Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM


PERNAPASAN: ASMA

Disusun Oleh:
ANA KHAITUL SULISTIANI
NIM. 202102040075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
202
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma bronkial adalah penyakit radang kronis atau radang saluran
pernapasan, yang melibatkan berbagai sel inflamasi, seperti eosinofil,
sel mast, dan leukosit. Peradangan kronis dikaitkan dengan
hiperreaksi saluran napas. Menurut data dari Global Asma Initiative
for (GINA 2020) peristiwa asma dari bermacam negeri dikatakan 1-
18% serta diperkirakan 300 juta orang di segala dunia mengidap asma.
Menurut World Health Organization (WHO, 2016) prevalensi asma
saat ini 235 juta orang di dunia menderita asma. Di negara
berkembang, penyakit ini kurang terdiagnosis dan angka kematiannya
melebihi 80%. Di Amerika Serikat, menurut data tahun 2016 dari
National Center for Health Statistics (NCHS), prevalensi asma
berdasarkan usia sebesar 7,4% pada dewasa dan pada anak-anak
8,6%, berdasarkan jenis kelamin 6,3% pada laki-laki dan 9,0% pada
perempuan, dan berdasarkan ras adalah ras kulit putih sebesar 7,6%,
dan ras kulit hitam 9,9%.Indonesia menempati urutan ke-19 di dunia
penyebab kematian akibat asma dan menyumbang 1 dari 12 kematian
asma penyakit tidak menular. penyakit asma masuk dalam 10 besar
pemicu kesakitan serta kematian di Indonesia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang asma dan dapat mengerti
cara penanganan asma.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui tentang penyakit asma
b. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab asma
c. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala asma
d. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologis asma
e. Mengetahui pencegahan asma
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Menurut Nurarif & Kusuma, (2016) Asma merupakan suatu
keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan; penyempitan ini bersifat berulang namun reversibel.
Menurut Brunner & suddart, (2016) Asma merupakan adanya
peradangan kronik pada jalan napas dengan karakteristik adanya
hiperresponsivitas, edema mukosa, dan produksi mukus.

2. Etiologi
a. Usia
Usia dewasa akan terjadi perubahan hormonal yang dapat
menyebabkan terjadinya asma. Hormon estrogen dapat
meningkatkan produksi kortikosteroid dengan mengikat globulin.
Hormon kortisol dan hormone progesteron akan berkompetisi
untuk berikatan dengan globulin, hormon progesterone dan
hormone estrogen akan mempengaruhi penurunan pada hormon
kortisol. Hal ini mengakibatkan penyempitan pada bronkus
sehingga dapat terjadi serangan asma (Kartikasari, Jenie, dan
Primanda 2018).
b. Kelebihan berat badan atau Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya penyakit asma. Obesitas dapat mempengaruhi
pengaturan hormon perempuan yang mengakibatkan proses
pubertas, dan peningkatan hormone estrogen dapat menyebabkan
terjadi atopi (Kartikasari, Jenie, dan Primanda 2019).
c. Jenis kelamin
Pada saat usia dewasa perempuan cenderung lebih berisiko
mengalami asma dibandingkan dengan laki-laki, pada saat dewasa
ukuran paru-paru pada laki-laki lebih besar dibandingkan dengan
perempuan. Sedangkan pada masa anak-anak, asma lebih berisiko
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, karena
ukuran paru-paru pada laki-laki ketika lahir lebih kecil dibanding
dengan perempuan (Kartikasari et al. 2018)
d. Riwayat keluarga
Orang tua yang menderita penyakit asma yaitu faktor yang
sangat kuat terhadap kejadian asma. Ada juga yang menyebutkan
bahwa banyak gen yang terlibat pada proses pathogenesis asma
serta kromosom memiliki potensi yang dapat menyebabkan
terjadinya penyakit asma (Kartikasari et al. 2018).
e. Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Penderita asma akan mengalami pengempisan pada rongga
dada sehingga volume paru tidak menguncup maksimal.
Penderita asma dapat mengalami hiperventilasi yang dapat
menyebabkan kadar CO₂ rendah sehingga dapat menyebabkan
oksigenasi semakin berkurang. Pada penderita asma dapat
terjadi keterbatasan aliran udara yang keluar dari paru-paru,
penyebab tersebut dapat berhubungan dengan struktur saluran
pernapasan yang dapat berubah dalam waktu lama dan inflamasi
yang berat sehingga mengakibatkan terjadinya obstruksi yang
persisten (Kartikasari et al. 2018)
3. Klasifikasi Asma
Menurut (Wijaya & Putri, 2017) asma dapat diklarifikasikan menjadi:
a. Asma Ekstrinsik (Alergi)
Asma yang ditimbulkan akibat pemaparan alergen, yang sudah
diketahui masanya semenjak anak-anak seperti alergi terhadap
protein, serbuk sari, bulu halus, debu dan binatang.
b. Asma Instrinsik (Idopatik)
Asma yang belum jelas faktor pencetusnya, tetapi adanya
didapatkan faktor non spesifik seperti: flu, latihan fisik dan emosi
yang sering memicu serangan asma.
c. Asma Campuran
Asma yang terjadi karena komponen ekstrinsik dan instrinsik.
4. Derajat Asma
Menurut (Wijaya & Putri, 2017) dijelaskan bahwa klarifikasi
derajat asma sebagai berikut:

Tabel 1

Klarifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gambaran

Klinis Secara Umum

Derajat asma Gejala Gejala Malam Faal Paru


(1) (2) (3) (4)

Intermitten Bulanan APE ≥ 80%


Gejala <1x/minggu ≤ 2 kali sebulan VEP1 ≥ 80% nilai
Gejala ekserbasi singkat prediksi APE ≥
(mulai darri beberapa 80% nilai terbaik
jam hingga beberapa Variabiliti APE
hari) <20%
Persisten Mingguan APE > 80%
ringan
- gejala >1 x/minggu, >2 kali sebulan - VEP1 ≥ 80%
tetapi <1x/hari nilai prediksi APE
- serangan dapat ≥ 80% nilai
mengganggu aktivitas terbaik
dan tidur - Variabiliti APE
20-30%
Persisten Harian APE 60-80%
sedang
Gejala setiap hari >1 kali VEP1 60-80%
Serangan mengganggu seminggu nilai prediksi APE
aktivitas dan tidur 60-80% nilai
Membutuhkan terbaik
bronkodilator Variabiliti
APE>30%
Persisten Kontinyu APE 60 ≤ %
Berat
Gejala terus menerus Sering VEP1 ≤ 60% nilai
Sering kambuh prediksi APE ≤
Aktivitas fisik terbatas 60% nilai terbaik
Variabiliti APE
>30%

APE = Arus puncak ekspirasi, VEP1 = volume ekspirasi paksa detik


pertama.
5. Tanda dan Gejala Asma
Menurut (Wijaya & Putri, 2017) tanda gejala yang sering muncul pada
penderita asma yaitu;
a. Batuk dengan atau tanpa disertai produksi mukus, dispnea, dan
bunyi mengi saat inspirasi dan ekspirasi terdengar jelas.
b. Serangan asma terjadi pada malam atau pagi hari.
c. Sesak napas, nyeri dada, sianosis akibat hipoksia berat dan gelisah.
d. Gejala tambahan diaforesis, takikardi dan pelebaran tekanan nadi.
e. Eksema, ruam dan edema temporer.
6. Patofisiologis
Menurut (Yasmara dkk, 2017). Faktor pencetus penyakit asma
dapat dipapar oleh faktor alergen, infeksi saluran, tekanan jiwa,
olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, obat-obatan, polusi udara
dan lingkungan kerja. Faktor tersebut menyebabkan adanya edema
mukosa dan dinding bronkus sehingga adanya hipereaktivitas bronkus
dan hipersekresi.
Edema mukosa dan dinding bronkus mengalami peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan sehingga dapat menyebabkan adanya
penggunaan pada otot bantu pernapasan. dari peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan dalam penggunaan otot bantu pernapasan akan
terjadi keluhan sistemik, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise,
kelemahan, keletihan fisik, dan dapat menimbulkan tanda gejala pada
psikisosial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis, pada
penggunaan otot bantu pernapasan akan mengalami gangguan pada
ketidakefektifan bersihan jalan napas, pada gejala yang timbul akan
mengalami perubahan pada pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan,
gangguan ADL (Activity of Daily Living) kecemasan, ketidaktahuan
pemenuhan informasi.
Adanya edema pada mukosa akan menimbulkan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia secara reversibel pada penderita asma akan
mengalami gangguan pada pertukaran gas yang akan mengakibatkan
terjadinya resiko tinggi ketidakefektifan pola napas dan status
asmatikus yang akan menimbulkan gagal napas sehingga juga dapat
menyebabkan kematian.
7. Pathways

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma memiliki tujuan menghilangkan gejala asma dan
meningkatkan kualitas hidup penderita, asma dibagi menjadi dua
antara lain:
a. Terapi Farmakologis
Menurut (Murwani, 2011) Obat-obatan yang digunakan
antara lain : obat anti inflamasi (Kortikosteroid) dan Anti inflamasi
lainnya). Obat farmakologis lainnya meliputi Beta bronkodilator
(Beta-adrenergik agonis, Metilsantin, aminofilin,adrenalin,
epedrin).
Selain obat diatas Antikolinergik, bronkodilator atau
kortikosteroid dapat diberikan antihistamin (chortimeton / CTM,
antisitin), oksigen bila perlu, dan antibiotika bila diperlukan.
b. Terapi Non Farmakologis
Menurut ( Murwani, 2011) didalam terapi non farmakologis
perlunya dilakukan perawatan untuk asma; usaha menjaga
kesehatan berupa makan-makanan yang bernilai gizi yang baik,
istirahat dan menjaga ketenangan, mengatur agar ruangan bersih
dari debu, minum banyak (seperti hindari minum es), minum
hangat untuk mengencerkan dahak jika mengalami batuk berdahak
bisa dilakukan fisoterapi dada, rekreasi untuk mengontrol emosi
dan olahraga yang sesuai dan latihan pernapasan.
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wijaya & Putri, 2017) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan diantaranya :
a. Pemeriksaan sinar X (Ro. Thorax)
Terlihat adanya hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar.
b. Tes Fungsi Paru
Menentukan penyebab dyspnea, volume residu meningkat, FEV1/
FVC : rasio

10. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan. • Kaji riwayat pekerjaan pasien.
b. Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas,
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan ,aktivitas sehari-hari, tidur dalam posisi duduk tinggi.
c. Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang
ditempat tidur, Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya:
meninggikan bahu, melebarkan hidung, Adanya bunyi napas
mengi, Adanya batuk berulang.
d. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah, adanya peningkatan frekuensi
jantung, warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/
sianosis, kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
e. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. •
Penurunan berat badan karena anoreksia.
f. Hubungan social
Keterbatasan mobilitas fisik, Susah bicara atau bicara terbata-bata,
Adanya ketergantungan pada orang lain

11. Diagnose Keperawatan Yang Muncul


a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi mukus
b. Gangguan pertukaran gas b/d retensi karbon dioksida
c. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os
mengatakan badan lemah

12. Intervensi Keperawatan


a. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus
yang ditandai os batuk dan dahak sulit keluar, sputum warna putih
kental,os gelisah
Tujuan : Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x 24 jam jalan
nafas pasien efektif.
Intervensi :
- Bunyi jalan nafas bersih/jelas
- Pasien bisa batuk efektif dan mengeluarkan sekret - Auskultasi
bunyi nafas ,catat adanya bunyi mengi, ronkhi
- Pantau frekuensi pernafasan.catat rasio inspirasi/ expirasi
- Beri posisi nyaman, misal:peninggian kepala tempat tidur,duduk
pada sandaran tempat tidur
- Beri pasien 6-8 gelas /hari kecuali ada indikasi lain
- Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernafasan
diafragma dan batuk
- Beri bronkodilator sesuai therapi -Mengetahui luasnya obstruksi
oleh mucus
b. Gangguan pertukaran gas b/d retensi karbon dioksida yang ditandai
dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu
pernafasan,RR > 20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40
mmHg, os tampak sianosis
Tujuan : Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam
terjadi perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi :
- Monitor TTV
- Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan,catat penggunaan
otot bantu nafas,nafas bibir,ketidakmampuan bicara/ berbincang
- Atur pemberian oksigen
- Beri posisi duduk(fowler)
- Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai
kemampuan
- Menambah suplai O2 sehingga meningkatkan pertukaran gas
c. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os
mengatakan badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
Tujuan : Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam
pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Intervensi :
- Observasi vital sign
- Kaji tingkat cemas pasien(ringan ,sedang, berat,panik)
- Menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
- Menentukan periode istirahat pasien dan aktivitas yang
menimbulkan kelelahan pasien.
- Bisa menghilangkan cemas ,membantu pasien menggunakan
pikiran yang sehat kedepan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, Hardhi Kusuma. 2015. “Asuhan Keperawatan Pratiktis


Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai
Kasus.” jilid 1:47–58.
Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri, S. Kep., ed. 2017. KMB Keperawatan
Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Swann Mort. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Arita Murwani, ed. 2011. PERAWATAN PASIEN PENYAKIT DALAM. cetakan
pertama. Yogyakarta: gosyen publishing.
Astuti, Rita, dan Devi Darliana. 2018. “HUBUNGAN PENGETAHUAN
DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ASMA
BRONKHIAL The Reletionship Between Patients ’ Knowledge and Their
Effort to Prevent the Bronchial Asthma.” IX(1):9–15.

Brunner & Suddart, ed. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. edisi 12. jakarta:
buku kedokteran EGC.
Deni Yasmara, Nursiswati, Rosyidah Arafat, ed. 2017. Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal-Bedah. bhety ange. jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC.
Futriani, Elfira Sri. 2018. “RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE OF DISEASES
ASMA WITH HEALTH CASE.” (3):114–21.
Hidayati, Putri. 2015. “Hubungan Antara Pengetahaun Tentang Pencegahan Asma
Dengan Kejadian Kekambuhan Pada Penderita Asma Di Wilayah Kerja
Puskesmas Ngoresan Surakarta.” 151:10–17.
doi:10.1145/3132847.3132886.
Kartikasari, Dian, dan Nuniek Nizmah Fajriyah. 2019. “Edukasi Latihan
Pernapasan Diafragma Pada Pasien Asma Di Poli Paru Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.” 1050–53.
Kartikasari, Dian, Ikhlas Muhammad Jenie, dan Yanuar Primanda. 2018.
“Gambaran Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pasien Asma Ringan-Sedang Di
Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta.” Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK)
XI(I):331–37.
Kartikasari, Dian, Ikhlas Muhammad Jenie, dan Yanuar Primanda. 2019. “Latihan
Pernapasan Diafragma Meningkatkan Arus Puncak Ekspirasi (APE) Dan
Menurunkan Frekuensi Kekambuhan Pasien Asma.” Jurnal Keperawatan
Indonesia 22(1):53–64. doi: 10.7454/jki.v22i1.691.

Anda mungkin juga menyukai