Anda di halaman 1dari 14

13 PAHLAWAN PROKLAMASI

DISUSUN OLEH :

SHAFA EISYA BUNGA APRILLA

KELAS : XI IPS 5

MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 1 BOGOR


Jl. Kayumanis No.30 Cirimekar Cibinong Bogor 16917
Telepon : (021) 8756186 Website : mancibinong.csh.id Email :
mancibinong30@gmail.com
TAHUN AJARAN 2018/2019

1. Ir. Soekarno

Ir. H. Soekarno atau Koesno Sosrodihardjo lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901
dan wafatdi Jakarta pada tanggal 21 juni 1970 pada umur 69 tahun adalah Presiden Indonesia
pertama yang menjabat pada periode 1945-1966. Ia memainkan peranan penting dalam
memerdekakan bangsa Indonesia ( bersama dengan Mohammad Hatta ) yang terjadi pada
tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep Pancasila
sebagai dasar negaraIndonesia dan ia sendiri yang menamainya.

Masa kecil dan remaja

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo
dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang
merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman
Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sebelum Soekarno lahir.
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa
Timur.

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,


mengikuti orang tuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan
Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.

Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Bung Karno menyusun konsep teks Proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Bung Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo.
b. Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama
Bung Hatta.
c. Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di
Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

2. Drs. Mohammad Hatta

Drs. H. Mohammad Hatta lahir dengan nama Muhammad Athar, popular sebagai Bung
Hatta, lahir di Fort de Kock ( sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat) pada tanggal 12 Agustus
1902 dan wafat di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun adalah pejuang,
negarawan, ekonom, dan juga Wakil Presiden Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus
memproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Perdana
Menteri dalam cabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada
tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal dengan Bapak
Koperasi Indonesia.

Latar belakang

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang keturunan
Aceh yang lama menetap di Sumatera Barat. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama
tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat. Sedangkan ibunya berasal dari
keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12
Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti “harum”. Ia merupakan
anak kedua, setelah Rafiah yang lahirpada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam.
Pendidikan danpergaulan

Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta. Stelah
enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun,
pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah ke ELS di Padang (
kini SMA Negeri 1 Padang ) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke MULO sampai
tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia
pernah belajaragama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama
lainnya.

Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai
berikut.

a. Bung Hatta menyusun konsep teks Proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Bung Karno dan Mr. Ahmad Soebardjo.
b. Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama
Bung Karno.

3. Mr. Raden Ahmad Soebarjo Djojoadisoerjo

Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo ( lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret
1896 dan wafat pada 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun ) adalah tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah
Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester In de
Rechten , yang diperoleh di Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933.

Awal mula

Achmad Soebardjo dilahirkan di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal 23 Maret
1896. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan bangsawan Aceh dari
Pidie. Kakek Achmad Soebardjo dari pihak ayah adalah Ulee Balang dan utama di wilayah
Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan Mantri
Polisi di wilayah Teluk Jambe, Karawang. Ibu Achmad Soebardjo bernama Wardinah. Ia
keturunan Jawa-Bugis, dan merupakan anak dari Camat di Telukagung, Cirebon.

Ayahnya mulanya memberinya nama Teuku Abdul Manaf, sedangkan ibunya memberinya
nama Achmad Soebardjo. Nama Djojoadisoerjo ditambahkan sendiri setelah dewasa, saat ia
ditahan di penjara Ponogoro karena “Peristiwa 3 Juli 1946”.

Ia bersekolah di Hogore Burger School, Jakarta ( saat ini setara dengan Sekolah Menengah
Atas ) pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden,
Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten ( saat ini setara dengan Sarjana Hukum
) di bidang undang-undang pada tahun 1933.

Adapun peranan Mr. Achamd Soebardjo sebagai berikut.

Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.

4. Sukarni Kartodiwiryo

Sukarni lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 dan wafat di Jakarta, 7 Mei 1971 pada
umur 54 tahun adalah tokoh pejuang kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia. Gelar
Pahlawan Nasional Indonesia disematkan oleh Presiden Joko Widodo, pada 7 November 2014
kepada perwakilan keluarga di Istana Negara Jakarta.

Kelahiran dan masa kecil

Sukarni lahir hari Kamis di desa Sumberdiran, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa
Timur. Namanya jika dijabarkan berarti “Su” artinya lebih sedangkan “Karni” artinya banyak
memperhatikan dengan tujuan oleh orang tuanya agar Sukarni lebih memperhatikan nasib
bangsanya yang kala itu masih dijajah Belanda. Sukarni merupakan anak keempat dari
Sembilan bersaudara.

