Anda di halaman 1dari 111

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

CERITA RAKYAT KANJENG RADEN ADIPATI TUMENGGUNG


KOLOPAKING DI DESA KALIJIREK KECAMATAN KEBUMEN
KABUPATEN KEBUMEN
JAWA TENGAH
(Suatu Tinjauan Folklor)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra
Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Surakarta

Oleh:
Renggo Jatmiko
C0104029

JURUSAN SASTRA DAERAH


FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

i
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

CERITA RAKYAT KANJENG RADEN ADIPATI TUMENGGUNG


KOLOPAKING DI DESA KALIJIREK KECAMATAN KEBUMEN
KABUPATEN KEBUMEN
JAWA TENGAH
(Suatu Tinjauan Folklor)

Disusun oleh :
Renggo Jatmiko
C0104029

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I

Drs. Christiana Dwi Wardhana, M. Hum.


NIP. 130 935 347

Pembimbing II

Dra. Sundari, M. Hum.


NIP. 130 935 348

Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutarjo, M. Hum.


NIP. 131 695 222

ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

CERITA RAKYAT KANJENG RADEN ADIPATI TUMENGGUNG


KOLOPAKING DI DESA KALIJIREK KECAMATAN KEBUMEN
KABUPATEN KEBUMEN
JAWA TENGAH
(Suatu Tinjauan Folklor)

Disusun oleh :
Remggo Jatmiko
C0104029

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi


Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
pada tanggal 2009

Jabatan Nama Tanda Tangan


Ketua Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum. ..................
NIP. 131 569 259

Sekretaris Siti Muslifah, SS. M. Hum ..................


NIP. 132 309 444

Penguji I Drs. Christiana D. W, M. Hum. ……….......


NIP. 130 935 347

Penguji II Dra. Sundari, M. Hum. ...………....


NIP. 130 935 348

Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A


NIP. 131 472 202

iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Nama : Renggo Jatmiko


NIM : C0104029

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, skripsi berjudul Cerita Rakyat


Kanjeng Raden Adipati Tumenggumg Kolopaking di Desa Kalijirek Kecamatan
Kebumen Kabupaten kebumen Jawa Tengah (Suatu Tinjauan Folklor) adalah
betul-betul karya sendiri, dan bukan plagiat, dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-
hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda atau kutipan dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan
ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 2009

Yang membuat pernyataan

Renggo Jatmiko

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Percayalah pada dirimu sendiri dan apapun yang kamu impikan.


Jangan pernah katakan
“aku tak bisa ” tapi katakanlah
“aku pasti bisa” dan kau akan mendapat impianmu
(Penulis)

“Kalau anda tidak berpikir tentang masa depan,


Anda tidak akan pernah memilikinya ”
(John Gale)

“Masa depan tidak pernah terjadi begitu saja


Masa depan itu mesti diciptakan”
(Will and Ariel Durrant)

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Bapak, Ibu tercinta

2. Almamaterku

3. Kekasih tercinta “Mediawati Fitriani”

vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena

berkat petunjuk dan kemudahan dari-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul Cerita Rakyat Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking di

Desa Kalijirek Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen Jawa Tengah (Suatu

Tinjauan Folklor). Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah

Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana pada Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dorongan,

bantuan dan bimbingan dari banyak pihak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Drs Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa,

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mengijinkan dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutarjo, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Fakultas Sastra dan

Seni Rupa, yang telah memberikan kesempatan dan ilmunya dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum. selaku Sekretaris Jurusan Sastra

Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Drs. Christiana Dwi Wardhana, M. Hum. selaku Pembimbing I yang telah

memberi bimbingan dengan tulus dan dorongan sebagai sumber inspirasi

untuk penulisan skripsi ini.

5. Dra. Sundari, M. Hum. selaku Koordinator Bidang Sastra, sekaligus

Pembimbing II yang banyak memberi nasehat dan dorongan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. Wakit Abdullah, M. Hum. selaku Pembimbing Akademik yang telah

membembing penulis selama setudi di Jurusan Sastra Daerah, dengan

penuh perhatian dan kebijaksanaan.

7. Seluruh Dosen-dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah memberikan

ilmunya sebagai bekal untuk penulis semoga bermanfaat khususnya

penulis sendiri dan bagi masyarakat umumnya.

8. Pimpinan Staf Tata Usaha Fakultas Sastra dan seni Rupa Universitas

Sebelas Maret yang telah membantu dalam Administrasi.

9. Kepala dan Staf perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun

Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan

dalam pelayanan kepada penulis, khususnya selama menyelesaikan skripsi.

10. Kakak-kakakku, Mas Pur, Mas Aris, Mas Dodo, Mas Koko, Mas Uung,

Mas Ambar, keceriaan, kesedihan dan dorongan moril kalian memberikan

motivasi kepada penulis.

11. Keluarga besar Bapak Sugeng Riyadi, S,Pd. yang telah memperlakukan

penulis layaknya anak sendiri, terima kasih atas kebaikan yang telah

diberikan pada saat penelitian dilaksanakan.

viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12. Bapak Mulyadi, Juru Kunci Makam Kanjeng Raden Adipati Tumenggung

Kolopaking, yang telah banyak memberikan informasi mengenai data

skripsi ini.

13. Bapak Amad Miftahudin,selaku Kepala Desa Kalijirek yang telah

menerima penulis dengan baik.

14. Keluarga Bapak Margo Mulyono, yang telah banyak mendukung atas

pembuatan skripsi ini, terima kasih atas suport dan doa-doanya.

15. Sahabat-sahabatku yang selalu ceria: Didik, Nana, Licka, Landung, Dewi

dan Ayu Jurusan Sastra Daerah angkatan 2004.

16. Teman seperjuangan Amad, Arif, Galih, Wira, Redes, Bakti, dan anak-

anak Gedung Putih yang tidak bisa saya sebutkan satu-per satu. Terima

kasih atas semua bantuan, dukungan dan doanya.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

atas bantuan dan dorongannya selama menjalankan penulisan skripsi ini.

Semoga kebaikan dan ketulusan hati semua pihak yang telah diberikan

kepada penulis mendapat pahala dan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari

bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, segala kritik dan saran

yang bersifat membangun terbuka bagi penulis. Semoga hasil penulisan skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, 2009

Penulis

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv

HALAMAN MOTTO .................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR SINGKATAN............................................................................... xiii

DAFTAR TABEL.......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xv

ABSTRAK ..................................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Perumusan Masalah .................................................................... 10

C. Tujuan Penelitan.......................................................................... 11

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 12

E. Sistematika penulisan................................................................... 13

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Cerita Rakyat ............................................................ 14

B. Ciri-ciri Cerita Rakyat................................................................. 15

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Bentu-bentuk Cerita Rakyat ........................................................ 16

D. Fungsi Cerita Rakyat................................................................... 17

E. Pendekatan Folklor...................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ........................................................................ 20

B. Bentuk Penelitian ........................................................................ 20

C. Sumber Data dan Data ................................................................ 21

D. Populasi dan Sampel ................................................................... 22

E. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 23

F. Validitas Data.............................................................................. 25

G. Teknik Analisis Data................................................................... 25

BAB IV ANALISIS

A. Profil Masyarakat Desa Kalijirek................................................ 27

1. Demografi Masyarakat ........................................................... 27

2. Keadaan Penduduk ................................................................. 27

B. Bentuk dan Deskripsi Cerita K.R.A.T. Kolopaking.................... 34

1. Bentuk Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking.......................... 34

2. Deskripsi Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking...................... 35

C. Artefak-artefak dan Tradisi Budaya yang terkait dengan Cerita Rakyat

K.R.A.T. Kolopaking .................................................................. 51

1. Artefak-artefak K.R.A.T. Kolopaking.................................... 51

2. Tradisi Budaya Masyarakat.................................................... 51

D. Nilai-nilai yang terkandung dalam Cerita Rakyat K.R.A.T.

Kolopaking.................................................................................. 53

xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Kesetiaan ................................................................................ 54

2. Kasih Sayang.......................................................................... 56

3. Keberanian.............................................................................. 59

4. Patriotisme.............................................................................. 61

5. Tanggung Jawab...................................................................... 63

6. Kejujuran................................................................................. 64

E. Respon Masyarakat Desa Kalijirek terhadap Cerita K.R.A.T.

Kolopaking.................................................................................. 65

1. Generasi muda mengaku asing............................................... 65

2. Ceritanya telah lama terkubur ................................................ 68

3. Perlu dilakukan penggalian data-data sejarah Kolopaking .... 70

4. Belum masuk ke bahan ajar sekolah sebagai muatan lokal.... 71

5. Belum dipandang sebagai suatu aset ...................................... 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 73

B. Saran............................................................................................ 76

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 79

LAMPIRAN .................................................................................................. 80

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

Dok : Dokumen

Dll : Dan lain-lain

Dsb : Dan sebagainya

Ha : Hektar

K.R.A.T. Kolopaking : Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking

Kab. : Kabupaten

Kec. : Kecamatan

Km : Kilometer

M : Meter

MAN : Madrasah Aliyah Negeri

SDN : Sekolah Dasar Negeri

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SWT : Subbhannaahu Waa Ta’ala

Th : Tahun

YME : Yang Maha Esa

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin

di Desa Kalijirek Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen

Tabel 2. Jumlah komposisi penduduk berdasarkan pendidikan

di Desa Kalijirek Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen

Tabel 3. Komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan atau mata pencaharian di

Desa Kalijirek Kecematan Kebumen Kabupaten Kebumen

Tabel 4. Penganut agama dan kepercayaan di Desa Kalijirek Kecamatan Kebumen

Kabupaten Kebumen

Tabel 5. Jumlah sarana peribadatan di Desa Kalijirek Kecamatan Kebumen

Kabupaten Kebumen

xiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Petilasan (Makam) K.R.A.T. Kolopaking

Gambar 1 : Area Makam K.R.A.T. Kolopaking.

Gambar 2 : Pintu Masuk Makam K.R.A.T. Kolopaking.

Gambar 3 : Peneliti Renggo Jatmiko di Pintu Masuk Makam K.R.A.T.

Kolopaking.

Gambar 4 : Makam K.R.A.T. Kolopaking I dan II.

Gambar 5 : Makam K.R.A.T. Kolopaking III.

Gambar 6 : Makam K.R.A.T. Kolopaking IV.

Gambar 7 : Makam Keluarga K.R.A.T. Kolopaking.

Gambar 8 : Peneliti dengan Juru Kunci.

Gambar 9 : Makam Tan Peng Nio dilihat dari depan.

Gambar 10: Makam Tan Peng Nio dilihat dari samping.

Gambar 11: Peziarah Mengadakan Tahlilan.

Gambar 12: Rombongan Bupati Membaca Doa.

Gambar 13: Doa Penutup oleh Pak Kyai Sahiyat.

Gambar 14: Persiapan Penaburan Bunga.

Gambar 15: Penaburan Bunga oleh Peziarah.

Gambar 16: Silsilah Keluarga K.R.A.T. Kolopaking.

Gambar 17: Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Gambar 18: Reruntuhan yang berdiri di tanah Sikenceng.

xv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Masjid Kalijirek

Gambar 19: Masjid Mubarok di Desa Kalijirek dilihat dari depan.

Gambar 20: Masjid Mubarok di Desa Kalijirek dilihat dari samping.

Desa Kalijirek

Gambar 21: Kantor Kepala Desa Kalijirek dilihat dari samping.

Gambar 22: Kantor Kepala Desa Kalijirek dilihat dari depan.

xvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Renggo Jatmiko C0104029. Cerita Rakyat Kanjeng Raden Adipati Tumenggung


Kolopaking di Desa Kalijirek Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen Jawa
Tengah (Suatu Tinjauan Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar belakang Penelitian ini adalah Cerita Rakyat dapat di kategorikan


sebagai Sastra lisan. Sastra lisan merupakan manifestasi kreativitas manusia yang
hidup dalam kolektifitas masyarakat yang memilikinya dan diwariskan turun-
temurun secara lisan dari generasi ke generasi. Cerita Rakyat K.R.A.T.
Kolopaking mengandung nilai-nilai, kegunaan, sehingga perlu penguraian
terhadap nilai-nilai kultural bagi masyarakat pendukungnya dan melalui penelitian
ini dapat diketahui pula sejauh mana profil masyarakat Desa Kalijirek Kecamatan
Kebumen Kabupaten Kebumen Jawa Tengah, bentuk, dan isi Cerita Rakyat
K.R.A.T. Kolopaking, adat atau tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar
petilasan K.R.A.T. Kolopaking dalam merawat serta melestarikannya.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah profil
masyarakat pemilik cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking? (2) Bagaimanakah bentuk
dan isi cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking? (3) Adakah artefak-artefak dan tradisi
budaya yang terkait dengan cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking? (4) Nilai-nilai
ajaran apakah yang terkandung dalam cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking? (5)
Bagaimanakah respon masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat K.R.A.T.
Kolopaking?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan profil masyarakat
pemilik cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking. (2) Mendeskripsikan bentuk dan isi
cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking. (3) Menjelaskan artefak-artefak dan tradisi
budaya yang terkait dengan cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking. (4)
Mendeskripsikan nilai-nilai ajaran yang terkandung dalam cerita rakyat K.R.A.T.
Kolopaking. (5) Menjelaskan respon masyarakat terhadap keberadaan cerita
rakyat K.R.A.T. Kolopaking.
Manfaat penelitian berkaitan dengan penelitian ini dapat ditinjau dari
beberapa sudut pandang diantaranya sumber data dan data. Sumber data primer
adalah data utama, dalam penelitian ini sumber data primernya adalah informan
atau responden yang mengetahui cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking. Sumber data
sekunder adalah data pelengkap atau data pendukung yang sedikit banyak
membantu kesahihan suatu penelitian. Data juga dibedakan menjadi data primer
dan data sekunder. Data primer adalah hasil wawancara dengan informan tentang
cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking. Data sekunder adalah keterangan dan data
yang terambil dari buku-buku atau referensi yang relevan dengan topik penelitian.
Metode penelitian yang digunakan sebagai berikut: Lokasi penelitian
berada di Desa Kalijirek Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen Jawa

xvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tengah. Penelitian ini bertumpu pada landasan teori Folklor dan pendekatan yang
dipakai ialah Folklor. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan
dari penelitian ini dengan mengunakan teknik wawancara, observasi langsung
(lapangan), studi dokumen atau kepustakaan, dan teknik analisis isi (content
analisys). Teknis analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penganalisaan dan penarikan
kesimpulan.
Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)
Profil masyarakat pemilik cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking, ditinjau dari segi
geografis, demografis, agama dan kepercayaan, sosial budaya, tradisi masyarakat.
(2) Bentuk dan isi cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking juga mengandung mite,
diantaranya kepercayaan bahwa tokoh ceritanya memiliki kekuatan istimewa.
Misalnya tetesan darah K.R.A.T. Kolopaking berubah menjadi ular-ular “jadi-
jadian”. Selain itu cerita rakyat tersebut juga mengandung legenda, yaitu kejadian
atau penamaan suatu tempat. Misalnya pemberian nama pesawahan Si Kenceng
dan asal mula Desa Jatimalang. (3) Artefak-artefak dan tradisi budaya yang terkait
dengan cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking, tidak ada peninggalan benda-benda
pusaka selain makam tersebut,lemari, dan meja ukir. Sedangkan tradisi budaya
berupa ritual doa bersama, tahlilan, membaca surat-surat pendek,dan tabur bunga.
(4) Nilai-nilai ajaran yang terkandung dalam cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking,
sebagai berikut: kesetiaan, kasih sayang, keberanian, patriotisme, tanggung jawab
dan kejujuran. (5) Respon masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat K.R.A.T.
Kolopaking adalah sebagai berikut: generasi muda mengaku asing, ceritanya telah
lama terkubur, perlu dilakukan penggalian data-data sejarah Kolopaking, belum
masuk ke bahan ajar sekolah sebagai muatan lokal, belum dipandang sebagai
suatu aset.

BAB I

xviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Warisan budaya nenek moyang kita mengandung nilai-nilai atau ajaran luhur seperti

kejujuran, keberanian, patriotisme, kesetiaan, kasih sayang, rela berkorban, dan sebagainya.

Nilai-nilai atau ajaran luhur tersebut bersifat universal , tak lekang dimakan usia dalam arti

tetap aktual dan sesuai diterapkan di segala zaman. Warisan nilai-nilai budaya adi luhur

tersebut banyak terdapat dalam folklor.

Folklor adalah suatu budaya kolektif yang memiliki sejumlah ciri khas yang tidak

dimiliki budaya lain (Laelasari dan Nurlaela, 2006: 100). Folklor juga didefinisikan sebagai

bagian dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-menurun di

antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam

bentuk lisan maupun disertai contoh dengan gerak isyarat atau alat bantu (James Danandjaja,

1984: 2). Folklor berupa karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat

tradisional dan disebarkan dalam bentuk yang relatif tetap atau dalam bentuk baku dan

disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama disebut cerita rakyat

(James Danandjaja, 1984: 4).

Salah satu cerita rakyat yang hingga kini masih hidup di kalangan masyarakat

Kebumen adalah kisah tentang Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking

selanjutnya ditulis K.R.A.T. Kolopaking. Kisah yang tepat dikelompokkan ke dalam epos

tersebut diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan. Pernah pula dipentaskan melalui

sebuah pertunjukan kethoprak pada acara memperingati Hari Jadi Kebumen.

K.R.A.T. Kolopaking adalah penguasa Kebumen yang pada waktu itu masih

bernama Panjer Roma. Wilayahnya meliputi Rowo Ambal, Bocor, Petanahan, Puring,

Gombong, Karanganyar, Panjer, Kutowinangun, dan Prembun dengan ibukota Panjer.

K.R.A.T. Kolopaking adalah sosok yang teguh dalam berpendirian, memiliki kesetiaan atau

loyalitas yang tinggi, dan berani menentukan pilihan dengan berbagai resikonya.

xix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Diceritakan bahwa pada suatu ketika Istana Kerajaan Mataram berhasil direbut oleh

pemberontak bernama Pangeran Trunojoyo dari Madura. Raja Mataram, yakni Sunan

Amangkurat I menyingkir. Sunan bersama rombongannya bergerak menuju Kasunanan

Cirebon. Beberapa hari kemudian, pada waktu menjelang Magrib, Sunan dan rombongannya

tiba di Rowo Ambal. K.R.A.T. Kolopaking yang masih mengakui Sunan Amangkurat I

sebagai raja yang sah menjemputnya dan mempersilakannya singgah di Panjer.

Keputusan menerima Sunan Amangkurat I, di satu sisi merupakan bentuk kesetiaan

atau loyalitasnya yang tinggi terhadap raja Mataram yang sedang dalam pelarian itu. Di sisi

lain menunjukkan keberaniannya dalam menentukan pilihan yang mengandung resiko besar,

sebab jika hal itu diketahui oleh Pangeran Trunojoyo, maka ia dianggap oleh penguasa baru

itu membantu pelarian dan hukumannya tidak ringan.

K.R.A.T Kolopaking melihat Sunan Amangkurat I, selain menderita kelelahan

setelah melakukan perjalanan panjang juga mengidap suatu penyakit. Setelah melakukan

analisa K.R.A.T. Kolopaking mendiagnosa Sunan Amangkurat I menderita keracunan. Ia

segera mencari buah kelapa untuk diambil airnya sebagai penawar racun. Oleh karena

keadaan Sunan sudah sangat gawat, maka buah kelapa yang kulitnya sudah kering ( klapa

aking) pun jadilah. Air kelapa segera diminumkan dan tak lama kemudian Sunan muntah-

muntah. Selanjutnya keadaannya berangsur-angsur membaik.

Beliau selain menderita penyakit fisik seperti kelelahan dan keracunan, Sunan

Amangkurat I menderita batin yang luar biasa. Ia telah dilengserkan dari kursi kekuasaannya

dan harus berkelana. Ketika banyak orang menghargai orang lain karena kedudukannya,

K.R.A.T. Kolopaking tidak. Sunan Amangkurat I, walaupun tahtanya telah direbut orang lain

dan tidak lagi memiliki kekuasaan, K.R.A.T.. Kolopaking masih menganggap dan

memperlakukannya sebagai raja. Sikap demikian dapat dikatakan sebagai nguwongake atau

menghargai orang lain pada tataran terhormat. Di sisi lain sikap dan K.R.A.T. Kolopaking

merupakan obat bagi penyakit batin yang sedang diderita oleh Sunan Amangkurat I. Semua

itu dilakukan K.R.A.T. Kolopaking dengan tanpa pamrih.

xx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jiwa patriotisme dan kepahlawanan ditunjukkan oleh K.R.A.T Kolopaking masa

pecahnya Perang Diponegoro. K.R.A.T. Kolopaking secara terang-terangan membela

Pangeran Diponegoro dalam usahanya memerangi Kolonial Belanda. Ia mengerahkan seluruh

kemampuan yang ada guna membantu Pangeran Diponegoro yang berperang demi menjaga

martabat tanah kelahirannya. Akibat dari sikapnya itu, karena Belanda menerapkan siasat adu

domba, K.R.A.T. Kolopaking harus berhadapan dengan Adipati Arungbinang. Akibat yang

lebih parah ia harus menyerahkan kekuasaannya atas Panjer Roma (Kebumen) kepada

Adipati Arungbinang yang mendapat bantuan penuh dari Kolonial Belanda.

Berani menjatuhkan pilihan harus berani pula menanggung resikonya. Akibat

memilih membantu perjuangan Pangeran Diponegoro K.R.A.T. Kolopaking kehilangan

kedudukannya. Ia juga harus menyaksikan pembantu-pembantu setianya satu-persatu

ditangkap dan dihukum mati. Bahkan K.R.A.T. Kolopaking sendiri harus beradu satu lawan

satu melawan Adipati Arumbinang. Menurut cerita peristiwa itu terjadi di sawah Sikenceng

yang sekarang lokasinya di timur Stadion Candradimuka, Kebumen. Pada pertarungan itu

lengan K.R.A.T. Kolopaking terluka dan mengeluarkan darah. Sebagian masyarakat masih

percaya bahwa ceceran darahnya berubah menjadi banyak ”ular”. Sampai sekarang sawah

Sikenceng terkenal angker dan dihuni banyak ular yang bukan ular biasa Mitos tersebut

masih hidup hingga kini. Terbukti rumah yang dibangun di sudut sawah Sikenceng hanya

beberapa hari dihuni setelah dibangun, karena ”ular” sering mengganggu penghuninya. Hal

itu terjadi pada tahun 1980-an dan hingga kini pondasi rumah dan puing-puingnya masih

terlihat.

K.R.A.T. Kolopaking juga merupakan sosok yang tidak memandang suku dalam

pergaulannya. Untuk membantu Pangeran Mas Garendi yang sedang berperang melawan

Kolonial Belanda, K.R.A.T. Kolopaking merekrut pemuda-pemuda Cina untuk dilatih

kemiliteran dan kemudian diperbantukan kepada Pangeran Mas Garendi di Boyolali-

Kartosuro Mataram (Kotapraja). Sampai beberapa tahun kemudian ia bersahabat dengan

pemuda Cina bernama Tan Ping.

xxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Banyak nilai-nilai luhur yang terkandung dalam cerita rakyat tentang K.R.A.T.

Kolopaking dan relevan di-ejawantah-kan pada kehidupan masa kini. Adapun alasan

mengapa Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking penulis pilih sebagai objek kajian dapat

diterangkan sebagai berikut:

1. Kejujuran

Pada waktu Mataram merencanakan penyerangan terhadap VOC di Batavia

(Jakarta), penguasa Panjer Roma dipercaya menjadi Adipati bidang pangan. Didirikanlah

lumbung-lumbung sebagai tempat penyimpanan bahan pangan yang disediakan bagi tentara

yang akan mengadakan perjalanan jarak jauh ke Batavia.

Penunjukan penguasa Panjer Roma sebagai Adipati bidang pangan tentu ada

alasannya. Satu hal yang pasti adalah kejujuran. Tanpa memiliki predikat jujur mustahil dia

diberi jabatan ”basah” itu. Bagi orang yang tidak kuat imannya atau tidak jujur, jabatan itu

dapat digunakan untuk memperkaya diri sendiri atau yang sekarang populer dengan sebutan

korupsi.

Pada era sekarang kita mendambakan pemimpin-pemimpin yang jujur. Kita tak ingin

mendengar lagi berita: oknum Kepala Dinas ”anu” ; Gubernur ”itu”; Bupati ”sana”; Ketua

”apa” ; atau pemegang jabatan strategis lainnya dimasukkan penjara gara-gara korupsi. Uang

negara dicatut mulai dari ratusan juta hingga milyaran, bahkan sampai trilyunan rupiah

berpindah ke pundi-pundi kekayaan pribadi para koruptor. Sementara di pihak lain, rakyat

masih menderita. Kita menginginkan pemimpin yang dapat membawa rakyatnya sejahtera.

Pemimpin yang mampu berbuat seperti itu adalah pemimpin yang jujur. Pepatah: siapa jujur

akan hancur hendaknya dibuang jauh-jauh dari benak pemimpin-pemimpin masa kini.

Kejujuran dalam Cerita Rakyat Kolopaking ini bisa dijadikan satu teladan.

2. Keberanian

Sikap berani letaknya di dalam hati. Keberanian itu baru dapat dilihat dari tindakan

yang dilakukan oleh si pemilik hati . Wujud dari sikap berani dapat bermacam-macam.

Kolopaking memilih bergabung dengan Pangeran Diponegoro memerangi VOC termasuk

manifestasi keberanian itu. Tanpa memiliki keberanian mustahil ia memilih jalan itu.

xxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bukankah dengan memilih bergabung dengan Pangeran Diponegoro sama dengan mengambil

Belanda sebagai musuh? Padahal kita tahu persenjataan mereka lebih modern dan

pengikutnya lebih banyak, termasuk orang-orang pribumi pengkhianat.

Keberanian semacam itu juga ditunjukkan oleh Kolopaking ketika menerima

Amangkurat I singgah di Panjer Roma. Padahal pada waktu itu beliau adalah raja yang terusir

dari tahtanya oleh Pangeran Trunojoyo. Berani menampung Amangkurat I sebagai pelarian

berarti menjadi musuh Pangeran Trunojoyo.

Keberanian juga penting dimiliki oleh pemimpin masa kini, tentu saja untuk

membela kebenaran dan kepentingan rakyat. Berita-berita mengecewakan tentang pemimpin

yang ”tidak mau” menunjukkan sikap keberaniannya santer terdengar akhir-akhir ini.

Misalnya kasus pembalakan liar terus saja terjadi, walaupun banyak pihak menyerukan hal itu

agar segera dihentikan. Pelaku yang telah tertangkap juga tak diberi ganjaran hukuman

setimpal. Ada sinyalemen ”Sang Pemimpin” takut karena si pembalak di-beking-i oleh

seseorang yang sangat disegani. Dengan kata lain ”Sang Pemimpin” takut resiko, misalnya

jabatannya dicabut. Demikian pula dalam beberapa kasus lainnya. Cukuplah keberanian

Kolopaking jadi teladan.

3. Patriotisme

Pada sisi yang lain ketetapan Kolopaking memilih bergabung dengan Amangkurat I

dan Pangeran Diponegoro di masa berikutnya adalah karena didorong oleh kecintaannya

terhadap negeri tumpah darahnya. Sedumuk bathuk, senyari bhumi, itulah semboyan yang

terpatri di sanubarinya. Jiwa dan raga ia relakan demi kejayaan negeri. Lebih baik mati

berkalang tanah daripada hidup terjajah. Oleh karena itu kehilangan jabatan bukanlah hal

yang ditakuti. Apalagi berjuang mempertahankan kejayaan negara termasuk ibadah.

4. Kesetiaan

Kesetiaan bisa jadi berkait erat dengan sikap teguh dalam berpendirian. Kesetiaan

dapat ditujukan kepada seseorang, dapat pula terhadap prinsip atau keyakinannya sendiri. Di

mata Kolopaking, Amangkurat I, sekalipun telah terusir dari istananya tetaplah Raja

Mataram. Oleh karena itu kedatangannya di Panjer Roma dalam pelariannya menuju Cirebon

xxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

disambut dengan sangat hormat. Andaikata Amangkurat I berkenan pasti dimohon untuk tetap

tinggal di Panjer Roma. Keputusan semacam itu, termasuk ketika memilih bergabung dengan

Pangeran Diponegoro melawan Kolonial Belanda tentu telah melalui berbagai pertimbangan.

Pilihan itulah akhirnya yang diyakini paling benar. Oleh karena itu selanjutnya ia berjuang

sekuat tenaga untuk mempertahankan prinsipnya. Dengan kata lain ia setia terhadap pilihan

atau keyakinannya itu.

Kesetiaan dan sikap teguh dalam berpendirian juga relevan dimiliki oleh generasi

sekarang, bukan hanya para pemimpin, melainkan juga rakyat jelata. Suap-menyuap dan

politik uang tak mungkin dapat dijalankan jika setiap orang memilih kesetiaan terhadap

”nilai-nilai kebenaran” dan teguh dalam berpendirian. Sayangnya semangat seperti itu telah

mengendor. Bahkan pada pemilihan kepala desa saja, jika tidak ada money politics atau

wuwuran para calon pemilihnya mengancam tidak akan menggunakan hak pilihnya. Parah

sekali. Keinginan berpolitik uang yang pada mulanya inisiatif dari calon pemimpin, ternyata

gayung bersambut dengan yang dimaui calon rakyatnya. Dengan demikian nilai-nilai luhur

dari cerita-cerita rakyat, termasuk Cerita Rakyat Kolopaking perlu dimunculkan lagi dan

dipersering agar dapat merasuk ke sanubari generasi muda.

5. Kasih-sayang

Seorang pemimpin yang disegani bukanlah pemimpin yang otoriter, yang

menjalankan kekuasaanya dengan tangan besi dan tanpa kasih-sayang. Sebaliknya dengan

kasih-sayang seseorang, bukan hanya pemimpin dapat menjadi sosok yang sangat dihormati.

Kasih-sayang semacam itu yang ditunjukkan oleh Kolopaking ketika masih bernama

Kertowongso, antara lain ketika melihat Amangkurat I dalam kondisi sangat kritis karena

menderita keracunan. Bagai seorang dokter terhadap pasiennya, Kertowongso meracik

ramuan berupa air kelapa agar diminum oleh Amangkurat I. Kertowongso juga sangat

memahami bahwa ketika itu Sang Raja sedang menderita lahir batin. Dengan kasih-sayang

yang diwujudkan melalui penerimaan yang ramah dan bentuk penghormatan lainnya ia

berharap penderitaan batin Amangkurat I berkurang. Perasaan kasih-sayang juga diwujudkan

xxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

oleh Kolopaking dengan menerima orang lain tanpa mempermasalahkan latar belakang. Ia

dapat menjalin hubungan yang wajar dengan warga keturunan Cina, maupun suku lain.

Semangat kasih sayang tetap relevan dikembangkan dalam kehidupan masa kini.

Dengan semangat kasih-sayang persatuan dan kesatuan bangsa dapat diwujudkan. Dengan

kasih-sayang akan terbina hubungan yang harmonis antar anggota keluarga, antar warga

masyarakat, bahkan antar elemen suatu bangsa.

6. Rela berkorban

Kerelaan berkorban dapat diartikan sebagai bentuk keikhlasan melaksanakan atau

menerima akibat dari sebuah pilihan yang telah dijatuhkan. Kerelaan berkorban juga berarti

kesediaan melepaskan segala sesuatu miliknya menjadi milik pihak lain tanpa rasa

berkeberatan. Satu contoh: Kolopaking memilih bergabung dengan Pangeran Diponegoro,

maka ia pun harus menerima akibat bahwa dirinya akan menjadi musuh VOC Belanda. Ia

harus pula merelakan apa saja miliknya untuk kepentingan memperjuangkan keyakinannya.

Jadi, kerelaan berkorban adalah syarat wajib bagi orang yang bertanggung-jawab, lebih-lebih

seorang pemimpin. Nilai-nilai luhur lainnya tentu masih banyak yang tersirat dalam Cerita

Rakyat Kolopaking. Nilai-nilai luhur tersebut dapat diwariskan kepada generasi muda antara

lain melalui media cerita rakyat.

B. PERUMUSAN MASALAH

Bertolak dari latar belakang seperti yang telah diuraikan di atas, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah profil masyarakat Desa Kalijirek, khususnya sebagai pemilik cerita

rakyat K.R.A.T Kolopaking?

2. Bagaimanakah bentuk dan isi cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking?

3. Adakah artefak-artefak dan tradisi budaya yang terkait dengan cerita rakyat K.R.A.T.

Kolopaking?

xxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Nilai-nilai ajaran apakah yang terkandung dalam cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking dan

Relevansinya pada masa kini bagi masyarakat Kebumen?

5. Bagaimanakah respon masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat K.R.A.T.

Kolopaking?

C. TUJUAN

Dari beberapa permasalahan tersebut penulis menetapkan tujuan penelitian sebagai

berikut.

1. Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Kalijirek, Kecamatan Kebumen, Kabupaten

Kebumen sebagai pemilik cerita rakyat K.R.A.T Kolopaking.

2. Mendeskripsikan bentuk dan isi cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking.

3. Menjelaskan artefak-artefak dan tradisi budaya yang terkait dengan cerita rakyat

K.R.A.T. Kolopaking.

4. Mendeskripsikan nilai-nilai ajaran apakah yang terkandung dalam cerita rakyat K.R.A.T.

Kolopaking dan Relevansinya pada masa kini bagi masyarakat Kebumen.

5. Menjelaskan respon masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dalam hal manfaat berkaitan dengan penelitian ini, maka dari obyek kajian, batasan

masalah serta tujuan yang ingin dicapai, maka manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau dari

beberapa sudut pandang, diantaranya sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan terhadap kajian

Folklor, selain itu hasil penelitian ini menambah khasanah penelitian folklor di tanah air.

2. Manfaat Praktis

xxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Memberikan dorongan kepada pihak-pihak terkait, misalnya Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Kesenian, Tokoh-tokoh Pendidikan, dan Penerbit

untuk melakukan kegiatan pendokumentasian cerita rakyat Kolopaking untuk kepentingan

pelestarian dan upaya penanaman nilai-nilai luhur warisan para pendahulu, khusunya bagi

masyarakat Kebumen dan umumnya generasi muda.

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat pula sebagai:

a) Sebagai bahan dokumentasi cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking.

b) Dapat dipahami sebagai referensi ajaran moral dan etika bagi masyarakat.

SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, ruang lingkup, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Landasan teori meliputi definisi cerita rakyat. Pendekatan cerita rakyat

terdiri dari pengertian cerita rakyat, jenis, ciri dan fungsi dari cerita

rakyat,bentuk-bentuk cerita rakyat.

BAB III : METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi lokasi penelitian, bentuk penelitian, data dan

sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data dan teknik analisa

data.

BAB IV : PEMBAHASAN

Pembahasan meliputi deskripsi dan analisis.

BAB V : PENUTUP

Penutup meliputi kesimpulan dan saran.

xxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI

Definisi Cerita Rakyat

Menurut Atar Semi (1993: 74) cerita rakyat adalah suatu cerita yang pada

dasarnya disampaikan secara lisan. Tokoh-tokoh cerita atau peristiwa-peristiwa yang

diungkapkan dianggap pernah terjadi dimasa lalu atau merupakan suatu kreasi atau hasil

rekaman semata yang terdorong oleh keinginan untuk menyampaikan pesan atau amanat

tertentu, atau merukan suatu upaya anggota masyarakat untuk memberi atau mendapatkan

hiburan atau sebagai pelipur lara.

Menurut James Danandjaya (1984:4) cerita rakyat adalah suatu karya sastra

yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional dan disebarkan dalam bentuk

relatif tetap atau dalam bentuk baku, disebarkan di antara kalangan tertentu dan dalam

waktu yang relatif lama.

Menurut Elli Konggas Maranda berpendapat ( dalam Yus Rusyana 1981:10 )

bahwa cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan merupakan bagian

persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun belum. Perbedaannya dengan sastra

tulis adalah bahwa sastra lisan tidak mempunyai tulisan. Walaupun jika cerita lisan itu

ditulis, maka naskah itu hanya merupakan catatan dari sastra lisan itu, misalnya mengenai

guna dan perilaku yang menyertainya.

Dengan demikian, sastra lisan akan lebih mudah dipahami sebab ada unsur-unsur yang

mudah dikenal oleh masyarak setempat (Rusyana, dalam sastra lisan Wolio: 1978).

1. Ciri-Ciri Cerita Rakyat

James Danandjaya ( 1984:4 ) berpendapat bahwa cerita rakyat sebagai

folklor mempunyai beberapa ciri pengenal yang membedakan dari kesusasteraan

secara tertulis sebagai berikut.

a. Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan dari

mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.

xxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebarannya secara

lisan.

c. Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau

dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang

cukup lama.

d. Cerita rakyat anonim karena pengarangnya tidak diketahui lagi, maka cerita

rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.

e. Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk berpola yaitu menggunakan kata-kata

klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan mempunyai

pembukaan dan penutupan yang baku. Gaya ini berlatar belakang kultus

terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.

f. Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif yaitu sebagai

sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan

terpendam.

g. Cerita rakyat mempunyai sifat-sifat prologis, dalam arti mempunyai logika

tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.

h. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar

anggapan ini sebagai akibat sifatnya yang anonim.

i. Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatan kasar,

terlalu spontan.

2. Bentuk-Bentuk Cerita Rakyat

Cerita rakyat memiliki ciri-ciri seperti yang telah disebutkan di muka dan

memiliki bentuk-bentuk seperti di bawah ini.

a. Mite mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa. Tempat terjadinya di

tempat lain dan masa terjadinya jauh di masa purba.

b. Legenda adalah cerita yang mengandung ciri-ciri hampir sama dengan mite.

Tokoh dalam legenda tidak disakralkan oleh pendukungnya. Tokoh merupakan

manusia biasa yang mempunyai kekuatan-kekuatan gaib, tempat terjadinya di

xxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dunia kita. Legenda tidak setua mite. Legenda menceritakan terjadinya tempat,

seperti pulau, gunung, daerah/desa, danau/sungai, dan sebagainya.

c. Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak terikat

oleh ketentuan tentang pelaku, waktu dan tempat. Dongeng hanyalah cerita

khayalan belaka.

3. Fungsi Cerita Rakyat

James Danandjaja (1984:19), berpendapat bahwa cerita rakyat memiliki

fungsi sebagai berikut.

a. Sistem proyeksi (projective system) sebagai alat pencerminan angan-angan

suatu kolektif.

b. Alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan.

c. Alat pendidikan anak (paedagogical devide).

d. Alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi.

4. Pendekatan Folklor

Secara etimologis, kata folklor adalah pengindonesiaan kata Inggris

folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk

dan lore. Folk adalah sinonim dengan kolektif, yang juga memiliki ciri-ciri pengenal

fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai

kesatuan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan lore adalah tradisi folk,

yaitu sebagai kebudayaan, yang diwariskan secra turun-temurun secara lisan atau

melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat

(mnemonic device) (James Danandjaya, 1991:1).

Definisi folklor secara keseluruhan menurut James Danandjaya adalah

sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar yang diwariskan turun-temurun,

diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik

dalam bentuk lisan contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu

pengingat (mnemonic device) (James Danandjaya 1991 : 1-2).

xxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pendekatan folklor terdiri dari tiga tahap, yaitu pengumpulan,

pengulangan, dan penganalisaan. Dalam hal ini yang akan diterapkan mengenai

tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian folklor.

James Danandjaya berpendapat, ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh

seorang peneliti di objek.

1. Tahap pra penelitian di tempat

Sebelum memulai penelitian, yaitu terjun ke tempat atau daerah, kita

hendak melakukan penelitian suatu bentuk folklor, kita harus mengadakan

persiapan matang, jika hal ini tidak kita lakukan maka usaha penelitian kita akan

mengalami banyak hambatan yang seharusnya tidak akan terjadi.

2. Tahap penelitian di tempat sesungguhnya

Tahap ini dimaksud untuk menjalin hubungan yang haronis dengan

informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati, dan tidak bersikap

menggurui. Sikap yang demikian akan membuat informan dengan cepat

menerima dan memberikan semua keterangan yang diperlukan. Sedangkan cara

yang dapat dipergunakan untuk memperoleh semua bahan folklor di tempat

adalah melalui wawancara dengan informan dan melakukan pengamatan.

3. Cara pembuatan Naskah Folklor bagi Kearsipan

Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam bahan

yaitu:

a. Teks bentuk folklor yang dikumpulkan

b. Konteks teks yang bersangkutan

c. Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan folklor

(James Danandjaya, 1991 : 193).

Jadi kesimpulannya jika folklor itu belum diakui atau dipercaya oleh

masyarakat, maka bukan termasuk cerita rakyat. Cerita rakyat Kanjeng Raden

Adipati Tumenggung Kolopaking (K.R.A.T. Kolopaking) telah diakui

keberadaannya oleh masyarakat pemiliknya yaitu masyarakat Desa Kalijirek,

xxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen dan sekitarnya. Masyarakat di Desa

Kalijirek sebagai pemilik cerita tersebut masih melaksanakan norma-norma yang

berlaku dalam masyarakat yang timbul karena adanya cerita tersebut.

xxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam

melaksanakan penelitian. Selain itu metode juga berarti cara mengamati atau menganalisis

suatu fenomena. Penelitian mencakup kesatuan atau serangkaian proses penentuan kerangka

pikiran, perumusan masalah, penentuan sample data, teknik pengumpulan dan ada analisis

data.

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Desa Kalijirek, Kecamatan Kebumen,

Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Di desa Kalijirek K.R.A.T. Kolopaking dan

keluarganya dimakamkan.

2. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu bentuk penelitian

yang berupa kumpulan data-data berwujud kata-kata, kalimat atau gambar-gambar yang

memiliki arti lebih luas dibanding sekedar angka-angka atau jumlah.

Penelitian ini berusaha menganalisis data dengan semua kekayaan wataknya

yang penuh nuansa, sedekat mungkin dengan bentuk aslinya seperi pada waktu dicatat.

(H.B. Sutopo,2002:35). Penelitian ini dilakukan terhadap tingkah laku manusia dalam

kehidupannya sehari-hari dalam keadaan yang rutin dan secara wajar. Hasil analisis yang

dicapai diusahakan sedekat mungkin sesuai dengan data yang diperoleh di lapangan, yaitu

dengan cara mendiskripsikan peristiwa yang sebenarnya.

3. Sumber Data dan Data Penelitian

a. Sumber Data

xxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sumber data primer adalah data utama. Dalam penelitian ini sumber data

primernya adalah informan atau responden yang mengetahui dan paham cerita

tentang cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking dan informan atau orang-orang yang

ziarah ke makam K.R.A.T. Kolopaking, baik penduduk asli maupun pendatang.

Sumber data sekunder adalah data pelengkap atau data pendukung yang

sedikit banyak membantu kesahihan suatu penelitian. Dalam penelitian ini data

sekunder yang digunakan oleh peneliti adalah buku-buku yang relevan dengan

penelitian yaitu berupa dokumen; buku-buku, peta, monografi, hasil rekaman.

b. Data Penelitian.

Data penelitian juga dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data

primer berupa data lisan, berwujud hasil wawancara dengan informan tentang cerita

rakyat K.R.A.T. Kolopaking, dan data mengenai penghayatan masyarakat terhadap

keberadaan cerita rakyat K.R.A.T. Kolopaking tersebut. Sedangkan data sekunder

penelitian ini ialah data tulis yaitu data yang terambil dari buku-buku atau referensi

yang relevan dengan topik penelitian.

4. Populasi dan Sampel

a. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari

manusia, benda, hewan, dan sebagainya yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu

penelitian (Nawawi, 1983). Dalam penelitian kali ini

penulis menetapkan populasi penelitian antara lain, pejabat di Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Kebumen, pejabat di Dinas Pariwisata dan Kesenian Kabupaten

Kebumen, para tokoh masyarakat terutama seniman atau budayawan yang relevan dengan

cerita rakyat tersebut, yaitu para pemain kethoprak dan dalang.

b. Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Kalijirek, sebagai

pemilik Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking yang mengetahui dan memahami Cerita

xxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rakyat tersebut. Dalam penentuan sampel dalam populasi yang tinggi tersebut digunakan

cara purposive sampling (penentuan sampel). Dalam purposive sampling subyeknya

didasarkan atas diri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut

dengan ciri-ciri sifat populasi itu sendiri (Sutrisno Hadi, 1982: 29)

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh informasi

langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam

wawancara, yaitu pewawancara (interviewer), responden (interviewe), pedoman

wawancara, dan situasi wawancara.

Pewawancara adalah pengumpul informasi. Oleh karena itu pewawancara

diharapkan dapat menyampaikan semua pertanyaan dengan jelas, merangsang responden

untuk menjawab semua pertanyaan, dan mencatat semua informasi yang dibutuhkan

dengan benar.

Responden merupakan pemberi informasi yang diharapkan dapat menjawab

semua pertanyaan dengan jelas dan lengkap. Untuk itu diperlukan motivasi atau

kesediaan responden menjawab pertanyaan dan hubungan selaras antara responden

dengan pewawancara,

Pedoman wawancara yang digunakan pewawancara harus menguraikan

masalah penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Dalam hal ini

penulis berusaha menghindari pertanyaan yang sulit dan peka karena dapat menghambat

jalannnya wawancara.

Hasil wawancara diperoleh dari wawancara kepada masyarakat setempat dan

pendatang yang berziarah, serta instansi Pemerintahan khususnya Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Kabupaten Kebumen, sedangkan yang menjadi responden antara lain juru

kunci K.R.A.T. Kolopaking, tokoh masyarakat, para pengunjung makam K.R.A.T.

Kolopaking dan masyarakat umum yang benar-benar mengetahui dan paham tentang

xxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

cerita tersebut, responden yang diambil meliputi orang-orang atau masyarakat dari

golongan tua yang berumur 30 tahun keatas dan responden dari golongan muda yang

berumur 20-29 tahun.

b.Teknik Pengamatan

Dalam teknik pengamatan, peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan

secara sistematik terhadap subjek penelitian. Berdasarkan pelaksanaannya, pengamatan

ini dibedakan menjadi pengamatan langsung dan pengamatan tak langsung.

Pengamatan langsung adalah teknik pengamatan dilaksanakan secara

langsung dengan indera peneliti, tanpa menggunakan peralatan khusus. Sedangkan

pengamatan tak langsung menggunakan bantuan peralatan, misalnya mikroskop, kamera,

tape rekorder, dan sebagainya. Pengamatan dapat dilakukan terhadap situasi sebenarnya

dan dapat pula pada situasi buatan, misalnya dengan permainan peran ( roleplaying )

yang direkam atau dishooting.

c. Teknik Kepustakaan

Teknik kepustakaan adalah teknik pengumpulan data terhadap buku-buku

dan atau catatan yang ada dan relevan dengan subjek penelitian. Cara kerjanya adalah

dengan mengumpulkan data yang bersumber dari penelitian, seminar dan sebagainya.

Dalam analisis dokumen yang penting untuk diperhatikan adalah reabilitas data.

Pengecekan atau penegasan reliabilitas hasil kesimpulan dicapai dengan

menginformasikan hasil kesimpulan tersebut kepada informan yang bersangkutan. Hal ini

dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran informasi, mengingat cara

penyampaianya yang berbeda.

6. Validitas Data

Dalam suatu penelitian data yang telah dikumpulkan wajib diusahakan

kemantapannya, artinya peneliti harus berupaya meningkatkan validitas data yang

diperoleh.

xxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Teknik tringulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk pengecekan sebagai pembanding data.

Tringulasi metode yaitu wawancara, observasi, dan analisis dokumen untuk

mengecek kevalidan data yang diperoleh. (Lexy J. Moleong, 1990: 178).

7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa

interaktif. Teknik interaktif adalah penelitian yang bergerak diantara tiga komponen, yang

meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Wujud data merupakan

suatu kesatuan siklus yang menempatkan peneliti tetap brrgerak diantara ketiga siklus.

Untuk lebih jelasnya, proses analisa data dengan model interaktif ini dapat dilihat

dari bagan sebagai berikut di bawah:

PENGUMPULAN
DATA

REDUKSI SAJIAN
DATA DATA

PENARIKAN
KESIMPULAN

Bagan 1. Analisis Data Interaktif

(Millis dan Huberman, dalam H.B. Sutopo, 2002: 96)

xxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Masyarakat Desa Kalijirek Kecamatan Kebumen

1. Letak dan Luas

Desa yang luasnya 138 hektar itu terletak 3,5 kilometer di sebelah timur ibu kota

kabupaten yaitu Kebumen. Keadaan wilayah desa tersebut adalah 68,5 % dari luas

wilayahnya berupa tanah kering atau seluas 85 hektar yang terdiri atas tanah pekarangan

dan tegalan. Selebihnya 31,5 % merupakan tanah sawah atau seluas 39 hektar.

2. Keadaan Penduduk

Berdasarkan data yang tertera pada Buku Potensi Desa Kalijirek, jumlah

penduduk Desa Kalijirek pada Akhir September 2008 adalah 1.743 jiwa, terdiri dari 902

orang penduduk laki-laki dan 841 orang penduduk perempuan.

Untuk mempermudah pelayanan di bidang pemerintahan, maka di Desa

Kalijirek dibentuk 2 wilayah Rukun Warga (RW) dan 9 wilayah Rukun Tetangga (RT).

a. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

Tabel 1. Komposisi Penduduk Desa Kalijirek menurut Usia dan Jenis

Kelamin Bulan Oktober Tahun 2008.

Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0 –4 tahun 83 79 162

5 – 14 tahun 348 284 632

15 - 24 tahun 178 141 319

25 - 64 tahun 214 241 455

Lebih dari 65 th 83 92 175

xxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sumber: Data Monografi Kelurahan Kalijirek, Kec. Kebumen,

Oktober 2008

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kelompok usia terbesar terdapat

pada kelompok usia 5 – 14 tahun yaitu dengan jumlah 632 jiwa, yang terdiri dari 348

laki-laki dan 284 perempuan.Sedangkan kelompok usia terendah terdapat pada kelompok

usia 0 – 4 tahun dengan jumlah 162 jiwa yaitu terdiri dari 83 laki-laki dan 79 perempuan.

Sehingga dapat diketahui bahwa desa Kalijirek memiliki sumber daya manusia yang

berpontensial untuk dikembangkan. Dari sumber daya manusia tersebut diharapkan dapat

di manfaatkan secara maksimal untuk menunjang pembangunan wilayah desa Kalijirek.

b. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Sarana pendidikan merupakan unsur yang terpenting guna menunjang

kemajuan dan perkembangan bagi suatu daerah, karena hal tersebut sangat berhubungan

erat dengan pola sikap dan tingkah laku masyarakat di suatu daerah. Sarana pendidikan

yang memadai akan memungkinkan perkembangan masyarakat dan budaya semakin baik.

Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan meningkatkan kualitas sumber daya

manusia, sehingga dapat membawa bangsa Indonesia ke arah lebih lanjut.

Fasilitas pendidikan yang terdapat di Desa Kalijirek hanya untuk tingkat SD /

sederajat yaitu memiliki 2 ( dua ) buah gedung SD ( Sekolah Dasar ) dan 2 ( dua ) buah

gedung MI ( Madrasah Islam ). Keterbatasan ini yang menyebabkan anak-anak yang

ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi harus keluar desanya. Sehingga

akan menambah kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup warga.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Kalijirek menurut Tingkat Pendidikan (

bagi umur 5 tahun ke atas)

Belum bersekolah 179 orang

Tamat SD atau yang sederajat 886 orang

Tamat SMP atau yang sederajat 298 orang

xxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tamat SMA atau yang sederajat 234 orang

Diploma II/III 4 orang

Sarjana 3 orang

Tidak tamat SD 139 oorang

Jumlah 1.743 orang

Sumber: Data Monografi Kelurahan Kalijirek Kec. Kebumen

Oktober 2008

c. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Sebagian masyarakat Desa Kalijirek bermata pencaharian Buruh Tani dan

Wiraswasta. Hal itu disebabkan karena Sesa Kalijirek sebagian besar wilayahnya terdiri

dari dataran tinggi yang berupa perbukitan dan memiliki hawa yang sejuk, sehingga

lahan-lahan yang ada sangat cocok sekali digunakan untuk bercocok tanam, dan

kemudian hasil-hasil panennya dapat diperjual-belikan.

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa penduduk Desa Kalijirek

sebagian besar sebagai buruh tani dan tani. Sedangkan yang bermata pencaharian

berternak hanya 2 orang. Hal ini disebabkan oleh kondisi daerah sebagai daerah

pebukitan sehingga lahannya dipakai untuk bercocok tanam. Begitu pula pengrajin hanya

5 orang, karena masyarakat belum dapat memanfaatkan secara maksimal potensi alam

yang tersedia. Adapun proposisi penduduk desa Kalijirek dapat diamati pada tabel di

bawah ini:

Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Kalijirek, Kec. Kebumen

menurut Mata Pencaharian / Pekerjaan ( Umur 10 th ke atas )

Petani 220 orang

Buruh Tani 327 orang

Wiraswasta 79 orang

xl
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pegawai Negeri Sipil 14 orang

Perajin 5 orang

Pedagang 10 orang

Peternak 2 orang

Pensiunan 70 orang

Perangkat Desa 11 orang

Sumber: Data Monografi Kelurahan Kalijirek Kec. Kebumen

Oktober 2008.

3. Agama dan Kepercayaan

Sebagian besar masyarakat di pedesaan Indonesia terutama di pulau Jawa

memeluk agama Islam dan sebagian kecil lagi memeluk agama lain seperti agama

Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Agama-agama tersebut oleh masyarakat desa diyakini

kebenarannya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat Jawa

khususnya masyarakat desa masih berpegang pada Kejawen, yaitu masih menghormati

kepercayaan asli yang tumbuh dalam masyarakat.

Orang-orang pedesaan khususnya masyarakat di Desa Kalijirek bersifat sangat

religius, sifat ini di tandai dengan agama atau dengan kepercayaan yang mereka anut.

Pengakuan dan keyakinan atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa tercemin dalam pemeluk

agama di Desa Kalijirek yaitu Islam.Untuk lebih jelasnya, di bawah ini merupakan

jumlah penduduk di Desa Kalijirek menurut agama dan kepercayaan yang mereka anut,

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Banyaknya Pemeluk Agama di Desa Kalijirek

No Agama Jumlah

1. Islam 1785 orang

2. Kristen Protestan - orang

3. Katholik - orang

xli
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Hindu - orang

5. Budha - orang

Sumber: Data Monografi Kelurahan Kalijirek, Kec. Kebumen

Oktober 2008

Macam-macam sarana peribadahan yang beradsa di Desa Kalijirek, Kecamatan

Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 5. Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Kalijirek

No Sarana Peribadatan Jumlah

1. Masjid dan Mushola 4 buah

2. Gereja - buah

3. Pura - buah

4. Vihara - buah

Sumber: Data Monografi Kelurahan Kalijirek, Kec. Kebumen,

Oktober 2008

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk desa Kalijirek

memeluk Agama Islam. Hal ini terbukti adanya sarana ibadah yang ada di Desa Kalijirek

yaitu Masjid dan Mushola. Penduduk di desa Kalijirek yang mayoritas beragama Islam

masih melakukan berbagai kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat.

Kegiatan keagamaan ini meliputi Tahlilan atau Wiridan dan pengajian di selenggarakan

oleh kelompok pria dan kelompok wanita. Sedangkan upacara-uapacra keagamaan atau

ritual biasanya dilakukan bersamaan dengan upacara tradisi leluhur, yaitu berupa

selamatan ( Kenduren ), bersih desa, memberikan sesaji untuk roh-roh penunggu atau

roh-roh leluhur yang telah meninggal.

Para petani biasanya selalu mengadakan upacara ritual, seperti selamatan dan

sesaji serta doa yang dilakukan dalam rangka memulai usaha seperti halnya akan

menanam padi, menanam palawija, dan lain-lain. Serta etika akan panen mereka

melakukan hal itu untuk menjaga keseimbangan dengan alam sekitarnya. Di samping

xlii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dilakukan selamatan dengan doa secara Islam, juga dilakukan persembahan berupa

makanan atau sesaji untuk roh-roh leluhur atau roh-roh lain yang dianggap dapat

membantu terkabulnya doa mereka.

Orang-orang percaya akan adanya Tuhan, Nabi dan Rasul, namun mereka juga

percaya adanya alam gaib atau mahluk gaib dan kekuatan sakti atau kejadian aneh yang

kadang-kadang muncul di sekitarnya yang tidak bisa dijangkau oleh akal pikiran manusia,

namun mereka tidak memuja penghuni alam gaib. Kepercayaan adat istiadat dan tradisi

yang diwariskan oleh nenek moyang mereka masih merupakan hal utama dalam

kehidupan mereka, sehingga tidak mengherankan apabila ada hari-hari tertentu yang

dianggap keramat oleh masyarakat desa pada umumnya yaitu seperti halnya malam

jum’at kliwon atau malam sabtu suro, masih sering dijumpai orang-orang, melakukan

tahlilan atau wiridan, selamatan (kenduren) dan penyediaan sesaji ( sajen ) di tempat-

tempat keramat misalnya di Petilasan Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking.

B. Bentuk dan Deskripsi Cerita K.R.A.T Kolopaking

1. Bentuk Cerita K.R.A.T. Kolopaking

Cerita K.R.A.T. Kolopaking pada mulanya diwariskan oleh generasi pendahulu

ke generasi berikutnya dan seterusnya secara lisan. Hal itu menjadikan cerita tersebut

memiliki berberapa versi. Walaupun demikian antara versi satu dengan yang lainnya

tidaklah jauh berbeda.

Cerita rakyat K.R.A.T Kolopaking juga mengandung mite,

diantaranya kepercayaan bahwa tokoh ceritanya memiliki kekuatan istimewa. Misalnya

tetesan darah K.R.T.A Kolopaking berubah menjadi ular-ular ”jadi-jadian” yang sangat

berbisa. Selain itu cerita rakyat tersebut juga mengandung legenda, yaitu kejadian atau

penamaan suatu tempat. Misalnya pemberian nama persawahan Si Kenceng dan asal

mula desa Jatimalang.

xliii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

K.R.A.T. Kolopaking sebenarnya tokoh nyata yang pernah hidup, bahkan

menjadi tokoh penting di Kebumen, maka ada upaya-upaya untuk penggalian data-data

sebenarnya. Hal itu antara lain dilakukan oleh Keluarga Besar Trah Kolopaking

2. Deskripsi Cerita K.R.A.T. Kolopaking

Raden Tirto Wenang Kolopaking adalah salah satu di antara keturunan K.R.A.T.

Kolopaking. Beliau ingin mengungkapkan cerita K.R.A.T. Kolopaking berdasarkan fakta

atau sejarah. Namun diakuinya bahwa data-data yang mendukung masih sangat terbatas,

sehingga selebihnya merupakan cerita rakyat.

Raden Tirto Wenang Kolopaking mengemas ceritanya tersebut dalam bentuk

tulisan atau buku yang hanya dibaca oleh kalangan terbatas. Dalam sampul bukunya

ditulisi ” Untuk Kalangan Sendiri”. Adapun isinya adalah sebagai berikut.

Raden Kyai Ageng Kertowongso adalah penguasa wilayah Panjer Roma yang

merupakan daerah perdhikan, yaitu daerah otonom dengan dikepalai oleh seorang

Demang. Wilayahnya meliputi Ambal, Bocor, Petanahan, Puring, Gombong,

Karanganyar, Panjer, Kutowinangun, dan Prembun.

Pada tahun 1677 terjadi pemberontakan di Mataram yang dikomandoi Pangeran

Trunojoyo, seorang pangeran dari Madura. Pasukan pemberontak berhasil merebut ibu

kota Mataram. Raja Mataram, yaitu Sunan Amangkurat Agung I beserta keluarga dan

beberapa pengawalnya meninggalkan istana. Mereka berjalan ke barat. Tempat yang

dituju adalah Cirebon karena wilayah tersebut masih merupakan kekuasaan Mataram.

Pada tanggal 30 Juni 1677 rombongan Sunan Amangkurat Agung I memasuki

wilayah Panjer Roma, yaitu di Rowo Ambal. Beliau dijemput oleh Raden Kyai Ageng

Kertowongso dan langsung dibawa ke Panjer untuk diadakan perjamuan. Pada waktu itu

Raden Kyai Ageng Kertowongso melihat ada yang tidak wajar pada diri Sunan

Amangkurat Agung I. Badannya lemas dan mukanya pucat. Raden Kyai Ageng

Kertowongso memastikan bahwa hal itu bukan penyakit biasa, malainkan karena

keracunan. Oleh karena itu Raden Kyai Ageng Kertowongso berinisiatif mengambil buah

xliv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kelapa yang telah kering sabutnya ( klapa aking, jawa ) dan airnya diminumkan kepada

Sunan Amangkurat Agung I dengan maksud untuk menawarkan racun di dalam

badannya. Konon beberapa saat kemudian Sunan Amangkurat Agung I muntah-muntah

dan racun di tubuhnya turut keluar. Untuk memulihkan kesehatannya Sunan Amangkurat

Agung I beristirahat beberapa hari di Panjer dibawah pengawasan Raden Kyai Ageng

Kertowongso.

Sunan Amangkurat Agung I merasa sangat berterima kasih kepada Raden Kyai

Ageng Kertowongso. Selain telah memberikan penyambutan yang menyenangkan, Raden

Kyai Ageng Kertiowongso juga telah membebaskannya dari keracunan. Atas jasa baiknya

itu, maka Sunan Amangkurat Agung I menganugerahinya pangkat Raden Adipati

Tumenggung dan sebuah gelar Kelapa Aking I yang kemudian disingkat menjadi

Kolopaking I. Raden Kyai Ageng Kertowongso juga diambil menantu oleh Sunan

Amangkurat Agung I dinikahkan dengan Raden Ayu Dewi Mulat.

Pada tanggal 3 Juli 1677 rombongan Sunan Amangkurat Agung I bersama

rombongannya bermaksud melanjutkan perjalanan mereka ke barat. Raden Kyai Ageng

Kertowongso mengantar beliau melalui Bocor, Petanahan, Puring, dan berpisah di

Gombong. Sunan Amangkurat Agung selanjutnya beristirahat di Napudadi. Di sana

beliau disambut oleh Pangeran Adipati Anom (Tedjo Ningrat).

Raden Kyai Ageng Kertowongso atau Ki Kertowongso yang telah mendapat

gelar Kanjeng Raden Adipati Tumenggung (K.R.A.T) Kolopaking I memanggil orang-

orang kepercayaannya. Beliau berencana menyerbu kedudukan Pangeran Trunojoyo di

Mataram. Beliau kemudian memerintahkan para Adipati untuk mengumpulkan para

pemuda untuk dididik ilmu perang dan ilmu kanuragan. Pusat pelatihan tersebut berada di

desa Karangwono. K.R.A.T Kolopaking I menugasi Ki Demang Margonoyo untuk

melayani segala keperluan untuk kegiatan tersebut, antara lain perlengkapan senjata dan

konsumsi.

Desa Karangwono, pusat penggemblengan para pemuda yang semula sepi

menjadi ramai. Dibangunlah beberapa tempat pelayanan masyarakat. Desa itu kemudian

xlv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diganti namanya menjadi Kutho Winangun (kota yang dibangun). Sekarang namanya

menjadi Kutowinangun. K.R.A.T Kolopaking I mengangkat Ki Honggoyudo (anak dari

Ki Demang Margonoyo) sebagai Demang Kutowinangun. Ki Honggoyudo menikah

demngan Putri Klegen dan beranak 7 orang. Salah seorang diantaranya diberi nama

Raden Honggoyudo atau yang di kemudian hari lebih dikenal dengan nama Jaka

Sangkrib.

Pada pertengahan tahun tersebut Pangeran Puger dan Senopati Mertoseno

dengan dibantu oleh laskar Panjer Roma dan laskar dari Bagelen menyerbu Mataram.

Laskar Panjer Roma dipimpin oleh Raden Mendingen, anak K.R.A.T Kolopaking I.

Pada saat yang hampir bersamaan, dari sisi yang lain, Pangeran Adipati Anom

juga menyerang Mataram. Pangeran Adipati Anom adalah Raja Mataram yang diakui

oleh Pemerintah Penjajah Belanda. Beliau diberi gelar oleh Pemerintah Penjajah Belanda

Amangkurat Amral (Admiral). Amangkurat Amral menyerang Mataram dengan

mendapat bantuan tentara Belanda dari Semarang.

Pangeran Trunojoyo berhasil diusir dari Mataram. Pangeran Trunojoyo mundur

hingga ke Kediri, namun terus dikejar oleh tentara Amangkurat Amral. Akhirnya

Pangeran Trunojoyo berhasil ditangkap dan dibunuh. Pasukan Panjer Roma tidak ikut

dalam pengejaran tersebut, melainkan tetap berada di ibu kota Mataram.

Pangeran Puger menyerahkan tahta Mataram kepada Amangkurat Amral.

Pemerintah Penjajah Belanda atau yang sering disebut Kompeni mulai diberri wewenang

dan kekuasaan yang lebih luas dalam urusan Kerajaan Mataram. Prajurit Panjer Roma

yang merasa tidak dapat bekerja sama dengan Pemerintah Belanda memilih

meninggalkan ibu kota Mataram dan kembali ke wilayahnya.

K.R.A.T. Kolopaking I setelah bertahta selama 46 tahun K.R.A.T. Kolopaking I

menyerahkan kekuasaan atas Panjer Roma kepada putranya, yaitu Ki Kertowongso

Mendingen. Selanjutnya Ki Kertowongso Mendingen bergelar K.R.A.T. Kolopaking II.

K.R.A.T. Kolopaking II, pada tahun 1741 merekrut para pemuda untuk dilatih

olah keprajuritan. Tidak sedikit pemuda keturunan Cina yang mengikuti pelatihan tersebut.

xlvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Setelah dipandang cukup para pemuda itu dikirim ke Mataram untuk membantu Pangeran

Mas Garendi yang sedang bertempur melawan Penjajah Belanda yang telah terlalu jauh

mencampuri dan mendikte kebijakan dan urusan Kerajaan Mataram. Sunan Pakubuwono

II, yang berkuasa di Mataram pada saat itu dinilai terlalu lemah dan selalu tunduk kepada

kehendak Pemerintah Penjajah Belanda. Pasukan dari Panjer Roma dipimpin oleh R.

Sulaiman Kertowongso, anak sulung K.R.A.T. Kolopaking II.

R.Sulaiman Kertowongso turut mengenakan pakaian seragam seperti yang

dipakai oleh kebanyakan pemuda Cina. Dalam rombongan tersebut ada seorang gadis yang

menyamar sebagai laki-laki. Di medan pertempuran R. Sulaiman Kertowongso dan gadis

Cina yang menyamar sebagai laki-laki itu sering bahu-mambahu dalam melawan musuh.

Oleh karena itu keduanya lalu bertambah akrab.

Pangeran Mas Garendi berhasil menguasai Keraton Mataram dan Sunan

Pakubuwono II terpaksa lari dan mengungsi ke Ponorogo. Pangeran Garendi yang juga

cucu dari Sunan Amangkurat III diangkat menjadi Raja Mataram dengan gelar Sunan

Amangkurat IV. Beliau kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Kuning, karena yang

mengangkat beliau adalah para pemuda keturunan Cina yang berkulit kuning.

Para pemuda Cina setelah melihat situasi aman, para pemuda Cina itu kembali

ke Panjer Roma. Dalam perjalanan pulang R. Sulaiman Kertowongso banyak bertukar

pengalaman dengan gadis Cina yang menyamar sebagai laki-laki itu dan mengaku

bernama Tan Ping. Pada suatu sore, ketika rombongan itu memutuskan untuk bermalam,

R. Sulaiman Kertowongso bermaksud berjalan-jalan menyusuri bukit. Tanpa disengaja

terlihat olehnya Tan Ping membuka topinya. Rambutnya yang panjang tergerai hingga ke

punggung. R. Sulaiman Kertowongso bergemetar kakinya. Tak disangka pemuda yang

akrab dengannya ternyata seorang gadis yang sangat menawan. Untunglah Tan Ping tak

mengetahui hal itu, sehingga sampai di Panjer Roma mereka bergaul sebagaimana biasa.

Pada suatu hari R. Sulaiman Kertowongso berziarah ke makam eyangnya

K.R.A.T Kolopaking I di Desa Kalijirek. Tan Ping diajak serta. Di perjalanan mereka

beradu kepandaian dan kesaktian. Mereka bertaruh, siapapun yang kalah harus mau

xlvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengikuti kemauan yang menang. Setelah bersepakat mereka mulai bertarung hingga

sehari penuh. Dalam pertarungan itu R. Sulaiman Kertowongso berhasil menjamah ikat

topi Tan Ping hingga terlepas dan terurailah rambutnya yang panjang. Tan Ping

terperanjat dan menyesal karena kedok penyamarannya terbuka. Dengan secepat kilat Tan

Ping melarikan diri dengan merobohkan beberapa pohon jati untuk menghalangi langkah

R. Sulaiman Kertowongso yang hendak mengejarnya. Sekarang tempat itu diberi nama

Desa Jatimalang. Tan Ping memang tidak terkejar pada waktu itu.

Pemuda Tan Ping sebenarnya bernama Tan Peng Nio. Kelak ia menjadi istri R.

Sulaiman Kertowongso yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi penguasa Panjer

Roma dan bergelar K.R.A.T. Kolopaking III. Sementara itu Demang Kutowinangun, Ki

Honggoyudo mempunyai 7 orang anak, yaitu (1) Nyai Wirarana, (2) Ki Honggowongso,

(3) Nyai Wirawijaya, (4) Nyai Wirawangsa, (5) Ki Sutajaya, (6) Nyai Suradjaya, dan (7)

Ki Djoko Sangkrib. Setelah menginjak usia dewasa Ki Djoko Sangkrib mengembara ke

Mataram.

Ki Djoko Sangkrib diterima menjadi abdi di keraton karena memiliki banyak

kelebihan. Selain terampil berolah kanuragan ia juga jujur dan berani bertanggungjawab.

Konon dialah yang diberi tugas untuk mencari tempat di Solo yang banyak ditumbuhi

bunga yang segar dan harum dibangun menjadi Kotapraja Surakarta

Hadiningrat.Selanjutnya Ki Djoko Sangkrib diangkat menjadi nayago dan diberi gelar

Adipati Arumbinang I.

Sunan Pakubuwono II diikat oleh suatu perjanjian bahwa untuk pengangkatan

seorang Patih harus mendapatkan persetujuan pihak Pemerintah Penjajah Belanda. Selain

itu tanah di sepanjang pantai utara Jawa, mulai dari Tegal hingga Jawa Timur ke selatan

dan seluruh Pulau Madura boleh disewa atau diminta oleh Pemerintah Penjajah Belanda.

Hal inilah yang membuat Pangeran Mangkubumi berselisih paham dengan Sunan

Pakubuwono II. Terjadilah perang saudara. Dalam hal ini K.R.A.T. Kolopaking II

xlviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memihak kepada Pangeran Mangkubumi dengan mengirim pasukan dipimpin oleh R.

Sulaiman Kertowongso. Pada tahun 1749 Sunan Pakubuwono II meninggal. Pemerintah

Penjajah Belanda kemudian mengangkat anak dari Sunan Pakubuwono II dengan diberi

gelar Sunan Pakubuwono III.

K.R.A.T. Kolopaking II setelah memerintah selama 28 tahun kemudian mengangkat

putranya, yaitu R. Sulaiman Kertowongso menggantikan kedudukannya dan memberinya

gelar K.R.A.T. Kolopaking III. Pada awal pemerintahannya K.R.A.T. Kolopaking III

masih banyak meninggalkan Panjer Roma, karena beliau masih menjadi senopati perang

membantu Pangeran Mangkubumi hingga tercapainya Perjanjian Giyanti. Dalam

perjanjian itu disepakati bahwa Mataram dibagi dua, yakni Negara Surakarta Hadiningrat

dengan ibukota Surakarta dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran

Mangkubumi kemudian menjadi raja dan bergelar Sultan Hamengkubuwono I. Setelah itu

K.R.A.T. Kolopaking III dapat berkonsentrasi menjalankan pemerintahannya di Panjer

Roma. K.R.A.T. Kolopaking III mengutamakan kemajuan di bidang pertanian dan

perdagangan.

Di Keraton Surakarta Hadiningrat Adipati Arumbinang I setelah bertugas selama

33 tahun digantikan oleh anaknya dan diberi gelar Adipati Arumbinang II. Adipati

Arumbinang II beertugas selama 30 tahun dan kemudian digantikan oleh putranya dengan

memperoleh gelar Adipati Arumbinang III. Beliau juga diangkat menjadi Adipati untuk

Kadipaten Gunung Kutowinangun. Sedangkan wilayah Kutowinangun masuk wilayah

Kasultanan Ngayogyakarta dan pemerintahannya dipegang oleh K.R.A.T. Kolopaking III.

K.R.A.T. Kolopaking III memegang pemerintahan selama 58 tahun. Setelah

wafat beliau digantikan oleh anaknya yang bernama R. Kertowongso yang selanjutnya

bergelar K.R.A.T. Kolopaking IV. K.R.A.T. Kolopaking IV berkonsentrasi

mengembangkan usaha pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri. Di bawah

pemerintahan K.R.A.T. Kolopaking IV Panjer Roma mengalami zaman keemasan.

Pada bulan Juli 1825 Perang Diponegoro sudah meluas hingga ke daerah Kedu,

Pekalongan, Tegal, Banyumas, dan Bagelen. Pada suatu hari datanglah utusan Pangeran

xlix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Diponegoro yang berkedudukan di Ledok ( hulu Sungai Serayu), yaitu Senopati Suro

Mataram dan Adipati Sigaluh ( Ki Kertodrono) ke Panjer Roma. Utusan itu disambut oleh

K.R.A.T. Kolopaking IV, Senopati Gumowidjoyo, Banaspati Djojomenggolo, dan Ki

Tjokronegoro ( Karang Tengah ) yang kebetulan sedang bertamu di Panjer Roma. Pada

malam hari itu juga mereka langsung mengadakan perundingan. Mereka sepakat

membantu Pangeran Diponegoro melawan Penjajah Belanda.

Penjajah Belanda menerapkan politik adu domba. Mereka melibatkan Pasukan

Mangkunegoro, Kasunanan Pakubuwono Surakarta, dan Pasukan Keraton Ngayogyakarta

di bawah pimpinan Pangeran Murdaningrat, Pangeran Panular, Pengeran Hadiwinoto, dan

Pangeran Hadiwijoyo. K.R.A.T. Kolopaking IV diberi tugas menyediakan logistik dan

perlengkapan senjata. Sebagian prajurit Panjer Roma dipimpin oleh Senopati Gomowijoyo

berperang melawan pasukan Penjajah Belanda di daerah Banjarnegara dan meluas hingga

ke Banyumas. Pertempuran besar terjadi di Purworejo Klampok. Pasukan Belanda mundur

dan bersembunyi di Benteng Sokawara. Pangeran Diponegoro bersama prajurit Panjer

Roma menunggu sambil beristirahat di Somagede. Senopati Gomowijoyo dan Ki

Kertodrono berembug tentang strategi peperangan. Tanpa disangka-sangka mereka

diserang dari arah utara dan timur. Pasukan Belanda dipimpin oleh Mayor Biskus dan

Magilis. Pasukan Pangeran Diponegoro terpaksa mundur ke selatan. Mereka berjalan

melalui lereng dan lembah pegunungan sambil melakukan konsolidasi dengan pasukan

yang terpencar. Di pihak lain, Bala bantuan tentara Penjajah Belanda berdatangan dari

Surakarta dan Batavia (Jakarta) dengan persenjataan modern. Mereka lalu mendesak

pasukan Pangeran Diponegoro yang dibantu pasukan dari Panjer Roma hingga ke

kabupaten Sigaluh. Di situ pasukan Pangeran Diponegoro mengadakan perlawanan mati-

matian hingga sebulan lamanya.

Api peperangan berkobar di mana-mana di Pulau Jawa bagian tengah. Kedua

belah pihak mengalami banyak kerugian jiwa dan material. Belanda lalu mengggunakan

strategi lain, yaitu membujuk para pejabat dengan hadiah-hadiah yang jumlahnya banyak

dan juga jabatan-jabatan yang menggiurkan. Tidak sedikit pejabat-pejabat yang tergiur dan

l
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menuruti ajakan Belanda. Akhirnya perang saudara berkecamuk di berbagai tempat. Ini

adalah bagian dari politik adu domba yang diterapkan oleh Belanda. Sayang hal itu tidak

disadari oleh pejabat-pejabat yang haus harta dan pangkat.

Pada bulan November 1828 Pangeran Diponegoro hampir tertangkap di

Lobangadung setelah jatuh sakit beberapa hari. Untunglah ia masih diselamatkan oleh

Tuhan. Selanjutnya beliau berangkat ke Panjer Roma untuk menemui K.R.A.T.

Kolopaking IV dan para pemimpin prajurit Panjer Roma. Di Perjalanan Pangeran

Diponegoro dan Raden Basah Mertonegoro bersama dengan para pengiringnya mendapat

serangan mendadak dari paasaukan Belanda. Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya

turun dari kuda masing-masing dan bersembunyi dalam jurang. Pasukan Belanda tidak

berhasil menemukan mereka.

Pangeran Diponegoro sampai di Panjer Roma disambut oleh K.R.A.T.

Kolopaking IV. Kemudian Pangeran Diponegoro mengadakan pembicaraan dengan para

pemimpin prajurit di antaranya Senopati Gomowijoyo, Banaspati Djoyomenggolo, dan

Penasihat Endang Kertowongso. Ketika berada di Panjer Roma sakit Pangeran Diponegoro

kambuh, sehingga beliau harus beristirahat beberapa hari. Setelah sembuh barulah beliau

berangkat ke Dekso melalui hutan Laban dan Desa Sebodo.

K.R.A.T. Kolopaking IV terus mengirimkan peralatan perang dan logistik bahan

pangan dari Panjer Roma melalui Kaliwero, Tunggoro, Sadang, Tuk Pitu, Kutowaringin,

ke Sigaluh dan Mandireja.

Di Panjer Roma, pasukan Pangeran Diponegoro yang dipimpin oleh Sanopati

Suro Mataram berhasil mengambil alih Kadipaten Kutowinangun. Arumbinang III selaku

penguasa Kadipaten Kutowinangun ditawan. Atas saran K.R.A.T. Kolopaking IV,

Arumbinang III dibebaskan karena usianya yang telah uzur. Selanjutnya Arumbinang III

dipulangkan ke Kasunanan Surakarta.

Pada saat mengikuti perundingan ( 28 Maret 1830) Pengeran Diponegoro

ditangkap oleh Penjajah Belanda. Beberapa hari kemudian para pengikut Pangeran

Diponegoro juga ditangkap. Di antaranya adalah Sunan Pakubuwono VI yang secara diam-

li
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diam membantu perjuangan Pangeran Diponegoro.Sunan Pakubuwono VI dibuang ke

Ambon. Sebagai penguasa Kasunanan Surakarta diangkatlah Pangeran Purboyo yang

kemudian diberi gelar Sunan Pakubuwono VII.

Kedatangan Arumbinang III di Kesunanan Surakarta disambut dingin, karena

gagal mempertahankan Kadipaten Kutowinangun. Belanda dan Sunan Pakubuwono VII

marah. Seketika itu juga jabatannya selaku Adipati dicabut dan diserahkan kepada anaknya

yang kemudian diberi Gelar Adipati Arumbinang IV.

Kadipaten Sigaluh diserang oleh pasukan Belanda dari arah barat. Prajurit

Sigaluh dengan dibantu pasukan Pangeran Diponegoro dan pasukan dari Panjer Roma

mengadakan perlawanan. Perang seru berlangsung hingga dua bulan. Karena unggul dalam

peralatan perang pasukan Belanda berhasil memaksa lawannya mundur. Pasukan Pangeran

Diponegoro, pasukan Si Galuh, dan dari Panjer Roma bertahan di pegunungan. Sementara

itu bala bantuan tentara Belanda berdatangan. Mereka kemudian menggempur daerah

Buntu. Karena persenjataan yang tidak seimbang, maka perlawanan terhadap pasukan

Belanda dilakukan secara bergerilya. Selama beberapa bulan kedua belah pihak saling

serang. Garis depan pertempuran secara silih berganti dikuasai oleh kedua belah pihak.

Sekarang daerah itu diberi nama Sumpiuh (sampyuh= jawa). Bala bantuan pasukan

Belanda terus didatangkan dengan dilengkapi persenjataan yang lengkap. Kali ini bantuan

itu datang dari Batavia (Jakarta). Prajurit Panjer Roma yang berkedudukan di Gunung Ijo

digempur oleh pasukan Belanda hingga tercerai-berai. Prajurit Panjer Roma mundur.

Mereka lalu bertahan di gua-gua yang banyak terdapat daerah Rowokele, Ayah, dan

Buayan.

Pangeran Diponegoro setelah tertangkap, perlawanan terhadap Belanda terus

berkobar, namun tidak sekuat dahulu. Apalagi banyak pimpinan lainnya yang juga

ditangkap dan ditawan. Sekarang Panjer Romalah sebagai benteng terakhir pasukan

Pangeran Diponegoro.

Adipati Arumbinang IV diangkat menjadi Senopati Perang pasukan Surakarta.

Dengan dibantu pasukan Belanda mereka bergerak menuju Panjer Roma. Pasukan Belanda

lii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dari Semarang juga datang. Pasukan Arumbinang menyerang Panjer Roma dari arah timur.

Terjadilah pertempuran sengit di daerah rawa-rawa. Pasukan Panjer Roma yang dipimpin

oleh Ki Djoyo Lurik kewalahan menghadapai mereka. Akhirnya daerah Rawa berhasil

diduduki oleh Arumbinang IV. Prajurit Panjer Roma mundur ke Ambal. Di Kadipaten

Kutowinangun Senopati Suro Mataram menyerahkan jabatan senopati diserahkan kepada

K.R.A.T Kolopaking IV. Pertahanan parajurit Panjer Roma di Ijo dan Rowokele bobol

diserbu oleh pasukan Belanda. Prajurit Panjer Roma mundur untuk menghindari perang

berhadap-hadapan. Pasukan Panjer Roma mundur ke Sikayu dan Rowokele. Sebagian

yang lain mundur ke Sempor dan akhirnya bertahan di Grenggeng. Di sini pasukan yang

dipimpin oleh Senopati Gomowijoyo berhasil menyergap pasukan Belanda yang sedang

menyeberangi Sungai Kemit dan memaksa mereka mundur. Banyak pasukan Belanda yang

terbunuh dalam penyergapan tersebut.

Di bagian timur pasukan Adipati Arumbinang IV yang dibantu oleh pasukan

Belanda di bawah pimpinan Mayor Van Royen menggempur parjurit Panjer Roma yang

dipimpin oleh Ki Demang Djoyo Lurik. Ki Demang Djoyo Lurik gugur di medan

pertempuran. Pasukan Adipati Arumbinang IV berhasil mengobrak-abrik prajurit Panjer

Roma yang akhirnya mundur ke Kutowinangun.

Kedudukan prajurit Panjer Roma mendapat serangan dari berbagai penjuru.

Mereka terus menjalankan perang gerilya. Akhirnya Senopati Gomowijoyo

memerintahkan agar semua kekuatan dikonsentrasikan ke Bocor dan sebagian bertahan di

sepanjang Sengai Lukulo.

Pasukan Belanda dibawah pimpinan Mayor Magelis dan Mayor Biskus terus

mendesak prajurit Panjer Roma hingga ke Sungai Lukulo. Dari arah timur pasukan

Kasunanan Surakarta yang dipimpin oleh Adipati Arumbinang IV dan dibantu oleh

pasukan Belanda terus bergerak maju. Jebakan-jebakan berupa lubang-lubang, jala, dan

panah, meskipun dapat menghambat pergerakannya namun akhirnya dapat dilewati.

Barak-barak dan lumbung-lumbung tempat penyimpanan bahan makanan dibakar. Orang-

liii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

orang yang setia membantu K.R.A.T. Kolopaking IV ditangkap dan disiksa. Kadipaten

Kutowinangun akhirnya jatuh ke tangan Adipati Arumbinang IV.

Prajurit Panjer Roma membuat pertahanan di daerah-daerah Wonosari,

Buluspesantren, Sruni, Selang, Kedawung, Sruweng, Karangpule, Kebagoran, dan Panjer

Roma. Perlengkapan sejata mereka berupa tombak, tolop beracun, lembing, dan pedang

atau parang. Mereka akan mati-matian mempertahankan Panjer Roma.

Pasukan gabungan antara Pasukan Kasunanan Surakarta dengan pasukan

Belanda mulai melakukan gempuran lagi terhadap Panjer Roma. Satu persatu daerah

pertahanan Panjer Roma dijatuhkan. Gempuran tersebut juga mereka lakukan dari arah

barat. Akhirnya Panjer Roma dikepung dari berbagai arah. Selanjutnya pertempuran

sengit terjadi hingga beberapa minggu.

Pada suatu hari Adipati Arumbinang IV berhadapan langsung dengan K.R.A.T.

Kolopaking IV. Terjadilah pertarungan satu lawan satu lahan sawah si Kenceng.

Lokasinya sekarang di sebelah timur Stadion Candradimuka. Keduanya memiliki

kesaktian yang luar biasa. Oleh karena itu pertarungan berjalan dengan sangat seru. Pada

suatu kesempatan Adipati Arumbinang IV berhasil melukai lengan K.R.A.T. Kolopaking

IV sehingga mengucurkan darah. Anehnya kucuran darah dari lengan K.R.A.T.

Kolopaking IV setelah menyentuh tanah berubah menjadi ular. Ular-ular tersebut

kemudian secara bersama-sama menyerang Adipati Arumbinang IV. Adipati Arumbinang

IV cepat-cepat menyingkir. K.R.A.T. Kolopaking IV kondisinya terus memburuk karena

darah terus mengucur dari lukanya. Pada saat sudah tidak berdaya akhirnya ia berhasil

ditawan oleh pasukan Belanda dan akhirnya meninggal.

Sawah Si Kenceng hingga sekitar tahun 1990-an masih terkenal angker. Sebuah

rumah di sudut sawah Si Kenceng hanya dihuni beberapa minggu sejak selesai dibangun.

Konon penghuninya sering diganggu oleh ular-ular jadi-jadian. Di bawah tudung saji tanpa

diketahui dari mana masuknya ternyata ada ular. Di lemari pakaian juga ada ular. Di bak

mandi juga sering terlihat ada ularnya. Akhirnya rumah itu tak pernah dihuni dan rusak

liv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan sendirinya. Hingga sekarang (tahun 2008) pondasi rumah itu masih dapat kita

saksikan.

C. Artefak-artefak dan Tradisi Budaya yang terkait dengan Cerita Rakyat K.R.A.T.

Kolopaking

1. Artefak-artefak

Artefak adalah suatu peninggalan pada zaman dahulu yang berupa benda-

benda pusaka seperti keris, tombak dan ada juga yang berupa patung, batu, petilasan, dan

sebagainya. Di dalam Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking sebenarnya tidak ada

peninggalan benda-benda pusaka, tetapi beliau hanya meninggalkan sebuah lemari ukir

dan meja ukir yang di serahkan pada juru kunci yang sekarang sudah meninggal dan

kemudian di turunkan kepada anaknya yang bernama Bapak Mulyadi guru SMA

mengajar di Gombong, dan tidak ada benda-benda pusaka yang berupa keris atau tombak.

2. Tradisi Budaya Masyarakat

Dewasa ini masyarakat desa dalam kehidupannya masih diwarnai oleh

berbagai ragam tradisi yang berbeda-beda. Dalam mewujudkan hubungan antara manusia

dengan Tuhan (hambluminnallah), manusia dengan sesama manusia (habluminnannas),

manusia dengan lingkungannya diliputi dengan simbol-simbol dan tradisi-tradisi

kebudayaan.

Orang Jawa pada dasarnya memiliki identitas diri (sebagai hakekat Jawa) yaitu

pandangan ”kejawen” yang mengatur perilaku kehidupan manusia Jawa. Tradisi kejawen

misalnya ritual, mempersembahkan sesaji atau sesajen khususnya pada masyarakat Jawa,

sangat kaya dan telah hidup selama seribu tahun, dan kejawen bukanlah suatu kategori

keagamaan, tetapi menunjukan kepada suatu etika dan gaya hidup yang diilhami oleh cara

berpikir Jawanisme. Orang-orang inilah yang memelihara warisan budaya Jawa secara

mandalam dan dapat dianggap sebagai kejawen

Unsur utama pandangan kejawen adalah kesadaran adanya kesatuan eksistensi

secara kosmologi, kesatuan yang meliputi segalanya. Hukum kosmis adalah hukum

pinesthi. Kesatuan eksistensi mencapai puncaknya pada pusat yang meliputi segalanya

lv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pada Yang Maha Tunggal (Hyang Suksma) yang hidup (urip) dan yang ada dan tiada,

yang kepada setiap manusia itu kembali (inna lillahi wa inna ilaihi rojiun)

Masyarakat di Desa Kalijirek, tradisi nenek moyang seperti slametan dan

mengikuti tata cara yang selalu dilaksanakan maka masyarakat Desa Kalijirek pada

umumnya akan di jaga keselamatannya serta diberi (rejeki) yang melimpah. Masyarakat

di Desa Kalijirek yang merupakan bagian dari masyarakat Jawa, dalam kehidupan mereka

sehari-hari masih diwarnai berbagai macam tradisi religius maupun non religius.

Tradisi religius yang begitu kuat mengikat dalam diri manusia semenjak

manusia ada dalam kandungan, contoh upacara mitoni (biasanya menyiapkan umbarampe

antara lain tumpeng merupakan simbol keselamatan, jenang abang putih agar si jabang

bayi kelak dapat menjalani kehidupannya di dunia yang penuh dengan warna-warni),

selapanan, khitanan, perkawinan, dan lain-lain. Dalam masyarakat Desa Kalijirek hal-hal

semacam itu masih mereka lakukan karena merupakan warisan nenek moyangnya. Selain

itu mereka menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka lakukan itu terkandung

maksud untuk membina kerukunan antar anggota masyarakat.

Pola kebudayaan daerah (Jawa) yang telah berakar pada jiwa setiap

pendukungnya diwariskan dari generasi berikutnya yang dinamai tradisi daerah. Tradisi

daerah yang berkaitan dengan kematian biasanya diwujudkan dalam bentuk pembuatan

makam dan upacara penghormatan kepada para leluhur mereka. Seperti halnya yang

dilakukan masyarakat Desa Kalijirek dan sekitarnya melakukan tradisi ziarah ke petilasan

K.R.A.T. Kolopaking. Sebagaimana umumnya makam orang-orang dianggap linuwih

pada masa hidupnya, petilasan K.R.A.T. Kolopaking dari dahulu hingga sekarang

menjadi tempat ziarah yang selalu ramai. Tradisi ziarah bertujuan untuk mendoakan

arwah para leluhur, dan biasanya tradisi ini disertai dengan wiridan (pembaca ayat-ayat

sucu Al’Quran atau tahlilan) yang banyak dilakukan khususnya pada hari-hari tertentu

yaitu syawal dan hari jadi Kebumen.

D. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita K.R.A.T Kolopaking

lvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Banyak nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam cerita K.R.A.T. Kolopaking.

Nilai-nilai luhur itu tidak akan lekang dimakan oleh zaman sehingga tetap sesuai

diterapkan di zaman sekarang. Nilai-nilai luhur itu juga bersifat manusiawi dan universal

sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya manapun. Nilai-nilai luhur tersebut

di antaranya sebagai berikut.

1. Kesetiaan

Ki Kertowongso (K.R.A.T. Kolopaking I ) menyadari sepenuhnya bahwa

wilayah Panjer Roma yang dikuasainya adalah bagian dari Kerajaan Mataram. Ia sangat

menghormati Raja Mataram yang berkuasa melalui suksesi yang wajar. Oleh karena itu

ketika tampuk kekuasaan direbut paksa oleh Pangeran Trunojoyo melalui suatu

pemberontakan, kesetiaannya tidak ditujukan kepada Pangeran dari Madura itu,

melainkan tetap kepada Sunan Amangkurat I, Raja Mataram yang terpaksa meninggalkan

istananya untuk menyelamatkan diri. Bahkan ketika Sunan Amangkurat I berserta para

pengikutnya sampai di wilayahnya dalam perjalanannya menuju Cirebon, dia menjemput

mereka secara pribadi di perbatasan. Ia mempersilakan Sunan Amangkurat I dan para

pengikutnya singgah di Panjer Roma dengan tetap memperlakukannya sebagai Raja

Mataram.

Kesetiaan yang serupa juga ditunjukkan oleh K.R.A.T. Kolopaking II. Ia

mengirimkan para pemuda Panjer Roma yang telah dilatih olah kaparajuritan guna

membantu Pangeran Mas Garendi (Sunan Amangkurat V ) yang sedang bertempur

melawan tentara Belanda yang telah mendikte Raja Mataram. Para pemuda Panjer Roma

itu dipimpin oleh Raden Sulaiman Kertowongso yang kelak menjadi K.R.A.T.

Kolopaking III.

Pada waktu itu suksesi di tampuk kekuasaan Mataram telah dikotori oleh campur

tangan Belanda, sehingga kekuasaan jatuh ke tangan orang-orang yang dapat diajak

kerjasama oleh Belanda. Hal ini di luar adat dan bertentangan dengan tatanan yang telah

ada. Oleh karena itu kesetiaan K.R.A.T. Kolopaking IV ( anak K.R.A.T. Kolopaking III )

tetap ditujukan kepada trah Mataram yang diyakininya sah. Ketika pecah Perang

lvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Diponegoro, K.R.A.T. Kolopaking IV dengan sepenuh daya membantu perjuangan

Pangeran Dipongoro hingga menjelang ajalnya.

Kesetiaan yang ditunjukkan oleh K.R.A.T. Kolopaking bukanlah kesetiaan buta,

melainkan telah diselaraskan dengan nilai-nilai adat dan norma yang berlaku. Di sisi lain

banyak orang menyatakan kesetiaannya kepada seseorang yang telah berjaya. Ketika

orang yang berjaya itu jatuh, maka kesetiaannya dialihkan kepada orang baru yang

berjaya. Kesetiaan semacam ini biasanya didorong oleh pamrih untuk mendapat

keuntungan secara pribadi. Bukan kesetiaan semacam itu yang ditunjukkan oleh K.R.A.T.

Kolopaking.

Perwujudan kesetiaan di zaman sekarang tentu sangat luas pengejawantahannya.

Kesetiaan atau loyalitas semacam itu tidak sekedar harus dimiliki oleh para menteri

terhadap presidennya, melainkan juga pegawai, karyawan, bahkan para siswa. Seorang

pegawai yang kurang setia akan bekerja seolah-olah baik di depan pimpinannya dan

sebaliknya jika ditinggal. Kesetiaan seperti ini adalah palsu. Akibatnya si pemilik

kesetiaan palsu tidak dapat memperoleh hasil kerja yang maksimal. Biasanya pemilik

kesetiaan palsu hanya mengharapkan keuntungan duniawi saja yang bersifat material.

Orang semacam itu tidak memiliki etos kerja yang tinggi dan tidak melandasi kerjanya

dengan nilai-nilai ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kasih Sayang

K.R.A.T. Kolopaking juga sebagai pribadi yang penuh kasih sayang. Perasaan

kasih sayang ini hanya dapat diwujudkan oleh seseorang yang memiliki empati, artinya

dapat merasakan kesedihan, kepedihan, dan penderitaan oleh orang lain. Kasih sayang

tulus hanya dimiliki oleh seorang pemimpin sejati (Andreas Harefa, Mengasah Indera

Pemimpin), terlepas orang itu mendapat kesempatan memegang jabatan formal atau

tidak. Artinya jika orang itu berkesempatan memegang jabatan tertentu, maka ia dapat

mewujudkan kasih sayangnya kepada para bawahan dan orang-orang di sekitarnya. Jika

tidak, maka perasaan kasih sayangnya itu tercurah kepada orang-orang di sekitarnya.

lviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ki Kertowongso ( K.R.A.T. Kolopaking I ) menjemput Sunan Amangkurat I dan

para pengikutnya di perbatasan Panjer Roma ketika dalam pelariannya merupakan satu

wujud kasih sayangnya, selain kesetiaan yang telah diungkapkan sebelumnya. Secara de

facto Sunan Amangkurat I pada waktu itu bukanlah Raja Mataram lagi, karena

kekuasannya telah jatuh ke tangan Pangeran Trunojoyo. K.R.A.T. Kolopaking melihat

dengan mata kasih sayangnya, bahwa saat itu Sunan Amangkurat I sedang sakit luar

dalam. Sakit luarnya adalah sakit dalam arti fisiknya, karena beliau kelelahan setelah

menempuh perjalanan panjang. Sedangkan batinnya remuk karena tersingkir dari istana.

Penyambutan yang dilakukan oleh K.R.A.T. Kolopaking sungguh menjadi obat

sakit batin yang diderita oleh Sunan Amangkurat I. Sunan Amangkurat I batinnya merasa

terhina karena pemberontakan telah mencampakkannya hingga menjadikan dirinya

seorang pelarian yang harus segera ditangkap dan dibunuh atau seperti gelandangan yang

yang tak punya rumah. Justru pada saat dia dipuncak kepedihannya, K.R.A.T.

Kolopaking berada di depannya dengan tetap mengakuinya sebagai Raja Mataram yang

sah. Dalam hal ini sikap yang ditunjukkan oleh K.R.A.T. Kolopaking I adalah sikap

nguwongake. Sikap nguwongake dapat diartikan sebagai mengormati seseorang pada

kedudukannya yang mulia. Setiap orang mengharapkan perlakuan demikian. Buktinya

banyak orang menjadi marah ketika harga dirinya direndahkan oleh orang lain. Sikap

menghormati tidak hanya ditunjukan oleh K.R.A.T Kolopaking kepada rajanya,

melainkan juga kepada semua orang, termasuk rakyatnya di Panjer Roma. Para pemuda

keturunan Cina tidak dianggap sebagai orang lain. Mereka diperlakukan sama dengan

pemuda pribumi, memiliki hak dan kewajiban yang sama. Ketika K.R.A.T. Kolopaking

mengadakan pelatihan olah kanuragan dan keprajuritan, para pemuda Cina juga turut

dilibatkan.

Kasih sayang kapada rakyatnya diwujudkan dengan memajukan bidang

pertanian dan perdagangan. Kedua bidang tersebut diyakininya dapat mengantar

rakyatnya ke gerbang kesejahteraan. Pemimpin sejati adalah orang yang berusaha

membuat kehidupan rakyatnya bahagia lahir maupun batin. Dan hal itu terbukti. Ketika

lix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mataram hendak mengadakan penyerbuan ke Batavia (Jakarta), K.R.A.T. Kolopaking

ditugasi mengurus logistik bahan pangan. Salah satu alasannya adalah karena di Panjer

Roma tersedia bahan pangan yang cukup melimpah.

Sikap kasih sayang tentu masih relevan untuk terus dikembangkan di zaman

sekarang. Apalagi kita tumbuh sebagai bangsa yang terdiri dari berbagai ragam suku,

agama, budaya, sosial lainnya. Terjadinya kesenjangan yang jauh antara si kaya dan si

miskin antara lain karena kurangnya kasih sayang. Seandainya para orang kaya

menyisihkan sebagian kekayaannya untuk menyantuni yang miskin, maka sedikit akan

memperkecil kesenjangan tersebut. Terjadinya bentrok antar warga juga karena

kurangnya kasih sayang, termasuk dari pemimpinnya. Pemimpin yang memiliki empati

pasti telah mendengar berbagai keluhan warganya. Kesalah-pahaman di antara warganya

telah diketahui sejak dini sehingga tidak sampai pecah menjadi bentrokan.

Hingga sekarang masih banyak pemuda yang tidak berkesempatan mengenyam

pendidikan di perguruan tinggi karena tidak memiliki dana yang cukup. Keadaan ini

dapat diatasi dengan kasih sayang. Di antaranya orang-orang kaya menghimpun dana

untuk dijadikan beasiswa. Para pengelola perguruan tinggi, walaupun penyelenggaraan

kuliah bermutu memang membutuhkan dana besar, tetapi tidak memaksakan kepada yang

miskin untuk turut menanggungnya. Orang yang duduk di pemerintahan maupun para

wakil rakyat di DPR hendaknya juga memiliki perasaan kasih sayang semacam ini.

3. Keberanian

Keberanian K.R.A.T. Kolopaking mengemuka ke dalam berbagai bentuk, di

antaranya dalam bentuk menentukan pilihan dengan resiko besar. Keputusannya

menerima Sunan Amangkurat I ketika dalam pelariannya menuju Cirebon termasuk

sebuah keputusan yang berani. Betapa tidak, pada waktu itu kekuasaan atas Mataram

telah jatuh ke tangan Pangeran Trunojoyo. Melindungi Sunan Amangkurat I sama saja

dengan membangkang kepada Pangeran Trunojoyo. Salah satu resiko yang mungkin

adalah Panjer Roma dihancurkan pula oleh Pangeran Trunojoyo. Namun K.R.A.T.

Kolopaking tetap yakin terhadap pilihannya itu.

lx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keberanian yang luar biasa juga diperlihatkan oleh K.R.A.T. Kolopaking II. Ia

mengirimkan pasukannya yang dipijmpin oleh R. Sulaiman Kertowongso untuk

membantu Pangeran Mangkubumi yang sedang berperang melawan Sunan Pakubuwono

II yang dibantu oleh Belanda. Jika disadari bahwa kekuatan Belanda pada waktu itu

demikian kuatnya dengan persenjataan yang lengkap dan modern, maka keputusan

K.R.A.T. Kolopaking tergolong berani.

K.R.A.T. Kolopaking III juga memiliki keberanian yang tidak kalah dibanding

Kolopaking sebelumnya. Berkat keberanian K.R.A.T. Kolopaking III (R.Sulaiman

Kertowongso) peperangan dihentikan dan diadakan perjanjian antara dua pihak yang

bertikai yang terkenal dengan sebutan Perjanjian Gianti. Pada waktu Panjer Roma

dikuasakan kepada K.R.A.T. Kolopaking IV keadaannya sudah demikian gawat. Namun

demikian K.R.A.T. Kolopaking IV tetap pada pendiriannya. Ia memutuskan untuk

membantu Pangeran Diponegoro berperang melawan Penjajah Belanda. K.R.A.T.

Kolopaking bahkan harus bertarung satu lawan satu dengan Arungbinang IV yang sama-

sama berasal dari Panjer Roma. K.R.A.T. Kolopaking IV sampai terluka dalam

pertempuran tersebut dan tak lama setelah itu meninggal.

Zaman sekarang keberanian juga sangat diperlukan. Mengatakan sesuatu yang

benar itu benar dan yang salah itu salah tidak selamanya mudah. Seorang bawahan di

suatu instansi, misalnya, belum tentu mampu mengingatkan atasannya yang bertindak

melawan hukum. Berani berkata benar, walaupun dilakukan dengan penuh hormat dan

hati-hati bisa membuat atasannya tersinggung. Akibat tindakan ”berani” itu seorang

bawahan bisa terhambat kariernya. Ia tak akan diberi jabatan tertentu di instansi itu.

Pangkatnya bisa terhenti. Bahkan bisa dipecat karena dinilai tidak loyal. Terungkapnya

beberapa kasus korupsi di lembaga-lembaga atau instansi pemerintah akhir-akhir ini

antara lain akibat dari tidak adanya keberanian mengatakan yang salah itu salah. Segala

sesuatu yang dikatakan oleh seorang atasan dianggap sebagai suatu kebenaran.

Memang keberanian mengandung resiko. Kadang-kadang resikonya sangat

buruk dan mengancam jiwa. Namun, bagi orang yang telah tertanam nilai ketakwaan di

lxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam hatinya, mati demi membela kebenaran bukanlah hal yang harus ditakuti. Sikap

berani juga perlu ditanamkan kepada jiwa generasi muda, bahkan sejak dini. Melalui

latihan Pramuka, Mata Pelajaran Agama, Pendidikan Budi Pekerti, maupun cerita-cerita

sikap berani berusaha ditanamkan ke dalam dada para siswa.

4. Patriotisme

Patriot adalah pembela negara. Patriotisme adalah sikap atau semangat yang

gigih dalam mempertahankan keutuhan dan kehormatan negaranya. Jiwa patriotisme ini

benar-benar melekat pada diri K.R.A.T. Kolopaking mulai dari yang pertama hingga yang

keempat. Ketika Mataram berencana menyerbu Batavia (Jakarta), K.R.A.T. Kolopaking I

ditugasi menyiapkan lumbung-lumbung bahan pangan. K.R.A.T. Kolopaking II

mengirimkan prajuritnya di bawah pimpinan R. Sulaiman Kertowongso ke Mataram

untuk membantu Pangeran Mangkubumi termasuk tindakan seorang patriot. Pada waktu

itu Penjajah Belanda telah melakukan campur tangan terlalu dalam terhadap urusan

kerajaan di bawah kekuasaan Sunan Pakubuwono II. Pangeran Mangkubumi tidak dapat

membiarkan hal itu berlanjut. Oleh karena itu ia melakukan pemberontakan. Demi untuk

menjaga kehormatan kerajaan Mataram, K.R.A.T. Kolopaking mengirimkan prajuritnya

untuk membantu Pangeran Mangkubumim memerangi Penjajah Belanda. K.R.A.T.

Kolopaking II melatih para pemuda Cina untuk dilatih ilmu keprajuritan (perang). Para

pemuda keturunan Cina itu kemudian dikirim untuk membantu Pangeran Garendi yang

sedang berperang melawan Panjajahan Belanda di Boyolali-Kartosuro. Perjuangan

tersebut diteruskan oleh K.R.A.T. Kolopaking III. Perjuangan tersebut dilakukannya

dengan sangat gigih hingga diadakan Perjanjian Giyanti.

Pada waktu K.R.A.T. Kolopaking IV berkuasa di Panjer Roma, permusuhan

dengan Panjajah Belanda telah demikian meruncing. K.R.A.T. Kolopaking IV memihak

kepada Pangeran Diponegoro. Bahkan akhirnya K.R.A.T. Kolopaking IV harus bertarung

satu lawan satu berhadapan dengan Adipati Arumbinang IV. Ia terluka tangannya dan

meninggal dunia selang beberapa bulan kemudian.

lxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Patriotisme perlu terus digelorakan di dada generasi muda Indonesia hingga

sekarang. Wujud tindakan yang mencerminkan jiwa patriotisme di antaranya adalah

mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi maupun kelompoknya.

Wujud lain dari jiwa patriotisme adalah kerelaan berkorban untuk kepentingan umum.

Para patriot di masa lampau rela mengorbankan harta maupun jiwa dan raganya demi

menjaga keutuhan dan kehormatan negerinya. Perjuangan para patriot bangsa dewasa ini

tentu berbeda, namun tujuannya sama, yaitu demi menjaga keutuhan negara dan

mengharumkan nama Indonesia.

Tindakan korupsi, penyelundupan, penjarahan hutan, dan mempermainkan

hukum adalah tindakan-tindakan yang bertentangan dengan jiwa patriotisme. Tingkat

korupsi yang tinggi bukan saja merusak sendi-sendi perekonomian negara juga

menimbulkan citra buruk bagi Negara Indonesia. Demikian pula penjarahan hutan dan

tindakan mempermainkan hukum. Hukum diperjual-belikan sehingga rasa keadilan

menjadi hilang. Kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum menipis.

Akibatnya tindakan-tindakan anarkis merajalela. Masyarakat cenderung bertindak main

hakim sendiri. Jiwa patriotisme sungguh wajib dimiliki oleh para penegak hukum, aparat

pemerintah, dan seluruh warga negara lainnya.

Upaya menanamkan jiwa patriotisme dapat dilakukan melalui berbagai macam

cara, di antaranya adalah melalui media cerita rakyat. Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking

ini merupakan satu di antara sekian banyak cerita rakyat lainnya.

5. Tanggung Jawab

K.R.A.T. Kolopaking merupakan sosok yang penuh tanggung jawab. Tanpa

memiliki sifat mulia, yaitu bertanggung jawab tak mungkin penguasa Mataram

memberinya kepercayaaan yang begitu besar. Pada waktu Mataram berencana menyerang

Batavia (Jakarta) K.R.A.T. Kolopaking diberi tugas membangun lumbung-lumbung

persediaan makanan dan perlengkapan senjata. Tugas besar itu mustahil diberikan kepada

K.R.A.T. Kolopaking jika citranya selama ini buruk. Tugas-tugas besar lainnya terus

dipercayakan kepada K.R.A.T. Kolopaking, antara lain untuk memimpin parajurit hingga

lxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menjadi penguasa di Panjer Roma. Sikap tanggung jawab diwujudkan antara lain dengan

berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya agar sukses. Kalaupun akhirnya gagal, ia

harus berani menanggung akibatnya. Sikap tanggung jawab juga penting diwariskan

kepada generasi muda. Generasi muda hendaknya memiliki jiwa tanggung jawa.

Tanggung jawab menuntut dimilikinya kecakapan dan semangat pantang menyerah.

Artinya untuk menyelesaikan tugas yang dipikulkan kepadanya seseorang harus memiliki

kecakapan atau kemampuan yang memadai serta semangat yang terus menyala dan tidak

mudah menyerah.

6. Kejujuran

Kejujuran jelas dimiliki oleh K.R.A.T. Kolopaking. Mengelola lumbung pangan

dan perlengkapan senjata, bagi orang yang tidak jujur bisa dipandang sebagai tempat

yang ”basah” atau ”subur” Artinya di situ orang bisa melakukan tindakan-tindakan kotor

untuk memperkaya diri sendiri. Namun hal itu tidak dilakukan oleh K.R.A.T.

Kolopaking. Ia bahkan rela mengorbankan sebagian miliknya demi menjaga kejujuran

itu.

Jiwa kejujuran sungguh harus ditanamkan kepada generasi muda. Pameo ”siapa

jujur akan hancur” harus disirnakan dan diganti dengan ”siapa jujur bakal mujur dan

makmur”. Kemujuran dan kemakmuran hendaknya tidak dilihat sebagai kesuksesan

dalam arti berhasil menumpuk-numpuk kekayaan, melainkan kedamaian dan ketenangan

batin. Orang yang berhasil menumpuk harta dari korupsi hendaknya tidak dipandang

sebagai sebuah kesuksesan, melainkan mengundang malapetaka, baik bagi diri dan

keluarganya maupun negaranya.

E. Respon Masyarakat Desa Kalijirek terhadap Cerita K.R.A.T Kolopaking

1. Generasi muda mengaku asing

Responden dari kalangan siswa SD dan SMP kebanyakan mengaku tidak tahu

tentang cerita Kolopaking. Mereka hanya mengetahui bahwa Kolopaking adalah nama sebuah

pemakaman di wilayah desa mereka. Kuburan itu berada di atas bukit kecil dan tidak

lxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

digunakan untuk umum. Mereka juga menyatakan belum pernah memasuki areal pekuburan

itu. Sebagian mengaku hanya sering lewat jalan di dekatnya karena mobilitasnya memang

harus melalui jalur jalan itu. Mereka tidak mengamati berapa nisan yang ada di pemakaman

itu. Maklumlah karena pemakaman tersebut berada di atas bukit. Nisan-nisan yang ada tidak

nampak dari jalan yang letaknya di bawah. Untuk dapat menghitung berapa batu nisan yang

ada harus menaiki bukit yang diselimuti semak-semak dan dipayungi beberapa batang pohon

jati. Mereka mengaku takut memasuki areal pekuburan karena menurut kabar yang mereka

yakini bahwa kuburan itu ”angker” atau ”wingit” Apakah pernah ada kejadian aneh yang

menimpa atau dialami oleh seseorang? Mereka tidak dapat menjelaskannya.

Siswa-siswa SMA dan mahasiswa mengetahui sedikit tentang Kolopaking. Menurut

mereka Kolopaking adalah seorang yang pernah menjadi Bupati Kebumen pada masa lalu.

Mereka pun mengaku belum pernah mengetahui ada berapa batu nisan dan jenazah siapa saja

yang dimakamkan di pekuburan itu. Mereka juga turut percaya bahwa kuburan itu angker

tanpa dapat menjelaskan alasannya. Menurut mereka makam itu pernah didatangi oleh Bupati

Wanita pertama di Kebumen pada awal masa pemerintahannya. Begitu juga pada malam

menjelang peringatan Hari Jadi Kebumen yang jatuh setiap tanggal 1 Januari. Kegiatan itu

biasanya dilakukan dengan pengamanan yang ketat sehingga orang awam tidak dapat

menyaksikannya. Kadang-kadang makam itu didatangi pula oleh orang-orang yang disebut

”Trah” Kolopaking. Selebihnya orang-orang yang datang berziarah ke makam tersebut pada

waktu-waktu tertentu, konon, adalah orang yang menginginkan kesaktian dan semacamnya.

Suatu kenyataan yang memprihatinkan adalah merek terkesiap ketika diberitahu

bahwa Kolopaking bukan nama seseorang, melainkan sebuah gelar. Mereka bahkan tidak

mengenal Ki Kertowongso, orang yang oleh Sunan Amangkurat I diberi gelar K.R.A.T.

Kolopaking I, apalagi yang diberi gelar K.R.A.T. Kolopaking II, III, dan IV. Jika diingat

bahwa tokoh-tokoh yang menerima gelar Kolopaking begitu besar jasanya bagi negeri ini,

maka kenyataan itu sungguh ironis.

Para pemuda dan mahasiswa, kebanyakan kalangan tua juga tidak mengetahui

tentang cerita Kolopaking. Mereka hanya mengetahui bahwa Kolopaking pernah menjadi

lxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penguasa Kebumen dan pernah berseteru dengan Arumbinang. Mereka pun mengenal

Arumbinang sebagai sebuah nama, bukan gelar. Oleh karena itu mereka sempat bingung

ketika ditanya Kolopaking keberapa dan Arumbinang keberapa yang berseteru. Mereka

memang dapat menceritakan bahwa pertarungan satu lawan satu antara keduanya berlangsung

di sawah ”si Kenceng” yang letaknya di timur Stadion Candradimuka sekarang. Mereka dapat

menceritakan bahwa lokasi sawah tersebut ”angker”, terutama di pojok timur-utara atau timur

laut.. Terbukti sebuah rumah yang didirikan di tempat itu kemudian tidak ditinggali lebih dari

sebulan oleh pemiliknya. Menurut cerita mereka ”ular jadi-jadian” selalu mengganggu

penghuni rumah itu. Ketika pemilik rumah hendak mandi, ternyata ular ada di bak mandi. Saat

mau makan ular sudah berada di balik tutup saji. Begitu juga ketika hendak berangkat tidur,

ulau-ular pengganggu telah lebih dahulu di tempat tidur, walaupun beberapa saat sebelumnya

baru saja dibersihkan. Keanehan-keanehan itulah yang membuat penghuni rumah itu

hengkang dan membiarkan rumah itu rusak. Sekarang puing-puing rumah itu masih dapat

disaksikan.

Menurut penuturan kalangan orang tua, bahwa keberadaan ular-ular yang

mengganggu penghuni rumah tersebut di atas ada hubungannya dengan cerita di akhir

pertempuran antara Kolopaking dan Arumbinang. Pada pertarungan itu lengan Kolopaking

terkena sabetan pedang Arumbinang sehingga meninggalkan luka. Tetesan darah dari luka

itulah yang menjadi ular-ular jadi-jadian. Konon karena takut Arumbinang melarikan diri.

Kolopaking yang terluka menyingkir.

Seorang Juru Kunci Makam seharusnya mengetahui secara persis cerita di sekitar

tokoh yang jenazahnya dimakamkan di pekuburan yang dijaganya. Sayang tidak demikian

yang ada di Pemakaman Kolopaking. Mungkin karena jabatannya sebagai Juru Kunci hanya

jabatan sampingan. Beliau sendiri berprofesi sebagai guru dan mengajar di sebuah SMA di

Gombong. Beliau juga mengaku masih baru menyandang jabatan tersebut. Tugasnya sebagai

Juru Kunci sebatas membukakan gerbang manakala ada peziarah yang datang dengan

pemberitahuan dahulu.

lxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sang Juru Kunci maupun kalangan tua terkesan enggan menceritakan kisah sekitar

Kolopaking. Berbagai alasan mereka kemukakan, mulai dari tidak tahu, enggan bercerita,

takut salah, dan alasan lainnya. Mereka terkesan ingin menghindar dari pertanyaan sekitar

Kolopaking. Hal ini sungguh ironis. Bagaimana mungkin kisah perjuangan Kolopaking yang

menyimpan nilai-nilai luhur dan patut diwariskan kepada generasi penerus justru tidak

dipublikasikan.

2. Ceritanya telah lama terkubur

Responden yang berprofesi guru dan penulis buku nonfiksi menyatakan bahwa

keengganan atau perasaan takut salah jika menceritakan kisah seputar Kolopaking sudah

terjadi sejak dahulu. Hal yang sama disampaikan pula oleh seorang pensiunan Penilik

Kebudayaan yang pernah berdinas di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan

Kebumen. Menurut mereka kengganan masyarakat menceritakan kisah sekitar Kolopaking

memang telah terjadi sejak zaman dahulu. Bahkan di masa lalu bukan hanya enggan,

melainkan takut,bukan sekedar takut salah. Kondisi seperti itu bermula sejak Arumbinang IV

dinobatkan menjadi Bupati Kebumen.

