Anda di halaman 1dari 23

PANDANGAN ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN MEDIA

SOSIAL PADA PEREMPUAN DALAM MASA IDDAH

Oleh

HERDI TAUFIK
05120220040

Proposal Penelitian
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas final mata kuliah tehnik penulisan
karya ilmiah pada program studi Huklum Keluarga Islam

PRODI HUKUM KELUARGA C1

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNUVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2023/2024
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas kasih dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini yang

berjudul “PANDANGAN ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN MEDIA

SOSIAL PADA PEREMPUAN DALAM MASA IDDAH”.

Proposal penelitian ini disusun sebagai pengganti final program studi

hukum keluarga islam C1, fakultas agama islam, universitas muslim indonesia.

Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis mengalami kesulitan

dan penulis menyadari dalam penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan proposal penelitian ini.

Makassar, 30 November 2023

Penulis

Herdi Taufik
Nim. 05120220040
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2

I PENDAHULUAN.............................................................................................................4

A. Latar belakang..........................................................................................................4

B. Rumusan Masalah....................................................................................................5

C. Tujuan Masalah........................................................................................................5

D. Manfaat Penelitian...................................................................................................5

II TIJAUAN PUSTAKA......................................................................................................8

A. Konsep Masa Iddah dalam Islam.............................................................................8

B. Iddah: Macam dan kadarnya....................................................................................9

C. Hak perempuan dalam masa iddah........................................................................13

D. Pantangan selama masa iddah bagi perempuan.....................................................14

E. 'Iddah bagi Perempuan Berkariier..........................................................................16

F. Keterkaitan antara Media Sosial dan Perempuan dalam Masa Iddah....................19

III METODE PENELITIAN..............................................................................................21

A. Jenis penelitian.......................................................................................................21

B. Sumber Data...........................................................................................................21

C. Metode Pengumpulan Data....................................................................................22

D. Metode Analisis Data.............................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................24
I PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Di era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, penggunaan

media sosial sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

masyarakat. Fenomena ini tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga

membawa perubahan pada pola interaksi sosial, termasuk antar kelompok

perempuan. Dengan pesatnya perkembangan media sosial, media sosial telah

menjadi sarana utama bagi individu untuk berkomunikasi, berbagi informasi,

dan membangun hubungan sosial.

Perempuan sebagai bagian integral masyarakat juga lekat dengan

besarnya pengaruh media sosial. Kehadiran perempuan di masa Iddah sebagai

tahapan khusus dalam kehidupan perempuan semakin dikaitkan dengan

persoalan interaksi sosial di ranah digital. Dalam konteks ini, perempuan

mungkin mengalami konsekuensi signifikan dari penggunaan media sosial

selama Iddah, yang mungkin mencakup aspek psikologis, sosial, dan spiritual.

Lebih lanjut, dalam konteks Islam, interaksi perempuan di media sosial

saat Iddah menimbulkan pertanyaan sejauh mana nilai-nilai Islam

dipertahankan dan pantas jika menggunakan teknologi tersebut.Hal ini penting

untuk dipahami demi menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan

nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, penelitian ini akan fokus menganalisis dampak

penggunaan media sosial terhadap perempuan pada masa Iddah, serta

menggali pandangan Islam terhadap interaksi perempuan di dunia digital.Oleh


karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang

lebih mendalam mengenai tantangan dan peluang yang dihadapi perempuan

dalam menggunakan media sosial pada masa Iddah dari sudut pandang nilai-

nilai Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penggunaan media sosial mempengaruhi perempuan dalam

masa iddah?

2. Apa pandangan Islam terhadap penggunaan media sosial oleh perempuan

dalam konteks masa iddah?

C. Tujuan Masalah

1. Menganalisis dampak penggunaan media sosial pada perempuan dalam

masa iddah.

2. Memahami pandangan Islam terhadap interaksi perempuan dalam masa

iddah di media sosial.

3. Memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai keseimbangan

antara teknologi dan nilai-nilai keagamaan.

D. Manfaat Penelitian

1. Pemahaman yang lebih baik mengenai dampak penggunaan media sosial:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih

mendalam tentang bagaimana penggunaan media sosial dapat berdampak

pada perempuan selama masa Iddah.


