DALAM PENDIDIKAN1
Disediakan oleh:
Prof. Madya. DR. Usman Jakfar, Dekan, Fakuti Pengajian Islam
Al-Madinah International University (MEDIU)
DR. H. Muhammad Rozali, MA, Dosen Universiti Islam Negeri
Sumatera Utara Medan
ABSTRAK
Tujuan kajian ini adalah untuk mengenalpasti sejarah berdiri al Jam`iyyatul
Washliyyah, ulama-ulamanya serta peranannya dalam dunia pendidikan. Sebuah
pertubuhan bukan kerajaan yang didirikan untuk menyatukan umat Islam yang
telah dipecahbelah oleh penjajah Belanda. Kajian ini menggunakan methodologi
kajian dokumen sejarah di mana maklumat-maklumat yang berkaitan dengan
sejarah al Washliyah dikumpulkan dan kemudian analisis dan dibuat satu
kesimpulan. Wawancara juga digunakan untuk mendapatkan maklumat-maklumat
terkini yang berhubungkait tentang pendidikan yang ada di al Washliyah. Kajian
ini mendapati bahawa al Washliyah banyak berperan untuk mencerdaskan
masyarakat melalui madarasah-madrasah atau sekolah sekolah yang mereka
dirikan mulai dari sekolah rendah, hingga menengah. Manakala kurikulum yang
digunapakai adalah bertumpukan kepada pendekatan penguasaan kitab-kitab turath
yang bermazhab Syafi`i. Al Washliyah juga telah banyak melahirkan para ulama-
ulama yang sekarang ini banyak memberikan peranan yang signifikan bagi
kemajuan umat Islam dan negara, bukan sahaja di wilayah Indonesia, akan tetapi
juga wilayah yang dahulu dinamakan dengan Nusantara
PENDAHULUAN
Al Jam’iyatul Washliyah, yang lebih kerap dikenal dengan Al Washliyah,
didirikan pada tarikh 30 hb Nopember 1930 di Medan, Sumatera Utara. Organisani
ini merupakan perluasan dari sebuah perhimpunan pelajar yang bernama Debating
Club. Organisasi ini lahir di Indonesia di bawah kekuasaan kolonial Belanda yang
1
Makalah ini disampaiakan pada seminar Persidangan Antarabangsa Tokoh Ulama Melayu
Nusantara kali ke-2, Rabu, 26 April 2017, di Kolej Univerisiti Antarabangsa Selangor, Malaysia
1
2
2
Sutanto Tirtoprojo, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, Cet. 4 (Djakarta:
Pembangunan, 1970), h. 28.
3
Nukman Sulaiman (ed.), Peringatan Al Jamiyatul Washliyah ¼ Abad (Medan: Tanpa
Penerbit, 1955), h. 35.
4
Majelis Sosial PB Al Washliyah, Sejarah Al Washliyah dalam Kabar Washliyah: 10-5-2011.
5
Sulaiman (ed.), Peringatan Al Jamiyatul Washliyah ¼ Abad, h. 36.
6
Ibid., h. 36.
3
pelajar lainnya. Dalam pertemuan itu, agenda yang dibincangkan adalah bagaimana
cara memperbesar perhimpunan Debating Club menjadi sebuah perhimpunan yang
lebih luas lagi. Setelah berunding, akhirnya disepakati pelaksanaan pertemuan yang
lebih besar yang akan diadakan pada tanggal 26 Oktober 1930, bertempat di Maktab
Islamiyah Tapanuli Medan. Pertemuan itu dihadiri para ulama, guru-guru, pelajar dan
pemimpin Islam di kota Medan dan sekitarnya. Pertemuan ini dipimpin oleh Ismail
Banda. Akhir dari acara ini menghasilkan rencana pertemuan/perkumpulan yang
lebih besar bertujuan memajukan, mementingkan dan menambah tersiarnya agama
Islam.7 Syaikh H. Muhammad Yunus diminta untuk memberi nama organisasi
tersebut.
Setelah salat dua rakaat dan berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT. ia
mengatakan, “Menurut saya kita namakan saja perkumpulan itu dengan Al Jam’iyatul
Washliyah. Seluruh peserta menyetujuinya dan resmilah organisasi ini berdiri pada
tanggal 30 Nopember 1930 dengan nama Al Jam’iyatul Washliyah, yang artinya ialah
“perhimpunan yang memperhubungkan dan mempertalikan.”8
ULAMA-ULAMA AL WASHLIYAH.
1. Syeikh H. Muhammad Yunus
Syeikh H. Muhammad Yunus rahimahullah dilahirkan di Perkampungan
Pecukaian Binjai, Sumatra Utara pada tahun 1889. Beliau berasal dari Gunung
Beringin Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Ayahnya
bernama H. Muhammad Arsyad. Pelajaran awal beliau dapatkan di kota Binjai.
Selanjutnya beliau menimba ilmu dari Syeikh H. Abdul Muthalib di Titi Gantung
Binjai dan ilmu fikeh dan mantik dari Syeikh H. Abdul Wahab Rokan Naqsyabandi
di perguruan Babussalam Langkat. Beliau juga menimba ilmu dari Syeikh
Muhammad Idris Patani di Negeri Kedah, dan Syeikh Jalaluddin Patani serta Syeikh
Abdul Majid di Kuala Muda Pulau Pinang, Malaysia. Beliau kemudian melanjutkan
7
Ibid., h. 37.
8
Ibid., h. 38.
4
9
Sejarah Ulama-Ulama Terkemuka di Sumatera Utara. (1982), op. cit., h. 289. Chalidjah
Hasanuddin (1988), Al-Jam´iyatul Washliyah Api Dalam Sekam. Bandung: Pustaka. h. 54.
10
Ibid., h. 54.
5
Pada usia masih muda sekitar dua puluh tahun beliau sudah berkahwin.
kemudian beliau belajar kembali ke Mekkah dan Madinah selama delapan tahun.
Pada tahun 1916 beliau pulang dari Saudi Arabia, beliau menggantikan jabatan
orangtuanya sebagai qadi di Kesultanan Deli.
Di dalam organisasi Al Washliyah beliau banyak berjasa karena tak henti-
hentinya memberikan dorongan dan bimbingan kepada pengurus Al Washliyah di
antara pimpinan dan ulama Al Washliyah yang menjadi muridnya adalah Syekh
H.Muhammad Arsyad Thalib Lubis. Pada pergantian pengurus bulan Juli 1931,
beliau diangkat menjadi penasehat organisasi ini. Namun pada usia yang ke 53 tahun
tepatnya pada tanggal 7 Januari 1937 M atau 24 Syawal 1353 H.
4. H. Abdurrahman Syihab
H. Abdurrahman Syihab adalah seorang pendiri Al Jam’iyatul Washliyah,
beliau juga seorang ulama yang banyak memberikan pengajaran ke berbagai pelosok
negri. Ia dilahirkan pada tahun 1910 di Kampung Paku, galang Kabupaten Serdang
Bedagai Sumatra Utara, beliau adalah putra dari H. Syihabuddin seorang Qadi
(kepala pengadilan agama) dari Kerajaan Serdang. Sekitar tahun 1918-1922 beliau
belajar di sekolah Gubernamen (SD) dan mengaji pada Maktab Sairus Sulaiman di
11
Bahrum Jamil (1977), Lintasan Sejarah Perjuangan Ulama-Ulama Islam Mencapai
Kemerdekaan Tanah Air Indonesia di Sumatera Utara, Medan. h. 32-33.
7
usianya yang ke-45. Beliau meninggalkan seorang istri dan sepuluh orang anak, lima
orang laki-laki dan lima orang perempuan.
5. H. Ismail Banda
H. Ismail Banda adalah seorang ulama Al Washliyah, yang sepanjang
hidupnya di tumpahkan untuk kepentingan bangsa dan negara khususnya dalam dunia
diplomatik. Beliau dilahirkan di kota Medan pada tahun 1910. Mendapat pendidikan
awal dalam bidang agama dari para ulama al-Washliyah yang sebelumnya. Saat
berdirinya pertubuhan Al-Washliyah, H. Ismail Banda dipercayakan sebagai pengetua
satu.
Pada tahun 1938, H. Ismail Banda berangkat ke Mesir untuk melanjutkan
pendidikannya pada Fakulti Ushuluddin Universiti Al Azhar Kairo. Kemudian
memperoleh gelar Bachelor of Art (BA) dan pada tahun 1940 dan memperoleh gelar
Master of Art (MA) dalam bidang ilmu filsafat. Di negeri seribu piramid ini, H.
Ismail Banda melakukan perjuangan dengan para tokoh pejuang Islam untuk
kemerdekaan bagi bangsa yang terjajah. Di mesir beliau menghimpun saudara–
saudaranya dan membuat persatuan sesama pelajar di luar negeri, diantaranya Syeikh
Ismail Abdul Wahab Tanjung Balai.
Pada masa pemerintahan Jepang (tahun 1945) beliau menjadi salah satu
seorang panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bertugas sebagai
penghubung antara pemerintah Mesir, partai–partai politik, surat kabar dan kedutaan
asing di Kairo, melalui gerakan–gerakan pelajar di Timur Tengah ini terjadilah protes
dan unjuk perasaan menentang agresi Belanda di tanah air Indonesia. Unjuk perasaan
ini berjalan dengan aman, sehingga lapisan masyarakat Mesir mengenal dan
membantu perjuangan rakyat Indonesia baik dalam mewujudkan kemerdekaan
maupun mempertahankan hingga terlaksananya penyerahan kedaulatan dari tangan
Belanda ke pangkuan negara kesatuan Republik Indonesia tahun 1949.
