Anda di halaman 1dari 34

TUGAS KEPERAWATAN ANAK MENCARI INFORMASI MENGENAI PENYAKIT

LANGKA (RARE DISORDER/DISEASE)

Disusun Oleh :

Salisa Tara Wahani

201902030070

SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN AJARAN 2021


A. Seckel Syndrome

a. Pengertian
Seckel syndrome adalah gangguan yang sangat langka yang ditandai dengan
keterlambatan pertumbuhan sebelum kelahiran (retardasi pertumbuhan
intrauterine) yang mengakibatkan berat badan lahir rendah. Keterlambatan
pertumbuhan berlanjut setelah lahir, menghasilkan perawakan pendek. Gejala lain
dan fisik yang terkait dengan sindrom seckel termasuk kepala yang kecil dan
abnormal (mikrosefali), berbagai keterbelakangan mental dan wajah yang tidak
biasa termasuk penonjolan hidung, wajah lainnya mungkin termasuk mata besar
yang tidak normal, wajah yang sempit, telinga yang cacat, dan rahang yang sangat
kecil. Selain itu, beberapa bayi yang terkena dapat menunjukkan fiksasi permanen
jari-jari kelima dalam posisi membungkuk dan kondisi fisik lainnya.

b. Penyebab
Seckel syndrome merupakan jenis kelainan genetic yang bersifat resesif
autosomal yang diduga kuat disebabkan oleh mutasi gen pada 3 kromosom
berbeda. Didalam tubuh manusia normalnya terdapat 46 kromosom yang
berpasangan, terdiri dari X dan Y.
Terdapat dua lengan panjang dan dua lengan pendek serta satusentromer
(pusatnya ditengah) pada tiap kelompok DNA dan untuk kasus seckel syndrome 1
gen yang lebih spesifik terlibat adalah gen Rad3-related protein ATR, sementara
untuk tipe 2 dan 3 belum jelas diketahui. Ketika bersifat resesif autosomal, maka
artinya seseorang mewarisi gen abnormal dengan sifat yang sama dari masing-
masing orangtua ( ayah dan ibu ).
Seseorang menjadi pembawa gen abnormal saja dan tidak mengalami gejala
beresiko apapun apabila mewarisi 1 gen abnormal dan 1 gen normal.
1. Terdapat 50% risiko seseorang menjadi pembawa gen abnormal apabila
orangtuanya merupakan pembawa gen abnormal.
2. Terdapat 25% risiko seseorang mewarisi gen abnormal dengan gejala jika
kedua orang tuanya merupakan pembawa gen abnormal.
3. Terdapat 25% risiko seseorang mewarisi gen normal dari kedua orangtua yang
memiliki gen normal.
Seriap manusia pada dasarnya berpotensi membawa gen abnormal di dalam
tubunya walau jumlahnya sangat sedikit dan beresiko kecil menimbulkan
gejala, namun bila orangtua memilki gen abnormal, risiko sang anak mewarisi
gen tersebut lebih besar, baik sebagai pembawa saja atau gejala lainnya.
Risiko mengalami seckel syndrome pada perempuan maupun laki-laki sama
besar.

c. Tanda dan Gejala


 Pertumbuhan yang terlambat ketika bayi masih di dalam kandungan
 Bayi lahir dengan berat badan lebih rendah dari normalnya
 Pertumnuhan tulang yang lambat
 Pertumbuhan dan perkembangan fisik yang lambat dan cenderung tidak
normal
 Dwarfisme atau kondisi perawakan yang lebih pendek dari anak-anak seusia
penderita
 Meski tubuh lebih pendek namun lengan dan kaki cenderung proposional
 Keterbelakangan mental yang dengan tingkat keparahan sedang hingga parah
 Disertai dengan penyakit congenital atau bawaan pada beberapa kasus namun
dapat diketahui ketika anak sudah tumbuh besar
 Retrognathia atau kondisi rahang yang terlalu ke belakang
 Dahi masuk ke dalam
 Hidung berbentuk seperti paruh, segitiga, lancip dan cenderung melengkung
ke bawah
 Kraniosinostosis atau kondisi kelainan bawaan dimana perkembangan kepala
bayi yang belum sempurna disusul dengan ubun-ubun yang terlalu cepat
menutup sehingga bentuk kepala tampak tak normal
 Strabismus atau mata juling
 Ketidaksempurnaan pembentukan telinga karena ketiadaan lubang telinga
 Wajah asimetris
 Ketiadaan salah satu pasangtulang rusuk.
d. Pengobatan Seckel Syndrome
Penanganan seckel syndrome akan disesuaikan dengan gejala-gejala yang
dialami oleh anak. Terapi ortodontik hingga fisik dapat diberikan kepada pasien
yang memiliki kekurangan di bagian fisiknya terutama pada otot dan tulang.
Seiring anak bertambah usia, penampilan fisik yang sekiranya kurang nyaman dan
menurunkan rasa percaya diri dapat coba dibenahi dengan menempuh prosedur
bedah. Terapi untuk kesehatan mental juga kemungkinan pasien perlukan dimana
hal ini meliputi konseling dan dukungan social agar anak merasa nyaman dan
menerima dirinya sendiri ditengah masyarakat ditengah kekurangan yang ada.

e. Diagnosis
Dengan munculnya ultasonografi unggul secara teknis, sindrom Seckel dapat
didiagnosis sebelum lahir (sebelum lahir). Dalam ultrasonografi janin, pantulan
gelombang suara digunakan untuk menciptakan gambaran janin yang sedang
berkembang. Setelah lahir, sindrom Seckel dapat dicurigai berdasarkan evaluasi
klinis menyeluruh, riwayat pasien rinci, dan berbagai tes khusus. Meskipun
kelainan kraniofasial, skeletal, dan / atau kelainan fisik lain yang terkait dengan
sindrom Seckel mungkin hadir saat lahir (bawaan), diagnosis sindrom Seckel
mungkin tidak dikonfirmasi, dalam beberapa kasus, sampai usia anak yang
terkena dan sindrom lengkap berkembang ( misalnya, ketika perawakan pendek
dan / atau keterbelakangan mental menjadi jelas).
Perawakan pendek yang terkait dengan sindrom Seckel melibatkan
pertumbuhan proporsional lengan dan kaki, yang memungkinkan diagnosis
banding dari sindrom yang melibatkan perawakan pendek dan lengan dan kaki
kecil abnormal (dwarfisme berkaki pendek).

f. Pencegahan
Seckel syndrome merupakan sebuah penyakit genetic, maka pemeriksaan
USG pada masa kehamilan sangat dianjurkan untuk mengikuti perkembangan
janin. Selain dengan langkah USG, tes genetic juga dapat dilakukan terutama jika
pasangan suami istri memiliki kondisi kelainan genetic tertentu.
B. Treacher Collins Syndrome (TCS)

a. Pengertian
Sindrom Treacher Collins adalah kelainan genetik yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang dan jaringan pada wajah. Anak yang menderita sindrom Treacher
Collins bisa mengalami beragam gejala, mulai dari rambut alis yang tumbuh lebih
sedikit, pertumbuhan telinga yang tidak sempurna atau tidak ada, sampai rahang dan
dagu yang tumbuh lebih kecil.
Sindrom Treacher Collins disebabkan oleh perubahan atau mutasi genetik
tertentu. Sindrom Treacher Collins memiliki beberapa sebutan atau nama lain,
yaitu mandibulofacial dysostosis (MFD1), zygoauromandibular dysplasia, dan
sindrom Franceschetti-Zwahlen-Klein.