2. Pemahaman komprehensif mengenai dampaknya baik dari sudut pandang

psikologis dan sosial memberikan wawasan berharga dalam

mengembangkan strategi dukungan dan pemulihan.

3. Pandangan Islam terhadap Interaksi Media Sosial: Penelitian ini

memberikan kontribusi terhadap pemahaman pandangan Islam terhadap

interaksi perempuan di media sosial pada masa Idda.

4. Panduan ini menguraikan prinsip-prinsip Islam yang relevan dan

membantu memberikan panduan bagi perempuan dalam situasi seperti itu

untuk mengelola interaksi digital mereka sesuai dengan nilai-nilai agama

mereka.

5. Wawasan masyarakat: Kajian ini dapat memberikan wawasan kepada

masyarakat luas dengan menyoroti isu-isu yang timbul dari penggunaan

media sosial oleh perempuan selama Iddah.

6. Hal ini mencakup institusi keluarga, komunitas dan agama yang dapat

dilibatkan dalam mendukung dan membimbing perempuan dalam situasi

seperti ini.

7. Postingan tentang Pengelolaan Media Sosial dengan Nilai-Nilai Islami:

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi pemahaman

bagaimana nilai-nilai Islam dapat diintegrasikan ke dalam pengelolaan

media sosial.

8. Hal ini dapat menjadi pedoman bagi perempuan dan masyarakat umum

pada masa Iddah untuk menyeimbangkan kemajuan teknologi dan nilai-

nilai agama.
9. Dukungan terhadap perempuan saat Iddah: Penelitian ini dapat

memberikan dukungan nyata kepada perempuan saat Iddah dengan

mengidentifikasi tantangan yang muncul dan memberikan solusi yang

tepat.

10. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan membantu

mengembangkan program pendampingan dan dukungan yang lebih efektif.


II TIJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Masa Iddah dalam Islam

Iddah merupakan istilah yang diambil dari kata Arab al-adad berarti

menghitung. Pemahaman lain juga menjelaskan bahwa Idda itu pembatasan

untuk wanita yang baru saja bercerai suaminya Iddah juga berasal dari adda-

yauddu-iddatan (Sunarto & Liana, 2020).

Menurut para ilmuwan, masa Iddah adalah masa dimana seorang wanita

yang diceraikan (talaq) atau ditinggal mati oleh suaminya. Berakhirnya masa

Iddah terkadang ditentukan oleh proses kelahiran, selama menstruasi atau

pada tingkat bulanan yang telah ditentukan. Ada pula ulama yang

mendefinisikan Idda sebagai masa dimana wanita tersebut memastikan tidak

ada janin di dalam rahimnya dan itu adalah bagian dari ta'abbud (ibadah) atau

pengentasan kesedihan karena ketakutan kehilangan pasangannya (Sunarto &

Liana, 2020).

Menurut Prawirohamidjojo, bagi perempuan yang telah berpisah dengan

suaminya atau telah putus perkawinan dengan suaminya karena suaminya

meninggal atau karena talak Oleh karena itu, wajib melakukan iddah (masa

tunggu) kecuali pada waktu Situasi qobla ad-dukhuli dan putusnya

perkawinan tidak karena kematian. Selama masa iddah, wanita harus

menunggu dan menahan diri untuk tidak menikah dengan pria lain terlebih

dahulu. Apalagi wanita yang sedang dalam masa Idda tidak boleh

menerimanya khitbah dari laki-laki manapun. Tetapi jika Ada orang yang

ingin mengkhitbah perempuan yang sedang Iddah, maka hendaknya wanita itu
menolaknya tidak secara terbuka, tapi dengan sindiran,Sebagai mana firman

Allah:

‫َو اَل ُجَناَح َع َلْيُك ْم ِفْيَم ا َع َّرْض ُتْم ِبٖه ِم ْن ِخ ْطَبِة الِّنَس ۤا ِء َاْو َاْك َنْنُتْم ِفْٓي َاْنُفِس ُك ْم ۗ َع ِلَم ُهّٰللا َاَّنُك ْم َس َتْذ ُك ُرْو َنُهَّن َو ٰل ِكْن‬

