Anda di halaman 1dari 62

BUKU PEGANGAN KULIAH

MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL II

AGUNG SUPRIYANTO, ST.,MT

PROGRAM STUDI SARJANA (S1) TEKNIK MESIN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI WARGA
SURAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Mekanika Kekuatan Material merupakan mata kuliah dasar yang harus ditempuh oleh mahasiswa
Program Studi Teknik Mesin STT Warga . Mata kuliah ini merupakan kelanjutan dari mata kuliah
Mekanika Kekuatan Material I yang telah diberikan pada semester sebelumnya,.

Mata kuliah ini membahas tentang perilaku material bila dikenai beban. Tujuan dari mata kuliah
ini adalah bahwa mahasiswa mampu memilih material baik jenis maupun ukurannya untuk
diterapkan pada suatu struktur yang kokoh dan aman.

Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disiapkan bahan ajar yang dapat dijadikan acuan oleh
mahasiswa dalam proses pembelajaan. Diktat ini disusun dengan tujuan memberikan panduan
mahasiswa dalam proses pembelajaran, sehingga lebih terarah. Perlu diketahui bahwa buku ini
belum merupakan referensi lengkap dari pelajaran Mekanika Kekuatan Material, sehingga
mahasiswa perlu untuk membaca buku-buku referensi lainnya untuk melengkapi pengetahuannya
tentang materi mata kuliah ini. Diharapkan melalui diktat ini, mahasiswa lebih mampu untuk
memahami konsep-konsep dasar Mekanika Teknik Statis Tertentu.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih perlu penyempurnaan terus menerus. Penyusun sangat
berharap masukan dari para Pembaca, untuk proses perbaikan dan penyempurnaan diktat ini
sehingga menjadi lebih bermutu. Selamat membaca.

Sukoharjo, Februari 2022

Agung Supriyanto, ST.,MT

ii
DAFTAR ISI

Bab I. Diagram Gaya geser dn Momen Bending ................................................................ 1

Bab II Puntiran ............................................……………………………………………… 29

Bab III Tegangan dan regangan Biaksisal……………………………………………….. 39

Bab IV Kegagalan Statik .......…………………………………………………………… 52

iii
BAB I
DIAGRAM GAYA GESER DAN MOMEN BENDING

Bila suatu batang struktur dikenai beban dari luar berupa gaya tekan, shear, momen
bending atau torsi maka batang struktur akan memberikan gaya reaksi yang disebut gaya reaksi
internal. Cara untuk membuktikan bahwa ada gaya reaksi pada beam, maka kita bisa meninjau
beberapa titik disepanjang beam dengan syarat beam hanya mengalami deformasi elastis linear
dan memenuhi kesetimbangan sebagaimana hukum Newton I.
Hukum Newton I, ΣF = 0, dan ΣM=0
Untuk menggambar diagram gaya internal bisa menggunakan metode potongan, dimana
sepanjang beam akan dipotong secara bertahap. Dalam penentuan titik potong ini ada beberapa
aturan yang kita jadikan patokan, yaitu:
1. Potongan dilakukan diantara 2 gaya / beban,
2. Potongan dilakukan didalam beban terditribusi merata.
3. Bila kita mengambil potongan di sebelah kiri, maka gaya geser ( V ) bertanda positif
(+) pada arah ke bawah, dan momen bending (M) bertanda positif ( + ) denga arah

putaran berlawanan arah jarum jam.


4. Bila kita mengambil potongan di sebelah kanan, maka gaya geser ( V ) bertanda positif
(+) pada arah ke atas, dan momen bending (M) bertanda positif ( + ) denga arah putaran

se arah jarum jam.


Agar bisa selalu konsisten dengan hukum diatas, sebaikanya selalu mengambil potongan sebelah
kiri, dengan alasan:
1. Memudahkan dalam perhitungan matematis
2. Saat menggambar diagram, titik nol (0) selalu dimulai dari sebelah kiri.

a) Membuat diagram gaya internal dengan beban tunggal pada batang yang ditumpu

1
1. Membuat diagram benda bebas (DBB)

2. Menyelesaikan dengan persamaan kesetimbangan hukum Newton I


Gaya arah sumbu x
ΣFx = 0 (arah ke kanan +)
Ax = 0
Gaya arah sumbu x
ΣFy = 0 (arah keatas +)
Ay + By – 4 – 2 = 0
Ay + By = 6 kN ....(1)
Gaya momen
ΣMA = 0 (searah jam +)
(4 . 2) – (By . 4) + (2 . 6) = 0
By = 5 kN (arah ke atas)
Dari persamaan (1) , maka Ay = 1 kN (arah keatas)
3. Merevisi Diagram benda bebas.

4. Menentukan titik potongan (cross section)

2
5. Menyelesaikan perhitungan tiap section
Section a ==> interval 0<x<2
ΣFx = 0 (arah ke kanan +)
Na = 0
ΣFy = 0 (arah ke bawah +)
Va – 1 = 0
Va = 1 kN (arah ke atas)
Catatan : Hasil positif artinya sesuai dengan asumsi awal.
Hasil negatif artinya berlawanan dengan arah asumsi awal
ΣMA = 0 (berlawanan jam positif +)
Ma – Va. X = 0
Ma – 1.x = 0
Ma = x kN.m (berlawanan jarum jam)

Section b ==> interval 2<x<4

ΣFx = 0 (arah ke kanan +)


Nb = 0
ΣFy = 0 (arah ke bawah +)
Vb + 4 – 1 = 0
Vb = -3 kN (arah ke atas)

ΣMA = 0 (berlawanan jam positif +)


Mb + (Vb.x) - (4 . 2) = 0
Mb + (-3.x) – 8 = 0
3
Mb = 8 – 3.x kN.m
ΣFx = 0 (arah ke kanan +)
Nc = 0
ΣFy = 0 (arah ke bawah +)
Vc + 4 -1 – 5 = 0
Vc = 2 kN.
ΣMA = 0 (berlawanan jam positif +)
Mc - (4 . 2) + (5 . 4) - (Vc . x) = 0
Mb - 8 + 20 - (2.x) = 0
Mb = 2x – 12 kN.m

6. Menggambar diagram gaya geser (V)

7. Menggambar diagram momen

4
b) Membuat diagram gaya internal dengan beban terdistribusi pada batang yang
ditumpu

