Anda di halaman 1dari 57

Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan melalui

Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman Holtikuktura di


Kabupaten Malang
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah

Disusun oleh:
Andika Putra K 19820085
Chauci Limita M 19820013
Radya Adi Saputra 19820025

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI PROGRAM


REKAYASA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2021
ABSTRAK

Indonesia adalah salah satu negara yang mendapat julukan negara agraris. Namun,
ketahanan dan swasembada pangan masih belum dapat tercapai, dimana seharusnya
pangan masyarakat tersebut dapat terpenuhi dengan memaksimalkan sumber daya
agraria yang terdapat di negaranya. Pada tahun 1983 Indonesia pernah mencapai
klaster swasembada pangannya, hal tersebut membuktikan pemerintah pada tahun
tersebut berhasil memaksimalkan potensi agraria yang terdapat di negara ini.
Namun ketika sudah mencapai tahun 2014 Indonesia mengalami penurunan
pemanfaatan yang signifikan dalam sektor pertanian dan lebih mengutamakan
pembangunan nasional pada sektor pembangunan infrastrukturnya. Penurunan ini
sudah sangat jelas akan berdampak pada swasembada pangan yang diprediksi akan
semakin menurun performanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keefektivitasn metode manajemen rantai pasok hasil panen tanaman hortikultura di
Kabupaten Malang yang sedang dan akan berjalan. Peneliti melakukan studi
literatur dan observasi lapangan di Lingkungan peneliti sebagai teknik
pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen rantai pasok
pada potensi hasil panen tanaman hortikultur yang sedang berlaku di Kabupaten
Malang ini terbagi menjadi beberapa saluran pada masing-masing potensi tanaman
hortikultur yang berbeda jenis sehingga peninjauan keefektivitasannya bergantung
pada margin-margin yang ditetapkan pada tiap saluran, namun belum ditemukan
pemotongan rantai pasokan pada Kabupaten Malang ini yang diterapkan pada usaha
tani skala kecil. Simpulan dari penelitian ini adalah pada Kabupaten Malang
terdapat potensi yang sangat besar untuk bisa tercapainya swasembada pangan baik
melalui tanaman hortikultur atau jenis kelompok tanaman lainnya, namun
pemrosotan efektivitas dari manajemen rantai pasok menjadi salah satu
hambatannya. Oleh sebab itu, Kabupaten Malang bisa mencoba inovasi manajemen
rantai pasok dengan menggunakan Konsep Pantera dan Contract Farming.

Kata kunci : swasembada pangan, manajemen rantai pasok, margin, hasil panen,
hortikultura

ii
ABSTRACT

Indonesia is one of the countries that has received the title of an agricultural country.
However, food security and self-sufficiency have not been achieved, where the
community's food should be fulfilled by maximizing the agrarian resources found
in the country. In 1983 Indonesia had achieved its food self-sufficiency cluster, this
proved that the government in that year succeeded in maximizing the agrarian
potential of this country. However, when it reached 2014 Indonesia experienced a
significant decline in utilization in the agricultural sector and prioritized national
development in its infrastructure development sector. This decline will have an
impact on food self-sufficiency, which is predicted to decline in performance. This
study aims to determine the effectiveness of supply chain management methods for
horticultural crops in Malang Regency which are and will be running. Researchers
conducted literature studies and field observations in the researcher environment as
data collection techniques. The results showed that the supply chain management
on the potential yield of horticultural crops that is currently in effect in Malang
Regency is divided into several channels into each of the different types of potential
horticultural plants so that the evaluation of its effectiveness depends on the
margins set on each channel, but not yet. It was found that the cut in the supply
chain in Malang Regency was applied to small-scale farming. The conclusion from
this research is that in Malang Regency there is a huge potential to achieve food
self-sufficiency either through horticultural crops or other types of plant groups,
however, tracking the effectiveness of supply chain management is one of the
obstacles. Therefore, Malang Regency can try supply chain management
innovations using the Pantera Concept and Contract Farming.
Keywords : food self-sufficiency, supply chain management, margin, yields,
horticulture

iii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Pencapaian
Swasembada Pangan Berkelanjutan melalui Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen
Tanaman Holtikuktura di Kabupaten Malang” dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam menulis makalah ini, penulis susun untuk mengetahui penerapan manajemen
rantai pasok memberikan dampak yang efektif dan efisien untuk mencapai
swasembada pangan di Kabupaten Malang. Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas akhir semester dua mata kuliah Tata Tulis Karya
Ilmiah KU1011 di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Program Rekayasa, Institut
Teknologi Bandung.
Kendala yang penulis dapatkan saat menyusun karya tulis ilmiah ini antara lain
komunikasi langsung yang sulit dilakukan, kurangnya referensi, dan kesulitan
dalam pengumpulan data. Namun, dengan batuan dari berbagai pihak, pada
akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. Ibu Linda Handayani Sukaemi, S.S., M. Hum., dosen mata kuliah Tata Rulis
Karya Ilmiah KU1011, yang telah membimbing dan memberi saran kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalh ini dengann baik.
3. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih terdapat kekurangan
baik dalam isi maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan masukan dari pembaca agar dapat membuat makalah selanjutnya lebih baik
lagi. Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi
masyarakat yang bekerja di sektor pangan, khususnya di Kabupaten Malang.

Bandung, 5 Mei 2021

Tim Penulis

iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. ii

ABSTRACT .......................................................................................................... iii

PRAKATA ............................................................................................................ iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah ............................................................. 1


1.1.1 Latar belakang ................................................................................................ 1
1.1.2 Rumusan masalah........................................................................................... 3
1.2 Ruang Lingkup Kajian ...................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 3
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 4
1.4.1 Metode........................................................................................................... 4
1.4.2 Teknik pengumpulan data .............................................................................. 4
1.5 Sistematika Penulisan........................................................................................ 5

BAB II TEORI DASAR ........................................................................................ 7

2.1 Parameter Tercapainya Swasembada Pangan ................................................... 7


2.2 Hubungan Manajemen Rantai Pasok Tanaman Holtikultura Terhadap
Swasembada Pangan ............................................................................................. 10

BAB III PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN BERKELANJUTAN


MELALUI MANAJEMEN RANTAI PASOK HASIL PANEN TANAMAN
HOLTIKULTURA DI KABUPATEN MALANG ........................................... 13

3.1.1 Luas Lahan dan Penggunaan Lahan di Malang .......................................... 13


3.1.2 Fokus Produksi Hanya Pada Tanaman ......................................................... 15
3.1.3 Kondisi Geografis Kabupaten Malang ......................................................... 16

v
3.2 Tingkat Pendidikan Keterampilan dan Pengetahuan Petani dalam
Pengelolaan Hasil Panen Tanaman Holtikultura................................................... 17
3.3 Peningkatan Keefektivitasan Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen
Hortikultura ........................................................................................................... 18
3.3.1 Manajemen Rantai Pasok Pola Dagang Umum ........................................... 19
3.4 Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman Holtikultura yang
Diterapkan di Kabupaten Malang ......................................................................... 20
3.4.1 Manajemen Rantai Pasok Komoditas Cabai Merah di Kabupaten Malang . 21
3.4.2 Manajemen Rantai Pasok Komoditas Pisang Mas Kirana di Kabupaten
Malang................................................................................................................... 25
3.5 Strategi Tepat Guna Tercapainya Swasembada Pangan melalui Manajemen
Rantai Pasok Hasil Panen Holtikultura di Kabupaten Malang ............................. 27
3.5.1 Konsep Pantera............................................................................................. 27
3.5.2 Pola Contract Farming ................................................................................. 28

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 30

4.1 Simpulan ......................................................................................................... 30


4.2 Saran................................................................................................................ 31

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

LAMPIRAN ......................................................................................................... 35

INDEKS ............................................................................................................... 40

RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................... 42

SANWACANA .................................................................................................... 48

vi
DAFTAR TABEL

I. Data BPS Impor Bahan Baku (Makanan dan Minuman untuk

Industri) Tahun 2013-2018 ........................................................................11

II. Luas Kabupaten Malang Berdasarkan Jenis Tanah dan

Sifat-sifatnya ............................................................................................. 17

III. Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Malang Terhadap Varietasnya ........ 18

IV. Volume Distribusi Cabai per Saluran Kabupaten Malang Tahun

2018 ........................................................................................................... 23

V. Harga Komoditas Cabai Menurut Saluran Pendistribusian Tahun

2018 ........................................................................................................... 24

vii
DAFTAR GAMBAR

1. Pemodelan Sederhana Rasio Swasembada ................................................ 9

2. Luas lahan dan penggunaan lahan di Kabupaten Malang,

2015-2019 ................................................................................................. 14

3. Perkembangan Produksi Hasil Panen di Kabupaten Malang,

2013- 2017 ................................................................................................ 15

4. Rantai Distribusi Umum Tanaman Hortikultur......................................... 19

5. Pergerakan Harga Eceran Cabai di Kabupaten Malang

Tahun 2012-2018 ...................................................................................... 21

6. Alur Pendistribusian Cabai Merah di Kabupaten Malang ........................ 22

7. Pola Aliran Barang, Uang, dan Informasi pada Rantai

Pasokan Pisang Mas Kirana ...................................................................... 26

8. Mekanisme Umum Distribusi Konsep Pantera ......................................... 28

viii
DAFTAR LAMPIRAN

A. Kerangka Formal....................................................................................... 35

B. Kerangka Karangan................................................................................... 37

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1 Latar belakang

Dalam hal perekonomian nasional, sektor pertanian merupakan pokok

bahasan yang tidak hentinya menjadi perbincangan. Indonesia merupakan salah

satu negara yang menyandarkan pembangunan perekonomian nasional pada sektor

pertanian. Pembangunan pertanian bertujuan meningkatkan produksi pertanian

tanaman pangan untuk tercapainya swasembada pangan, meningkatkan produksi

tanaman industri dan tanaman ekspor, mewujudkan agroindustri dalam negeri,

menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan petani. Berdasarkan

tujuan dari pembangunan pertanian tersebut terdapat tujuan peningkatan tanaman

pangan untuk tercapainya swasembada pangan.