Ayahnya adalah Kartodiwirjo, keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran
Diponegoro. Ibunya bernama Supiah gadis asal Kediri. Keluarga Sukarni bisa dikatakan
berkecukupan jika disbanding penduduk yang lain. Ayahnya membuka took daging di pasar
Garum dan usahanya sangat laris.

Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar ( semacam Taman Siswa yang dibuat Ki
Hajar Dewantara ). Di sekolah ini Sukarni belajar mengenai nasionalisme melalu Moh. Anwar
yang berasal dari Banyumas, pendiri Mardisiswo sekaligus tokoh pergerakan Indonesia.

Sebagai anak muda, Sukarni terkenal kenakalannya karena sering berbuat onar. Dia sering
berkelahi dan hobi menantang orang Belanda. Dia pernah mengumpulkan 30-50 orang teman-
temannya dan mengirim surat tantangan ke anak muda Belanda untuk berkelahi. Lokasinya di
kebun raya Blitar, dekat sebuah kolam. Anak-anak Belanda menerima tantangan itu dan
terjadilah tawuran. Kelompok Sukarni memenangkan perkelahian itu dan anak Belanda yang
kalah dicemplungkan ke kolam.

Peran Sukarni antara lain sebagai berikut.

Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan
Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.

5. Sayuti Melik

Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik ( lahir di Sleman,
Yogyakarta, 22 November 1908 dan wafat di Jakarta, 27 Februari 1989 pada umur 80 tahun ),
dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai pengetik naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Dia adalah suami dari Soerastri Karma Trimutri, seorang wartawati dan aktifis perempuan di
zaman pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan.

Masa muda

Dilahirkan pada tanggal 22 November 1908, anak dari Abdul Mu’in alias Partoprawito,
seorang beker jajar atau kepala desa di Sleman, Yogyakarta. Sedangkan ibunya bernama
Sumilah. Pendidikan dimulai dan Sekolah Ongko Loro ( Setingkat SD ) di desa Srowolan,
sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat ijazah di Yogyakarta.

Nasionalisme sudah sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya kepada Sayuti Melik kecil.
Ketika itu ayahnya menentang kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menggunakan
sawahnya untuk ditanami tembakau.

Ketika belajar di sekolah guru di Solo, 1920, ia belajar nasionalisme dari guru sejarahnya
yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink. Pada usia belasan tahun itu, ia sudah tertarik
membaca majalah Islam Bergerak pimpinan KH. Misbach di Kauman, Solo, ulama yang
berhaluankiri. Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh Islam, memandang Marxisme sebagai
ideologi perjuangan untuk menentang penjajahan. Dari Kiai Misbach ia belajar Marxisme.
Perkenalannya yang pertama dengan Bung Karno terjadi di Bandung pada 1926.

Tulisan-tulisannya mengenai politik menyebabkan ia ditahan berkali-kali oleh Belanda.


Pada tahun 1926 ditangkap Belanda karena dituduh membantu PKI dan selanjutnya dibuang ke
Boven Digul ( 1927-1933 ). Tahun 1936 ditangkap Inggris, dipenjara di Singapura selama
setahun. Setelah diusir dari wilayah Inggris, ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke
Jakarta, dimasukkan ke sel di Gang Tengah ( 1937-1938 ).

Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut.

Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah ia sempurnakan dari tulisan tangan Bung
Karno.
6. Burhanuddin Mohammad Diah

Burhanuddin Mohammad Diah ( lahir di Kutaraja, yang kini dikenal sebagai Banda Aceh,
7 April 1917 dan wafat di Jakarta, 10 Juni 1996 pada umur 79 tahun ) adalah seorang tokoh
pers, pejuang kemerdekaan, diplomat, dan pengusaha Indonesia.

Masa kecil

Nama asli B.M Diah yang sesungguhnya hanyalah Burhanuddin. Nama ayahnya adalah
Mohammad Diah, yang berasal dari Barus, Sumatera Utara. Ayahnya adalah seorang pegawai
pabean di Aceh Barat yang kemudian menjadi penerjemah. Burhanuddin kemudian
menambahkan nama ayahnya kepada namanya sendiri.

Ibunya, Siti Sa’idah (istri pertama Diah) adalah wanita Aceh yang menjadi ibu rumah
tangga. Burhanuddin, anak bungsu dari 8 bersaudara, juga mempunyai dua orang saudara tiri
dari istri kedua ayahnya.

Melanjutkan sekolah

Pada usia 17 tahun, Burhanuddin berangkat ke Jakarta dan belajar di Ksatriaan Instituut
(sekarang sekolah Ksatrian) yang dipimpin oleh Dr. E. E. Douwes Dekker. Burhanuddin
memilih jurusan jurnalistik, namun ia banyak belajar tentang dunia kewartawanan dari pribadi
Douwes Dekker.

Burhanuddin sesungguhnya tidak mampu membayar biaya sekolah. Namun melihat


tekadnya untuk belajar, Dekker mengizinkannya untuk terus belajar dan bahkan memberikan
kesempatan padanya menjadi sekertaris di sekolah itu.
Peran B.M Diah sebagai berikut.

Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.

7. Latif Hendraningrat

Abdul Latif Hendraningrat (lahir di Jakarta, 15 Februari 1911 dan wafat di Jakarta, 1 Maret
1983 pada umur 72 tahun) adalah seorang prajurit PETA berpangkat Sudanco penggerek
bendera Sang Saka Merah Putih tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56.

Pasukan PETA Latif bermarkas di bekas markas pasukan kavaleri Belanda di Kampung
Jaga Monyet, yang kini bernama Jalan Suryopranoto di depan Harmoni.

Setelah bergabung dengan TNI, kariernya menanjak terus dan bahkan sempat menjadi
Rektor IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta) pada tahun 1964-1965.

Ia merupakan cucu dari Djojo Dirono, bupati Lamongan yang memerintah pada tahun
1885-1937. Sehingga ia juga memiliki darah dari Ken Arok, Jaka Tingkir dan Mangkunegara 1

Peran Latif Hendraningrat sebagai berikut.

Pengibar sang bendera merah putih.


8. Suhud Sastro Kusumo

S. Suhud atau lebih lengkapnya Suhud Sastro Kusumo. Beliau adalah salah seorang
pengibar bendera merah putih saat Proklamasi Kmemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Tepatnya sebagai pendamping Pak Latif Hendraningrat.

Peran Suhud sebagai berikut.

Pengibar sang bendera merah putih.

9. Raden Suwiryo

Raden Suwiryo (lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903 dan wafat di Jakarta, 27
Agustus 1967 pada umur 6 tahun) adalah seorang tokoh pergerakan Indonesia. Ia juga pernah
menjadi Walikota Jakarta dan Ketua Umum PPNI. Ia juga pernah menjadi Wakil Perdana
Menteri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo.

Pendidikan dan pekerjaan

Suwiryo menamatkan AAMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat. Suwiryo
sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudian ia bergiat di bidang
partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin majalah Kemudi. Menjadi
pegawai pusat Bowkas “Beringin” sebuah kantor asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha
obat di Cepu.

Peran Suwirjo sebagai berikut.

Beliau adalah Gubernur Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi
berjalan aman dan lancar.

10. Muwardi

Dr. Moewardi (Pati, Jawa Tengah, 1907- Surakarta, Jawa Tengah, 1948) adalah seorang
pahlawan nasional Indonesia.

Muwardi adalah seorang dokter lulusan STOVIA. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan
Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Selain itu ia adalah ketua Barisan Pelopor
tahun 1945. Dalam acara tersebut, ia juga turut memberikan sambutan setelah Suwiryo wakil
wali kota Jakarta saat itu.

Di Solo, dr. Muwardi mendirikan sekolah kedokteran dan membentuk gerakan rakyat
untukmelawan aksi PKI. Pada peristiwa Madiun dia adalah salah satu tokoh yang dikabarkan
hilang dan diduga dibunuh oleh pemberontak selain Gubernur Suwiryo.

Kini namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Daerah Surakarta. Namanya
juga diabadikan sebagai sebuah nama jalan di Jakarta (1907-1948).

Putera Seorang Guru di Jakenan

Muwardi dilahirkan di Desa Randukuning, Pati, Jawa Tengah, Rebo Pahing 30 Januari
1907. Sebagai putera ke-7 dari Mas Sastrowardojo dan Roepeni, seorang mantri guru. Sebuah
kedudukan yang sangat berwibawa pada zaman itu. Muwardi adalah ber-13 saudara, laki-laki
dan perempuan. Dari keturunan Sastrowardojo yang hidup ada yang menjadi pegawai Pamong
Praja, ada juga tetap menjadi wiraswasta saja. Diantaranya menjadi seorang analis kesehatan
yaitu Supardi, Pemimpin Laboratorium Kesehatan Daerah Jogjakarta sekitar tahun 1940-1950
yang merupakan kakak dari Muwardi. Analis kesehatan yang lainnya adalah adik Muwardi
yaitu Darsono.

Pada tahun 1913 Bapak Sastrowardojo pindah ke Desa Jakenan untuk mengajar di Sekolah
Rakyat Bumi Putera, karena kepintarannya Muwardi dipindahkan ke HIS (Hollandsch
Inlandsche School) di Kudus yaitu sekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
Sebagai seorang pendidik, Sastrowardojo ingin agar putra-putrinya menjadi orang yang lebih
pandai dan memiliki kedudukan lebih tinggi daripada dirinya. Melihat kepandaian Muwardi
dan rasa sayang jika anaknya sekolah terlalu jauh dari rumah Sastrowardojo memindahkan
Muwardi ke Europesche Lagere School di Pati.

Peran Muwardi sebagai berikut.

a. Muwardi membacakan teks pembukaan undang-undang dasar 1945 yang disusun oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
b. Dr. Muwardi memiliki peran penting pada saat menjelang dikumandangkannya
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Ketika itu ia sudah menjadi ketua
Barisan Pelopor untuk seluruh Jawa. Tanggal 16 Agustus 1945, ia memerintahkan
Barisan Pelopor untuk menjaga Lapangan Ikada (sekarang lapangan monas) yang
rencananya akan digunakan sebagai tempat pembacaan teks proklamsi.

11. Frans Sumarto Mendur

Frans Sumarto Mendur (lahir tahun 1913 – meninggal tahun 1971 pada umur 57/58 tahun)
adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan detik-detik proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Frans Mendur bersama Alex Mendur, Justus Umbas,
Frans “Nyong” Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda, kemudian mendirikan IPPHOS
(Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946.
Peran Frans S. Mendur sebagai berikut.

Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil
bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama
kawan-kawannya di IPPHOS (Indonesia Press Photo Service).

12. Syahruddin

Syahruddin adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang (DOMEI) yang
mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara
sembunyi-sembunyi ketika personif Jepang istirahat pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 4 sore.
Tanpa jasa Syahruddin, maka niscaya berita proklamasi tidak akan cepat disebarluaskan.

Peran Syahruddin sebagai berikut.

Mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara


sembunyi-sembunyi ketika personil Jepang istirahat pata tanggal 17 Agustus 1945 jam 4 sore.

13. F. Wuz dan Yusuf Ronodipuro

Moehammad Joesoef Ronodipoero (EYD: Muhammad Yusuf Ronodipuro atau hanya Yusuf
Ronodipuro; lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 30 September 1919 – meninggal di Jakarta
Selatan, 27 Januari 2008 pada umur 88 tahun) adalah duta besar Indonesia. Pada awalnya ia
dikenal sebagai penyiar kemerdekaan Republik Indonesia secara luas. Selain itu ia pernah
menjadi Duta Besar luar biasa Indonesia di Uruguay, Argentina, dan Chili. Yusuf Ronodipuro
dianggap sebagai salah satu tokoh pahlawan Indonesia karena perannya dalam
menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia saat dia bekerja di Radio Hoso
Kyoku. Dia juga adalah salah satu pendiri dari Radio Republik Indonesia pada tanggal 11
September 1945, yang berdiri sampai sekarang, dan kemudian hari jadinya diperingati setiap
tanggal 11 September.

Yusuf Ronodipuro lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 30 September 1919.
Pasangannya bernama Siti Fatima Rassat, dan mempunyai tiga anak: Dharmawan, Irawan, dan
Fatmi. Dia meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto tanggal 27 Januari 2008 karena penyakit
komplikasi stroke dan kanker paru-paru yang disebabkan kebiasaannya sebagai perokok berat.
Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta tanggal 28 Januari

F. Wuz bersama Yusuf Ronodipuro adalah perintis siaran RRI, F. Wuz adalah tokoh
yang membacakan berita Proklamasi di Radio.

Setelah Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi, pada hari itu juga teks proklamasi
telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei, Waidan B. Palenewen. Ia
menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin.
Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi
disiarkan tiga kali berturut-turut.

Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan
radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar
melalui udara. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa
memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20
Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang
masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf
Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru
dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan
Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31 (disahkan menjadi RRI pada
tanggal 18 Agustus), dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita
proklamasi kemerdekaan disiarkan.

Anda mungkin juga menyukai