Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES MAMAE
RUANG KENANGA RSUD SOEWONDO KENDAL

Disusun Oleh:
Nurul Febrian Bintari Putri
202102040032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abses Payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
kumpulan nanah yang terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari
infeksi bakteri. Kondisi ini menyebabkan payudara membengkak, merah, dan
nyeri bila disentuh. Pada beberapa kasus, orang-orang sdengan abses payudara
dapat menderita demam. Kondisi ini umumnya terjadi pada orang- orang yang
berusia antara 18 sampai dengan 50 tahun tetapi sangat jarang terjadi pada
wanita yang tidak menghasilkan air susu ibu (ASI). Oleh karena itu, wanita yang
menyusui memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya abses payudara.Ketika
ASI tidak dikeluarkan sepenuhnya sewaktu menyusui, sisa ASI terperangkap di
dalam salurannya dan menyebabkan terjadinya peradangan. Kondisi ini dikenal
sebagai mastitis. Peradangan akan meningkatkan resiko infeksi bakteri
selanjutnya pada saluran tersebut.
Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara yang
pecah. Ketika bakteri memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan tubuh akan
berusaha untuk melawan bakteri-bakteri tersebut dengan mengirim sel- sel darah
putih ke tempat terjadinya infeksi. Pada proses pembunuhan bakteri- bakteri ini,
beberapa jaringan dapat mengalami kerusakan, membentuk suatu kantung kecil
yang akan diisi oleh nanah (campuran dari jaringan mati, bakteri dan sel-sel
darah putih), membentuk abses payudara. Untungnya, abses payudara dapat
dihilangkan melalui drainase abses dan pemakaian antibiotik
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien abses mamae
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian penyakit abses mamae
b. Untuk mengetahui etiologi penyakit abses mamae
c. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathways penyakit abses mamae
d. Untuk mengetahui gambaran klinik penyakit abses mamae
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dan diagnostic penyakit abses
mamae
f. Untuk mengetahui komplikasi penyakit abses mamae
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan medic penyakit abses mamae
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit abses mamae
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke
bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala
berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran
dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang
dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison, 2003). Abses (misalnya bisul)
biasanya merupakan titik “mata”, yang kemudian pecah; rongga abses kolaps
dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan jaringan parut yang kecil.
(Underwood, 2000).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah suatu
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda
asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang
merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang
sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.
B. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses
melalui beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus.
C. Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan
dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan
tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah
menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas. Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka
infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai
bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih
karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum
menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling sering,
abses akan menimbulkan nyeri tekan dengan massa yang berwarna merah,
hangat pada permukaan abses, dan lembut.
• Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses sehingga
Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan
terbuka (pecah).
• Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi dapat
menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.
• Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin
mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih
menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Lab darah
Pada peradangan dalam taraf permulaan ibu hanya merasa nyeri setempat,
suhu sedikit meningkat, dan pemeriksaan darah menunjukan ke arah
radang (Mitayani, 2009).
2. Kultur kuman
Untuk memastikan diagnosisnya perlu dilakukan aspirasi nanah,
differensial diagnosis galactoele, fibroadenoma, dan carcinoma. (Purwo
astuti dan Walyani, 2015).
3. Mammografi
Mammografi merupakan suatu pemeriksaan X-Ray khusus untuk menilai
jaringan payudara seseorang, proses pemeriksaan payudara menggunakan
sinar-X dosis rendah (umumnya berkisar 0,7mSv). Mammografi
digunakan untuk melihat beberapa tipe tumor dan kista.
4. USG payudara
Abses dapat didiagnosa secara ultrasound, yang terlihat sebagai sebuah
kantong berisi cairan.
F. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan
sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif
(gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat
kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi
yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang
vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan
penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh
ditangani dengan intervensi bedah dan debridement. Suatu abses harus diamati
dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, terutama apabila disebabkan
oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil
absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila
abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah
yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang
senantiasa diproduksi bakteri. Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya
pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan
sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat
dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering
digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten
Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut
menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas,
digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan
yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke
dalam abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam
pH yang rendah.
H. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien (Nursalam, 2001, hal.17).
Menurut Smeltzer & Bare (2001), Pada pengkajian keperawatan,
khususnya sistem integumen, kulit bisa memberikan sejumlah informasi
mengenai status kesehatan seseorang dan merupakan subjek untuk
menderita lesi atau terlepas. Pada pemeriksaan fisik dari ujung rambut
sampai ujung kaki, kulit merupakan hal yang menjelaskan pada seluruh
pemeriksaan bila bagian tubuh yang spesisifik diperiksa. Pemeriksaan
spesifik mencakup warna, turgor, suhu, kelembaban, dan lesi atau parut.
Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a) Riwayat Kesehatan
Hal-hal yang perlu dikaji di antaranya adalah :
1) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali,
sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan.
2) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril
atau terkena peluru.
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak
bisa dikeluarkan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
1) Luka terbuka atau tertutup
2) Organ / jaringan terinfeksi
3) Massa eksudat dengan bermata
4) Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
5) Abses superficial dengan ukuran bervariasi
6) Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.
c) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
1) Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah
sel darah putih.
2) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
2. Diagnosa Keperawatan
Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah memperoleh data
melalui pengkajian adalah merumuskan diagnosa. Menurut Herdman
(2007), diagnosa keperawatan untuk abses adalah :
a) Pre operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
b) Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan.
3. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan dengan menetapkan tujuan,
kriteria hasil, dan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan :
a) Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri
teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan
aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80 mmHg,
Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
keadaan umum klien
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi 2) Sebagai data dasar mengetahui
nyeri. seberapa hebat nyeri yang
dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi
selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan
ketidaknyamanan. nyeri yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien dengan non
5) Kolaborasikan obat analgetik farmakologis
sesuai indikasi. 5) Mempercepat penyembuhan
terhadap nyeri

2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan proses


peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
Hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 370C).
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu 1) Untuk data awal dan memudahkan
tubuh klien. intervensi
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
minum, minimal 8 gelas / hari. penguapan tubuh dari demam
3) Lakukan kompres hangat. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh
darah sehingga mempercepat
hilangnya demam.
4) Kolaborasi dalam pemberian 4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik
b) Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri
teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan
aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80 mmHg,
Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
keadaan umum klien
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi 2) Sebagai data dasar mengetahui
nyeri. seberapa hebat nyeri yang
dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi
selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan
ketidaknyamanan. nyeri yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien dengan non
5) Kolaborasikan obat analgetik farmakologis
sesuai indikasi. 5) Mempercepat penyembuhan
terhadap nyeri

b. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari pelaksanaan yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. ( Nursalam, 2001. Hal. 63).
Pelaksanaan Keperawatan untuk abses adalah Drainase abses
dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah
yang lebih lunak, Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin
atau dicloxacillin sering digunakan, kompres hangat bisa membantu
mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan dan
pembengkakan.
c. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil (Nursalam, 2001).
Evaluasi Keperawatan pada klien dengan abses adalah :
a) Klien melaporkan rasa nyeri berkurang
b) Rasa nyaman klien terpenuhi
c) Daerah abses tidak terdapat pus
d) Tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi (pembengkakan,
demam,kemerahan)
e) Tidak terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alasiry E. 2009. Mastitis : pencegahan dan penanganan. Diunduh dari:
http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201252114142.
Benson RC, Martin L. 2008. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi 9. Editor :
Primarianti S, Resmisari T. Jakarta: EGC.
Grace PA, Borley NR. 2006. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Editor: Safitri A.
Jakarta : Erlangga.
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
ke-6. Volume 2. Jakarta : EGC.
Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika
Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. 2010. Buku ajar ilmu
bedah Sjamsuhidajat-de jong. Ed.3. Jakarta : EGC.
Suherni. 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai