Anda di halaman 1dari 33

ULASAN TEMA KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3.GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN
HUKUM

Disusunsebagaitugasterstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

DosenPengampuh: Dr. TaufiqRamdani, S.Th.I.,M.Sos

DisusunOleh:

NAMA : AGUSTIAN PRIMARYA PUTRA


NIM : C1M020004
Fakultas&prodi :PERTANIAN, AGROEKOTEKNOLOGI
SEMESTER : 1

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MATARAM

T.A. 2020/2021

1|Page
KATA PENGANTAR

Pujisyukur Alhamdulillah saya haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas makalah
matakuliah pendidikan agama islam ini tepat waktu
Makalah Keislaman disusun guna memenuhi tugas Dr. TaufiqRamdani, S.Th.I.,M.Sos pada
Pendidikan Agama islam di Universitas Mataram. Selain itu, Saya sebagai penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Makalah Keislaman ini.

Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas karunia-Nya berupa nikmat
iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah bertema Al qur’an &
hadist ini. Tidak lupa shawalat serta salam tercurahkan bagi Baginda Agung Rasulullah SAW
yang syafaatnya akan kita nantikan kelak.
Terimakasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. TaufiqRamdani, S.Th.I.,M.Sos sebagai
Dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam
Besar harapan saya tugas ini akan member manfaat bagi saya dan semua orang

Saya sendiri sebagai penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Penulis, Mataram 22-10-2020

Nama : Agustian Primarya Putra


NIM : C1M020004

2|Page
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER……………………………………………………………………………………………………………….................... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………………...................………….ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………………....................………....iii
I. KeistimewaandanKebenaranKonsepKetuhanandalam Islam ………………………………….......................……...1
a.Pendahuluan............................................................................................................................................1
b.sejarah pemikiran manusia tentang tuhan..............................................................................................2
c. tuhan menurut agama agama dan wahyu..............................................................................................3
d.pembuktian wujud tuhan........................................................................................................................5

II. SainsdanTeknologidan Al-Qur’an dan Al-Hadits ……………………………………………….....................……………16


a.pendahuluan............................................................................................................................................16
b. Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an........................................................................................16
c. Prinsip-Prinsip Dasar Kegiatan Ilmiah dalam al-Qur’an...........................................................................19
d. Sains dan Teknologi Modern: Pertimbangan Epistemologis...................................................................20
e. implikasi Pandangan al-Quran tentang Sain dalam Proses Pembelajaran.............................................21
III.GenerasiTerbaikMenurut Al-Hadits……………………………………………………………….....................……………….23

a. Pendahuluan..........................................................................................................................................23

b. GENERASI TERBAIK UMAT ISLAM ..........................................................................................................23

c. PERIODE KETIGA GENERASI TERSEBUT ..................................................................................................24

d. KEUTAMAAN TIGA GENERASI TERSEBUT...............................................................................................24

e. Contoh-contoh Manusia yang Termasuk Tiga Generasi Tersebut.........................................................25

IV.PengertianSalafMenurut Al-Hadits……………………………………………………………………………….....................27

A.PENDAHULUAN .....................................................................................................................................27

B.PENGERTIAN SALAF ...............................................................................................................................27

C.SIAPAKAH SALAF.................................................................................................................................... 27

D.Jalan Salaf adalah Jalan yang Selamat Dan Penutup .............................................................................28


V. Islam: AjaranTentangBerbagisertaKeadilanPenegakanHukum………………………………….......................…29

A.PENDAHULUAN..................................................................................................................................... 29

B.PENEGAKAN HUKUM ............................................................................................................................29

C.Keadilan ................................................................................................................................................30

3|Page
D.Hukum dan Keadilan Dalam Islam .........................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA …...................................................................................................................................33


LAMPIRAN...........................................................................................................................................

4|Page
BAB I

KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

A.Pendahuluan

1.1. Deskripsi

Iman kepada Allah Swt merupakan konsep dasar seseorang meyakini, mempercayai tentang
keberadaan Tuhan sang Pencipta alam semesta. Hal ini merupakan pondasi dasar keberagamaan
seseorang sehingga itu setiap mahasiswa perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang hal ini.
Bab ini membahas tentang hakikat tentang Tuhan, pembuktian wujud Tuhan dengan konsep ilmiah serta
konsep keimanan dan ketaqwaan dan implementasinya dalam kehidupan modern

1.2. Relevansi

Materi ini sangat dibutuhkan oleh mahasiswa sebagai dasar pelaksaan aktivitas sehari-hari baik
dalam profesi mereka juga aktivitas lainnya sehingga keimanan ini menjadi filter terhadap zaman
globalisasi.

1.3. Standar Kompetensi

Mahasiswa mampu menguraikan konsep ketuhanan dalam Islam

1.4. Kompetensi Dasar

Setelah mempelajari Bab ini mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan perbedaan pandangan Max Muller, Andrew Lang dan agama wahyu
tentang Monoteisme.

2. Berfikir dan bersikap sesuai dengan aliran teologis yang dapat menunjang perkembangan
IPTEK dan peningkatan etos kerja.

3. Membuktikan adanya Tuhan melalui kajian ilmiah, sehingga dapat memantapkan iman.

4. Bersikap dengan benar sesuai dengan prinsip dalam proses pembentukan keimanan.

5. Mengimplementasikan iman dan ibadah dan amal saleh dalam kehidupan sehari-hari.
6. Menerangkan peranan Iman dan Taqwa dalam menghadapi tantangan kehidupan modern,
sehingga meyakini benar perlunya beriman dan bertaqwa.
1.5. Petunjuk belajar

Pada pertemuan ini mahasiswa diminta untuk membuat daftar wawancara berdasarkan materi
yang akan dibahas, kemudian mahasiswa membuat sinopsis sebagai bahan fresentase. Mahasiswa
mewawancarai: kalangan akademisi, pedagang dan lain-lain.

5|Page
2. Penyajian
Penyajian topik ini diawali dengan informasi singkat tentang tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, pokok bahasan dan strategi pembelajaran, metode yang digunakan adalah ceramah, Tanya
jawab, penugasan dan diskusi dilakukan secara bervariasi dalam penyajian.

3. Uraian Bahan perkuliahan (ditambahkan dengan hasil riset)

3.1. Filsafat Ketuhanan dalam Islam

A. Siapakah tuhan itu ?


Perkataan yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur`an dipakai untuk menyatakan
berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS al-Jatsiiyah ayat 23:

Artinya : Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu
Nya[1384] dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya
dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang
akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Dalam surat Al-Qashash ayat 38, perkataan illah dipakai oleh fir`aun untuk dirinya sendiri :

“Dan Fir‟aun berkata : wahai para pembesar aku tidak menyangka bahwa
kalian masih mempunyai ilah selain diriku“.
Contoh ayat diatas tersebut menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengundang berbagai arti
benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (fira`un atau penguasa yang
dipatuhi dan dipuja). Perkataan illah juga dalam bentuk tunggal (mufrad ilaahun , ganda (mutsanna
ilaahaini) dan banyak (jama‟aalihatun). Ber-Tuhan nol dalam arti kata tidak bertuhan atau atheisme
tidak mungkin. Untuk dapat mengerti defenisi Tuhan atau ilah yang tepat, berdasarkan logika Al- Quran
sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikin rupa
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan
secara luas. Tercakup didalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberi
kemaslahataan atau kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian.

Menurut Ibnu Taimiyah Al-Ilah adalah yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya
merendahkan diri dihadapannya, takut dan mengharapkannya, kepadanya umat tempat berpasrah
ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan bertawakal kepada-Nya dan menimbulkan ketenangan disaat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.

6|Page
B. Sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan

1. Pemikiran barat
Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil
pemikiran baik melalui pengalaman lahiriyah maupun batiniyah, baik yang bersifat pemikiran rasional
maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal dengan Teori evolusionisme, yaitu:
teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan
meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian
disusul oleh EB Taylor, Robertson Smith, Luboock dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang
Tuhan menurut evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme
Menurut ajaran ini manusia jaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh
dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap
mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada yang berpengaruh negatif.
Kekuatan ada pada pengaruh tersebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Malaysia), dan
tuah (melayu), dan sakti (india) yakni kekuatan gaib.

b. Animisme
Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayaai adanya roh dalam
hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif , roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap
sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang serta mempunyai
kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi.

c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-kelamaan tidak memberikan kepuasan, karena
terlalu banyak menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut Dewa
mempunyai tugas dan kekuaasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung
jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masaalah angin, adapula yang membidangi masalah air
dan lain sebagainya.

d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu
dari dewa-dewa yang diakui mempunyai kekuatan yang sama. Lama kelamaan kepercayaan manusia
meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa mengakui satu dewa yang disebut dengan
Tuhan, namun manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa ain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu
bangsa disebut dengan Henoteisme (Tuhan tingkat nasional)

e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Alam monoteisme
hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Evolusionisme ditentang
oleh Andrew lang (1898) dia mengemukakan bahwa orang-orang berbudaya rendah juga sama dengan
monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung
dan sifat-sifat khas pada Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan pada wujud yang lain. Dengan
lahirnya pendapat Andrew lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan
sebaliknya sarjana-sarjana eropa mulai menentang evolusionisme dan mulai memperkenalkan toeri
baru. Pemikiran Umat Islam Sehubungan pemikiran Umat Islam terhadap Tuhan melibatkan beberapa

7|Page
konsepsi ke-esaan Tuhan, diantaranya konsepsi Aqidah dan konsepsi Tauhid.
a. Konsepsi Aqidah.
Dalam kamus Al-Munawir secara etimologis, aqidah berakar dari kata
„aqada-ya‟qidu-aqdan„ aqidatan yang berarti simpul, ikatan perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk
menjadi „aqidah yang berarti keyakinan relevensi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan
itu tersimpul kokoh dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.