Seperti kita ketahui, Indonesia disebut sebagai salah satu negara dengan

gelar negara agraris. Negara agraris adalah sebutan untuk negara yang sebagian

besar penduduknya bertumpu mata pencarian pada bidang pertanian. Akan tetapi,

ketahanan pangan atau swasembada pangan di Indonesia belum dapat tercapai

secara keseluruhan. Salah satu penyebab ketahanan pangan di Indonesia masih

tergolong sulit untuk tercapai adalah pertanian Indonesia masih didominasi usaha

tani dengan skala kecil. Walaupun sebagian besar penduduk Indonesia bermata

pencaharian sebagai petani, namun usaha tani skala besar masih tergolong minoritas

usaha tani skala kecil. Oleh sebab itu, petani dengan usaha tani skala kecil kerap
2

berhadapan dengan masalah-masalah, seperti terbatasnya akses terhadap pasar,

modal usaha, dan informasi teknologi.

Masalah-masalah dari usaha tani kecil itu diolah dalam manajemen rantai

pasok hasil pertanian. Meskpun begitu, manajemen rantai pasok (supply chain

management) yang diterapkan masih diperlukan solusi yang lebih inovatif lagi agar

menghasilkan rantai pasok yang efektif dan efisien. Masyarakat bisa mendapatkan

harga pokok yang lebih murah, tanpa kecemasan harga pokok di pasaran meningkat

seiring penambahan margin pasar dari tiap elemen pada manajemen rantai

pasoknya. Kenaikan margin dengan nilai persentase yang terkadang terlalu besar

itulah yang dapat menyebabkan ledakan harga di pasaran melonjak tinggi.

Pada karya tulis ilmiah ini, kami menimbang dan memperkirakan objek

karya tulis ilmiah ini terpaku pada potensi ekonomi tanaman hortikultura yang

dikembangkan di Kabupaten Malang. Hortikultura sendiri merupakan komoditas

yang memiliki masa depan sangat cerah dari keunggulan komparatif dan kompetitif

yang dimilikinya dalam pemulihan perekonomian Indonesia waktu mendatang

(Sunu & Wartoyo, 2006). Permintaan terhadap tanaman hortikultura di Kabupaten

Malang tersebut tergolong cukup tinggi. Sehubungan dengan permintaan pasar

yang cukup tinggi, maka perlu adanya peninjauan manajemen rantai pasok yang

efektif dan efisien agar mampu mencukupi permintaan atau kebutuhan masyarakat

masyarakat tersebut sehingga swasembada pangan di Kabupaten Malang dapat

tercapai. Maka dari itu kami memutuskan untuk membuat karya tulis ilmiah dengan

judul ”Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan Melalui Manajemen Rantai

Pasok Hasil Panen Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang”.


3

1.1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang

penulis ajukan sebagai berikut.

1. Bagaimana manajemen rantai pasok hasil panen tanaman holtikultura di

Kabupaten Malang?

2. Apakah manajemen rantai pasok hasil panen tanaman holtikultura di Kabupaten

Malang dapat dinilai efektif dan efisien dalam mencapai swasembada pangannya?

1.2 Ruang Lingkup Kajian

Untuk menjawab rumusan masalah di atas, akan penulis kaji hal hal

berikut.

1. Kondisi ekonomi masyarakat

2. Keterbatasan hasil panen

3. Manajemen rantai pasok

4. Kebijakan pemerintah

5. Parameter pencapaian swasembada pangan

6. Persentase permintaan hortikultura

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan laporan penelitian ini

sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi manajemen rantai pasok hasil panen tanaman holtikultura di

Kabupaten Malang
4

2. Mengetahui apakah manajemen rantai pasok hasil panen tanaman holtikultura di

Kabupaten Malang dapat dinilai efektif dan efisien dalam mencapai swasembada

pangannya

1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1.4.1 Metode

Metode yang digunakan penulis daam menyusun karya tulis ini adalah

deskriptif analitis.

Pengertian dari metode deskriptif analitis adalah penelitian yang


dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena
atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel
yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Mulyadi, 2011).

Dengan kata lain penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan data yang

diperoleh baik dari berbagai rujukan maupun dari lapangan untuk kemudian

dianalisis.

1.4.2 Teknik pengumpulan data

Teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data sebagai

berikut.

1. Studi kepustakaan

Studi pustaka menjadi teknik utama yang digunakan penulis dalam

menyusun karya ilmiah ini. Penulis melakukan studi literatur pada beberapa jurnal

ilmiah mengenai manajemen rantai pasok yang sudah diterapkan di beberapa

negara. Data tersebut kemudian dianalisis dan dijadikan acuan untuk menentukan

kebijakan yang sesuai dengan keadaan Kabupaten Malang.


5

2. Observasi lapangan

Penulis menempatkan observasi lapangan sebagai teknik pengambilan

data pada urutan kedua. Observasi yang dimaksud adalah pengumpulan data-data

seperti produk domestrik bruto regional, luas lahan agrikultur, pemasukan

pemerintah dari sektor agrikultur, dan data lainnya yang berhubungan dengan

keadaan ekonomi Kabupaten Malang melalui kantor Badan Pusat Statistik (BPS)

Kabupaten Malang.

1.5 Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini terbagi menjadi empat bab. Pembicaraann dimulai

dengan pendahuluan sebagai bab pertama yang memuat latar belakang dan rumusan

masalah, tujuan penelitian dan manfaat, ruang lingkup kajian, metode dan teknik

pengumpulan data, serta sistematika penulisan.

Selanjutnya, pada bab dua dijabarkan teori-teori dasar mengenai hubungan

manajemen rantai pasok dengan swasembada pangan serta parameter tercapainya

swasembada pangan di Kabupaten Malang. Teori-Teori inilah yang akan menjadi

landasan kami dalam mengembangkan bab tiga.

Bab tiga akan membahas pencapaian swasembada pangan melalui

manajemen rantai pasok hasil panen di Kabupaten Malang, seperti faktor

pendorong dan penghambat tercapainya swasembada pangan, tingkat pendidikan

dan keterampilan petani dalam pengelolaan hasil panen, peningkatan keefektifan

hasil panen, manajemen rantai pasok hasil panen yang diterapkan, dan strategi tepat

guna tercapainya swasembada pangan melalui rantai pasok hasil panen di


6

Kabupaten Malang. Semua yang akan dibahas pada bab ini mengacu pada keadaan

pertanian masyarakat di Kabupaten Malang.

Setelah itu, Bab empat (bab terakhir) merupakan simpulan dari tujuan-

tujuan yang dipaparkan. Pada bab ini dikemukakan juga saran-saran kepada para

pembaca yang ingin menyusun karya tulis dengan tema serupa agar dapat

menyusunnya lebih baik lagi.


7

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Parameter Tercapainya Swasembada Pangan

Suryana (Suryana, 2001) mengatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan

utama dari setiap manusia. Dengan segala upaya dan jerih payah, manusia terus

berusaha untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Perkembangan peradaban yang

terjadi membuat tuntutan penyediaan pangan semakin meningkat. Oleh karena itu

masalah kecukupan pangan bagi sebuah bangsa merupakan masalah yang tidak bisa

dianggap sepele (Suryana, 2008).

Terdapat beberapa istilah yang dapat digunakan untuk menggambarkan

pemenuhan pangan pada suatu bangsa. Istilah yang paling sering digunakan ialah

ketahanan pangan dan swasembada pangan. Dewasa ini, banyak orang mengira

bahwa kedua istilah tersebut merupakan istilah dengan makna yang sama, tetapi

pada kenyataannya ketahanan pangan dan swasembada pangan merupakan dua hal

yang berbeda.

Ketahanan pangan dapat didefinisikan menjadi beberapa makna, yang pertama

merupakan pengertian dari Food And Agriculture Organization (FAO).

Menurut FAO (FAO,2013), Ketahanan pangan adalah kondisi dimana


setiap orang, dari waktu ke waktu mempunyai kemampuan secara fisik dan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya akan makanan bergizi
dan memiliki preferensi pemilihan makanan yang sehat (Sastrosupadi,
2019).