Pada tahun 1947 beliau pulang ke tanah air Indonesia, dan bekerja pada
kementrian agama dari tanggal 1 Juli sampai 1 september 1947 yang ketika itu
9
ibukota negara RI berada di Yogjakarta. Pada tahun 1948 beliau diangkat menjadi
refrendays pada kementerian luar negri dan menjadi misi haji yang pertama di Saudi
Arabia Mekkah. Pada tahun 1950 beliau diangkat menjadi konsulat kedutaan
Indonesia di Teheran (Iran) dan selanjutnya tanggal 30 September 1951 menjadi
Charge D’af Fairs pada kedutaan Indonesia ke Kabul (Afghanistan).
Dalam perjalan menuju tempat tugas yang baru di Afganistan, pesawat yang
di tumpanginya kecelakaan. Beliau meninggal pada tarikh 22 hb Desember 1951.
umum, dibuka pula Hollandsch Inlansche School (HIS) berbahasa Belanda di Porsea
dan Medan dengan menambahkan pelajaran agama Islam pada kurikulumnya. Pada
Kongres ke III tahun 1941, Al Jam’iyatul Washliyah, dilaporkan sudah mengelola
242 (dua ratus empat puluh dua) sekolah dengan jumlah siswa lebih dari dua belas
ribu orang. Sekolah-sekolah ini terdiri atas berbagai jenis, yang terdiri dari:
Tajhiziyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah/Muallimin, al-Qismul Ali, Volkschool,
Vervolg School, Hollandsch Inlansche School (HIS), dan Schakel School.
Usaha yang dilakukan Al Jam’iyatul Washliyah dalam membangun
pendidikan telah diupayakan dari pendidikan paling rendah, yaitu pada usia pra-
sekolah atau pra-madrasah, usaha ini dimulai dengan membangun Taman Kanak-
kanak atau Raudhatul Athfal.
Menurut Majelis Pendidikan dan Kebudayaan Al Jam’iyatul Washliyah
Sumatera Utara tahun 1995, Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 278 unit, tersebar di
berbagai kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Utara dengan rincian sebagai
berikut: ”di Medan sebanyak 64 unit, Deli Serdang 87 unit, Asahan 45 unit,
Simalungun 8 unit, Pematang Siantar 6 unit, Tapanuli Tengah 5 unit, Tebingtinggi 10
unit dan Karo 1 unit”. 15
Tahun 2003, tercatit bahwa Taman Kanak-kanak Al Jam’iyatul Washliyah ada
sebanyak 9 unit dan 3 unit Raudhatul Athfal, dengan demikian Al Jam’iyatul
Washliyah sudah memiliki 12 unit pendidikan pra-sekolah atau pra-madrasah. Taman
Kanak-kanak ini tersebar di beberapa Kabupaten dan Kota yang ada di Sumatera
Utara, misalnya di Medan sebanyak 2 unit, Tebingtinggi 1 unit, Tanjungbalai 1 unit,
Pematang Siantar 1 unit, Langkat 1 unit, Karo 1 unit, Asahan 1 unit dan Labuhanbatu
1 unit. Sedangkan Raudhatul Athfal Al Jam’iyatul Washliyah 1 unit terletak di Medan
dan 2 unit terletak di Labuhanbatu. Manakala Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 283 unit.
Dengan perincian sebagai berikut: 64 unit terdapat di Medan, 4 unit di Binjai, 10 unit
di Tebingtinggi, 3 unit di Tanjungbalai, 6 unit di Pematang Siantar, 9 unit di Langkat,
15
Majelis Pendidikan dan Kebudayaan Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara, Nama dan
Alamat, h. iii.
12
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan keagamaan sudah dilakukan
pada pendidikan yang paling rendah, yaitu tingkatan Tajhizi selama dua tahun. Pada
tingkatan ini murid sudah diajarkan tentang dasar-dasar pendidikan Islam. Namun
berdasarkan penelusuran data di lapangan, tidak terdapat lagi keberadaan Tajhizi di
Al Jam’iyatul Washliyah. Tajhiji tidak lagi dipandang relevan untuk dipertahankan
keberadaannya namun lebih tepat kalau dikatakan sekedar berubah nama. Perubahan
Tajhizi terjadi seiring dengan perubahan sistem pendidikan yang ada di Indonesia.
Maka hal ini juga berimpak pada sistem pendidikan di Al Jam’iyatul Washliyah.
Dewasa ini lebih dikenal dengan Taman Pendidikan Alquran dan kemudian berubah
menjadi Raudhatul Athfal dan lain sebagainya.
