Anda di halaman 1dari 22

PEMIKIRAN DAN METODE KRITIK HADIS SYUHUDI ISMAIL

Dosen Pengampu:
Lathif Rifa'i, S.Th.I., M.Hum.

Disusun Oleh: Kelompok 4


Anggia Wulandari (21105050027)
Moch. Adli Yusuf (21105050045)
Ulfah Fauziati (21105050047)
Muhammad Khalil Qibran (21105050061)
Nursyafirah (21105050083)
Jahdan Jauda Zain (21105050085)
Hanan Asrowi (21105050087)

PROGRAM STUDI ILMU HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2023
A. Pendahuluan

Pemahaman terhadap hadis merupakan hal yang sangat penting untuk dibahas
karena hadis mempunyai peran yang besar bagi kehidupan umat Muslim. Selain itu,
sebagaimana telah banyak dijelaskan pada berbagai literatur keIslaman bahwasannya
hadis merupakan sumber kedua agama Islam setelah al-Qur’an. Sedangkan untuk
memahami teks hadis itu sendiri diperlukan metode yang tepat untuk menghasilkan
pemahaman yang tidak kaku dan absolut. Kenyataan yang ada pada awal
perkembangannya, pemahaman pemikiran terhadap al-Qur’an lebih berkembang pesat
ketimbang pemahaman terhadap hadis. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kitab tafsir
dengan beragai corak bermunculan sejak abad pertama Hijriah, namun hadis belum
sesemarak itu.1
Melihat realita diatas menjadikan banyak sarjanawan muslim melakukan studi
mengenai pemikiran para ulama yang membahas tentang metode-metode memahami
hadis Nabi. Salah satu kajian yang termasuk sering dilakukan adalah tentang pemikiran
Syuhudi Ismail. Beberpa kajian tersebut diantaranya ialah: pertama, membahas tentang
bagaimana kontekstualisasi hadis oleh M. Syuhudi Ismail dalam buku Hadis Nabi yang
Tekstual dan Kontekstual menggunakan pendekatan Ma’anil hadis tentang Ajaran Islam
yang Universal, Temporal, dan Lokal serta membahas mengenai konstribusi Syuhudi
Ismail dalam pengembangan studi hadis di Indonesia.2 Kedua, kajian tentang seberapa
terpengaruhnya pemikiran Muhammad syuhudi Ismail serta sejauh mana beliau
menggunakan dan menganalisis aspek teks-konteks hadis untuk memahami hadis.3
Berangkat dari pemaparan di atas mengenai penelitian sebelumnya, pemakalah
akan memaparkan kembali mengenai kajian tokoh Muhammad Syuhudi Ismail ini.
Pemaparan ini dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan mendasar berikut:
pertama, bagaimana biografi seorang tokoh Muhammad Syuhudi Ismail ini mencakup
riwayat pendidikan, guru-gurunya, murid-muridnya dan juga beberapa karya beliau.
Kedua, bagaimana konstribusi Muhammad Syuhudi Ismail terhadap perkembangan studi
hadis. Ketiga, bagaimana metodologi penelitian yang dilakukan Muhammad Syuhudi
Ismail baik penelitian terhadap sanad maupun penelitian terhadap matan.

1
Applied Mathematics, Temporalitas Hadis Dalam Buku Hadis Nabi Yang Tekstual Dan Konteksual Karya
M. Syuhudi Ismail, 2016.
2
Pemahaman Hadis and M Syuhudi Ismail, “Kritik Kontekstualisasi Pemikiran Hadis Syuhudi Ismail,” 2017.
3
Taufan Anggoro, “Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail Dalam Memahami Hadis,” Jurnal Ilmu
Hadis 3, no.(2019): 93–104.

1
Kajian tentang pemikiran Muhamammad Syuhudi Ismail dirasa perlu dilakukan
karena beberapa argument berikut: pertama, sejauh pengamatan penulis, selama ini sangat
jarang sekali yang tahu seorang tokoh pembaharu Islam yang bernama Muhammad
Syuhudi Ismail ini. Padahal beliau sangat berkonstribusi terhadap perkembangan ajaran
Islam di Indonesia terutama dalam studi Ilmu Hadis. Kedua, perlunya wawasan mengenai
konstribusi dan kiprah Muhammad Syuhudi Ismail terhadap perkembangan Islam di era
kontemporer. Ketiga, Di tengah zaman yang semakin berkembang dan problematika
kontemporer yang semakin kompleks menjadikan perlu sebuah metode pemaknaan hadis
yang membawa kepada sunnah yang hidup serta relevan di tengah terpaan kemajuan
zaman.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menganalisa
beberapa literatur yang secara langsung ataupun tidak langsung mempunyai kaitan
dengan judul penelitian. Kaitan secara tidak langsung bisa berupa kecenderungan atau
nuansa kritis terkait topik pembahasan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
ialah library research dengan menggunakan dua sumber data rujukan yakni sumber data
primer (rujukan utama) berupa buku karya Muhammad Syuhudi Ismail yang berjudul
Metodologi Penelitian Hadis, dan data sekunder berupa artikel jurnal maupun skripsi
yang berkaitan dengan M. Syuhudi Ismail, selain itu juga menggunakan buku-buku
terkait tema yang dibahas.
B. Biografi M. Syuhudi Ismail
a. Biografi
Nama lengkapnya adalah Muhammad Syuhudi Ismail. Beliau dilahirkan pada
tanggal 23 April 1943, di Rowo Kangkung, Lumajang, Jawa Timur. Syuhudi
merupakan putera kedua daripada pasangan H. Ismail dan Sufiyatun. Keduaduanya
adalah saudagar yang taat dalam beragama. Bapaknya bernama H. Ismail bin Mistin
bin Soemoharjo berasal dari suku Madura dan meninggal dunia pada tahun 1994 M,
sedangkan ibunya bernama Sufiyatun binti Ja’far yang berasal dari suku Jawa dan
meninggal dunia pada tahun 1993M. Kakeknya Syuhudi (M.Jakfar) dikenal sebagai
pendekar yang berasal dari Ponorogo dan pernah menjadi polisi Belanda. Dengan
demikian, Syuhudi lahir dari keluarga yang berada dan beragama serta dari golongan
“pendalungan’ (kawin campur) antara suku Madura dan Jawa. Hal itu berarti bahwa
beliau memiliki karakteristik sebagai orang Madura dan sebagai orang Jawa yang
taat beragama.

2
Ketika berusia 22 Tahun, tepatnya pada tahun 1965 M., beliau menikahi
dengan seorang gadis berdarah Bugis (Sidrap), yaitu Nurhaedah Sanusi. Dari
pernikahan itu, mereka dikaruniakan empat cahaya mata, akan tetapi yang masih
hidup hanya tiga orang, yaitu: Yunida Indriani, S.E., Khairul Muttaqien, Muh. Fuad
Fathani. Sementara, isterinya yang tercinta, Nurhaedah Sanusi meninggal dunia pada
sekitar awal tahun 1972.Pada penghujung tahun itu juga, beliau meminang Habiba
Sanusi (kakak kandung Nurhaeda). Manakala, dari perkawinannya yang kedua itu,
beliau dikaruniakan dua putera yaitu Muh.Ahsan dan Muh.Irfan. Syuhudi Ismail
wafat pada hari Ahad, 19 November 1995, yaitu di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, dan dikebumikan pada hari Senin, 20 November 1995 di
tanah Pekuburan Islam (Arab) Bontoala, Ujungpandang.4
b. Riwayat Pendidikan
Pendidikan formalnya, dimulai dengan mengenyam pendidikan di Sekolah
Rakyat Negeri (SRN), Sidorejo, Jatiroto, Lumajang, Jawa Timur manakala pada usia
12 tahun, tepatnya tahun 1955, Syuhudi menamatkan pendidikan di sekolah dasar.
Selanjutnya, beliau meneruskan sekolahnya dalam bidang Pendidikan Guru Agama
Negeri (PGAN) selama 4 tahun di Malang dan tamat pada tahun 1959.
Kecintaannya pada ilmu tidak membuatnya terhenti pada peringkat PGAN
sahaja, akan tetapi dengan tekad yang bulat, beliau bersikeras untuk melanjutkan
pendidikan ke peringkat yang lebih tinggi, yaitu Pendidikan Hakim Islam Negeri
(PHIN) di Yogyakarta. Akhirnya, dengan semangat dan tekad yang tinggi beliau
sukses menyelesaikan pendidikannya di PHIN pada tahun 1961. Dalam tahun
tersebut juga, Syuhudi dipilih menjadi salah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
bagian Pengadilan Agama di Ujungpandang, Sulawesi Selatan.
Meskipun berstatus sebagai seorang pekerja pemerintahan yang kebanyakkan
jadwal tugasnya dipenuhi dengan kegiatan masyarakat. Namun, semangatnya untuk
menuntut ilmu pengetahuan tidak berhenti begitu saja, bahkan Syuhudi melanjutkan
studinya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) “Sunan Kalijaga” Yogyakarta,
Cabang Makassar (kemudian menjadi IAIN “Alauddin” Ujungpandang). Syuhudi
Ismail juga aktif di berbagai organisasi. Ketika menjadi mahasiswa IAIN Yogyakarta
cabang Makasar, beliau tergabung dalam Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia

4
Jabatan Qur, Akademi Pengajian Islam, and Universiti Malaya, “ ‫ﻮﻫ ﺎﻴﺴﻴﻧوﺪﻧأ ثﺪﶈا ﺪﺣأ ﻦﻣ دﺎﻬﺘﺟﻻاو فرﺎﻌﳌا ةﺮﺋادو‬
17 ”‫ﺞﺘﻨﻨﳌا ﺐﻧﺎﺟ ﺔﺳارد ﱃإ ﺔﻻﺳﺮﻟا ﻩﺬﻫ فﺪ‬, no. 1 (2017): 1–33.

3
(SEMMI), sebuah organisasi kemahasiswaan di bawah naungan Partai Serikat Islam
Indonesia (PSII). Pengalamannya ini membuat beliau dipercaya sebagai Ketua
Pemuda Muslim Indonesia wilayah Sulawesi Selatan (1970-1973) dan menjadi
anggota DPRD termuda tingkat I Sulawesi Selatan (1996-1973).5
Pada tahun 1965, impiannya untuk melanjutkan pendidikannya direalisasikan
di mana beliau memperoleh ijazah Sarjana Muda dengan risalah ilmiah yang
berjudul: ”Tempus Delictus Dalam Hukum Pidana Islam.” Kemudian, pada tingkat
pendidikan Sarjana Lengkap beliau melanjutkan pendidikan di Fakultas Syari’ah
IAIN Alauddin Ujungpandang dan tamat pada tahun 1973 dengan Skripsi (kertas
kerja ilmiah) yang berjudul: “Pelaksanaan Syari’at Islam di Indonesia.”
Setelah sepuluh tahun tidak menikmati pendidikan formal, tepatnya pada
tahun 1983M Syuhudi mengikuti Program Studi S2 dan S3 pada IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Tidak lebih dari tiga tahun, tepatnya pada tahun 1985M.
Beliau menyelesaikan pendidikan master. Selanjutnya, beliau melanjutkan
pendidikan pada jenjang PH.d yaitu pada tahun 1987 M. Beliau memperoleh gelar
PH.d Terbaik dalam bidang Kajian Islam, konsentrasi Ilmu Hadis dengan Disertasi
yang berjudul: “Kaedah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dengan Pendekatan
Ilmu Sejarah.”
Di sisi lain, pendidikan non formal yang beliau ikuti adalah seperti berikut:
Pertama, pada tahun 1976, beliau mengikuti penataran Bidang Studi Ilmu Falak di
Jakarta. Kedua, Studi Purna Sarjana (SPS) beliau ikuti di Yogyakarta, pada tahun
akademik 1978/1979. Di SPS ini beliau meraih peringkat pertama dan melahirkan
beberapa makalah; Ketiga, pendidikan Staf Tingkat II di Jakarta (1979); dan
keempat, penataran Sekretaris IAIN di Indonesia, di mana beliau meraih peringkat
pertama dalam penataran ini. 6
c. Guru
Dalam perjalanan hidup Syuhudi, di antara guru yang beliau pernah temui
dan menimba ilmu darinya adalah:7
1. Ayahnya, yaitu H. Ismail menjadi guru agama yang pertama dalam
kehidupan Syuhudi. Beliau mengaji Al-Qur’an dari ayahnya.

5
Sri Handayana, “Pemikiran Hadis Syuhudi Ismail,” n.d., 225–36.
6
Qur, Islam, and Malaya, “‫ﻮﻫ ﺎﻴﺴﻴﻧوﺪﻧأ ثﺪﶈا ﺪﺣأ ﻦﻣ دﺎﻬﺘﺟﻻاو فرﺎﻌﳌا ةﺮﺋادو ﺞﺘﻨﻨﳌا ﺐﻧﺎﺟ ﺔﺳارد ﱃإ ﺔﻻﺳﺮﻟا ﻩﺬﻫ فﺪ‬.”
7
Fithriady Ilyas and Ishak Bin Hj. Suliaman, “Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995); Tokoh Hadith
Prolifik,Ensklopedik Dan Ijtihad,” Jurnal Ilmiah Islam Futura 17, no. 1 (2017): 1,
https://doi.org/10.22373/jiif.v17i1.1604.

4
2. Kiai Mansur, beliau menimba ilmu agama darinya.
3. Dr. Madjidi, merupakan salah seorang tokoh Muhammadiyah yang
terkemuka di Ujungpandang ketika itu. Beliau banyak mendalami agama
darinya.
4. Harun Nasution, merupakan salah seorang alumni dari Barat dan merupakan
gurunya ketika beliau mengikuti Pendidikan tingkat sarjana dan doktor.
Selain itu, beliau juga banyak mempelajari tentang penelitian terhadap
keagamaan dan kecenderungan terhadap pemahaman hadis Nabi SAW.
5. M. Quraish Shihab, merupakan salah seorang alumni Timur Tengah dan Guru
Besar dalam bidang Tafsir di UIN Syarif Hidayatullah. Beliau banyak
mendalami tentang pemahaman keagamaan secara sistematik dengan
pendekatan tematik .
6. Said Agil Husin Al-Munawwar, merupakan salah seorang alumni Timur
Tengah dan Guru bagi Syuhudi Ismail ketika kuliah. Dari beliau, Syuhudi
banyak menerima masukan tentang ilmu hadis dan metodologi kajian hadis.
Hal ini dapat dilihat pada saat Syuhudi Ismail cenderung menggunakan
pendekatan kontekstual dengan mempertimbangkan asbab al-wurud dalam
memahaminya, seperti penjelasan hadis dalam bukunya “Hadis Nabi yang
Tekstual dan Kontektual”.
d. Karya
Berdasarkan penelusuran dokumentasi oleh penulis dan melalui penelitian
yang dilakukan oleh Arifuddin Ahmad di dalam disertasinya pada UIN Syarif
Hidayatullah didapati beberapa fakta aspek prolifik dan ensiklopedik tentang
Muhammad Syuhudi Ismail. Karya beliau terdiri dari buku, makalah, diktat, dan lain-
lain yang berjumlah 59 buah. Karya-karyanya meliputi bidang hadis, bidang fikih,
pemikiran, dan dakwah, serta bidang ilmu falak.
Adapun karya-karyanya dalam bidang hadis adalah sebagai berikut: Pertama,
karya Syuhudi dalam bentuk buku:
1. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. I, 1988 M).
2. Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung: Angkasa, Cet. I. 1991 M).
3. Cara Praktis Mencari Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1412 H/1991 M).
4. Sunnah Menurut Para Pembelanya dan Upaya Pelestarian Sunnah Oleh Para
Pembelanya, (Ujungpandang: YAKIS, 1991 M).

5
5. Sunnah Menurut Para Pengingkarnya dan Upaya Pelestarian Sunnah Oleh
Para Pembelanya, (Ujungpandang: Berkah, Cet. I. 1412 H/1991 M).
6. Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. I. 1413
H/1992 M).
7. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-Hadis Tentang
Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, (Jakarta: Bulan Bintang,
Cet. I, 1415 H/1994 M).
8. Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya, (Jakarta, Cet. I.
1995).
Kedua, dalam bentuk makalah, nota/catatan, artikel, pidato ilmiah, dan sebagainya:
1. Imam Bukhari dan Beberapa Keistimewaannya (1973).
2. Penelaahan Hadis Nabi Sebelum Penggunaan Metode Ijtihad (1974).
3. Masalah al- Jarh wa Ta’dil Dalam Penelitian Hadis (1977) .
4. Metode Penelitian Hadis Ditinjau dari Penelitian Sejarah (1980).
5. Hadis Sahih Benar-Benar Telah Teruji Secara Ilmiah, (Harian Pelita, Jakarta,
30 November 1987).
6. Dampak Penyebaran Hadis Palsu dan Manfaat Pengetahuan. Sebab Ayat
Turun dan Sebab Hadis Terjadi bagi Mubaligh dan Pendidik, (Pidato Ilmiah,
Ujungpandang, 26 Desember 1988 M).
7. Pembahasan Kitab-Kitab Hadis, (Diktat, Ujungpandang, 1989 M).
8. Ulumul Hadis I-!X, Ditbinperta Islam Depag RI, (Jakarta, 1993 M).
9. Pemahaman Hadis Nabi secara Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’ani al-
Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, Makalah
Pidato Pengukuhan Guru Besar, (Ujungpandang, Kampun IAIN Alauddin,
26 Maret 1994).
Merujuk pada paparan data di atas, sangat jelas menunjukkan bahwa aspek
prolifik dan ensiklopedik tokoh kajian tersebut dapat diukur khususnya dengan
melihat jumlah karya yang dihasilkan dalam berbagai bidang kajian keislaman, yaitu
melalui karya-karya yang dihasilkan. Menjadi penulis tunggal dalam melahirkan 59
karya dalam kajian keislaman bagi Muhammad Syuhudi Ismail di era 70-an sampai
90-an adalah pencapaian yang sangat luar biasa, bagi seorang tokoh ilmuwan Islam
Indonesia. Dari jumlah 59 sumber ilmiah tersebut, delapan buah dalam bentuk buku,
tiga belas dalam bentuk entri untuk ensiklopedi, dan sisanya 38 buah dalam bentuk
makalah, artikel, dan hasil penelitian. Kedelapan buku tersebut membahas tentang

6
hadis dan ilmu hadis, sementara sisanya dikategorikan dalam bidang fikih, dakwah,
pemikiran, dan ilmu falak. Karya yang dalam bentuk buku tersebut menjadi referensi
utama pada mata kuliah ilmu hadis di Perguruan Tinggi Islam Indonesia dan menjadi
karya terpenting.
Dikatakan terpenting karena karya-karya tersebut berpengaruh dalam
perkembangan kajian hadis di Indonesia, yaitu mengubah peta kajian hadis,
khususnya kajian hadis di PTAI Indonesia, dari kajian yang terfokus pada kritik
sanad saja menjadi kajian kritik sanad dan matan. Selain itu, masih banyak lagi karya
tulis Muhammad Syuhudi Ismail, baik yang berwujud artikel, makalah, esai, dan
lain-lain. Tak terkecuali sumbangan tulisannya sebanyak 13 judul entri dalam Buku
Ensiklopedi Islam. Berbagai karya tulis ilmiah yang telah dihasilkannya tak lepas
dari studi yang dicapai dari tingkat S1, Studi Pascasarjana di Yogyakarta, maupun
program-program S2 dan S3 di Jakarta.8
C. Kontribusi Pemikiran M. Syuhudi Ismail
Dalam memaknai suatu Hadis Nabi menurut kacamata Syuhudi ismail ada
kalanya harus dipahami dari dua arah, baik itu secara tekstual maupun secara kontekstual
yang bersifat temporal, lokal, maupun secaraa universal. Jadi, dalam memahami hadis
Nabi, Syuhudi ismail mengambil langkah-langkah dengan melihat bentuk redaksi
matannya, kemudian mengaitkannya dengan kedudukan nabi ketika menyampaikan
hadis, dapat juga dilihat dari latar belakang munculnya sebuah hadis sehingga dapat
meneliti hadis yang tampak saling bertentangan. Jika perbedaan langkah-langkah hadis
seperti dijelaskan di atas tidak diperhatikan, alias ditumpangtindihkan satu sama lain,
yang terjadi adalah kekeliruan dalam memahami hadis, dan menjauhkan dari pesan dan
maksud yang diharapkan Nabi.
Adapun Pemikiran Syuhudi Ismail tentang Hadis secara Tekstual dijelaskan,
Dalam buku yang dikaji menganalisis hadis secara tekstual menggunakan metode analisis
teks hadis dan dapat diidentifikasikan dengan bentuk matan hadis. Hal tersebut meliputi
hadis nabi yang berupa jawami’ al-kalim atau jamaknya adalah jawami’ al-kalim, yaitu
ungkapan singkat, namun maknanya padat. Selain daripada hal tersebut, hadis nabi juga
berupa tamsil atau perumpamaan, ramziy atau bahasa simbolik, bahasa percakapan atau
dialog, qiyasiy atau ungkapan yang bersifat analogi9 sama halnya hadis tentang wanita

8
Anggoro, “Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail Dalam Memahami Hadis.”
9
Fithoroini D. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail).
Nabawi J Hadith Stud. 2021;2(1):116-140. doi:10.55987/njhs.v2i1.42

7
yang menjadi pemimpin. Al-Bukhârî meriwayatkan hadis dari Abû Bakrah yang berkata:
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan sukses suatu kaum yang menyerahkan [untuk
memimpin] urusan mereka kepada wanita (lan yuflih qawm wallaw amrahum
imra’ah).”10
Mengenai hadis ini, Ibn al-Jawzî menyimpulkan, urusan kepemimpinan
membutuhkan akurasi kebijakan yang sempurna, dan “kekurangan” wanita tidak
mengizinkan adanya kesempurnaan akurasi kebijakan tersebut. Lebih tegas lagi ia
menyimpulkan bahwa wanita tidak bisa menjadi pemimpin, hakim bahkan sekadar
menjadi pemimpin akad nikah. Penjelasan Badr al-Dîn al-‘Aynî tidak berbeda dengan
penjelasan Ibn al-Jawzî, hanya saja ia menegaskan kesimpulan al-Khatâbî yang
menyatakan bahwa wanita tidak bisa menjadi pemimpin dan hakim. Inti sari dari
penjelasan Ibn al-Jawzî, Badr al-Dîn al-‘Aynî dan al-Khattabî yang dijelaskan tadi, bahwa
wanita tidak bisa menjadi pemimpin urusan-urusan publik dan agama, apalagi menjadi
pemimpin tertinggi umat Muslim seluruhnya. Penjelasan para pensyarah generasi
berikutnya, seperti al-Malâ ‘Alî al-Qârî (w. 1014/1606), al-Munâwî (w. 1356 H) dan al-
San‘ânî (w. 1182/1786), dan seterusnya, misalnya, secara umum tidak berbeda dengan
penjelasan yang telah dijelaskan.
Pemikiran Syuhudi Ismail tentang Hadis Kontekstual dalam bukunya bahwa
memahami hadis tidak hanya dapat dilihat hanya dari segi tekstual melainkan juga secara
kontekstual. Dalam bukunya beliau membaginya menjadi dua bagian yakni konteks hadis
yang dihubungkan dengan fungsi nabi Muhammad dan konteks hadis Nabi yang
dihubungkan dengan latar belakang munculnya hadis. Sama halnya hadis sebelumnya
yang dibahas mengenai ketika wanita menjadi pemimpin. Untuk memahami hadis
tersebut secara benar, Syuhudi mengaitkan hadis tersebut dengan latar belakangnya, yaitu
peristiwa suksesi kepemimpinan bangsa Persia yang terjadi pada tahun 9 H. Singkat
cerita, dalam peristiwa suksesi itu, yang diangkat menjadi pemimpin tertinggi adalah
seorang wanita bernama Buwaran.
Sedangkan tradisi yang mengakar pada saat itu di Persia, dan juga tentunya pada
bangsa-bangsa lainnya, adalah bahwa pemimpin tertinggi harus dari kaum laki-laki.
Mendengar peristiwa ini, Nabi menyabdakan hadis yang sedang kita bahas sekarang ini.
Untuk melakukan kontekstualisasi pemahaman hadis tentang kepemimpinan wanita, dan

10
Anggoro T. Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail Dalam Memahami Hadis. J Ilmu Hadis.
2019;3(2):93-104.

8
hadis-hadis lain yang setema, Syuhudi menjelaskan, pada waktu itu, derajat kaum wanita
secara umum berada di bawah derajat kaum laki-laki. Wanita sama sekali tidak dipercaya
untuk ikut serta mengurus kepentingan masyarakat umum, apalagi masalah kenegaraan.
Hanya laki-laki yang dianggap mampu mengurus kepentingan masyarakat dan negara.11
Dalam kondisi kerajaan Persia dan masyarakat seperti itu, maka Nabi yang memiliki
kearifan tinggi menyatakan bahwa bangsa yang menyerahkan urusan kenegaraan dan
kemasyarakatan mereka kepada wanita tidak akan sukses. Sebab, demikian lanjut
Syuhudi, bagaimana kesuksesan itu bisa tercapai jika pimpinan tertinggi dijabat oleh
seorang yang sama sekali tidak dihormati dan juga tidak dianggap berwibawa?
Kemampuan dan kewibawaan, atau kapabilitas dan kekuatan, adalah dua hal yang harus
ada pada diri seorang pemimpin.
Seiring dengan berjalan dan berkembangnya waktu, demikian inti penjelasan
Syuhudi selanjutnya, pemikiran masyarakat berevolusi ke arah yang lebih baik dan
berperadaban. Alquran juga memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada
kaum laki-laki dan wanita untuk sama-sama berbuat kebajikan. Jika keadaannya telah
berubah, Syuhudi menegaskan, “Dalam keadaan wanita telah memiliki kewibawaan dan
kemampuan untuk memimpin, serta masyarakat bersedia menerimanya sebagai
pemimpin, maka tidak ada salahnya wanita dipilih dan diangkat sebagai pemimpin.
Dengan demikian, hadis di atas, yakni hadis tentang ketidaksuksesan
kepemimpinan wanita], harus dipahami secara kontekstual sebab kandungan petunjuknya
bersifat temporal.” Syuhudi Ismail yang sama sekali tidak mempermasalahkan
kepemimpinan tertinggi dijabat oleh selain suku Quraysh dan oleh kaum wanita di atas,
jelas jauh berbeda dengan kesimpulan umum para pensyarah hadis. Para pensyarah
berangkat dari dan berfokus pada teks, sedang Syuhudi berangkat dari konteks
masyarakat Muslim waktu hadis disampaikan, baru kemudian menuju teks hadis, dan
kemudian kembali ke konteks masyarakat Muslim modern.
Dalam menganalisis teks, Syuhudi Ismail melakukan pengolahan terhadap teks
dan mengamati serta menganalisis hubungannya (hadis dihubungkan dengan dalil yang
lainnya) atau metode tekstualis dalam lingkup kajian hermeneutik modern . Ini
ditunjukkan dengan adanya perpaduan analisis teks-konteks didalamnya. Kemudian
dalam mengidentifikasi konteks historis munculnya hadis, analisis konteks merupakan

11
Amrulloh A. Kontribusi M. Syuhudi Ismail Dalam Kontekstualisasi Pemahaman Hadis. Mutawatir J
Keilmuan Tafsir Hadith. 2017;7(1):76-104.

9
yang mendominasi dalam kajiannya. Terlebih konteks tersebut sangat berkaitan dengan
fungsi dan posisi Nabi saat hadis tersebut muncul. Terkait dengan kontekstualisasi hadis,
Syuhudi Ismail lebih menekankan aspek historis latar belakang munculnya sebuah hadis.
Dengan cara tersebut Syuhudi Ismail dianggap jauh melampaui para tekstualis
hadis termasuk melampaui pemahaman dari tokoh konstekstualis-modernis yaitu, Yusuf
alQardawi. Pemahaman kontekstualisasi hadis Syuhudi Ismail dianggap lebih berani dari
para pendahulunya.Ijtihad juga merupakan metode dalam kontekstualisasi hadis, ijtihad
baginya berperan sebagai mesin pencari indikator yang terkait dan mencari kesesuaian
antar indikator-indikator tersebut. Kemudian dicari indikator yang bersifat substansif dan
melakukan penyesuaian hadis tersebut terhadap masa sekarang agar lebih aktual.Syuhudi
Ismail juga menggunakan ijtihad dalam kontekstualisasi hadis. Namun, tidak ditekankan
sejauh mana ijtihad itu dilakukannya.
D. Metodologi Penelitian Hadis M. Syuhudi Ismail
a. Penelitian Sanad Hadis
Seperi halnya ulama-ulama lain Syuhudi Ismail juga menilai betapa
pentingnya kedudukan sanad dalam riwayat hadis. Karena sanad dianggap begitu
penting, apabila ditemukan sutau hal/berita yang disandarkan kepada rasulullah
SAW, tetapi tidak jelas siapa yang membawa berita tersebut (sanad) maka menurut
sebagian besar ulama hal tersebut tidak bisa dianggap sebagai hadis.
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad hadis, menurut
Syuhudi, ulama biasanya menempuh tata kerja penelitian sebagai berikut:
1. Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti.
2. Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat .
a) Melalui kita-kitab rijal al-hadis, misalnya kitab Tahzib al-Tahzib karya
Ibn Hajar al-‘Asqalani, dan al-Kasyif karya Muhammad Ibn al-Zahabi
b) Dengan tujuan untuk dapat mengetahui :
1) Apakah setiap perawi dalam sanad itu dikenal sebagai perawi yang
adil dan 𝑑𝑎𝑏𝑖𝑡, serta tidak suka melakukan penyembunyian cacat
hadis (tadlis).Apakah antara perawi dengan perawi terdekat dalam
sanad itu terdapat hubungan: (1) kesezamanan pada masa hidupnya;
dan (2) guru-murid dalam periwayatan hadis;12

12
Sahiron Syamsuddin, “KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi
Ismail),” Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Dan Hadis 15, no. 1 (2014): 95,
https://doi.org/10.14421/qh.2014.15105.

10
2) Meneliti kata-kata yang menghubungkan anatara para periwayat
dengan periwayat yang terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata
yang terpakai berupa haddatsani, haddatsana, akhbarana, atau kata-
kata lainnya.13
Di atas telah dikemukakan bahwa yang akan dianalisis dalam tulisan ini ialah
syarat kemuttasilan hadis yang pertama. M. Syuhudi Ismail berpendapat bahwa sanad
hadis baru dipandang muttasil bila seluruh periwayat dalam sanad itu benar-benar
siqah (adil dan dabit).
Dengan lebih jelas, ia mengatakan: “Dalam hubungannya dengan
persambungan sanad, kualitas periwayat sangat menentukan. Periwayat yang tidak
siqah yang menyatakan telah menerima riwayat dengan metode sami’na, misalnya,
walaupun metode ini diakui ulama hadis memiliki tingkat akurasi yang tinggi, tetapi
karena yang menyatakan lambang itu adalah orang yang tidak siqah, maka informasi
yang dikemukakannya itu tetap tidak dapat dipercaya. Sebaliknya, apabila yang
menyatakan sami’na adalah orang yang siqah, maka informasinya dapat dipercaya.”
Dari kaidah-kaidah kemuttasilan sanad yang telah dikemukakannya itu, dapat
dipahami bahwa kualitas perawi, yakni adil dan dabit, merupakan hal yang sangat
essensial atau merupakan syarat kemuttasilan sanad. Jika syarat ini, sebagaimana
syarat kedua yang telah disebut di atas, tidak terpenuhi, maka hadis secara otomatis
dinyatakan sanadnya tidak muttasil. Dengan demikian, hadis yang di dalam sanadnya
terdapat perawi yang tidak adil, tidak dabit atau kurang dabit, dapat
dikategorisasikan dalam hadis yang tidak muttasil.
Lebih lanjut Syuhudi mengemukakan bahwa ada empat faktor penting yang
mendorong ulama hadis mengadakan penelitian sanad hadis yaitu:
1. hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam.
2. hadis tidak seluruhnya tertulis pada zaman Nabi.
3. munculnya pemalsuan hadis.
4. proses penghimpunan (tadwin) hadis 14.
Syuhudi telah menulis buku yang berkaitan dengan Metedologi Penelitian
Hadis ia mengatakan bahwa obyek kajian penelitian hadis ada dua macam yaitu;

13
Makmur and Muhammad Ismail, “Metode Kesahihan Sanad Hadis,” Al-Mutsla 3, no. 2 (2021): 85–95,
https://doi.org/10.46870/jstain.v3i2.50.
14
Makmur and Muhammad Ismail.

11
sanad yaitu rangkaian para periwayat yang menyampaikan riwayat hadis, kedua
matan yaitu materi atau isi dari hadis.
Sikap Syuhudi terhadap kesahihan sanad dapat di golongkan sebagai salah
seorang pemikir dan kritikus hadis yang bersifat moderat, khususnya dalam
menyikapi kualitas para periwayat hadis Nabi. Ia bersikap obyektif menyikapi
periwayat hadis yang diperselisihkan tanpa terikat pada salah satu kaidah jarh wa
ta’dil yang ekstrim, mendahulukan Jarh ataukah Ta’dil bagi periwayat yang
diperselisihi kualitasnya. Namun, dari segi kehujjahan hadis Nabi, ia sangat ketat
(tasyaddud) terhadap hadis-hadis yang berkaitan dengan aqidah, ibadah dan hukum,
dan agak longgar (tasahul) terhadap hadis-hadis yang berkaitan dengan
masalahmasalah sosial kemasyarakatan. Syuhudi tergolong seorang yang sangat
cermat di dalam melakukan penelitian hadis.15
Di sisi lain, dia mengritik pandangan kalangan ulama tentang ‘adalah al-
sahabah yang dianggapnya tidak obyektif. Pandangan ulama bahwa seluruh sahabat
Nabi bersifat adil tidak memiliki alasan yang kuat dan karena itu merupakan
kelemahan kaidah kesahihan sanad. Dia juga memberi peluang untuk melakukan
kritisi atau penelitian terhadap semua kitab hadis, termasuk kitab al-jami al-sahih
Sahih al-Bukhari karya imam al-Bukhari dan Sahih Muslim karya imam Muslim.
Didalam bukunya, Syuhudi menyajikan dua kaidah dalam mengkiritik
keshahihan sanad hadis yaitu kaedah mayor dan kaedah minor. Kaedah mayor adalah
berbagai syarat atau kreteria kesahihan suatu hadis yang bersifat umum, sedangkan
kaedah minor yaitu unsur-unsur kaedah yang merupakan turunan dan penjelasan
terperinci dari kaidah mayor. Syuhudi membahas dan meneliti kaidah kesahihan
sanad hadis secara kritis. Kaidah yang dimaksud menyatakan bahwa suatu sanad
hadis berulah dinyatakan shahih, apabila :
1. sanad bersambung : sanad bersambung adalah tiap-tiap periwayat dalam
sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya.
2. Periwayat bersifat adil : beragama islam, mukallaf, melaksanakan
ketentuan agama, memelihara muru’ah.
3. Periwayat bersifat dhabit : baik hafalan hadis yang diriwayatkannya,
mampu menyampaikan hadis tersebut dengan baik.

15
Makmur and Muhammad Ismail.

12
4. Terhindar dari syadz : Tidak bertentangan dengan riwayat siqah yang
lainnya yang lebih banyak jumlahnya.
5. Terhidar dari illat : Tidak terjadi periwayatan yang tidak siqah dinilai
siqah, tidak terjadi sanad terputus dinilai bersambung.
Penjelasan lebih lanjut Syuhudi menganalisis keshahihan sanad melalui
pendekatan ilmu sejarah, Ia membagi periwayatan hadis yang didukung oleh ilmu
sejarah menjadi dua: Pertama: periwayatan primer yaitu sumber yang berasal dari
kesaksian dengan mata kepala sendiri atau indera lainnya, periwayatan primer ini
dalam periwayatan hadis pasti berasal dari sahabat, karena mereka yang
memungkinkan langsung dapat menyaksikan perkataan (qaul), perbuatan (fi’il) dan
penetapan (taqrir) Nabi saw. Kedua:Periwayatan sekunder yaitu periwayatan yang
tidak langsung disaksikan atau dialami oleh rawi, periwayatan semacam ini dalam
ilmu hadis mungkin berasal dari sahabat (mursal sahabi) dan mungkin berasal dari
bukan sahabat. Periwayat yang bukan sahabat nabi mungkin berkedududkan sebagai
al-mukharrij dan mungkin bukan al-mukharrij.16
b. Penelitian Matan Hadis
Berbeda dengan prosedur pelaksanaan kritik sanad hadis, pada kritik matan
ini para ulama tidak mengemukakan secara eksplisit bagaimana sebenarnya
penerapan secara praktisnya. Namun demikian, mereka memiliki beberapa “garis
batas” yang dipegangi sebagai tolak ukurnya, meskipun tidak selalu terdapat
keseragaman antara tolak ukur yang distandarisasikan oleh seorang ulama dengan
ulama lainnya. Pada umumnya para ahli hadis mengajukan sejumlah kriteria
kesahihan matan yang bersifat global, antara lain bahwa sebuah matan hadis
dikatakan sahih apabila tidak bertentangan dengan Al-Qur’an Al-Karim; tidak
bertentangan dengan hadis Rasulullah yang memiliki bobot akurasi yang lebih tinggi,
baik hadis mutawatir maupun hadis ahad yang lebih kuat; tidak bertentangan dengan
akal, indra, dan sejarah; serta menunjukkan sabda Rasulullah jika ditilik secara
redaksional.17
Adapun masalah yang sering dihadapi dalam kegatan kritik matan adalah
masalah metodologis dalam penerapan tolak ukur kaidah kritik matan terhadap matan

16
Makmur, & Muhammad Ismail. (2021). Metode Kesahihan Sanad Hadis. Al-Mutsla, 3(2), 85–95.
https://doi.org/10.46870/jstain.v3i2.50
17
M.Ag Dr. H. Wasman, METODOLOGI KRITIK HADIS, ed. M.Pd Ahmad Rofii, Ph.D dan Miin Sugiyanto,
Cetakan Pe (Cirebon: CV. ELSI PRO, 2021).

13
yang sedang diteliti. Hal itu disebabkan oleh butir-butir tolak ukur yang memiliki
banyak segi yang dilihat. Kesalahan penerapan tolak ukur dapat berakibat terjadinya
kesalahan penelitian. Dalam ha1 ini, peneliti hams merniliki pengetahuan yang luas,
khususnya berkenaan dengan ajaran Islam, metode ijtihad, liku-liku kapasitas Nabi
dalam menyampaikan hadis, dan kearifan Nabi dalam menghadapi audience dan
masyarakat.18
Sering pula peneliti menghadapi matan-matan hadis yang ditelitinya tampak
bertentangan. Dalam hal ini, harus diteliti ulang dengan lebih cermat semua sanad
hadis yang bersangkutan. Setelah selesai barulah meneliti matannya, bab ini akan
memfokuskan pada aspek metodologi Syuhudi Ismail dalam meneliti matan hadis.
Yaitu sebagai berikut:
1. Pemikiran tentang Penelitian Matan
Pada aspek penelitian tentang matan hadis langkah-langkah
sistimatis yang ditawarkan beliau adalah sebagai berikut:19 (1)
meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya; (2) meneliti
susunan lafadh berbagai matan yang semakna;20 (3) meneliti
kandungan matan;21 dan (4) meyimpulkan hasil penelitian. Acuan
yang digunakan adalah kaidah kesahihan matan hadis. Adapun kaidah
mayor bagi matan yang sahih adalah terhindar dari syuzuz dan illat.
2. Pemikiran tentang Pemahaman Kandungan Hadis22
Syuhudi dalam memahami hadis Nabi cenderung tematik
(syarh al-maudhui) dengan pendekatan holistic (terpadu dan
menyeluruh). Beliau menekankan pemahaman terhadap hadis Nabi
dengan mempertimbangkan beberapa hal, yakni (a) segi bentuk matan
dan cakupan petunjuknya;23 (b) fungsi dan kedudukan Nabi Saw;24
dan (c) segi latar belakang terjadinya.25 Selain itu,

18
Dr. M. Syuhudi Ismail, KRlTERlA HADlS SAHIH: KRITIK SANAD DAN MATAN, n.d.
19
Muhammad Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Cetakan Ke (Jakarta: Bulan Bintang, 2007).
hal 113
20
Syuhudi menekankan dalam penelitian matan hadith untuk menggunakan metode muqaran (membandingkan
antara satu riwayat dengan riwayat yang lain) dan juga perlu menggunakan beberapa pendekatan, seperti
pendekatan filologi dan bahasa. Ismail. hal 126
21
Ismail. hal 133-134
22
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Yang Tekstual Dan Kontekstual: Telaah Ma’ani Al- Hadis Tentang Ajaran
Islam Yang Universal, Temporal, Dan Lokal, Cetakan Ke (Jakarta: Bulan Bintang, 2009).
23
Ismail. hal 9
24
Ismail. hal 33
25
Ismail. hal 49

14
mempertimbangkan petunjuk hadis Nabi yang tampak bertentangan
juga sangat diperlukan.
Kemudian setelah meneliti matan, maka kita dapat menyimpulkan; Bila ada
yang sahih dan ada yang dha'if, maka yang dha'if dinyatakan sebagai mardud (ditolak
sebagai hujah). Bila masing-masing matan ternyata ber-sanad sahih, jadi sama-sama
maqbul (diterima sebagai hujah), maka langkah terakhir yang harus ditempuh apabila
hadith-hadith yang kandungannya tampak bertentangan (sanadnya sama-sama
sahih), para ulama menggunakan metode al-jam'u atau al-taufiq (pengkompromian).
Apabila metode itu tidak mungkin dilakukan, maka dapat dipertimbangkan
penggunaan metode al-nasikh wa al-mansukh; Yang al-nasikh berstatus ma'mul bih
(diamalkan), sedang yang al-mansukh berstatus ghair al-ma'mul bih (tidak
diamalkan). Metode ini baru dapat digunakan bila hadis yang diteliti memiliki sabab
wurud (sebab te rjadinya hadis); bila sabab wurud hadis itu ternyata tidak ada, maka
ditempuh metode berikutnya, yakni al-tarjih (yang dalam Ilmu Hadis ada lebih dari
Lima Puluh Macam). Apabila Metode Altarjih Sulit Ditempuh, Maka Terpaksa
digunakan metode al-tauqf (membiarkan sementara waktu sampai ditemukan jalan
penyelesaiannya).26
E. Contoh Matan Hadis
‫ار‬ٍ ‫س‬َ ‫اء ب ِْن َي‬ِ ‫ط‬َ ‫ع‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن زَ ْي ِد ب ِْن أَ ْسلَ َم‬
َ ‫ي َحدَّثَنَا َه َّما ٌم‬ ُّ ‫َّاب بْنُ خَا ِل ٍد ْاْل َ ْز ِد‬
ُ ‫ َحدَّثَنَا َهد‬:٥٣٢٦ ‫صحيح مسلم‬
‫غي َْر‬َ ‫عنِي‬ َ ‫َب‬ َ ‫عنِي َو َم ْن َكت‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل ََل تَ ْكتُبُوا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫سو َل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫س ِعي ٍد ْال ُخد ِْري ِ أَ َّن َر‬
َ ‫ع ْن أَ ِبي‬ َ
‫ي قَا َل َه َّما ٌم أَحْ ِسبُهُ قَا َل ُمتَعَ ِمدًا فَ ْليَتَبَ َّوأْ َم ْقعَدَهُ ِم ْن‬ َّ َ‫عل‬
َ ‫ب‬ َ َ‫عنِي َو ََل َح َر َج َو َم ْن َكذ‬ َ ‫آن فَ ْليَ ْم ُحهُ َو َح ِدثُوا‬
ِ ‫ْالقُ ْر‬
ِ َّ‫الن‬
.‫ار‬
Artinya: Shahih Muslim 5326: Telah menceritakan kepada kami Haddab bin Khalid
Al Azdi telah menceritakan kepada kami Hammam dari Zaid bin Aslam dari Atho`
bin Yasar dari Abu Sa'id Al Khudri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam
bersabda:“Janganlah kalian menulis dariku, barangsiapa menulis dariku selain Al
Qur'an hendaklah dihapus, dan ceritakanlah dariku dan tidak ada dosa. Barangsiapa
berdusta atas (nama) ku -Hammam berkata: Aku kira ia (Zaid) berkata:- dengan
sengaja, maka henkdaklah menyiapkan tempatnya dari neraka".
F. Takhrij Hadis dan Menyimpulkan Hasil Penelitian Matan
a. Takhrij Hadis
‫حديث‬ ‫اسم الكتاب‬ ‫المصدر‬ ‫م‬
2589 ‫اﻟﻌلم عن رﺳولل‬ ‫اﻟترﻣذي‬ 1
10663 ‫بﺎقي ﻣﺳﻧد اﻟﻣكثرين‬ ‫أﺣﻣد‬ ٢
37 ‫اﻟﻣقدﻣﺔ‬ ‫ابن ﻣﺎﺟه‬ ٣
451 ‫اﻟﻣقدﻣﺔ‬ ‫اﻟدارﻣي‬ 4

26
Ismail. hal 73

15
b. Kesimpulan Hasil Penelitian Matan
1. Meneliti matan dengan melihat kualitas dan kuantitas sanadnya
Dikeluarkan oleh Muslim periwayat VI (mukharrijul-hadis) dari Abu
Khalid periwayat V hingga Abu Sa’id periwayat I (shahabat), dapat dikatakan
sanadnya shahih, karena mayoritas ulama jarh wa ta’dil mengatakan rawi ini
adalah tsiqah, shaduuq, hafidz, ahli fiqih dan shalih. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kualitas sanad hadis yang diriwayatkan imam Muslim no.
5326 dalam kitab shahihnya adalah shahih li dzatihi. Kemudian daripada itu
dari aspek kuantitas sanad, hadis ini disebut hadis mutawattir karena
diriwayatkan lebih dari tiga rawi dan memenuhi persyaratan dikatakannya
sebagai mutawattir yakni: (1) Diperoleh dari Nabi atas dasar pancaindra, (2)
Harus diriwayatkan oleh banyak jalur dan mustahil untuk berdusta, (3) Ada
kesinambungan jumlah perawi antara thabaqah masing-masing, (4) Sanadnya
bersambung.
2. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang semakna
Salah satu sebab terjadinya perbedaan lafal pada matan hadis yang
semakna ialah karena dalam periwayatan hadis telah terjadi periwayatan
secara makna (ar-riwayah bil-ma’na). Menurut ulama hadis, perbedaan lafal
yang tidak mengakibatkan perbedaan makna, asalkan sanadnya sama-sama
shahih, maka hal itu tetap dapat ditoleransi.
Kutipan beberapa contoh hadis diatas itu tidak mengakibatkan
perbedaan makna walaupun ada kata-kata tambahan (ziyadah), akan tetapi
ziyadah tersebut tidak merubah makna dari hadis tersebut. Yang demikian ini
hadis tersebut disebut sebagai hadis mazid. Seandainya hadis diatas
mengalami periwayatan secara makna, maka dilakukanlah penelitian.
3. Meneliti kandungan matan
Membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan atau tampak
bertentangan. Sejauh mata memandang dan penelitian tidak berhenti disini,
di dalam kitab shahih Bukhari-Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi ternyata
ditemukannya hadis yang tampak bertentangan dengan hadis yang telah
disebutkan di atas yang berbunyi:

ُ‫غي ََْلنَ قَ َاَل َحدَّثَنَا ْال َو ِليدُ بْن‬


َ ُ‫سى َو َمحْ ُمودُ بْن‬َ ‫ َحدَّثَنَا يَحْ يَى بْنُ ُمو‬:٢٥٩1 ‫سنن الترمذي‬
َّ ِ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ أَ َّن النَّب‬
‫ي‬ َ ‫ع ْن أَبِي‬
َ َ‫سلَ َمة‬ ٍ ِ‫ع ْن يَحْ يَى ب ِْن أَبِي َكث‬
َ ‫ير‬ ُّ ‫ُم ْس ِل ٍم َحدَّثَنَا ْاْل َ ْوزَ ا ِع‬
َ ‫ي‬

16
َّ ‫سو َل‬
ِ‫َّللا‬ ِ ‫صةَ فِي ْال َحدِي‬
ُ ‫ث قَا َل أَبُو شَا ٍه ا ْكتُبُوا ِلي يَا َر‬ َّ ‫ب فَذَك ََر ْال ِق‬ َ ‫ط‬َ ‫سلَّ َم َخ‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ
‫سى‬ َ ٌ
َ ‫صة قَا َل أبُو ِعي‬ َّ ِ‫ث ق‬ ْ َ َّ
ِ ‫سل َم ا ْكتُبُوا ِْل ِبي شَا ٍه َوفِي ال َحدِي‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫فَقَا َل َر‬
‫ير ِمثْ َل َهذَا‬
ٍ ِ‫ع ْن يَحْ يَى ب ِْن أَبِي َكث‬
َ ُ‫ش ْيبَان‬َ ‫ص ِحي ٌح َوقَ ْد َر َوى‬ َ ‫س ٌن‬ َ ‫ِيث َح‬ ٌ ‫َهذَا َحد‬
Artinya: Sunan Tirmidzi 2591: Telah menceritakan kepada kami
Yahya bin Musa dan Mahmud bin Ghailan keduanya berkata: telah
menceritakan kepada kami al Walid bin Muslim telah menceritakan
kepada kami al Auza'i dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah
dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
berkhuthbah, lalu menyebutkan suatu kisah dalam hadits, maka Abu
Syah berkata: '(suruhlah mereka agar) menuliskan untukku wahai
Rasulullah.' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kalian tuliskanlah untuk Abu Syah".Dan dalam hadits tersebut
terdapat suatu kisah. Abu Isa berkata: 'Ini hadits hasan shahih ,
Syaiban telah meriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir seperti hadits
ini'.

‫ع َب ْي ِد‬ ُ ‫ع ْن‬ َ ‫ش ْي َبةَ قَ َاَل َحدَّثَنَا َيحْ َيى‬ َ ‫سدَّدٌ َوأَبُو َب ْك ِر بْنُ أَ ِبي‬ َ ‫ َحدَّثَنَا ُم‬:٣1٦1 ‫سنن أبي داوود‬
ِ َّ ‫ع ْب ِد‬
‫َّللا‬ َ ‫ع ْن‬ َ َ‫ف ب ِْن َماهَك‬ ُ ‫ع ْن يُو‬
َ ‫س‬ َ ‫ث‬ٍ ‫َّللا ب ِْن أَبِي ُم ِغي‬
ِ َّ ‫ع ْب ِد‬َ ‫ع ْن ْال َو ِلي ِد ب ِْن‬
َ ‫َّللا ب ِْن ْاْل َ ْخن َِس‬ِ َّ
ُ ‫ظه‬ َ ‫سلَّ َم أ ُ ِريدُ ِح ْف‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ِ َّ ‫سو ِل‬ُ ‫ش ْيءٍ أَ ْس َمعُهُ ِم ْن َر‬ َ ‫ب ُك َّل‬ ُ ُ ‫ع ْم ٍرو قَا َل ُك ْنتُ أَ ْكت‬ َ ‫ب ِْن‬
َّ‫سلَّ َم بَش ٌَر يَتَ َكل ُم‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ش ْيءٍ تَ ْس َمعُهُ َو َر‬ َ ‫ب ُك َّل‬ َ
ُ ُ ‫ْش َوقَالُوا أتَ ْكت‬ ٌ ‫فَنَ َهتْنِي قُ َري‬
‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ِ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫ب فَذَك َْرتُ ذَلِكَ ِل َر‬ ِ ‫ع ْن ْال ِكتَا‬ َ ُ‫س ْكت‬ َ ‫ضا فَأ َ ْم‬َ ‫الر‬
ِ ‫ب َو‬ ِ ‫ض‬َ َ‫فِي ْالغ‬
‫صبُ ِع ِه ِإلَى ِفي ِه فَقَا َل ا ْكتُبْ فَ َوالَّذِي نَ ْفسِي ِب َي ِد ِه َما َي ْخ ُر ُج ِم ْنهُ ِإ ََّل َحق‬ ْ ُ ‫فَأ َ ْو َمأ َ ِبأ‬
Artinya: Sunan Abu Daud 3161: Telah menceritakan kepada kami
Musaddad dan Abu Bakr bin Abu Syaibah mereka berkata: telah
menceritakan kepada kami Yahya dari' Ubaidullah bin Al Akhnas
dari Al Walid bin Abdullah bin Abu Mughits dari Yusuf bin Mahik
dari Abdullah bin 'Amru ia berkata: Aku menulis segala sesuatu yang
aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, agar aku bisa
menghafalnya. Kemudian orang-orang Quraisy melarangku dan
mereka berkata: "Apakah engkau akan menulis segala sesuatu yang
engkau dengar, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah seorang manusia yang berbicara dalam keadaan marah dan
senang?" Aku pun tidak menulis lagi, kemudian hal itu aku ceritakan
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau lalu berisyarat
dengan meletakkan jarinya pada mulut, lalu bersabda: "Tulislah, demi
jiwaku yang ada di tangan-Nya, tidaklah keluar darinya (mulut)
kecuali kebenaran".
Dalam upaya menyelesaikan kandungan matan hadis yang tampak
bertentangan itu, ulama berbeda pendapat. Ibn Hajar al-‘Asqalani telah
menghimpun pendapat-pendapat itu menjadi lima macam, yakni:
a) Pengkompromian (al-jam’u), dalam hal ini hadis yang mengandung
larangan menulis hadis dipahami sebagai berstatus khusus (khass)
untuk saat ayat Alquran turun dan keizinan menulis hadis berlaku di
luar waktu tersebut. Kebijaksanaan Nabi itu berlatar belakang

17
kekhawatiran terjadinya kerancuan dalam mencatat Alquran dengan
yang bukan Alquran.
b) Pengkompromian (al-jam’u), dalam hal ini larangan penulisan
dipahami sebagai berstatus khusus (khass) bagi yang
mencampuradukkan catatan Alquran dan hadis Nabi pada satu
himpunan catatan, sedang keizinan berlaku bagi yang melakukan
penulisan secara terpisah antara catatan Alquran dan catatan hadis
Nabi.
c) Penerapan an-nasikh wal-mansukh, yakni hadis yang berisi larangan
menulis hadis merupakan kebijaksanaan Nabi yang datangnya lebih
dahulu, sedang kebijaksanaan yang terakhir berisi keizinan untuk
menulis hadis sebab kekhawatiran sebab kekhawatiran terjadinya
kerancuan catatan Alquran dan hadis telah tidak ada lagi.
d) Pengkompromian (al-jam’u), dalam hal ini larangan berstatus khusus
(khass) bagi orang yang kuat hafalannya yang dikhawatirkan dia lalu
hanya menyandarkan pengetahuan hadisnya kepada catatan saja,
sedang keizinan menulis hadis diberikan kepada yang tidak kuat
hafalannya.
e) Menurut al-Bukhari dan lain-lain, hadis yang mengandung larangan
menulis hadis, yakni riwayat Abu Sa’id al-Khudri tersebut berstatus
mauquf; hal itu menjadikan hadis yang bersangkutan mengandung
illat, dan karenanya tidak dapat dijadikan hujjah. (Dengan
menyatakan bahwa hadis tersebut mauquf, maka berarti bahwa
pernyataan dalam matan hadis itu bukanlah sabda Nabi, melainkan
pernyataan sahabat Nabi).

Penjelasan Ibnu Hajar al-‘Asqalani di atas dijadikan rujukan oleh


ulama berikutnya.27 Dalam pada itu, Ahmad Muhammad Syakir menyatakan
bahwa dari kelima pendapat itu, yang kuat adalah yang menerapkan an-nasikh
wal-mansukh, dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a) Hadis yang dikutip kedua (riwayat at-Tirmidzi tentang perintah
menulis untuk diberikan kepada Abu Syah) terjadi pada waktu Fat-hu
Makkah, 16 Muhammad Abu Zahwi, Al-Hadis Wal-Muhaddisun

27
Muhammad Abu Zahwi, Al-Hadis Wal-Muhaddisun (Mesir: Matba’ah al-Ma’rifah)., hlm. 123-124.

18
(Mesir: Matba’ah al-Ma’rifah)., hlm. 123-124. sedang hadis riwayat
Abu Sa’id al-Khudri yang berisi larangan menulis selain Alquran
terjadi sebelum Fat-hu Makkah.
b) Menurut pengakuan Abu Hurairah, yang membedakan dirinya dengan
‘Abdullah bin ‘Amr adalah soal mencatat hadis, yakni Abu Hurairah
hanya mengandalkan hafalan, sedang ‘Abdullah selain menghafal
juga menulis hadis-hadis yang diterima dari Nabi. Kata Syakir lebih
lanjut, pengakuan Abu Hurairah itu menunjukkan bahwa kegiatan
menulis yang dilakukan oleh Ibn ‘Amr itu adalah pada masa setelah
Abu Hurairah memeluk Islam.28 (Abu Hurairah masuk Islam sekitar
tiga tahun sebelum Nabi wafat).

Terlepas dari perbedaan-perbedaan pendapat yang ada sebagaimana


dikemukakan di atas, maka yang jelas bahwa matan-matan hadis yang tampak
bertentangan itu telah dapat diselesaikan dan tidak menjadikan salah satu
matan berkualitas lemah, tetapi masing-masing berkualitas shahih. Dari
keempat cara penyelesaian yang telah disebutkan, maka hanya cara at-tauqif
yang tidak muncul. Hal itu dapat dimengerti karena penyelesaian terhadap
kandungan matan hadis yang tampak bertentangan telah dapat dicapai.
Natijah yang dapat dikemukakan dalam hal ini ialah bahwa seluruh
matan hadis yang dikutip di atas shahih. Seluruh sanadnya juga shahih.
Karenanya, hadis-hadis tersebut berkualitas shahih.
G. Kesimpulan
Dari pemaparan materi di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan mengenai
pemikiran dan metode kritik hadis Syuhudi Ismail. Pemikiran Syuhudi Ismail dalam
memahami hadis dengan dua arah, baik itu secara tekstual maupun secara kontekstual
yang bersifat temporal, lokal, maupun secaraa universal. Dalam kritik hadis Syuhudi
Ismail juga menggunakan beberapa langkah yaitu dengan melihat bentuk redaksi
matannya, kemudian mengaitkannya dengan kedudukan nabi ketika menyampaikan
hadis, dapat juga dilihat dari latar belakang munculnya sebuah hadis sehingga dapat
meneliti hadis yang tampak saling bertentangan.
Dari segi sanad hadis Syuhudi Ismail sebagai salah seorang pemikir dan kritikus
hadis yang bersifat moderat, khususnya dalam menyikapi kualitas para periwayat hadis

28
Ahmad Muhammad Syakir, Al-Ba’is Al-Hasis Fi Ikhtisar ’Ulum Al-Hadis (Beirut: Dar al-Fikr)., hlm. 145-147

19
Nabi. Ia bersikap obyektif menyikapi periwayat hadis yang diperselisihkan tanpa terikat
pada salah satu kaidah jarh wa ta’dil yang ekstrim, mendahulukan Jarh ataukah Ta’dil
bagi periwayat yang diperselisihi kualitasnya. Namun, dari segi kehujjahan hadis Nabi,
ia sangat ketat (tasyaddud) terhadap hadis-hadis yang berkaitan dengan aqidah, ibadah
dan hukum, dan agak longgar (tasahul) terhadap hadis-hadis yang berkaitan dengan
masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Dalam memahami suatu matan hadis Syuhudi Ismail menggunakan dua cara
dengan langkah-langkah yang berbeda sebagai berikut:
1. Pemikiran tentang Penelitian Matan.
1) meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya.
2) meneliti susunan lafadh berbagai matan yang semakna.
3) meneliti kandungan matan.
4) meyimpulkan hasil penelitian.
2. Pemikiran tentang Pemahaman Kandungan Hadis.
1) segi bentuk matan dan cakupan petunjuknya.
2) fungsi dan kedudukan Nabi Saw.
3) segi latar belakang terjadinya.

Daftar Pustaka

Anggoro, Taufan. “Analisis Pemikiran Muhammad Syuhudi Ismail Dalam Memahami


Hadis.” Jurnal Ilmu Hadis 3, no. 2 (2019): 93–104.
Amrulloh A. Kontribusi M. Syuhudi Ismail Dalam Kontekstualisasi Pemahaman Hadis.
Mutawatir J Keilmuan Tafsir Hadith. 2017;7(1):76-104.
Ahmad Muhammad Syakir, Al-Ba’is Al-Hasis Fi Ikhtisar ’Ulum Al-Hadis (Beirut: Dar al-
Fikr)., hlm. 145-147
Dr. H. Wasman, M.Ag. METODOLOGI KRITIK HADIS. Edited by M.Pd Ahmad Rofii,
Ph.D dan Miin Sugiyanto. Cetakan Pe. Cirebon: CV. ELSI PRO, 2021.
Fithoroini D. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Analisis Pemikiran Muhammad
Syuhudi Ismail). Nabawi J Hadith Stud. 2021;2(1):116-140.
doi:10.55987/njhs.v2i1.42
Hadis, Pemahaman, and M Syuhudi Ismail. “Kritik Kontekstualisasi Pemikiran Hadis
Syuhudi Ismail,” 2017.
Handayana, Sri. “Pemikiran Hadis Syuhudi Ismail,” n.d., 225–36.
Ilyas, Fithriady, and Ishak Bin Hj. Suliaman. “Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995);
Tokoh Hadith Prolifik,Ensklopedik Dan Ijtihad.” Jurnal Ilmiah Islam Futura 17, no. 1
(2017): 1. https://doi.org/10.22373/jiif.v17i1.1604.

20
Ismail, Dr. M. Syuhudi. KRlTERlA HADlS SAHIH: KRITIK SANAD DAN MATAN, n.d.
Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi Yang Tekstual Dan Kontekstual: Telaah Ma’ani Al- Hadis
Tentang Ajaran Islam Yang Universal, Temporal, Dan Lokal. Cetakan Ke. Jakarta:
Bulan Bintang, 2009.
Ismail, Muhammad Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Cetakan Ke. Jakarta: Bulan
Bintang, 2007.
Makmur, and Muhammad Ismail. “Metode Kesahihan Sanad Hadis.” Al-Mutsla 3, no. 2
(2021): 85–95. https://doi.org/10.46870/jstain.v3i2.50.
Mathematics, Applied. Temporalitas Hadis Dalam Buku Hadis Nabi Yang Tekstual Dan
Konteksual Karya M. Syuhudi Ismail, 2016.
Muhammad Abu Zahwi, Al-Hadis Wal-Muhaddisun (Mesir: Matba’ah al-Ma’rifah)., hlm.
123-124.
Qur, Jabatan, Akademi Pengajian Islam, and Universiti Malaya. “ ‫وه ايسينودنأ ثدﶈا دحأ نم‬
17 ”‫داهتﺟَلاو فراعﳌا ةرﺋادو ﺞتننﳌا بناﺟ ةسارد ﱃإ ةَلسرلا هذه فد‬, no. 1 (2017): 1–33.

Syamsuddin, Sahiron. “KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis


Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail).” Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Dan Hadis 15,
no. 1 (2014): 95. https://doi.org/10.14421/qh.2014.15105.

21

Anda mungkin juga menyukai