b. Penyebab
Sindrom Treacher Collins (TCS) disebabkan oleh mutasi pada salah satu dari
tiga gen yang mengendalikan pertumbuhan tulang dan jaringan sekitar wajah,
yaitu TCOF1, POLR1C, dan POLR1D. Mutasi menyebabkan proses pembentukan
tulang dan jaringan wajah tidak berjalan optimal selama masih dalam kandungan
sehingga menyebabkan bentuk wajah yang tidak normal.
Sekitar 90-95% kasus Treacher Collins di dunia disebabkan oleh mutasi pada
gen TCOF1. Mutasi ini biasanya terjadi di awal kehamilan sehingga pertumbuhan
bayi tidak terjadi sebagaimana mestinya. Sekitar 40% anak yang mengalami
Treacher Collins membawa gen yang diwariskan dari orang tuanya, sedangkan
60% sisanya tidak memiliki gen bawaan dari orangtua.
Hampir semua anak dengan Treacher Collins mengalami mutasi genetik
tepatnya pada salah satu dari tiga gen yang mengatur pertumbuhan tulang di wajah
dan sekitarnya. Mutasi gen ini kemudian menyebabkan gangguan pertumbuhan
bayi dan bentuk wajah serta tengkorak yang tidak normal sejak awal kehamilan
atau sekitar trimester pertama. Pada sebagian besar kasus, TCS disebabkan oleh
mutasi gen yang baru. Artinya, baik dari ayah maupun ibu tidak ada yang
memiliki gen atau gejala Treacher Collins sama sekali. Dengan kata lain,
umumnya TCS bukanlah kelainan warisan dari orangtua. Jika mutasi baru,
perubahan DNA terjadi tepat sebelum atau segera setelah pembuahan sel telur
oleh sperma. Akan tetapi, masih ada kemungkinan juga bahwa mutasi gen tidak
baru alias diturunkan dari orangtua ke anak. Kemungkinan besar ini terjadi ketika
salah satu atau kedua orangtua hanya memiliki gejala sindrom Treacher Collins
ringan.
Sindrom Treacher Collins terjadi akibat adanya kelainan genetik pada gen
TCOF1, POLR1D, atau POLR1C. Ketiga gen ini berperan penting dalam
perkembangan jaringan tulang dan otot wajah. Ketika terjadi perubahan atau
mutasi pada salah satu gen ini, maka akan terjadi kematian sel dan jaringan tulang
dan otot yang terlalu cepat. Akibatnya, akan muncul keluhan dan gejala pada
tulang dan wajah.
Sindrom Treacher Collins merupakan kondisi yang jarang terjadi. Kondisi ini
hanya terjadi pada 1:50.000 kelahiran. Sekitar 40% dari kondisi ini bersifat
diturunkan dari orang tua.

c. Tanda dan Gejala


Berbagai tanda dan gejala Treacher Collins yang biasanya muncul adalah sebagai
berikut:

1. Wajah yang datar, cekung, atau tampak sedih

2. Sudut luar mata yang miring ke bawah

3. Kelopak mata terkulai

4. Mata miring ke bawah

5. Hilangnya jaringan kelopak mata

6. Cleft palate atau lubang di langit-langit mulut (sumbing)


7. Rahang atas, rahang bawah, dan dagu yang kecil

8. Tulang pipi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran normal

9. Jumlah gigi yang lebih sedikit dari jumlah normal


10. Adanya kulit yang tumbuh di depan telinga

11. Daun telinga berukuran kecil atau bahkan tidak ada sama sekali

12. Pertumbuhan kulit abnormal di depan telinga

13. Gangguan pendengaran


14. Gangguan napas

15. Anak sulit tidur dan susah makan

Beragam gejala di atas dapat membuat bayi dan anak dengan sindrom
Treacher Collins mengalami masalah. Masalah tersebut bisa meliputi kesulitan
bernapas, tidur, makan, dan mendengar. Bahkan, bayi dan anak dengan kelainan
lahir ini juga bisa mengalami tuli atau kehilangan pendengaran. Sementara
masalah pada gigi dan mata kering yang dialami bayi dan anak bisa mengarah
pada terjadinya infeksi. Sebagian anak bisa saja mengalami gejala yang sangat
ringan, tapi sebagian lainnya cukup parah. Dalam kasus yang parah, bentuk tulang
wajah yang abnormal dapat menghalangi atau menutup jalur napas bayi.

d. Diagnosis syndrome Treacher Collins


Sindrom Treacher Collins dapat terdeteksi sejak janin dikandung atau saat
bayi dilahirkan. Biasanya sindrom Treacher Collins akan didiagnosis melalui
pemeriksaan langsung, tes genetik molekuler, dan pemindaian.
1. Tes genetik molekuler
Tes ini bertujuan untuk mendeteksi mutasi pada gen penyebab sindrom
Treacher Collins. Tes genetik biasanya akan dilakukan jika bayi memiliki
dua atau lebih gejala-gejala sindrom Treacher Collins, seperti langit-langit
sumbing dan rahang yang sangat kecil. Gen TCOF1 merupakan gen yang
paling sering terdeteksi mengalami mutasi pada 81% penderita sindrom
Treacher Collins.
2. Pemindaian
USG, Rontgen, CT Scan, atau MRI merupakan beberapa jenis pemindaian
yang bisa dilakukan pada penderita sindrom Treacher Collins. USG
biasanya dilakukan saat trimester kedua kehamilan untuk mendeteksi
kelainan wajah janin. Sementara itu, pemindaian dengan foto Rontgen, CT
scan, dan MRI dapat dilakukan untuk memetakan kondisi tulang dan otot
wajah bayi setelah lahir. Pemindaian ini dilakukan untuk membantu dokter
untuk merencanakan proses perbaikan struktur dan bentuk wajah nantinya.
e. Pengobatan syndrome Treacher Collins
Hingga sat ini, belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan sindrom
Treacher Collins. Pengobatan lebih bertujuan untuk memperbaiki struktur tulang
dan otot wajah, sehingga mencegah komplikasi yang bisa timbul. Hal ini bisa
dilakukan dengan operasi. Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Trakeostomi, untuk membuat lubang pada leher sebagai akses langsung ke


saluran pernapasan jika penderita kesulitan bernapas
2. Operasi bibir, untuk memperbaiki bibir sumbing dan langit-langit sumbing
3. Operasi rekonstruksi tulang wajah, untuk memperbaiki bentuk rahang dan
tulang lain di bagian wajah.
4. Operasi kelopak mata, untuk memperbaiki bentuk kelopak mata yang tidak
sempurna
5. Operasi rekonstruksi telinga, untuk memperbaiki struktur telinga

Selain itu, penggunaan alat bantu dengar dan terapi bicara bisa dilakukan
untuk membantu penderita sindrom Treacher Collins yang mengalami gangguan
pendengaran atau kesulitan berkomunikasi. Saat ini, penelitian tentang terapi stem
cell atau sel punca sedang dikembangkan untuk menangani sindrom Treacher
Collins. Terapi sel punca ini diduga dapat memicu pertumbuhan jaringan.

Anak-anak yang menderita sindrom Treacher Collins umumnya memiliki


tingkat intelektual dan harapan hidup yang sama dengan orang yang tidak
memiliki kelainan ini. Namun, kelainan bentuk wajah dapat menjadi beban bagi
penderita sindrom Treacher Collins, terutama ketika bersosialisasi dengan orang
lain. Oleh karena itu, selain rangkaian pengobatan yang telah disebutkan
sebelumnya, penderita sindrom Treacher Collins juga memerlukan dukungan dari
keluarga dan orang di sekitar penderita.

f. Komplikasi Syndrome Teacher Collins


Penderita sindrom Treacher Collins bisa mengalami beberapa kondisi dan
penyakit akibat gangguan pada tulang dan otot yang dialaminya, yaitu:
1. Kesulitan bernapas karena kelainan bentuk saluran pernapasan
2. Mengalami sleep apnea atau henti napas saat tidur akibat gangguan di saluran
pernapasan
3. Kesulitan untuk makan karena bibir sumbing atau langit-langit sumbing
4. Meningkatnya risiko terjadinya infeksi mata karena kelainan bentuk mata yang
membuat mata mudah kering
5. Mengalami gangguan pendengaran sampai kehilangan kemampuan dengar
akibat kelainan pada saluran pendengaran dan tulang di dalamnya
6. Gangguan bicara karena kelainan bentuk dagu dan mulut atau akibat ketulian

C. Pierre Robin Syndrome

a. Pengertian
Sindrom Pierre Robin adalah suatu kelainan kongenital yang terdiri dari
sekelompok kelainan kraniofasial. Sindrom ini dideskripsikan dengan gejala
gejala utama seperti: mikrognasia, glosoptosis, dan celah langit-langit. Hal ini
mengakibatkan terjadinya gangguan jalan nafas dan kesulitan pemberian makan.
Kelainan pada beberapa sistem organ tubuh yang lain dapat ditemukan pada
sindrom ini, yakni kelainan pada telinga, mata disertai terjadinya serangan apnea
dan sianotik yang disebabkan adanya kelainan kongenital pada jantung.