Setelah menamatkan pelajaran pada tingkatan Tajhizi, akan dilanjutkan pada
tingkat berikutnya yaitu Ibtidaiyah. Pada tingkatan Ibtidaiyah para pelajar sudah
diajak untuk lebih mengenal pelajaran agama Islam dan dapat menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari, adapun kurikulumnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2
Kurikulum Tingkatan Ibtidaiyah
No Mata Pelajaran Nama Buku Pengarang
(1) (2) (3) (4)
14
Al-Lugah
al-‘Arabiyah:
a. Al-Lugah 1. Durūs al-Lugah Muhammad Yunus
‘Arabiyah jilid I dan
II
2. Al-Qira’āh ar- ‘Abdul Fattaḥ Sabri Bīk
Rasyīdah jilid I dan dkk.
b. Al-Muḥādaṡah II
jilid I
2. Sendi Hitungan jilid Tidak ditemukan
VI dan VII
3. Pendidikan Akal Nieuwenhuizen dan A.C.
Spykerman
Ilmu Bumi Tanah Air
Ilmu Bumi +
19 jilid I s/d III Rapani
Sejarah Indonesia
Sejarah Tanah Air
20 Ilmu Alam Ilmu Alam P. Esma
Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia jilid I Usman
21
s/d V
17
Madrasah Ibtidaiyah Al Jam’iyatul Washliyah, terdiri dari kelas pagi selama empat tahun
dan kelas sore selama enam tahun.
17
hadis, sebagian matan nahu dan saraf wajib hafal, dan setiap fi’l harus bisa di-taṣrif
kepada 67 kata.18
Pelajaran-pelajaran ini akan dilanjutkan pada tingkatan yang lebih tinggi lagi
yaitu Tsanawiyah. Madrasah Tsanawiyah Al Jam’iyaul Washliyah lama pada
dasarnya bertujuan mengajarkan ilmu-ilmu agama, termasuk di dalamnya bahasa
Arab sebagai alat mutlak untuk membaca kitab-kitab pelajarannya. Karena itu, semua
pelajaran agama dan bahasa Arab menjadi pelajaran pokok, sedang pelajaran umum
sebagai pelengkap dan cenderung disepelekan. Kitab-kitabnya adalah Qawā ‘id al-
Lugah al-‘Arabiyah untuk nahu, saraf, balagah, dan ilmu bayan; al-Huṣun al-
Ḥamidiyah untuk tauhid, Tuḥfah aṭ-Ṭullāb untuk fikih, Tafsīr al-Jalālain untuk tafsir,
Bulūg al-Marām untuk hadis, ‘Ilm Manṭiq Nūr al-Ibrāhīmī untuk mantik; ‘Izah an-
Nāsyi’in untuk akhlak, al-Lubab untuk ilmu faraid. Ushul al-Fiqh karya Muhammad
Arsyad Thalib Lubis, al-Qawā‘id al-Fiqhiyah karya penulis yang sama, Ikhtiṣar
Muṣṭalāh al-Ḥadīṣ karya Muhammad Arsyad Thalib lubis untuk mustalah hadis, dan
Nūr al-Yaqīn untuk tarikh.19
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3
Kurikulum Tingkatan Tsanawiyah
No Mata Pelajaran Nama Buku Pengarang
(1) (2) (3) (4)
Jalāl ad-Dīn as-Suyūṭi dan
1 At-Tafsīr Tafsīr al-Jalālain
Jalāl ad-Dīn al-Maḥallī
Yaḥya bin Syarifuddīn an-
2 Al-Ḥadīṡ Riyāḍu aṣ-Ṣālihīn
Nawawī
Zakariyā bin Muḥammad bin
3 Al-Fiqh Tuḥfah aṭ-Ṭullāb Aḥmad bin Zakariyā al-
Anṣari
4 Al-Tauḥīd Al-Huṣūn al- Ḥamīdiyah Sayid Husain Afandi
5 Al-Akhlāq Mau‘iẓah al-Mu’minīn Muḥammad Jalāl ad-Dīn ad-
18
Ramli Abdul Wahid, “Kualitas Pendidikan Islam di Indonesia dan Kontribusi Al
Washliyah”, dalam Ja’far, Al Jam’iyatul Washliyah Potret Histori, Edukasi dan Filosofi (Medan:
Perdana Publishing, 2011), h. 96.
19
Ibid., h. 97.
18
Dimsiqi
6 Uṣūl Fiqh Al-Waraqat Aḥmad ad-Dimyati
Futuḥah al-Bā’iṡ (Syarḥ
7 Al-Farā’id Tidak ditemukan
Takhir al-Mabugis)
Nūr al-Yaqīn
8 At-Tārīkh Muḥammad al-Khuḍari Bīk
Itmām al-Wafā’
1. Qawā‘id al-Lugah Hifni Bīk Naṣif, dkk.
al-‘Arabiyah
9 Al-Balāgah 2. Jawāhir al-Balāgah fī Aḥmad al-Hāsyim
al-Ma‘ānī wa al-
Bayān wa al-Badī‘
Al-Lugah al- Al-Qirā’ah ar-Rasyīdah
10 A. Fattah Sabry Bīk, dkk.
‘Arabiyah jilid III dan IV
Qawā‘id al- Al-Asybāh wa an-
11 Jalāl ad-Dīn as-Suyūṭi
Fiqhiyah Naẓā’ir
Qawā‘id al-Lugah Hifni Bīk Naṣif, dkk.
12 An-Naḥwu
‘Arabiyah
13 Al-Manṭiq Ilm al-Manṭiq Muḥammad Nūr al-Ibrāhīmī
Musṭalah al- 1. Minhah al-Mugiṡ Ḥafiz Ḥasan al-Mas‘udi
14
Ḥadīṡ 2. Syarḥ al-Baiqūniyah Muḥammad az-Zuqani
Bahasa
15 Latihan Bahasa jilid II Muchtar, dll.
Indonesia
Elementary English jilid
16 Bahasa Inggris Tidak ditemukan
I s/d III
17 Ilmu Alam Tidak ditemukan J. Silallahi
Guru-guru Lawang + lain-
18 Ilmu Hayat Tidak ditemukan
lain.
19 Ilmu Bumi Tidak ditemukan B. Siregar + lain-lain.
Sejarah
20 Sejarah Indonesia A. D. Rangkuty + lain-lain.
Indonesia
21 Sejarah Dunia Tidak ditemukan Basjir Nasution + lain-lain.
Sedangkan kelanjutannya akan dibahas lebih dalam lagi pada tingkatan yang
lebih tinggi yaitu al-Qismul Ali. Pada tingkat ini diharapkan para pelajar sudah
menguasai berbagai disiplin keilmuan yang bersumber dari kitab kuning. Bahkan bagi
pelajar yang tamat dari madrasah ini diharapkan mampu memberikan penjelasan atau
mengajarkannya di tengah-tengah lingkungan masyarakat tempatnya berada. Dalam
artian lain, bahwa alumni Madrasah al-Qismul Ali sudah mampu dianggap sebagai
kader ulama atau ulama muda di lingkungannya.
Ramli Abdul Wahid, menjelaskan sebagai berikut: Madrasah al-Qismul Ali Al
Jam’iyatul Washliyah juga bertujuan mengajarkan ilmu-ilmu Agama dan membina
kader ulama. Bahkan, al-Qismul Ali inilah yang dimaksudkan sebagai lembaga
pendidikan agama tertinggi di Indonesia. Perguruan Tinggi Agama lahir kemudian
jauh sesudah kemerdekaan. Karena itu, kitab-kitab yang dipelajari di sini banyak
yang sama dengan kitab-kitab yang dipelajari di Universitas al-Azhar, Kairo. Kitab-
kitab yang dipelajari di Madrasah al-Qismul Ali adalah Syarḥ Ibn ‘Aqīl untuk nahu,
al-Mahallī atau I’anah aṭ-Ṭālibīn untuk fikih, Al-Luma‘ untuk ushul fikih, al-Asybāh
wa an-Naẓāir untuk ushul fikih, Syarḥ ad-Dusūqī untuk tauhid, Itmām al-Wafa’
untuk tarikh, Mau‘iẓah al-Mu’minīn untuk akhlak, Tafsīr al-Jalālain untuk tafsir,
Subul al-Salām atau Jawāhir al-Bukhārī untuk hadis, Matn al-Baiqūniyah untuk
mustalah hadis, al-Adyan untuk perbandingan Agama, dan SKI.20
Kurikulum al-Qismul Ali Al Jam’iyatul Washliyah dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4
Kurikulum Tingkatan al-Qismul Ali/Muallimin/Aliyah
No Mata Pelajaran Nama Buku Pengarang
(1) (2) (3) (4)
1 At-Tafsīr 1. Tafsīr al-Baiḍāwī Qāḍī Nasiruddīn al-Baiḍawi
2. Tafsīr al-Khāzin ‘Ala’ ad-Dīn ‘Ali bin
Muḥammad bin Ibrāhīm al-
Bagdadi al-Khāzin
3. Tafsīr an-Nasafī ‘Abdullah bin Aḥmad bin
20
Ibid.
20
Maḥmud an-Nasafī
4. Tanwīr al-Mikbās min Muḥammad bin Ya’kūb bin
Tafsīr Ibnu ‘Abbās Faḍillah al-Fairūzābādī
Majid ad-Dīn Abu aṭ-Ṭahir
Abī al-Ḥusini Muslim bin al-
2 Al-Ḥadīṡ Ṣaḥīḥ Muslim Hajjāj bin Muslim al-
Qusyairī an-Naisābūrī
3 Al-Fiqh Al-Maḥallī Jalāl ad-Dīn al-Maḥallī
Syarḥ Jalāl al-Maḥallī Tāj ad-Dīn ‘Abdul Wahāb
4 Uṣūl al-Fiqh
‘alā Jam‘ al-Jawāmi‘ bin ‘Ali as-Subki
Qawā‘id al-
5 Al-Asybāh wa an- Naẓā’ir Jalāl ad-Dīn as-Suyūṭi
Fiqhiyah
Abu al-Qāsim al-
6 At-Tasawuf Ar-Risāla al-Qusyairiyah
Qusyairiyah
Muhāḍarāt Tārīkh
7 At-Tārīkh Muḥammad al-Khuḍari Bīk
al-’Umam al-Islāmiyah
8 Al-Adyān Al-Adyān Mahmud Yunus
9 Ilmu al-Waḍ‘i Ilmu al-Waḍ‘i Tidak ditemukan
Adab al-
10 Al-Waladiyah Muḥammad al-Marasyi
Munaẓārah
Bahasa
11 Tidak ditemukan Inisiatif guru
Indonesia
12 Bahasa Inggris Tidak ditemukan Inisiatif guru
13 Ilmu Hayat Tidak ditemukan Inisiatif guru
14 Ilmu Ṭabi’i Tidak ditemukan Inisiatif guru
Sejarah Ilmu
15 Tidak ditemukan Inisiatif guru
Bumi
Al-Wa‘ẓu wa al-
16 Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Irsyād
22
Tjek Tanti, Ulama Perempuan Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara, wawancara di
Medan pada tanggal 30 Januari 2015.
23
26
Ibid., h. 63.
27
Profil Madrasah Muallimin Proyek Univa Medan Tahun 2010.
28
Ibid.
25
29
Profil Madrasah Aliyah Al Jam’iyatul Washliyah Kedai Sianam Tahun 2015.
30
Ibid.
31
Ibid.
26
Huzaifah (01 September 1992-10 Juli 2010); h. Plh. Abdul Hamid (11 Juli 2010-25
Juli 2010); i. Abdul Hamid (26 Juli 2010-Sekarang).32
Terakhir adalah Madrasah al-Qismul Ali Al Jam’iyatul Washliyah Kecamatan
Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Keempat madrasah yang telah disebutkan
di atas masih mempertahankan kurikulum Al Jam’iyatul Washliyah tersebut baik di
tingkat dasar, menengah dan atas. Dalam hal ini disebut sebagai Ibtidaiyah,
Tsanawiyah dan Aliyah/Muallimin/al-Qismul Ali.
Seiring dengan perkembangannya, kurikulum madrasah ini juga mengalami
perubahan, sesuai kondisi. Jika dirincikan maka kurikulum pendidikan Al Jam’iyatul
Washliyah dapat dilihat berdasarkan tingkatannya, sebagai berikut:
Tabel 5
Kurikulum Baru Madrasah Ibtidaiyah (tahun 2001)
No Mata Pelajaran Nama Buku Pengarang
(1) (2) (3) (4)
1 Akhlak Uswatun Ḥasanah Nukman Sulaiman
2 Hadis 1. Mukhtār al-Aḥādīṡ an- Syaid Aḥmad al-Hāsyimi
Nabawiyah Bīk
2. Matn al-Arba‘īn Yaḥya bin Syarifuddīn an-
Nawawī
3. Muqarrar al-Ḥadīṡ ‘Abdurraḥman ‘Abdullah
Ṣalih ‘Abdul ‘Aḍim Sabi’
‘Umar al-Farūq ar-Rifa’i
Yaḥya bin Syarifuddīn an-
4. Riyāḍ aṣ-Ṣālihīn Nawawī
5. Terjemah Riyāḍ aṣ- Mushlih Shabir
Ṣālihīn jilid II Fatḥ ar-Raḥman
6. Al-Ḥādīṡ an-
Nabawiyyah Muḥammad bin Ismā‘īl al-
7. Al-Jāmi‘ aṣ-Ṣaḥiḥ al- Bukhārī
Bukhārī Muḥammad Fu‘ād ‘Abdul
8. Terjemah al-Lu’lu’ wa Baqī Gazāli Muqāri
al-Marjān Muḥammad bin Ismā‘il al-
9. Subul as-Salām jilid Kahlani
32
Ibid.
27
IV
Pelajaran Bahasa Arab
3 Bahasa Arab Adnan Yahya
jilid I dan II
An-Naḥwu dan
4 Qawā‘id aṣ-Ṣarf jilid II M. Husein A. Karim
aṣ-Ṣarf
5 Fikih/Ibadat Kitab-kitab relevan Inisiatif guru
1. Pelajaran Iman Muhammad Arsyad Thalib
Lubis
6 at-Tauhīd 2. Al-‘Aqaid al-Īmāniyah M. Husein A. Karim
3. Kifāyah al-Muftadī
jilid II Muḥammad Nūr al-Faṭani
34
Kurikulum Al Jam’iyatul Washliyah adalah kurikulum madrasah lama atau lebih mirip
kurikulum Pondok Pesantren Tradisional yang diadopsi dari kurikulum Universitas al-Azhar Mesir.
