Anda di halaman 1dari 11

MUKHTAR YAHYA : GURU BESAR TAFSIR DI INDONESIA

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan


Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya lahir pada tanggal 3 Maret 1907 di Balingka, 11 km
selatan kota Bukittinggi, persis di kaki Gunung Singgalang. Beliau adalah putera
dari pasangan suami isteri bapak H. Yahya Majo Kayo dengan ibu Hamidah.
Bapak H. Yahya dikaruniai oleh Allah SWT tiga orang anak, yang tertua bapak
Mukhtar, kedua Nurma Yahya dan yang terakhir adalah bapak Rusydi Yahya
(pensiunan Depag). Ketiga orang bersaudara ini sekarang sudah berpulang ke
Rahmatullah. Bapak H.Yahya Majo Kayo adalah seorang saudagar kain yang
berhasil di negerinya. Meskipun beliau hanya mengalami pendidikan di rumah
tangga, karena pendidikan formal di desa Balingka belum lazim di waktu itu,
namun beliau dapat mendidik ketiga putranya dengan baik melalui jenjang
pendidikan formal.
Khusus tentang bapak Mukhtar Yahya, setelah beliau menyelesaikan sekolahnya
di Gubernemen Kelas II Koto Tuo (semacam SD sekarang), dari tahun 1913
1918, lalu melanjutkan pelajarannya ke Madrasah Diniyah (Diniah School) di
Padang Panjang (semacam Madrasah Tsanawiyah sekarang) dan merangkap pula
di Sumatra Thawalib (semacam Madrasah Aliyah sekarang) yang juga berada di
Padang Panjang.
Sekitar tahun 1924 dan 1925 para pelajar Sekolah-sekolah Agama (Madrasah) di
Minangkabau banyak yang ingin meneruskan pelajarannya ke luar negeri.
Diantaranya ke British Indie dan Mesir. Apalagi pada tahun 1925 itu sampailah ke
Indonesia berita tentang lulusnya dengan baik seorang putera Minangkabau dalam
ujian merebut ijazah Al Alimiyah di Universitas Al Azhar, Mesir, yaitu Al
Marhum Al Ustadz Djanan Thaib. Beliaulah putra Indonesia yang pertama kali
mendapat ijazah tinggi itu di Mesir. Berita ini amat besar pengaruhnya kepada
para pelajar sekolah-sekolah agama di Indonesia, khususnya Minangkabau.
Pemuda Mukhtar sendiri setelah membaca berita ini, amat inginlah hendak
meneruskan pelajaran ke Mesir. Akan tetapi keinginan ini rasa-rasanya tidak akan
terpenuhi mengingat ketiadaan biaya. Akan tetapi pada saat-saat tsb beliau
didatangi oleh seorang pamannya dan menanyakan kesediaan beliau dikirim ke
Mesir untuk belajar di sana, sebab paman-paman dan orang tua beliau bersedia
membiayai studi di Mesir. Tentu saja dengan gembira pemuda Mukhtar
menjawab: Bersedia !. Waktu itu beliau berusia 18 tahun. Akhirnya
berangkatlah beliau dari Bukittinggi di bulan Mei 1925, lewat Medan, Penang,
Madras, Bombay, Suez, dan sampailah di Kairo, Mesir.