1. Membuat diagram Benda Bebas (DBB) asumsi awal

5
2. Menyelesaikan dengan persamaan keseimbangan
Gaya arah sumbu x
ΣFx = 0 (arah ke kanan +)
Ax = 0
Gaya arah sumbu y
ΣFy = 0 (arah keatas +)
Ay + By – 200 – 80 = 0
Ay + By = 280 kN ....(1)
Gaya momen
ΣMA = 0 (searah jam +)
(By . 8) - (200 . 3) – (80 . 6) = 0
By = 135 kN (arah ke atas)
Dari persamaan (1) , maka Ay = 145 kN (arah keatas)

3. Merevisi Diagram benda bebas.

6
4. Menentukan titik potongan (cross section)

5. Menyelesaikan perhitungan potongan


Section a ==> interval 0<x<2
ΣFx = 0 (kekanan +)
Na = 0
ΣFy = 0 (kebawah +)
Va – 145 = 0
Va = 145 kN (ke atas)

ΣMa = 0 (berlawanan jam +)


Ma + (145 . 0) – (Va . x) = 0
Ma = 145.x kN.m

Section b ==> interval 2<x<4


ΣFx = 0 (kekanan +)
Nb = 0
ΣFy = 0 (kebawah +)
Vb + (100(x-2)) - 145 = 0
Vb = 345 – 100 x kN

ΣMb = 0 (berlawanan jam +)


(Titik putar ambil ujung sebelah kanan)
Mb + (100.(x-2)(x-2)/2)) – 145.x = 0

7
Mb = -50x2 + 345x – 200

Section c ==> interval ( 4<x<6)

ΣFx = 0 (kekanan +)
Nc = 0
ΣFy = 0 (kebawah +)
Vc + 200 - 145 = 0
Vc = - 55 kN (ke atas)

ΣM = 0 (berlawanan jam +)
(ambil titik putar ujung kiri)
Mc – (200 . 3) - (Vc. x) = 0
Mc = 600 – 55x kN.m

Section c ==> interval ( 6<x<8)


ΣFx = 0
Nd = 0
ΣFy = 0
Vd + 80 + 200 – 145 = 0
Vd = - 135 kN (ke atas)

ΣM = 0 (berlawanan jam +)
(ambil titik putar ujung kiri)
Md – (200 . 3) - (80. 6) – Vd.x = 0
Md = 1080 – 135x kN.m

8
6. Menggambar diagram gaya geser

7. Menggambar diagram momen bending

9
c) Membuat diagram gaya internal dengan beban terdistribusi pada batang yang
ditumpu

1. Membuat diagram benda bebas (DBB)

10
2. Menyelesaikan dengan persamaan keseimbangan
Gaya arah sumbu x
ΣFx = 0 (arah ke kanan +)
Ax = 0
Gaya arah sumbu y
ΣFy = 0 (arah keatas +)
Ay – 2400 = 0
Ay = 2400 N
Gaya momen
ΣMA = 0 (searah jam +)
Ma – (2400 . 6) = 0
Ma = 14400 N.m

3. DBB yang sebenarnya

4. Membuat cross section

11
Section a

Section b

5. Menyelesaikan perhitungan keseimbangan


Section a, interval (0<x<4

ΣFx = 0 (Ke kanan +)


Na = 0
ΣFy = 0 (kebawah +)
Va – 2400 = 0
Va = 2400 N
ΣM = 0 (berlawanan jam +)
Ambil ujung kiri
Ma + 14400 – Va.x =0
Va = 2400x – 14400 N.m

12
Section b, interval 4<x<8

ΣFx = 0 (Ke kanan +)


Nb = 0
ΣFy = 0 (kebawah +)
Vb – 2400 + 600(x-4) = 0
Vb – 2400 + 600x – 2400 = 0
Vb = 4800 – 600x
ΣM = 0 (berlawanan jam +)
Ambil ujung kanan
Mb + 14400 + 600(x-4)(1/2)(x-4) – 2400.x =0
Mb + 14400 + 300 (x2 – 8x + 16) -2400x = 0
Mb = -300x2 + 4800x – 19200

6. Membuat diagram gaya geser

13
7. Membuat diagram momen bending

d) Membuat diagram gaya internal dengan beban terdistribusi pada struktur sederhana

1. Membuat diagram benda bebas

14
==>

2. Menyelesaikan persamaan keseimbangan


1,5 2
Dari soal, maka : sin 𝜃 = = 0,6 dan cos 𝜃 = = 0,8
2,5 2,5

ΣFx = 0, (kekanan +)
Ax – RBC cos Ɵ = 0
Ax = RBC cos Ɵ .....(1)
ΣFy = 0 , (keatas +)
Ay - RBC sin Ɵ – 6 = 0
Ay = RBC sin Ɵ + 6 ....(2)
ΣM = 0, (searah jam +)
- (6 . 1,5) – (RBC .sin Ɵ . 3) = 0
-9 – (RBC . 0,6 . 2) = 0
RBC = -7,5 kN
Ke persamaan (1) dan (2) maka, Ax = -6 kN, dan Ay = -1,5 kN
Dari perhitungan, nilai RBC , Ax dan Ay bertanda negatif, artinya asumsi arah gaya
pada DBB salah sehingga perlu direvisi.
3. Revisi DBB

15
4. Menentukan section
Section a, interval 0<x<2

Section b, interval 2<x<3

5. Menyelesaikan dengan persamaan keseimbangan


Section a, interval 0<x<2

ΣFx = 0, (kekanan +)
Na – 6 = 0

16
Na = 6 kN
ΣFy = 0, (kebawah +)
Va + 1,5 – 2x = 0
Va = 2x – 1,5
ΣM = 0, (berlawanan jam +)
Ambil titik ujung kanan
Ma + 2x(x/2) – 1,5x = 0
Ma = 1,5x – x2

Section b, interval 2<x<3

ΣFx = 0, (kekanan +)
Nb + 6 – 6 = 0
Nb = 0 kN
ΣFy = 0, (kebawah +)
Vb + 2x – 4,5 – 1,5 = 0
Vb = 6 - 2x kN
ΣM = 0, (berlawanan jam +)
Ambil titik ujung kanan
Mb + 2x(x/2) - 1,5x – 4,5(x-2) = 0
Mb = -x2 + 6x -9 kN

