Anda di halaman 1dari 5

Dr. (H.C.

) Muhammad Syafei
Muhammad Syafei
lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan diangkat jadi anak oleh Ibarahim
Marah Sutan dan ibunya Andung Chalijah,kemudian dibawa pindah ke Sumatra Barat
danmenetap di Bukit Tinggi. Marah Sutan adalah seorang pendidik dan intelektual ternama.
Dia sudah mengajar diberbagai daerah di Nusantara, pindah ke Batavia pada tahun 1912 dan
disini aktif dalam kegiatan penertiban dan Indische Partij.Pendidikan yang ditempuh Moh.
Syafei adalah sekolah raja di Bukit tinggi,dan kemudian belajar melukis di Batavia (kini
Jakarta), sambil mengajar disekolah Kartini. Pada tahun1 9 2 2 M o h . S y a f e i m e n u n t u t
i l m u d i N e g e r i B e l a n d a d e n g a n b i a y a s e n d i r i . D i s i n i i a bergabung dengan
"Perhimpunan Indonesia", sebagai ketua seksi pendidikan.Di negeri Belanda ini ia akrab
dengan Moh. Hatta, yang memiliki banyak kesamaan dankarakteristik dan gagagasan
dengannya, terutama tentang pendidikan bagi pengembangannasionalisme di Indonesia. Dia
berpendapat bahwa agar gerakan nasionalis dapat berhasildalam menentang penjajahan
Belanda, maka pendidikan rakyat haruslah diperluas dan diperdalam. Semasa di
negeri Belanda ia pernah ditawari untuk mengajar dan menduduki jabatan disekolah
pemerintah. Tapi Syafei menolak dan kembali ke Sumatara Barat padatahun 1925. Ia
bertekad bertekad mendirikan sebuah sekolah yang dapat mengembangkan bakat murid-
muridnya dan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia, baik yang hidup
dikota maupun dipedalaman.

Latar belakang
Terdapat berbagai sumber berbeda yang berbicara mengenai tempat dan tanggal lahir Engku
Mohammad Syafei. Mengutip Suryadi Sunuri sebagaimana catatan dari beberapa sumber,
Engku Mohammad Syafei lahir di Ketapang, Kalimantan Barat pada tahun 1893. Beberapa
sumber lainnya di dalam tulisan itu menyebut bahwa tahun kelahirannya adalah 1896. AA
Navis menyebutkan bahwa Engku Mohammad Syafei lahir pada tanggal 31 Oktober 1893.
Sedangkan Audrey R. Kahin menyebut bahwa Engku Mohammad Syafei adalah guru
kelahiran Kalimantan Barat pada tahun 1893. Syafiah, ibu kandung dari Engku Mohammad
Syafei tidak memperkirakan hari dan tanggal kelahiran Engku Mohammad Syafei. Namun,
dari keterangan dari Syafiah dan sanak saudaranya, Engku Ibrahim Marah Sutan mengambil
tahun 1893 sebagai tahun kelahiran Engku Mohammad Syafei. Walau pun terdapat banyak
perbedaan mengenai tanggal dan tahun kelahiran Engku Mohammad Syafei, namun sumber-
sumber yang berbeda ini menyebutkan bahwa tempat kelahiran beliau adalah
di Ketapang, Kalimantan Barat.

Pendidikan
Mengutip Suryadi Sunuri, majalah Pandji Poestaka memuat secara lengkap riwayat
pendidikan Engku Mohammad Syafei setelah Anduang Khalijah dan Engku Ibrahim Marah
Sutan mengangkatnya sebagai anak. Pada tahun 1904, di usia sepuluh tahun Engku
Mohammad Syafei belajar di Sekolah Melayu di Pidie, Aceh. Pada pertengahan tahun 1907,
Engku Mohammad Syafei pindah ke Sekolah Melayu di Pontianak. Setahun kemudian, beliau
dikirim oleh orang tua angkatnya ke Sekolah Raja atau Kweekschool di Fort de Kock
(Bukittinggi) setelah berhasil lulus di ujian masuk sekolah bergengsi ini yang juga adalah
almamater Engku Ibrahim Marah Sutan.