Pemuda Mukhtar Yahya ketika itu memilih memasuki Abdul Azis lil Muallimin di
Cairo Mesir dan itu terjadi pada tahun 1925. Sekolah-sekolah Mualimin ini
berada di bawah Kementrian Pendidikan dan Pengajaran Mesir. Beliaulah pemuda
Indonesia yang pertama kali memasuki Sekolah Mualimin di Mesir. Sesudah
beliau diterima di Sekolah Abdil Aziz lil Mualimin ini, barulah ada 13 orang
pemuda Indonesia yang telah lebih dulu berada di Mesir, juga diterima di sekolahsekolah Mualimin tersebut.. Diantaranya adalah Prof. Abdul Kahar Mudzakkir,
Ustadz Nasruddin Thaha dan Ustadz Muhammad Nur Marwan. Pemuda Mukhtar
tamat dari Abdul Azis lil Muallimin pada tahun 1928, dengan memperoleh
sertifikat.
Sesudah tamat dari Abdul Azis lil Muallimin, beliau masuk ke jenjang perguruan
tinggi, yaitu pada Perguruan Tinggi Darul Ulum, yang kemudian menjadi Fakultas
Darul Ulum dari Cairo University. Perguruan ini merupakan suatu perguruan
tinggi yang mengajarkan bidang agama Islam dan bidang bahasa Arab. Mata
pelajaran di perguruan ini cukup padat dan sukar. Mahasiswa-mahasiswa Mesir
sendiri agak enggan belajar di Perguruan Tinggi Darul Ulum ini. Akan tetapi
pemuda Mukhtar memilih melanjutkan pelajarannya di sini. Teman-teman sejawat
beliau lainnya selama berada di Mesir adalah Prof. K.H. Farid Maruf, Prof.
K.H.A. Kahar Mudzakir (mantan Rektor UII), Prof. H. Mahmud Yunus (mantan
Rektor IAIN Imam Bonjol Padang), Prof. H.M. Thaher Abdul Muin (mantan
Guru Besar Ilmu Kalam di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) dan lain-lain.
Selama menuntut ilmu di negeri Mesir, beliau sangat cenderung untuk menekuni
Ulumut Tarbiyah, termasuk di dalamnya Sejarah Pendidikan, Teori Pendidikan
dan Perbandingan Pendidikan di samping Ilmu Jiwa, yang meliputi Ilmu Jiwa
Umum, Ilmu Jiwa Perkembangan dan Ilmu Jiwa Pendidikan. Di samping itu juga
tekun belajar untuk memperoleh keahlian dalam bidang Bahasa Arab, yang selain
Qowaid sebagai sasaran utamanya, juga Sastra Arab dan Fiqhul Lughah. Tidak
ketinggalan pula pemuda Mukhar Yahya menekuni Dasar-Dasar Ilmu Agama
Islam, seperti Ushul Fiqh, Tarikh Tasyri dan Perbandingan Mazhab. Dari dasardasar utama ini akhirnya beliau juga menekuni bidang Tafsir, terutama yang
berhubungan dengan bahasanya yang kemudian dikenal dengan nama At Tafsirul
Lughawy.
Sewaktu masih belajar di Mesir, pemuda Mukhtar Yahya juga giat dalam bidang
jurnalistik, antara lain dengan menulis dalam harian dan majalah, seperti Majalah
Peninjauan yang terbit di Jakarta di bawah pimpinan redaksi P. F. Dahler dan
Majalah Pilihan Timur yang terbit di Cairo di bawah pimpinan redaksi Iljas
Yacoub dan Mukhtar Luthfi. Oleh karena pada saat itu orang-orang Mesir belum
mengenal nama Indonesia, yang dikenal adalah Jawa, maka dalam rangka

mengenalkan nama Indonesia kepada mereka, putera-putera Indonesia di Mesir


termasuk Mukhtar Yahya menuliskan namanya dengan tambahan Indonesi di
belakang nama aslinya. Maka jadilah Mukhtar Yahya menjadi Mukhtar Yahya Al
Indonesia.
Selain kegiatan-kegiatan di atas, pemuda. Mukhtar Yahya sewaktu masih di Mesir
juga berlatih dalam bidang kepemimpinan, yaitu dengan ikut memasuki organisasi
pelajar-pelajar Indonesia Semenanjung Melayu yang bernama Jamiyah
Khairiyyah. Di dalam organisasi itulah beliau pernah mengadakan ceramahceramah antara lain di depan para anggotanya, terutama mengenai Ilmu
Pendidikan dengan judul Dalton Plan, yang kemudian diterbitkan sebagai buku
oleh Toko Buku Siti Syamsiyah di Surakarta. Bahkan beliau juga pernah berbicara
di depan corong Radio Mesir dengan pidato tentang Indonesia. Dengan kegiatankegiatan belajar ilmu dan organisasi selama di Cairo Mesir tersebut, maka pada
diri pemuda. Mukhtar Yahya terdapat kesan dan pengalaman yang cukup dikenang
oleh siapapun bangsa Indonesia, yaitu bahwa otak bangsa Indonesia ternyata tidak
kalah jika dibandingkan dengan otak bangsa-bangsa lain di dunia.
Berbicara tentang belajar di Mesir, pada umumnya pelajar yang sukses dalam
studi ialah mereka yang biayanya pas-pasan atau bahkan kurang. Tidak sedikit
mahasiswa Indonesia di Mesir yang kekurangan biaya, akan tetapi justru
merekalah yang biasanya tekun belajar. Mereka dapat menyelesaikan studinya
tepat pada waktunya. Sedang yang kelebihan biaya malah banyak yang berfoyafoya dan tidak dapat menyelesaikan pelajaran tepat pada waktunya atau bahkan
ada yang putus sekolah. Mahasiswa-mahasiswa Mesir biasanya dapat
merampungkan studinya di sini selama 6-7 tahun, jarang yang dapat selesai
selama 5 tahun. Karena itu kalau pemuda Mukhtar dapat menyelesaikan studinya
selama 5 tahun, tentu hal ini merupakan suatu prestasi yang baik dan beliau tentu
termasuk mahasiswa yang cerdas. Yang mendorong kesuksesan beliau adalah niat
dan keyakinannya bahwa kedatangan beliau ke Mesir adalah untuk mencari Ilmu
Pengetahuan yang kelak akan disumbangkan kepada Agama, Nusa dan Bangsa.
Setelah belajar selama lima tahun dari tahun 1929 sampai tahun 1934, beliau lulus
dengan memperoleh Ijazah At Tadris tepatnya pada tanggal 9 Agustus 1934 dan
segera kembali ke Tanah Air yang masih menjadi jajahan kolonial Belanda dengan
sebutan Hindia Belanda.
Pendidikan dan Birokrasi di Sumatera
Pada bulan Mei 1935 ketika diadakan Konggres Pendidikan Nasional di Solo,
beliau dikirim sebagai utusan dari Islamic College agar lebih memahami cita-cita
pendidikan nasional dan pergerakan nasional itu sendiri. Di Jakarta beliau sempat
berkenalan dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh pendidikan nasional, diantaranya