6. Membuat diagram gaya normal, gaya geser dan momen bending

17
e) Membuat diagram gaya internal dengan beban terdistribusi secara gradual

Catatan : w dalam satuan kN.m dan L dalam m


1. Membuat diagram benda bebas

18
Kenapa wL/2? Karena luas segitiga ini merupakan ½ dari bujur sangkar

2. Menyelesaikan dengan persamaan keseimbangan


ΣFx = 0
Bx = 0
ΣFy = 0
Ay + By – (wL)/2 = 0 ..........(1)
ΣMB = 0
Ay.(2L/3) – (wL/2)(L/3) = 0
Ay = wL/4
Ke persamaan (1), maka By = wL/4

3. Menentukan cros section

Section a, rentang 0<x<L/3

19
Untuk mencari gaya , dengan menggunakan prinsip kesebangunan segitiga berikut ini:

Segitiga FGH sebangun dengan segiti FIJ, maka:


𝑥 𝑦
=
𝐿 𝑤
𝑤
Sehingga : 𝑦 = 𝑥
𝐿

Section b, interval L/3 <x<L

20
4. Menyelesaikan dengan persamaan kesetimbangan
Section a interval 0<x<L/3

21
ΣFx = 0
Na = 0
ΣFy = 0
Va + w.x2/2L = 0
Va = - w.x2/2L
ΣM = 0
Ambil titik putar ujung kanan
Ma + (w.x2/2L).(x/3) = 0
Ma = -(w/6l)x3 kN.m

Section b, interval L/3 <x<L

ΣFx = 0, (ke kanan +)


Nb = 0
ΣFy = 0, (ke bawah +)
Vb + (w.x2/2L) – wL/4 = 0
Vb = wL/4 – w.x2/2L
ΣM = 0, (berlawanan jam +)
Ambil titik putar ujung kanan
Mb + (w.x2/2L)(x/3) – (wL/4).(x - L/3)
Mb = -(w/6L)x3 + (w.L/4)x – (w.L2/12)
5. Menggambar diagram gaya geser

22
6. Menggambar diagram momen bending

23
f) Menggambar diagram momen pada kantilever dengan beban terdistribusi

1. Membuat diagram benda bebas

2. Menyelesaikan dengan persamaan kesetimbangan

24
ΣFx = 0 (kekanan +)
Ax = 0
ΣFy = 0
Ay – 3 – 5 – 4 = 0
Ay = 12 kN (ke atas)
ΣMa = 0, (searah jam +)
Ma + (3.1,5) + (5.3) + (4.5) + 20 = 0
Ma = - 59,5 kN.m (berlawanan jarum jam)

3. Revisi DBB

4. Menentukan titik potongan

5. Menyelesaikan dengan persamaan kesetimbangan


Section a, interval 0<x<3

ΣFx = 0 (ke kanan +)


Na = 0
ΣFy = 0, (ke bawah +)
Va + x – 12 = 0

25
Va = 12 – x kN
ΣM = 0, (berlawanan jam +)
Ambil titik putar ujung kanan
Ma + MA + x . x/2 – 12.x = 0
Ma + 59,5 + x2/2 – 12 x = 0
Ma = 12x – x2/2 – 59,5

Section b, interval 3<x<5

ΣFx = 0, (kekanan +)
Nb = 0
ΣFy = 0, (ke bawah +)
Vb + 3 + 5 – 12 = 0
Vb = 4 kN
ΣM= 0, (berlawanan jam +)
Ambil titik putar ujung kiri.
Mb + Ma - 3.1,5 - 5.3 – Vb.x =0
Mb + 59,5 - 4,5 - 15 – 4x = 0
Mb = 4x – 40 kN.m

6. Menggambar diagram gaya geser dam momen bending

26
Soal latihan
Gambarkan diagram geser dan diagram momen bending dari struktur beam berikut:

1.

2.

27
3.

4.

28
BAB II
PUNTIRAN

Masalah puntir (torsi) pada batang elastik penampang bulat pertama kali dipelajari oleh
Coulomb sekitar tahun 1775.
Secara umum puntiran terjadi bila poros atau kolom mengalami perputaran terhadap
sumbunya. Perputaran demikian dapat diakibatkan oleh beban dengan titik kerja yang tidak
terletak pada sumbu simetri. Bila balok mengalami puntiran, maka lapisan-lapisan pada
penampang balok cenderung bergeser satu dengan yang lain. Karena kohesi maka bahan akan
melawan pergeseran tersebut sehingga timbulah tegangan geser puntir pada balok. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan memuntir karet berbentuk batang pada sumbu memanjang, akan timbul
kerutan kerutan berbentuk spiral pada permukaan batang. Kerutan ini menunjukkan garis geseran
yang terjadi. Contoh lain adalah sebatang kapur tulis yang dipuntir pada sumbu memanjang, kapur
akan terputus, bidang patahan adalah bidang geser puntir.
Pada umunya puntiran terjadi pada poros transmisi yang digunakan untuk mentransmisikan
daya seperti pada turbin uap ke generator listrik, atau dari mesin ke poros roda. Poros tersebut
dapat berbentuk solid atau berongga.
Pada gambar berikut memperlihatkan suatu batang cirkular yang mengalami puntiran atau
Torsi T.

Bila sebuah gaya dF dengan jarak ρ dari sumbu poros dimana gaya dF adalah gaya yang
arahnya tangensial terhadap jarak ρ, maka besar torsi T adalah:
∫ 𝜌. 𝑑𝐹 = 𝑇 ...................1
Karena dF = τ dA dimana τ adalah tegangan geser pada luasan dA, maka :
∫ 𝜌. (𝜏. 𝑑𝐴) = 𝑇................2

29
Suatu poros di jepit pada salah ujungnya dan pada ujung lainnya diberi torsi T seperti pada
gambar dibawah ini.

Pada poros tersebut akan terpuntir sebesar sudut Ø dimana Ø adalah sudut puntiran. Untuk
menetukan distribusi regangan geser pada pros dengan panjang L dan jari-jari c.

Regangan geser, 𝛾 = ..................3
𝐿

Regangan geser akan maksimum bila ρ = c, sehingga:


𝑐.∅
𝛾𝑚𝑎𝑥 = 𝐿
...........................4

Dari hukum Hooke untuk tegangan dan regangan geser, maka:


𝜏 = 𝐺. 𝛾 ........................5
Dimana G = modulus bulk atau modulus geser material.
Dari persamaan 4 dan 5 maka:
𝜌
𝐺𝛾 = 𝑐 . 𝐺. 𝛾𝑚𝑎𝑘𝑥 ...................6
𝜌 𝑐
𝜏 = 𝑐 . 𝜏𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑐1 . 𝜏𝑚𝑎𝑘𝑠 ......................7
2

Persamaan 7 adalah rumus untuk menghitung tegangan geser minimum.


Besarnya torsi yang bekerja pada suatu poros adalah :
𝜏𝑚𝑎𝑥. 𝐽
𝑇= .......................8
𝑐

Atau besarnya tegangan geser adalah :


𝑇.𝑐
𝜏𝑚𝑎𝑥 = 𝐽
.............9

Dengan J = momen inersia polar poros


1
Pada poros pejal , 𝐽 = 2 . 𝜋. 𝑐 4
1
Pada poros berlubang dengan diameter c1 dan c2, 𝐽 = 2 . 𝜋. (𝑐24 − 𝑐14 )

Contoh soal:

30
Jawab :
𝜏𝑚𝑎𝑥. 𝐽
Dengan persamaan 8 maka: 𝑇 = 𝑐

Karena poros berlubang, maka :


1
𝐽= . 𝜋. (𝑐24 − 𝑐14 )
2
1
= . 𝜋. (0,034 − 0.024 ) = 1,021. 104 𝑚4
2
𝐽.𝜏𝑚𝑎𝑥 (1,021.104)(120.106
Torsi, 𝑇 = 𝑐
= 0,03
= 4,08 𝑘𝑁

Tegangan geser minimum diperoleh dengan persamaan 7


𝑐1 0,02
𝜏𝑚𝑖𝑛 = . 𝜏𝑚𝑎𝑘 = . 120 𝑀𝑃𝑎 = 80 𝑀𝑃𝑎
𝑐2 0,03

Contoh 2

Jawab
Poros AB

31
dengan menerapkan persamaan keseimbangan statika, pada poros A-B,

∑ 𝑀 = 0; 6 − 𝑇𝐴𝐵 = 0

TAB = 6 kN.m

Poros BC

∑ 𝑀 = 0; 6 + 14 − 𝑇𝐵𝐶 = 0

TBC = 20 kN.m
Karena poros BCberongga maka momen inersia polar penampang J adalah:

1
𝐽= . 𝜋. (𝑐24 − 𝑐14 )
2
1
𝐽 = . 𝜋. (0,064 − 0,0454 ) = 13,92 . 10−6 𝑚4
2
Tegangan geser maksimal terjadi pada diameter terluar sehingga c = c2 = 0,06 m
𝑇𝐵𝐶 . 𝑐2 20. 0,06
𝜏𝑚𝑎𝑥 = = = 86,2 𝑀𝑃𝑎
𝐽 13,92. 10−6
Tegangan geser minimum adalah :
𝑐1 0,045
𝜏𝑚𝑖𝑛 = . 𝜏𝑚𝑎𝑘 = . 86,2 𝑀𝑃𝑎 = 64,7 𝑀𝑃𝑎
𝑐2 0,06

Poros CD

32
Dari soal diketahui bahwa torsi poros CD adalah TCD = 6 kN.m dan tegangan geser ijin τ ijin = 65
MPa dan poros CD adalah poros pejal, maka:
𝑇. 𝑐
𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛 =
𝐽
65. 𝑐
𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛 = 𝜋
4
2.𝑐
𝑐 3 = 58,8. 10−6
c = 35,5.10-3 m = 35,5 mm
d = 77,8 mm

Sudut Puntir

Dari persamaan 4 kita turunkan hubungan antara sudut ø dan torsi T dengan mengansumsikan
bahwa poros bersifat elastis.
𝑐. ∅
𝛾𝑚𝑎𝑥 =
𝐿
𝜏𝑚𝑎𝑥 𝑇. 𝑐
𝛾𝑚𝑎𝑥 = =
𝐺 𝐽. 𝐺
Dari dua persamaan diatas maka:
𝑇.𝐿
∅ = 𝐽.𝐺 .................10

33
Poros Statika Tak Tentu
Untuk menentukan tegangan pada poros maka terlebih dahulu untuk menghitung torsi internal
pada poros tersebut. Namun seringkali ditemui situasi dimana torsi internal tidak dapat diperoleh
dengan hanya menggunakan persamaan statika saja. Pada situasi ini maka sistem harus
diselesaikan dengan menggunakan statika tak tentu.
Contoh soal:
Suatu poros baja dan sebuah silinder aluminium disambungkan
dengan suatu tumpuan tetap dan suatu piringan rigid seperti
terlihat pada gambar. Jika diketahui bahwa tegangan awal
adalah nol. Tentukan torsi maksimum To yang dapat dikenakan
pada piringan tersebut. Jika tegangan yang dijinkan pada poros
baja adalah 120 MPa dan tegangan maksimum yang diijinkan pada silinder aluminium adalah 70
MPa, dimana untuk baja G = 80 Gpa dan aluminium G = 27 MPa

Jawab:
To = T1 + T2

Karena ujung bebas poros dan tabung dihubungkan oleh piringan rigid, maka diperoleh :
Ø1 = Ø2
𝑇1 . 𝐿1 𝑇2. 𝐿2
=
𝐺1 . 𝐽1 𝐺2 . 𝐽2

34
𝑇1 .(0,5𝑚) 𝑇 .(0,5𝑚)
= (0,614 𝑥 210−6 ).(77 𝐺𝑃𝑎)
27 𝐺𝑃𝑎 𝑥 (2,003 𝑥10−6 𝑚)

T2 = 0,874. T1

Tegangan geser

Untuk tabung aluminium, kita peroleh :


𝜏𝑎𝑙𝑢𝑚𝑖𝑛𝑖𝑢𝑚 . 𝐽1 (70 𝑀𝑃𝑎). (2,003𝑥10−6 𝑚4 )
𝑇1 = =
𝑐1 0,038 𝑚

Konsentrasi Tegangan

35
Tegangan geser maksimum akibat beban torsi τ max = T.c/J yang diperoleh sebelumnya
berlaku hanya untuk komponen dengan penampang yang seragam. Untuk komponen mempunyai
perubahan penampang yang ekstrem atau poros yang dihubungkan dengan kopling atau flens
dimana terdapat pasak makan akan timbul tegangan yang tinggi di tempat dimana penampang
komponen tersebut mengecil. Tegangan yang tinggi tersebut diperoleh dengan cara eksperimen
atau metode elemen hingga.

Dari eksperimen didapatkan data empiris dimana distribusi tegangan pada penampang
kritis tergantung dari bentuk geometrinya. Faktor konsentrasi tegangan dapat ditentukan untuk
berbagai parameter terkait yaitu radius seperti gambar berikut.

Tegangan maksimum untuk penampang kritis adalah :

36
𝑇. 𝑐
𝜏𝑚𝑎𝑥 = 𝐾.
𝐽
Dimana K adalah faktor konsentrasi tegangan yang didapat dari gambar diatas dan T.c/J adalah
tegangan yang dihitung berdasar diameter terkecil.

Contoh soal
Suatu poros bertingkat digunakan untuk mentransmisikan daya
turbin ke generator. Pompa poros berputar dengan kecepatan 900
rpm dan tegangan yang diijinkan adalam 60 MPa. Hitung torsi
maksimum dan besar daya yang ditransmisikan?

Jawab.
Diameter besar = D = 200 mm
Diameter kecil = d = 100 mm
Radius fillet = r = 5 mm
Maka : r/d = 10/100 = 0,1
D/d = 200/100 = 2
Dari grafik diperoleh faktor konsentrasi K = 1,42.
Torsi maksimum ;
𝑇.𝑐
𝜏𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐾. 𝐽

𝐽. 𝜏𝑚𝑎𝑥
𝑇=
𝐾. 𝑐
Poros adalah pejal dan dihitung dari diameter terkecil maka:
𝜋. 𝑐 4 𝜋. (0,05𝑚)4
𝐽= = = 9,81. 10−6 𝑚4
2 2
Sehingga;
9,81. 10−6 . 60. 106
𝑇= = 8290,1 𝑁. 𝑚
1.42. (0,05)
Daya yang ditransmisikan dalam satusn radian adalah:

37
2𝜋 2𝜋 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛
𝜔 = 𝑛. = (900 𝑟𝑝𝑚). = 30. 𝜋
60 60 𝑟𝑝𝑚 𝑠𝑒𝑐𝑜𝑛
𝑟𝑎𝑑
Daya 𝑃 = 𝜔. 𝑇 = (30. 𝜋 ) (8290,1 𝑁. 𝑚) = 978, 9 𝑘𝑊
𝑠

38
BAB III
TEGANGAN DAN REGANGAN BIAKSIAL DAN TRIAKSIAL

Sistem tegangan biaksial terjadi apabila dalam suatu sistem struktur bekerja beban
aksial dalam dua arah sumbu yang saling tegak lurus (Gambar 3.1), sedangkan triaksial
terjadi jika tegangan bekerja dalam tiga arah sumbu koordinat (Gambar 3.2).

σX

Gambar 3.1. Sistem Tegangan Biaksial

Menurut Gambar 3.1, regangan total dalam arah sumbu x (εX), dipengaruhi oleh
tegangan ke arah sumbu X dan Y (σX dan σY), sehingga dengan enggunakan hukum
Hooke dan angka Poisson dapat ditentukan

39
Gambar 3.2. Sistem Tegangan Triaksial

Selanjutnya dalam sistem tegangan triaksial yang ditunjukkan Gambar 3.2, besarnya
regangan total dalam semua arah dipengaruhi oleh besarnya tegangan σ X, σY dan σZ, sehingga
diperoleh

Tegangan pada Bidang Miring


Pada suatu batang dengan luas tampang A yang menanggung beban tarik uniaksial P seperti
terlihat pada Gambar 3.3, menyebabkan terjadinya tegangan normal σ sepanjang sumbu batang
yang dihitung menurut persamaan berikut

40
C A

Gambar 3.3. Beban Uniaksial


𝑃
𝜎 = 𝐴...........6

Potongan BC merupakan bidang yang memiliki sudut kemiringan 9


terhadap potongan AB yang merupakan bidang normal terhadap sumbu aksial batang,
selanjutnya perbandingan luas potongan AB dan BC dapat dinyatakan dalam perbandingan
panjang garis AB dan BC. Tegangan yang bekerja pada potongan penampang tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 3.4. Tegangan pada Bidang Miring

Kesimbangan gaya pada Gambar 3.4 dapat diperoleh dengan mengikuti prinsip
equilibrium bahwa jumlah gaya dalam semua arah harus bernilai nol, sehingga:

41
Berdasarkan kedua Persamaan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a.) Tegangan normal maksimum terjadi pada sudut 9 = 0, yang nilainya sama
dengan σ sedangkan besarnya tegangan geser nol.

b.) Tegangan geser maksimum terjadi pada sudut 9 = 450, yang nilainya sama
dengan σ/2.

Tegangan Akibat Beban Campuran

Pada suatu elemen berbentuk empat persegi panjang per satuan ketebalan yang
menerima beban berupa tegangan normal σx dan σy ke arah sumbu X dan Y,

bekerja bersama-sama tegangan geser τ seperti terlihat pada Gambar 3.5.a, elemen

yang dianalisis sangat kecil sehingga tegangan σx, σy dan τ dianggap bekerja dalam

satu titik tangkap.

(a.) (b.)

42
Gambar 3.5. Tegangan Akibat Beban Campuran

Tegangan yang bekerja pada bidang ABC seperti terlihat pada Gambar 3.5.b, dimana
elemen dan irisannya dianalisis dalam setiap satuan tebal dengan luasan penampang dihitung
pada bidang X-Y. Berdasarkan hukum keseimbangan (equilibrium), jumlah semua komponen
gaya yang bekerja pada irisan tampang ke segala arah harus sama dengan nol. Atas dasar uraian
di atas maka sistem keseimbangan gaya yang bekerja pada arah tegak lurus bidang BC dapat
diuraikan sebagai berikut :

Sedangkan gaya yang bekerja pada arah bidang BC dapat diuraikan dalam bentuk
Persamaan berikut :

Persamaan-persamaan di atas berlaku secara valid baik untuk tegangan normal positif
(tarik) maupun negatif (desak), demikian pula dengan tegangan geser yang bertanda positif

43
maupun negatif.
Ketentuan penggunaan tanda dalam analisis tegangan normal dan geser dapat dilihat
pada Gambar 3.5

Gambar 3.5. Tanda Tegangan

Analisis tegangan selain dapat dilakukan dengan metode analitis seperti yang telah
diuraikan di atas, juga dapat dilakukan secara grafis dengan metode Lingkaran Mohr.

Diagram Mohr
Diinspirasi oleh seorang ahli struktur bernama Carl Culmann yang mempelopori metode
grafis untuk mempelajari tegangan, diagram Mohr pertama kali diperkenalkan oleh seorang
mekanikawan Jerman yang bernama Otto Mohr di akhir abad ke 19.

Interpretasi grafik dari Mohr sangat membantu dalam memahami kondisi tegangan dalam
material. Selain itu, diagram ini juga nantinya akan sangat bermanfaat saat mempelajari salah
satu kriteria plastis dari material yang secara luas dikenal dengan nama kriteria Mohr-Coulomb.

Adapun langkah-langkah analisis dengan cara Lingkaran Mohr adalah sebagai berikut :
a. Tentukan suatu tata sumbu Kartesius dengan besaran σx dan σy diukurkan pada sumbu
absis dan besaran τxy pada ordinat dengan skala yang tepat.

b. Tentukan titik O sebagai pusat lingkaran dengan nilai (σx + σy)/2 pada arah sumbu
mendatar.
c. Pada titik dengan absis σx dan σy, masisng-masing diukurkan Txy sebagai ordinat,
sehingga diperoleh titik A(σx, Txy) dan titik B(σy, -Txy).

44
d. Gambarkan lingkaran dengan pusat titik O((σx + σy)/2,0) melalui titik A dan titik B.
Jari-jari Lingkaran Mohr ini merupakan nilai tegangan geser maksimum yaitu :

e. Perpotongan lingkaran dengan sumbu absis memberikan nilai σx dan σy ekstrim


(maksimum di sebelah kanan (C) dan minimum di sebelah kiri (A)).
f. Arah sumbu ekstrim 9p untuk mendapatkan tegangan maksimum diberikan oleh setengah
sudut AOC yang setara dengan besar sudut ADC, atau setengah sudut BOD. Arah sumbu
ekstrim 9s diberikan sebagai setengah sudut AOE atau setengah sudut BOF. Dalam
hal ini perputaran sumbudi anggap positif jika searah dengan putaran jarum jam.

Keterangan :
A(σx, τxy) B(σy, -τxy) C(σx max, 0)

D(σy min, 0) E(0, τxy max) F(0, τxy min)


Gambar 3.6. Lingkaran Mohr untuk Analisis Tegangan

45
Asumsi dalam membuat diagram Mohr:
Tegangan Tarik : diberi notasi positif (+)
Tegangan tekan : diberi notasi negatif (-)

Tegangan geser berputar searah jam : diberi notasi negatif (-)

Tegangan geser berputar berlawanan arah jam : diberi notasi positif (+)

Analisis Tegangan Utama

Dalam kasus tegangan tegangan dua dimensi, akan dijumpai dua bidang yang saling
tegak lurus, di mana nilai tegangan geser (τ9) bernilai nol dantegangan normalnya
mencapai nilai ekstrim. Kedua bidang yang saling tegak lurus tersebut dikenal sebagai bidang-
bidang utama (principal planes) sedangkan tegangan yang bekerja pada bidang utama disebut
tegangan utama (principal stresses). Pada irisan elemen yang tergambar (ABC) dianggap bidang
BC merupakan bidang utama, sehingga sudut CBA merupakan sudut kemiringan utama (φp).

φp

Gambar 3.7. Bidang Utama (Principal Plane)

Keseimbangan gaya dalam arah sumbu X dapat diuraikan dalam bentuk berikut ini :

46
Analog Persamaan di atas untuk penguraian gaya dalam arah sumbu Y diperoleh :

Dengan menggunakan Persamaan (a) dan (b) diperoleh

Karena pada semua bidang utama (principal planes) besarnya tegangan geser (shear
stress) selalu sama dengan nol, maka besarnya sudut 9p dapat dihitung dengan;

atau dapat juga diperoleh dengan mencari turunan persamaan 9 terhadap sudut 9

47
Besarnya tegangan geser maksimum (τmax) dapat diperoleh dengan mensubstitusikan
Persamaan 11 ke dalam Persamaan 4, sehingga diperoleh :

Sudut potongan yang menyebabkan dicapainya nilai tegangan geser maksimum


diperoleh dengan menurunkan Persamaan 2.18.

Contoh soal
Pada suatu titik material dalam elemen struktur diketahui komponen tegangan meliputi σx =
60 MPa, σy = 10 MPa dan τ = 20 MPa. Tentukan sudut potong bidang utama berikut komponen
tegangannya dan tentukan juga besarnya tegangan geser maksimum berikut sudut potongnya.

48
49
a. Besarnya tegangan maksimum pada terletak di titik C sedangkan tegangan minimum
terletak di titik D, maka
σmax = 67 MPa

50
σmin = 3 MPa
b. Besarnya sudut putar untuk mendapatkan tegangan maksimum pada titik C dapat diukur
menurut sudut AOC
2.φp = 380

φp = 190
c. Besarnya tegangan geser maksimum pada titik E dapat diukur menurut jari- jari
lingkaran Mohr, atau sebesar

Soal latihan:

1. Lakukan analisis dengan diagram Mohr pada suatu elemen yang dikenai beban seperti
pada gambar berikut:

51
BAB IV
KEGAGALAN STATIK

Pendahuluan
Kenapa mesin/peralatan atau elemen mesin mengalami kegagalan? Pertanyaan ini adalah
masalah mendasar yang telah menghantui ilmuwan dan insinyur sejak berabad-abad lalu.
Mekanisme terjadinya kegagalan kini lebih dipahami seiring kemajuan teknik pengujian dan
pengukuran.
Kegagalan pada suatu elemen mesin dapat terjadi dalam berbagai wujud seperti misalnya
yielding, retak, patah, scoring, pitting, korosi, aus, dan lain-lain. Agen penyebab kegagalan juga
bermacam-macam seperti misalnya salah design, beban operasional, kesalahan maintenance, cacat
material, temperatur, lingkungan, waktu, dan lain-lain. Dengan pengetahuan yang lengkap tentang
kegagalan, maka para insinyur dapat mempertimbangkan berbagai aspek penyebab kegagalan
dalam perancangan sehingga diharapkan kegagalan tidak akan terjadi selama umur teknisnya.
Dalam bab ini hanya akan dibahas kegagalan elemen mesin yang diakibatkan oleh beban mekanis.
Beban mekanis yang dimaksud adalah beban dalam bentuk gaya, momen, tekanan, dan beban
mekanis lainnya. Kegagalan akibat beban mekanis adalah berhubungan dengan jenis tegangan
yang terjadi pada komponen mesin.

Gambar 1. Kegagalan akibat tegangan tarik uniaksial dan torsi murni

52
Sebagai seorang engineer yang merancang suatu sistem mekanik harus benar-benar
memperhitungkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi yang menyebabkan sistem mekanik
akan mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan ini secara umum banyak faktornya, baik yang
dapat dirediksi maupun yang tidak dapat diprediksi. Faktor alam sebenarnya merupakan hal yang
berpengaruh besar dalam kegagalan struktur, namun hal ini sulit untuk diprediksi. Faktor yang
dapat diprediksi bersifat teknis seperti besar beban, kekuatan material, dan pengaruh kimia seperti
korosi pada logam.
Untuk mengantisipasi adanya beban atau faktor penyebab kegagalan tersebut maka pada saat
perancangan perlu memberi faktor keamanan (safety factor).
Faktor Keamanan pada awalnya didefinisikan sebagai suatu bilangan pembagi kekuatan
ultimate material untuk menentukan “tegangan kerja” atau “tegangan design”. Perhitungan
tegangan design ini pada jaman dulu belum mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti impak,
fatigue, stress konsentrasi, dan lain-lain, sehingga faktor keamanan nilainya cukup besar yaitu
sampai 20-30. Seiring dengan kemajuan teknologi, faktor keamanan dalam design harus
mempertimbangkan hampir semua faktor yang mungkin meningkatkan terjadinya kegagalan.
Dalam dunia modern faktor keamanan umumnya antara 1.2 – 3. Dalam “modern engineering
practice” faktor keamanan dihitung terhadap “significant strength of material”, jadi tidak harus
terhadap ultimate atau tensile strength. Sebagai contoh, jika kegagalan melibatkan “yield” maka
significant strength adalah yield strength of material; jika kegagalan melibatkan fatigue maka
faktor keamanan adalah berdasarkan fatigue; dan seterusnya. Dengan demikian faktor keamanan
didefinisikan sebagai :
𝑆𝑖𝑔𝑛𝑖𝑓𝑖𝑐𝑎𝑛𝑡 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙
𝑁=
𝑤𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠

Beberapa referensi juga mendefinisikan faktor keamanan sebagai perbadingan antara“design


overload” dan “normal load”.
Penentuan nilai numerik faktor keamanan sangat tergantung pada berbagai parameter dan
pengalaman. Parameter-parameter utama yang harus diperhatikan adalahjenis material, tipe dan
mekanisme aplikasi beban, state of stress, jenis komponen danlain-lain. Berdasarkan berbagai
pengalaman dan parameter-parameter tersebut, telahdikembangkan Codes yang memuat cara

53
perhitungan dan penentuan faktor keamananuntuk berbagai aplikasi khusus. Misalnya ASME
B16.5 untuk Flanges, ASME PressureVessel Codes, DNV OS F101 Submarine pipeline, dan
Code-code yang lain.
Tingkat ketidak-pastian (uncertainty) juga merupakan hal penting yang menentukan nilai faktor
keamanan yang digunakan. Berikut adalah beberapa tingkat ketidak-pastian yang harus
dipertimbangkan untuk elemen yang mendapat beban statik :
Tingkat ketidak-pastian beban. Pada situasi tertentu, nilai beban yang bekerja pada suatu
komponen mesin dapat ditentukan dengan pasti. Seperti misalnya beban gaya sentrifugal pada
motor listrik, beban berat kendaraan, beban pada pegas katup sebuah engine dan lain-lain. Tetapi
pada kondisi tertentu, nilai beban yang pasti sangat sulit ditentukan. Misalnya beban yang bekerja
pada pegas sistim suspensi kendaraan di mana terjadi variasi yang sangat besar tergantung kondisi
jalan dan cara kendaraan dikendarai. Bagaimana dengan mesin-mesin yang baru diciptakan di
mana belum ada pengalaman sebagai referensi ? Jadi semakin tinggi tingkat ketidak-pastian, maka
insinyur harus menggunakan faktor keamanan yang semakin konservatif.
Tingkat ketidak-pastian kekuatan material. Idealnya insinyur mesin harus memiliki
pengetahuan dan data yang luas tentang kekuatan material, baik pada kondisi fabrikasi, maupun
setelah menjadi komponen mesin. Data-data tersebut haruslah di test pada temperatur dan kondisi
lingkungan yang sesuai dengan kondisi aplikasi komponen tersebut. Tetapi dalam kenyataan hal
ini sangat sulit dipenuhi. Kebanyakan data yang tersedia adalah hasil uji pada kondisi temperatur
kamar dan pembebanan yang ideal serta ukuran yang berbeda dengan komponen yang sebenarnya.
Juga perlu dicatat bahwa sifat material dapat berubah cukup signifikan selama komponen
digunakan. Jadi parameter ketidak pastian data material ini perlu dipertimbangkan dalam
penentuan faktor keamanan.
Tingkat ketidak-pastian metodologi design dan analysis. Metodologi design dan jenis analisis
juga sangat menentukan faktor keamanan dalam suatu perancangan komponen mesin. Hal-hal
yang perlu dieprhatikan antara lain adalah (a) seberapa valid asumsi-asumsi yang digunakan serta
persamaan standard dalam perhitungan tegangan, (b) akurasi dalam perhitungan faktor konsentrasi
tegangan, (c) akurasi dalam meng-estimasi adanya “tegangan sisa” yang timbul saat pembuatan
komponen, (d) kesesuaian teori kegagalan yang digunakan dan penentuan “significant strength”
material.

54
Konsekuensi kegagalan – keamanan manusia dan ekonomi. Konsekuensi kegagalan baik
terhadap keselamatan manusia maupun ekonomi juga merupakan parameter pertimbangan utama
dalam menentukan faktor keamanan. Jika kegagalan yang terjadi dapat membahayakan
keselamatan banyak orang atau menimbulkan konsekuensi ekonomi yang besar, maka faktor
keamanan yang konservatif perlu digunakan. Contohnya, faktor keamanan yang tinggi diperlukan
pada sarana angkutan transporatsi massa, industri minyak-gas.

Pada kondisi ideal dimana suatu struktur atau sistem mekanik telah diketahui beban secara
lengkap berupa beban tunggal, maka kriteria kegagalan berdasar pada perbandingan antara
tegangan kerja (beban) dengan kekuatan material yang dinyatakan dalam tegangan ijin (yield).
Pada material logam tegangan ijin biasanya diambil pada tegangan luluh (yield).
Kriteria kegagalan secara umum dirumuskan dengan:
σkerja ≤σijin
Apabila sistem mekanik diperkirakan masih ada beban yang tidak dapat diprediksikan maka perlu
menambahkan faktor keamanan (N). Kriteria kegagalan mengikuti rumus sebagai berikut:
σkerja ≤σijin/N

Jenis beban yang telah dibahas pada materi sebelumnya berupa beban aksial, beban geser, beban
puntir dan beban bending (lentur).

Gambar 2. Jenis beban

55
Apabila beban yang bekerja pada suatu sistem mekanik lebih dari satu maka perlu dilakukan
analisis dengan berbagai kriteria. Pada materi kuliah ini, kriteria kegagalan yang dibahas adalah:
1. Maximum shear stress theory ( metode tegangan Tresca)
𝜏 𝑇 = 𝜏𝑚𝑎𝑥 = 0,5(𝜎1 − 𝜎2 )
(𝜎1 𝑑𝑎𝑛 𝜎2 adalah tegangan maksimum dan minimum yang diapat dari perhitungan
transformasi tegangan yang dibahas pada bab sebelumnya pada pembahasan diagram
Mohr).

Maka tegangan Tresca (τT) harus lebih kecil dari tegangan ijin dan faktor keamanan.
𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛
𝜏𝑇 ≤
𝑁

2. Distorsi energy theory ( metode tegangan Von Mises)

𝜎𝑉𝑀 = √(𝜎12 + 𝜎22 ) − 𝜎1 . 𝜎2

(𝜎1 𝑑𝑎𝑛 𝜎2 adalah tegangan maksimum dan minimum yang diapat dari perhitungan
transformasi tegangan yang dibahas pada bab sebelumnya pada pembahasan diagram
Mohr).

Maka tegangan Von Mises (τVM) harus lebih kecil dari tegangan ijin dan faktor keamanan.
𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛
𝜏𝑉𝑀 ≤
𝑁

Kedua metode diatas biasanya dipakai untuk menganalisis kegagalan pada material ulet
(ductile material). Pada kondisi ini semua jenis logam dikategorikan material ulet.

56
Gambar 3. Perbandingan kriteria Von Mises dan Tresca

Dari gambar diatas terlihat bahwa keiteria kegagalan Tresca lebih ketat dibanding dengan
Von Mises. Pemilihan metode ini berkaitan dengan aplikasi sturkur yang dirancang.
Apabila akan digunakan pada sistem yang mengaharuskan tingkat keselamatan manusia
yang tinggi bisa menggunakan metode Tresca.

Contoh soal.
Sebuah elemen material mendapat beban seperti pada gambar. Diketahui tegangan ijin
(tegangan luluh) material adalah 19500 psi dan faktor keamanan N=2.
a. Hitung tegangan utama maksimum dan minimum?
b. Hitung tegangan geser maksimum?
c. Lakukan pengecekan tegangan dengan metode Tresca?
d. Lakikan pengecekan tegangan dengan metode Von Mises?

57
Jawab:

a. Tegangan utama maksimum (σ1) dan minimum (σ1):

Dengan rumus (13) bab 3:


Tegangan maksimum =

𝜎1 + 𝜎2 𝜎1 + 𝜎2 2
𝜎1 = + √⌈ 2
⌉ + 𝜏𝑥𝑦
2 2

8030 + 0 8030 + 0 2
𝜎1 = + √[ ] + 2870 = 8950 𝑝𝑠𝑖 (𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘)
2 2
Tegangan minimum =

𝜎1 + 𝜎2 𝜎1 + 𝜎2 2
𝜎1 = √
− ⌈ 2
⌉ + 𝜏𝑥𝑦
2 2

8030 + 0 8030 + 0 2
𝜎1 = √[ ] + 2870 = −920 𝑝𝑠𝑖 (𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛)
2 2

b. Tegangan geser maksimu


Dengan persamaan (11) bab III,

𝜎1 + 𝜎2 2
𝜏𝑚𝑎𝑥 = √[ 2
] + 𝜏𝑥𝑦
2

8090 + 0 2
𝜏𝑚𝑎𝑥 = √[ ] + 28702 = ±4935 𝑝𝑠𝑖
2

58
c. Tegangan Tresca
𝜏 𝑇 = 𝜏𝑚𝑎𝑥 = 0,5(𝜎1 − 𝜎2 )
𝜏 𝑇 = 𝜏𝑚𝑎𝑥 = 0,5(8950 − (−920) = 4935 𝑝𝑠𝑖
Pengecekan Tegangan Tresca:
𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛
𝜏𝑇 ≤
𝑁
19500
4935 𝑝𝑠𝑖 ≤
2𝑥2
4935 𝑝𝑠𝑖 ≤ 4875 𝑝𝑠𝑖
Jadi, rancangan dinyatakan gagal / tidak sesuai kriteria
d. Tegangan Von Mises

𝜎𝑉𝑀 = √(𝜎12 + 𝜎22 ) − 𝜎1 . 𝜎2

𝜎𝑉𝑀 = √(89502 + (−920)2 ) − [8950 . (−920)] = 9443,67 𝑝𝑠𝑖

Pengecekan tegangan Von Mises


𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛
𝜏𝑉𝑀 ≤
𝑁
19500
9443,67 𝑝𝑠𝑖 ≤
2
9443,67 𝑝𝑠𝑖 ≤ 9750 𝑝𝑠𝑖
Rancangan dinyatakan kokoh / memenuhi kriteria

59

Anda mungkin juga menyukai