan yang
optimal, produk dapat kehilangan kualitas atau penurunan nilai
ekonomi. Pergantian kendaraan dilakukan pada suatu titik antara
titik selain titik asal dan titik tujuan. Pergantian kendaraan dan
rute memberikan total biaya kendaraan yang berbeda. Dengan
menggunakan kendaraan dengan waktu tempuh singkat maka
biaya yang dikeluarkan besar, tetapi biaya deteriorasi produk
kecil. Sebaliknya dengan waktu tempuh lama maka biaya yang
dikeluarkan kecil, tetapi biaya deteriorasi besar.
Tujuan Menentukan lintasan kendaraan dari satu titik asal ke satu titik
tujuan pada suatu jaringan untuk pengiriman produk perishable
dengan multi moda untuk meminimumkan total biaya
transportasi.
Permasalahan Dalam kajian ini penulis mengidentifikasi permasalahan
mengenai penentuan lintasan rute terpendek untuk pengiriman
produk perishable yang mengalami deteriorasi sepanjang
perjalanan dari satu titik asal ke satu titik tujuan dengan
pembatas jendela waktu yang dapat meminimumkan total biaya
kendaraan.
Hasil Pembahasan Dalam kajian ini disampaikan bahwa pengiriman produk
perishable dari satu titik asal ke satu titik tujuan dengan
menggunakan kendaraan. Dari titik asal terdapat dua alternatif
penggunaaan jenis kendaraan untuk mengangkut produk
tersebut yaitu menggunakan truk atau pesawat cargo. Pemilihan
dua kendaraan ini berdasarkan perbedaan yang signifikan
terhadap kecepatan kendaraan atau waktu tempuh yang dapat
dicapai oleh kendaraan. Batas toleransi ketahanan prroduk
adalah produk masih memiliki niali ekonomis pada saat tiba
dititik tujuan tanpa mengurangi kualitas produk. Pergantian
kendaraan menyebabkan trade-off antara biaya penggunaan
kendaraan dengan biaya deterioarasi produk. Setiap simpul ada
pembatas time window yang harus dipenuhi oleh kendaraan.
Kendaraan yang datang lebih awal dari time window tetap
dikatakan layak melewati lintasan tersebut, tetapi akan
dikenakan biaya tunggu. Namun, jika kendaraan datang
melebihi batas time window maka lintasan yang dilewati
kendaraan tersebut dikatakan tidak layak sehingga tidak
dipertimbangkan menjadi rute kendaaraan yang terpilih. Karena
adanya waktu tunggu maka waktu yang masuk dalam
perhitungan ada dua yaitu waktu tempuh kendaraan dan waktu
perjalanan kendaraan. Karena permasalahan tidak bisa
dimodelkan secara matematis sehingga mengguunakan
algoritma pemecahan masalah. Modifikasi Algoritma Djikstra
karena ada pergantian kendaraan sebagai strategi pengiriman
produk perishable untuk meminimumkan total biaya dan
mempertahankan kualitas produk sehingga membutuhkan
lintasan kendaraan yang terpendek dari satu titik asal ke satu
titik tujuan dengan dibatasi jendela waktu. Modifikasi jaringan
yaitu membuat duplikasi jaringan sehingga menjadi suatu
jaringan yang terhubung satu sama lain.
Kesimpulan Rute yang terpilih adalah rute dengan pergantian kendaraan
yaitu pertama menggunakan jenis kendaraan dengan waktu
tempuh lebih singkat tapi biaya kendaraan lebih mahal
kemudian pada suatu simpul terjadi pergantian kendaraan
dengan jenis kendaraan dengan waktu tempuh lebih lama tapi
biaya kendaraan lebih murah sehingga meminimumkan total
biaya transportasi. Pergantian kendaraan dapat menjadi suatu
strategi untuk meminimalkan biaya total perjalanan
pegangkutan produk perishable sampai ke titik tujuan. Model
transportasi pengiriman produk perishable dengan multi moda
sepenuhnya belum menggambarkan kondisi sesungguhnya
karena masih menggunakan data hipotetik.