Secara terminologis terdapat beberapa definisi aqidah antara lain:

Menurut Hasan al-Bana dalam kitab majmu‟ah ar-rasa, il „Aqaid (bentuk jamak dari aqidah)
adalah beberapa perkara wajib diyakini kebenarannya oleh hati dan mendatangkan ketentraman jiwa
menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan.

a) Istilah Aqidah Dalam Al-Quran


Di dalam al-Quran tidak terdapat satu ayat pun yang secara literal menunjuk pada istilah
aqidah. Namun demikian kita dapat menjumpai istilah ini dalam akar kata yang sama („aqada)
yaitu; „aqadat, kata ini tercantum pada ayat:
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak
dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya dan (jika ada) orang
orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka beri kepada
mereka bahagiannya, sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu“ (Q.S

An-Nisa; 33) Kata „aqadum terdapat dalam QS. al-Maidah; 89

b) Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah.


Meminjam sistematika Hasan al-Banna ruang lingkup pembahasan aqidah meliputi: 1. Iyat
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan (Tuhan/Allah), seperti
wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan dan lain-lain.
c) Sumber Aqidah Islam

Sumber aqidah Islam adalah al-Quran dan as-Sunnah artinya apa saja yang disampaikan
oleh Allah dalam al-Quran dan Rasulullah dalam Sunnahnya wajib di imani, diyakini dan
diamalkan.

Akal pikiran sama sekali bukan sumber aqidah, tetapi merupakan instrumen yang berfungsi
untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau
diperlukan membuktikan secara Ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh al-Quran dan as-
Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan akal sangat
terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemampuan mahluk Allah. Akal tidak dapat menjangkau
masa‟il ghabiyah (masalah-masalah ghaib), bahkan akal tidak akan sanggup menjangkau
sesuatu yang terikat oleh ruang dan waktu Misalnya akal tak akan mampu menunjukan jawaban
atas pertanyaan kekekalan itu sampai kapan berakhir? Atau akal tidak sanggup menunjukan
tempat yang tidak ada didarat dilaut atau diudara dan tidak ada dimana-mana Karena kedua hal
tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau

8|Page
bisakah kejujuran si pembawa risalah tentang hal-hal ghaib itu bisa dibuktikan secara ilmiah oleh
akal pikiran.

b. Konsepsi Tauhid

1. Tauhid sebagai poros Aqidah Islam.


Ajaran Islam tidak hanya memfokuskan iman kepada wujud Allah sebagai suatu keharusan
fitrah manusia, namun lebih dari itu memfokuskan aqidah tauhid yang merupakan dasar aqidah
dan jiwa keberadaan Islam. Islam datang disaat kemusyrikan sedang merajalela disegala penjuru
dunia. Tak ada yang menyembah Allah kecuali segelintir umat manusia dari golongan Hunafa,
(pengikut nabi Ibrahim as) dan sisa-sisa penganut ahli kitab yang selamat dari pengaruh tahayul
animisme maupun paganisme yang telah menodai agama Allah. Sebagai contoh bangsa arab
jahiliyah telah tenggelam jauh
kedalam paganisme, sehingga Ka‟bah yang dibangun untuk peribadatan kepada Allah telah
dikelilingi oleh 360 berhala dan bahkan setiap rumah penduduk makkah ditemukan berhala
sesembahan penghuninya.
2. Pentingnya Tauhid
Tauhid sebagai intisari Islam adalah esensi peradaban Islam dan esensi tersebut adalah
pengesaan Tuhan, tindakan yang mengesakan Allah sebagai yang Esa, pencipta yang mutlak dan
penguasa segala yang ada. Keterangan ini merupakan bukti, tak dapat diragukan lagi bahwa
Islam, kebudayaan dan peradaban memiliki suatu esensi pengetahuan yaitu tauhid. 3. Tingkatan
Tauhid Tauhid menurut Islam ialah tauhid I,tiqadi-„ilmi (keyakinan teoritis) dan Tauhid amali-
suluki (tingkahlaku praktis). Dengan kata lain ketauhidan antara ketauhidan teoritis dan
ketauhidan praktis tak dapat dipisahkan satu dari yang lain; yakni tauhid bentuk makrifat
(pengetahuan), itsbat (pernyataan), I‟tiqad (keyakinan), qasd (tujuan) dan iradah (kehendak).
Dan semua itu tercermin dalam empat tingkatan atau tahapan tauhid yaitu;
a. Tauhid Rububiyah Secara etimologis kata Rububiyah berasal dari akar kata rabb. Kata
rabb ini sebenarnya mempunyai banyak arti antara lain menumbuhkan, mengembangkan,
mencipta, memelihara, memperbaiki, mengelola, memiliki dan lain-lain. Secara Terminolgis
Tauhid Rububiyah ialah keyakinan bahwa Allah Swt adalah Tuhan pencipta semua mahluk dan
alam semesta. Dia-lah yang memelihara makhluk-Nya dan memberikan hidup serta mengend
alikan segala urusan. Dia yang memberikan manfaat, penganugerahan kemuliaan dan
kehinaan.
Tauhid Rububiyah ini tergambar dalam ayat al-Quran antara lain QS. al-Baqarah 21-22

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan


orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan
dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu, karena itu

9|Page
janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu
mengetahui. “

C. Tuhan Menurut Agama-Agama Dan Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman
serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan adalah sesuatu yang ghaib, sehingga
imformasi tentang Tuhan hanya berasal dari manusia walaupun dinyatakan sebagai hasil renungan
maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan
antara lain tertera dalam:

1. Al-Anbiya 92: sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu,


yaitu Agama Tauhid oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu
Agama, tetapi mereka telah terpecah belah, mereka akan kembali kepada
Allah dan Allah akan menghakimi mereka.

2. Al-Maidah 72: Dan Isa berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah
Tuhanmu, sesungguhnya orang mempersekutukan Allah pasti
mengharamkan atasnya surga sedangkan tempat mereka adalah nerak “.

3. 3. AL-Ikhlas 1-4 “Katakanla: Dia Allah Yang Maha Esa, Allah adalah
Tuhanmu yang bergantung kepadaNYa segala sesuatu. Dia tidak beranak
dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.“

Tuhan yang Haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali
Imran ayat 62, surat shad 35-65, surat Muhamad ayat 19. Dalam Al-Quran diberitahukan pula bahwa
ajaran tentang Tuhan yang dibawakan para Nabi sebelum Nabi Muhamad adalah Tuhan Allah juga.
Antara lain terdapat pada surat Hud ayat 84 dan surat Al-maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah Esa
sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, Shad ayat 4.

D. Pembuktian Wujud Tuhan


1. Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan jaman modern terhadap agama terletak dalam masaalah metode pembuktian.
Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama
berhubungan dengan alam diluar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama
didasarkan pada analogi dan induksi). Hal ini yang menyebabkan menurut metode ini agama
batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.

Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah.
Metode baru tidak menginngkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris.
Disamping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat
dengansesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal tersebut dengan analogi
“analogi ilmiah“ dan dianggap sama dengan percobaan empiris.

2. Keberadaan alam

10 | P a g e
membuktikan adanya Tuhan Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan
rahasianya pelik, tidak boleh memberikan penjelasan bahwa ada satu kekuatan yang
menciptakannya, suatu “akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa
dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam itu “ada”. Dengan dasar itu dan dengan
kepercayaan ini dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dalam kehidupan.

Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya
pencipta alam. Pernyataan yang mengatakan percaya akan mahluk hidup, tetepi menolak
adanya khaliq adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya
sesuatu berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya pasti
ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian
luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta?.

3.2 Keimanan Dan Ketakwaan

A. Pengertian Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja “amina-
yu‟manu-amanan” yang berarti percaya oleh karena itu, iman yang berarti menunjuk
sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang percaya kepada Allah dan
selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariaanya tidak
mencerminkan ketaatan atau kepatuhan (taqwa) kepada Allah yang telah dipercayainya,
masih disebut orang beriman hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa
yang tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kaliamat
syahadat telah menjadi Islam.
Dalam surat Al-baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang
yang amat sangat cinta Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada
Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran agama Allah, yaitu al-Quran dan As-
sunah. Hal itu karena apa yang dikendaki Allah menjadi kehendak orang beriman,
sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu
mempertaruhkan nyawa. Dalam Hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthaabrani, iman
didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan
dengan amal perbuatan.
Dengan demikian, iman merupakan kesatuan dan keselarasan hati, ucapan, dan
perbuatan, serta juga dapat dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya
hidup. Istilah iman dalam Al-Quran selalu dirangkaikan dengan kata lain yang
memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat An-Nisa;
51 yang dikaitkan dengan Jibti (kebatinan/idealisme) dan Thaghut (realita /naturalisme)
sedangkan dalam surat al-Ankabut ayat 51 dikaitkan dengan bathil, yaitu walladzina
aamanu bil baathili. Bathil berarti tidak benar menurut Allah sedangkan dalam Surat Al-
Baqarah ayat 4 iman dirangkaikan dengan ajaran yang diturunkan Allah (yu‟minuuna
bima unzila ilaika wamaa unzila min qablika).
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Quran, mengandung arti
positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan
ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya,
disebut iman bathil.
B. Wujud Iman.

11 | P a g e
Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan
yang mendorong seseorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan
mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal shaleh.

C. Proses Terbentuknya Iman


Spermatozoid dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang
digariskan ajaran Allah merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan yang
dimakan berasal dari rezeki halalan thayyiban. Pandangan dan sikap hidup seseorang ibu yang telah
hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak lepas dari pengaruh
suami, maka secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami juga berpengaruh secara
psikologis terhadap bayi yang sedang dikandungnya. Oleh karena itu jika seseorang menginginkan
anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka suami istri hendaknya berpandangan dan
bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Benih Iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan.
Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi
punah. Demikian pula halnya dengan iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang, akan
mengarahkan iman/kepribadian seseorang baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat,
pendidikan maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah, air dan
lingkungan flora serta fauna. Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak
langsung, baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-
anak. Tingkah laku yang baik maupun buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak
berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan tercela. Dalam hal ini Nabi SAW
bersabda; “setiap anak lahir membawa fitrah.
Orang Tuanya yang berperan menjadikan anaknya tersebut menjadi yahudi,
Nasrani atau majusi. Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan
proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah
langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran allah, maka
orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Seseorang yang menghendaki anaknya
menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin seseuai
dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang
anak menjadi anak beriman, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Quran. Disamping proses
pengenalan, proses pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci beubah menjadi senang.
Seorang harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal
yangdilarang-Nya agar kelak setelah menjadi dewasa menjadi senang dan terampil dalam
melaksanakan ajaran-ajaran Allah.