‫َو اْعَلُم ْٓو ا‬ ۗ ‫اَّل ُتَو اِع ُد ْو ُهَّن ِس ًّر ا ِآاَّل َاْن َتُقْو ُلْو ا َقْو اًل َّم ْع ُرْو ًفا ۗە َو اَل َتْع ِزُم ْو ا ُع ْقَد َة الِّنَك اِح َح ّٰت ى َيْبُلَغ اْلِكٰت ُب َاَج َلٗه‬

‫ࣖ َاَّن َهّٰللا َيْع َلُم َم ا ِفْٓي َاْنُفِس ُك ْم َفاْح َذ ُرْو ُۚه َو اْعَلُم ْٓو ا َاَّن َهّٰللا َغ ُفْو ٌر َح ِلْيٌم‬

"Tidaklah berdosa bagimu atas kata sindiran untuk meminang

perempuan-perempuan atau (keinginan menikah) yang kamu sembunyikan di

dalam hati. Allah tahu kamu menyebutkannya. Namun, janganlah berjanji

secara diam untuk diam-diam (menikahinya) mereka kecuali sekadar

mengucapkan kata-kata yang patut (sindiran). Jangan mengadakan akad

nikah sebelum berakhirnya masa Idah. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui

apa yang ada di hatimu. Jadi takutlah pada-Nya. Ketahuilah bahwa Allah

Maha Pengampun dan penuh kasih" QS. Al-Baqarah:235

Hukum iddah Islam adalah wajib bagi wanita yang telah berpisah dari

pasangannya, baik bercerai atau ditinggal mati yang tujuannya untuk

mengetahui apakah dia hamil atau tidak. Tidak dianjurkan bagi seorang wanita

untuk menikah sebagai bukti pada masa iddah dia benar-benar tidak

menyembunyikan apa yang ada di perutnya.

B. Iddah: Macam dan kadarnya

Iddah menjadi kewajiban bagi wanita karena dua alasan, yakni cerai

(termasuk pembatalan) dan kematian suami. Iddah terdiri dari tiga jenis: iddah

berdasarkan siklus haid/suci (quru’), iddah berdasarkan bulan (qamariyah),


dan iddah hingga melahirkan. Dalam Konteks Hukum Islam (KHI), iddah

diklasifikasikan ke dalam empat sebab:

a. Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya Wanita yang suaminya

meninggal wajib menjalani masa tunggu selama 4 bulan 10 hari (130 hari),

bahkan jika dalam keadaan sebelum hubungan intim (qobla dukhul) dan

tidak hamil. Jika istri ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil, masa

tunggu berlangsung hingga istri melahirkan, sebanding dengan iddah

wanita yang diceraikan secara raj'i. (Arafah et al., 2023).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫َو اَّلِذ ْيَن ُيَتَو َّفْو َن ِم ْنُك ْم َو َيَذ ُرْو َن َاْز َو اًجا َّيَتَر َّبْص َن ِبَاْنُفِس ِهَّن َاْر َبَع َة َاْش ُهٍر َّوَع ْش ًر ۚا َفِاَذ ا َبَلْغ َن َاَج َلُهَّن‬

‫َفاَل ُجَناَح َع َلْيُك ْم ِفْيَم ا َفَع ْلَن ِفْٓي َاْنُفِس ِهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِۗف َو ُهّٰللا ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َخ ِبْيٌر‬

Orang-orang yang meninggal di antara kalian dan meninggalkan istri-istri,

istri-istri tersebut diwajibkan menahan diri (beridah) selama empat bulan

sepuluh hari. Setelah berakhirnya masa iddah mereka, tidak ada dosa yang

ditujukan kepadamu (wali) terkait tindakan mereka terhadap diri mereka,

sesuai dengan norma-norma yang pantas. Allah Maha Mengetahui segala

perbuatan yang kalian lakukan, sebagaimana diungkapkan dalam QS. Al-

Baqarah [2]:234.

b. Wanita yang diceraikan suaminya Wanita yang mendapatkan talak dari

suaminya selama ia sedang dalam keadaan tidak haid, maka periode


tunggu bagi wanita tersebut mencakup tiga kali siklus haid. Sementara itu,

jika wanita tersebut telah melewati masa haidnya, periode tunggu yang

dijalani adalah selama 90 hari. Jika seorang wanita diceraikan saat sedang

hamil, maka masa iddahnya akan berlangsung hingga ia melahirkan.

Perhitungan awal masa iddah untuk wanita yang mengalami perceraian

dimulai dari tanggal pengucapan talak yang ditetapkan oleh pengadilan

agama.

Dasar hukum kewajiban menjalankan masa iddah terdapat dalam

ayat-ayat Al-Qur'an, termasuk di antaranya adalah perintah Allah yang

tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 228.

‫َو اْلُم َطَّلٰق ُت َيَتَر َّبْص َن ِبَاْنُفِس ِهَّن َثٰل َثَة ُقُر ْۤو ٍۗء َو اَل َيِح ُّل َلُهَّن َاْن َّيْكُتْم َن َم ا َخ َلَق ُهّٰللا ِفْٓي َاْر َح اِم ِهَّن ِاْن ُك َّن‬

‫َو َلُهَّن ِم ْثُل اَّلِذ ْي‬ ۗ‫ُيْؤ ِم َّن ِباِهّٰلل َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر َو ُبُعْو َلُتُهَّن َاَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفْي ٰذ ِلَك ِاْن َاَر اُد ْٓو ا ِاْص اَل ًحا‬

‫ࣖ َع َلْيِهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِۖف َو ِللِّر َج اِل َع َلْيِهَّن َد َر َج ٌة ۗ َو ُهّٰللا َع ِزْيٌز َحِكْيٌم‬

Para istri yang mengalami perceraian diwajibkan menjalani masa iddah

sebanyak tiga kali siklus haid (qurū’). Mereka tidak diizinkan untuk

menyembunyikan anugerah Allah yang ada dalam rahim mereka, terutama

jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Suami-suami mereka

memiliki hak yang lebih besar untuk merujuk kembali kepada mereka

selama periode tersebut, apabila mereka bermaksud untuk memperbaiki

hubungan. Hak dan kewajiban para perempuan diatur secara adil dan

seimbang sesuai dengan norma-norma yang layak. Meski begitu, suami-


suami tetap memiliki kelebihan tertentu atas mereka. Semua ini adalah

aturan yang ditetapkan oleh Allah, yang Maha Perkasa dan Maha

Bijaksana, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah [2]:228.

Dalam situasi yang berbeda, perempuan yang diceraikan oleh suaminya

mengalami berbagai periode tunggu:

1. Jika perempuan tersebut pernah mengalami haid dan saat terjadi talak

ia tidak sedang haid karena menyusui, maka masa tunggu yang

ditentukan adalah tiga kali siklus haid.

2. Jika perempuan tersebut pernah mengalami haid dan saat terjadi talak,

ia tidak sedang haid dan tidak disebabkan oleh menyusui, maka masa

tunggu yang ditetapkan adalah satu tahun. Jika secara tiba-tiba

perempuan tersebut mengalami haid, maka masa iddahnya menjadi

tiga kali siklus haid.

3. Jika perempuan tersebut sedang hamil, maka masa iddahnya akan

berlangsung hingga ia melahirkan, baik itu akibat perceraian atau

kematian suami.

4. Jika seorang istri tidak hamil dan belum melakukan hubungan intim

(dukhul) dengan suaminya, maka masa iddah tidak berlaku.

c. Akhirnya pernikahan karena khulu’, fasakh, dan li'an

Wanita yang mengakhiri perkawinannya karena khulu' (cerai gugat

dengan imbalan tertentu atau i'wad dari pihak istri), fasakh (pemutusan

perkawinan karena salah satu pasangan murtad atau alasan lain yang
seharusnya tidak sah untuk menikah), dan li'an (sumpah bersumpah antara

suami dan istri) akan menjalani masa iddah yang sama dengan perempuan

yang diceraikan oleh suaminya, yaitu tiga kali suci.(Nurnazli, 2018)

d. Istri yang mendapatkan talak raj'i dan kemudian ditinggal mati oleh

suaminya dalam masa iddah Jika seorang istri yang sedang menjalani talak

raj'i meninggal dunia saat masih dalam masa iddah, maka masa iddahnya

berubah menjadi empat bulan sepuluh hari atau 130 hari, dihitung sejak

suaminya meninggal. Perhitungan masa iddah dimulai sejak kematian

suami; selama suami masih hidup, masa iddah tidak dihitung. Hal ini

disebabkan oleh keterikatan hukum istri dengan perkawinan selama ia

menjalani masa iddah, karena suaminya masih memiliki hak untuk

merujuk kembali kepadanya selama masa iddah tersebut. (Nurnazli, 2018)

C. Hak perempuan dalam masa iddah

1. Perempuan yang menjalani masa iddah karena talak raj'i memiliki

kemungkinan untuk direngkuh kembali oleh suaminya, dan berhak atas

tempat tinggal yang layak, nafkah, pakaian, dan dukungan finansial

lainnya dari mantan suaminya.

2. Perempuan yang menjalani masa iddah karena talak ba'in, termasuk khulu',

talak tiga, atau fasakh, dan tidak dalam keadaan hamil, memiliki hak untuk

mendapatkan tempat tinggal tanpa mendapatkan nafkah.

3. Perempuan yang menjalani masa iddah karena talak ba'in dan sedang

dalam keadaan hamil berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal.


4. Perempuan yang menjalani masa iddah karena ditinggal mati oleh

suaminya tidak berhak mendapatkan nafkah, meskipun dalam keadaan

hamil. Hal ini disebabkan karena istri dan anak yang masih dikandungnya

telah menerima hak waris dari suami yang meninggal.

D. Pantangan selama masa iddah bagi perempuan

Hukum Islam menegaskan larangan-larangan yang harus dihindari oleh

perempuan selama masa iddah, baik itu iddah talak maupun iddah wafat. Pada

periode iddah, seorang perempuan diwajibkan untuk menjauhi hal-hal berikut

(Susilo, 2016):

a. Berbagai bentuk lamaran dapat disampaikan secara terbuka atau secara

pribadi, namun untuk perempuan yang sedang menjalani masa iddah

karena kematian suami, tawaran pernikahan dapat diungkapkan

melalui sindiran.

b. Dilarang menikah kembali sampai masa iddah selesai sepenuhnya.

c. Tidak diperbolehkan berdandan atau berhias dengan tujuan menarik

perhatian pria lain (yang dapat menyebabkan ketertarikan dari pihak

lelaki).

d. Tidak diperbolehkan meninggalkan rumah (harus tinggal di rumah)

kecuali ada alasan atau kebutuhan khusus. Sayyid Sabiq menyatakan

bahwa seorang istri yang sedang menjalani masa iddah harus tinggal di

rumah di mana dia tinggal bersama suaminya hingga masa iddahnya

selesai, dan tidak diizinkan untuk meninggalkan rumah tersebut.


(Susilo,2016). Merujuk pada larangan bagi perempuan yang sedang

dalam masa iddah, seperti larangan meninggalkan rumah, hal ini

memiliki persamaan dengan melakukan komunikasi melalui media

sosial dengan seseorang yang tidak memiliki hubungan mahram atau

yang diizinkan untuk menikah dengannya. Karena komunikasi

semacam itu dapat memicu terbentuknya hubungan tertentu antara

perempuan yang sedang dalam masa iddah dengan laki-laki lain, yang

dapat menyebabkan kemungkinan pernikahan. Namun, dalam

pembentukan hukum Islam, prinsip utama yang dijunjung tinggi

adalah kemaslahatan hidup, di mana kemaslahatan diartikan sebagai

keadaan yang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Islam.

Meskipun demikian, jika ada situasi darurat, ketentuan yang

bertentangan dengan kemaslahatan harus ditempatkan di posisi utama.

(Baharun & Adhimiy, 2018). Untuk mencapai kemaslahatan dalam

hidup, kita perlu menghindari kesulitan. Beberapa aspek yang harus

dijaga agar kemaslahatan tercapai melibatkan perlindungan terhadap

agama, diri sendiri, akal, keturunan, dan harta.

Dalam konteks perempuan yang menjalani masa iddah setelah

suaminya meninggal, jika larangan untuk keluar rumah atau

berkomunikasi melalui media sosial tidak diperbolehkan, hal ini dapat

mengakibatkan pencemaran kemaslahatan manusia. Ini tidak sejalan

dengan prinsip hukum Islam yang menempatkan kemaslahatan manusia

sebagai prioritas utama. Dalam berbagai kitab mazhab Syafi'iyyah,


terdapat pengecualian yang memperbolehkan perempuan iddah wafat

keluar rumah dengan alasan uzur atau darurat. Ini menegaskan bahwa

larangan bagi perempuan iddah dapat dikecualikan dalam keadaan

tertentu, seperti dalam keadaan darurat, di mana perempuan yang

menjalani iddah wafat menjadi tulang punggung keluarga.

Hal yang serupa berlaku untuk komunikasi melalui media sosial. Jika

situasinya sangat mendesak, seperti dalam pekerjaan kantoran atau

pekerjaan online yang tidak dapat ditunda, hal tersebut dapat dianggap

dibolehkan. Prinsipnya adalah kemaslahatan hidup harus didahulukan,

meskipun bertentangan dengan syariat, asalkan dalam keadaan yang sangat

mendesak.

E. 'Iddah bagi Perempuan Berkariier

Konsep karier berasal dari upaya pengembangan dan kemajuan dalam

kehidupan pekerjaan, jabatan, dan sejenisnya. Namun, dalam konteks modern

saat ini, perempuan tidak lagi terbatas pada peran tradisional sebagai ibu

rumah tangga di dalam rumah. Sebagian besar perempuan dewasa saat ini

hidup dalam pola kehidupan yang sejajar dengan laki-laki, dengan fokus pada

pengembangan karir yang mereka raih.(Susilo, 2016).

Hal-hal seperti itu menjadi tantangan yang sangat sulit bagi perempuan

Iddah yang juga menjalani peran sebagai wanita karier. Karena sebagai

perempuan karier, mereka tetap harus melanjutkan pekerjaan dan menekuni

aktivitas mereka. Di sisi lain, perlu diingat bahwa wanita yang sedang
menjalani masa iddah tidak diizinkan untuk berhias, menggunakan wangi-

wangian, dan sebagainya. Apakah memungkinkan bagi perempuan yang

sedang menjalani iddah untuk keluar rumah dengan pakaian sederhana? Hal

ini jarang ditemui pada perempuan karier di era modern ini.

Islam dengan tegas melarang wanita yang sedang dalam masa iddah untuk

keluar rumah dan berinteraksi dengan laki-laki lain, baik itu disebabkan oleh

perceraian atau kematian suami. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menegaskan

dalam firman-Nya:

‫ٰٓيَاُّيَها الَّن ُّي ِاَذ ا َطَّلْقُتُم الِّنَس ۤا َء َفَطِّلُقْو ُهَّن ِلِع َّد ِتِهَّن َو َاْح ُصوا اْلِع َّد َۚة َو اَّتُقوا َهّٰللا َر َّبُك ْۚم اَل ُتْخ ُجْو ُهَّن ِم ْۢن‬
‫ِر‬ ‫ِب‬

ۗ ‫َو َم ْن َّيَتَع َّد ُح ُد ْو َد ِهّٰللا َفَقْد َظَلَم َنْفَس ٗه‬ ۗ‫ُبُيْو ِتِهَّن َو اَل َيْخ ُرْج َن ِآاَّل َاْن َّيْأِتْيَن ِبَفاِح َش ٍة ُّم َبِّيَنٍۗة َوِتْلَك ُح ُد ْو ُد ِهّٰللا‬

‫اَل َتْد ِر ْي َلَع َّل َهّٰللا ُيْح ِد ُث َبْع َد ٰذ ِلَك َاْم ًرا‬

"Wahai Nabi, jika engkau ingin menceraikan istri-istrimu, hendaklah

engkau melakukannya pada saat yang tepat, yaitu saat mereka berada

dalam keadaan iddah yang wajar. Hitunglah dengan seksama masa iddah

tersebut, dan tetaplah bertakwa kepada Allah, Tuhanmu. Janganlah

engkau mengusir mereka dari rumah mereka, dan tidaklah dibenarkan

bagi mereka untuk keluar, kecuali jika mereka terlibat dalam perbuatan

keji yang jelas. Inilah hukum-hukum Allah. Siapa pun yang melanggar

hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah menzalimi dirinya


sendiri. Engkau tidak mengetahui, mungkin setelah itu Allah mengatur

suatu peraturan yang baru." QS. At-Talaq [65]:1

Dalam ayat tersebut, jelas disampaikan bahwa perempuan yang

sedang dalam masa iddah tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah

selama masa iddah berlangsung. Mereka diwajibkan untuk menjauhi

pernikahan dengan laki-laki lain, serta menghindari berhias diri yang dapat

menarik perhatian laki-laki selain suaminya. Aturan ini berlaku baik untuk

perempuan yang menjalani iddah karena perceraian hidup maupun

perceraian mati, termasuk perempuan karier, kecuali dalam situasi darurat

atau kebutuhan mendesak.

Dalam Islam, terdapat kelonggaran dalam menangani masalah-

masalah tertentu, terutama bagi perempuan yang sedang menjalani masa

iddah. Oleh karena itu, bagi wanita yang sedang dalam masa iddah,

diizinkan untuk keluar rumah dengan pengecualian pada keadaan yang

mendesak. Jika perempuan iddah tidak dapat melaksanakan aktivitas di

luar rumah dan hal itu menyebabkan penderitaan bagi dirinya, maka

diperbolehkan baginya untuk keluar rumah. Namun, keluarnya harus

didasarkan pada uzur tertentu, yaitu keadaan sulit yang membuat

seseorang kesulitan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan agama. Ini

diperbolehkan terutama bagi mereka yang memiliki kebutuhan mendesak,

seperti mencari nafkah atau memenuhi kewajiban mencari ilmu. (Waliko,

2018)
F. Keterkaitan antara Media Sosial dan Perempuan dalam Masa Iddah

Pada dasarnya, dalam agama Islam, ditegaskan larangan bagi perempuan

yang sedang menjalani masa iddah untuk menjalin hubungan dengan laki-laki

lain. Namun, di era modern ini, hukum Islam tidak secara eksplisit mengatur

batasan interaksi manusia, terutama dalam konteks hubungan melalui media

sosial. Oleh karena itu, penting untuk memahami kembali hukum iddah bagi

perempuan yang masih dalam masa iddah ketika berhubungan dengan laki-

laki melalui media sosial, mengikuti perkembangan zaman. Pendekatan ushul

al-fiqh menyimpulkan bahwa al-sibr wa al-taqsim mencakup etika dan

kesopanan terhadap pasangan. Prinsip ini tetap relevan dalam zaman yang

terus berkembang dan tidak terbatas oleh waktu atau kondisi tertentu, berlaku

untuk setiap individu.

Dengan demikian, penggunaan media sosial oleh individu untuk menjalin

hubungan dengan lawan jenis tanpa diketahui oleh pihak lain dianggap tidak

sesuai dengan hukum Islam, terutama jika melibatkan khitbah melalui media

sosial. Iddah diatur dalam syariat untuk menjaga kehormatan perempuan dan

suaminya, bahkan dalam interaksi melalui media sosial dengan laki-laki lain.

Media sosial, pada dasarnya, diizinkan untuk hiburan atau untuk

mengembangkan usaha sehari-hari sesuai kaidah ushul. Namun, bagaimana

media sosial digunakan tergantung pada individu yang menggunakannya.

Perempuan yang sedang dalam masa iddah sebaiknya lebih berhati-hati dalam
tindakan dan dapat membedakan antara yang dilarang dan yang

diperbolehkan, sesuai dengan aturan hukum Islam yang telah ditetapkan.

Beberapa larangan bagi perempuan yang sedang dalam masa iddah dalam

konteks media sosial mencakup:(Jazari, 2019)

1. Berkomunikasi dengan laki-laki yang bukan mahram, khususnya melalui

media sosial, dilarang bagi perempuan yang sedang menjalani masa iddah.

Hal ini dihindari karena adanya potensi terjalinnya hubungan dengan laki-

laki yang bukan mahram, kecuali suaminya yang masih dalam talak raj’i.

2. Mengunggah foto diri perempuan yang sedang dalam masa iddah dilarang,

termasuk tindakan meng-upload foto di media sosial. Larangan ini

disebabkan oleh khawatirnya terjadi ketertarikan antara perempuan dan

pihak lain yang dapat menyebabkan khitbah. Islam melarang perempuan

yang sedang menjalani iddah untuk dikhitbah oleh pria lain.

3. Menulis status di media sosial juga dilarang bagi perempuan yang masih

dalam masa iddah. Hal ini dihindari karena status dapat memberikan

informasi tentang keadaan diri seseorang, membuka peluang bagi laki-laki

untuk melakukan khitbah. Status yang ditulis bisa menjadi sarana untuk

menjalin hubungan yang tidak sesuai dengan ketentuan agama Islam.