Kedua responden tersebut tidak yakin, bahwa pada masa lalu pernah dilakukan

pelarangan terhadap orang untuk bercerita tentang Kolopaking oleh Arumbinang sendiri. Jika

ada, maka pelarangan itu barangkali dilakukan oleh orang di sekitarnya. Bisa saja pelarangan

itu datang secara otomatis di hati tiap orang Kebumen sebagai bentuk perasaan ”ewuh” atau

tidak etis menceritakan ”keunggulan” yang dimiliki oleh musuh ”gustine”. Siapapun

orangnya, tanpa dicegah oleh orang lain pantang melanggar etika itu. Hal demikian telah

menjadi budaya. Orang Jawa ”tabu” menceritakan hal-hal yang bukan kebaikan yang dimiliki

”gustine”, apalagi hal-hal yang telah benar-benar merupakan ’wadi”.

Menceritakan patriotisme K.R.A.T. Kolopaking IV bisa ditafsiri sedang

memposisikan Arumbinang IV pada peran antagonis. Anggapan seperti itu pun Tentu hal ini

membahayakan bagi pengisahnya karena Arumbinang IV adalah penguasa. Itulah sebabnya

banyak orang yang kemudian mengunci mulutnya rapat-rapat dari menceritakan kisah

lxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kolopaking. Apalagi sebuah kewajaran bahwa di sekitar penguasa selalu ada para penjilat.

Orang pun menjadi sangat berhati-hati jika mengungkapkan sesuatu berkaitan dengan

Kolopaking, Bisa-bisa apa yang dikatakan orang itu sampai ke telinga penguasa.

Berziarah ke makam Kolopaking sangat jarang dilakukan, bahkan seolah-olah

dilarang. Jika ada seorang wedono, camat, glondhong, maupun lurah ketahuan berziarah ke

makam tersebut, konon, pemecatan adalah resiko yang harus diterima. Ini baru cerita orang

yang harus diteliti kebenarannya. Akan tetapi isu tersebut telah menyebar dan diterima

mentah-mentah oleh umum. Itulah sebabnya kemudian tak seorang pun pamong praja yang

berani mengelebat di dekat kuburan tersebut. Mereka takut keberadaannya di dekat pekuburan

itu akan sampai di telinga atasannya sebagai sedang berziarah.

Kalangan pedagang juga dihantui ketakutan jika hendak mendatangi pemakaman

itu. Entah siapa yang mula-mula mengembuskan isu bahwa pedagang yang berziarah ke

makam tersebut akan segera bangkrut. Nasib sial konon akan menimpa siapa saja yang

berziarah ke makam Kolopaking. Akibat sangat jarang dikunjungi peziarah, maka pantaslah

tempat itu dianggap wingit.

3. Perlu dilakukan penggalian data-data sejarah Kolopaking.

Responden yang berprofesi sebagai penulis buku nonfiksi dan pensiunan Penilik

Kebudayaan mempunyai pendapat senada, yaitu bahwa perlu dilakukan penggalian data-data

sejarah berkaitan dengan perjuangan Kolopaking. Upaya ini bukan ditujukan untuk

memposisikan tokoh yang pernah berseteru dengannya di peran antagonis.

Menurut pendapat Bapak Sardjoko dan Bapak Sugeng, bahwa perseteruan antara

Kolopaking IV dengan Arumbinang IV pada waktu itu mirip dengan ”Lakon Karna

Tandhing” dalam dunia perwayangan. Arjuna dari Pandawa melawan Adipati Karna dari

Kurawa. Keduanya bersaudara, kakak beradik. Keduanya maju ke medan laga demi

memperjuangkan kebenaran. Arjuna berperang demi membela tanah airnya, sedangkan

Adipati Karna demi membalas budi dan demi menunjukkan loyalitasnya kepada Kurawa.

K.R.A.T. Kolopaking IV berperang demi membela tanah airnya, sedangakan Arumbinang IV

lxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

demi menjalankan tugas yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah Belanda. Apakah

Arumbinang IV dalam hal ini salah? Tentu tidak semudah itu menilainya. Arumbinang IV

bertempur melawan Kolopaking IV karena sedang dalam menjalankan tugasnya. Dia

mendapat tugas meberangus para pembangkang dan para pemberontak. Mengenai predikat

pembangkang atau pemberontak maupun pengkhiatan harus dilihat secara arif. Pandangan

sebagai pemberontak maupun pembangkang jika dilihat satu pihak. Namun dari sudut yang

lain aksi itu justru sebagai tindakan patriotisme.

4. Belum masuk ke bahan ajar sekolah sebagai muatan lokal

Para guru mengakui, bahwa kurikulum sekolah dasar yang berlaku sekarang ini,

khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas 4, salah satu kompetensi

dasarnya adalah menggali informasi sejarah termasuk tentang tokoh sejarah yang ada di

wilayahnya. Untuk para siswa sekolah dasar di Kebumen menggali informasi tentang

Kolopaking tentu sangat tepat. Namun untuk melakukan itu para guru masih ragu-ragu.

Alasan utamanya mereka merasa kurang ahli sehingga takut membuat kesalahan. Kesalahan

dalam hal ini, menurut mereka, dapat berakibat fatal. Bisa dianggap memfitnah bahkan yang

lebih mengerikan lagi. Alasan lainnya adalah bahwa buku-buku sumber yang memuat kisah

perjuangan Kolopaking belum mereka temukan.

5. Belum dipandang sebagai suatu aset.

Keberadaan Makam Kolopaking di Desa Kalijirek, menurut penulis dan pensiunan

Penilik Kebudayaan sebetulnya merupakan keuntungan utamanya bagi Desa Kalijirek itu

sendiri. Makam itu dapat dijadikan sebagai objek wisata sejarah. Untuk menarik wisatawan

bisa dibangun sebuah museum di dekat pemakaman tersebut. Tentu saja harus dipersiapkan

informasi sejarah yang lengkap tentang Kolopaking sejak yang pertama hingga terakhir yang

ke IV. Berbagai barang peninggalan yang masih ada diinventarisasi. Hal ini mungkin dapat

ditempuh dengan menghubungi keturunan dan para kerabatnya yang tergabung dalam ”Trah

Kolopaking”.

lxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan serangkaian kegiatan di lapangan berkaitan dengan cerita tentang

Kolopaking penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Profil masyarakat Desa Kalijirek

Profil masyarakat Desa Kalijirek sebagian besar berpendidikan SMA

ke bawah dari 1.743 orang penduduknya hanya 7 orang yang melanjutkan

pendidikan tinggi, penduduk yang bersekolah di SMA atau yang sederajat

sebanyak 234 orang atau 13 %, penduduk yang tamat SMP atau yang sederajat

sebanyak 298 orang atau 17 %, dengan kata lain penduduk Desa Kalijirek

sebagai pemilik cerita rata-rata berpendidik rendah, terutama hanya tamat SD.

Yaitu sebanyak 886 orang atau 50 % sangat di pahami jika warga Desa Kalijirek

sendiri merasa asing terhadap cerita rakyat Kolopaking.

2. Bentuk dan isi cerita rakyat Kolopaking

Cerita rakyat Kolopaking sebenarnya bertolak dari fakta sejarah yaitu

kisah hidup Ki Kertowongso yang kemudian diberi gelar Kolopaking I dan

Kolopaking-kolopaking berikutnya hingga Kolopaking IV. Kolopaking I hingga

Kolopaking IV setia kepad pemimpin atau penguasa yang sah pada masanya dan

turut berjuang mempertahankan jatidiri bangsanya atau tanah tumpah darahnya.

3. Artefak dan tradisi budaya yang terkait dengan cerita rakyat

Kolopaking

Artefak-artefak dari zaman Kolopaking tidak banyak yang tersisa

hingga kini, beberapa artefak yang masih dapat diselamatkan hanya 1 buah meja

dan 1 buah lemari milik Kolopaking IV dan sekarang berada di rumah penjaga

kunci makam, artefak lainnya adalah makam Kolopaking tersebut di Desa

Klijirek.

lxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tradisi budaya terkait dengan cerita Kolopaking yang masih hidup

hingga sekarang juga tidak ada lagi. Pada menjelang perayaan hari jadi

Kebumen setiap tahunnya, para pejabat di lingkungan Pemda Kabupaten

bersama pejabat Bupati mengadakan upacara ziarah ke makam Kolopaking di

Desa Klijirek.

4. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Kolopaking

Sarat dengan nilai-nilai luhur yang pantas diwariskan kepada generasi

muda cerita tentang Kolopaking benar-benar sarat dengan nilai-nilai luhur yang

patut diwariskan kepada generasi muda dan tetap relevan diterapkan dalam

kehidupan saat ini. Nilai-nilai luhur itu nampak mulai dari kisah Ki

Kertowongso yang bergelar K.R.A.T Kolopaking I hingga Kolopaking IV

meskipun permasalahan dan tantangan yang dihadapi berbeda-beda. Nilai-nilai

luhur tersebut antara lain kesetiaan, kerja keras, patriotisme, kejujuran,

keberanian, bertanggung jawab, dan masih banyak lagi.

5. Respon masyarakat terhadap keberadaan cerita rakyat

Kolopaking

Ceritanya telah lama terkubur dan dilupakan orang cerita tentang

Kolopaking memang telah lama terbenam, yaitu sejak Arumbinang IV menjadi

penguasa di Kebumen. Walaupun demikian bukan berarti bahwa pelarangan

mengisahkan cerita Kolopaking datang dari Arumbinang. Pelarangan itu bisa

saja datang dari orang-orang dekatnya di kala itu maupun masyarakat sendiri

yang masih menjunjung tinggi pantang membuka ”wadi” lebih-lebih dari

penguasa di wilayahnya. Sayangnya keengganan dan ada juga ketakutan

bercerita tentang Kolopaking berlanjut hingga sekarang. Bahkan keengganan

menceritakan kisah Kolopaking dikait-kaitkan dengan hal-hal mistik, misalnya

pedagang yang berziarah ke makam Kolopaking akan mengalami kebangkrutan.

Perlu dilakukan upaya penggalian data-data sejarah tentang

lxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kolopaking.Kalangan tua menghimbau pemerintah atau instansi terkait untuk

dilakukan upaya menggali informasi sejarah mengenai Kolopaking.

B. Saran

Ki Kertowongso adalah tokoh yang telah memberi warna bagi Kebumen. Karena

jasanya kemudian diberi gelar K.R.A.T. Kolopaking I oleh Sunan Amangkurat I dari

Mataram. Penerusnya, yaitu Kolopaking II hingga IV terus berkiprah bagi kemajuan

Kebumen di zamannya. Mereka juga berperan dalam usaha mengusir penjajah Belanda

dari bumi pertiwi. Dengan gagah berani mereka menerjang lawan, bahkan sampai daerah

di luar Kebumen, misalnya ketika harus membantu pasukan Mataram di Karanganyar,

Surakarta. Ketika Mataram bermaksud melakukan penyerangan terhadap kedudukan

Belanda di Batavia (Jakarta) Kolopaking bertugas menyediakan lumbung pangan. Beliau

juga membantu perjuangan Pangeran Diponegoro melawan Belanda yang arogan. Masih

banyak lagi sepak terjangnya, sayang sekarang kisahnya hilang bagai ditelan bumi. Oleh

karena itu, sependapat dengan para responden dari kalangan tua dan berpengetahuan luas,

penulis menyarankan hal-hal berikut.

a. Perlu upaya-upaya melestarikan cerita-cerita sekitar Kolopaking.

Banyak nilai-nilai luhur yang terkandung dalam cerita atau kisah

tentang Kolopaking yang pantas diteladani oleh generasi muda masa kini. Oleh

karena itu perlu ada upaya-upaya serius melestarikannya. Salah satu alternatif,

misalnya, dengan membuka sayembara penulisan naskah cerita tentang

Kolopaking. Pada gilirannya naskah yang menjadi juara dibukukan. Jika

dikemas dengan perwajahan yang menarik pasti akan banyak dibaca oleh anak-

anak.

b. Perlu penggalian fakta-fakta dan data-data sejarah berkait dengan

Kolopaking.

lxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Harus diakui bahwa betapa besar sumbangsih Kolopaking bagi negeri

ini, khususnya Kebumen dan Mataram. Didasarkan pada fakta-fakta yang ada,

paling tidak menurut penuturan para tokoh yang dianggap mengetahui tentang

Kolopaking, maka tidaklah berlebihan kiranya jika Kolopaking diusulkan agar

diakui menjadi salah satu pahlawan agar diakui oleh pemerintah.

Kolopaking memang besar artinya bagi negeri dan bangsa ini, maka

upaya penggalian data sejarah yang lebih akurat. Dengan demikian

kepahlawanan Kolopaking paling tidak diketahui oleh generasi muda Kebumen,

khususnya, dan Indonesia umumnya. Tanpa mengetahui kisahnya, mana

mungkin seseorang akan menghargai jasa-jasanya. Peribahasa mengatakan

bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para

pahlawannya. Tanpa ada data yang akurat , maka perjuangan yang dilakukan

Kolopaking tak pernah diketahui dan dihargai orang. Artinya, kita belum

bisadikatakansebagai bangsa yang besar, karena data tentang salah seorang

pahlawannya tercecer.

c. Pemakaman Kolopaking untuk dijadikan objek wisata sejarah.

Makam Kolopaking sebetulnya termasuk makam yang istimewa, paling

tidak bagi warga Kebumen. Lokasi itu berpotensi untuk dikembangkan menjadi

sebuah objek wisata sejarah. Tentu saja di lokasi itu harus dilengkapi museum.

Museum itu dapat diisi dengan berbagai benda peninggalan Kolopaking mulai

dari yang pertama hingga keempat. Benda-benda itu bisa didapatkan dari

keturunan dan kerabat beliau yang tergabung dalam ”Trah Kolopaking.

lxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Danandjaja, James. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafitti.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Struktur Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Dekdikbut.

Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai Post Modernisasi.
Yogyakarta: Pustaka Jaya.

Koentjaraningrat. 1983. Beberapa Dasar Metode Statistik dan Sampling Dalam Penelitian
Masyarakat Dalam Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Laelasari dan Nurlaela. 2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia.

Moleong, Laxy J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rusda Karya.

Mursal Esten. 1984. Kesustraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.

Panuti Sudjiman. 1992. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Rachmat Djoko Pradopo. 1995. Beberapa Teori Sastra Metode Kritik dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutopo, HB. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar-dasar Teori Praktis. Surakarta: UNS
Press.

Teew, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wasita, Hermawan, Drs. 1992. Pengantar Metode Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.

lxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

LAMPIRAN

CERITA RAKYAT K.R.A.T KOLOPAKING

lxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Raden Kyai Ageng Kertowongso adalah penguasa wilayah Panjer Roma yang merupakan
daerah perdhikan, yaitu daerah otonom dengan dikepalai oleh seorang Demang. Wilayahnya
meliputi Rowo Ambal, Bocor, Petanahan, Puring, Gombong, Karanganyar, Panjer, Kutowinangun,
dan Prembun.
Pada tahun 1677 terjadi pemberontakan di Mataram yang dikomandoi Pangeran
Trunojoyo, seorang pangeran dari Madura. Pasukan pemberontak berhasil merebut ibu kota
Mataram. Raja Mataram, yaitu Sunan Amangkurat Agung I beserta keluarga dan beberapa
pengawalnya meninggalkan istana. Mereka berjalan ke barat. Tempat yang dituju adalah Cirebon
karena wilayah tersebut masih merupakan kekuasaan Mataram.
Pada tanggal 30 Juni 1677 rombongan Sunan Amangkurat Agung I memasuki wilayah
Panjer Roma, yaitu di Rowo Ambal. Beliau dijemput oleh Raden Kyai Ageng Kertowongso dan
langsung dibawa ke Panjer untuk diadakan perjamuan. Pada waktu itu Raden Kyai Ageng
Kertowongso melihat ada yang tidak wajar pada diri Sunan Amangkurat Agung I. Badannya lemas
dan mukanya pucat. Raden Kyai Ageng Kertowongso memastikan bahwa hal itu bukan penyakit
biasa, malainkan karena keracunan. Oleh karena itu Raden Kyai Ageng Kertowongso berinisiatif
mengambil buah kelapa yang telah kering sabutnya ( klapa aking, jawa ) dan airnya diminumkan
kepada Sunan Amangkurat Agung I dengan maksud untuk menawarkan racun di dalam badannya.
Konon beberapa saat kemudian Sunan Amangkurat Agung I muntah-muntah dan racun di
tubuhnya turut keluar. Untuk memulihkan kesehatannya Sunan Amangkurat Agung I beristirahat
beberapa hari di Panjer dibawah pengawasan Raden Kyai Ageng Kertowongso.
Sunan Amangkurat Agung I merasa sangat berterima kasih kepada Raden Kyai Ageng
Kertowongso. Selain telah memberikan penyambutan yang menyenangkan, Raden Kyai Ageng
Kertiowongso juga telah membebaskannya dari keracunan. Atas jasa baiknya itu, maka Sunan
Amangkurat Agung I menganugerahinya pangkat Raden Adipati Tumenggung dan sebuah gelar
Kelapa Aking I yang kemudian disingkat menjadi Kolopaking I. Raden Kyai Ageng Kertowongso
juga diambil menantu oleh Sunan Amangkurat Agung I dinikahkan dengan Raden Ayu Dewi
Mulat.
Pada tanggal 3 Juli 1677 rombongan Sunan Amangkurat Agung I bersama
rombongannya bermaksud melanjutkan perjalanan mereka ke barat. Raden Kyai Ageng
Kertowongso mengantar beliau melalui Bocor, Petanahan, Puring, dan berpisah di Gombong.
Sunan Amangkurat Agung selanjutnya beristirahat di Napudadi. Di sana beliau disambut oleh
Pangeran Adipati Anom (Tedjo Ningrat). Raden Kyai Ageng Kertowongso atau Ki Kertowongso
yang telah mendapat gelar Kanjeng Raden Adipati Tumenggung (K.R.A.T) Kolopaking
memanggil orang-orang kepercayaannya. Beliau berencana menyerbu kedudukan Pangeran
Trunojoyo di Mataram. Beliau kemudian memerintahkan para Adipati untuk mengumpulkan para
pemuda untuk dididik ilmu perang dan ilmu kanuragan. Pusat pelatihan tersebut berada di desa

lxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Karangwono. K.R.A.T Kolopaking I menugasi Ki Demang Margonoyo untuk melayani segala


keperluan untuk kegiatan tersebut, antara lain perlengkapan senjata dan konsumsi.
Desa Karangwono, pusat penggemblengan para pemuda yang semula sepi menjadi
ramai. Dibangunlah beberapa tempat pelayanan masyarakat. Desa itu kemudian diganti namanya
menjadi Kutho Winangun (= kota yang dibangun). Sekarang namanya menjadi Kutowinangun.
K.R.A.T Kolopaking I mengangkat Ki Honggoyudo (anak dari Ki Demang Margonoyo) sebagai
Demang Kutowinangun. Ki Honggoyudo menikah demngan Putri Klegen dan beranak 7 orang.
Salah seorang diantaranya diberi nama Raden Honggoyudo atau yang di kemudian hari lebih
dikenal dengan nama Jaka Sangkrib.
Pada pertengahan tahun tersebut Pangeran Puger dan Senopati Mertoseno dengan
dibantu oleh laskar Panjer Roma dan laskar dari Bagelen menyerbu Mataram. Laskar Panjer Roma
dipimpin oleh Raden Mendingen, anak K.R.A.T Kolopaking I.
Pada saat yang hampir bersamaan, dari sisi yang lain, Pangeran Adipati Anom juga
menyerang Mataram. Pangeran Adipati Anom adalah Raja Mataram yang diakui oleh Pemerintah
Penjajah Belanda. Beliau diberi gelar oleh Pemerintah Penjajah Belanda Amangkurat Amral
(Admiral). Amangkurat Amral menyerang Mataram dengan mendapat bantuan tentara Belanda
dari Semarang.
Pangeran Trunojoyo berhasil diusir dari Mataram. Pangeran Trunojoyo mundur hingga
ke Kediri, namun terus dikejar oleh tentara Amangkurat Amral. Akhirnya Pangeran Trunojoyo
berhasil ditangkap dan dibunuh. Pasukan Panjer Roma tidak ikut dalam pengejaran tersebut,
melainkan tetap berada di ibu kota Mataram. Selanjutnya Pangeran Puger menyerahkan tahta
Mataram kepada Amangkurat Amral. Pemerintah Penjajah Belanda atau yang sering disebut
Kompeni mulai diberri wewenang dan kekuasaan yang lebih luas dalam urusan Kerajaan Mataram.
Prajurit Panjer Roma yang merasa tidak dapat bekerja sama dengan Pemerintah Belanda memilih
meninggalkan ibu kota Mataram dan kembali ke wilayahnya. Setelah bertahta selama 46 tahun
K.R.A.T. Kolopaking I menyerahkan kekuasaan atas Panjer Roma kepada putranya, yaitu Ki
Kertowongso Mendingen. Selanjutnya Ki Kertowongso Mendingen bergelar K.R.A.T. Kolopaking
II.
K.R.A.T. Kolopaking II, pada tahun 1741 merekrut para pemuda untuk dilatih olah
keprajuritan. Tidak sedikit pemuda keturunan Cina yang mengikuti pelatihan tersebut. Setelah
dipandang cukup para pemuda itu dikirim ke Mataram untuk membantu Pangeran Mas Garendi
yang sedang bertempur melawan Penjajah Belanda yang telah terlalu jauh mencampuri dan
mendikte kebijakan dan urusan Kerajaan Mataram. Sunan Pakubuwono II, yang berkuasa di
Mataram pada saat itu dinilai terlalu lemah dan selalu tunduk kepada kehendak Pemerintah
Penjajah Belanda. Pasukan dari Panjer Roma dipimpin oleh R. Sulaiman Kertowongso, anak
sulung K.R.A.T. Kolopaking II.

lxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

R.Sulaiman Kertowongso turut mengenakan pakaian seragam seperti yang dipakai oleh
kebanyakan pemuda Cina. Dalam rombongan tersebut ada seorang gadis yang menyamar sebagai
laki-laki. Di medan pertempuran R. Sulaiman Kertowongso dan gadis Cina yang menyamar
sebagai laki-laki itu sering bahu-mambahu dalam melawan musuh. Oleh karena itu keduanya lalu
bertambah akrab.
Pangeran Mas Garendi berhasil menguasai Keraton Mataram dan Sunan Pakubuwono II
terpaksa lari dan mengungsi ke Ponorogo. Pangeran Garendi yang juga cucu dari Sunan
Amangkurat III diangkat menjadi Raja Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat IV. Beliau
kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Kuning, karena yang mengangkat beliau adalah para
pemuda keturunan Cina yaang berkulit kuning.
Setelah situasi aman, para pemuda Cina itu kembali ke Panjer Roma. Dalam perjalanan
pulang R. Sulaiman Kertowongso banyak bertukar pengalaman dengan gadis Cina yang menyamar
sebagai laki-laki itu dan mengaku bernama Tan Ping. Pada suatu sore, ketika rombongan itu
memutuskan untuk bermalam, R. Sulaiman Kertowongso bermaksud berjalan-jalan menyusuri
bukit. Tanpa disengaja terlihat olehnya Tan Ping membuka topinya. Rambutnya yang panjang
tergerai hingga ke punggung. R. Sulaiman Kertowongso bergemetar kakinya. Tak disangka
pemuda yang akrab dengannya ternyata seorang gadis yang sangat menawan. Untunglah Tan Ping
tak mengetahui hal itu, sehingga sampai di Panjer Roma mereka bergaul sebagaimana biasa.
Pada suatu hari R. Sulaiman Kertowongso berziarah ke makam eyangnya K.R.A.T
Kolopaking I di Desa Kalijirek. Tan Ping diajak serta. Di perjalanan mereka beradu kepandaian
dan kesaktian. Mereka bertaruh, siapapun yang kalah harus mau mengikuti kemauan yang menang.
Setelah bersepakat mereka mulai bertarung hingga sehari penuh. Dalam pertarungan itu R.
Sulaiman Kertowongso berhasil menjamah ikat topi Tan Ping hingga terlepas dan terurailah
rambutnya yang panjang. Tan Ping terperanjat dan menyesal karena kedok penyamarannya
terbuka. Dengan secepat kilat Tan Ping melarikan diri dengan merobohkan beberapa pohon jati
untuk menghalangi langkah R. Sulaiman Kertowongso yang hendak mengejarnya. Sekarang
tempat itu diberi nama Desa Jatimalang. Tan Ping memang tidak terkejar pada waktu itu.
Pemuda Tan Ping sebenarnya bernama Tan Peng Nio. Kelak ia menjadi istri R.
Sulaiman Kertowongso yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi penguasa Panjer Roma
dan bergelar K.R.A.T. Kolopaking III.
Sementara itu Demang Kutowinangun, Ki Honggoyudo mempunyai 7 orang anak, yaitu
(1) Nyai Wirarana, (2) Ki Honggowongso, (3) Nyai Wirawijaya, (4) Nyai Wirawangsa, (5) Ki
Sutajaya, (6) Nyai Suradjaya, dan (7) Ki Djoko Sangkrib. Setelah menginjak usia dewasa Ki
Djoko Sangkrib mengembara ke Mataram. Ki Djoko Sangkrib diterima menjadi abdi di keraton
karena memiliki banyak kelebihan. Selain terampil berolah kanuragan ia juga jujur dan berani
bertanggungjawab. Konon dialah yang diberi tugas untuk mencari tempat di Solo yang banyak
ditumbuhi bunga yang segar dan harum untuk dibangun menjadi Kotapraja Surakarta

lxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hadiningrat.Selanjutnya Ki Djoko Sangkrib diangkat menjadi nayago dan diberi gelar Adipati
Arumbinang I.
Sunan Pakubuwono II diikat oleh suatu perjanjian bahwa untuk pengangkatan seorang
Patih harus mendapatkan persetujuan pihak Pemerintah Penjajah Belanda. Selain itu tanah di
sepanjang pantai utara Jawa, mulai dari Tegal hingga Jawa Timur ke selatan dan seluruh Pulau
Madura boleh disewa atau diminta oleh Pemerintah Penjajah Belanda. Hal inilah yang membuat
Pangeran Mangkubumi berselisih paham dengan Sunan Pakubuwono II. Terjadilah perang
saudara. Dalam hal ini K.R.A.T. Kolopaking II memihak kepada Pangeran Mangkubumi dengan
mengirim pasukan dipimpin oleh R. Sulaiman Kertowongso.
Pada tahun 1749 Sunan Pakubuwono II meninggal. Pemerintah Penjajah Belanda
kemudian mengangkat anak dari Sunan Pakubuwono II dengan diberi gelar Sunan Pakubuwono
III. K.R.A.T. Kolopaking II setelah memerintah selama 28 tahun kemudian mengangkat putranya,
yaitu R. Sulaiman Kertowongso menggantikan kedudukannya dan memberinya gelar K.R.A.T.
Kolopaking III. Pada awal masa pemerintahannya K.R.A.T. Kolopaking III masih banyak
meninggalkan Panjer Roma, karena beliau masih menjadi senopati peerang membantu Pangeran
Mangkubumi hingga tercapainya Perjanjian Giyanti. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa
Mataram dibagi dua, yakni Negara Surakarta Hadiningrat dengan ibukota Surakarta dan Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi kemudian menjadi raja dan bergelar Sultan
Hamengkubuwono I. Setelah itu K.R.A.T. Kolopaking III dapat berkonsentrasi menjalankan
pemerintahannya di Roma. K.R.A.T. Kolopaking III mengutamakan kemajuan di bidang pertanian
dan perdagangan.
Di Keraton Surakarta Hadiningrat Adipati Arumbinang I setelah bertugas selama 33
tahun digantikan oleh anaknya dan diberi gelar Adipati Arumbinang II. Adipati Arumbinang II
beertugas selama 30 tahun dan kemudian digantikan oleh putranya dengan memperoleh gelar
Adipati Arumbinang III. Beliau juga diangkat menjadi Adipati untuk Kadipaten Gunung
Kutowinangun. Sedangkan wilayah Kutowinangun masuk wilayah Kasultanan Ngayogyakarta dan
pemerintahannya dipegang oleh K.R.A.T. Kolopaking III. K.R.A.T. Kolopaking III memegang
pemerintahan selama 58 tahun. Setelah wafat beliau digantikan oleh anaknya yang bernama R.
Kertowongso yang selanjutnya bergelar K.R.A.T. Kolopaking IV. K.R.A.T. Kolopaking IV
berkonsentrasi mengembangkan usaha pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri. Di bawah
pemerintahan K.R.A.T. Kolopaking IV Panjer Roma mengalami zaman keemasan.
Pada bulan Juli 1825 Perang Diponegoro sudah meluas hingga ke daerah Kedu,
Pekalongan, Tegal, Banyumas, dan Bagelen. Pada suatu hari datanglah utusan Pangeran
Diponegoro yang berkedudukan di Ledok ( hulu Sungai Serayu), yaitu Senopati Suro Mataram dan
Adipati Sigaluh ( Ki Kertodrono) ke Panjer Roma.Utusan itu disambut oleh K.R.A.T. Kolopaking
IV, Senopati Gumowidjoyo, Banaspati Djojomenggolo, dan Ki Tjokronegoro (Karang Tengah)
yang kebetulan sedang bertamu di Panjer Roma. Pada malam hari itu juga mereka langsung

lxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengadakan perundingan. Mereka sepakat membantu Pangeran Diponegoro melawan Penjajah


Belanda.
Penjajah Belanda menerapkan politik adu domba. Mereka melibatkan Pasukan
Mangkunegoro, Kasunanan Pakubuwono Surakarta, dan Pasukan Keraton Ngayogyakarta di
bawah pimpinan Pangeran Murdaningrat, Pangeran Panular, Pengeran Hadiwinoto, dan Pangeran
Hadiwijoyo. K.R.A.T. Kolopaking IV diberi tugas menyediakan logistik dan perlengkapan senjata.
Sebagian prajurit Panjer Roma dipimpin oleh Senopati Gomowijoyo berperang melawan pasukan
Penjajah Belanda di daerah Banjarnegara dan meluas hingga ke Banyumas. Pertempuran besar
terjadi di Purworejo Klampok. Pasukan Belanda mundur dan bersembunyi di Benteng Sokawara.
Pangeran Diponegoro bersama prajurit Panjer Roma menunggu sambil beristirahat di Somagede.
Senopati Gomowijoyo dan Ki Kertodrono berembug tentang strategi peperangan. Tanpa disangka-
sangka mereka diserang dari arah utara dan timur. Pasukan Belanda dipimpin oleh Mayor Biskus
dan Magilis. Pasukan Pangeran Diponegoro terpaksa mundur ke selatan. Mereka berjalan melalui
lereng dan lembah pegunungan sambil melakukan konsolidasi dengan pasukan yang terpencar. Di
pihak lain, Bala bantuan tentara Penjajah Belanda berdatangan dari Surakarta dan Batavia (Jakarta)
dengan persenjataan modern. Mereka lalu mendesak pasukan Pangeran Diponegoro yang dibantu
pasukan dari Panjer Roma hingga ke kabupaten Sigaluh. Di situ pasukan Pangeran Diponegoro
mengadakan perlawanan mati-matian hingga sebulan lamanya.
Api peperangan berkobar di mana-mana di Pulau Jawa bagian tengah. Kedua belah pihak
mengalami banyak kerugian jiwa dan material. Belanda lalu mengggunakan strategi lain, yaitu
membujuk para pejabat dengan hadiah-hadiah yang jumlahnya banyak dan juga jabatan-jabatan
yang menggiurkan. Tidak sedikit pejabat-pejabat yang tergiur dan menuruti ajakan Belanda.
Akhirnya perang saudara berkecamuk di berbagai tempat. Ini adalah bagian dari politik adu domba
yang diterapkan oleh Belanda. Sayang hal itu tidak disadari oleh pejabat-pejabat yang haus harta
dan pangkat.
Pada bulan November 1828 Pangeran Diponegoro hampir tertangkap di Lobangadung
setelah jatuh sakit beberapa hari. Untunglah ia masih diselamatkan oleh Tuhan. Selanjutnya beliau
berangkat ke Panjer Roma untuk menemui K.R.A.T. Kolopaking IV dan para pemimpin prajurit
Panjer Roma. Di Perjalanan Pangeran Diponegoro dan Raden Basah Mertonegoro bersama dengan
para pengiringnya mendapat serangan mendadak dari paasaukan Belanda. Pangeran Diponegoro
dan para pengikutnya turun dari kuda masing-masing dan bersembunyi dalam jurang. Pasukan
Belanda tidak berhasil menemukan mereka.
Pangeran Diponegoro sampai di Panjer Roma disambut oleh K.R.A.T. Kolopaking IV.
Kemudian Pangeran Diponegoro mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin prajurit di
antaranya Senopati Gomowijoyo, Banaspati Djoyomenggolo, dan Penasihat Endang Kertowongso.
Ketika berada di Panjer Roma sakit Pangeran Diponegoro kambuh, sehingga beliau harus
beristirahat beberapa hari. Setelah sembuh barulah beliau berangkat ke Dekso melalui hutan Laban

lxxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan Desa Sebodo. K.R.A.T. Kolopaking IV terus mengirimkan peralatan perang dan logistik bahan
pangan dari Panjer Roma melalui Kaliwero, Tunggoro, Sadang, Tuk Pitu, Kutowaringin, ke
Sigaluh dan Mandireja. Di Panjer Roma, pasukan Pangeran Diponegoro yang dipimpin oleh
Sanopati Suro Mataram berhasil mengambil alih Kadipaten Kutowinangun. Arumbinang III selaku
penguasa Kadipaten Kutowinangun ditawan. Atas saran K.R.A.T. Kolopaking IV, Arumbinang III
dibebaskan karena usianya yang telah uzur. Selanjutnya Arumbinang III dipulangkan ke
Kasunanan Surakarta.
Pada saat mengikuti perundingan ( 28 Maret 1830) Pengeran Diponegoro ditangkap oleh
Penjajah Belanda. Beberapa hari kemudian para pengikut Pangeran Diponegoro juga ditangkap. Di
antaranya adalah Sunan Pakubuwono VI yang secara diam-diam membantu perjuangan Pangeran
Diponegoro.Sunan Pakubuwono VI dibuang ke Ambon. Sebagai penguasa Kasunanan Surakarta
diangkatlah Pangeran Purboyo yang kemudian diberi gelar Sunan Pakubuwono VII.. Kedatangan
Arumbinang III di Kesunanan Surakarta disambut dingin, karena gagal mempertahankan
Kadipaten Kutowinangun. Belanda dan Sunan Pakubuwono VII marah. Seketika itu juga
jabatannya selaku Adipati dicabut dan diserahkan kepada anaknya yang kemudian diberi Gelar
Adipati Arumbinang IV.
Kadipaten Sigaluh diserang oleh pasukan Belanda dari arah barat. Prajurit Sigaluh dengan
dibantu pasukan Pangeran Diponegoro dan pasukan dari Panjer Roma mengadakan perlawanan.
Perang seru berlangsung hingga dua bulan. Karena unggul dalam peralatan perang pasukan
Belanda berhasil memaksa lawannya mundur. Pasukan Pangeran Diponegoro, pasukan Si Galuh,
dan dari Panjer Roma bertahan di pegunungan. Sementara itu bala bantuan tentara Belanda
berdatangan. Mereka kemudian menggempur daerah Buntu. Karena persenjataan yang tidak
seimbang, maka perlawanan terhadap pasukan Belanda dilakukan secara bergerilya. Selama
beberapa bulan kedua belah pihak saling serang. Garis depan pertempuran secara silih berganti
dikuasai oleh kedua belah pihak. Sekarang daerah itu diberi nama Sumpiuh (sampyuh= jawa).
Bala bantuan pasukan Belanda terus didatangkan dengan dilengkapi persenjataan yang lengkap.
Kali ini bantuan itu datang dari Batavia (Jakarta). Prajurit Panjer Roma yang berkedudukan di
Gunung Ijo digempur oleh pasukan Belanda hingga tercerai-berai. Prajurit Panjer Roma mundur.
Mereka lalu bertahan di gua yang banyak terdapat daerah Rowokele, Ayah, dan Buayan. Setelah
Pangeran Diponegoro tertangkap, perlawanan terhadap Belanda terus berkobar, namun tidak
sekuat dahulu. Apalagi banyak pimpinan lainnya yang juga ditangkap dan ditawan. Sekarang
Panjer Romalah sebagai benteng terakhir pasukan Pangeran Diponegoro. Adipati Arumbinang IV
diangkat menjadi Senopati Perang pasukan Surakarta. Dengan dibantu pasukan Belanda mereka
bergerak menuju Panjer Roma. Pasukan Belanda dari Semarang juga datang. Pasukan Arumbinang
menyerang Panjer Roma dari arah timur. Terjadilah pertempuran sengit di daerah rawa-rawa.
Pasukan Panjer Roma yang dipimpin oleh Ki Djoyo Lurik kewalahan menghadapai mereka.

lxxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Akhirnya daerah Rawa berhasil diduduki oleh Arumbinang IV. Prajurit Panjer Roma mundur ke
Ambal.
Di Kadipaten Kutowinangun Senopati Suro Mataram menyerahkan jabatan senopati
diserahkan kepada K.R.A.T Kolopaking IV. Pertahanan parajurit Panjer Roma di Ijo dan
Rowokele bobol diserbu oleh pasukan Belanda. Prajurit Panjer Roma mundur untuk menghindari
perang berhadap-hadapan. Pasukan Panjer Roma mundur ke Sikayu dan Rowokele. Sebagian yang
lain mundur ke Sempor dan akhirnya bertahan di Grenggeng. Di sini pasukan yang dipimpin oleh
Senopati Gomowijoyo berhasil menyergap pasukan Belanda yang sedang menyeberangi Sungai
Kemit dan memaksa mereka mundur. Banyak pasukan Belanda yang terbunuh dalam penyergapan
tersebut.
Di bagian timur pasukan Adipati Arumbinang IV yang dibantu oleh pasukan Belanda di
bawah pimpinan Mayor Van Royen menggempur parjurit Panjer Roma yang dipimpin oleh Ki
Demang Djoyo Lurik. Ki Demang Djoyo Lurik gugur di medan pertempuran. Pasukan Adipati
Arumbinang IV berhasil mengobrak-abrik prajurit Panjer Roma yang akhirnya mundur ke
Kutowinangun. Kedudukan prajurit Panjer Roma mendapat serangan dari berbagai penjuru.
Mereka terus menjalankan perang gerilya. Akhirnya Senopati Gomowijoyo memerintahkan agar
semua kekuatan dikonsentrasikan ke Bocor dan sebagian bertahan di sepanjang Sengai Lukulo.
Pasukan Belanda dibawah pimpinan Mayor Magelis dan Mayor Biskus terus mendesak prajurit
Panjer Roma hingga ke Sungai Lukulo. Dari arah timur pasukan Kasunanan Surakarta yang
dipimpin oleh Adipati Arumbinang IV dan dibantu oleh pasukan Belanda terus bergerak maju.
Jebakan-jebakan berupa lubang-lubang, jala, dan panah, meskipun dapat menghambat
pergerakannya namun akhirnya dapat dilewati. Barak-barak dan lumbung-lumbung tempat
penyimpanan bahan makanan dibakar. Orang-orang yang setia membantu K.R.A.T. Kolopaking
IV ditangkap dan disiksa. Kadipaten Kutowinangun akhirnya jatuh ke tangan Adipati Arumbinang
IV. Prajurit Panjer Roma membuat pertahanan di daerah-daerah Wonosari, Buluspesantren, Sruni,
Selang, Kedawung, Sruweng, Karangpule, Kebagoran, dan Panjer Roma. Perlengkapan sejata
mereka berupa tombak, tolop beracun, lembing, dan pedang atau parang. Mereka akan mati-matian
mempertahankan Panjer Roma.
Pasukan gabungan antara Pasukan Kasunanan Surakarta dengan pasukan Belanda mulai
melakukan gempuran lagi terhadap Panjer Roma. Satu persatu daerah pertahanan Panjer Roma
dijatuhkan. Gempuran tersebut juga mereka lakukan dari arah barat. Akhirnya Panjer Roma
dikepung dari berbagai arah. Selanjutnya pertempuran sengit terjadi hingga beberapa minggu.
Suatu hari Adipati Arumbinang IV berhadapan langsung dengan K.R.A.T. Kolopaking
IV. Terjadilah pertarungan satu lawan satu lahan sawah si Kenceng. Lokasinya sekarang di
sebelah timur Stadion Candradimuka. Keduanya memiliki kesaktian yang luar biasa. Oleh karena
itu pertarungan berjalan dengan sangat seru. Pada suatu kesempatan Adipati Arumbinang IV
berhasil melukai lengan K.R.A.T. Kolopaking IV sehingga mengucurkan darah. Anehnya kucuran

lxxxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

darah dari lengan K.R.A.T. Kolopaking IV setelah menyentuh tanah berubah menjadi ular. Ular-
ular tersebut kemudian secara bersama-sama menyerang Adipati Arumbinang IV. Adipati
Arumbinang IV cepat-cepat menyingkir. K.R.A.T. Kolopaking IV kondisinya terus memburuk
karena darah terus mengucur dari lukanya. Pada saat sudah tidak berdaya akhirnya ia berhasil
ditawan oleh pasukan Belanda dan akhirnya meninggal. Sawah Si Kenceng hingga sekitar tahun
1990-an masih terkenal angker. Sebuah rumah di sudut sawah Si Kenceng hanya dihuni beberapa
minggu sejak selesai dibangun. Konon penghuninya sering diganggu oleh ular-ular jadi-jadian. Di
bawah tudung saji tanpa diketahui dari mana masuknya ternyata ada ular. Di lemari pakaian juga
ada ular. Di bak mandi juga sering terlihat ada ular. Akhirnya rumah itu tak pernah dihuni dan
rusak dengan sendirinya. Hingga sekarang (tahun 2009) pondasi rumah itu masih dapat kita
saksikan.

Interview Guide

Penelitian Mengenai Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking

lxxxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Di Desa Kalijirek, Kecematan Kebumen, Kabupaten Kebumen

Jawa Tengah

Pertanyaan kepada: Berprofesi Penulis, Guru, P dan K dan Dinas Pariwisata

Nama :

Tahun : Usia:

Alamat:

1. Siapakah sebenarnya tokoh Kolopaking itu?

2. Bagaimana hubungan antara Kolopaking dengan Arumbinang?

3. Mengapa cerita Kolopaking kurang dikenal oleh masyarakat?

4. Apakah cerita Kolopaking mengandung nilai-nilai yang baik diwariskan untuk

generasi muda?

5. Apa sajakah jasa-jasa Kolopaking bagi Kebumen khusunya dan Indonesia

umumnya?

6. Apakah ada upaya-upaya menyebarluaskan cerita Kolopaking?

7. Mengapa sejarah Kolopaking belum dijadikan bahan ajar di SD sebagai muatan

lokal?

Interview Guide

Penelitian Mengenai Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking

Di Desa Kalijirek, Kecematan Kebumen, Kabupaten Kebumen

Jawa Tengah

Pertanyaan kepada: Kepala Desa dan Perangkat Desa

Nama :

Tahun : Usia:

lxxxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Alamat:

1. Siapakah sebenarnya tokoh Kolopaking itu?

2. Bagaimana hubungan antara Kolopaking dengan Arumbinang?

3. Mengapa cerita Kolopaking kurang dikenal oleh masyarakat?

4. Apakah belum ada rencana untuk mengelola Makam Kolopaking sebagai tempat

tujuan wisata sejarah?

5. Apa sajakah kendalanya?

6. Menurut Bapak apakah nilai-nilai luhur dalam cerita Kolopaking pantas untuk

diwariskan kepada generasoi muda?

7. Tindakan apakah yang sudah pernah Bapak lakukan guna melestarikan cerita

Kolopaking?

Interview Guide

Penelitian Mengenai Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking

Di Desa Kalijirek, Kecematan Kebumen, Kabupaten Kebumen

Jawa Tengah

Pertanyaan kepada: Juru Kunci Makam

Nama :

Tahun : Usia:

Alamat:

1. Sudah berapa tahun Anda diberi tugas sebagai Juru Kunci Makam?

2. Adakah hal-hal aneh yang Bapak alami atau saksikan selama menjadi Juru Kunci?

3. Kapankah makam itu ramai dikunjungi peziarah?

lxxxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Siapa sajakah yang biasanya datang berziarah ke makam itu?

5. Jenazah siapa sajakah yang dimakamkan di pemakaman itu?

6. Selain menjaga makam apakah Bapak merawat benda-benda peninggalan

Kolopaking, seperti pakaian kebesaran, senjata, atau yang lainnya?

7. Mohon kesediaan Bapak menceritakan kepada saya kisah perjuangan Kolopaking!

Interview Guide

Penelitian Mengenai Cerita Rakyat K.R.A.T. Kolopaking

Di Desa Kalijirek, Kecematan Kebumen, Kabupaten Kebumen

Jawa Tengah

Pertanyaan kepada: Para Peziarah

Nama :

Tahun : Usia:

Alamat:

1. Bagaimanakah isi Cerita Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking?

2. Menurut bapak apakah nilai-nili luhur dalam cerita Tumenggung Kolopaking pantas

diwariskan untuk generasi muda?

3. Tradisi apakah yang masih hingga sekarang dilaksanakan oleh masyarakat?

4. Benda-benda apa saja yang masih dapat dikenang oleh masyarakat?

5. adakah hari khusus menurut kepercayaan pengunjung?

6. mengapa cerita Tumenggung Kolopaking kurang dikenal masyarakat?

7. Apakah ada kekuatan magis atau kepercayaan masyarakat mengenai keberadaan

peninggalan petilasan Tumenggung Kolopaking?

8. Apakah upaya pemerintah daerah memajukan obyek wisata ini?

lxxxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PEMBERI INFORMASI


(INFORMAN)

1. Siswa Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah


1. Muhammad Soleh L Kelas V
2. Dias Pratama L Kelas V
3. Kukuh Tejo Mukti L Kelas VI
4. Nuril Anwar L Kelas VI
5. Akhmad Fadilah L Kelas VI

2. Siswa Sekolah Menegah Pertama/ Madrasah Tsnawiyah


1. Atiek Nurkhasanah (P) Kls. VIII SMP Negeri 1 Kebumen
2. Desti Pratiwi (P) Kls. VII SMP Muhammadiyah 1
3. Akhmad Lutfi Hakim (L) Kls. IX SMP Negeri 7 Kebumen
4. Fajar Mahargyono (L) Kls. VIII MTsN Kebumen
5. Muhammad Rizki Fauzi (L) Kls. VII MTsN Kebumen

3. Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah dan Mahasiswa


1. Syarief H (L) Kls. X SMA Negeri 2 Kebumen
2. Tri Uji Rahayu (P) Kls. XII SMA Muhammadiyah
3. Rakhmat W (L) Kls. X MAN 1 Kebumen
4. Rizqi Habibie (L) Kls. XII MAN 1 Kebumen
5. Khisnatul M (P) Kls. XII SMA Muhammadiyah

4. Guru-guru dan Kepala SD Kalijirek


1. Niken Suwardani,S.Pd (P) 43 tahun Kepala Sekolah
2. Imam Supardi HS (L) 58 tahun Guru Kelas II
3. Hj. Suripah (P) 56 tahun Guru Kelas I
4. Sri Sumyati, A.Ma.Pd (P) 49 tahun Guru Kelas IV
5. H. Dalilan, S.Pd (L) 56 tahun Guru Agama Islam
6. Musiyati, A.Ma.Pd (P) 42 tahun Guru Kelas V
7. Sri Mumi, A.Ma (P) 40 tahun Guru Kelas VI
8. Khanifah Hermawati,S.Pd (P) 30 tahun Guru Kelas III
9. Siti Nurul Khikmah (P) 27 tahun Guru Penjaskes
10.Moh Sobirin (L) 40 tahun Penjaga Sekolah

lxxxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Kepala Desa dan Perangkat Desa Kalijirek


1. Akhmad Miftahudin (L) 28 tahun Kepala Desa
2. M. Muchtarom (L) 52 tahun Kadus I
3. M. Tarman (L) 35 tahun Kadus II
4. Makhludin (L) 49 tahun Kaur Pemerintahan
5. M. Badri (L) 40 tahun Kaur Pembangunan
6. M. Nasir (L) 38 tahun Kaur Keuangan
7. N. Kholis (L) 40 tahun Kaur Kesra

6. Informan Lainnya
1. Sardjoko (L) 60 tahun Pensiunan Penilik
2. Sugeng Riyadi,S.Pd (L) 46 tahun Guru/Penulis
3. Sudibyo (L) 56 tahun Dinas Pariwisata Kebumen
4. Sadiyo (L) 49 tahun Pensiunan Dinas P dan K
5. Mulyadi (L) 51 tahun Juru Kunci Makam

DATA-DATA PENELITIAN

1. Pernahkan Anda mendengar Cerita Kolopaking?

a. Pernah SD= 3 SMP=2 SMA/MHS=3

b. Tidak SD= 7 SMP=8 SMA/MHS=7

2. Dari siapa Anda mendengar Cerita Kolopaking?

a. Orang tua SD=1 SMP=1 SMA/MHS=1

lxxxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Guru SD=1 SMP=0 SMA/MHS=1

c. Bacaan SD=0 SMP=0 SMA/MHS=0

d. Lainnya SD=1 SMP=1 SMA/MHS=1

3. Apakah Anda bersedia menceritakan Cerita Kolopaking?

a. Tidak SD=2 SMP=2 SMA/MHS=2

b. Bersedia SD=1 SMP=0 SMA/MHS=1

4. Jika Anda tidak bersedia menceritakannya apakah alasan Anda?

a. Tidak tahu SD=1 SMP=2 SMA/MHS=0

b. Ragu-ragu SD=1 SMP=0 SMA/MHS=2

c. Alasan lain SD=0 SMP=0 SMA/MHS=0

5. Pernahkan Anda masuk ke areal Makam Kolopaking?

a. Pernah SD=0 SMP=0 SMA/MHS=0

b. Tidak SD=10 SMP=10 SMA/MHS=10

6. Jika belum pernah masuk Makam Kolopaking apakah Alasan Anda?

a. Takut SD=10 SMP=3 SMA/MHS=4

b. Tidak ada perlu SD=0 SMP=5 SMA/MHS=5

c. Alasan lain SD=0 SMP=2 SMA/MHS=1

7. Apakah Anda ingin mengetahui Cerita Kolopaking?

a. Ya SD=8 SMP=6 SMA/MHS=4

b. Ragu-ragu SD=2 SMP=1 SMA/MHS=3

c. Tidak SD=0 SMP=3 SMA/MHS=3

lxxxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PEMBERI INFORMASI

(INFORMAN)

1. Sardjoko, lahir di Klaten 4 Agustus 1949, anak kelima dari seorang dalang di

Dukuh Corocanan ( 4 kilometer utara Prambanan), Desa Saladiran, Kecamatan

Manisrenggo, Kabupaten Klaten. Sejak pindah ke Kebumen, 1 Mei 1971, ia aktif

melatih seni tari dan karawitan di berbagai tempat di wilayah kebumen. Pada 1

Maret 1976 namanya tercatat sebagai salah seorang staf di Seksi Kebudayaan

Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kebumen. Mulai

Juli 1986 dia diangkat menjadi Penilik Kebudayaan di Kantor Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Alian hingga masa pensiunnya. Selain

kegiatan tersebut di atas, Sardjoko juga aktif mencipta tari dan lagu-lagu

(gendhing) yang diiringi alat musik gamelan. Beberapa karya tari dan lagu-

lagunya adalah:

a. Sedratari Jaka Sangkrib

b. Dramatari Menakjinggo Lena

c. Dramatari Kabut Wirata

xc
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Dramatari Ngundhuh Sarang Burung Lawet

e. Tari Wajib Belajar 9 Tahun

f. Gendhing Kebumen Binuka

g. Gendhing Wajib Belajar 9 Tahun

h. Gendhing Gebyar Warna Kuning

i. Gendhing HUT PGRI

j. Gendhing HUT Golkar

k. Gendhing Lawet Aneba

Di antara tari-tari dan gendhing-gendhing di atas dalam penciptaannya memerlukan

dukungan pengetahuan tentang sejarah Kebumen, misalnya Sendratari Jaka Sangkrib dan

Gendhing Kebumen Binuka. Oleh karena itu sejak lama ia telah menggali dan

mengumpulkan berbagai informasi sejarah tentang Kebumen dari berbagai sumber,

termasuk di dalamnya kisah tentang Kolopaking. Selain itu sejarah lokal (dalam hal ini

Kebumen) memang menjadi salah satu bidang garapannya selaku Penilik Kebudayaan.

Sardjoko memaparkan, bahwa dalam kisah tentang Kolopaking terdapat banyak

sekali nilai luhur yang sebaiknya diteladani oleh generasi masa kini. Nilai-nilai luhur itu

antara lain sikap andhap asor, aja dumeh, jujur, suka bekerja keras, cinta tanah air atau

patriotisme (handarbeni hangrungkebi), mengormati, dan masih banyak lagi lainnya.

Sardjoko mengakui, bahwa dalam rangka memasyarakatkan kisah tentang

Kolopaking masih menghadapi kendala. Pada masa lalu kendalanya adalah perasaan

ewuh pakewuh. Sebagaimana telah diketahui bahwa setelah Kolopaking surut, tampuk

kekuasaan di Kebumen dipegang oleh Arumbinang yang berseteru dengan Kolopaking.

Tidak etis rasanya bagi orang-orang yang hidup pada waktu itu menceritakan kebaikan

Kolopaking di hadapan Arumbinang. Akibatnya kisah tentang Kolopaking bagai

terkubur, apalagi beberapa pengganti penguasa Kebumen berikutnya masih merupakan

Trah Arumbinang.

xci
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sebagai fakta sejarah Sardjoko berpendapat bahwa kisah Kolopaking baik untuk

dimasyarakatkan. Tidak ada masalah. Paparkan saja seperti apa adanya. Masyarakat

sekarang sudah dewasa.

2. Sugeng Riyadi,S.Pd, lahir di Kalirancang, Alian, Kebumen pada 27 Maret 1963.

Sejak menjadi guru, 1 April 1983 aktif mengikuti berbagai lomba dan sayembara

menulis naskah buku bacaan dan pengayaan, terutama yang diselenggarakan

oleh Pusat Perbukuan, Depdiknas Jakarta. Hingga tahun 2006 telah lima kali

juara di Tingkat Pusat. Selain itu ia pernah menjuarai Lomba Menulis yang

diselenggarakan oleh majalah Bobo.

Beberapa buku tulisannya telah diterbitkan oleh penerbit-penerbit

Jakarta(Depdiknas, PT Margi Wahyu, Intimedia) , Bandung (Rosda Karya),

Yogyakarta (Adi Cita), dan Surakarta (Tiga Serangkai). Buku-bukunya yang

berkait dengan Kebumen, antara lain Kebumen pada Masa Perang Kemerdekaan

(1949-1950), Kebumen Beriman, dan Jakasura.

Pendapatnya mengenai Kisah Kolopaking tak berbeda jauh dari

Sardjoko. Ia membenarkan bahwa banyak nilai luhur yang terkandung dalam

kisah Kolopaking yang pantas diwariskan kepada generasi muda sekarang. Ia

juga setuju jika Kisah Kolopaking diungkap secara terbuka dan jujur. Sugeng

Riyadi sendiri menulis tentang Jaka Sangkrib (yang kemudian menjadi

Arumbinang I) dengan judul Jakasura berbentuk buku bergambar yang bagus

dibaca oleh anak-anak kelas I-III. Menurutnya, dari kisah seseorang ada nilai-nilai

positif yang bisa dijadikan pelajaran, tentu saja termasuk kisah hidup

Kolopaking.

DATA INFORMAN

xcii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Nama :
Jabatan :
Usia :

1. Ceritanya begini, saat Sunan Amangkurat Agung I pemimpin kerajaan Mataram sedang

mengadakan perjalanan bersama pengawalnya kewilayah Roma beliau di jemput oleh Kyai

AgengKertowongso, atau nama lain dari Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking 1,

beliau bersamasama akan mengadakan pertemuan. Di lihatnya Raja Agung Mataram, nampak

sangat pucat seperti orang yang sedang sakit, kemudian Raden Kolopaking berinisiatif untuk

mengambilkan sebuah penawar racun yaitu buah pohon kelapa yang sudah kering istilah Jawa

adalah Aking atau Garing. Setelah airnya diminum Raja Agung, wajah beliau nampak lebih

terlihat sehat dan racun di dalam tubuhnya dapat keluar. Raja Agung sangat berterima kasih

dan memberikan gelar Kyai Ageng Kertowongso Raden Kolopaking I dan dinikahkan dengan

Raden Ayu Mulat setelah menikah Raden Kolopaking bersama mertuanya melanjutkan

perjalanan kewilayah barat, mereka berencana akan menyerbu pasukan Trunojoyo di

Mataram. Setelah terjadi peperangan di kutowinangun Raden Kolopaking mengangkat

seorang putera dari Demang Kutowinangun dan dinikahkan dengan putri Klegen.

Selama bertahta kurang lebih 46 tahun Raden Kolopaking I menyerahkan tahtanya kepada

putranya Ki Kertowongso Mendingen dan di juluki sebagai Raden Kolopaking II untuk

memimpin kekuasaan Panjer Roma. Setelah berkuasa kurang lebih 28 tahun, Raden

Kolopaking II menyerahkan kekuasaannya kepada putranya yang bernama Raden Sulaiman

Kertowongso dan mendapatkan gelar Raden Kolopaking III disini ia membantu Pangeran

Mangkubumi untuk menciptakan Perjajian Giyanti, isinya tidak lain adalah membagi wilayah

Mataram menjadi 2, yakni Surakarta Hadiningrat beribu Kota di Solo sedangkan Kraton

Ngayogyokarto berada di Yogyakarta, setelah berkuasa kurang lebih 58 tahun sesampai

wafatnya Raden Kolopaking III diganti putranya Raden Kolopaking IV dan seterusnya.

xciii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Ya pasti, soalnya mengandung petuah-petuah yang dapat memberikan contoh positif bagi

anak-anak sekarang untuk senantiasa berbuat baik, diantaranya saling menolong sesama,

berjiwa kepahlawanan membela yang benar karena terdapat jiwa patriotismenya.

3. Tradisi biasanya mengadakan slametan pembacaan doa-doa, seperti tahlilan, yasinan berdoa

agar diberikan keselamatan di dalam keluarganya maupun penduduk setempat agar aman

terhindar dari mara bahaya.

4. Benda-benda diantaranya ada lemari ukir dan meja ukir, adapun petilasan Raden Kolopaking

sendiri yang masih sampai sekarang.

5. Hari khusus bagi pengunjung ngga ada, tapi biasanya pengunjung yang datang ke Makam

Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking adalah rewah menjelang puasa.

6. Ya, bukannya dikenal tapi generasi sekarang itu paling males mendengar cerita Raden

Kolopaking ini bagi Masyarakat Desa sini tidak asing lagi, tapi yang namanya lupa-lupa ingat

gitu.

7. Kepercayaan gaib itu sih tergantung manusia ada yang percaya dan ada yang tidak percaya,

tetapi ada kejadian yang sangat di takuti oleh masyarakat jika mendirikan bangunan rumah di

sawah sikenceng rumah itu akan di jadikan sebagai sarang ular dan apabila oarang yang lagi

kerja di sawah sikenceng tersebut melebihi batas waktu akan di ganggu ular itu masih terjadi

sampai sekarang.

8. Upaya pemerintah saya berharap dari Dinas Pariwisata untuk membangun obyek wisata

ziarah tersebut, dengan memberikan fasilitas-fasilitas yang memadahi.

xciv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Nama :
Jabatan :
usia :

1. Cerita Kolopaking itu, nama aslinya Raden Kyai Kertowongso pemimpin wilayah Panjer

Roma, pada awalnya berebut kekuasaan wilayah kekuasaan Mataram yang pada waktu itu

masih dipimpin oleh Sunan Agung Amangkurat I, nah pada waktu pemimpin Mataram

memasuki wilayah Panjer Roma tidak terjadi permusuhan melainkan Raja Mataram disambut

dengan lapang dada diadakan perjamuan, diobatinya Raja Mataram yang kelelahan habis

perjalanan dengan air kelapa tua (degan tua). Setelah sembuh Raden Kolopaking diambil

menantu dan dijadikan pemimpin pasukan perang setelah sekian lama bertahta Raden

Kolopaking merasa sudah tidak sanggup lagi untuk memipin dan akhirnya digantikan

puteranya dan di beri gelar Raden Ageng Kolopaking II, hingga seterusnya. Munculah

perjanjian giyanti yang isinya diantaranya adalah membagi dua wilayah Kraton Kasunanan

Surakarta yang di pimpin oleh Paku Buwono, sedangkan Kraton wilayah Yogyakarta yang

dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono. Pada masa pemerintahan Kolopaking IV terjadi

perebutan kekuasaan dengan pangeran Diponegoro dan Belanda.

2. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita sangat baik jika diterangkan kepada generasi muda

karena mengandung perbelajaran buat kita semua, jadi pada intinya Raden Kolopaking sangat

tangguh tidak takut musuh.

3. Tradisi ziarah berupa tahlilan dan berdoa di makam Raden Kolopaking paling begitu.

4. Benda-benda yang masih ada berupa bangunan rumah yang konon banyak dihuni ular-ular

konon cerita zaman dahulu dan hingga sampai sekarang.

xcv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Tidak ada hari khusus buat para pengunjung karena peziarah yang berdatangan tidak pasti

tergantung keperluan para peziarah yang datang ke makam Raden Kolopaking tersebut.

6. Kurang di kenalnya masyarakat karena masyarakat tidak memperdulikan cerita akan tetapi

lebih kerealisasi contohnya meskipun tidak tau cerita aslinya namun mereka tetap ingin

menghormati Raden Kolopaking dengan ziarah misalnya.

7. Kekuatan magis itu ada di masing-masing jiwa, kalau kita tidak percaya ternyata nyatanya juga

ada hal-hal gaib, hal begitulah yang bisa dikatakan magis.

8. Upaya pemerintah khususnya Dinas Pariwisata sudah berusaha semaksimal mungkin untuk

memperbaharui kondisi makamnya dan mendokumentasi ceritanya dalam bentuk buku-buku

yang saat ini sudah mulai kami realis buat generasi mendatang.

Nama :
Jabatan :
Usia :

1. Raden Kolopaking menika pemimpin kerajaan saking Panjer Roma (Raden Kolopaking itu

pemimpin kerajan dari Panjer Roma). Pada mulanya Kebumen dahulubernama Panjer Roma

sempat terjadi kekacauan pada saat terjadi pertempuran di wilayah Mataram yang pada saat itu

dipimpin oleh Amangkurat I, ia bertanding dengan Trunojoyo yang dari Madura, tetapi setelah

Trunojoyo berhasil menduduki kekuasaan Mataram hanya sebentar kemudian tumbang dan

dihukum yang berat. Dilihatnya Sunan Amangkurat oleh Raden Kolopaking sangat kecapaian

ia diduga sudah keracunan, akhirnya diberi penawar oleh Raden Kolopaking hingga kemudian

xcvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Raden Kolopaking diberi kepercayaan untuk memimpin tahta kerajaan hingga ke 3

keturunannya di beri jabatan untuk memimpin pertempuran. Maaf mas saya tidak bisa

menceritakan semua karena tidak begitu paham.

2. Sangat pantas sekali, apalagi jiwa kepahlawannanya patut di contoh untuk para generasi muda,

tetapi jangan sampai generasi muda jadi sok pahlawan untuk tidak yang berguna, jadilah

pahlawan yang membela kebenaran bagi bangsa dan negara ini.

3. Tradisi yang ada pada makam Raden Kolopaking hanyalah berupa slametan, tahlilan dan hanya

berziarah biasa dengan doa-doa.

4. Benda-benda peninggalan hanyalah berupa makam, benda-benda antik yang berupa lemari ukir,

meja ukir setahu saya cuma itu.

5. Hari khusus buat peziarah sebenarnya tidak ada karena tergantung keperluan para peziarah,

tetapi paling banyak peziarah yang berdatangan pada waktu rewah mendekati puasa.

6. Kurang dikenal kayaknya ga juga karena masyarakat dan anak-anak za yang tidak mau

memahami cerita rakyat Raden Kolopaking tersebut, padahal sebenarnya ceritanya bagus

banget buat anak-anak atau generasi muda karena terdapat nilai-nilai yang sangat patut di

contoh atau sebagai syuri tauladan.

7. Kekutan magis ada sebagian masyarakat yang percaya dan ada yang tidak akan tetapi saya

sendiri percaya dikarenakan dah terbuktinya dengan adanya ular-ular yang berdatangan di

daerah sawah sikenceng tempat terjadinya perkelahian antara Kolopaking dengan Arumbinang,

untuk memperebutkan daerah kekuasaan Panjer Roma.

8. saya berharap bagi Dinas Pariwisata agar jalan menuju loksi makam di perlebar dan area makam

yang sudah hancur dan berantakan agar segera di perbaiki buat kenyamanan para peziarah dan

pengujung yang berdatangan.

xcvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Nama :
Jabatan :
Usia :

1. Saya diberi kepercayaan sebagai juru kunci atau yang menangani area makam K.R.A.T.

Kolopaking sudah hampir 1 tahun 4 bulan sampai sekarang.

2. Hal-hal yang aneh selama saya manjadi juru kunci tidak ada masalah dan selama itu juga saya

tidak pernah di ganggu dan tidak pernah terjadi pada diri saya pribadi dan keluarga.

3. Para peziarah yang banyak berdatangan sebenarnya tidak pasti karena tergantung keperluan

peziarah yang datang, akan tetapi peziarah yang banyak berdatangan yakni rewah mendekati

bulan puasa dan hari jadi kota Kebumen biasanya yang datang Bupati Kebumen beserta

rombongannya yang akan mengadakan tahlilan dan membaca doa-doa, yaitu pada tanggal 31

desember atau 1 januari.

4. Yang datang ke makam Raden Kolopaking kebanyakan dari derah Jawa Timur dan dari

Yogyakarta, belum lama juga rombongan dari keluarga keraton kasunanan dari Yogyakarta

berziarah ke makam K.R.A.T. Kolopaking bilau berdoa dan mengadakan tahlilan meminta

keselamatan, kesejahteraan buat masyarakat sekitar.

5. Jenazah yang di makamkan di Desa Kalijirek adalah Kanjeng Raden Adipati Tumenggung

Kolopaking 1-3 beserta keluarga-keluargannya.

6. Saya selain sebagai juru kunci (penjaga makam) juga mengajar di SMU Gombong yang kurang

lebih 20 Km dari rumah, sedangkan buat peninggalan dari Raden Kolopaking sebenarnya tidak

ada tetapi saya cuma ada benda-benda antik yang berupa lemari ukir dan meja ukir selebihnya

tidak ada, lemari dan meja tersebut yang konon zaman dahulu buat menyimpan baju-baju dan

buat meja tamu.

xcviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Ceritanya begini, saat Sunan Amangkurat Agung I pemimpin kerajaan Mataram sedang

mengadakan perjalanan bersama pengawalnya kewilayah Roma beliau di jemput oleh Kyai

AgengKertowongso, atau nama lain dari Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking 1,

beliau bersamasama akan mengadakan pertemuan. Di lihatnya Raja Agung Mataram, nampak

sangat pucat seperti orang yang sedang sakit, kemudian Raden Kolopaking berinisiatif untuk

mengambilkan sebuah penawar racun yaitu buah pohon kelapa yang sudah kering istilah Jawa

adalah Aking atau Garing. Setelah airnya diminum Raja Agung, wajah beliau nampak lebih

terlihat sehat dan racun di dalam tubuhnya dapat keluar. Raja Agung sangat berterima kasih

dan memberikan gelar Kyai Ageng Kertowongso Raden Kolopaking I dan dinikahkan dengan

Raden Ayu Mulat setelah menikah Raden Kolopaking bersama mertuanya melanjutkan

perjalanan kewilayah barat, mereka berencana akan menyerbu pasukan Trunojoyo di Mataram.

Setelah terjadi peperangan di kutowinangun Raden Kolopaking mengangkat seorang putera

dari Demang Kutowinangun dan dinikahkan dengan putri Klegen.

Selama bertahta kurang lebih 46 tahun Raden Kolopaking I menyerahkan tahtanya kepada

putranya Ki Kertowongso Mendingen dan di juluki sebagai Raden Kolopaking II untuk

memimpin kekuasaan Panjer Roma. Setelah berkuasa kurang lebih 28 tahun, Raden

Kolopaking II menyerahkan kekuasaannya kepada putranya yang bernama Raden Sulaiman

Kertowongso dan mendapatkan gelar Raden Kolopaking III disini ia membantu Pangeran

Mangkubumi untuk menciptakan Perjajian Giyanti, isinya tidak lain adalah membagi wilayah

Mataram menjadi 2, yakni Surakarta Hadiningrat beribu Kota di Solo sedangkan Kraton

Ngayogyokarto berada di Yogyakarta, setelah berkuasa kurang lebih 58 tahun sesampai

wafatnya Raden Kolopaking III diganti putranya Raden Kolopaking IV dan seterusnya.

xcix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

FHOTO

ATAU

DOKUMENTASI

c
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 1. Area Makam K.R.A.T. Kolopaking

ci
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2. Pintu Masuk Makam K.R.A.T. Kolopaking

Gambar 3. Peneliti di Pintu Masuk Makam K.R.A.T. Kolopaking

Gambar 4. Makam K.R.A.T. Kolopaking I dan II

cii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 5. Makam K.R.A.T. Kolopaking III

Gambar 6. Makam K.R.A.T. Kolopaking IV

ciii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 7. Makam Keluarga K.R.A.T. Kolopaking

Gambar 8. Peneliti dengan Juru Kunci

civ
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 9. Makam Tan Peng Nio dilihat dari depan

Gambar 10. Makam Tan Peng Nio dilihat dari samping

Gambar 11. Peziarah mengadakan tahlilan

cv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 12. Rombongan Bupati membaca doa

Gambar 13. Doa Penutup oleh Pak Kyai

cvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 14.Persiapan Penaburan Bunga

Gambar 15. Penaburan Bunga oleh Peziarah

Gambar 16. Silsilah Keluarga K.R.A.T. Kolopaking

cvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 17. Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Gambar 18. Reruntuhan Rumah yang berdiri di tanah Sikenceng

cviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 19. Masjid di Desa Kalijirek dilihat dari depan

Gambar 20. Masjid di Desa Kalijirek dilihat dari samping

Gambar 21. Kantor Kepala Desa Kalijirek di lihat dari samping

cix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 22. Kantor Kepala Desa Kalijirek di lihat dari depan

cx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

cxi

Anda mungkin juga menyukai