D. Tanda-Tanda Orang Beriman.


Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang beriman sebagai berikut :
 Jika disebut nama Allah, maka artinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak dari syaraf
memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Quran maka bergejolak hatinya untuk segera
melaksanakannya (al-anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang tidak dia pahami.
 Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa,
yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut sunah Rasul (Ali imran: 120, Al-
Maidah: 12, al-Anfal: 2, At Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10 dan At-Taqhabun:13).
 Tertib dalam melaksanakan Sholat dan selalu menjaga pelaksanaannya (Al-Anfal: 3 dan Al-
Mu‟minun: 2-7), bagaimanapun sibuknya,kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat untuk
membina kualitas imannya.

12 | P a g e
 Menafkahkan rezki yang diterimanya (Al-Anfal: 3 dan Al- Mukminun: 4). Hal ini dilakukan sebagai
suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan dijalan Allah merupakan upaya pemerataan
ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.
 Menghindari perkataan yang tidak bermamfaat dan menjaga kehormatan (Al-Mukminun; 3-5 ).
Perkataan yang bermamfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Quran
menurut Sunnah Rasulullah.
 Memelihara amanah dan menepati janji (Al-Mukminun: 6) Seorang mukmin tidak akan berkhianat
dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
 Berjihad dijalan allah dan suka menolong (Al-Anfal: 74) berjihad dijalan Allahadalah sungguh-
sungguh dalam menegakkan ajaran allah, baik dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan
nyawa. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-nur: 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran Allah
menurut sunnah rasul. Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan
mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A‟la Maududi menyebutkan tanda orang beriman
sebagai berikut:

a). Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.


b). Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.
c). Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.
d). Senantiasa jujur dan adil.
e). Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi.
f). Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran ketabahan, dan optimisme.
g). Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak
takut pada maut.
h). Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.
i). Patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan.

E. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan


Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid yang dibagi menjadi dua, yaitu
tauhidteoritisdantauhidpraktis.
Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang ke-esaan Allah, ke-esaan sifat, dan ke-esaan
perbuatan tuhan. Pembahasan ke esaaan zat, sifat dan perbuatan Tuhan berkaitan dengan
kepercayaan, pengetahuan, persepsi dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekwensi logis
tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya wujud mutlak, yang
menjadi sumber semua wujud.

F. Problematika, Tantangan, dan resiko dalam Kehidupan Modern.


Diantara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial-buaya yang established,
sehingga sulit sekali memperbaikinya.
Berbicara tentang masalah sosial budaya berarti berbicara tentang masalah alam pikiran dan
relitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah majemuk (pluralistik), sehingga
pergaulan hidupnya selalu dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam maupun orang Islam
dengan non Islam.
Adopsi modernisme (westernisme), kendatipun tidak secara total, yang dilakukan bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang semi naturalis, disisi lain adopsinya Idealisme dan naturalisme
menjadikan bangsa Indonesia bersikap tidak menentu. Karena terombang ambing oleh isu-isu
tersebut. Dibidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan
pelanggaran norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih memperhatinkan lagi

13 | P a g e
adalah tindakan penyalahgunaan NARKOBA oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, serta masyarakat.
Disamping itu masih banyak problematika yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam kehidupan
modern.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan diatas, perlu diadakan revolusi
pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat berperan menyelesaikan problema
tantangan kehidupan modern tersebut.

G. Peran Iman dan Takwa dalam menjawab Problema dan Tantangan


Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok
mamfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.

1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda.


Orang yang beriman hanya percaya kepada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah
hendak memberikan pertolongan, maka tidak satu kekutanpun yang dapat mencegahnya.
Sebaliknya jika Allah hendak menimpakan bencana maka tidak ada satu kekuatanpun dapat
menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat
menDewa-Dewakan manusia yag kebetulan sedang memegang kekuasaan,menghilangkan
kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat,mengikis kepercayaan pada khurafat,
takhayul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat
al-Fatihah ayat 1-7.
2. Iman menanamkan semangat berani mengahadapi maut.
Takut menghadapi maut mennyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak diantara
manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut mengahadapi resiko. Orang
beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian ditangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai
sosil hidup dan mati adalah firman Allah ;
“Dimana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan
kamu kendatipun kamu dalam benteng yang tinggi lagi kokoh “ ( an Nisa, 4;78)
3. Iman menanamkan “ self help “dalam kehidupan. Rezeki atau mata pencaharian memegang
peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyakl orang melepaskan pendiriannya, karena
kepentingan penghidupannya. Kadang-kadang manusia tidak segan segan melepaskan prinsip,
menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri karena kepentingan
materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah firman Allah :

“Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang dan
tempat penyimpanannya semua tertulis dalam kitab yang nyata. (Hud, 11;6)

14 | P a g e
4. Rangkuman
Proses perkembangan pemikiran tentang tuhan menurut evolusionisme adalah;
Dinamisme, Animisme, Politeisme, Henotoisme, Monoteisme. Tanda-tanda orang beriman
adalah; jika disebut nama tuhan bergetar hatinya, senantiasa tawakkal, tertib dalam
melaksanakan shalat, menafkahkan rezeki yang diterimanya, menghindari perkataan yang tidak
bermanfaat dan menjaga kehormatan, memelihara amanah dan menepati janji, serta berjihad
dijalan Allah.
5. Test sumatif
1) Berdasarkan logika Al-qur`an, setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang dipertuhankan.
Bagaimana pendapat saudara terhadap pernyataan tersebut, teruatama dalam kaitannya
dengan atheis?
2) Bagaimana pendapat saudara terhadap seseorang yang pada saat ini mempunyai
kepercayaan dinamisme dam animisme, ditinjau dari pendapat Max Muller dan Andrew Lang
tentang sejarah pemikiran manusia terhadap Tuhan?
3) Diantara aliran teologi dalam Islam, aliran teologi mana yang lebih dapat meningkatkan etos
kerja dan apa argumentasi anda berpendapat demikian.
4) Ajaran semua Rasulullah saw., tentang Tuhan adalah bahwa Tuhan itu Esa. Bagaimana
pandapat saudara terhadap pendapat itu?
5) Beriman adanya Tuhan, merupakan sikap yang rasional dan ilmiah. Bagaimana saudara
membuktikan pernyataan tersebut dari segi metode pembuktian ilmiah?
6) Ilmu pengetahuan antara lain fisika dan astronomi dapat dijadikan sarana untuk menanamkan
kepercayaan adanya Tuhan. Bagaimana pendapat saudara tentang pernyataan tersebut dan
argumentasi saudara berpendapat demikian?
7) Bagaimana sikap saudara dalam kehidupan sehari-hari, supaya saudara dapat dinyatakan
beriman kepada Allah dalam arti yang sebenarnya?
8) Terangkan dengan jelas, upaya apa yang perlu dilakukan orang tua dalam rangka
pembentukan iman anak-anaknya.
9) Bagaimana saudara bersikap dalam kehidupan sehari-hari, agar tanda-tanda orang beriman
tamapak pada diri saudara?
10) Keimanan dan ketaqwaan mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan,
bagaimana pendapat saudara tentang pernyataan tersebut.
11) Menurut pendapat saudara, probelmatika apa yang timbul dalam kehidupan modern dan
bagaimana cara menghadapinya?
12) Iman dan taqwa mempunyai peranan penting dlam mengatasi problema dan tantangan
kehidupan modern. Buatlah uraian ringkas yang dapat membuktikan kebenaran pernyataan
tersebut !
6. Istilah istilah penting
 Ibadah Mahdhah: ibadah yang sudah ditentukan macam, cara, waktu, dan bacaannya.
 Spritualistis Islam: ciri/kerohanian islam
 Karakter islam: watak/sifat/tabiat islam
 Pola fakir teologis: pola fakir berkenaan denga ilmu ke-Tuhanan
 Bersifat azali: wujud yang berbentuk secara abadi tanpa adanya permulaan

15 | P a g e
BAB II

SainsdanTeknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits

A. Pendahuluan
Pendidikan Islam yang mengalami masa tunas pada masa Dinasti Bani Umayyah mencapai
puncaknya pada masa Dinasti Bani Abbasiyah. Kemajuan pendidikan Islam pada masa ini
dikarenakan penguasa dari Dinasti Bani Abbasiyah mengambil kebijakan dengan mengangkat
orang-orang Persia menjadi pejabat-pejabat penting di istana, terutama dari keluarga
Baramikah, sebuah keluarga yang telah lama bersentuhan dengan filsafat dan ilmu pengetahuan
Hellenisme yang mempengaruhi umat Islam untuk belajar dan mengembangkan pemikiran
Islam. Hal ini semakin nyata setelah penguasa dari Dinasti ini memproklamirkan aliran
Mu’tazilah, sebuah aliran teologi rasional sebagai mazhab resmi negara. Pada masa ini
pendidikan Islam mencapai zaman keemasannya. Filsafat Islam, ilmu pengetahuan, sains dan
pemikiran Islam mencapai kemajuan yang sangat pesat sehingga menjadikan Islam sebagai
pusat keilmuan yang tiada tandingnya di dunia dan filsafat serta ilmu pengetahuannya menjadi
kiblat dunia pada saat itu.
Perseteruan antara agama dan ilmu pengetahuan (sains) merupakan isu klasik yang sampai
saat ini masih berkembang di dunia Barat dalam wujud sekularisme. Tetapi, Islam tidak
mendekati persoalan sains ini dari perspektif tersebut karena al-Qur’an dan al-Sunnah telah
memberikan sistem yang lengkap dan sempurna yang mencakup semua aspek kehidupan
manusia, termasuk kegiatan-kegiatan ilmiah atau penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Jadi,
kegiatan ilmiah merupakan bagian yang integral dari keseluruhan sistem Islam di mana masing-
masing bagian memberikan sumbangan terhadap yang lainnya.
Al-Qur’an sangat menekankan pentingnya membaca (baca: mengamati) gejala alam dan
merenungkannya. Al Qur’an mengambil contoh dari kosmologi, fisika, biologi, ilmu kedokteran
dan lainnya sebagai tanda kekuasaan Allah untuk dipikirkan oleh manusia. Tidak kurang dari
tujuh ratus lima puluh ayat – sekitar seperdelapan al-Qur’an– yang mendorong orang beriman
untuk menelaah alam, merenungkan dan menyelidiki dengan kemampuan akal budinya serta
berusaha memperoleh pengetahuan dan pemahaman alamiah sebagai bagian dari hidupnya.
Kaum muslim zaman klasik memperoleh ilham dan semangat untuk mengadakan penyelidikan
ilmiah di bawah sinar petunjuk al-Qur’an, di samping dorongan lebih lanjut dari karya-karya
Yunani dan sampai batas-batas tertentu oleh terjemahan naskah-naskah Hindu dan Persia.
Dengan semangat ajaran al-Qur’an, para ilmuwan muslim tampil dengan sangat mengesankan
dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. Pengaruh al-Qur’an ini tidak saja diakui oleh kalangan
ilmuwan muslim zaman dahulu, seperti al-Ghazali, (1983:45-48 ) dan al-Suyuthi, ( Dhahabi,
1961: 420) bahkan sarjana Baratpun mengakuinya, seperti R. Levy (1975:400) (1975: 400) dan
George Sarton. (tt:23).
B. Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an
Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan satu sama lain.
Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh
sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis
yang kritis terhadap data pengukuran yang diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam.
Sedangkan teknologi adalah himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses

16 | P a g e
pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang
produktif ekonomis (Baiquni, 1995: 58-60).
Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat
praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-Qur’an bukanlah ensiklopedi sains dan teknologi
apalagi al-Qur’an tidak menyatakan hal itu secara gamblang.
Akan tetapi, dalam kapasitasnya sebagai huda li al-nas, al-Qur’an memberikan informasi
stimulan mengenai fenomena alam dalam porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh ratus lima
puluh ayat (Ghulsyani, 1993: 78). Bahkan, pesan (wahyu) paling awal yang diterima Nabi SAW
mengandung indikasi pentingnya proses investigasi (penyelidikan). Informasi al Qur’an tentang
fenomena alam ini, menurut Ghulsyani, dimaksudkan untuk menarik perhatian manusia kepada
Pencipta alam Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana dengan mempertanyakan dan
merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang mendekat kepada-
Nya (Ghulsyani, 1993).
Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab itu,
pemahaman terhadap alam itu akan membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya.
Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat ditelusuri dari pandangan al-Qur’an
tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada tingkatan yang hampir sama dengan
iman seperti tercermin dalam surat al-Mujadalah ayat 11:
“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.”
Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu atau menjadi ilmuwan begitu
banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai istilah yang berkaitan dengan hal ini.
Misalnya, mengajak melihat, memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir:
27; al-Hajj: 5; Luqman: 20; al Ghasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30), membaca (al- ‘Alaq:
1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am: 97; Yunus: 5), supaya mendapat jalan (al-
Nahl: 15), menjadi yang berpikir atau yang menalar berbagai fenomena (al-Nahl: 11; Yunus: 101;
al-Ra’d: 4; al-Baqarah: 164; al-Rum: 24; al-Jatsiyah: 5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali ‘Imran: 7;
190-191; al-Zumar: 18), dan mengambil pelajaran (Yunus: 3). Sedangkan pandangan al-Qur’an
tentang sains dan teknologi, dapat diketahui dari wahyu pertama yang diterima Nabi
Muhammad saw.:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang
Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (tulis baca).
Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS
al-‘Alaq: 1-5) Kata iqra’, menurut Quraish Shihab, diambil dari akar kata yang berarti
menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun tidak.
Sedangkan dari segi obyeknya, perintah iqra’ itu mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau
oleh manusia. (Shihab, 1996:433) Atas dasar itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk membuat
dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama. Sebab, sebagai agama yang memandang dirinya
paling lengkap tidak mungkin memisahkan diri dari persoalan-persoalan yang bereperan penting
dalam meningkatkan kesejahteraan umatnya. Berkaitan dengan hal ini, Ghulsyani mengajukan
beberapa alasan untuk menolak dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama sebagai berikut: 1.
Dalam sebagian besar ayat al-Qur’an, konsep ilmu secara mutlak muncul dalam maknanya yang
umum, seperti pada ayat 9 surat al-Zumar: “Katakanlah: adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan

17 | P a g e
orang-orang yang tidak mengetahui.” Beberapa ayat lain yang senada di antaranya QS 2:31; QS
12:76; QS 16: 70.
2. Beberapa ayat al-Qur’an secara eksplisit menunjukkan bahwa ilmu itu tidak hanya berupa prinsip-
prinsip dan hukum-hukum agama saja. Misalnya, firman Allah pada surat Fathir ayat 27-28:

“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan


dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan
yang beraneka ragam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung
itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam
warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian
(pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah “ulama”.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."
Dengan jelas kata ulama (pemilik pengetahuan) pada ayat di atas dihubungkan dengan orang yang
menyadari sunnatullah (dalam bahasa sains: “hukum-hukum alam”) dan misteri-misteri penciptaan,
serta merasa rendah diri di hadapan Allah Yang Maha Mulia.

3. Di dalam al-Qur’an terdapat rujukan pada kisah Qarun.


“Qarun berkata: Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu
yang ada padaku.” (QS al-Qashash: 78) (Ghulsyani, 1993: 44- 45).
Di samping itu, subyek yang dituntut oleh wahyu pertama (al-‘Alaq: 1-5) adalah manusia, karena
potensi ke arah 127 itu hanya diberikan oleh Allah swt. kepada jenis makhluk ini. Pemberian potensi ini
tentunya tidak terlepas dari fungsi dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah di atas muka
bumi. Sedangkan bumi dan langit beserta isinya telah ‘ditundukkan’ bagi kepentingan manusia. Mari
perhatikan firman Allah di dalam surat al-Jatsiyah ayat 13:
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat dari-Nya).
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.”
Kata sakhkhara (menundukkan) pada ayat di atas atau kata yang semakna dengan itu banyak
ditemukan di dalam al Qur’an yang menegaskan bahwa Allah swt. menundukkan semua ciptaan-Nya
sesuai dengan peraturan-peraturan (sunnatullah) Nya, sehingga manusia dapat mengambil manfaat
sepanjang manusia mau menggunakan akal dan pikirannya serta mengikuti langkah dan prosedur yang
sesuai dengan sunnatullah itu.
Misalnya, menurut Baiquni, (1997: 15- 16 ) tertiupnya sehelai daun yang kering dan pipih oleh
angin yang membawanya membumbung tinggi ke atas adalah karena aliran udara di sekitarnya. Orang
yang melakukan pengamatan dan penelitian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan: “bagaimana
daun itu diterbangkan?”, niscaya akan sampai kepada sunnatullah yang menyebabkan daun itu
bertingkah laku seperti yang tampak dalam pengamatannya.
Pada dasarnya, sebuah benda yang bentuknya seperti daun itu, yang panjang dan bagian pinggir
dan lebarnya melengkung ke bawah, akan mengganggu aliran udara karena pada bagian yang
melengkung itu aliran udara tidak selancar di tempat lain. Akibatnya, tekanan udara di lengkungan itu
lebih tinggi dari pada bagian lainnya sehingga benda itu terangkat. Orang yang melakukan pengamatan
dan penelitian itu menemukan sunnatullah yang dalam ilmu pengetahuan disebut aerodinamika.

18 | P a g e
Dengan pengetahuan yang lengkap dalam bidang aerodinamika dan pengetahuan tentang sifat-sifat
material tertentu manusia mampu menerapkan ilmunya itu untuk membuat pesawat terbang yang
dapat melaju dengan kecepatan tertentu.
Untuk dapat memahami sunnatullah yang beraturan di alam semesta ini, manusia telah dibekali
oleh Allah SWT dua potensi penting, yaitu potensi fitriyah (di dalam diri manusia) dan potensi sumber
daya alam (di luar diri manusia). Di samping itu, al-Qur’an juga memberikan tuntunan praktis bagi
manusia berupa langkah-langkah penting bagaimana memahami alam agar dicapai manfaat yang
maksimal. Suatu cara penghampiran yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan ditunjukkan
al-Qur’an dalam surat al-Mulk ayat 3-4 yang intinya mencakup proses kagum, mengamati, dan
memahami.
Dalam konteks sains, al-Qur’an mengembangkan beberapa langkah/proses sebagai berikut.
Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk mengenali secara seksama alam sekitarnya
seraya mengetahui sifat-sifat dan proses-proses alamiah yang terjadi di dalamnya. Perintah ini, misalnya,
ditegaskan di dalam surat Yunus ayat 101.
“Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor)
apa yang ada di langit dan di bumi….” Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak
sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang seksama terhadap

C. Prinsip-Prinsip Dasar Kegiatan Ilmiah dalam al-Qur’an

Atas dasar pandangan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan (sains dan teknologi), dapat dirumuskan
beberapa prinsip dasar yang menopang dan memantapkan kegiatan ilmiah manusia sebagai berikut.