Perempuan yang sedang dalam masa iddah dilarang dikhitbah oleh laki-

laki lain selain suaminya, sejalan dengan larangan berhubungan dengan

laki-laki yang bukan mahramnya


III METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian

Peneliti menggunakan metode kajian pustaka dengan menggali sumber

data sekunder dari beragam rujukan, khususnya buku yang berkaitan dengan

pembahasan dan data-data yang diperoleh melalui internet. Analisis datanya

menggunakan content analisys.

B. Sumber Data

Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian yangakan dijadikan penulis

sebagai pusat informasi pendukung data yang dibutuhkan dalam penelitian,

yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber Data Primer

Yaitu data yang diambil dari sumber asli yang memuat suatu

informasi.14 Artinya sumber data yang digunakan merupakan karya yang

langsung diperolehdari tangan pertama yang terkait dengan tema

penelitian. Adapun sumber data primer dari penyusunan skripsi ini adalah

kitab Mughni Al-Muhtaj karangan Muhammad Khatib Asy-Syarbini.

2. Sumber Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak

langsung diperoleh penulis dari subyek penelitiannya. Penulis

menggunakan data ini sebagai pendukung yang berhubungan dengan

skripsi. Data ini diperoleh dari berbagai buku-buku, artikel, pendapat para
ahli, atau sumber lain yang dianggap relevan dan berhubungan dengan

Iddah.

C. Metode Pengumpulan Data

Dengan metode ini penulis mencoba untukmenyusun skripsi

dengan cara melakukan pengumpulan data lewat studi serta penelitian

terhadap buku-buku yang ada relevansinya terhadap permasalahan yang

sedang penulis kaji. Metode ini penulis gunakan dengan jalan membaca,

menelaah, kemudian menginventarisasikan ayatayat al-Qur'an, kitab-kitab

hadits serta kitab-kitab fiqh lain yang sesuai dengan permasalahan yang

ada hubungannya dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Hal ini

penulis lakukan sebagai dasar untuk menganalisis pendapat Muhammad

Khatib Asy-Syarbini Tentang Iddah Wanita Keguguran.

D. Metode Analisis Data

Langkah awal yang penulis lakukan dalam menganalisis data

adalah pengorganisasian data dalam bentuk mengatur, mengurutkan serta

mengelompokkan data sesuai dengan kategori, tujuan pengolahan serta

pengorganisasian data tersebut adalah untuk menemukan tema dan

keputusan kerja. Berdasarkan data yang diperoleh, maka digunakan untuk

menyusun serta menganalisis data-data yang terkumpul dengan

menggunakan metode deskriptif analitik yaitu suatu metode yang

menekankan pada pemberian sebuah gambaran baru terhadap data

yang terkumpul.
DAFTAR PUSTAKA
Arafah, M., Nur, I., Sofyan, Asti, M. J., & Rahmatullah, A. M. R. (2023). ’Illat

and Wisdom in Use Ultrasonography (USG) during Iddah Period.

Mazahibuna, 4(1), 79–98. https://doi.org/10.24252/mh.vi.35405

Baharun, H., & Adhimiy, S. (2018). Limitasi Keluar Rumah Bagi Perempuan

‘Iddah Wafat dalam Perspektif Maslahah Mursalah. Al-’Adalah, 15(1), 151.

https://doi.org/10.24042/adalah.v15i1.2161

Nurnazli, N. (2018). Relevansi Penerapan ‘Iddah di Era Teknologi Modern.

Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 10(1), 121–142.

https://doi.org/10.24042/ijpmi.v10i1.2358

Sunarto, M. Z., & Liana, K. (2020). Interaksi Wanita Yang Sedang Iddah Melalui

Media Sosial. Jurnal Islam Nusantara, 04(02), 160–171.

https://doi.org/10.33852/jurnalin.v4i2.220

Susilo, E. (2016). ‘Iddah Dan Ihdad Bagi Wanita Karir. Al-Hukama’, 6(2), 275–

297. https://doi.org/10.15642/alhukama.2016.6.2.275-297

Anda mungkin juga menyukai