Anda di halaman 1dari 6

Mengikuti Arus Kemajuan Teknologi:

Pengembangan Ekonomi Digital di Indonesia


Karolina Amelinda Pantouw
Universitas Gadjah Mada

Indonesia tidak bisa lagi menghindari perkembangan ekonomi digital. Hal-


hal yang tadinya dilakukan secara manual sudah dapat dilakukan secara online,
mulai dari bersekolah bahkan sampai bertransaksi.
Agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, Presiden Joko
Widodo sangat menyadari bahwa ekonomi digital adalah sumber pertumbuhan
ekonomi baru yang dapat diandalkan oleh Indonesia, dan menegaskan visinya
yaitu membuat ekonomi digital Indonesia menjadi yang terbesar di ASEAN pada
tahun 2020.1 Hal yang sama pernah juga diungkapkan Presiden pada saat
memimpin delegasi Indonesia ke Silicon Valley di Amerika Serikat pada tahun
2015, mendukung transformasi yang sedang dilakukan Indonesia sebagai strategi
dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 ini. 2 Dapat dilihat dari laporan yang
dirilis Google dan Temasek, ekonomi digital Indonesia pada tahun 2018
berkembang sangat pesat, membuat Indonesia menjadi negara dengan
pertumbuhan ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara dengan nilai 27 miliar
dolar Amerika.3 Bahkan, diestimasikan bahwa pada tahun 2025, nilai digital
ekonomi Indonesia akan meningkat menjadi 100 miliar dolar Amerika. 4 Ekonomi
digital di Indonesia sudah sangat berkembang, sampai-sampai 1 start-up dari
Indonesia sudah menyandang status Decacorn, yaitu Gojek, dan 3 startup dari
Indonesia sudah menyandang status Unicorn, yaitu Tokopedia, Traveloka, dan
BukaLapak.5
Apa itu ekonomi digital? Ekonomi digital adalah ekonomi yang
berdasarkan digitalisasi informasi dan infrastruktur informasi serta komunikasi. 6
Menurut Thomas L. Mesenbourg, ekonomi digital memiliki 3 komponen penting,
yaitu e-commerce, e-business, dan juga infrastruktur.7 Dapat disimpulkan bahwa
ekonomi digital adalah pemanfaatan teknologi informasi secara luas yang
mencakup software, hardware, aplikasi, serta teknologi komunikasi yang antara
lain terkait dengan aktivitas pada proses pengadaan, produksi, pendistribusian,
serta penjualan barang dan jasa.

1 Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Presiden Jokowi: Visi Indonesia Wujudkan Ekonomi
Digital Terbesar di ASEAN (Jakarta: Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2016).
2 Hendry Roris Sianturi, Jokowi Targetkan Indonesia Jadi Kekuatan Ekonomi Digital Terbesar di
ASEAN (Jakarta: GATRA, 2018).
3 Google dan Temasek, e-Conomy SEA 2018 (New York: Think with Google, 2018), hal. 7.
4 Ibid.
5 Roy Franendya, Daftar Terbaru Startup Unicorn & Decacorn di Asia (Jakarta: CNBC
Indonesia, 2019).
6 Hans-Dieter Zimmermann, Understanding the Digital Economy: Challenges for New Business
Models (New York: SSRN Electronic Journal, 2000), hal. 2.
7 Thomas L. Mesenbourg, Measuring the Digital Economy (Maryland: U.S. Bureau of the Census,
2001), hal. 2.
Dari komponen e-commerce dan e-business, Indonesia memiliki banyak
situs online yang dapat digunakan untuk mempermudah proses bertransaksi. Kita
tidak perlu membuang waktu di tengah kemacetan dan berjalan kaki ke toko-toko
untuk berbelanja karena sekarang sudah ada situs online seperti Shopee,
Tokopedia, ataupun BukaLapak. Tak hanya itu, pada era revolusi industri 4.0 ini,
sudah ada yang namanya ojek online seperti Gojek, Grab, dan juga Uber. Dampak
positif dari aplikasi maupun situs yang sudah disebutkan tadi tentunya adalah
bertransaksi menjadi proses yang mudah, cepat, dan efisien. Meskipun begitu,
pada tahun 2014 sampai 2016, Indonesia pernah dikejutkan oleh berbagai
demonstrasi di berbagai kota oleh para pengemudi transportasi konvensional
seperti taksi, ojek, dan angkutan umum lainnya. Demonstrasi ini didukung oleh
para pemilik usaha transportasi konvensional yang menolak kehadiran transportasi
online karena pertikaian antara ojek pangkalan dan ojek online. Hal ini
dikarenakan ojek online dipercaya berhasil memukul penghasilan mereka.
Disamping demonstrasi di beberapa tempat yang berlangsung anarkis, mereka
juga mendesak pemerintah pusat maupun daerah agar melarang dan menghapus
kehadiran transportasi online. Bentuk ekonomi digital ini membuat orang-orang
yang tidak ingin beradaptasi merasa dirugikan. Saat ini, kita bisa melihat bahwa
banyak perusahaan taksi dan angkutan umum konvensional yang gulung tikar.
Walaupun begitu, kemajuan teknologi ini pada akhirnya disadari sangat
menguntungkan bagi para pelanggan dan pengemudi yang mau untuk belajar dan
beradaptasi tentang perkembangan teknologi. Pada akhirnya, para pengemudi ojek
pangkalan dengan sukarela bergabung dengan ojek online.
Melihat dari bidang infrastruktur, ada sistem pendidikan Indonesia yang
sudah dipenuhi dengan kemajuan teknologi. Hampir semua ujian berbasis kertas
sekarang sudah tergantikan oleh ujian berbasis komputer. Ujian tulis Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) sekarang sudah tergantikan
oleh Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), dan ujian nasional yang tadinya
menggunakan kertas sudah tergantikan oleh Ujian Nasional Berbasis Komputer
(UNBK). Hal ini dilakukan agar mempermudah murid-murid Indonesia untuk
mengisi jawaban, mengurangi kesalahan sistem saat mengoreksi jawaban serta
untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecurangan akademik.
Perkembangan ini tentunya membawa dampak positif kepada industri elektronik
karena banyaknya institusi pendidikan yang membeli perangkat elektronik untuk
menunjang performa akademik murid. Pada saat yang bersamaan, industri
percetakan tentunya merasa dirugikan karena perkembangan teknologi ini. Dari
sini, kita dapat melihat bahwa perkembangan teknologi sekecil apapun dapat
berdampak pada ekonomi digital Indonesia karena biaya yang lebih efisien dan
manfaat yang lebih efektif.
Di era revolusi industri 4.0 ini, dunia pendidikan sudah secara skala besar
memanfaatkan ekonomi digital. Sekarang, aplikasi maupun situs yang dapat
dimanfaatkan untuk proses belajar mengajar sangat mudah untuk kita temui.
Aplikasi atau situs tersebut diantaranya adalah RuangGuru, Zenius, Quipper,
Khan Academy, maupun Google Classroom. Hal ini menandakan bahwa
perkembangan teknologi sudah semakin pesat di sekolah-sekolah maupun di
perguruan tinggi. Bahkan, di perguruan tinggi, buku-buku di perpustakaan dan
jurnal-jurnal yang ditulis oleh ahli yang handal sudah dapat diakses melalui
perpustakaan online. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa pengembangan
ekonomi digital sangatlah penting dan sudah berlangsung di Indonesia, dan
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari.
Pengembangan ekonomi digital inilah yang menyebabkan kalahnya
sustaining innovation. Sustaining innovation adalah inovasi yang bertujuan untuk
meningkatkan atau meng-upgrade performa produk yang sudah tersedia. Jenis
inovasi ini berhasil dikalahkan oleh disruptive innovation, yaitu inovasi yang
dapat mendisrupsi industri dengan menggantikan kebiasaan yang lama dan kuno
dengan cara-cara yang baru.8 Marilah kita melihat kembali peristiwa mengejutkan
yang terjadi kepada perusahaan-perusahaan terkenal agar lebih mengerti tentang
konsep sustaining dan disruptive innovation. Nokia adalah contoh dari sustaining
innovation, sedangkan Apple adalah contoh dari disruptive innovation. Dapat
dilihat, Apple sampai sekarang masih berhasil untuk bertahan berkat inovasi-
inovasinya yang cemerlang, dan Nokia, perusahaan dari Finlandia yang begitu
digdaya merajai penjualan telepon genggam selama lebih dari satu dasawarsa
tidak lagi diminati pasar akibat inovasinya yang hanya bertujuan untuk
mengembangkan produk yang sudah ada. Nokia ngotot menggunakan Windows
Phone, yang akhirnya diakuisisi oleh Microsoft. Padahal, iPhone sedang gencar-
gencarnya dengan IOSnya. Jorma Ollila, CEO Nokia, saat mengumumkan
persetujuan akuisisi Microsoft terhadap Nokia, mengatakan “We didn’t do
anything wrong, but somehow we lost”. 9 Mungkin, jika Nokia dapat mengikuti
perkembangan yang ada sama seperti Apple, maka Nokia bisa bertahan di era
revolusi industri 4.0 ini.
Disrupsi ini juga dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang
beranggapan bahwa dikembangkannya ekonomi digital dapat mengurangi
lowongan pekerjaan yang ada, karena semua hal yang tadinya dilakukan oleh
manusia dapat dilakukan oleh teknologi yang ada. Namun, ekonomi digital
sebenarnya hanya menggantikan lowongan pekerjaan yang dianggap tidak efektif
dengan lowongan pekerjaan baru yang lebih efektif, yang tentunya membutuhkan
keterampilan yang mumpuni. Berdasarkan “The Future of Jobs Report 2018”
yang dipublikasikan oleh World Economic Forum, 50% pekerja di perusahaan-
perusahaan Indonesia membutuhkan reskilling.10 Reskilling berarti para pekerja
harus mempelajari keterampilan baru agar dapat memenuhi kebutuhan
perusahaan. Tak hanya itu, laporan ini juga menunjukkan bahwa salah satu
tindakan yang dilakukan untuk menanggapi reskilling di Indonesia adalah
mempekerjakan pekerja baru yang memiliki keterampilan dalam bidang
teknologi.11 Dari laporan yang sama, pekerjaan yang muncul akibat revolusi
industri ini antara lain adalah software developer, analis data, insinyur robotika,
serta spesialis produk teknologi.12 Dapat dilihat, pekerjaan-pekerjaan ini sangat
berkaitan dengan ekonomi digital. Data ini menunjukkan bahwa Indonesia
mengikuti arus revolusi industri 4.0, dan sebagai penduduk yang harus selalu

8 Rhenald Kasali, Disruption (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017), hal. 150.
9 Agus Aryanto, Ketika Zaman Berubah, Nokia Lengah (Jakarta: Warta Ekonomi, 2018).
10 World Economic Forum, The Future of Jobs Report 2018 (Geneva: World Economic Forum,
2018), hal. 83.
11 Ibid.
12 Ibid., hal. 82.
beradaptasi, tugas kita adalah untuk mempelajari keterampilan-keterampilan yang
berkaitan dengan teknologi.
Menurut hasil riset yang dilakukan oleh World Economic Forum, beberapa
trend bisnis yang akan berkembang dengan positif adalah ketersediaan big data,
pemanfaatan teknologi baru, perkembangan artificial intelligence, serta
perkembangan komputasi awan atau lebih dikenal dengan sebutan cloud
computing.13 Semuanya berkaitan dengan ekonomi digital. Tak hanya itu, survei
yang dilakukan oleh World Economic Forum pada tahun 2018 juga menunjukkan
bahwa 3 teknologi yang akan dimanfaatkan oleh banyak perusahaan di masa
depan adalah big data, pasar yang dapat diakses melalui aplikasi dan situs web,
dan Internet of Things.14 3 teknologi yang disebutkan tadi masih membutuhkan
manusia untuk mengoperasikannya. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih
proaktif dalam mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Masyarakat tak
hanya dituntut untuk bisa menguasai teknologi, namun juga untuk memiliki pola
berpikir yang lebih terbuka serta berwawasan luas agar dapat mengikuti kuatnya
arus revolusi industri 4.0 yang sedang terjadi. Dengan begitu, tidak akan ada lagi
istilah “teknologi mengurangi lowongan pekerjaan”.
Tentunya, perkembangan ekonomi digital ini tak hanya memiliki dampak
positif namun juga dampak negatif. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh
World Economic Forum pada tahun 2018, 5 resiko tertinggi dalam dunia bisnis di
Indonesia adalah serangan siber, serangan teroris, krisis pangan, pencurian dan
penipuan data, serta penyalahgunaan teknologi.15 Dari hasil survei ini, kita bisa
melihat bahwa dari 5 resiko tertinggi ini, 3 diantaranya berkaitan dengan
pengembangan ekonomi digital dan teknologi. Dengan adanya pengembangan
inovasi disruptif yang berbasis teknologi, Indonesia memiliki pekerjaan tambahan
lagi untuk memastikan bahwa teknologi tersebut tidak disalahgunakan. Jika
masyarakat Indonesia bisa mahir dalam menggunakan teknologi, maka resiko ini
pastinya dapat berkurang.
Indonesia harus bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang ada. Pemerintah harus memastikan bahwa masyarakatnya sadar akan
perkembangan teknologi dan ekonomi digital yang ada, agar dapat mengikuti arus
ini. Pemerintah harus memastikan bahwa semua sekolah di Indonesia
mengajarkan murid-muridnya keterampilan dasar yang berkaitan dengan
teknologi, seperti cara menggunakan perangkat elektronik, Microsoft Office Word,
database, maupun coding. Masyarakat juga harus bisa membenahi diri mereka
dengan keterampilan dasar yang dapat menunjang pekerjaan mereka di era
ekonomi digital ini. Perusahaan-perusahaan juga dapat melakukan pelatihan untuk
para pekerja baru agar dapat memastikan bahwa mereka dapat memenuhi
kualifikasi pekerjaan mereka. Dengan begitu, kita tidak hanya mengurangi resiko
penyalahgunaan teknologi, namun juga memaksimalkan ekonomi digital yang
sudah berkembang dengan pesat ini.

13 Ibid., hal. 6.
14 Ibid., hal. 7.
15 World Economic Forum, Regional Risks for Doing Business 2018 (Geneva: World Economic
Forum, 2018), hal. 31.
Jika kita, masyarakat Indonesia, terutama para generasi milenial, tidak
mengikuti arus perkembangan ekonomi digital ini dan memanfaatkan peluang
yang ada, maka kita hanya akan menjadi penonton melihat ekonomi kita dikuasai
dan dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing. Dengan mengikuti arus
perkembangan ini, tak peduli seberapa kuat disrupsi yang terjadi akibat inovasi
disruptif di era revolusi industri 4.0 ini, kita bukan saja dapat bertahan, tetapi
sangat mungkin menjadi pemenang dan pelaku utama. Oleh karena itu, jadilah
masyarakat yang siap beradaptasi dan berwawasan luas agar bisa ikut memajukan
negara terutama melalui ekonomi digital.
Daftar Pustaka

Aryanto, Agus. 2018. Ketika Zaman Berubah, Nokia Lengah. Jakarta: Warta
Ekonomi.

Bessen, James. 2015. Toil and Technology, 52(1) dalam International Monetary
Fund, (Online), (https://www.imf.org/, diakses 13 Agustus 2019).

Das, Kaushik, et. al. Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity dalam


McKinsey&Company, (Online), (https://www.mckinsey.com/, diakses 14
Agustus 2019).

Franendya, Roy. 2019. Daftar Terbaru Startup Unicorn & Decacorn di Asia.
Jakarta: CNBC Indonesia.

Kasali, Rhenald. 2017. Disruption. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mesenbourg, Thomas L. 2001. Measuring the Digital Economy. Maryland: U.S.


Bureau of the Census.

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. 2016. Presiden Jokowi: Visi Indonesia


Wujudkan Ekonomi Digital Terbesar di ASEAN. Jakarta: Sekretariat Kabinet
Republik Indonesia.

Sianturi, Hendry Roris. 2018. Jokowi Targetkan Indonesia Jadi Kekuatan


Ekonomi Digital Terbesar di ASEAN. Jakarta: GATRA.

World Economic Forum. 2018. Regional Risks for Doing Business 2018 dalam
World Economic Forum, (Online), (http://www3.weforum.org/, diakses 18
Agustus 2019).

World Economic Forum. 2018. The Future of Jobs Report 2018 dalam World
Economic Forum (Online), (http://www3.weforum.org/, diakses 18 Agustus
2019).

Zimmermann, Hans-Dieter. 2000. Understanding the Digital Economy:


Challenges for New Business Models dalam SSRN Electronic Journal,
(Online), (https://papers.ssrn.com/, diakses 14 Agustus 2019).

Anda mungkin juga menyukai