Jurnal 4
Judul Model Transportasi Multimoda Distribusi Garam (Studi Kasus
Pulau Madura)
Journal Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhan
Volume dan Halaman Vol. 8 No. 1
Tahun 2017
Penulis Hasan Iqbal Nur, Tri Achmadi, Ali Fahmi
Reviewer Delia Annisa Rahma Yanti
Tanggal

Abstrak Tulisan ini menyajikan bahwa pola distribusi garam saat ini
perlu ditinjau ulang, karena pada kenyataannya produksi dari
petani garam cukup melimpah tetapi belum dapat terserap
sepenuhnya oleh perusahaan produsen pengolahan garam.
Selain itu terjadi disparitas harga garam yang cukup tinggi
antara daerah produsen dan daerah konsumen. Analisis yang
dilakukan yaitu pada dua kondisi dari hulu sampai hilir. Dimana
wilayah hulu adalah daerah produsen garam di Madura, yakni
dari kabupaten Bangkalan, sampang, pamekasan, dan sumenep
ke pabrik pengolahan garam. Sedangkan wilayah hilir adalah
pabrik pengolahan garam ke wilayah konsumen yang berada di
Jakarta dan Denpasar. Dengan menggunakanpola distribusi dan
angkutan garam terpilih, didapatkan penurunan biaya
pengiriman per tahun untuk masing masing pabrik pengolahan.
Pendahuluan Penulis menyampaikan bahwa pola distribusi garam saat ini
perlu ditinjau ulang, karena produksi garam dalam negeri belum
mencukupi kebutahan konsumsi dan kegiatan industri
pengolahan, pemerataan penyebaran garam dikhawatirkan tidak
terwujud. Penyebaran garam yang tidak merata berujung pada
disparitas harga yang tinggi antara harga di tingkat produsen
dengan harga ditingkat konsumen, terutama di kot-kota besar.
Selain tu ketersediaan barang kebutuhan yang tidak cukup pada
saat dibutuhkan dan kurang tersediannya alternatif pilihan, rasa
kepuasan yang belum merata antara produsen, lembaga-lembaga
usaha perdagangan (dalam tata niaga), dan konsumen juga
menjadi masalah dalam distribusi barang. Distribusi garam
dapat dikembangkan dengan menggunakan transportasi laut.
Saat ini sekitar 80 persen pengguna garam masih di Pulau Jawa.
Sementara sentra produksinya masih berada di Pulau Madura.
Madura menjadi wilayah yang paling ideal untuk memproduksi
garam mengingat rata-rata kemarau berlangsung sekitar empat
bulan dalam setahun dengan tingkat kepanasan yang cukup
untuk menghasilkan garam berkualitas. Biaya produksi dan cara
distribusi garam di Indonesia dari harga jual garam di pasar
nasional yang berkisar US$40-US$50 per ton. Harga jual garam
bisa berubah lebih tinggi jika produksi dilakukan jauh dari
Jawa. Karenanya ketersedian infrastruktur pelabuhan,
penanganan produksi garam dengan baik serta sistem distribusi
yang baik akan membantu memperlancar keteresedian garam
untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Tujuan Menganalisis Model Transportasi Multimoda Distribusi Garam
Permasalahan Dalam kajian ini penulis mengidentifikasi permasalahan
mengenai pola distribusi garam yang saat ini perlu ditinjau
ulang. Karena produksi garam dalam negeri belum mencukupi
kebutuhan konsumsi dan kegiatan industri pengolahan belum
terwujud.
Hasil Pembahasan Dalam kajian ini disampaikan bahwa dalam proses distribusi
garam terdapat beberapa moda yang dapat digunakan. Untuk
transportasi hulu yakni daerah produsen garam yang berada di
Pulau Madura yakni di Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan
Sumenep ke Pabrik Pengolahan Garam (PPG) yang berada di
Gresik, Surabaya, dan Sidoarjo dapat menggunakan tiga moda
pengiriman, yakni menggunakan Truk Engkel sedang dengan
kapasitas 9 ton, Truk Engkel besar dengan kapasitas 16 ton,
serta dapat menggunakan kapal Perla Kargo Umum 159 GT.
Sedangkan untuk pengiriman dari Pabrik Pengolahan ke
konsumen akhir di Jakarta dapat menggunakan moda Truk
Engkel kecil dengan kapasitas 9 ton, Truk Engkel besar dengan
kapasitas 16 ton, Truk tronton Wing Box dengan kapasitas
angkot 30 ton, Truk petikemas 20 feet dan Kapal petikemas
milik Meratus yakni KM. Meratus Bontang Rute Surabaya-
Jakarta. Untuk pengiriman pabrik ke konsumen Denpasar moda
yang tersedia adalah Truk Engkel Besar dengan kapasitas 16
ton, Truk Tronton Wing Box dengan kapasitas angkut 30 ton,
Kapal General Cargo Pelra 54 GT dan Kapal Petikemas yaknI
KM. Merah rute Batu Surabaya-Benoa
Kesimpulan Untuk menghasilkan pengiriman dengan biaya dan jumlah
minimum kebutuhan Pabrik Pengolah Garam (PPG) dapat
terpenuhi pada kondisi hulu dengan kriteria biaya tahunan Rp
108,613/ton sedangkan pada kondisi pengiriman hilir yakni dari
PPG ke konsumen di Wilayah Jakarta dan Denpasar, moda
optimal terpilih dengan kriteria minimum dengan biaya satuan
Rp. 364.235/ton.