Di Indonesia sendiri, sudah terdapat peraturan khusus yang mengatur kebijakan

mengenai ketahanan pangan yakni Undang-Undang No. 7 Tahun 1996.


8

Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai


dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan (Indonesia, 2012).

Dari kedua definisi tersebut, Haryadi (Haryadi, 2010) kemudian merumuskan 4

pilar utama dalam ketahanan pangan, yakni (i) ketersediaan pangan yang

dispesifikkan pada jumlah, mutu, nilai gizi, dan keamanan; (ii) terjangkau baik

secara ekonomi, sosial maupun politik; (iii) stabilitas harga dari sisi ruang/lokasi

dan waktu; dan (iv) kecukupan asupan konsumsi (intake).

Ketersediaan pangan dalam segi jumlah, mutu, nilai gizi dan kemanan menjadi

penting mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah

penduduk terbesar di dunia. Konsumsi masyarakat yang terus meningkat dengan

keterbatasan sumber daya membuat upaya penyediaan jumlah pangan menjadi

masalah utama bagi bangsa Indonesia. Hal ini sejalan dengan teori ekonomi oleh

Thomas Robert Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa secara alamiah,

pertumbuhan penduduk akan mengikuti deret ukur, yakni 1,2,4,8 dan seterusnya,

sedangkan ketersediaan pangan akan mengikuti deret hitung yakni 1,2,3,4, dan

seterusnya. Sehingga akan tiba waktunya jumlah penduduk jauh melampaui

ketersediaan pangan

FAO (FAO,1999) dalam (Clapp, 2017) mendefinisikan swasembada pangan

sebagai konsep yang menjelaskan sejauh mana sebuah negara dapat memuaskan

kebutuhan pangannya melalui produksi dalam negeri. Definisi tersebut masih

memiliki ketidakjelasan, apakah perdagangan antar sebuah negera untuk memenuhi


9

kebutuhan dalam negri dapat disebut swasembada. Mengingat keadaan ekonomi

global saat ini yang memudahkan suatu negara untuk melakukan perdagangan,

FAO (FAO,2012) akhirnya memberikan sebuah indikator yang dapat mudahkan

kita untuk memahami konsep swasembada pangan. Indikator ini dinamakan self-

sufficiency ratio (SSR) atau rasio swasembada yang dirumuskan:

100
𝑆𝑆𝑅 = 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑥
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 + 𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟 − 𝐸𝑘𝑠𝑝𝑜𝑟

Rasio swasembada ini biasanya dihitung pada komoditas spesifik seperti padi,

jagung, gandum, dan lain-lain yang diukur dalam satuan kalori, jumlah produksi,

ataupun valuasi dari prouksi pangan itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, terdapat kurva

yang menggambarkan nilai dari rasio swasembada:

Gambar 1 Pemodelan Sederhana Rasio Swasembada

Negara Swasembada
Produksi Pangan

Negara Konsumtif

Konsumsi Pangan

Sumber: (Clapp, 2017)


10

2.2 Hubungan Manajemen Rantai Pasok Tanaman Holtikultura

Terhadap Swasembada Pangan

Pengertian rantai pasok menurut Indrajit (Indrajit, RE; Djokopranoto, 2003)

adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya

kepada para pelanggannya. Rantai pasok bisa juga didefinisikan sebagai rangkaian

rantai atau jaringan dimana elemen setiap jaringan bekerja sama dalam

menyalurkan barang hingga barang tersebut sampai ke elemen rantai paling akhir.

Rantai pasokan merupakan segala aktivitas yang terintegrasi termasuk


didalamnya juga aliran informasi yang berkaitan dengan tiga aspek, yaitu:
(1) sumber; (2) proses produksi, dan (3) proses penghantaran produk.
Terdapat tiga komponen dalam rantai pasokan, yaitu :
1) Rantai pasokan hulu (upstream supply chain), meliputi berbagai aktivitas
perusahaan dengan para penyalur, antara lain berupa pengadaan bahan baku
dan bahan pendamping.
2) Rantai pasokan internal (internal supply chain), meliputi semua proses
pemasukan barang ke gudang yang digunakan sampai pada proses produksi.
Aktivitas utamanya antara lain produksi dan pengendalian persediaan.
3) Rantai pasokan hilir (downstream supply chain), meliputi semua aktivitas
yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan. Fokus utama
kegiatannya adalah distribusi, pergudangan, transportasi dan
pelayanan(Furqon, 2014).

Dalam teori komponen rantai pasok yang dijelaskan pada kutipan tersebut, dapat

disimpulkan kegiatan dari rantai pasokan (supply chain) ini melibatkan kegiatan

distribusi, produksi, pengadaan barang (input), dan pengeluaran barang (output).

Pemerintah Indonesia telah ikut terlibat dalam manajemen rantai pasok hasil

panen ini dengan membentuk Perusahaan Umum Badan Logistik (Bulog) pada 10

Mei 1967 dengan tujuan dapat mencapai swasembada pangan di bumi Indonesia.

Berdasarkan laman resmi Bulog, Bulog memiliki misi dalam menjamin


11

ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas komoditas pangan pokok tanpa campur

tangan impor bahan pangan pokok. Peran Bulog dengan perwujudan misinya dalam

mencapai swasembada pangan telah terbukti pada masa orde baru, tepatnya tahun

1983. Namun, pada tahun post generasi Z bulog mengalami penurunan kinerja

seiring dengan peningkatan impor bahan pangan.

Tabel I Data BPS Impor Bahan Baku (Makanan dan Minuman untuk Industri)

Tahun 2013-2018

Tahun Jumlah Utama Olahan


Berat Bersih : 000 ton
2013 132395,7 9026,4 4935,2
2014 138827,9 10067,2 4502,7
2015 139139,6 10183,6 4818,6
2016 142586,1 13338,0 6468,9
2017 151882,7 15206,6 6400,9
2018 160316,1 14048,3 7111,1
sumber: https://bps.go.id

Berdasarkan tabel di atas yang diambil dari data BPS impor bahan baku dan

barang penolong tahun 1996-2018, terlihat pada tahun ke tahun konsumsi barang

baku pangan impor semakin meningkat. Jika dibandingkan pada tahun 2019, angka

akumulatif impor Indonesia meningkat signifikan sebesar 22,18 persen. Namun,

pada tahun 2020 mengalami penurunan dikarenakan tata kelola hulu hingga hilir

dari segala aspek terdampak dengan adanya pandemi covid-19. Selain itu, peran

Bulog pada penguasaan pasar terkalahkan oleh kartel dengan perkiraan persentase

sebesar 94%.

Because food distribution in Indonesia has traditionally experienced a long


trade chain, the sale of rice to consumers can involve several actors ranging
from farmers, brokers, collectors, traders, Bulog, wholesalers, retailers,
and consumers (Mazaya et al., 2020).
12

Manajemen rantai pasok hasil panen di Indonesia secara tradisional masih

tergolong rumit dikarenakan rantai pendistribusian yang panjang, dengan adanya

keterlibatan petani, perantara, pengepul, pedagang, Bulog, pedagang grosir,

pengecer, kemudian konsumen. Jika ditelisik kembali pada setiap elemen

manajemen rantai pasok yang berperan, maka bisa kita tentukan bahwa setiap

elemen pastinya akan mengambil keuntungan finansial dari pendistribusian

tersebut. Hal ini berdampak langsung pada konsumen yang akan membayar nilai

tukar ekonomi tersebut, sehingga hanya beberapa kalangan masyarakat saja yang

dapat membelinya. Oleh karena itu, kita dapat simpulkan bahwa hubungan

manajemen rantai pasok tanaman pangan hortikultura terhadap swasembada

pangan terdapat pada mutu sumber daya manusia yang terlibat beserta dampak

kegiatan perekonomian yang berlaku pada manajemen rantai pasok bahan pangan

tersebut.
13

BAB III

PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN BERKELANJUTAN

MELALUI MANAJEMEN RANTAI PASOK HASIL PANEN

TANAMAN HOLTIKULTURA DI KABUPATEN MALANG

3.1 Faktor Pendorong dan Penghambat Tercapainya Swasembada

Pangan di Kabupaten Malang

Untuk mengatasi atau mencari solusi dari ketercapaian swasembada panga

di Kabupaten Malang, kami perlu membedah faktor penghambat dan pendukung

tercapainya swasembada pangan di wilayah tersebut. Untuk faktor penghambat

kami akan membahasnya ke dalam dua fokus.

3.1.1 Luas Lahan dan Penggunaan Lahan di Malang

Dari data yang kami analisis, penggunaan lahan sebagai sawah di

Kabupaten Malang periode 2015—2019 setiap tahunnya mengalami penurunan.

Penggunaan lahan pertanian sebagai lahan yang bukan dipruntukkan untuk

persawahan juga terus menurun pada periode 2015—2018, tetapi mengalami

kenaikan sebesar 0,23% pada tahun 2019. Untuk lahan yang diperuntukkan bukan

sebagai pertanian, dalam kasus ini seperti penggunaan lahan sebagai tempat tinggal,

tempat produksi barang dan jasa, tempat rekreasi, dan sebagainya pada periode

2015—2019 selalu mengalami kenaikan.


14

Gambar 2 Luas lahan dan penggunaan lahan di Kabupaten Malang, 2015-2019

Luas Lahan dan Penggunaan Lahan di Kabupaten


Malang
10000 8917
9000 8244
7789 7789 7827
8000
7000 Luas Sawah
Luas Lahan (ha)

6000
5000
Luas Lahan Pertanian
4000 Bukan Sawah
3000 2082 2075 2075
1744 1748
2000 1170 1142 1104 1065 1014 Luas Lahan Bukan
Pertanian
1000
0
2014 2015 2016 2017 2018 2019

Tahun
sumber : https://malangkota.bps.go.id/

Berdasarkan grafik 1 terlihat jelas bahwa perbandingan lahan yang

dipergunakan untuk pertanian dengan lahan bukan pertanian luasnya berbanding

terbalik. Selain itu, bias data lahan pertanian di Kabupaten Malang juga

mempengaruhi besar seharusnya produksi pangan yang dihasilkan di Kabupaten

Malang terhdap permintaan pasar. Oleh karena itu, target swasembda pangan yang

dicanangkan sulit tercapai. Sebagai Solusi, harus ada usaha baik dari pemerintah

maupun pihak yang berkaitan dengan pertanian di Kabupaten malang untuk

memanfaatkan dan mengelola lahan pertanian yang tersedia di Kabupaten Malang

secara efisien, seperti mengadakan fasilitas penunjang lahan pertanian (jaringan

irigasi, alat, dan mesin pertanian, bibit, pupuk, dan sebagainya), mengadakan

sosialisasi kepada para petani tentang pola piker produksi pangan, dan

mempermudah distribusi pertanian dari petani sampai ke konsumen.


15

3.1.2 Fokus Produksi Hanya Pada Tanaman

Padi yang diolah menjadi beras merupakan komoditas pangan yang

dijadikan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data yang kami

peroleh pemroduksian pertanian di Kabupaten Malang pada periode 2014—2016

terfokus pada pengembangan padi. Pada periode tersebut perbandingan

pemroduksian padi dibandingkan dengan jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan ubi

jalar selalu tidak lebih dari 15 %.

Gambar 3 Perkembangan Produksi Hasil Panen di Kabupaten Malang

Data Hasil Produksi Hasil Panen di Kabupaten Malang


2500

2000
Jumlah Produksi (Ton)

1500 Padi
Jagung
1000 Kacang Tanah
Ubi kayu
500
Ubi Jalar

0
2013 2014 2015 2016 2017
Tahun

sumber : https://opendata.malangkota.go.id/

Penyimpangan pemroduksian varietas hasil pertanian ini menjadi bukti bahwa

ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap padi. Padi sendiri memiliki musim

panen sendiri misalnya pada tahun 2021 terjadi pada bulan Maret—April,

Sedangkan padi banyak mengalami gagal panen pada puncak musim hujan yang

membuat padi menjadi langka, sehingga untuk menjaga stabilitas beras di Indonesia
16

pemerintah perlu mengimpor beras, sedangkan masyarakat Indonesia saat jumlah

padi terbatas bisa mencari alternatif bahan pokok lain, yaitu jagung, singkong,

kentang, dan lain sebagainya. Hal ini dapat tercapai jika penyampaian dikemas

dengan menarik, mulai dari iklan “propaganda” mengurangi penggunaan padi,

menciptakan pengolahan alternatif karbohidrat lain sehingga dapat disesuaikan

dengan menu yang ada di masyarakat, dan pemerintah bisa membuat peraturan

tetap tentang pengurangan pemroduksian padi dan pengalihan ke sumber

karbohidrat lain.

Untuk membahas faktor pendorong swasembada pangan di Kabupaten

Malang, kami akan membahas dalam satu fokus.

3.1.3 Kondisi Geografis Kabupaten Malang

Kabupaten Malang terletak pada wilayah dataran tinggi, yaitu terletak pada

ketinggian 0 - 2000 m dpl. Kabupaten Malang dilalui oleh beberapa sungai besar

dan anak sungai, anak-anak sungai yang ada sebagian dari Kali Konto dan Kali

Brantas, sungai-sungai tersebut ada beberapa yang masuk di waduk-waduk

Karangkates dan Selorejo, ada juga yang masuk Samudra Indonesia dan Laut Jawa.

Berdasarkan data yang ada di Kabupaten Malang terdapat 588 mata air dengan debit

1 sampai di atas 200 liter/detik ((RPIJM), 2015). Jenis tanah di Kabupaten Malang

umumnya adalah tanah yang subur, seperti terlihat pada tabel dibawah :
17

Tabel II Luas Kabupaten Malang Berdasarkan Jenis Tanah dan Sifat-sifatnya

sumber : http://basemap.big.go.id/

Berdasarkan data dan tabel II, terlihat bahwa Kabupaten Malang berpotensi

menjadi sentra penghasil pangan baik di Pulau Jawa maupun Indonesia.

3.2 Tingkat Pendidikan Keterampilan dan Pengetahuan Petani dalam

Pengelolaan Hasil Panen Tanaman Holtikultura

Untuk membahas subbab ini kami menggunakan pendekatan dengan

mencari besar nilai keefektifan penggunaan lahan yang digunakan sebagai

pertanian dengan cara membagi jumlah produksi hasil panen padi di Kabupaten

Malang (grafik dua) dengan Luas lahan pertanian di Kabupaten Malang (tabel dua)

berdasarkan varietas tanamannya.


18

Tabel III Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Malang Terhadap Varietasnya

Varietas Lahan (ha) Tahun Varietas Lahan Tahun


(ha)
Padi 26757 2014 Kacang 7100 2014
Tanah
28949,7 2015 7366,67 2015
28712,91 2016 7666,67 2016
Jagung 13290,52 2014 Ubi Kayu 61069,46 2014
17492,06 2015 75282,05 2015
16926,66 2016 141794,52 2016
Ubi Jalar 22000 2014
0 2015
19000 2016
sumber : https://opendata.malangkota.go.id/

Dengan mencari nilai keefisienan pemroduksian padi, jagung, kacang tanah, dan

ubi kayu dari tahun 2014—2016, pemroduksian varietas mengalami penurunan

keefisienan. Namun hanya pada varietas ubi jalar yang mengalami kenaikan

keefisienan pemroduksian pada periode yang sama. Sehingga tingkat pendidikan

petani khusunya dalam budidaya tanaman di Kabupaten Malang dominan

mengalami kemerosotan pada periode 2014—2016. Oleh karena itu, manajemen

rantai pasok harus dilakukan oleh pihak yang bergerak di sector pertanian dan

pangan.

3.3 Peningkatan Keefektivitasan Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen

Hortikultura

Manajemen rantai pasok merupakan kegiatan merencanakan dan mengatur

semua kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku, perubahan bentuk,

dan semua kegiatan pengelolaan logistik(Husada Tarigan et al., 2019). Manajemen

rantai pasok (SCM) juga mencakup koordinasi beberapa mitra sebagai elemen atau
19

komponen yang terkait, dapat berupa pemasok, perantara, pihak ketiga sebagai

penyedia layanan, pelanggan, atau konsumen (Tarigan et al., 2021). Tujuan SCM

adalah untuk mengatur kebutuhan produksi dimulai dari bahan baku dan berbagai

komponen penyedia lainnya, untuk dijadikan barang setengah jadi atau barang jadi

kemudian disimpan dan siap didistribusikan kepada konsumen.

3.3.1 Manajemen Rantai Pasok Pola Dagang Umum

Manajemen rantai pasok pola dagang umum, yaitu hubungan aktivitas

ekonomi kelompok tani dengan pedagang pengumpul atau pedagang besar, dimana

kelompok tani sebagai pemasok kebutuhan berdagang dari pedagang pengumpul

atau pedagang besar dengan persyaratan dan kesepakatan melalui proses tawar-

menawar. Dalam model manajemen seperti ini, menurut (Saptana, 2012) pedagang

pengumpul atau pedagang besar yang juga sering disebut sebagai bandar atau

pengepul memasarkan hasil produksi kelompok tani atau petani individu untuk

memasok kebutuhan yang diperlukan oleh pedagang pengepul atau pedagang besar

yang akan memasarkan hasil.

Gambar 4 Rantai Distribusi Umum Tanaman Hortikultur

sumber : BelajarTani.com
20

Pada rantai distribusi tersebut, tiap node rantai pasok pastinya akan

mengambil keuntungan finansial akibat kegiatan ekonomi yang dijalani. Hal

tersebut dianggap wajar tetapi menjadi suatu masalah pula sehingga dinilai kurang

efektif. Dampak yang terjadi adalah pada konsumen atau elemen rantai terakhir

yang akan membayar nilai tukar ekonomi yang tinggi.

Praktik manajemen rantai pasok terdiri dari dua aliran, yaitu hilir yang

berfokus pada pelanggan dan hulu yang berfokus pada pemasok (Siagian et al.,

2020). Pada pembahasan KTI ini adalah manajemen rantai pasok yang berfokus

pada pemasok atau disebut aliran hilir. Manajemen yang terfokus pada dua elemen

ini dinilai mampu meningkatkan tingkat swasembada pangan di Indonesia dengan

cara memperbaiki manajemen rantai pasok hasil panen hortikultura agar lebih

efektif. Keefektifan ini diharap mampu menurunkan harga lonjakan pasar dari

produksi tanaman hortikultura sehingga seluruh segmen konsumen dapat

terlampaui.

3.4 Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman Holtikultura yang

Diterapkan di Kabupaten Malang

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (Statistik, 2020) Kabupaten

Malang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan tingkat

keberagaman tanaman holtikultura yang tinggi. Berbagai jenis sayuran seperti

kacang panjang, tomat, terung, ketimun, kangkung, dan cabai tumbuh subur. Begitu

pula dengan buah-buahan seperti alpukat, durian, mangga, nangka, pepaya dan

pisang. Untuk mengetahui gambaran rantai pasok tanaman holtikultura secara


21

keseluruhan maka perlu diteliti secara mendalam pada salah satu komoditas baik

sayuran maupun tumbuhan.

3.4.1 Manajemen Rantai Pasok Komoditas Cabai Merah di Kabupaten Malang

Cabai merupakan salah satu komoditas holtikultura dengan tingkat

permintaan yang tinggi di masyarakat. Menurut Pusdatin (Ministry, 2016), kota-

kota besar dengan penduduk satu juta atau lebih membutuhkan sekitar 66.000 ton

per bulan atau 800.000 ton per tahun. Angka tersebut dapat meningkat hingga 10-

20% pada musim hajatan ataupun hari besar keagaamaan. Interaksi antara tingginya

permintaan dan penawaran cabai pada pasar ditandai dengan pergerakan harga

cabai yang cenderung tidak stabil. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan

Pusat Statistik (Statistik, 2019), harga cabai di Kabupaten Malang mengalami

fluktuasi sepanjang tahun 2012-2018.

Gambar 5 Pergerakan Harga Eceran Cabai di Kabupaten Malang Tahun 2012-

2018

Harga Eceran Rata-rata Cabai di Kabupaten


Malang
70 000
60 000
50 000
40 000
30 000
20 000
10 000
-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Harga Eceran Cabai (Rp/kg)

sumber: https://bps.go.id
22

Ketidakstabilah harga tersebut tentu saja berdampak pada kehidupan

ekonomi masyarakat Kabupaten Malang. Petani sebagai produsen merasa dirugikan

karena hasil panennya dihargai rendah serta konsumen yang dirugikan karena

mereka harus membeli cabai dengan harga yang tinggi. Perbedaan harga yang

tinggi kerap kali disebabkan oleh margin harga yang diterapkan oleh banyaknya

pelaku dagang yang terlibat. Untuk itu, pemerintah Kabupaten Malang membentuk

unit-unit pendukung, salah satunya adalah Sub Terminal Agribisnis Mantung agar

pola pengelolaan hasil panen petani dapat lebih efisien sehingga menguntungkan

baik pihak produsen (petani) maupun konsumen.

Dalam memasarkan komoditas cabai dari petani hingga konsumen, terdapat

beberapa saluran perdaganan. Saluran pertama yakni petani, pedagang besar STA

Mantung, kemudian konsumen akhir. Saluran kedua, petani, tengkulak, pedagang

besar STA Mantung, pedagang pengecer, kemudian konsumen akhir. Saluran tiga,

pedagang besar STA Mantung, lalu pedagang luar kota. Saluran keempat, petani,

pedagang besar STA Mantung, lalu ke pabrik. Untuk lebih jelasnya, interaksi

pendistribusian komoditas cabai do Desa Ngroto, Kecamatan Pujon, Kabupaten

Malang dapat digambarkan melalui diagram alir berikut.

Gambar 6 Alur Pendistribusian Cabai Merah di Kabupaten Malang


23

sumber: (Agustin et al., 2018).

Persentase pada gambar diatas menyatakan jumlah komoditas yang

didistribusikan menurut jalurnya masing-masing. Angka-angka pada diagram

didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Agustin (Agustin et al., 2018)

mengenai manajemen rantai pasok di Kabupaten Malang. Jika persentase tersebut

dapat menggambarkan keadaan Kabupaten Malang secara keseluruhan, maka

volume distribusi tiap saluran dapat dihitung. Data hasil panen cabai pada tahun

2018 secara keseluruhan diperoleh dari publikasi BPS (Statistik, 2019) yang

menyatakan bahwa produksi cabai merah mencapai 656.314 kuintal. Setelah itu,

jumlah panen keseluruhan dikalikan dengan angka-angka pada Gambar 3, maka

didapatkan volume distribusi cabai merah tahun 2018 sebagai berikut.

Tabel IV Volume Distribusi Cabai per Saluran Kabupaten Malang Tahun 2018

Saluran Persentase Volume Distribusi


(Kuintal)
I 1,25% 8.204

II 11,875% 77.937

III 68,125% 447.114

IV 18,75% 123.059

Total 100% 656.314

sumber: (Agustin et al., 2018).

Gambar 6 hanya menggambarkan aliran barang/ komoditas cabai tetapi

tidak menggambarkan aliran uang yang terjadi. Ketika pedagang besar STA

Mantung menjual cabai ke pedagang luar, pedagang kabupaten, mereka


24

mendapatkan laba sebesar Rp1.000,- dari harga pasar. Ketika disetor ke pabrik

(seperti pabrik ABC, Rajawali, dan Sekar Laut) maka laba yang diperoleh adalah

Rp2.000,- dari harga tingkat petani. Kemudian, ketika pedagang besar STA

Mantung mengecer langsung ke konsumen akhir maka laba yang diperoleh adalah

Rp4.000 ,-dari harga tingkat petani. Berikut merupakan penggambaran margin

harga cabai menurut saluran pendistribusiannya.

Tabel V Harga Komoditas Cabai Menurut Saluran Pendistribusian Tahun 2018

No Keterangan Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV


1 Harga Jual Petani Rp16.625,- Rp15.900,- Rp16.383,- Rp16.383,-
Harga Beli
2 Rp20.625,- Rp20.800,- Rp19.050,- Rp18.383,-
pembeli terakhir
Margin total
3 Rp4.000 Rp4.900 Rp2.667,- Rp18.383,-
pemasaran
Efisiensi Margin
4 Pemasaran 24% 30,8% 16,2% 12,2%
(Mp/P0 x 100%)
sumber: (Agustin et al., 2018).

Efisiensi margin pada tabel diatas menggambarkan persentase antara

selisih harga cabai dengan harga jual petani. Semakin kecil nilai efisiensi maka

saluran tersebut merupakan rantai distribusi yang paling efisien. Dari tabel tersebut

dapat dianalisis bahwa saluran II menjadi saluran yang paling tidak efisien,. Hal itu

dapat terjadi karena pada saluran ini, jumlah pihak yang terlibat dalam

pendistribusian cabai tergolong banyak. Berbeda dengan saluran IV yang


25

mendapatkan nilai efisiensi paling baik karena pihak yang terlibat cenderung

sedikit.

3.4.2 Manajemen Rantai Pasok Komoditas Pisang Mas Kirana di Kabupaten

Malang

Pisang mas Kirana merupakan nama varietas unggul yang ditetapkan oleh

Pemerintah Provinsi Jawa Timur berdasarkan SK Mentan No.

516/KPTS/SR/.120/12/2005. Pisang ini dulunya merupakan pisang mas dari

Kabupaten Lumajang yang kemudian mulai berubah nama sejak ditetapkan menjadi

varietas unggul pada 26 Desember 2005. Pisang ini memiliki kunggulan dalam segi

ukurannya yang besar, warna kuning cerah, serta tekstur daging buahnya yang

manis dan segar, membuat pisang ini diminati oleh masyarakat. Pada umummnya,

tanaman pisang mas Kirana tumbuh di dataran rendah (sekitar 1300 mdpl), dengan

suhu 15-35°C, serta curah hujan 1.500-2.500 mm/tahun (Prahardini et al., 2005).

Kondisi geografis Kabupaten Malang memenuhi persyaratan untuk ditanami pisang

mas Kirana. Hal itu mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan

pembudidayaan pisang mas Kirana, salah satunyaa di Kecamatan Dampit,

Kabupaten Malang (Amir et al., 2014).

Aliran pasokan pisang mas Kirana dimulai dari petani sebagai produsen

buah yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB). Setelah tiba masa

panen, petani menyerahkan pisang pada KUB untuk dilakukan proses pascapanen.

Setelah itu produk dikirimkan ke CV Sukadana sebagai pengelola pemasaaran

pisang mas Kirana. Pada CV Sukadana, rantai distribusi terpecah, karena terdapat

dua pihak yang mendapatkan supply pisang yakni UD. Aneka Buah Segar dan
26

pedagang pengumpul. UD Aneka Buah Segar lalu menjual produknya kepada

pedang grosir di luar Jawa Timur, sedangkan pedagang pengumpul menjual produk

kepada pedagang pengecer yang berakhir di konsumen rumah tangga.

Gambar 7 Pola Aliran Barang, Uang, dan Informasi pada Rantai Pasokan Pisang
Mas Kirana

keterangan : Pola Aliran Produk atau Barang


Pola Aliran Uang
Pola Aliran Informasi

sumber: (Amir et al., 2014)

Untuk aliran uang pada rantai pasokan ini merupakan kebalikan dari

arah barang. Aliran uang dapat terjadi karena adanya timbal balik atas barang

yang dibeli dari pemasok atau penjual. Proses pembayaran dilakukan secara

tunai ketika barang yang diminta sudah tersedia, sehingga tidak ada pola

utang-piutang dalam rantai pasok ini. Sedangkan aliran informasi yang


27

menyangkut harga pasar, jumlah pisang yang tersedia, dan status pengiriman

barang dilakukan melalui telepon ataupun melalui komunikasi langsung.

3.5 Strategi Tepat Guna Tercapainya Swasembada Pangan melalui

Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Holtikultura di Kabupaten

Malang

3.5.1 Konsep Pantera

Konsep Pantera adalah suatu konsep model intervensi yang menekankan

pada peningkatan kesejahteraan petani untuk mencapai swasembada pangan yang

dalam penerapannya mengedepankan transparansi data dalam pembentukan harga

yang menghubungkan pemerintah dengan seluruh pelaku pasar (Mazaya et al.,

2020). Konsep manajemen ini dicetuskan oleh Mazaya, dkk dengan elemen

awalnya adalah petani selaku pelaku usaha utama dalam mewujudkan swasembada

pangan. Kesejahteraan petani dapat mempengaruhi minat keprofesian petani dan

tingkat produktivitas sektor pangan.

Pantera memanfaatkan perangkat teknologi berbasis cloud computing di

platform Android sebagai fasilitas distributor untuk mengelola data finansial secara

berkala terkait distribusi hasil panen sehingga menghasilkan harga yang ideal.

Penggunaan perangkat teknologi ini mampu mengandalkan transparansi data

karena dapat diakses oleh semua segmen. Pantera ini mengelola sektor

keuangannya dengan metode bagi hasil terhadap produsen, dimana distributor

sebesar 40% dan petani mendapatkan 60% dari total penghasilannya.


28

Gambar 8 Mekanisme Umum Distribusi Konsep Pantera

sumber : (Mazaya et al., 2020)


Dalam mekanisme ini, pemerintah hadir sebagai penyeimbang antara
kepentingan petani, distributor, dan konsumen, dengan menetapkan harga
dasar. Pemerintah harus menjadi pengawal keberlangsungan kesejahteraan
masyarakat, baik petani maupun konsumen. Intervensi pemerintah dapat
dilakukan dengan menetapkan harga, memberikan saran produksi pertanian
yang terjangkau, dan melindungi petani dari kartel distribusi komoditas
pangan. Integrasi antara sistem yang diterapkan dan adanya intervensi
pemerintah akan memungkinkan terjadinya efisiensi dalam penerapan
konsep Pantera. Prinsip yang diterapkan pada konsep Pantera adalah
menerapkan konsep tersebut secara masif, terstruktur, dan sistematis
sehingga secara efektif dapat meningkatkan kesejahteraan petani yang
secara berkelanjutan turut serta mendukung terwujudnya swasembada
pangan bagi Indonesia (Mazaya et al., 2020)

Berdasarkan kutipan tersebut pendistribusian komoditas hortikultura yang terdapat

di Kabupaten Malang dapat menerapkan konsep Pantera ini dengan

memaksimalkan hubungan integrasi antara sistem yang diterapkan dan intervensi

pemerintah dalam penentuan harga pokoknya (harga tingkat petani).

3.5.2 Pola Contract Farming

Contract farming adalah suatu cara mengatur produksi pertanian di mana

petani-petani kecil atau outgrowers diberikan kontrak untuk menyediakan produk-

produk pertanian untuk sebuah usaha sentral sesuai dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan dalam perjanjian (contract) (Saptana, 2012). Badan sentral yang

membeli hasil tersebut dapat menyediakan bimbingan teknis, manajerial, kredit


29

sarana produksi, serta menampung hasil dan melakukan pengolahan dan pemasaran

(White, 1990) dalam (Saptana, 2012).

Pola contract farming sudah diaplikasikan terlebih dahulu daripada konsep

Pantera yang telah dibahas pada subbab 3.5.1. Konsep ini lebih mengoprasionalkan

pada sektor industry besar seperti perusahaan-perusahaan industry pengolahan.

Konsep ini dinilai cocok untuk dijadikan strategi yang tepat guna terhadap

manajemen rantai pasok hasil panen tanaman hortikultura di Kabupaten Malang.

Contract farming dapat dipilah menjadi tiga jenis contract farming menurut
sampai sejauhmana “inti” melibatkan dirinya dalam keputusan-keputusan
produksi di tingkat petanipetani “satelitnya”nya (White, 1990) : (1) Kontrak
pemasaran (marketing contract), di dalam kontrak pemasaran terkandung
bagaimana menentukan jenis dan atau jumlah produk pertanian (cabai
merah) yang akan diserahkan, tetapi jarang menyebut kegiatan-kegiatan
atau metode-metode khusus mana yang harus diikuti dalam proses produksi,
juga tidak mengharuskan pihak inti (pengolah) untuk menyediakan
masukan-masukan tertentu; (2) Kontrak produksi (production contract),
yaitu perjanjian antara petani dan perusahaan (pengolah) yang menentukan
jenis serta jumlah produk pertanian (cabai merah besar) yang akan
dihasilkan, dan juga dapat menetapkan varietas bibit (pada kasus cabai
merah besar: Varietas Biola, Hot Beuty, Hot Chili, Gada, Laras) kegiatan-
kegiatan dalam proses produksi, serta masukan-masukan atau bantuan
teknis mana yang harus disediakan oleh si pemberi kontrak; dan (3)
Integrasi vertical(vertical integration), di mana semua tahapan produksi
dirangkul dalam satu perusahaan, sedangkan pasar tidak berperan dalam
pengkoordinasian berbagai tahapan produksi (Saptana, 2012).

Pola manajemen ini dinilai mampu menjadi strategi tepat guna karena pada

dasarnya menguntungkan petani dalam meningkatkan harga jual produksi

pertaniannya dan membantu petani dalam mengelola sektor distribusi sehingga

harga produk yang dihasilkan bisa lebih rendah. Selain itu contract farming

berpotensi memotong rantai pasok yang awalnya hingga 7-8 elemen/node, kini

hanya melibatkan 4-6 elemen/node distribusi.


30

BAB IV

SIMPULAN & SARAN

4.1 Simpulan

Kabupaten malang memiliki faktor pendukung tercapainya swasembada

pangan yakni jenis tanahnya yang subur, sehingga tanaman-tanaman holtikultura

tumbuh subur di daerah ini. Tetapi dalam mencapai swasembada pangan,

Kabupaten Malang dihadapi dengan berkurangnya luas lahan pertanian setiap

tahunnya. Selain itu, sektor pertanian Kabupaten Malang juga masih sangat

pergantung dengan satu komoditas yakni padi. Sepanjang tahun 2014-2016,

Kabupaten Malang juga dihadapi dengan kemerosostan efisiensi lahan pertanian

yang mengarah pada stagnasi keterampilan petani. Untuk itu, manajemen rantai

pasok perlu ditingkatkan oleh pihak berwenang yang bergerak dalam bidang

pertanian dan pangan

Manajemen rantai pasok merupakan kegiatan merencanakan dan mengatur

semua kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku, perubahan bentuk,

dan semua kegiatan pengelolaan logistik (Husada Tarigan et al., 2019). Peningkatan

efisiensi manajemen rantai pasok hasil panen diharapkan mampu menurunkan

harga lonjakan pasar sehingga swasembada pangan dapat meningkat. Pada tahun

2018, Kabupaten Malang telah membentuk Sub Terminal Agribisnis untuk

memperbaiki rantai hasil pasok untuk komoditas cabai. Hasilnya, masih terdapat

aliran distribusi dengan tingkat efisiensi rendah karena masih banyak pihak yang

terlibat dalam proses distribusi.


31

Konsep Pantera adalah suatu konsep model intervensi yang menekankan

pada peningkatan kesejahteraan petani untuk mencapai swasembada pangan yang

dalam penerapannya mengedepankan transparansi data dalam pembentukan harga

yang menghubungkan pemerintah dengan seluruh pelaku pasar (Mazaya et al.,

2020).Konsep pantera di Kabpuataen Malang ini dapat memaksimalkan hubungan

integrasi antara sistem yang diterapkan dan intervensi pemerintah dalam penentuan

harga pokoknya (harga tingkat petani). Contract farming adalah suatu cara

mengatur produksi pertanian di mana petani-petani kecil atau outgrowers diberikan

kontrak untuk menyediakan produk-produk pertanian untuk sebuah usaha sentral

sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam perjanjian (contract)

(Saptana, 2012). Pola ini dilinai tepat dalam meningkatkan harga jual produksi

pertanian serta membantu petani agar produk yang dihasilkan bisa lebih rendah.

Contract Farming juga mampu memotong rantai pasok yang awalnya hingga 7-8

elemen/node, kini hanya melibatkan 4-6 elemen/node distribusi.

4.2 Saran

Tanaman holtikultura memiliki potensi yang besar untuk mencapai

tujuan swasembada pangan di Kabupaten Malang, untuk mencapainya perlu

dilakukan beberapa hal seperti:

1. Meningkatkan pendidikan petani agar mereka dapat menggunakan

teknik yang tepat dalam bertani sehingga produktivitas hasil panen

dapat meningkat.
32

2. Mengembangkan unit-unit Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan

sejenisnya agar manajemen rantai pasok tanaman holtikultura

lebih efisien sehingga tidak ada lagi margin harga yang besar

antara harga petani dengan harga konsumen.


33

DAFTAR PUSTAKA

Clapp, J. (2017). Food self-sufficiency: Making sense of it, and when it makes

sense. Food Policy, 66, 88–96. https://doi.org/10.1016/j.foodpol.2016.12.001

Ekonomi, P. S., Jl, K. P., & No, Y. (2008). MANAJEMEN RANTAI PASOK (

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ) PADA KOMODITAS CABAI MERAH

BESAR DI JAWA TENGAH Supply Chain Management of Red Chili in

Central Java. 1, 58–81.

Furqon, C. (2014). Analisis Manajemen Dan Kinerja Rantai Pasokan. Image, III,

109–126.

Haryadi, Y. (2010). Peranan Penyimpanan dalam Menunjang Ketahanan Pangan.

Jurnal Pangan, 19(4), 345–359.

Indonesia, R. (2012). Peraturan Perundang-Undangan Nomor 18 Tahun 2012.

Indrajit, RE; Djokopranoto, R. (2003). Konsep Manajemen Suply Chain : Cara

Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. PT. Grasindo.

Jiwa, Z., Tarigan, H., & Jiputra, J. A. (2021). Jurnal Internasional Data dan Ilmu

Jaringan. 5, 47–54.

Mazaya, M. S., Ardhillah, B. A., & Hekmachtyar, A. (2020). Implementation of

the Pantera concept for efficiency in the food distribution chain.International

Journal of Advanced Science and Technology, 29(3), 3463–3470.


34

Pangestuti, E., Sanawiri, B., Hanum, L., Robith, D. M., & Fahmi, A. (2020).

Efektivitas Rantai Pasok Kopi Pada Wilayah Kawasan UB Forest Kabupaten

Malang. Jurnal Sains Manajemen Dan Bisnis Indonesia, 10(1), 18–23.

http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/SMBI/article/view/3382

Prahardini, P. E. R., Sudaryono, T., & Andri, B. (2005). Pisang Mas Kirana

Primadona dari Jawa Timur. 516, 148–157.

(RPIJM), R. P. I. J. M. (2015). Gambaran Umum dan Kondisi Wilayah Kabupaten

Malang. Rencna Program Investasi Jangka Menengan (RPIJM), BAB 6, 1–

31.

Sastrosupadi, A. (2019). KETAHANAN PANGAN DAN BEBERAPA

ASPEKNYA. Fakultas Pertanian, Uniiversitas Tribhuwana Tunggadewi,

19(2), 47–52.

Science, A., Oct, T., & Aeroelasticity, C. (2014). 韩鹏 1 ,吴志刚 2 ,杨超 2,

* 1. 25(10), 26–32.

Society, C., Vol, A. E., Huiqing, J., Yu, S., Chengyi, Z., Baoguo, L., Society, C.,

& Engineering, A. (2018). 焦会青 1 ,盛 钰 2 ,赵成义 2 ,李保国 1 ※.

100–107.

Suryana, A. (2008). Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, dan

Swasembada Beras. Pengembangan Inovasi Pertanian, 1((1)), 1–16


LAMPIRAN
36

A. Kerangka Formal

Topik : Swasembada Pangan

Tema : Pencapaian Swasembada Pangan

Judul : Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan melalui Manajemen

Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman Holtikuktura di Kabupaten Malang

I. Rumusan masalah:

1. Bagaimana manajemen rantai pasok hasil panen tanaman holtikultura

di Kabupaten Malang?

2. Apakah manajemen rantai pasok hasil panen tanaman holtikultura di

Kabupaten Malang dapat dinilai efektif dan efisien dalam mencapai

swasembada pangannya?

II. Tujuan :

1. Mengidentifikasi sistem manajemen rantai pasok hasil panen tanaman

holtikultura di Kabupaten Malang

2. Mengidentifikasi keefektifan manajemen rantai pasok hasil panen

tanaman holtikultura di Kabupaten Malang dalam mencapai

swasembada pangannya

III. Aspek yang diteliti:

a. Kondisi ekonomi masyarakat

b. Keterbatasan hasil panen

c. Manajemen rantai pasok

d. Kebijakan pemerintah

e. Parameter pencapaian swasembada pangan


37

IV. Metode penelitian : dekriptif analisis

V. Teknik pengumpulan data: studi pustaka, observasi lapangan, wawancara,

dan penyebaran kuisioner


38

B. Kerangka Karangan

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1 Latar belakang

1.1.2 Rumusan masalah

1.2 Tujuan Penilitian dan Manfaat

1.3 Ruang Lingkup Kajian

1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1.4.1 Metode

1.4.2 Teknik Pengumpulan Data

1.5 Sistematika Penulisan

BAB II : TEORI DASAR PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN

BERKELANJUTAN MELALUI MANAJEMEN RANTAI PASOK HASIL

PANEN TANAMAN HOLTIKULTURA DI KABUPATEN MALANG

2.1 Hubungan Manajemen Rantai Pasok Tanaman Holtikultura terhadap

Swasembada Pangan

2.2 Parameter Tercapainya Swasembada Pangan

BAB III : PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN BERKELANJUTAN

MELALUI MANAJEMEN RANTAI PASOK HASIL PANEN TANAMAN

HOLTIKULTURA DI KABUPATEN MALANG

3.1 Faktor Pendorong dan Penghambat Tercapainya Swasembada Pangan di

Kabupaten Malang
39

3.2 Tingkat Pendidikan Keterampilan dan Pengetahuan Petani dalam

Pengelolaan Hasil Panen Tanaman Holtikultura

3.3 Peningkatan Keefektifan Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman

Holtikultura

3.4 Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman Holtikultura yang

Diterapkan di Kabupaten Malang

3.5 Strategi Tepat Guna Tercapainya Swasembada Pangan melalui

Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman Holtikultura di Kabupaten

Malang

BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

4.2 Saran
40

INDEKS

Kabupaten Malang ... 0, 1, 3, 4, 9, 10, 11, 12,


A
20, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 32,
agraris .................................................... 1, 8 34, 35, 36, 37, 38, 41, 42, 43, 44, 50
agroindustri ............................................... 8 kacang tanah....................................... 22, 25
aliran barang ............................................ 30 Kali Brantas .............................................23
aliran uang .......................................... 30, 33 Kali Konto ...............................................23
karbohidrat ...............................................23
B
kebijakan ............................................ 11, 14
bahan pokok ............................................ 23 kelompok tani...........................................26
beras ........................................................ 22 kentang.....................................................23
BPS ........................................ 12, 18, 27, 30 ketahanan pangan ........................... 8, 14, 15
ketersediaan pangan .................................15
C
komoditas ..... 9, 16, 18, 22, 28, 29, 30, 35, 37
cabai merah ........................................ 30, 36 konsumsi ............................................ 15, 18
contract farming ...................................... 36
M
D
makanan ............................................. 14, 22
distribusi.... 17, 21, 27, 30, 31, 32, 34, 35, 36, manajemen rantai pasok . 1, 9, 10, 11, 12, 17,
37, 38 19, 25, 27, 30, 36, 37, 39, 41, 43
margin............................... 1, 2, 9, 29, 31, 39
E
masyarakat Indonesia ...............................22
efisien ...........9, 10, 11, 21, 29, 31, 39, 41, 43
P
ekspor ........................................................ 8
pabrik ................................................. 29, 31
F
padi ................................... 16, 22, 24, 25, 37
FAO ................................................... 14, 15 Pantera ........................ 1, 2, 4, 34, 35, 36, 38
fluktuasi .................................................. 28 pasar....... 9, 18, 21, 27, 28, 31, 34, 36, 37, 38
pedagang besar ............................. 26, 29, 30
G
pemasok ....................................... 26, 27, 33
geografis.................................................. 32 pembangunan nasional ...............................1
pemerintah .. 1, 10, 12, 21, 23, 29, 32, 34, 35,
H
38, 41, 43
harga 9, 15, 27, 28, 29, 31, 34, 35, 36, 37, 38, pendidikan.............................. 12, 25, 38, 49
39 pengelolaan logistik............................ 25, 37
hasil panen...1, 10, 11, 12, 17, 19, 24, 27, 29, pengepul............................................. 19, 26
30, 34, 36, 37, 38, 41, 43 permintaan ............................... 9, 10, 21, 28
I persentase ................................. 9, 18, 30, 31
pertanian ... 1, 8, 9, 13, 20, 21, 22, 24, 25, 35,
impor ....................................................... 18 36, 37, 38
interaksi ................................................... 29 perusahaan ......................................... 17, 36
J petani .... 8, 12, 19, 21, 25, 26, 29, 31, 32, 34,
35, 36, 37, 38, 39
jagung .................................... 16, 22, 23, 25 pisang mas Kirana ....................................32
K potensi.............................................. 1, 9, 38
produksi 8, 15, 16, 17, 20, 21, 24, 26, 27, 30,
Kabupaten Lumajang ............................... 32 35, 36, 38
41

R T
rasio swasembada .................................... 16 tanaman holtikultura ... 10, 11, 27, 37, 39, 41,
43
S
teknologi .............................................. 9, 34
Sastrosupadi ............................................ 14
U
singkong .................................................. 23
STA Mantung ..................................... 29, 30 ubi jalar .............................................. 22, 25
swasembada pangan ... 1, 8, 9, 10, 11, 12, 14, ubi kayu ............................................. 22, 25
15, 17, 19, 20, 23, 27, 34, 35, 37, 38, 41, 43
V
varietas .............................. 22, 24, 25, 32, 36
42

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Andika Putra Kunigara lahir di Bojonegoro pada

tanggal 31 Mei 2002. Penulis adalah anak kedua dari

dua bersaudara dari pasangan Suherman dan Any

Suherningsih. Setelah lulus dari Taman Kanak-

Kanak Kurnia Jaya, pada tahun 2008 Andika

melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN

Sukatani 4 Depok dan lulus pada tahun 2014. Selanjutnya, penulis melanjutkan

pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 223 Jakarta pada tahun 2014—

2017. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMAN 2 Depok

pada tahun 2017—2020. Saat ini penulis ang menempuh pendidikan di Sekolah

Ilmu dan Teknologi Hayati Program Rekayasa di Institut Teknologi Bandung.

Selama menempuh pendidikan penulis cukup aktif dalam berkegiatan,

berorganisasi, dan berkompetisi. Penulis pernah mengikuti Olimpiade Sains

Tingkat Kota pada bidang Biologi pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis juga

mengikuti Olimpiade Sains Bidang Kebumian yang diselenggarakan oleh

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sampai ke tingkat provinsi. Pada akhir

tahun masa SMA-nya penulis aktif sebagai panitia pentas seni yang diadakan

sekolahnya. Saat ini, penulis mengikuti unit mahasiswa UBV (Unit Bola Voli) dan

Ugreen ITB, di unit ini penulis mendapatkan ilmu pengetahuan baru terutama

mengenai isu lingkungan. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan volunteer

yang diadakan oleh Kartini Mengajar dan berkesempatan menjadi tutor disana.

Dengan berbagai pengalaman yang telah dijalani penulis, menyususn makalah ini
43

menjadi sebuah pengalaman yang tidak ternilai. Harapannya, dengan makalah

“Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan melalui Manajemen Rantai Pasok

Hasil Panen Tanaman Holtikuktura di Kabupaten Malang”, dapat menambah

wawasan pembaca dan berdampak postitif pada masyarakat yang bekerja di sektor

pangan, khususnya di Kabupaten Malang.


44

Chauci Limita Montonglayuk, nama panggilnya eL, lahir

di Kota Batam pada tanggal 3 Oktober 2003. Penulis

merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Penulis

mengenyam pendidikan pertamanya pada umur 4 tahun

di TK Kartini Dharma Wanita UnHas selama dua tahun.

Kemudian masa SD penulis dilewati dengan menempuh pendidikan di tiap sekolah

dasar yang berbeda yaitu ketika lulus dari TK penulis menempuh pendidikan di SD

Katolik Frather Bakti Luhur di Kota Makassar (hanya 1 semester di kelas 1), SD

Kristen Methodist di Kota Makassar (hingga kelas 2), memutuskan mutasi SD ke

Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Kota Sidoarjo, yaitu di SDN Pabean 01 (kelas 3

sampai dengan kelas 4), dan terakhir mutasi SD ke Kota Batu yaitu di SDN Ngaglik

01 serta berhasil lulus dengan membawa predikat nilai UN tertinggi se-Kota Batu.

Sebelum itu, penulis sempat mengenyam sekola dasar dengan izin siswa singgah di

daerah Sangihe Talaud dan Manado (Provinsi Sulawesi Utara). Kemudian dilanjut

pada masa SMP, penulis berkesempatan mengenyam pendidikan SMP/MTs hanya

selama dua tahun atau mengikuti program akselerasi di MTsN 1 Kota Malang,

hidup di asrama siswa MTsN 1 Kota Malang, Ma’had Al-Madany, dan berhasil

lulus membawa predikat siswa dengan nilai UN sempurna pada mata pelajaran

Matematika SMP/MTs. Kemudian penulis memutuskan untuk melanjutkan

pendidikan SMA/MA – nya di MBI Amanatul Ummah Pacet dan hidup keseharian

masa SMA tersebut di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto.

Selama masa SMA, penulis aktif mengikuti perlombaan di bidang akademik dengan

predikat tertinggi yang dapat tercapainya adalah predikat finalis di olimpiade


45

matematika tingkat nasional yang diselenggarakan HIMATIKA UNS tahun 2019.

Lalu pendidikan yang saat ini sedang ditempuh oleh penulis adalah pendidikan

perguruan tinggi di Institut Teknologi Bandung pada prodi Sekolah Ilmu dan

Teknologi Hayati Program Rekayasa (SITH-R). Selama melakukan pengerjaan

tugas ini, penulis mendapat kesan dan pengalaman yang sangat berharga. Semoga

dengan adanya makalah “Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan melalui

Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman Holtikuktura di Kabupaten

Malang”, bisa menjadi manfaat dan barokah ilmu kepada pembaca dan penulis.
46

Radya Adi Saputra, biasa dipanggil Radya, lahir pada 27

Oktober 2002 di Klaten, Jawa Tengah, sebagai anak

pertama dari tiga bersaudara. Penulis menjalani

pendidikan pertama nya pada di TK Harapan Balita, Kota

Bekasi selama dua tahun. Setelah itu, penulis melanjutkan

pendidikannya di SD Negeri Harapan Jaya 1 pada 2008 — 2014, lalu SMP Negeri

5 Kota Bekasi pada 2014 — 2017, dan SMA Negeri 4 Kota Bekasi pada 2017—

2020. Semasa SMA, penulis sangat aktif dalam kegiatan akademik melalui

ekstrakurikuler Embassy Olympiad Club (EOC) sebagai wadah bagi siswa untuk

mendalami olimpiade sains. Disini, penulis memilih untuk mempelajari bidang

ekonomi, sebuah keputusan yang cukup aneh, mengingat jurusan yang ditempuh

selama SMA adalah MIPA. Namun demikian, penulis berhasil menjuarai beberapa

perlombaan seperti Juara 1 Economic Quiz di UNISMA Bekasi tahun 2017, Juara

3 Kompetisi Ekonomi di Trisakti School of Management tahun 2018, Juara 3

Accounting War di UIN Jakarta pada 2019, Juara 3 Olimpiade Sains Tingkat Kota

Bekasi Bidang Ekonomi tahun 2019 yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan

dan Kebudayaan. Setelah juara pada tingkat kota, penulis berkompetisi kembali di

tingkat provinsi, dan berhasil menjadi Juara 2 Olimpiade Sains Tingkat Provinsi

Jawa Barat, serta berhak untuk mengikuti Olimpiade Sains Tingkat Nasional yang

diadakan di Manado, Sulawesi Utara pada 31 Juni — 6 Juli 2019. Setelah lulus dari

SMA, penulis memutuskan untuk melanjutkan studi di Sekolah Ilmu dan Teknologi

Hayati Program Rekayasa (SITH-R) Institut Teknologi Bandung. Saat ini, penulis

mengikuti unit mahasiswa Kelompok Studi Ekonomi dan Pasar Modal untuk
47

melanjutkan minat di bidang ekonomi. Dengan berbagai pengalaman yang telah

dijalani penulis, menyusun makalah ini menjadi sebuah pengalaman yang tidak

ternilai. Harapanya, makalah “Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan

melalui Manajemen Rantai Pasok Hasil Panen Tanaman Holtikuktura di Kabupaten

Malang”, ini dapat menambah ilmu bagi para pembaca serta memberikan sebuah

pandangan baru yang mungkin dapat dijadikan solusi untuk pemerintah dalam

mengelola sektor pertanian di Kabupaten Malang.


48

SANWACANA

Untuk Esa, Kariniga, Omwai, Paran, Sawakari,


Wiwor, dan semua teman dan guru kami di sana.

Senang sekali rasanya masih bisa mengucapkan terima kasih


Atas segala sumbangsih
Sehingga berisi dan tidak putih lagi

Utang penulis sangat banyak


Sekali lagi
Terima kasih kalian
Hehe

Anda mungkin juga menyukai