30
Keahlian di bidang ini harus dibedakan dengan keahlian dalam nahu dan saraf
sebelumnya. Sebab, titik beratnya ialah pada penguasaan “materi” bahasa itu sendiri,
baik pasif maupun aktif. Sedangkan di Al Jam’iyatul Washliyah, siswa lebih
diarahkan untuk menguasai grametika bahasa Arab dibandingkan dengan penguasaan
terhadap bahasa Arab itu sendiri.
Fikih, Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah yang bermazhab Syafi‘i, sudah
barang tentu lebih menekankan kitab-kitab yang diajarkan adalah fikih mazhab
tersebut. Fenomena yang berkembang dalam masyarakat Sumatera Utara jika seorang
ulama sudah menguasai ilmu fikih maka orang tersebut sudah bisa dikatakan sebagai
ulama dan patut untuk diikuti setiap perkataannya. Melihat sejarah pentingnya
mempelajari ilmu fikih pada masa zaman keemasan Islam karena ada kaitannya
dengan orang-orang yang akan menjadi mufti di pusat-pusat pemerintahan Islam.
Namun dewasa ini hal itu sudah jauh berubah, yang mana pemerintahan tidak lagi
didominasi oleh kalangan ulama dan ahli fikih.
Keterbatasan kurikulum pada kajian keagamaan dikarenakan keterbatasan
kamampuan dalam mengikuti perkembangan zaman. Walaupun lembaga ini
menguasai satu bidang tertentu akan tetapi tidak pada bidang lainnya. Keterbatasan
pengetahuan itu tentu akan tercermin pula dalam keterbatasan kemampuan
mengadakan responsi pada perkembangan-perkembangan masyarakat. Penemona ini
bisa menjadikan sebuah lembaga pendidikan, dalam hal ini Madrasah Al Jam’iyatul
Washliyah tetap mempertahankan tradisi keulamaannya. Seorang ulama yang tidak
bisa membaca-menulis huruf Latin mempunyai kecenderungan lebih besar untuk
menolak atau menghambat dimasukkannya pengetahuan baca-tulis latin dalam
kurikulum pelajarannya. Dalam artian yang lebih luas, seorang pemimpin lembaga
pendidikan tidak mampu lagi mengikuti dan menguasai perkembangan zaman
mutakhir tentu cenderung untuk menolak merubah lembaga pendidikannya mengikuti
zaman tersebut, meskipun dengan begitu lembaga pendidikannya akan menjadi lebih
berjasa kepada masyarakat.
32
35
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern
(Jakarta: LP3ES, 1986), h. 72.
33
36
Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.
12-13.
34
mereka tinggal di sekitar madrasah dan selalu berdiskusi dengan almarhum Usman
Hamzah”.37
Kondisi ini sudah jauh berubah beberapa dekade belakangan ini, masyarakat
sudah jarang sekali memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah Ibtidaiyah Al
Jam’iyatul Washliyah, walaupun ada tetapi jarang sekali sampai pada kelas terakhir.
Hal ini dijelaskan oleh Fauzi Usman, sebagai berikut:
Kondisi ini sudah mulai langka, bahkan banyak murid yang merasa keberatan
untuk menamatkan ibtidaiyah sampai kelas enam, untuk mengatasi hal tersebut
maka dibuat jalan keluarnya. Siswa kelas lima diikutsertakan untuk mengikuti
ujian pada kelas enam. Hal ini dilakukan agar murid menyelesaikan pendidikan di
ibtidaiyah.38
37
Fauzi Usman, Ketua Yayasan Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah Jalan Ismailiyah Medan,
wawancara di Medan tanggal 25 Juli 2015.
38
Ibid.
39
Mukhtar Amin, mantan Kepala Madrasah al-Qismul Ali Al Jam’iyatul Washliyah Jalan
Ismailiyah Medan, wawancara di Medan tanggal 15 Desember 2015.
35
dunia pendidikan, hal ini sangat berbeda dengan madrasah-madrasah yang didanai
oleh pemerintah dan pihak asing lainnya.
melakukan pendalaman bahasa Arab ini selama satu bulan penuh. Apa yang
dipelajari bersama Ustaz Abdullah Tamimi ini sangat berpengaruh besar ketika
kami berada di Mesir, sebab guru kami ini juga pernah belajar di Mesir dan Sudan.
Sebelum berangkat saya dan Jasmi as-Suyuti mendatangi Ustaz Mahmud
Syihabuddin di Jalan Pasir, untuk pamit dan minta didoakan. Ustaz Mahmud
Syihabuddin mendoakan dengan meletakkan telapak tangannya di kepala kami dan
berdoa sambil berwasiat: ‘Wattaqullah wayuallimukumullah’. 41
Kebiasaan mempelajari kitab kuning di luar jam sekolah ini juga pernah
dilakukan oleh pelajar-pelajar putri Al Jam’iyatul Washliyah terutama menjelang
keberengakatan ke Mesir hal ini juga disampaikan oleh Tjek Tanti, berikut ini:
Sebelum berangkat ke Mesir saya dahulu belajar nahu sama Tuan Thahir Abdullah
di Tanjungbalai, belajar dengannya saya merasa banyak sekali mendapatkan ilmu
terutama yang menggunakan kitab gundul, sementara waktu sekolah di PGA
kebanyakan menggunakan buku-buku berbahasa Indonesia. Kami belajar di
Akademi Syariah al-Falah (ASFAH), sekolah ini tidak diakui pemerintah. Tuan
Thahir masa itu merupakan kepala dinas pendidikan agama Asahan, kemudian dia
membuka Madrasah Muallimin di PGA Al Washliyah, gedungnya Madrasah al-
Falah, bukan Al Washliyah punya. Waktu itu saya sudah tamat di PGA, dipilihnya
murid yang pintar-pintar dibuatlah muallimin, karena muallimin ini mau dibuat
sekolah yang pengantarnya berbahasa Arab, jadi kami belajar itu supaya isi yang
di dalam sesuai dengan ijazah, belajar sama Tuan Thahir ini hanya memperdalam
ilmu nahu bukan untuk mendapatkan ijazah. Akhirnya dari situlah saya berangkat
ke Mesir, dibantu oleh Tuan Thahir untuk mendapatkan beasiswa pemerintah
daerah dengan perjanjian setelah tamat dari Mesir mengabdi terlebih dahulu di
Kisaran. Namun menjelang keberangkatan saya tidak jadi menerima bantuan
beasiswa tersebut, akhirnya berangkat dengan biaya pribadi. Setelah sampai di
universitas al-Azhar, saya tidak merasa keberatan untuk mengikuti pelajaran-
pelajaran di al-Azhar, kekurangannya hanya pada segi bahasa yang agak lemah,
tapi kalau masalah nahu tidak ada kesulitan, begitu juga pelajaran-pelajaran yang
lain kecuali pelajaran Adab yang perlu ada pendampingan.42
yang merasa kurang puas dengan pelajaran di madrasah maka mendatangi guru-guru
yang memiliki kemampuan dalam hal tersebut. Tjek Tanti, dan beberapa teman-
teman lain belajar dengan guru nahu di luar jam madrasah untuk memperdalam ilmu
nahu yang diajarkan terbatas di sekolah mereka.
Selain itu pelajar-pelajar Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah tidak bisa
dipisahkan dari tradisi hidup di tengah-tengah masyarakat Muslim. Kehadiran para
pelajar ini memberikan dampak sosial yang besar di tengah masyarakat Kota Medan
khususnya. Ada semacam hubungan simbiosis mutualisme yang terjalin secara
otomatis dengan lingkungan. Para pelajar ini lebih memilih tinggal di pusat-pusat
konsentrasi masyarakat sehari-hari, yaitu di tempat-tempat ibadah seperti langgar,
musala dan masjid. Keberadaan ini memberi berbagai manfaat baik oleh pelajar
maupun masyarakat setempat. Hal ini disampaikan oleh Mukhtar Amin, sebagai
berikut:
Faktor utamanya para pelajar al-Qismul Ali mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat karena bisa membantu berbagai kegiatan di masjid dengan
pengetahuan sedikit yang mereka miliki namun bisa dikembangkan di lingkungan
tersebut. Karena masjid memerlukan orang-orang yang rutin tinggal untuk
menjaga waktu salat, sanggup menjadi muazzin dan menjadi imam, ketika imam
tetapnya berhalangan hadir. Pelajar al-Qismul Ali, lebih mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat dari pelajar-pelajar madrasah lain untuk mendapatkan posisi ini.43
43
Mukhtar Amin, mantan Kepala Madrasah al-Qismul Ali Al Jam’iyatul Washliyah Jalan
Ismailiyah Medan, wawancara di Medan tanggal 15 Desember 2015.
38
Bukan hanya sebatas pendidikan barzanji dan marhaban saja, banyak lagi
pendidikan-pendidikan yang bersifat praktikum lainnya yang pada awalnya di Al
Jam’iyatul Washliyah sudah diajarkan teorinya melalui kitab kuning, namun
44
Ibid.
39
Majelis taklim sebagai sebuah institusi pendidikan non formal dalam bidang
keagamaan memiliki peran yang sangat penting bagi pengayaan pemahaman siswa
maupun masyarakat tentang agama Islam. Karena selama di madrasah pengetahuan
yang diajarkan lebih bersifat formal dan terbatas kepada literatur yang digunakan
saja. Sedangkan dalam majelis taklim, suatu kajian disampaikan secara lugas dan
45
Ibid.
40
PENUTUP
46
Ibid.
41
42
43