Mr. Sumanang, Sabrani dll dan tokoh-tokoh pendidikan Muhammadiyah, antara


lain Ir. Djuanda yang waktu itu menjabat Direktur A.M.S. Muhammadiyah. Beliau
sempat pula berkenalan dengan Prof. Dr. Purbotjaroko, dr. A. K. Gani, Mr.
Sartono, Sanusi Pane, Mr. Moh. Yamin, dll. Adapun ketika berada di Yogyakarta,
beliau berkenalan dengan Ki Hadjar Dewantara dan mendengar penjelasanpenjelasan tentang pendidikan di Taman Siswa, juga sempat berkenalan dan
berdiskusi dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah, dan mengadakan ceramahceramah di hadapan tokoh-tokoh dan para pelajar Muhammadiyah. Dari
kunjungan ke Jawa dan perkenalan, diskusi dan wawancara dengan pemimpinpeminpin Indonesia, beliau banyak mendapat wawasan dan pengalaman tentang
perkembangan pendidikan dan pergerakan nasional di tanah air yang sudah beliau
tinggalkan dalam masa sepuluh tahun lamanya. Akhirnya, setelah kembali ke
Padang, diadakan pertemuan yang dihadiri oleh masyarakat Padang, di dalamnya
beliau memaparkan kesan-kesan kunjungan ke Jawa.
Pada zaman Hindia Belanda, beliau diangkat oleh Pengurus Islamic College
Padang, menjadi guru pada perguruan tersebut, kemudian menjadi direkturnya.
Selama mengajar dan memimpin Islamic College, beliau aktif mengadakan
moderenisasi sekolah-sekolah agama. Bersama-sama dengan ustadz Mahmud
Yunus dan kawan-kawan yang lain, beliau menyusun rancangan pelajaran buat
sekolah-sekolah agama, sejak dari tingkat Awwaliyah sampai tingkat Sekolah
Tinggi Islam, yang kemudian pada tahun 1936, rancangan pelajaran ini dapat
disetujui dalam muktamar yang diadakan di Padang Panjang untuk dijalankan
pada madrasah-madrasah di Minangkabau dan dibentuklah suatu organisasi
dengan nama Ishlahul Madaris Al Islamiyah (I.M.I).
Tahun 1940 ustadz Mukhtar Yahya pindah ke Normal Islam Padang, suatu sekolah
yang setingkat dengan Islamic College, didirikan oleh Persatuan Guru-guru
Agama Islam (PGAI) untuk membantu mendirikan Sekolah-sekolah Islam Tinggi
oleh PGAI tersebut, sampai berdiri, dan beliau diangkat sebagai Wakil Rektor;
sementara Rektornya adalah ustadz H. Mahmud Yunus. Perguruan tinggi ini
merupakan perguruan tinggi yang pertama di Minangkabau dan bahkan di seluruh
Indonesia di jaman kolonial Belanda.. Sekolah Islam Tinggi ini dibuka resmi pada
tanggal 9 Desember 1940, terdiri atas dua fakultas, yaitu :
1. Fakultas Syariah (Agama), dan
2. Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab.
Untuk menyusun kurikulumnya dibentuk satu panitia yang terdiri dari :
1. Dt. Perpatih Beringek, sekretaris Minangkabau-raad, ketua.
2. Mahmud Yunus, sekretaris.