1. Prinsip Istikhlaf
Prinsip istikhlaf merupakan salah satu prinsip dasar yang digariskan oleh al-Qur’an dalam mendukung
dan memantapkan kegiatan imiah. Konsep istikhlaf ini berkaitan erat dengan fungsi kekhalifahan
manusia.
Dalam Islam, konsep kekhalifahan memiliki sifat yang multi dimensional.
Pertama, konsep kekhalifahan telah menempatkan manusia sebagai pengatur dunia ini dengan segenap
kemampuan yang dimilikinya. Untuk itu, imanusia dibekali dengan dua kekuatan pokok, wahyu Allah
dan kemampuan berpikir (akal). Apabila dua kekuatan itu dipergunakan sebagaimana mestinya, maka
manusia akan meraih keberhasilan dalam kehidupan kini dan kehidupan nanti.
Kedua, sebagai khalifah Allah, manusia adalah makhluk yang paling bertanggung jawab terhadap Allah
dibandingkan makhluk-makhluk lainnya.
Tanggung jawab ini merupakan konsekuensi logis dari anugerah kemampuan dan kekuatan yang
dimilikinya.
Ketiga, sebagai khalifah Allah, manusia adalah makhluk yang memiliki peranan penting untuk mengolah
potensi potensi alam semesta. Manusia paling berperan dalam mengelola seluruh aspek kehidupan, baik
aspek fisik, sosial, dan spiritual yang didasarkan pada hukum-hukum Allah. Sungguhpun demikian,
karena pusat kehidupan alam semesta ini adalah Allah (Dia yang menciptakan, menggerakkan segala
sesuatu, dan mengawasinya), bukan manusia, maka manusia memiliki kemampuan terbatas.

2. Prinsip Keseimbangan
Prinsip dasar lainnya yang digariskan oleh al-Qur’an adalah keseimbangan antara kebutuhan-
kebutuhan dasar manusia, spiritual dan material. Prinsip ini dibahas secara luas dan mendalam di dalam
al-Qur’an dengan mengambi berbagai bentuk ungkapan. Manusia disusun oleh Allah dengan susunan
dan ukuran tertentu, lalu diperuntukkan bumi ini dengan kehendak-Nya untuk memenuhi kebutuhan
susunan yang membentuk manusia itu. Dengan demikian, al-Qur’an menghendaki terwujudnya

19 | P a g e
keseimbangan yang adil antara dua sisi kejadian manusia (spiritual dan material) sehingga manusia
mampu berbuat, berubah dan bergerak secara seimbang.
3. Prinsip Taskhir
Taskhir juga merupakan prinsip dasar yang membentuk pandangan al-Qur’an tentang alam semesta
(kosmos). Dan, tidak dapat dipungkiri, manifestasi prinsip ini ke dalam kehidupan riil manusia harus
ditopang oleh ilmu pengetahuan. Alam semesta ini (langit, bumi, dan seisinya) telah dijadikan oleh Allah
untuk tunduk kepada manusia. Allah telah menentukan dimensi, ukuran, dan sunnah-sunnah-Nya yang
sesuai dengan fungsi dan kemampuan manusia dalam mengelola alam semesta secara positif dan aktif.
Tetapi, bersamaan dengan itu, al-Qur’an juga meletakkan nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur
hubungan antara manusia dan alam semesta. Oleh sebab itu, al-Qur’an sangat mengecam ekspoitasi
yang melampaui batas. Prinsip taskhir yang ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan
metodologinya merupakan faktor kondusif bagi manusia dalam membangun bentuk-bentuk peradaban
yang sesuai dengan cita-cita manusia dan kemanusiaan.
4. Prinsip Keterkaitan antara Makhluk dengan Khalik Prinsip penting lainnya adalah keterkaitan
antara sistem penciptaan yang mengagumkan dengan Sang Pencipta Yang Maha Agung. Ilmu
pengetahuan adalah alat yang mutlak untuk memberikan penjelasan dan mengungkapkan keterkaitan
itu. Ilmuwan-ilmuwan Muslim klasik telah menghabiskan sebagian besar umurnya untuk mengadakan
pengamatan dan penelitian terhadap fenomena alam dan akhirnya mereka sampai kepada kesimpulan
yang pasti dan tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya di balik semua realitas yang diciptakan
(makhluk) pasti ada yang menciptakan. Proses penciptaan yang berada pada tingkat sistem yang begitu
rapih, teliti, serasi, tujuannya telah ditentukan, dan keterikatannya terarah, pastilah bersumber dari
kehendak Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa, dan Maha Mengatur. Berdasarkan empat prinsip di atas,
maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan (sains dan teknologi) merupakan kebutuhan dasar manusia yang
Islami selama manusia melakukannya dalam rangka menemukan rahasia alam dan kehidupan serta
mengarahkannya kepada Pencipta alam dan kehidupan tersebut dengan cara-cara yang benar dan
memuaskan.

D. Sains dan Teknologi Modern: Pertimbangan

Epistemologis Berdasarkan prinsip-prinsip al-Qur’an di atas, beberapa isu penting di seputar


epistemologi sains dan teknologi modern patut dipertimbangkan. Persoalan apakah sains dan teknologi
itu netral ataukan sarat nilai menjadi perhatian dan polemik di kalangan ilmuwan Barat sejak Spengler
menerbitkan bukunya The Decline of the
West setelah Perang Dunia I. Argumen bahwa sains itu netral – bahwa sains bisa digunakan untuk
kepentingan yang baik atau buruk; bahwa pengetahuan yang mendalam tentang atom bisa digunakan
untuk menciptakan bom nuklir dan juga bisa menyembuhkan penyakit kanker; bahwa ilmu genetika bisa
dipergunakan untuk mengembangkan teknoogi pertanian dan juga bisa dipergunakan untuk “menyaingi
Tuhan” (ingat rekayasa genetika) – semua tampak amat meyakinkan.
Tetapi, benarkah sains dapat dipisahkan dari penerapannya (teknologi)? Padahal, sejak masa
renaissance (masa kelahiran sains modern) tujuan sains adalah untuk diterapkan dengan menempatkan
manusia sebagai penguasa alam dan memberinya kebebasan untuk mengeksploitasi alam untuk
kepentingan manusia sendiri, apapun akibat yang ditimbulkannya.
Dampak-dampak fisis dari penerapan sains ini tentunya sudah dirasakan dalam realitas kehidupan
dahulu dan saat ini. Dengan demikian, pada hakekatnya sains tidak dapat dipisahkan dari penerapannya,
baik atau buruk, sehingga sains tidak netral. Pernyataan ini, sudah barang tentu, mengundang
pertanyaan: “sistem nilai siapa yang mempengaruhi sains?” Berdasarkan penelitian Shaharir, (1992: 20)
ada indikasi kuat bahwa sains banyak dipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut komunitas ahli sains
yang terkait, yang setengahnya tidak serasi dengan nilai Islam. Oleh sebab itu, nilai-nilai yang menyertai

20 | P a g e
sains modern harus diantisipasi secara cermat agar kita tidak terperangkap dalam nilai-nilai yang tidak
Islami itu.
Di sisi lain, sejak awal kemunculannya, sains telah mengembangkan suatu pola di mana rasionalisme
dan empirisme menjadi pilar utama metode keilmuan (scientific
method). Pola berpikir sains ini ternyata telah berpengaruh luas pada pola pikir manusia di hampir
semua bidang kehidupannya. Sehingga, penilaian manusia atas realitas realitas – baik realitas sosial,
individual, bahkan juga keagamaan – diukur berdasarkan kesadaran obyektif di mana

E. Implikasi Pandangan al-Quran tentang Sain dalam

Proses Pembelajaran
Merujuk kepada pandangan Barbour tentang relasi agama dan sains, secara umum ada empat pola
yang menggambarkan hubungan tersebut. Keempat hubungan itu adalah berupa konflik, independensi,
dialog, dan integrasi. Hubungan yang bersifat konflik menempatkan agama dan sains dalam dua sisi yang
terpisah dan saling bertentangan. Pandangan ini menyebabkan agama menjadi terkesan menegasi
kebenaran-kebenaran yang diungkap dunia sains dan sebagainya. Persepsi yang menggambarkan
hubungan keduanya sebagai interdependensi menganggap adanya distribusi wilayah kekuasaan agama
yang berbeda dari wilayah sains. Keduanya tidak saling menegasi. Ilmu pengetahuan bertugas memberi
jawaban tentang proses kerja sebuah penciptaan dengan mengandalkan data publik yang obyektif.
Sementara agama berkuasa atas nilai-nilai dan kerangka makna yang lebih besar bagi kehidupan
seseorang.
Yang ketiga adalah persepsi yang menempatkan sains dan agama bertautan dalam model dialog.
Model ini menggambarkan sains dan agama itu memiliki dimensi irisan yang bisa diperbandingkan satu
sama lain. Pertanyaan sains bisa dipecahkan melalui kajian-kajian agama dan sebaliknya. Keempat,
hubungan antara sains dan agama itu dinyatakan sebagai hubungan terintegrasi. Integrasi ini bisa
digambarkan dalam dua bentuk yakni teologi natural (natural
theology) yang memandang bahwa temuan-temuan ilmiah itu merupakan sarana mencapai Tuhan, dan
teologi alam (theology of nature) yang menganggap bahwa pertemuan dengan Tuhan harus senantiasa
di-up grade sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Barbour, 2005).
Sejak pertama kali diturunkan, al-Quran telah mengisyaratkan pentingnya ilmu pengetahuan dan
menjadikan proses pencariannya sebagai ibadah. Di samping itu, al-Quran juga menegaskan bahwa satu-
satunya sumber ilmu pengetahuan adalah Allah SWT. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya tidak
ada dikotomi ilmu dalam pandangan al-Quran. Tidak ada satu ayat pun di dalam al-Quran, yang secara
tegas maupun samar, yang memberi petunjuk bahwa agama dan sain merupakan dua sisi yang berbeda.
Dengan demikian, dalam pandangan al-Quran, sains dan agama merupakan dua hal yang terintegrasi.
Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses mengamati, menemukan, memahami, dan
menghayati sunnatullah, yang berupa fenomena alamiah maupun sosial, kemudian mengaplikasikan
pemahaman tersebut bagi kemaslahatan hidup manusia dan lingkungannya serta menjadikan kesadaran
adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang Maha Sempurna sebagai tujuan hakiki dari kegiatan
pembelajaran. Tujuan ini akan membimbing peserta belajar kepada kesadaran adanya realitas
supranatural di luar realitas eksternal yang dapat ia indera Oleh sebab itu, prinsip-prinsip dasar kegiatan
ilmiah yang digariskan al-Quran, (istikhlaf, keseimbangan, taskhir, dan keterkaitan antara makhluk
dengan Khalik) harus dijadikan titik tolak dalam mempelajari subyek apapun. Pada tataran praktis,
proses pembelajaran di lembaga lembaga pendidikan formal, dari jenjang tingkat dasar hingga
perguruan tinggi, masih menghadapi perosalan serius yang bermuara pada dikotomi pandidikan. Ada
beberapa persoalan yang signifikansi dampak dari dikotomi pendidikan ini, yaitu: 1) munculnya
ambivalensi orientasi pendidikan yang berdampak pada munculnya split personality dalam diri peserta
didik; 2) kesenjangan antara sistem pendidikan dengan ajaran Islam berimplikasi pada out put

21 | P a g e
pendidikan yang jauh dari cita cita pendidikan Islam. Untuk meretas persoalan dikotomi tersebut, maka
perlu dilakukan upaya integrasi dalam pendidikan, sebagaimana yang telah di lakukan sekelompok ahli
pendidikan atau cendekiawan Muslim yang peduli pada persoalan tesebut. Ada tiga tahapan upaya kerja
integrasi yang telah di kembangkan yaitu:
1) integrasi kurikulum,
2) integrasi pembelajaran,
3) integrasi ilmu (Islamisasi ilmu).
Integrasi kurikulum mencakup pengintegrasian nilai nilai ilahiyah dalam keseluruhan materi pelajaran,
mulai dari perumusan standar kompetensi sampai dengan evaluasi pembelajaran. Integrasi
pembelajaran yang dimaksud adalah menanamkan motivasi dan pandangan al-Quran tentang sains
kepada peserta didik di saat proses pembelajran berlangsung. Dua langkah awal (integrasi kurikulum
dan integrasi pembelajaran) merupakan langkah strategis ke arah integrasi ilmu. Kalaupun upaya
integrasi di atas belum bisa dilakukan, setidaknya, pembelajaran sains (kealaman maupun sosial) harus
mampu menghantarkan peserta didik kepada kesadaran yang permanen tentang keberadaan Allah.
Sementara pembelajaran agama harus mampu memotivasi peserta didik untuk melakukan kegiatan
ilmiah secara terus-menerus. Inilah yang sesungguhnya yang menjadi inti pandangan al-Quran tentang
sains.

F. Penutup

Islam pernah menjadi ahli dan penemu di berbagai bidang sains dan teknologi pada masa klasik,
namun sekarang kemajuan sains dan teknologi dalam berapa dasawarsa abad XX telah menempatkan
negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim dalam posisi pinggiran.
Langkah awal yang harus ditempuh adalah membongkar kembali pemahaman umat Islam terhadap
agama yang dianutnya. Misalnya, beberapa terminologi keagamaan seperti jihad, ilmu, taqwa, amal
shalih, dan ihsan perlu ditafsirkan dalam konteks yang lebih luas dari sekedar terminologi ibadah dalam
arti sempit. Terminologi jihad yang sementara ini dipahami dalam konteks ‘perang’ melawan orang kafir
dengan harapan pahala dan mati syahid, harus diperluas dalam konteks jihad menuntut ilmu.
Persepsi umat Islam tentang ilmu dan persepsi-persepsi lain yang terkait dengan ilmu, seperti
sekolah agama dan ulama, harus diluruskan. Islam tidak mengenal dikotomi ilmu agama (ilmu naqli) dan
ilmu non agama (ilmu aqli). Persepsi yang membuat dikotomi itu telah menjauhkan umat Islam dari
kemajuan sains dan teknologi. Sains yang maknanya adalah ilmu dianggap begitu asing dalam pemikiran
sebagian besar umat Islam masa kini. Akibatnya, karena kata ulama (yang memiliki akar kata yang sama
dengan ilmu) dipersepsi sebatas orang yang berilmu di bidang pengetahuan agama, tidak mengherankan
apabila tokoh-tokoh sains Muslim tidak dikenali sebagaimana tokoh-tokoh ulama (agama).
Demikian pula dengan terminologi amal shalih dan ihsan amat perlu diterjemahkan dalam konteks
yang meliputi karya sains dan teknologi, bukan kebajikan dalam arti sempit. Umpamanya, seseorang
yang mencipta teori baru di bidang sains dan teknologi yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan
harus dihargai sebagai orang yang berbuat shalih. Pengembangan pemahaman umat Islam terhadap
agamanya itu mudah-mudahan dapat memotivasi untuk menekuni sains dan teknologi dengan landasan
nilai-nilai al Qur’an.

22 | P a g e
BAB III

Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

A. PENDAHULUAN

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi yang diutus
sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir diantara umat-
umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan memasuki Surga
terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya.

Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
dalam firman-Nya :

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..” (QS. Ali Imran :
110)

Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik, sebagaimana beliau
sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :

“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian orang-orang


yang mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yakni
generasi tabi’ut tabi’in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang lainnya)

B. GENERASI TERBAIK UMAT ISLAM

Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut :

1. Sahabat

Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
secara langsung serta membantu perjuangan beliau. Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang
beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat
maka ia dikatakan sebagai sahabat. Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia
menyertai Rasulullah.

Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya
disebutkan oleh Rasulullah yang mendapatkan jaminan surga.

2. Tabi’in

Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah beliau wafat tetapi
tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang
yang belajar dan mewariskan ilmu dari para sahabat Rasulullah.

23 | P a g e
Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah mendatangi rumah
Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi tidak berhasil bertemu dengan beliau.
Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di
bumi tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari
Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa yang diijabah oleh
Allah.

Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz, Urwah
bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang
lainnya.

3. Tabi’ut Tabi’in

Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah mereka wafat tetapi tidak
bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang
belajar dan mewariskan ilmu dari para tabi’in.

Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin Anas, Sufyan bin
Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan yang lainnya.

Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat muslim yang datang belakangan
untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab yang telah mereka tuliskan. Semoga kita bisa
mengikuti para generasi terbaik umat ini.
C. PERIODE KETIGA GENERASI TERSEBUT
- Masa Nabi dan para Sahabatnya : sejak Nabi diutus hingga 110 Hijriyah. Sahabat Nabi yang
terakhir meninggal dunia adalah Abut Thufail Aamir bin Waatsilah al-Laitsy (wafat 110 Hijriyah).
- Masa Taabiin : hingga 181 H (wafatnya Taabiin terakhir: Kholf bin Kholiifah)
‫قال البلقيني أول التابعين موتا ابو زيد معمر بن زيد قتل بخراسان وقيل بأذربيجان سنة ثالثين وآخرهم موتا خلف بن خليفة سنة ثمانين ومائة‬
)243-2( ‫(تدريب الراوي‬
al-Bulqiiniy menyatakan: Tabiin pertama yang meninggal dunia adalah Abu Zaid Ma’mar bin Zaid
yang terbunuh di Khurosan, dan ada yang mengatakan: (meninggal) di Azerbaijan pada tahun 30 H.
Sedangkan Taabiin yang paling akhir meninggal dunia adalah Kholf bin Kholiifah pada tahun 180 H
(Tadriibur roowiy karya as-Suyuthiy (2/234)).
- Masa atbaaut Taabi’iin : hingga 220 H.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaany menyatakan:
‫واتفقوا على أن آخر من كان من أتباع التابعين ممن يقبل قوله من عاش إلى حدود العشرين ومئتين‬
Para Ulama sepakat bahwa akhir Atbaaut Tabiin yang bisa diterima ucapannya adalah yang masa
kehidupannya hingga batasan tahun 220 (Hiriyah)(Fathul Baari karya Ibnu Hajar al-Asqolaany (7/6)).
🔻Catatan: penjelasan di atas hanyalah tentang periode pada tiap generasi dengan menyebutkan
akhir kematian orang-orang yang berada di generasi tersebut. Namun, untuk menentukan apakah
seseorang yang hidup di masa itu masuk di generasi tertentu, harus dilihat apakah ia pernah
bertemu dengan orang pada generasi tertentu.
Sebagai contoh, seorang yang hidup di masa Sahabat Nabi, belum tentu ia adalah Sahabat Nabi,
jika sepanjang hidupnya ia belum pernah bertemu dengan Nabi. Seperti Uwais bin ‘Aamir al-Qoroniy
yang tidak pernah bertemu dengan Nabi sepanjang hidupnya. Beliau hanya bertemu dengan
beberapa Sahabat Nabi, di antaranya Umar bin al-Khotthob. Maka Uwais al-Qoroniy dimasukkan
dalam kategori tabiin, sebagaimana Nabi dalam salah satu haditsnya menyatakan bahwa beliau
adalah sebaik-baik Tabiin. Beliau dikabarkan hilang saat perang Shiffin ikut bersama pasukan Ali bin