Jurnal 5
Judul Pemilihan Jalur Transportasi Komoditi Tomat Pada Pedagang di
Pasar Tradisional Karombasan Manado
Journal Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi
Volume dan Halaman Vol.16 No.01
Tahun 2016
Penulis Enrico Tumbel, Dra. Sientje C.Nangoy, Marlyn Karuntu
Reviewer Delia Annisa Rahma Yanti
Tanggal

Abstrak Tulisan ini menyajikan bahwa perlu adanya manajemen pada


sistem rantai pasok komoditas tomat untuk mengembangkan
kondisi jalan, moda transportasi, infrastruktur dan proses
transportasi di jalur perjalanan komoditas tomat dari desa
Tonsewer, Tompaso Barat, Minahasa, hingga pasar tradisional
Pinasungkulan Karombasan, Manado. Evaluasi mengenai
transportasi dari desa Tonsewer ke Pasar Tradisional belum
efektif dan efisien dengan melihat kondisi jalan, prasarana,
moda transportasi dan jalur perjalanan yang ditempuh.
Pendahuluan Penulis menyampaikan bahwa Kurangnya manajemen terhadap
pendistribusian komoditas tomat sehingga mengakibatkan
kerugian petani dan meniggalkan efek jera. Padahal dengan
produksi yang cepat komoditas tomat menjadi komoditas
hortikultura dengan potensial ekonomi yang tinggi sehingga
perlu adanya manajemen rantai pasok untuk mengatur
pendistribusian tomat, khususnya dalam aspek transportasi.
Transportasi memainkan peranan penting dalam sistem rantai
pasok yaitu terdiri dari 2/3 dari total biaya logistik dan memiliki
dampak yang lebih besar pada tingkat layanan pelanggan.
Transportasi yang efektif dan efisien dalam memindahkan
barang harus memperhatikan beberapa faktor utama pemilihan
jalur transportasi dan biaya operasionalnya. Pendistribusian
hasil panen seperti tomat tanpa mengurangi nilai jualnya
merupakan tantangan tersendiri dalam transportasi. Pemilihan
moda transportasi, jalur dan waktu tempuh yang tepat tentunya
akan menciptakan proses transportasi yang lebih efektif dan
efisien.
Tujuan Mengidentifikasi jalur, moda transportasi, biaya operasional dari
pengangkutan komoditi tomat dari Desa Tonsewer menuju Pasar
Tradisional Pinasungkulan, Manado.
Permasalahan Dalam kajian ini penulis mengidentifikasi permasalahan
mengenai Kurangnya manajemen terhadap pendistribusian
komoditi tomat sehinggan mengakibatkan kerugian pada petani.
Hasil Pembahasan Dalam kajian ini disampakan bahwa dalam aspek distribusi,
khususnya transportasi ada banyak sekali pilihan yang harus
dibuat untuk mendapatkan proses transportasi yang efektif dan
efisien. Transportasi yang efektif dan efisien dalam konteks ini
adalah metode pengangkutan yang paling cocok dengan
infrastruktur yang tersedia serta pengangkutan yang tidak
mengeluarkan banyak biaya, dalam hal bahan bakar, tenaga
pengoperasian, dan pemeliharaan kendaraan. Transportasi yang
dipilih dalam pendistribusian komoditi tomat ini yaitu
menggunakan mobil pick up sebagai moda transportasinya.
Jalur yang diambil dalam proses pengangkutan adalah Desa
Tonsewer  Kawangkoan Tomohon T inoor  Winangun
 Pasar Pinasungkulan Karombasan dengan total jarak 49 km.
Moda yang dipilih merupakan pilihan yang tepatkarena
memiliki ukuran yang tidak terlalu besar sehingga tidak
memiliki banyak hambatan dalam pengoperasiannya. Selain itu
kondisi jalan yang ditempuh dikatakan baik sehingga proses
pengangkutan bisa berjalan dengan lancar dan tidak
mengakibatkan kerusakan pada buah tomat. Akan tetapi
kelemahhan dari moda transportasi tersebut yaitu daya muatnya
rendah karena ukuran dari mobil kecil. Pemakaian BBM untuk
mobil pick up sekitar 8 km.liter dimana per liternya dihargai
Rp.7.300 dengan demikian kita dapat mengukur biaya bahan
minyak yang harus dikeluarkan. Pemilihan jalur transportasi
yang sesuai dengan moda transportasi serta daya muat
kendaraan akan menentukan kelancaran proses transportasi
barang. Pemilihan jalur transportasi terkadang disesuaikan
dengan prioritas. Prioritas yang diutamakan pemasok barang
biasanya berbeda-beda seperti ketepatan waktu pemasokan
dengan transportasi yang cepat, atau menjaga kualitas barang
agar tetap baik tanpa menghiraukan waktu tempuhnya.
Kesimpulan Transportasi komoditi tomat dari Desa Tonsewer ke Pasar
Pinasungkulan Karombasan dapat dikatakan efektif dan efisien
jika melakukan pengambilan jalur tempuh dan moda
transportasi yang tepat. Transportasi yang efektif dan efisien
berturut-turut adalah melewati jalur pertama (Tinoor), diikuti
jalur kedua (Desa Tinoor), Jalur Ketiga (Tondano), dan jalur
keempat (Tumpaan). Moda transportasi yang dipilih sebaiknya
mini-truck dengan daya muat lebih besar dan sesuai dengan
kapasitasnya. Biaya operasional yang diperlukan untuk
melakukan proses pengangkutan komoditi tomat dari Desa
Tonsewer ke Pasar Pinasungkulan Karombasan berbeda-beda
tergantung jalur transportasi yang dipilih.

1. Sebutkan driver SCM yang terdapat dalam jurnal tersebut ?


Jawab :
Driver SCM yang terdapat pada jurnal tersebut yaitu Transportasi. Transportasi
termasuk ke dalam Logistical Driver dimana transportasi sendiri dapat berupa
berbagai macam mode dan rute, seperti kapal laut, kereta, truk atau pesawat terbang.
2. Hal apakah yang dapat disimpulkan dari gabungan jurnal yang telah direview ?
Jawab :
Kesimpulan yang dapat diambil dari gabungan jurnal diatas yaitu pemilihan moda
transportasi serta jalur-jalur transportasi untuk menempuh jalur distribusi dengan
memperhatikan waktu dan jarak tempuh dan memperhatikan kondisi barang yang
dikirim agar sampai pada lokasi yang dituju dalam keadaan baik. Pemilihan
transportasi yang efektif dan efisien menjadi salah satu permasalahan dalam jurnal
diatas. Transportasi yang efektif dan efisien dalam konteks ini adalah metode
pengangkutan yang paling cocok dengan infrastruktur yang tersedia serta
pengangkutan yang tidak mengeluarkan banyak biaya, dalam hal bahan bakar, tenaga
pengoperasian, dan pemeliharaan kendaraan.

3. Adakah hal-hal yang menjadi pokok persoalan dari gabungan jurnal yang telah
direview ? Jelaskan dengan dihubungkan pada materi kuliah yang diberikan ?
Jawab :
Hal-hal yang menjadi pokok persoalan dari gabungan jurnal yang telah direview
diatas bahwa moda transportasi dan rute-rute transportasi yang dipilih perusahaan
untuk mendistribusikan barangnya atau produk nya kepada konsumen telah memiliki
karakterstiknya masing-masing. Seperti hal nya yang telah dijelaskan pada materi
kuliah mengenai Transportasi. Transportasi berperang penting dalam manajemen
rantai pasok. Pengelolaan kegiatan transportasi yang efektif dan efisien akan
memastikan pengiriman barang dari perusahaan ke pelanggan dengan tepat waktu,
tepat jumlah, tepat kualitas, dan tepat penerima. Selain itu biaya transportasi
merupakan komponen biaya yang terbesar dalam struktur biaya logistik. Seperti
contohnya Transportasi pada manajemen rantai pasok produk hortikultura jadi untuk
menghasilkan produk hortikultura yang bernilai tinggi dengan biaya termurah untuk
memenuhi variabel-variabel kepuasaan pelanggan maka diperlukannya Efisiensi dan
responsibilitas untuk membentuk strategi supply chain. Dengan Driver SCM
diantaranaya terbagi menjadi fasilitas, inventory (persedian), dan transportasi.

Anda mungkin juga menyukai