3. Syekh Ibrahim Musa, anggota.


4. Mr. Abu Bakar Jaar, anggota.
5. Mukhtar Yahya, Direktur Islamic College, anggota.
6. Abdul Muluk, Kepala H.I.S. Pemerintah, anggota.
7. Hasim Yahya, anggota.
Staf dosen-dosennya adalah :
1. Mahmud Yunus, pemimpin.
2. Syekh Ibrahim Musa, dosen Ilmu-ilmu Agama.
3. Mukhtar Yahya, dosen Ilmu-ilmu Pendidikan.
4. Husein Yahya, dosen Bahasa Arab.
5. Mr. Abu Bakar Jaar, dosen Ilmu Kemasyarakatan.
6. Saleh Jafar (M.A. India) dosen Tarikh, Bahasa Inggris.
7. S.M. Latif, dosen Bahasa Indonesia dan Bahasa Belanda.
Akan tetapi setelah Jepang masuk ke Indonesia pada bulan Maret 1942, pada
zaman pendudukan Jepang tersebut pada mulanya banyak sekolah-sekolah yang di
tutup, termasuk Sekolah Tinggi Islam tersebut. Maka ketika itu beliau hanya
banyak berdakwah (bertabligh) dengan materi dakwah yang dititikberatkan pada
ajaran tauhid. Kemudian setelah Islamic College dibuka kembali, beliaupun
kembali ke Islamic College dan diangkat sebagai direkturnya kembali. Karena itu
Ustadz Mukhtar Yahya melanjutkan karirnya sebagai direktur Islamic College
sampai dengan tahun 1946.
Setelah Indonesia merdeka, maka sejak tahun 1946 sampai tahun 1951, pak
Mukhtar Yahya meninggalkan karirnya sebagai Guru, Ustadz dan Pemimpin
Sekolah. Beliau diangkat oleh Gubernur Sumatera sebagai Kepala Jawatan Agama
Propinsi Sumatera. Meski beliau telah bertahun-tahun menjadi ustadz (guru), dan
dalam pikirannya pun berkeinginan terus-menerus menjadi ustadz, tetapi oleh
Pemerintah Republik Indonesia beliau diangkat menjadi Kepala Jawatan Agama
(sekarang Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama) Propinsi Sumatera (waktu
itu Sumatera hanya merupakan satu propinsi). Ustadz Mukhtar Yahya terpaksa
mengubah haluan. Karena itu ustadz Mukhtar Yahya pindah ke ibukota propinsi,
Medan. Pada waktu Perang Agresi I pada tanggal 21 Juli 1947, NICA menyerbu
Indonesia dalam rangka merebut Indonesia dan melanggar Perjanjian Linggarjati
pada tanggal 25 Maret 1947. Karena itu ibukota propinsi dipindahkan ke
Pematang Siantar, dan ustadz pun pindah kesana. Pematang Siantar pun diserbu
oleh Belanda, ibukota pun pindah ke Bukittinggi, dan ustadz pun pindah ke
Bukittinggi.. Pada tahun 1947 itu pula ustadz Mukhtar Yahya diangkat sebagai
anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).

Propinsi Sumatera kemudian dibagi menjadi tiga propinsi, dan setiap propinsi
mempunyai Jawatan Agama (Kantor Wilayah Agama). Ustadz Mukhtar Yahya
diangkat menjadi koordinator Jawatan Agama seluruh Sumatera. Jabatan
koordinator kemudian dihapus pada tahun 1950, dan ustadz dipindahkan ke
Yogyakarta dengan pangkat administratur. Akan tetapi pada akhir tahun itu pula
beliau diinstruksikan pergi ke Medan untuk membentuk Negara Kesatuan di
Sumatera Timur. Dalam hal ini beliau bertindak sebagai pejabat Jawatan Agama
Sumatera Timur dan lalu sebagai Penghubung Kementerian Agama.Demikianlah
karir beliau di Sumatera selama lebih kurang lima belas tahun (1936-1950). Masa
ini dibagi pula menjadi dua periode. Pertama, sebagai pendidik dari tahun 19351946 dan kedua sebagai pegawai Kementerian Agama RI dari tahun 1947-1950.
Karir di Bidang PendidikanTinggi Agama Islam
Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, dan
sebelum Belanda sempat menginjakkan kakinya kembali di Indonesia, maka pada
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Karena
proklamasi itu tidak diakui oleh Belanda serta sekutunya (Amerika Serikat dan
Inggris), maka terjadilah revolusi fisik melawan Belanda beserta sekutusekutunya itu. Jakarta dengan mudah dapat diduduki. Karena itu pusat
pemerintahan dipindahkan ke Yogyakarta sampai tahun 1949. Baru setelah
perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949 di Den Haag,
Belanda baru mengakui kemerdekaan Indonesia, minus Irian Barat (Irian Jaya).
Maka sebagai penghormatan atas jasa-jasanya itu, kota Yogyakarta ini dijadikan
sebagai kota pendidikan/universitas. Karena itu didirikanlah Universitas Negeri
Gadjah Mada yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1950.
Adapun untuk golongan umat Islam diberi pula sebuah Pendidikan Tinggi Agama
Islam. Cikal bakal perguruan tinggi ini berasal dari Universitas Islam Indonesia
yang mulanya bernama Sekolah Tinggi Islam (STI) dan didirikan pada tanggal 27
Rajab 1364 bertepatan dengan tanggal 18 Juli 1945, berkedudukan di Jakarta.
Atas usul panitia perbaikan STI, maka nama itu diubah menjadi Universitas Islam
Indonesia (UII) atau Al-Jamiah Al-Islamiyah Al-Indonesiyah yang diresmikan 27
Rajab 1367 H bertepatan tanggal 10 Maret 1948 dan berkedudukan di Yogyakarta.
Pada peresmian itu, UII memiliki empat fakultas yaitu 1. Fakultas Agama 3.
Fakultas Ekonomi, dan 2. Fakultas Hukum 4. Fakultas Pendidikan.
Fakultas Agama tersebut di ataslah yang kemudian dinegerikan menjadi
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Penegerian itu diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950. Tujuan didirikannya PTAIN seperti
yang dikatakan Mr. Wasil Aziz adalah : Untuk memberikan pengajaran tinggi dan
menjadi pusat memperkembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang

Agama Islam. Untuk tujuan tersebut diletakkan azaz untuk membentuk manusia
susila dan cakap serta mempunyai keinsyafan ber-tanggungjawab tentang
kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dunia umumnya atas dasar Pancasila,
kebudayaan, kebangsaan dan kenyataan. Sebagai Ketua Fakulteit (Dekan
Fakultas) PTAIN kemudian diusulkan K.H. Muhammad Adnan, disamping
sebagai dosen. Beliau diusulkan sebagai dekan, sebab beliaulah satu-satunya
orang Islam yang tinggi jabatannya, yaitu sebagai Ketua Mahkamah Islam Tinggi
yang berkedudukan di Solo. Mr. Sunaryo sebagai sekretaris mahkamah itu, karena
itu beliau diangkat menjadi sekretaris PTAIN.
Seperti dikatakan di muka, ustadz Mukhtar Yahya ikut membidani kelahiran
PTAIN di Yogyakarta, yaitu dengan keluarnya Peraturan Pemerintah no.34/1950
pada tanggal 14 Agustus 1950. Selain dari itu, beliau pun ikut aktif menjadi
tenaga pengajar di PTAIN yang baru lahir itu. Dalam rentang waktu yang cukup
lama, ada beberapa hal yang menonjol yang dicapainya dalam bidang ilmu
pengetahuan dan karir. Pada tahun 1955 beliau diangkat menjadi Sekretaris
Fakultas PTAIN menggantikan Mr. Sunaryo yang diangkat menjadi Menteri
Dalam Negeri.
Pada tahun 1956 beliau diangkat menjadi Guru Besar bidang Ilmu Tafsir. Beliau
adalah Guru Besar Ilmu Tafsir yang pertama di seluruh Indonesia. Bahkan beliau
merupakan Guru Besar pertama di bidang Agama Islam secara umum. Guru Besar
Ilmu Tafsir lain, baru pada tahun 1980-an ada di IAIN Sunan Ampel Surabaya,
yaitu yang diraih Prof. Dr. Abdul Djalal Sebelumnya beliau telah dipromosikan di
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk memperoleh gelar Doktor di bidang Ilmu
Tafsir dengan promotor Prof. H. Mukhtar Yahya. Gelar yang sama di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, baru ada pada tahun 1990-an yaitu diwakili oleh Prof. Dr.
Quraish Shihab, dan pada tahun 1994 yang lalu ditambah satu lagi yaitu Prof. Dr.
Salman Harun. Kemudian pada umur PTAIN sewindu, tepatnya tanggal 6
September 1959, Prof. Mukhtar Yahya diangkat menjadi Dekan Fakultas PTAIN
menggantikan Prof. KH. Moh. Adnan yang telah pensiun, dan sebagai
sekretarisnya adalah Mr. Wasil Aziz.
Periode ini merupakan suatu kemajuan pesat bagi perkembangan Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta. yang bersama dengan Akademi
Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta (berdiri tahun 1957), digabungkan menjadi
satu dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan berpusat di
Yogyakarta. Demikianlah IAIN Al-Djamiah ini lahir pada tanggal 2
Rabiulawwal 1380 H bertepatan dengan tanggal 24 Agustus 1960 M.
Pada tanggal 7 Januari 1961, Prof. Mukhtar Yahya mendapat kehormatan menjadi
promotor dari IAIN Al-Djamiah untuk memberikan gelar Doctor Honouris Causa

kepada Yang Mulia Dr. Al-Ustadz Al-Azhar Syeikh Mahmoud Syaltout, Rector
Magnificus Universitas Al-Azhar.
Pada tahun 1960 setelah IAIN diresmikan, maka jabatan Dekan Fakultas
Ushuluddin dipercayakan pada Prof. H. Mukhtar Yahya. Karena IAIN menambah
dua fakultas lagi yaitu : Fakultas Tarbiyah (tahun ajaran 1960-1961) dan Fakultas
Adab (tahun ajaran 1961-1962), maka dekan Fakultas Adab dijabat untuk
sementara oleh Prof. Mukhtar Yahya, sedangkan Fakultas Tarbiyah dijabat
sementara oleh Prof. R.H.A. Soenarjo. Pada tanggal 16 April 1962 jabatan Dekan
Fakultas Tarbiyah definitif diserahterimakan kepada Prof. Mukhtar Yahya,
sedangkan jabatan Dekan Fakultas Ushuluddin definitif diserahterimakan kepada
K.H. Anwar Musaddad dan jabatanDekan Fakultas Adab definitif
diserahterimakan kepada H. Husein Yahya. Jabatan Dekan Fakultas Tarbiyah ini
dipegang oleh Prof. Mukhtar Yahya sampai dengan tanggal 15 Juli 1972. Selain
dari jabatan Dekan seperti tersebut di atas, beliau juga diangkat sebagai anggota
Pengurus Senat dan Anggota Senat IAIN Sunan Kalijaga dan Pembantu Rektor
Bidang Akademis Urusan Ilmu Pengetahuan Agama. Selain dari itu, beliau
memberi kuliah pula di Fakultas Tarbiyah dan Syariah UII serta Fakultas Sastra
dan Fakultas Filsafat UGM.
Dengan adanya pergantian total pimpinan teras institut pada tahun 1972, maka
berakhirlah semua jabatan yang disandang oleh Prof. H. Mukhtar Yahya, kecuali
sebagai tenaga pengajar honoraium di semua fakultas di lingkungan IAIN dan
perguruan tinggi lainnya, sebab pada tahun yang sama beliau menjalani masa
pensiun. Sungguh pun begitu, sebagai anggota Penterjemah dan Penafsir Al
Quran beliau tetap diperlukan.
Anggota Penterjemah dan Penafsir Al-Quran dan Lain-lain
Lembaga ini beranggotakan sebanyak tiga belas orang, diketuai oleh Prof. Mr.
R.H.A. Soenarjo dan diwakili oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy merangkap
anggota. Sedangkan anggota-anggota yang lain adalah :
1. Prof. H. Mukhtar Yahya, sebagai anggota,
2. K.H. Anwar Musaddad, sebagai anggota,
3. K.H. Ali Maksum, sebagai anggota,
4. Dr. A. Mukti Ali, sebagai anggota,
5. Prof. H. Toha Jahja Omar, sebagai anggota,
6. Prof. Bustami A. Gani, sebagai anggota,
7. H. Masuddin, sebagai anggota,
8. Ghazali Tahib, sebagai anggota,

9. Drs. Kamal Muchtar, Sekretaris merangkap anggota,


10. Drs. Busyairi Madjidi, Wakil Sekretaris merangkap anggota,
11. S. Siswo Pranoto, Bendaharawan merangkap anggota.
Demikianlah Prof. H. Mukhtar Yahya telah menghabiskan masa mudanya,
katakanlah masa produktif dari umur 28 sampai dengan 65, penuh dengan
pengabdian kepada agama, negara dan bangsa, terutama di bidang pengajaran
agama Islam. Kemana beliau pergi, pekerjaan selalu menantinya, atau beliau ikut
menciptakan pekerjaan itu.
Pada pertengahan tahun 1971, Departemen Agama RI mengadakan proyek untuk
meningkatkan mutu para dosen IAIN di seluruh Indonesia. Nama proyek ini ialah
Post Graduate Course (PGC) yang berlangsung selama tiga bulan, dan hanya
diadakan sebanyak tiga kali. Pada setiap angkatan disajikan mata pelajaran yang
berbeda. Pada angkatan II, umpamanya, diadakan peningkatan dalam bidang
pelajaran Ilmu Tafsir. Bidang ini diserahkan tanggungjawabnya kepada Prof. H.
Mukhtar Yahya, dan berlangsung dari 20 November 1972 sampai dengan 17
Februari 1973. Angkatan III berakhir pada 17 Februari 1974.
Masih dalam rangka peningkatan mutu dosen-dosen, maka setelah PGC rampung,
dilanjutkan lagi dengan program yang masih non-degree tetapi lebih intensif,
yaitu program Studi Purna Sarjana (SPS). Program ini berlangsung selama 9 bulan
dengan muatan pelajaran yang cukup sarat sebanyak 21 mata pelajaran pokok.
Angkatan I dimulai pada tahun ajaran 1974-1975, dan berakhir pada Angkatan-IX
yang diadakan pada tahun ajaran 1982-1983. Pada semua angkatan, Prof. H.
Mukhtar Yahya ikut memberi kuliah mata pelajaran Agama dan Sejarah Islam.
Di kala mengajar di SPS Angkatan-II (1975-1976), Prof. H. Mukhtar Yahya
dianugerahi derajat Doctor Honouris Causa dalam bidang Ilmu Tarbiyah.
Pemberian gelar Doktor itu berlangsung pada tanggal 29 Oktober 1975, yaitu
dalam rangka peringatan Dies Natalis XXIV IAIN Sunan Kalijaga. Prof. H.
Bustami A. Gani bertindak sebagai Promotor.
Setelah SPS Angkatan-IX berakhir, dilanjutkan dengan program berikutnya yang
dibuka pada Tahun Ajaran 1983-1984. Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya ikut mengajar
di Fakultas Pasca Sarjana ini. Beliau memegang mata pelajaran Bahasa Arab.
Karena merasa telah begitu lemah fisiknya, beliau terpaksa mengundurkan diri
atas permintaan sendiri pada akhir tahun ajaran 1986-1987. Hal ini sangat
mungkin sebab umur beliau waktu itu telah mencapai 80 tahun.
Karya-karya Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya
a. Buku
Bahasa Arab :

1). Qawaidul Imlail Arabi. 2). Al Muhadatsatul Arabiyah, berdua dengan Prof. Dr.
H. Mahmud Yunus. 3). Fannut Tarbiyah, berdua dengan Ustadz Nasruddin Thaha.
4). Al Mohfuzhatul Mukhtaroh. 5). Mabadi At Tadbiratish Shihhiyah.
Bahasa Indonesia :
6). Miftakhul Asrar. 7). Dalton Plan. 8). Revolusi Amerika. 9). Revolusi Perancis.
10). Pokok-pokok Filsafat Yunani. 11). Islam dan Negara. 12). Pokok-pokok Isi
Al-Quran al Karim. 13). Butir-butir Hikmah Isra dan Miraj. 14). Kedudukan
Wanita dalam Hukum Islam. 15). Pertumbuhan Akal dan Memanfaatkan Naluri
Kanak-kanak. 16). Masyarakat Islam (alih bahasa). 17). Sejarah dan Kebudayaan
Islam I (alih bahasa). 18). Sejarah dan Kebudayaan Islam II, berdua dengan Drs.
M. Sanusi Latief (alih bahasa). 19). Negara dan Pemerintahan dalam Islam (alih
bahasa). 20). Sejarah Pembinaan Hukum Islam, sebagai peneliti (alih bahasa). 21).
Sejarah Pendidikan Islam, berdua dengan Drs. M. Sanusi Latief (alih bahasa). 22).
Ikhtisar Ihyak Ulumiddin, sebagai peneliti (alih bahasa). 23). Aqidah Tauhid
dalam Agama Bangsa-bangsa Purbakala dan Filsafat Lama. 24). Tafsir Surat alFatikah. 25). Sejarah Ringkas Al Quran Al Karim. 26). Sejarah Bangsa Arab
Sebelum Islam. 27). Lampiran Tafsir. 28). Kekuasaan-kekuasaan di Timur Tengah
Sebelum Datang Agama Islam. 29). Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam, berdua
dengan Drs. Fatchur-rachman. 30). Al Quran dan Terjemahannya, sebagai
anggota penterjemah. 31). Al Quran dan Tafsirnya, sebagai anggota pentafsir.
32). Butir-butir Berharga dalam Sejarah Pendidikan Islam, dan Memanfaatkannya
dalam Pembangunan Nasional
b. Artikel-artikel di majalah / surat kabar.
1). Ibnu Khaldun dan Pendidikan Modern. 2). Project Method. 3). Dr. Maria
Montessorri. 4). Universitas Terapung. 5). Autobus College. 6). Yohann Amos
Comenius. 7). Usaha-usaha Dunia untuk Memerangi Buta Huruf. 8). Ilmu Jiwa
Pendidikan. 9). Dasar-dasar Pendidikan Modern. 10). Madame Roland. 11). Julius
Caesar. 12). Jeane dAre. 13). Zenobia (Ratu Palmyra). 14). Madame Curie. 15).
Pergerakan Wanita Mesir. 16). Pergerakan Wanita Jepang.
Dengan demikian jelaslah bahwa Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya telah mengabdikan
sebagian besar hidupnya untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa sejak
kembali dari Mesir 1935 sampai dengan 1987 atau selama 52 tahun. Walaupun
beliau telah memperoleh gelar tertinggi di perguruan tinggi (Profesor dan Doktor),
tetapi beliau tetap rendah hati, tidak pernah menyombongkan diri karena ilmunya
yang tinggi itu. Semua orang dihargainya tanpa kecuali, dan dapat bersendagurau
dengan mereka, tanpa merasa rendah dengan orang-orang bawahannya itu.

Dalam hal mengajar, teori mengajar yang baik betul-betul diterapkannya. Seorang
mahasiswa yang membuat kesalahan dalam mempelajari insya, yaitu pelajaran
mengarang dalam bahasa Arab, umpamanya, mahasiswa tadi tidak langsung
ditegurnya, tetapi dipuji terlebih dahulu akan kebagusan karangannya itu, seperti
idenya bagus. Baru sesudah itu dikatakannya kesalahan-kesalahan yang telah
dilakukannya. Dengan cara itu si mahasiswa merasa dihargai meski ia banyak
melakukan kesalahan. Justru dengan cara demikian dia banyak mendapat motivasi
untuk belajar lebih giat. Selain dari itu, beliau juga tegas dalam berkata. Jika
beliau mengatakan ya tetap ya tanpa bergoyah agak sedikitpun. Begitu pula
jika beliau mengatakan tidak, tetap tidak tanpa ada perubahan
Demikianlah sedikit tentang kehidupan seorang tokoh Minangkabau dalam bidang
pendidikan yang seluruh hidupnya diabdikan untuk pendidikan agama Islam dan
pengetahuan bahasa Arab. Beliau berpulang ke Rahmatullah pada usia 89 tahun,
di hari Ahad tgl. 31 Maret 1996 pukul 05.00 wib di kediaman beliau Jl. R. W.
Monginsidi 11A (Jl. Cemarajajar), Yogyakarta, setelah semua putera-puteri beliau
menyelesaikan studi dan berumah tangga. .Semoga beliau tergolong ummat-Nya
yang khusnul khatimah dan amal jariah selama hidup di dunia ini menjadi pahala
yang besar bagi beliau di akhirat nanti. Begitu pula dengan putera-puteri beliau,
semoga menjadi anak yang saleh agar dapat menjadi pahala bagi Bapak Prof. Dr.
H. Mukhtar Yahya. Amin....... Amin ya Rabbal alamin.

Anda mungkin juga menyukai