24 | P a g e
Abi Tholib, sekitar tahun 37 Hijriyah. Dari masa kehidupannya, beliau sebenarnya masuk dalam
periode kehidupan para Sahabat Nabi, namun karena beliau tidak pernah bertemu dengan Nabi
shollalahu alaihi wasallam, maka beliau bukanlah disebut Sahabat Nabi.
D. KEUTAMAAN TIGA GENERASI TERSEBUT
ٍ ‫طُوْ بَى لِ َم ْن َرآنِي َوآ َمنَ ِبي َوطُوْ بَى ِل َم ْن َرأَى َم ْن َرآنِي َولِ َم ْن َرأَى َم ْن َرأَى َم ْن َرآنِي َوأَ َمنَ بِي طُوْ بَى لَهُ ْم َو ُح ْسنَ َمآ‬
‫ب‬
Beruntunglah bagi orang melihatku dan beriman kepadaku, dan beruntunglah bagi orang yang
melihat orang yang melihatku dan orang yang melihat orang yang melihat orang yang melihatku dan
beriman kepadaku. Beruntung bagi mereka dan tempat kembali yang baik (H.R atThobarony
dishahihkan Syaikh al-Albany dalam Shahihul Jami’)
َ‫ َوهللاِ الَ تَزَالُون‬, ‫صا َحبَنِي‬
َ ‫ب َم ْن‬ َ ‫ َو‬, ‫ َما دَا َم فِي ُك ْم َم ْن َرأَى َم ْن َرآنِي‬, ‫ َوهللاِ الَ تَزَالُونَ بِ َخي ٍْر‬, ‫صا َحبَنِي‬
َ ‫صا َح‬ َ ‫الَ تَزَالُونَ بِ َخي ٍْر َما دَا َم فِي ُك ْم َم ْن َرآنِي َو‬
‫صا َحبَنِي‬َ ‫ب َم ْن‬ َ ‫ب َم ْن‬
َ ‫صا َح‬ َ ‫صا َح‬ َ َ ُ
َ ‫ َو‬, ‫ َما دَا َم فِيك ْم َم ْن َرأى َم ْن َرأى َم ْن َرآنِي‬, ‫بِ َخي ٍْر‬
Kalian senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian ada orang yang melihatku dan menjadi
sahabatku. Demi Allah kalian senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian ada orang yang
melihat orang yang melihatku dan menjadi Sahabat dari Sahabatku. Demi Allah, kalian senantiasa
dalam kebaikan selama di antara kalian ada orang yang melihat orang yang melihat orang yang
melihatku dan menjadi Sahabat dari Sahabat para Sahabatku (H.R Ibnu Abi Syaibah dan al-Hafidz
Ibnu Hajar menyatakan sanadnya hasan dalam Fathul Bari).
‫اب‬َ ‫ب أَصْ َح‬ َ ‫ص ِح‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَيُقَا ُل نَ َع ْم فَيُ ْفتَ ُح َعلَ ْي ِه ثُ َّم يَأْتِي َز َمانٌ فَيُقَا ُل فِي ُك ْم َم ْن‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ب النَّب‬َ ‫ص ِح‬َ ‫اس فَيُقَا ُل فِي ُك ْم َم ْن‬ ْ
ِ َّ‫يَأتِي َز َمانٌ يَ ْغ ُزو فِئَا ٌم ِمنَ الن‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَيُقَا ُل نَ َع ْم فَيُ ْفتَ ُح‬
َ ‫ب النَّبِ ِّي‬ِ ‫ب أَصْ َحا‬ َ ‫اح‬ِ ‫ص‬ َ ‫ب‬ َ ‫ص ِح‬ ْ
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَيُقَا ُل نَ َع ْم فَيُ ْفتَ ُح ثُ َّم يَأتِي َز َمانٌ فَيُقَا ُل فِي ُك ْم َم ْن‬
َ ‫النَّبِ ِّي‬
Akan datang suatu zaman ketika sekelompok manusia berperang. Dikatakan kepada mereka:
Apakah ada di antara kalian yang merupakan Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam? Dikatakan:
Ya. Maka diberikan kemenangan kepada mereka. Kemudian datang suatu zaman, yang ditanyakan:
Apakah ada yang menjadi Sahabat bagi para Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam? Dikatakan:
Ya. Maka diberikan kemenangan untuk mereka. Kemudian datang suatu zaman, dikatakan: Apakah
ada di antara kalian orang menjadi Sahabat dari Sahabat bagi para Sahabat Nabi. Dikatakan: Ya.
Maka diberikan kemenangan kepada mereka (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Said al-Khudry)
ُ‫ق َشهَا َدةُ أَ َح ِد ِه ْم يَ ِمينَهُ َويَ ِمينُهُ َشهَا َدتَه‬ ُ ِ‫اس قَرْ نِي ثُ َّم الَّ ِذينَ يَلُونَهُ ْم ثُ َّم الَّ ِذينَ يَلُونَهُ ْم ثُ َّم يَ ِجي ُء قَوْ ٌم تَ ْسب‬ ِ َّ‫َخ ْي ُر الن‬
Sebaik-baik manusia adalah generasiku (Nabi dan para Sahabatnya) kemudian yang setelahnya
(tabiin) kemudian yang setelahnya (Atbaut Tabiin) kemudian akan datang suatu kaum yang
persaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya (orang-orang
yang banyak berdusta dan tidak bisa dipercaya) (H.R al-Bukhari dan Muslim)
E. Contoh-contoh Manusia yang Termasuk Tiga Generasi Tersebut
- Para Sahabat Nabi seperti: Abu Bakr ash-Shiddiq, Umar bin al-Khoththob, Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Jabir bin Abdillah, Hudzaifah bin al-Yaman,
Muadz bin Jabal, Abu Dzar al-Ghiffary, Abud Darda’, Anas bin Malik, Aisyah bintu Abi Bakr ash-
Shiddiq, Abu Hurairah, dan masih banyak lagi yang lain.
- Para Tabiin, di antaranya: Uwais al-Qorony, Said bin al-Musayyib, Mujahid, Qotadah, al-Hasan al-
Bashri, Abul ‘Aaliyah, Abu Qilabah, Said bin Jubair, dan masih banyak lagi yang lain.
- Para atbaut Tabiin, di antaranya: Malik bin Anas, Sufyan ats-Tsaury, Sufyan bin Uyainah, al-Auza’i,
Abdullah bin al-Mubarok (Ibnul Mubarok) dan masih banyak lagi yang lain.
Ketiga generasi inilah sebagai teladan dan panutan bagi umat Islam setelahnya dalam menjalankan
Dien ini. Mereka juga disebut sebagai para pendahulu yang sholih atau Salafus Sholih (disingkat
salafi), atau kadang disebut juga dengan para Ulama Salaf. Mengikuti manhaj mereka dalam
memahami dan mengamalkan Dien ini berarti mengikuti manhaj Salaf.

F.PENUTUP

25 | P a g e
Bersyukur dengan adanya para ulama yang telah menghimpun kitab-kitab hadis sebagai mutiara
terindah bagi kehidupan kita yang hidup di jaman akhir ini. Termasuk di dalamnya ulama’ madzahibil
arba’ah yaitu Imam Malik, Imam Abu Hanafi, Imam asy-Syafi’I dan Imam Hambali rahimahumullah yang
mendahului, mulai banyak ditulis tentang keilmuan dalam khazanah keilmuan Islam. Sehingga
menjadikan kita tidak kehilangan atau terputus mata rantai keilmuan ini sampai
kapanpun. Wallahu'alam

BAB IV
Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits

26 | P a g e
A.PENDAHULUAN
Mungkin banyak orang saat ini yang merasa asing dengan kata salaf, namun kata ini tidaklah
asing di kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli hadits terkemuka- menuturkan,”Rasyid bin Sa’ad
mengatakan,’Dulu para SALAF menyukai kuda jantan, karena kuda seperti itu lebih tangkas dan
lebih kuat’.” Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut adalah
para sahabat dan orang setelah mereka.

Imam Nawawi –ulama besar madzhab Syafi’i- mengatakan dalam kitab beliau Al  Adzkar,
”Sangat bagus sekali do’a para SALAF sebagaimana dikatakan Al Auza’i rahimahullah Ta’ala,
’Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat istisqo’ (minta hujan), kemudian berdirilah Bilal
bin Sa’ad, dia memuji Allah …’.” Salaf yang dimaksudkan oleh Al Auza’i di sini adalah Bilal bin
Sa’ad, dan Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani)

B.PENGERTIAN SALAF
Salaf secara bahasa berarti orang yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
yang artinya,”Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami
tenggelamkan mereka semuanya (di laut). Dan Kami jadikan mereka sebagai SALAF dan contoh
bagi orang-orang yang kemudian.” (Az Zukhruf: 55-56), yakni kami menjadikan mereka sebagai
SALAF -yaitu orang yang terdahulu- agar orang-orang sesudah mereka dapat mengambil
pelajaran dari mereka (salaf). Oleh karena itu, Fairuz Abadi dalam Al Qomus Al
Muhith mengatakan, ”Salaf juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang
dan orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu.” (Lihat Al Manhajus Salaf
’inda Syaikh al-Albani, ’Amr Abdul  Mun’im Salim  dan Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih,
Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsary)

C. SIAPAKAH SALAF

Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang yang mengikuti


sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah
yang disebut dengan salafush sholih (orang-orang terdahulu yang sholih). Merekalah tiga
generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi
wa sallam,”Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya
kemudian generasi sesudahnya lagi.”  (HR. Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan Tirmidzi).
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam telah mempersaksikan ’kebaikan’ tiga generasi awal umat
ini yang menunjukkan akan keutamaan dan kemuliaan mereka, semangat mereka dalam
melakukan kebaikan, luasnya ilmu mereka tentang syari’at Allah, semangat mereka
berpegang teguh pada sunnah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam.  (Lihat Al Wajiz fii Aqidah
Salafish Sholih dan Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad Kholifah At
Tamimi)

27 | P a g e
D. Jalan Salaf adalah Jalan yang Selamat Dan Penutup

Orang yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan sahabatnya


(salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda yang artinya,”Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan; satu golongan
masuk surga, 70 golongan masuk neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu
golongan masuk surga, 71 golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad
berada di tangan-Nya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan; satu golongan masuk
surga dan 72 golongan masuk neraka. Ada sahabat yang bertanya,’Wahai Rasulullah! Siapa
mereka yang masuk surga itu?’ Beliau menjawab,’Mereka adalah Al-Jama’ah’.” (HR. Ibnu
Majah, Abu Daud, dishahihkan Syaikh Al Albani). Dalam riwayat lain para sahabat
bertanya,’Siapakah mereka wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,’Orang yang mengikuti
jalan hidupku dan para sahabatku.’ (HR. Tirmidzi)

Sebagai nasehat terakhir, ’Ingatlah, kata salafi –yaitu pengikut salafush sholih– bukanlah
sekedar pengakuan (kleim) semata, tetapi harus dibuktikan dengan beraqidah, berakhlaq,
beragama (bermanhaj), dan beribadah sebagaimana yang dilakukan salafush sholih.’