b. Etiologi
Sindrom Pierre Robin merupakan rangkaian dari beberapa malformasi
kongenital yang terdiri dari gabungan beberapa etiologi. Namun, dari beberapa
penelitian menemukan rangkaian penyebab terjadinya sindrom ini dikarenakan
adanya tekanan mekanis pada masa intrauterin yang menyebabkan suatu
deformasi yang diikuti dengan peran oligohidramnion.

c. Patofisiologi
Mekanisme utama yang berkaitan terhadap segala bentuk kelainan yang
terdapat pada sindrom Pierre Robin adalah kegagalan pertumbuhan mandibular
pada masa intrauterin. Sindrom Pierre Robin merupakan malformasi kongenital
yang dapat dideteksi sejak lahir mengakibatkan terjadinya gangguan saluran
pernafasan akibat ukuran rahang yang abnormal pada bayi.
Oligohidramnion adalah suatu rangkaian kelainan anatomi uterin yang
menyebabkan terjadinya keterlambatan pertumbuhan dan kelainan pembentukan
janin pada masa intrauterin. Pengaruh oligohidramnion dapat mengurangi cairan
amniotic yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin, khususnya
pertumbuhan mandibula. Kekurangan cairan amniotik pada masa pembentukan
tulang janin menyebabkan dagu tertekan pada pertemuan klavikula dan sternum.
Pada usia 12-14 minggu, janin mengalami pergerakan dimana dagu yang tertekan
menyebabkan pertumbuhan mandibula terhambat. Pertumbuhan rahang yang
terganggu akibat adanya tekanan mekanis mengakibatkan ukuran rahang menjadi
lebih kecil dari ukuran normal (mikrognasia). Lidah yang tidak mendapat tempat
yang cukup, berada di antara palatum yang belum sempurna sehingga
menyebabkan celah palatum tidak dapat menutup secara sempurna.
Pada kasus sindrom Pierre Robin dengan ukuran rahang yang lebih kecil,
menimbulkan manifestasi yang berupa letak lidah yang lebih ke posterior
(glosoptosis) dan celah langit-langit yang menyebabkan terhambatnya jalan nafas
sebagai permasalahan utama dan kesulitan dalam pemberian makan pada bayi.

d. Manifestasi Klinis
1. Sumbing pada langit-langit mulut
2. Rahang dan dagu yang berukuran lebih kecil dari ukuran normal
3. Kondisi rahang yang jauh di belakang tenggorokan
4. Infeksi telinga berulang
5. Adanya lubang kecil di langit-langit mulut yang dapat menyebabkan tersedak
atau keluarnya ASI melalui hidung
6. Gigi yang sudah tumbuh saat bayi baru lahir
7. Lidah yang lebih besar dibandingkan rahang
8. Langit-langit yang tampak terlalu melengkung

e. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiografis sindrom Pierre Robin merupakan alat pendukung
diagnosa dalam menentukan malformasi kongenital yang terjadi. Dengan melihat
keadaan penderita sejak lahir sudah dapat menentukan penderita mengalami
kelainan sindrom Pierre Robin. Pemeriksaan melalui evaluasi radiografis dapat
mengukur dan mengestimasi apakah mandibula memiliki ukuran normal atau
abnormal. Jika memungkinkan, foto sefalometri secara lateral dan frontal
dilakukan pada bulan pertama atau kedua setelah kelahiran.
Menurut Sassouni, dapat dilakukan analisa foto sefalometri berdasarkan
hubungan kraniofasial yang menganalisa hubungan satu bagian dari tulang fasial
ke tulang fasial lainnya. Sehingga dapat disimpulkan apakah mandibular memiliki
ukuran normal atau di luar batas normal. Selain itu, struktur fasial yang
berhubungan dengan basis kranial merupakan pengukuran yang actual untuk
membandingkan hasil terhadap batas normal. Sudut gonion juga memiliki variasi,
tergantung dari ukuran korpus mandibula yang berkembang dengan sudut lebih
kecil sehingga mandibular menjadi lebih pendek. Mandibula yang retrusi dan
disertai dengan lidah yang cenderung ke posterior menjadi gambaran utama
sindrom Pierre Robin dengan sudut wajah 82º.

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada sindroma ini dapat dibedakan menjadi terapi konservatif
dan operasi. Mayoritas dari pasien-pasien dengan sindroma ini dapat diditatangani
dengan menempatatkan bayi pada posisisi membungkuk sehingga gaya tarik bumi
akan menarik lidah ke depan dan saluran udara tetap terbuka sampai terjadi
pertumbuhan yang adekuat dari rahangnya. Jika terapi ini gagal, harus
dipetimbangkan untuk dilakukan perlekatan lidah dengan bibir (dengan menarik
lidah ke depan).
Pada kasus yang agak berat perlu dipasang selang melalui hidung ke saluran
udara untuk menghindari ri penyumbatan saluran udara. Pada kasus yang berat,
jika terjadi penyumbatan saluran udara berulang, perlu dilakukan pembedahan,
kadang perlu dilakukan trakeostomi. Pada anak dengan belum berkembangnya
rahang bawah yang berat, dapat dilakukan teknik baru yang dikenal dengan
perluasan tulang mandibula.
Tekhnik ini juga di sebut distraksi osteogenesis meliputi penempatan alat yang
dipasang sehari-hari sampai didapat perluasan rahang secara perlahan. Teknik ini
dapat dilakukan pada usia sangat dini dimana terdapat keuntungan yang lebih dari
pada teknik tradisional yang dilakukan untuk memperpanjang rahang bawah.
Operasi di prioritaskan menurut keparahan dari sumbatan jalan nafas
diikuti dengan tingkat kesulitan pemberian makan. Bayi dengan mikrognatia
mungkin mengalami kesukaran bernafas atau kegagalan untuk tumbuh.
Operasi memungkinkan untuk dilakukan pada kasus tersebut.

g. Komplikasi
1. Perubahan jantung
Perubahan jantung merupakan salah satu komplikasi medis dengan
dampak yang lebih besar pada kesehatan individu, menghadirkan risiko
penting bagi kelangsungan hidup mereka. Namun, tanda dan gejala yang
berkaitan dengan sistem kardiovaskular biasanya dapat diobati melalui
pendekatan farmakologis dan / atau bedah. Beberapa anomali jantung yang
paling sering termasuk stenosis jantung, foramen ovale persisten, perubahan
septum arteri atau hipertensi.
2. Perubahan neurologis
Asal genetik sindrom Pierre Robin juga mungkin melibatkan
pengembangan berbagai gangguan neurologis, terutama terkait dengan adanya
kelainan system saraf pusat (SSP). Dengan demikian, beberapa gangguan
neurologis yang terkait dengan sindrom Pierre Robin mungkin termasuk
hidrosefalus, malformasi Chiari, episode epilepsi, atau keterlambatan dalam
perolehan keterampilan psikomotorik.
3. Gangguan pernapasan
Gangguan pernapasan adalah salah satu fitur yang paling relevan,
karena mereka dapat menyebabkan kematian pasien karena kegagalan
pernapasan dan perkembangan kerusakan otak karena kelangkaan oksigen di
daerah saraf. Dengan demikian, dalam banyak kasus koreksi bedah diperlukan
untuk membebaskan saluran udara, terutama koreksi displasia mandibula atau
posisi lidah.
4. Anomali kekuasaan
Seperti dalam kasus gangguan pernapasan, masalah makan terutama
berasal dari malformasi mandibula. Karena itu, sejak lahir, penting untuk
mengidentifikasi anomali-anomali yang membuat sulit makan untuk
memperbaikinya dan karena itu mengurangi kemungkinan mengembangkan
patologi medis terkait dengan kekurangan gizi.
D. Cornelia de Lange Syndrome (CDLS)

a. Pengertian Cornelia de Lange Syndrome ( CDLS )


CDLA merupakan kelainan genetic yang muncul sejak lahir, tapi tidak selalu
terdiagnosa saat lahir. Syndrome ini cenderung relative tidak umum dan
menyebabkan keterlambatan perkembangan dan kognitif yang mendominasi pada
individu dengan cornelia de lange syndrome terutama keterlambatan bicara yang
parah. Tidak ada perbedaan angka kejadian CDLS laki – laki dengan dan
perempuan dan dapat ditemukan di semua ras dan latar belakang etnik
penatalaksanaan pasien CDLS membutuhkan multidisiplin ilmu untuk mencapai
hasil yang maksimum dan mencegah keterlambatan perkembangan umum bahkan
kematian ( Nugraha, 2015).
Ada dua fenotip yang dapat dibedakan dari CDLS yaitu CDLS klasik dan
CDLS yang lebih ringan. Ciri – cir anak dengan cornelia de lange syndrome yang
dapat dilihat dari bentuk wajahnya yaitu :
a) Alis mata yang menyatu ditengah
b) Bulu mata yang panjang
c) Hidung pendek dengan lubang hidung sedikit menengadah ke atas
d) Jarak antara bibir atas dan hidung yang panjang
e) Pangkal hidung luas atau datar
f) Dagu kecil atau petak
g) Bibir tipis dengan sudut menurun
h) Celah langit – langit mulut yang tinggi
i) Gigi jarang atau gigi yang tidak tumbuh

b. Gejala Klinis Cornelia de Lange Syndrome


a) Kelainan jantung
b) Klinodakliti
c) Dislokasi sendi siku
d) Scoliosis
e) Dislokasi sendi panggul
f) Droppy eyelid
g) Hearing loss
h) Kejang
i) Pertumbuhan rambut alis tebal
j) Gastrointestinal malformation
k) Mikropenis
l) Undesensus testiculorum
m) Malformasi ginjal

c. Etiologi Cornelia de Lange Syndrome ( CDLS )


Penyebab cornelia de lange syndrome ( CDLS ) adalah murni genetic.
Didalam penyebab genetika ini ada dua jenis mutasi yang dapat menyebabkan
kondisi ini. Penyebab sindrom Cornelia de Lange adalah murni genetik. Di dalam
penyebab genetik ini ada dua jenis mutasi yang dapat menyebabkan kondisi ini.
Perubahan genetik utama yang menyebabkan Cornelia de Lange sebagai
akibatnya adalah mutasi pada gen NIPBL. Namun, ada kasus lain dari sindrom ini
yang disebabkan oleh mutasi pada gen SMC1A dan SMC3 dan dalam proporsi
yang lebih kecil mutasi ditemukan pada gen HDAC8 dan RAD21.
Gen NIPBL memiliki peran primordial dalam perkembangan manusia sudah
bertanggung jawab untuk mengkodekan bagian depan protein. Protein ini adalah
salah satu yang bertanggung jawab untuk mengontrol aktivitas kromosom selama
pembelahan sel. Demikian pula, protein depan memediasi dalam tugas-tugas gen
lain yang bertanggung jawab untuk janin untuk berkembang secara normal,
khususnya gen-gen yang bertanggung jawab untuk pengembangan jaringan yang
nantinya akan membentuk ekstremitas dan wajah.

d. Patofisiologi Cornelia de Lange Syndrome


Lebih dari 99% dari kasus yang sporadis. Cornelia de Lange Syndrome
adalah kadang-kadang diteruskan dalam pola autosom dominan, menurut
beberapa contoh di mana orang tua biasanya agak terpengaruh memiliki satu
atau lebih terpengaruh keturunan. Kembar dengan konkordansi dan
perselisihan telah dilaporkan. Walaupun kemungkinan pewarisan resesif
autosom telah dilaporkan dalam beberapa keluarga, hal ini kemungkinan
besar akan terjadi karena germline mosaicism. Risiko berulangnya 0,5-
1,5% jika orangtua tidak akan terpengaruh dan 50% jika orangtua
terpengaruh. Heterozigot mutasi dalam gen bernama NIPBL, homolog
manusia dari Drosophila melanogaster menggigit-B gen, 3 telah
diidentifikasi dalam kira-kira 50% dari individu dengan Cornelia de Lange
syndrome.4 Meskipun fungsi yang tepat dari produk protein pada manusia
NIPBL (delangin) tetap tidak diketahui, yang homologs pada spesies lain
yang diketahui memainkan peran dalam perkembangan peraturan dan kohesi
kromatid saudara.
Mutasi pada gen, pengkodean untuk dua protein lain yang terlibat dalam
kohesi saudari kromatid, SMC1A dan SMC3, telah dilaporkan pada 5% dan
1% dari pasien dengan Sindrom Cornelia de Lange, respectively.5 Dengan
demikian, Cornelia de Lange Syndrome dianggap sebuah cohesinopathy,
bersama dengan Roberts sindrom / SC phocomelia. Pewarisan autosom
dominan dalam keluarga dengan NIPBL dan SMC3 mutasi dan terkait-X
dominan dalam keluarga dengan SMC1A mutasi.
Semua jenis NIPBL mutasi, termasuk missense, sambatan-situs, omong
kosong, dan frameshift mutasi, telah dilaporkan mengakibatkan Cornelia
de Lange sindrom fenotipe. Efek yang paling mungkin adalah mutasi ini
Haploinsufisiensi. Mutasi-detection rate adalah sekitar 50%. Genomik
penghapusan dan duplikasi dari lokus yang NIPBL mutasi rare.6 HR
missense SMC1A termasuk mutasi dan dalam kerangka penghapusan. Satu
SMC3 melaporkan mutasi adalah dalam kerangka penghapusan. Kolerasi
antara genotip dan fenotip menyarankan bahwa idividu dengan mutasi
NIPBL diidentifikasi memiliki fenotip lebih parah dari pada fenotip dari
mereka yang tidak mutasi. Selain itu mutasi pada NIPBL missense
berhubungan dengan fitur fenotip ringan.

e. Komplikasi Cornelia de Lange Syndrome


Komplikasi tersering pada penderita CDLS adalah system pencernaan namun
bukan menjadi penyebab utama kematian pada pasien CDLS. Penyebab utama
kematian pada pasien CDLS :
a) Gangguan nafas
b) Penyakit gastroesofagenal
c) Anomaly kongenital
d) Penyebab neurologis
e) Kecelakaan
f) Sepsis
g) Kanker
h) Gangguan ginjal

f. Diagnosis Cornelia de Lange Syndrome


Diagnosis sindrom Cornelia de Lange adalah klinis. Saat ini tidak ada tes
laboratorium untuk menunjukkan keberadaan mereka secara permanen. Di bidang
medis, yang paling umum adalah menggunakan kriteria diagnostik yang diusulkan
oleh Kline dan rekan (2007). Ini merujuk pada identifikasi anomali kraniofasial,
dalam pertumbuhan dan perkembangan, pada ekstremitas, perubahan
neurosensorik dan kulit, gangguan perilaku, dll. (Gil, Ribate dan Ramos, 2010).
Ini merujuk pada identifikasi anomali kraniofasial, dalam pertumbuhan dan
perkembangan, pada ekstremitas, perubahan neurosensorik dan kulit, gangguan
perilaku, dll. (Gil, Ribate dan Ramos, 2010).
Secara komplementer, penting untuk melakukan analisis genetik molekuler
untuk mengidentifikasi keberadaan mutasi yang terkait dengan sindrom Cornelia
de Lange (Organisasi Nasional untuk Gangguan Langka, 2016).

g. Pengobatan atau perawatan Cornelia de Lange Syndrome


Meskipun tidak ada obat untuk sindrom Cornelia de Lange, pendekatan
terapeutiknya memerlukan desain tindak lanjut medis berkelanjutan bersama
dengan pengobatan komplikasi. Para penulis Gil, Ribate dan Ramos (2010)
menunjukkan beberapa pendekatan yang paling sering digunakan yaitu :
a) Perkembangan dan Pertumbuhan: pengaturan asupan kalori, suplai buatan,
implantasi tabung nasogastric
b) Pengembangan Perilaku dan Psikomotor: penerapan program intervensi
logopedik, stimulasi dini dan pendidikan khusus. Penggunaan adaptasi seperti
bahasa isyarat atau teknik komunikasi alternatif lainnya. Penggunaan
pendekatan kognitif-perilaku dalam kasus gangguan perilaku.
c) Kelainan dan malformasi muskuloskeletal: yang paling umum dalam
menggunakan metode korektif atau pendekatan bedah, meskipun tidak ada
data yang menunjukkan efektivitasnya.
d) Kelainan dan malformasi kraniofasial: Pendekatan dasar berfokus pada
koreksi bedah, terutama anomali maksilaris dan oral.
E. Apert Syndrome

a. Pengertian
Apert syndrome adalah kelainan bawaan yang ditandai oleh
kepala yang menonjol, jari tangan dan kaki berselaput. Kelainan pada
mulut berupa celah pada langit-langit atau uvula, mandibular yang
menonjol (prognathic mandible ), dan hipoplasia maksilaris,
mengakibatkan tidak bisanya rahang menutup dengan sempurna. Apert
sindrom adalah bentuk acrocephalosyndactyly, suatu kelainan bawaan
ditandai oleh kelainan bentuk tengkorak, wajah, tangan dan kaki.
Kelaian ini diklasifikasikan sebagai branchial arch syndrome, branchial
arch pertama (pharyngeal), pembentuk maxilla dan mandibular.
Terganggunya perkembanga branchial arch pada janin akan
menyebabkan kelainan yang menetap dan berdampak luas.

b. Penyebab
Pada tahun 1995, AOM Wilkie Menerbitkan kertas yang
menunjukkan bukti bahwa acrocephalosyndactyly disebabkan oleh
cacat pada faktor pertumbuhan fibroblast gen reseptor 2, pada
kromosom 10 8. Lebih dari 98% kasus dengan sindrom Apert
disebabkan oleh mutasi substitusi missense tertentu, melibatkan asam
amino yang berdekatan (yaitu, Ser252Trp, Ser252Phe, Pro253Arg) di
penghubung antara kedua dan ketiga munoglobulin ekstra seluler
domain FGFR2 , yang memetakan ke kromosom band 10q26.
Kasus-kasus yang tersisa adalah karena Mutasi penyisipan alu-
elemen di atau dekat ekson dari FGFR2 . Sebagian besar kasus
bersifat sporadis, menghasilkan dari mutasi baru dengan usia ayah.
Insiden mutasi FGFR2 meningkat secara eksponensial dengan usia
ayah, mungkin karena peningkatan frekuensi mutasi ini dan
keuntungan selektif dalam jantan baris 9, 10 .
Kebanyakan mutasi baru, diperkirakan 1 per 65.000 kelahiran
hidup, menyiratkan itu tingkat transversion garis kuman pada 2 posisi
ini saat ini yang paling dikenal di manusia genom. Kelangkaan kasus-
kasus keluarga bisa terjadi dijelaskan dengan mengurangi kebugaran
genetic individu karena malformasi yang parah dan kehadiran
keterbelakangan mental dalam banyak hal kasus.

c. Tanda dan Gejala


1) Kepala yang Panjang dengan dahi yang tinggi
2) Sering terjadi infeksi telinga
3) Kedua sisi samping kepala lebar
4) Gangguan pendengaran
5) Bagian wajah terlihat cekung
6) Bintik lembut besar atau akhir penutupan pada tengkorak bayi
7) Kemungkinan, perkembangan intelektual yang lambat (bervariasi
dari orang ke orang)
8) Mata menonjol dan besar dengan kelopak mata yang seringkali
sulit menutup
9) Kelainan skeletal (ekstremitas)
10) Gangguan pernapasan yang terjadi saat tidur
11) Susunan gigi yang rapat karena rahang tidak berkembang sempurna
12) Tangan pada apert sindrom selalu menunjukan empat ciri umum :
a) Jempol pendek dengan menyimpang radial
b) Kompleks syndatyly dari indeks, panjang dan jari manis
c) Symbrachiphalangsim
d) Sederhana syndatyly dari ruang web keempat
Berdasarkan ruang web pertama ini, kita dapat
membedakan tiga jenis handdeformation yang berbeda:
 Tipe I “sekop tangan” jenis deformasi yang paling umum dan
paling parah. Jempol menunjukan penyimpangan radial dan
secara klinis, namun terpisah dari jari telunjuk.
 Tipe II “sendok” atau “sarung tangan” adalah anomaly yang
lebih serius karena ibu jari menyatu dengan jari telunjuk
dengan sindrom lengkap atau tidak lengkap
 Tipe III “kuku” atau “mawar” ini adalah bentuk deformatis
tangan yang paling umum namun juga yang paling parah. Ada
perpaduan osseus atau cartilaginous yang solid dari semua digit
dengan satu kuku panjang dan konjugat.

d. Pengobatan Apert Syndrome


Sampai saat ini belum ada cara mengobati sindrom apert yang bisa
dilakukan. Namun prosedur operasi dapat membantu dalam
memperbaiki hubungan antar tulang yang abnorormal. Pembedahan
bagi bayi dengan sindrom apert terdiri dari beberapa tahap berikut:
a) Operasi pertama
Dokter bedah akan memisahkan tulang tengkorak yang menyatu
dan mengaturnya. Prosedur ini biasanya dilakukan saat bayi
berusia 6 hingga 8 bulan.
b) Operasi kedua
Tujuan operasi ini adalah mengembalikan posisi rahang dan pipi ke
posisi normal. Prosedur ini dapat dilakukan saat anak telah berusia
4 hingga 12 tahun
c) Operasi ketiga
Operasi ini dilakukan pada tulang tengkorak di antara mata.
Tujuannya adalah mengembalikan posisi rongga mata ke posisi
semestinya.
Anak dengan sindrom apert membutuhkan pengawasan dan control
medis secara rutin seumur hidup. Dokter akan memeriksa
kemungkinan komplikasi dan menyarankan penanganan yang
paling tepat untuk mengatasi komplikasi tersebut.

e. Diagnosa Apert Syndrome


Dokter dapat mencurigai seorang bayi menderita sindrom apert
sejak lahir karena bentuk wajahnya yang khas. Dokter kemudian akan
melakukan pemeriksaan pada kepala, wajah, tangan, kaki, dan melihat
ada tidaknya abnormalitas pada tulang.
Dokter juga bisa melakukan rontgen atau CT Scan kepala untuk
memutuskan penyebab gangguan pada tulang tersebut. Selain itu, tes
genetic pun dapat dilakukan guna menentukan diagnosis apert
f. Komplikasi Apert Syndrome
Akibat pertumbuhan tulang tengkorak yang teganggu pada pegidap
sindrom apert, komplikasi di bawah ini bisa terjadi :
1) Gangguan pada perkembangan intelektual
2) Obstructive sleep apnea
3) Infeksi telinga atau sinus
4) Gangguan pada pendengaran
5) Susunan gigi yang rapat karena rahang tidak berkembang
sempurna

g. Pencegahan
Karena penyebabnya adalah mutase genetic yang dapat
dipengaruhi keturununan maupun tidak, belum tersedia cara mencegah
sindrom apert yang spesifik. Untuk bejaga-jaga, pasangan dengan
Riwayat sindrom ini dalam keluarga dianjurkan untuk menjalani tes
dan konseling genetic sebelum memiliki keturunan.

F. Digeorge Syndrome

a. Pengertian
Digeorge Syndrome adalah kelainan kromosom yang menyebabkan
buruknya perkembangan beberapa sistem tubuh. Gejalanya sangat beragam,
bahkan di setiap anggota suatu keluarga. Sindrom ini dapat menyebabkan
cacat jantung, fungsi kekebalan sistem yang buruk, sumbing, dan rendahnya
kadar kalsium dalam darah. Tidak ada obatnya, tapi pengobatan biasanya
dapat mengatasi masalah kesehatan yang bersifat kritis.

b. Penyebab
Normalnya, seseorang mendapatkan 23 kromosom dari ayah dan 23
kromosom dari ibu dengan total kromosom 46. Pada penderita sindrom
DiGeorge, terjadi kelainan genetik di mana sebagian kecil komponen
kromosom 22 hilang, tepatnya pada lokasi yang disebut q11.2. Itulah
sebabnya, kondisi ini disebut juga sebagai sindrom delesi 22q11.2. Hilangnya
bagian kromosom ini bisa terjadi dalam sel sprema ayah, sel telur ibu, atau
ketika janin berkembang. Kelainan genetik ini berdampak pada hampir seluruh
sistem organ tubuh dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
Beberapa penderitanya bisa tumbuh hingga dewasa, tetapi ada pula
yang mengalami gangguan kesehatan parah hingga mengakibatkan kematian.
Untuk mendiagnosis sindrom DiGeorge secara pasti, dibutuhkan pemeriksaan
medis lengkap dari dokter. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik dan
penunjang, seperti foto Rontgen, tes darah, dan tes genetik.

c. Tanda dan Gejala


Gejala dari DiGeorge Syndrome sangat beragam sehingga tidak semua
orang memiliki gejala yang sama. Gejala tersebut antara lain:
1. Gangguan belajar dan perilaku, seperti keterlambatan berjalan atau
berbicara, ketidakmampuan belajar, attention deficit hyperactivity
disorder (ADHD), dan autisme.
2. Gangguan bicara dan pendengaran, seperti gangguan pendengaran
sementara, karena sering terkena infeksi telinga, keterlambatan untuk
mulai berbicara, dan memiliki suara “nasal-sounding” (seperti orang
pilek).
3. Kelainan mulut, seperti celah di bagian langit-langit atau bibir
(bibir sumbing), philtrum pendek, uvula bifida, dan kesulitan menelan
makanan sehingga terkadang makanan kembali melalui hidung.
4. Penyakit jantung bawaan.
5. Masalah hormone, karena kelenjar paratiroid kurang aktif
(hipoparatiroidisme) sehingga mudah gemetar (tremor) dan kejang.

Penampakan klinis lainnya, yaitu :

1. Mudah terinfeksi, antara lain infeksi pendengaran, sariawan, atau infeksi


dada.
2. Skoliosis, rheumatoid arthritis.
3. Perawakan pendek.
4. Gangguan kesehatan mental, seperti skizofrenia dan gangguan cemas.
5. Kelainan wajah :
i. Retrognathia (rahang bawah mundur) atau mikrognathia (rahang
bawah kecil)
ii. Pangkal hidung lebar
iii. Gigi kecil
iv. Malformasi telinga
v. Fisura palpebra kecil
vi. Hypertelorism
vii. Bibir downturned

d. Diagnosis Digiorge Syndrome


Diagnosis dari Digiorge Syndrome umumnya dilakukan dengan
pengecekkan darah neonatus untuk skrining kelainan genetik.
1. Pemeriksaan genetic
2. Pengecekkan complete blood cells (CBC)
3. Pemeriksaan serum kalsium dan hormon paratiroid (PTH), penderita DGS
umumnya memiliki kadar hormon paratiroid dan kalsiium yang rendah.
4. Evaluasi fungsi dan jumlah sel T
5. Pencitraan, antara lain radiografi, magnetic resonance
imaging (MRI), computed tomography (CT) scan, echocardiography,
dan magnetic resonance angiography (MRA) digunakan untuk mengecek
abnormalitas dari kelenjar timus dan sistem kardiovaskular.

e. Pengobatan Digiorge Syndrome


Saat ini belum ada pengobatan definitif untuk Digiorge Syndrome, tetapi
pengawasan agar kelainan tidak semakin parah harus selalu dilakukan.
Penanganan sejak dini juga dapat mengurangi kegagalan perkembangan.
Karena kelainan kromosom ini merupakan kelainan bawaan, yang dapat
ditangani adalah gejala yang timbul agar penderita Digiorge Syndrome tetap
dapat memiliki kualitas hidup yang baik.
1. Penanganan masalah jantung kongenital
a) Diagnosis dini sebelum lahir atau beberapa saat setelah lahir
b) Perawatan perioperatif khusus harus difokuskan pada pencegahan
hipokalsemia, depresi imunologis, ketidakstabilan vasomotor,
bronkospasme, dan perdarahan jalan nafas. Selain profilaksis
antimikroba standar, agen antijamur juga dapat dipertimbangkan.
c) Pemnatauan lesi katup residual dan obstruksi saluran keluar, fungsi
ventrikel, aritmia, gagal jantung, dilatasi akar aorta, dan endokarditis
bakteri harus dipantau.
d) Pemantauan risiko komplikasi dan mortalitas ibu dan janin dan
neonatal.
2. Penanganan kondisi autoimun
a) Transplantasi timus. Skrining neonates untuk mengidentifikasi bayi
tanpa sel T CD45RA yang akan memerlukan transplantasi timus atau
transplantasi sel T yang cocok.
b) Pemberian imunoglobulin pengganti
c) Pemberian antibiotik profilaksis
3. Penanganan pada gangguan palatum
Intervensi bedah untuk dapat bicara normal dan komunikasi efektif
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup.
Pencitraan velopharyngeal menggunakan nasoendoskopi atau multi-view
videoflouroscopy diperlukan untuk menentukan pola, gerakan dan tingkat
penutupan velopharyngeal sebelum membuat rencana bedah.
4. Penanganan sistem endokrin
Terapi hormon pertumbuhan dan hormon lainnya yang disebabkan oleh
disfungsi tiroid.
5. Penanganan sistem saraf pusat
Stimulasi perkembangan sejak dini (sejak lahir) untuk mencegah
keterlambatan perkembangan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian
terapi, baik farmakologis, seperti pemberian profilaksis, maupun non-
farmakologis, seperti stimulasi proaktif. Hal ini berbeda-beda ditentukan
dari kondisi pasien itu sendiri.

f. Komplikasi Digiorge Syndrome


Sebagian kecil kromosom 22 yang hilang akibat DiGeorge syndrome dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi pada tubuh penderitanya, misalnya:
1. Cacat jantung
DiGeorge syndrome sering kali menyebabkan cacat jantung karena
rendahnya pasokan darah yang kaya akan oksigen. Cacat jantung yang
dimaksud di sini ialah adanya lubang di antara ruang bawah jantung, hanya
ada satu pembuluh besar yang mengarah ke luar jantung, hingga Tetralogy
of Fallot (kombinasi dari empat struktur jantung yang abnormal).
2. Hipoparatiroidisme
Empat kelenjar paratiroid di leher mengatur kadar kalsium dan fosfor di
dalam tubuh. Keberadaan DiGeorge syndrome dapat menyebabkan
kelenjar paratiroid menjadi kecil dan memproduksi sedikit hormon
paratiroid. Hasilnya, kadar kalsium menjadi rendah dan kadar fosfor akan
meningkat di dalam darah.
3. Disfungsi kelenjar timus
Kelenjar timus yang terletak di bawah tulang dada menjadi tempat
bernaungnya sel T (sejenis sel darah putih) yang sudah matang.Sel T
dewasa dibutuhkan untuk melawan infeksi. Namun, anak-anak yang
menderita DiGeorge syndrome akan memiliki kelenjar timus yang kecil
atau bahkan hilang sepenuhnya. Kondisi ini akhirnya menyebabkan sang
anak sering mengalami infeksi.
4. Langit mulut sumbing
Langit mulut menjadi sumbing adalah komplikasi umum dari DiGeorge
syndrome. Kondisi ini dapat menyebabkan penderita DiGeorge
syndrome sulit menelan atau mengeluarkan suara saat bicara.
5. Perbedaan pada wajah
Beberapa bagian wajah penderita DiGeorge syndrome mungkin akan
terlihat berbeda, seperti telinga yang berukuran kecil, lebar bukaan mata
yang pendek (celah palpebral), wajah yang panjang, hingga hidung
membesar (bulat).

G. Joubert Syndrome

a) Pengertian
Joubert Syndrome adalah kelainan asal genetis yang ditandai dengan
penurunan tonus otot, masalah koordinasi, gerakan mata yang tidak normal, pola
pernapasan yang berubah, dan cacat intelektual (Joubert Syndrome Foundation,
2016). Semua perubahan ini disebabkan oleh transmisi genetik autosomal yang
akan menyebabkan kelainan penting di otak, pengurangan serebell vermis (Joubert
Syndrome Foundation, 2016), serta kelainan pada struktur batang otak.

b) Penyebab
perubahan genetik resesif terjadi ketika seseorang mewarisi gen abnormal
yang sama untuk sifat yang sama dari masing-masing orang tua. Jika seseorang
hanya menerima salinan gen yang terkait dengan patologi, itu akan menjadi
pembawa tetapi tidak akan menunjukkan gejala. Selain itu, setidaknya sepuluh
gen telah diidentifikasi sebagai salah satu kemungkinan penyebab sindrom
Joubert. Mutasi pada gen AH1 bertanggung jawab atas kondisi patologis ini pada
sekitar 11% keluarga yang terkena dampak. Pada orang yang memiliki perubahan
genetik ini, adalah umum untuk melihat perubahan dalam penglihatan karena
pengembangan distrofi retina.
Mutasi gen nphp1 itu adalah penyebab sekitar 1-2% dari kasus sindrom
Joubert. Pada individu yang menunjukkan perubahan genetik ini, perubahan ginjal
adalah umum. Di sisi lain, mutasi gen CEP290 adalah penyebab 4-10% kasus
sindrom Joubert.

c) Tanda dan Gejala


Sebagian besar tanda dan gejala sindrom Joubert muncul sangat awal pada
masa bayi dengan sebagian besar anak menunjukkan keterlambatan pencapaian
motorik kasar. Meskipun tanda dan gejala lain sangat bervariasi dari individu ke
individu, mereka umumnya termasuk dalam ciri keterlibatan otak kecil atau dalam
kasus ini, kekurangannya. Akibatnya, fitur yang paling umum termasuk ataxia
(kurangnya kontrol otot), hyperpnea (pola pernapasan abnormal), apnea tidur,
gerakan mata dan lidah yang tidak normal, dan hipotonia di usia dini. Malformasi
lain seperti secara polydactyly (jari tangan dan kaki ekstra), celah bibir atau
langit-langit, kelainan lidah, dan kejang mungkin juga terjadi. Keterlambatan
perkembangan, termasuk kognitif, selalu ada sampai tingkat tertentu. Bentuk yang
parah telah dicatat untuk dimasukkan hipoplasia korpus kalosum.
Mereka yang menderita sindrom ini sering menunjukkan fitur wajah tertentu
seperti dahi lebar, alis melengkung, ptosis (kelopak mata terkulai), hipertelorisme
(mata lebar spasi), telinga rendah dan mulut berbentuk segitiga. Selain itu,
penyakit ini dapat mencakup berbagai kelainan lain pada sistem organ lain seperti
distrofi retinal, penyakit ginjal, penyakit hati, kelainan bentuk tulang, dan masalah
endokrin (hormonal).

d) Diagnosis Joubert Syndrome


Gangguan ini ditandai dengan ketiadaan atau keterbelakangan cerebellar
vermis dan cacat batang otak (tanda gigi molar), keduanya dapat divisualisasikan
pada kepala melintang Pemindaian MRI. Bersama dengan tanda ini, diagnosis
didasarkan pada gejala fisik dan pengujian genetik untuk mutasi. Jika mutasi gen
telah diidentifikasi pada anggota keluarga, diagnosis prenatal atau karier dapat
dilakukan. Sindrom Joubert diketahui mempengaruhi 1 dari 80.000-100.000 bayi
baru lahir. Karena variasi gen yang dipengaruhi oleh kelainan ini, kemungkinan
besar tidak terdiagnosis. Biasanya ditemukan di Yahudi Ashkenazi, Prancis-
Kanada, dan Hutterite populasi etnis.
Sebagian besar kasus sindrom Joubert bersifat resesif autosom - dalam kasus
ini, kedua orang tua adalah karier atau terpengaruh. Joubert syndrome diwariskan
dalam pola resesif terkait-X, namun jarang. Dalam kasus ini, laki-laki lebih sering
terkena karena laki-laki yang terkena harus memiliki satu kromosom X yang
bermutasi, sedangkan perempuan yang terkena harus memiliki gen yang bermutasi
pada kedua kromosom X.

e) Pengobatan Joubert Syndrome


Perawatan untuk sindrom Joubert bersifat simptomatis dan suportif. Bayi
dengan pola pernapasan abnormal harus dipantau. Sindrom ini berhubungan
dengan perburukan progresif pada ginjal, hati dan mata dan karenanya
memerlukan pemantauan rutin. Penundaan dalam keterampilan motorik kasar,
keterampilan motorik halus, dan perkembangan bicara terlihat di hampir semua
individu dengan sindrom Joubert. Penundaan dapat terjadi karena tonus otot yang
rendah serta gangguan koordinasi motorik.
Beberapa anak juga diketahui memiliki gangguan penglihatan karena gerakan
mata yang tidak normal. Keterlambatan perkembangan biasanya diobati dengan
terapi fisik, terapi okupasi, dan intervensi terapi wicara. Kebanyakan anak yang
didiagnosis dengan sindrom Joubert mampu mencapai tonggak standar, meskipun
seringkali pada usia yang lebih tua.
H. Klinefelter Syndrome

a) Pengertian
Klinefelter Syndrome adalah kondisi dimana laki-laki memiliki salinan
kromosom X ekstra. Sebagai akibatnya kromosom pria yang seharusnya XY
menjadi menjadi XXY.Seseorang yang mengalami sindrom ini sering tidak
menyadari bahwa dirinya memiliki kromosom X berlebih. Kelebihan kromosom
ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang memerlukan
perawatan.Perbandingan laki-laki yang memiliki sindrom Klinefelter adalah 1
berbanding 660 pria. Karena itu, penyakit ini termasuk langka.

b) Penyebab
Penyebab sindrom Klinefelter adalah kesalahan acak pada kromosom, sehingga
membuat anak laki-laki memiliki kromosom ekstra. Namun sindrom ini bukan
merupakan penyakit keturunan.Sindrom Klinefelter juga bisa disebabkan
oleh adanya salinan ekstra pada kromosom X. Kromosom ini membawa
Salinan gen tambahan, yang mengganggu perkembangan testis, akibat
penderita hanya memiliki sedikit hormon testosteron.

c) Tanda dan Gejala


Gejala sindrom Klinefelter yang [ertama sering berupa keterlambatan
berbicara atau belajar. Misalnya, bayi dengan sindrom Klinefelter
mungkin berbicara lebih lambat dibandingkan dnegan bayi lain
seusianya.Sementara pada pria dewasa, gejala sindrom Klinefelter umum
meliputi:
a) Ukuran penis dan testis kecil.
b) Produksi sperma sedikit atau tidak ada.
c) Payudara yang membesar. Kondisi ini dikenal sebagai ginekomastia.
d) Pertumbuhan rambut yang sedikit di wajah, ketiak, dan area kemaluan.
e) Peningkatan tinggi badan.
f) Kaki panjang dengan tungkai pendek.
g) Kelemahan otot.
h) Kekurangan energi.
i) Gairah seks yang rendah.
j) Peningkatan lemak di perut.
k) Gangguan membaca, menulis, dan berkomunikasi.
l) Infertilitas atau ketidaksuburan.
m) Gangguan kecemasan dan depresi.
n) Gangguan metabolisme, seperti diabetes.

Pria yang hanya memiliki kromosom X ekstra di beberapa selnya,


akan mengalami gejala yang lebih ringan. Namun ada juga sejumlah kecil
pria penderita sindrom Klinefelter memiliki lebih dari satu kromosom X
ekstra dalam sel mereka. Semakin banyak kromosom X yang mereka
miliki, akan semakin parah gejalanya.Gejala sindrom Klinefelter yang
lebih berat bisa berupa :

a) Masalah utama dengan belajar dan berbicara.


b) Koordinasi gerakan tubuh yang buruk.
c) Fitur wajah yang unik.
d) Gangguan tulang.

d) Diagnosis Klinefelter Syndrome


Dokter akan menanyakan keluhan yang diderita oleh pasien dan
melakukan pemeriksaan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada buah
zakar, penis, dan payudara. Pada anak, dokter juga akan melakukan
pemeriksaan untuk menilai tumbuh kembangnya. Setelah itu, dokter akan
melakukan tes penunjang di bawah ini untuk mendiagnosis sindrom
Klinefelter:
a) Tes hormone
Sampel urine dan darah akan digunakan untuk mengecek kadar
hormon yang tidak normal.
b) Analisis kromosom
Analisis kromosom atau analisis kariotipe dapat digunakan untuk
memastikan bentuk dan jumlah kromosom pasien.

Jika orang dewasa datang dengan gangguan kesuburan, dokter akan


melakukan pemeriksaan untuk menilai jumlah dan kualitas sperma.
Jika sindrom Klinifelter dicurigai pada bayi yang masih dalam
kandungan atau jika ibu di usia lebih dari 35 tahun, dokter akan
melakukan skrining darah prenatal noninvasif yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan plasenta (amniocentesis) untuk deteksi dini sindrom
klinefelter.

e) Pengobatan Klinefelter Syndrome


Hingga saat ini, belum ditemukan metode atau obat khusus untuk
mengobati sindrom Klinefelter. Pengobatan bertujuan untuk meringankan
gejala sindrom Klinefelter sekaligus meningkatkan kualitas hidup
penderitanya. Ada beberapa metode yang dilakukan untuk mengatasi
keluhan akibat sindrom Klinefelter, di antaranya :
a) Terapi penggantian hormon testosteron, untuk membantu agar anak
laki-laki tumbuh secara normal saat pubertas, sekaligus mencegah
terjadinya kekurangan hormon testosteron (hipogonadisme)
b) Terapi fisik, untuk melatih anak yang menderita lemah otot
c) Terapi bicara, untuk membantu anak agar dapat berbicara
d) Terapi okupasional, untuk memperbaiki gangguan koordinasi
e) Terapi intracytoplasmic sperm injection (ICSI), untuk membantu
penderita sindrom Klinefelter memiliki anak
f) Operasi plastik, untuk mengangkat jaringan payudara berlebih

Selain itu diperlukan dukungan dari keluarga dan orang terdekat untuk
membantu mengatasi kesulitan bersosialisasi dan kesulitan belajar yang
dialami oleh penderita sindrom Klinifelter. Jika penderita mengalami
gangguan pada emosi, konsultasi dengan psikolog juga dapat dilakukan.

f) Komplikasi Klinefelter Syndrome


Kurangnya kadar testosteron di dalam tubuh akibat sindrom
Klinefelter dapat meningkatkan risiko terjadinya beberapa penyakit
berikut:
a) Gangguan mental, seperti cemas atau depresi
b) Gangguan emosi atau perilaku, seperti rendah diri atau impulsive
c) Infertilitas atau mandul
d) Disfungsi seksual
e) Osteoporosis
f) Kanker payudara
g) Penyakit paru-paru
h) Penyakit jantung atau pembuluh darah
i) Penyakit sindrom metabolik, termasuk diabetes tipe 2, hipertensi, dan
kolesterol tinggi
j) Penyakit autoimun, seperti lupus dan rheumatoid arthritis
k) Kerusakan gigi, seperti munculnya lubang pada gigi

g) Pencegahan Klinefelter Syndrome


Sindrom Klinefelter merupakan kondisi genetik yang terjadi secara
acak, sehingga kondisi ini tidak bisa dicegah. Untuk menurunkan risiko
terjadinya sindrom ini, Anda dan pasangan disarankan untuk melakukan
skrining dan konsultasi genetik sebelum pernikahan untuk mengetahui
kemungkinan risiko anak Anda kelak mengalami sindrom ini. Pada masa
kehamilan, ibu hamil juga perlu menjalani pemeriksaan rutin ke dokter.
Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mendeteksi gangguan atau kelainan
pada janin sejak dini. Berikut adalah jadwal kontrol kehamilan yang
dianjurkan:
a) Minggu ke-4 hingga ke-28: sebulan sekali
b) Minggu ke-28 hingga ke-36: 2 minggu sekali
c) Minggu ke-36 hingga ke-40: seminggu sekali

Ketika masuk masa puber, anak yang menderita sindrom Klinefelter dapat
segera menjalani terapi penggantian testosterone untuk mengurangi risiko
terjadinya komplikasi akibat kurangnya kadar hormon testosteron.

I. Pfeiffer Syndrome

a) Pengertian
Sindrom Pfeiffer adalah kondisi cacat lahir yang menyebabkan bentuk
kepala dan wajah bayi tampak tidak normal. Kondisi ini juga bisa
memengaruhi bentuk jari tangan dan kaki bayi. Sindrom Pfeiffer
merupakan kondisi langka yang hanya terjadi pada 1 diantara 100.000
bayi. Sindrom Pfeiffer terjadi ketika tulang-tulang tengkorak menyatu
sebelum waktunya, yakni sejak bayi masih berada di dalam kandungan.
Akibatnya, otak bayi tidak memiliki ruang yang cukup untuk tumbuh dan
berkembang.
Pada kondisi normal, seharusnya tulang-tulang tengkorak bayi bersifat
lunak agar otak memiliki kesempatan untuk berkembang. Setelah otak dan
kepala terbentuk sempurna, tulang-tulang tengkorak akan menyatu, yaitu
di sekitar usia 2 tahun.

b) Penyebab
Sindrom Pfeiffer disebabkan oleh mutasi pada 1 dari 2 gen yang
berperan dalam pembentukan tulang janin dalam kandungan. Kondisi ini
bisa terjadi karena faktor keturunan dari orangtua atau karena adanya
mutasi baru pada gen tersebut. Di samping itu, sebuah penelitian
menunjukkan bahwa sperma dari usia ayah yang sudah terlalu tua juga
bisa meningkatkan risiko terjadinya mutasi gen dan sindrom Pfeiffer pada
anaknya.

c) Tanda dan Gejala


Tanda-tanda bayi yang mengalami sindrom Pfeiffer berbeda-beda,
tergantung tingkat keparahan dan tipe sindrom Pfeiffer yang diderita.
Namun secara umum, tanda-tanda itu bisa dilihat dari anggota tubuhnya,
terutama dari struktur wajah dan kepala. Biasanya dokter bisa sudah
mendeteksi kemungkinan sindrom ini ketika bayi masih berada di dalam
kandungan melalui pemeriksaan USG, atau bisa juga melalui pemeriksaan
genetik. Secara umum, sindrom Pfeiffer dibagi menjadi tiga tipe, mulai
dari tipe pertama yang paling ringan, hingga tipe ketiga yang paling berat.
Untuk lebih detailnya, berikut penjelasan ketiga tipe sindrom Pfeiffer :
a) Tipe 1
Sindrom Pfeiffer tipe 1 tergolong tipe paling ringan yang hanya
berpengaruh pada kondisi fisik bayi dan tidak sampai mengganggu
fungsi otak. Beberapa tanda dari sindrom Pfeiffer tipe 1 meliputi:

 Letak mata kanan dan kiri tampak berjauhan (ocular


hypertelorism)
 Dahi tampak meninggi atau menonjol keluar
 Bagian belakang kepala rata (brachycephaly)
 Rahang atas tidak berkembang sempurna (hypoplastic maxilla)
 Rahang bawah menonjol
 Gangguan gigi atau gusi
 Jari kaki dan tangan lebih besar atau lebar
 Pendengaran terganggu

b) Tipe 2
Bayi didiagnosis mengalami sindrom Pfeiffer tipe 2 jika mengalami
gejala yang lebih parah dan membahayakan daripada gejala-gejala
sindrom Pfeiffer tipe 1. Beberapa tanda yang jelas dari sindrom
Pfeiffer tipe 2 meliputi:

 Wajah berbentuk seperti daun semanggi dengan bagian atas kecil


dan membesar di bagian rahang. Hal ini karena tulang-tulang
kepala dan wajah telah menyatu lebih cepat dari yang seharusnya
 Mata menonjol seperti akan keluar dari kelopak (eksoftalmus)
 Otak berhenti tumbuh atau tidak tumbuh sebagaimana mestinya
 Sulit bernapas dengan baik karena adanya gangguan tenggorokan,
mulut, atau hidung
 Terjadinya penumpukan cairan di rongga otak (hidrosefalus)
 Mengalami kelainan tulang yang berpengaruh pada sendi siku dan
lutut (ankylosis)

c) Tipe 3
Sindrom Pfeiffer tipe 3 merupakan kondisi yang paling parah dan
membahayakan nyawa. Kelainan tidak tampak pada tulang tengkorak,
namun terjadi pada organ tubuh. Beberapa tanda yang mungkin terjadi
pada sindrom Pfeiffer tipe 3 meliputi:

 Gangguan pada organ tubuh, seperti paru-paru, jantung, dan ginjal


 Gangguan kemampuan kognitif (berpikir) dan belajar

d) Pengobatan Pfeiffer Syndrome


Setelah bayi pengidap Pfeiffer syndrome berusia 3 bulan, dokter akan
merekomendasikan operasi untuk membentuk tulang tengkorak dan
menghilangkan tekanan pada otak.Dalam operasi ini, tengkorak akan
direkonstruksi ulang agar terbentuk lebih simetris, sehingga otak memiliki
ruang untuk tumbuh.Setelah proses penyembuhan operasi telah usai,
dokter juga akan menyarankan prosedur operasi untuk menangani gejala
Pfeiffer syndrome pada rahang, wajah, tangan, atau kaki. Hal ini dilakukan
agar sang anak dapat bernapas dan menggunakan kaki serta tangannya
dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai