LP Asma (Ana Khaitul Sulistiani)
LP Asma (Ana Khaitul Sulistiani)
Disusun Oleh:
ANA KHAITUL SULISTIANI
NIM. 202102040075
2. Etiologi
a. Usia
Usia dewasa akan terjadi perubahan hormonal yang dapat
menyebabkan terjadinya asma. Hormon estrogen dapat
meningkatkan produksi kortikosteroid dengan mengikat globulin.
Hormon kortisol dan hormone progesteron akan berkompetisi
untuk berikatan dengan globulin, hormon progesterone dan
hormone estrogen akan mempengaruhi penurunan pada hormon
kortisol. Hal ini mengakibatkan penyempitan pada bronkus
sehingga dapat terjadi serangan asma (Kartikasari, Jenie, dan
Primanda 2018).
b. Kelebihan berat badan atau Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya penyakit asma. Obesitas dapat mempengaruhi
pengaturan hormon perempuan yang mengakibatkan proses
pubertas, dan peningkatan hormone estrogen dapat menyebabkan
terjadi atopi (Kartikasari, Jenie, dan Primanda 2019).
c. Jenis kelamin
Pada saat usia dewasa perempuan cenderung lebih berisiko
mengalami asma dibandingkan dengan laki-laki, pada saat dewasa
ukuran paru-paru pada laki-laki lebih besar dibandingkan dengan
perempuan. Sedangkan pada masa anak-anak, asma lebih berisiko
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, karena
ukuran paru-paru pada laki-laki ketika lahir lebih kecil dibanding
dengan perempuan (Kartikasari et al. 2018)
d. Riwayat keluarga
Orang tua yang menderita penyakit asma yaitu faktor yang
sangat kuat terhadap kejadian asma. Ada juga yang menyebutkan
bahwa banyak gen yang terlibat pada proses pathogenesis asma
serta kromosom memiliki potensi yang dapat menyebabkan
terjadinya penyakit asma (Kartikasari et al. 2018).
e. Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Penderita asma akan mengalami pengempisan pada rongga
dada sehingga volume paru tidak menguncup maksimal.
Penderita asma dapat mengalami hiperventilasi yang dapat
menyebabkan kadar CO₂ rendah sehingga dapat menyebabkan
oksigenasi semakin berkurang. Pada penderita asma dapat
terjadi keterbatasan aliran udara yang keluar dari paru-paru,
penyebab tersebut dapat berhubungan dengan struktur saluran
pernapasan yang dapat berubah dalam waktu lama dan inflamasi
yang berat sehingga mengakibatkan terjadinya obstruksi yang
persisten (Kartikasari et al. 2018)
3. Klasifikasi Asma
Menurut (Wijaya & Putri, 2017) asma dapat diklarifikasikan menjadi:
a. Asma Ekstrinsik (Alergi)
Asma yang ditimbulkan akibat pemaparan alergen, yang sudah
diketahui masanya semenjak anak-anak seperti alergi terhadap
protein, serbuk sari, bulu halus, debu dan binatang.
b. Asma Instrinsik (Idopatik)
Asma yang belum jelas faktor pencetusnya, tetapi adanya
didapatkan faktor non spesifik seperti: flu, latihan fisik dan emosi
yang sering memicu serangan asma.
c. Asma Campuran
Asma yang terjadi karena komponen ekstrinsik dan instrinsik.
4. Derajat Asma
Menurut (Wijaya & Putri, 2017) dijelaskan bahwa klarifikasi
derajat asma sebagai berikut:
Tabel 1
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma memiliki tujuan menghilangkan gejala asma dan
meningkatkan kualitas hidup penderita, asma dibagi menjadi dua
antara lain:
a. Terapi Farmakologis
Menurut (Murwani, 2011) Obat-obatan yang digunakan
antara lain : obat anti inflamasi (Kortikosteroid) dan Anti inflamasi
lainnya). Obat farmakologis lainnya meliputi Beta bronkodilator
(Beta-adrenergik agonis, Metilsantin, aminofilin,adrenalin,
epedrin).
Selain obat diatas Antikolinergik, bronkodilator atau
kortikosteroid dapat diberikan antihistamin (chortimeton / CTM,
antisitin), oksigen bila perlu, dan antibiotika bila diperlukan.
b. Terapi Non Farmakologis
Menurut ( Murwani, 2011) didalam terapi non farmakologis
perlunya dilakukan perawatan untuk asma; usaha menjaga
kesehatan berupa makan-makanan yang bernilai gizi yang baik,
istirahat dan menjaga ketenangan, mengatur agar ruangan bersih
dari debu, minum banyak (seperti hindari minum es), minum
hangat untuk mengencerkan dahak jika mengalami batuk berdahak
bisa dilakukan fisoterapi dada, rekreasi untuk mengontrol emosi
dan olahraga yang sesuai dan latihan pernapasan.
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wijaya & Putri, 2017) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan diantaranya :
a. Pemeriksaan sinar X (Ro. Thorax)
Terlihat adanya hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar.
b. Tes Fungsi Paru
Menentukan penyebab dyspnea, volume residu meningkat, FEV1/
FVC : rasio
10. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan. • Kaji riwayat pekerjaan pasien.
b. Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas,
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan ,aktivitas sehari-hari, tidur dalam posisi duduk tinggi.
c. Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang
ditempat tidur, Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya:
meninggikan bahu, melebarkan hidung, Adanya bunyi napas
mengi, Adanya batuk berulang.
d. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah, adanya peningkatan frekuensi
jantung, warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/
sianosis, kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
e. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. •
Penurunan berat badan karena anoreksia.
f. Hubungan social
Keterbatasan mobilitas fisik, Susah bicara atau bicara terbata-bata,
Adanya ketergantungan pada orang lain
Brunner & Suddart, ed. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. edisi 12. jakarta:
buku kedokteran EGC.
Deni Yasmara, Nursiswati, Rosyidah Arafat, ed. 2017. Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal-Bedah. bhety ange. jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC.
Futriani, Elfira Sri. 2018. “RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE OF DISEASES
ASMA WITH HEALTH CASE.” (3):114–21.
Hidayati, Putri. 2015. “Hubungan Antara Pengetahaun Tentang Pencegahan Asma
Dengan Kejadian Kekambuhan Pada Penderita Asma Di Wilayah Kerja
Puskesmas Ngoresan Surakarta.” 151:10–17.
doi:10.1145/3132847.3132886.
Kartikasari, Dian, dan Nuniek Nizmah Fajriyah. 2019. “Edukasi Latihan
Pernapasan Diafragma Pada Pasien Asma Di Poli Paru Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.” 1050–53.
Kartikasari, Dian, Ikhlas Muhammad Jenie, dan Yanuar Primanda. 2018.
“Gambaran Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pasien Asma Ringan-Sedang Di
Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta.” Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK)
XI(I):331–37.
Kartikasari, Dian, Ikhlas Muhammad Jenie, dan Yanuar Primanda. 2019. “Latihan
Pernapasan Diafragma Meningkatkan Arus Puncak Ekspirasi (APE) Dan
Menurunkan Frekuensi Kekambuhan Pasien Asma.” Jurnal Keperawatan
Indonesia 22(1):53–64. doi: 10.7454/jki.v22i1.691.