Engku Mohammad Syafei tamat belajar di sekolah guru itu pada tahun 1914 dan langsung
diangkat menjadi guru di Kartini School di Betawi atau Jakarta. Di sekolah ini juga bekerja
sebagai guru Engku Ibrahim Marah Sutan dan saudara angkatnya Engku Sukardi. Selain
mengajar, Engku Mohammad Syafei juga ikut kursus menggambar bersama guru
menggambar terkenal, Tuan De Graaf. Kursus menggambar ini beliau selesaikan dalam
delapan belas bulan. Engku Mohammad Syafei juga mengisi waktu dengan mengambil ujian
bahasa Belanda (Acte Nederlandsche) dan lulus dengan predikat baik. Selain itu, di luar
kegiatan sekolah nya Engku Mohamamd Syafei ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan
politik memperjuangkan usaha kemerdekaan negara Republik Indonesia. Kesadaran ini telah
tumbuh sedari beliau bersekolah di Sekolah Raja di Bukittinggi. Engku Ibrahim Marah Sutan
selalu mengirimkan majalah dan tulisan politik dari para pengurus Indische Partij. Dalam
bukunya, Dasar-Dasar Pendidikan, Engku Mohammad Syafei menjelaskan sejak dari tahun
1912 beliau telah mempelajari buku/tulisan dari Dr. Cipto Mangunkusmo, R.M. Suardi
Suryadiningrat, Douwes Dekker (Dr. Setia Budi, kemenakan dari Multatuli), para pendiri dan
pemimpin dari Indische Partij dan pimpinan gerakan kemerdekaan Indonesia lainnya.
Engku Mohammad Syafei dan Engku Ibrahim Marah Sutan kemudian menjadi pengurus aktif
dari Partai Insulinde (partai turunan dari Indische Partij) dan kemudian Budi Utomo. Terlebih
lagi kediaman Engku Ibrahim Marah Sutan di Jakarta menjadi tempat pertemuan orang-orang
pergerakan untuk berdiskusi dan untuk pendidikan politik. Sebagai seorang intelektual
Minangkabau dan pengurus partai politik pergerakan kemerdekaan Indonesia, Engku Ibrahim
Marah Sutan percaya bahwa hanya melalui pendidikan lah bangsa Indonesia berhasil
mencapai kemerdekaannya. Oleh karena itu, Engku Ibrahim Marah Sutan berusaha
mengirimkan anaknya sekolah sejauh mungkin hingga ke negeri Belanda.
Belajar ke negeri Belanda
Potrait Engku Mohammad Syafei sebelum keberangkatan belajar ke negeri BelandaEngku
Mohammad Syafei di negeri Belanda berpose bersama teman-teman pelajar Indonesia di
sana. Engku M. Syafei berdiri di belakang (berpangku tangan), di kanannya (berkacamata)
Malikoes (pendidikan guru). Tiga orang di kirinya berturut-turut: Soearno (agak pendek)
(pendidikan arsitektur), Hermin (BB/Indologi), dan Soedjono (hukum/Meester). Yang duduk,
dari kiri ke kanan: Mas Aloei (Boekhouder Gemeente Semarang yang sedang verlof di
Belanda), Ismail (pendidikan guru), dan Prio (juga pendidikan guru).
Menurut AA Navis yang mengutip majalah Budaya Jaya, sebenarnya yang ingin dikirimkan
oleh Engku Ibrahim Marah Sutan adalah Engku Sukardi, salah seorang anak angkat lainnya.
Namun karena situasi dunia saat itu setelah Perang Dunia Pertama dan keadaan Engku
Sukardi yang telah berkeluarga membuat biaya pengiriman Engku Sukardi belajar ke
negeri Belanda menjadi mahal sekali. Hal ini diakali oleh Engku Ibrahim Marah
Sutan dengan menjadi guru bahasa Melayu di Kursus Melayu Gunung Sahari, Betawi.
Namun, penghasilan dari memberikan pelajaran bahasa Melayu untuk orang asing ini tidak
banyak membantu. Untuk menghemat uang , tak jarang keluarga Anduang Khalijah dan
Engku Ibrahim Marah Sutan makan nasi dan garam saja.
Pada tanggal 31 Mei 1922, Engku Mohammad Syafei berangkat ke Belanda untuk belajar
pendidikan kerajinan tangan dengan menumpang kapal Oranje menuju Genoa, Italia.
Pelepasan keberangkatan Engku Mohammad Syafei diadakan dengan meriah di Kartini
School, sekolah tempat beliau mengajar pada tanggal 25 April 1922. Pada acara yang sama,
Engku Sukardi saudara angkat Engku Mohammad Syafei berpidato ikut melepas. Kepergian
Engku Mohammad Syafei ke Belanda adalah untuk melihat dinamika kenapa dan bagaimana
sebuah negeri kecil yang daratannya lebih rendah dari permukaan air laut di Eropa Barat itu
bisa maju dan kuat serta mampu menguasai Nusantara begitu lamanya.
Di negeri Belanda, Engku Mohammad Syafei ingin menelisik industri kerajinan apa saja
yang menunjang kemajuan mereka. Engku Mohammad Syafei juga berkesempatan
mengunjungi sekolah yang didirikan oleh Dr. Georg Kerchebsteiner di Munchen, Jerman.
Sekolah ini juga mengajarkan pelajaran kerajinan tangan serta sistem sosial berdasarkan
kecintaan terhadap sesama.
Bagi Engku Mohammad Syafei, pelajaran kerajinan tangan dan pendidikan kerajinan tangan
itu berbeda. Menurut beliau, kursus atau pelatihan singkat dapat menyediakan pelajaran
kerajinan tangan untuk keterampilan kerja. Sifat dari kegiatan singkat ini hanya akan
menghasilkan para pekerja siap pakai tapi tidak memiliki sifat atau kamauan untuk berubah
dari dari sendiri. Pendidikan kerajinan tangan lebih dari itu. Pendidikan ini berfungsi
membangkitkan minat kerajinan dan kemauan untuk bekerja.
Engku Mohammad Syafei selain belajar pendidikan kerajinan tangan juga berkesempatan
untuk mengajar di sekolah rendah di Mook Hoek, Rotterdam. Kesempatan itu digunakan oleh
beliau untuk praktek mengajar di tengah-tengah anak didik Belanda. Waktu yang kosong
digunakan oleh beliau melihat pusat-pusat industri dan sekolah kerajinan tangan. Selain itu,
Engku Mohammad Syafei juga aktif dalam organisasi pelajar
Indonesia De Indische Vereeniging/Perhimpunan Hindia (yang kemudian berubah
menjadi De Indonesische Vereeniging/Perhimpunan Indonesia). Di organisasi ini beliau
berteman dengan para pelajar Indonesia lainnya yang juga tokoh pergerakan kemerdekaan
Indonesia seperti Mohammad hatta, Subarjo, dan Sukiman.
Engku Mohammad Syafei kembali ke Indonesia pada tahun 1925. Pada tanggal 7 April 1926
Engku Mohammad Syafei sampai di Padang. Keinginan untuk mendirikan sekolah ini
dibicarakan dengan Engku Abdul Rachman, yang merupakan kemenakan dari Engku Ibrahim
Marah Sutan. Sedari awal Engku Abdul Rachman dan Engku Ibrahim berusaha
menyelenggarakan sebuah sekolah yang mereka cita-citakan di Minangkabau.

Perjuangan, pergerakan, dan kontribusi besar bagi Republik Indonesia


Syafei sebagai Menteri Pengajaran
Perjuangan politik pra-kemerdekaan
Sebagai anak angkat dari Ibrahim Marah Sutan, seorang aktivis kemerdekaan dan intelektual
besar Minangkabau yang paham bahwa bangsa Indonesia harus berjuang melalui pendidikan
dari dan untuk mereka sendiri, Mohammad Syafei telah menjadi bagian dari kerja-kerja
politik perjuangan kemerdekaan. Bersama ayahnya, Engku Mohammad Syafei menjadi
anggota aktif De Indische Partij dan partai penerusnya, Insulinde.
Selain itu, selama masa-masa tugas belajar di negeri Belanda, Engku Mohamamd Syafei ikut
bergabung dalam wadah pergerakan mahasiswa Indonesia di
Belanda, De Indische Vereeniging/Perhimpunan Hindia. Melalui organisasi mahasiswa ini,
Engku Mohammad Syafei bertemu dan berkenalan dengan para aktivis Indonesia yang sama-
sama belajar di Belanda. Pertemanan dan koneksi ini kemudian hari membawa Engku
Mohammad Syafei aktif dalam usaha pergerakan kemerdekaan di tanah air, usaha-usaha
bersama menjaga kemerdekaan, dan kemudian mengisi kemerdekaan.
Perjuangan pendidikan bangsa Indonesia melalui INS Kayutanam
Kontribusi besar dari Engku Mohammad Syafei dan selalu dikenang adalah pendirian sekolah
bersejarah INS Kayutanam di desa kecil bernama Kayutanam. Nama harum sekolah INS
Kayutanam dalam lembaran sejarah Indonesia tidak terlepas dari orisinalitas konsep
pendidikan yang diajukan Engku Mohammad Syafei yang tidak hanya melawan kelaziman
pendidikan jaman kolonial di mana sekolah adalah tempat untuk menghasilkan pegawai
rendahan di dalam sistem pemerintahan kolonial yang jelas sangat merugikan bangsa
Indonesia, tapi juga sebuah konsep pendidikan yang bertujuan untuk menggali dan
membentuk identitas manusia Indonesia itu sendiri.
Mengutip Thalib Ibrahim yang merupakan salah seorang murid tamatan pertama INS
Kayutanam menandaskan bahwa konsep pendidikan di Ruang Pendidik INS adalah untuk
membentuk manusia aktif dan kreatif berdasarkan Pancasila yang mengakui adanya Tuhan
Yang Maha Esa, yang di setiap perbuatannya insyaf dan sadar bahwa alam-bumi dan
makhluk insani ciptaan Tuhan selalu tumbuh dan bergerak. Oleh karena itu, sistem
pendidikan yang diterapkan di Ruang Pendidik INS Kayutanam adalah sistem pendidikan
yang melahirkan manusia yang selalu aktif dan kreatif. Sistem pendidikan yang menghasilkan
manusia yang pasif adalah mengingkari adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut AA Navis model pendidikan di sekolah INS adalah model sekolah kerja di mana
terdapat perpaduan seimbang antara pengajaran teori dan praktik keterampilan yang berbeda
dari model sekolah-sekolah di negeri Barat. Pendidikan nya ini murni hasil olah pikir Engku
Mohammad Syafei yang didasarkan pada hasil teroka Engku Mohammad Syafei atas alam
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Penekanan nilai-nilai pendidikan ini, menurut AA Navis ada
dari nilai-nilai pendidikan alam Indonesia dan dari filsafat alam dan budaya sosial bangsa
Indonesia.
Lebih lanjut, AA Navis menyebut bahwa konsep pendidikan Ruang Pendidik INS
Kayutanam ini terwujud secara utuh di masa-masa awal kemerdekaan dan menghasilkan
lulusan-lulusan yang berkontribusi besar dalam usaha perebutan kemerdekaan dan
pembangunan negara bangsa di masa awal kemerdekaan. Namun, seiring berjalannya waktu
dikarenakan oleh kondisi dan situasi saat perubahan waktu itu terjadi konsep pendidikan
Ruang Pendidik INS Kayutanam di masa awal kemerdekaan sulit untuk diterapkan.
Setidaknya terdapat dua alasan menurut AA Navis. Pertama, tidak mudahnya untuk
menjabarkan kembali konsep pemikiran pendidikan Engku Mohammad Syafei sesuai dengan
tantangan jaman saat itu. Para pengurus mengalami kesulitan dalam menerjemahkan gagasan
pendidikan Engku Mohammad Syafei ke dalam suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang sesuai dengan dengan filsafat, sistem aktif kreatif, dan tujuan INS yang dicita-citakan
oleh Engku Mohammad Syafei. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia
membawa perubahan-perubahan besar dan cepat dalam kehidupan masyarakat yang
mengakibatkan hilangnya kebutuhan masyarakat atas pendidikan yang ditawarkan oleh INS
Kayutanam.
Masa pendudukan Jepang
Selain dikenal sebagai tokoh pendidikan dan pengajar yang mumpuni dengan
mendirikan INS Kayutanam, Engku Mohammad Syafei muda juga ikut terlibat langsung
dalam pergerakan merebut kemerdekaan sekembalinya dari negeri Belanda di tahun 1925.
Pada masa pendudukan Jepang, Engku Mohammad Syafei ditunjuk sebagai ketua Chuo
Sang-In Sumatera Tengah yang berkedudukan di Bukittinggi. Ketika Jepang menyerah ke
pada Sekutu, Engku Mohamamd Syafei membacakan naskah proklamasi di Bukittinggi pada
29 Agustus 1945. Naskah proklamasi ini adalah naskah yang sama dibacakan Soekarno dan
Mohammad Hatta di Jakarta pada 17 Agustus 1945.
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui diplomasi kebudayaan
Indonesia
Gedung Ruang Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Padang Panjang di Padang Panjang
yang kemudian menjadi Gedung Pertemuan Mohammad Syafei di Padang Panjang.
Pada masa awal kemerdekaan, kegiatan belajar dan mengajar tidak serta-merta dapat
dilangsungkan begitu saja. Situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan untuk
menyelenggarakan pendidikan, segala perhatian dan usaha tercurah untuk menjaga
kemerdekaan. INS Kayutanam pada waktu itu menjadi pusat pergerakan di Sumatera Barat,
termasuk pusat diplomasi kebudayaan Indonesia.
Sebagai sebuah usaha untuk mendukung diplomasi pengakuan kemerdekaan Indonesia,
Engku Mohammad Syafei mendirikan Ruang Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan di
Padang Panjang. Institusi ini menjadi sendi utama diplomasi pendidikan dan kebudayaan
Indonesia di Sumatera Barat dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan dan
kesenian seperti perpustakaan, museum kerajinan tangan daerah, sandiwara rakyat,
sendratari, dan berbagai bentuk kesenian lain nya. Sasaran nya adalah tamu dari Jawa dan
para rombongan tamu negara asing yang hendak berkunjung ke Bukittinggi, Ibukota
Indonesia saat itu. Tujuannya adalah agar para tamu pemerintah pusat dan wakil presiden
yang berkunjung ke Bukittinggi dapat dijamu dan melihat eksistensi bahwa Republik
Indonesia masih ada dan memiliki kebudayaan khas.
Dikarenakan sangat sulit nya untuk mengumpulkan segala bahan untuk mendirikan Gedung
Ruang Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan menyelenggarakan kegiatan, maka
semua bahan dan alat yang dibutuhkan dibawa dari kampus INS Kayutanam. Alat-alat
pertukangan dan lima puluh orang siswa dibawa ke Padang Panjang untuk menyiapkan
gedung ini dan persiapan mobilisasi perang berupa pembuatan senjata dan amunisi yang nanti
hasil nya akan dibagikan ke pada seluruh rakyat nanti.
Masa-masa usaha mengisi kemerdekaan Indonesia
Syafei sebagai Menteri Pengadjaran
Setelah kemerdekaan, Engku Mohammad Syafei ikut aktif dalam membangun Republik
Indonesia. Di masa awal kemerdekaan, Engku Mohammad Syafei diangkat sebagai Residen
Sumatera Barat. Jabatan ini tidak lama dipegang, segera pada Oktober 1945 Engku
Mohammad Syafei memilih mengundurkan diri. Sepanjang 12 Maret 1946 hingga 2 Oktober
1946, Engku Mohammad Syafei diminta mengurusi bidang pendidikan dengan
menjadi Menteri Pengajaran Indonesia pada Kabinet Sjahrir II menggantikan Todung Sutan
Gunung Mulia. Pada Pemilu 1955, Engku Mohammad Syafei ikut terjun berpolitik, namun
tidak terpilih menjadi anggota parlemen karena kekurangan suara.
Pada peristiwa pergolakan daerah Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI) yang berlangsung dari 1958-1961, situasi dan kondisi memaksa Engku Mohammad
Syafei untuk bergabung dengan gerakan ini dengan menjadi Menteri Pendidikan dan
Kesehatan PRRI. Walau pun perang hanya berlangsung selama tiga tahun, namun kegiatan
belajar di sekolah INS Kayutanam terlantar cukup lama. Selama masa perang saudara itu,
kampus INS Kayutanam mengalami kerusakan yang cukup parah. Pada tahun 1968, Engku
Mohammad Syafei kembali ke Kayutanam untuk membangun INS yang terlantar akibat
perang. Selain membangun dunia pendidikan melalui INS Kayutanam, Engku Mohammad
Syafei juga turut membantu pendirian Sekolah Tinggi Hukum Pancasila di Padang, yang
kemudian hari menjadi Fakultas Hukum Universitas Andalas.

https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Sjafei

Anda mungkin juga menyukai