Ya Allah, tunjukilah kami pada kebenaran dengan izin-Mu dari jalan-jalan yang menyimpang
dan teguhkan kami di atasnya.

Alhamdulillahillazi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ’ala Nabiyyina


Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.

BAB V
Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum

28 | P a g e
A. PENDAHULUAN
Penegakan hukum dalam konteks law enforcement sering diartikan dengan
penggunaan force (kekuatan) dan berujung pada tindakan represif. Dengan demikian
penegakan hukum dalam pengertian ini hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja.2
Dalam tulisan ini dikehendaki pengertian penegakan hukum itu dalam arti luas secara
represif, maupun preventif. Konsekuensinya memerlukan kesadaran hukum secara meluas
pula baik warga negara, lebih-lebih para penyelenggara negara terutama penegak
hukumnya. Adapun penegak hukum meliputi instrumen administratif yaitu pejabat
administratif di lingkungan pemerintahan. Sedangkan dalam lingkungan pidana dimonopoli
oleh negara melalui alat-alatnya mulai dari kepolisian, kejaksaan dan kehakiman sebagai
personifikasi negara.
Penegakan hukum saja tidaklah cukup tanpa tegaknya keadilan. Karena tegaknya
keadilan itu diperlukan guna kestabilan hidup bermasyarakat, hidup berbangsa dan
bernegara. Tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian dari masyarakat bisa
mengakibatkan rusaknya kestabilan bagi masyarakat keseluruhan, sebab rasa keadilan adalah
unsur fitrah kelahiran seseorang sebagai manusia.3
Kepastian hukum akan tercapai jika penegakan hukum itu sejalan dengan undang-
undang yang berlaku dan rasa keadilan masyarakat yang ditopang oleh kebersamaan tiap
individu di depan hukum (equality before the law). Bahwa hukum memandang setiap orang
sama, bukan karena kekuasaan dan bukan pula karena kedudukannya lebih tinggi dari yang
lain. Persamaan setiap manusia sesuai fitrah kejadiannya:
“Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar
gembira dan peringatan dan beserta mereka Dia turunkan kitab dengan membawa kebenaran,
supaya kitab itu memberi keputusan antara manusia tentang apa yang mereka perselisihkan
(QS.2:213)

B. PENEGAKAN HUKUM
Penegakan Hukum Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum
di suatu Negara antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran hukum
warga Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem politik Negara yang
bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu otoriter maka sangat tergantung penguasa
bagaimana kaidah hukum, penegak hukum dan fasilitas yang ada. Adapun warga Negara
ikut saja kehendak penguasa (lihat synopsis). Pada sistem politik demokratis juga tidak
semulus yang kita bayangkan. Meski warga Negara berdaulat, jika sistem pemerintahannya
masih berat pada eksekutif (Executive heavy) dan birokrasi pemerintahan belum
direformasi, birokratnya masih “kegemukan” dan bermental mumpung, maka penegakan
hukum masih mengalami kepincangan dan kelambanan (kasus “hotel bintang” di Lapas).
Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan yang simpang siur
penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila kaidah itu
berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah mati
(dode regel), kalau secara sosiologis (teori kekuasaan), maka kaidah tersebut menjadi
aturan pemaksa (dwang maat regel). Jika berlaku secara filosofi, maka kemungkinannya

29 | P a g e
hanya hukum yang dicita-citakan yaitu ius constituendum. 4 Kaidah hukum atau peraturan
itu sendiri, apakah cukup sistematis, cukup sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah
sudah cukup mengatur bidang kehidupan tertentu. Dalam hal penegakan hukum mungkin
sekali para petugas itu menghadapi masalah seperti sejauh mana dia terikat oleh peraturan
yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan memberi kebijaksanaan. Kemudian teladan
macam apa yang diberikan petugas kepada masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika
peraturannya baik tetapi petugasnya malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya
buruk, maka kualitas petugas baik.
Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana tidak cukup
memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga negara atau
warga masyarakat dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada peraturan. Indikator
berfungsinya hukum adalah kepatuhan warga. Jika derajat kepatuhan rendah, hal itu lebih
disebabkan oleh keteladanan dari petugas hukum.
C.Keadilan
Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan keadilan
sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus diterapkan secara
adil. Keadilan hukum ternyata sangat erat kaitannya dengan implementasi hukum di
tengah masyarakat. Untuk mencapai penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil
diperlukan kesadaran hukum bagi para penegak hukum.
Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum itu, maka faktor manusia sangat
penting. Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja termasuk penjahat
(pembunuh, pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam suatu negara ada yang cenderung
bertindak tidak adil secara hukum, termasuk hakim, maka pemerintah harus bertindak
mencegahnya. Pemerintah harus menegakkan keadilan hukum, bukan malah berlaku zalim
terhadap rakyatnya. Keadilan sosial terdapat dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling
tolong-menolong sesamanya dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling
ketergantungan satu dengan yang lain dalam kehidupan sosial (interdependensi). Keadilan
sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang seimbang, untuk mencegah diskriminasi
ekonomi.
Keadilan sosial adalah persamaan kemanusiaan, suatu penyesuaian semua nilai, nilai-
nilai yang termasuk dalam pengertian keadilan. Kepemilikan atas harta seharusnya tidak
bersifat mutlak. Perlu dilakukan pemerataan, distribusi kekayaan anggota masyarakat.
Bagaimana pemilik harta seharusnya menggunakan hartanya. Penimbunan atau
konsentrasi kekayaan, sehingga tidak dimanfaatkan dalam sirkulasi dan distribusi akan
merugikan kepentingan umum. Sebaiknya harta kekayaan itu digunakan sebaik mungkin
dan memberikan manfaat bagi pemiliknya maupun bagi masyarakat.
D.Hukum dan Keadilan Dalam Islam
Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu penegasan, ada
undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata berlaku dalam kehidupan
manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju dalam
berjama’ah (Society).

30 | P a g e
Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin, yang
satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan berbagai
macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya problematika hidup
duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan beberapa
kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-persoalan.
Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Tiap-
tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa merusak
kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat dan
bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua anggota masyarakat
berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama, mulai dari
masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara.
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak berlaku
adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah
karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.5:8).
“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum atasmu seseorang
budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”.
(H.R.Buchori dari Anas) Penegakan Hukum Atas Keadilan Dalam Pandangan Islam Mizan:
Jurnal Ilmu Syariah. Volume 1 No 2 Desember 2013. ISSN: 2089-032X - 148 Tidak
mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri kokoh apabila
konsep persamaan itu diabaikan.
Implementasi keadilan hukum di masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang
menyolok atas pandangan lebih terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya
kekayaan melimpah, sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-tahun bahwa
di negeri ini keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di
bukunya Political Science and Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan
Demokrasi (1999) yaitu, yakni:
a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)
b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan
d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik. QS.4:135.
”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak menegakkan keadilan,
menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapakmu
atau kerabatmu”.

F.PENUTUP
Seorang raja dan hati pemuda dalam synopsis di awal tulisan ini tak akan ada lagi dalam
alam demokrasi sekarang ini. Namun bisa lebih dari hanya sekedar pembunuhan fisik, malah
sering terjadi pembunuhan karakter dan pengorbanan hati nurani yang paling dalam. Mudah-
mudahan jika bangsa ini mulai berpaling kepada ajaran Islam yang sempurna, insyaAllah
tegaknya hukum dan keadilan itu suatu keniscayaan.

31 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, 2005. Natsir,M Demokrasi
dibawah Hukum, Media Dakwah, Jakarta Cet.III 2002. Hutabarat, Ramly Hukum dan Demokrasi
menurut M.Natsir, Biro Riset DDII Jakarta, 1999. Soekamto, Soeryono, Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, Radja Gravindo Persada, Jakarta 1993 _________,
penegakan Hukum, BPHN DEPKES, 1983 Natsir, Chaidar, Republika Minggu, 7 Maret 2010

32 | P a g e
Attas, Syed Naquib al-. 1991. Islam dan Sekularisme, Bandung: Pustaka Salman. Baiquni,
Achmad (a). 1995. Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
---------------- (b). 1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta: Dana Bhakti
Primayasa. Barbour, Ian G. 2005. Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer
dan Agama, Bandung: Mizan. Dzahabi, al-. 1961. al-Tafsir wa al-Mufassirun, Jilid II, Kairo:
Daar al-Kutub al-Haditsah.
Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan, 1989), h. 16-
21, 54-56. Al-Ghazali, Muhammad selalu Melibatkan Allah, (Jakarta PT. Serambi Ilmu Semesta,
2001), h. 28-39. Jusuf, Haqlul, Dr, SH., Stusdi Islam, (Jakarta : Ikhwan, 1993), h. 26-37. Kadir,
Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta : al-Hidayah, 1981), h. 9-11. Khan,
Walduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983), h. 39-101.
Attas, Syed Naquib al-. 1991. Islam dan Sekularisme, Bandung: Pustaka Salman. Baiquni,
Achmad (a). 1995. Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
---------------- (b). 1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta: Dana Bhakti
Primayasa. Barbour, Ian G. 2005. Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer
dan Agama, Bandung: Mizan. Dzahabi, al-. 1961. al-Tafsir wa al-Mufassirun, Jilid II, Kairo:
Daar al-Kutub al-Haditsah.

33 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai