Anda di halaman 1dari 33

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

Perancangan Teknik Tritik


dengan penambahan struktur tenun
sebagai pelengkap busana

PENGANTAR KARYA

Diajukan Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan


Guna Mencapai Gelar Sarjana Jurusan Kriya Seni/Tekstil
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

Hestri Wulansari
C. 0900011

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2005
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERANCANGAN TEKNIK TRITIK


DENGAN PENAMBAHAN STRUKTUR TENUN
SEBAGAI PELENGKAP BUSANA

Oleh :

HESTRI WULANSARI
C. 0900011

Telah disetujui pembimbing untuk diajukan dalam sidang Tugas Akhir :

Pembimbing I Pembimbing II

(Dra. Sarah Rum Handayani, M.Hum) (Drs. Sarwono, M. Sn)


NIP.130 935 350 NIP. 131 633 900

Mengetahui

Ketua Jurusan Kriya Seni/Tekstil Koordinator Tugas Akhir


Fakultas Sastra dan Seni Rupa Jurusan Kriya Seni/Tekstil

Dra. Sarah Rum Handayani, M. Hum Dra. Theresia Widiastuti, M. Sn.


NIP. 130 935 350 NIP. 131 570 308

ii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERANCANGAN TEKNIK TRITIK


DENGAN PENAMBAHAN STRUKTUR TENUN
SEBAGAI PELENGKAP BUSANA

Oleh :
HESTRI WULANSARI
C. 0900011

Telah disetujui oleh panitia penguji Tugas Akhir,


Jurusan Kriya Seni/Tekstil
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada tanggal …………………..

Panitia Penguji

Ketua Drs. Waspada (…………………)

NIP. 130 516 327

Sekretaris Dra. Ning Hadiati (………………….)

NIP. 131 754 512

Pembimbing I Dra. Sarah Rum Handayani, M.Hum (………………….)

NIP. 130 935 350

Pembimbing II Drs. Sarwono, M.Sn (…………………..)

NIP. 131 633 900

Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa

DR. Maryono Dwiraharjo, S.U.


NIP. 130 675 167

iii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

- Allah SWT

- Ibu dan Bapak

- Kakak – kakakku

- Teman - teman angkatan 2000

- Almamaterku

- Semua pihak yang telah membantu Tugas Akhir penulis

iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

- Kehidupan merupakan jalan yang pasti dilalui setiap manusia, dengan berbagai arah

dan rintangannya, maka ikutilah arah jalan yang membawamu tersebut.

- Doa, syukur pada Tuhan dan usaha adalah penerang untuk hal yang lebih baik.dan dari

jalan yang menyesatkan.

v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Dzat tersempurna yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, dalam kesusahan maupun

kesenangan, sehingga tugas akhir berjudul PERANCANGAN TEKNIK TRITIK

DENGAN PENAMBAHAN STRUKTUR TENUN SEBAGAI PELENGKAP BUSANA,

dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Berbagai cobaan telah dapat penulis lampaui

dengan penuh harapan, yang pada akhirnya memberikan suatu hasil yang manis.

Keberhasilan penulis yang hanya sementara tersebut, secara keseluruhan lidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan beberapa kata kepada

pihak dibawah ini :

UCAPAN TERIMA KASIH

1 DR. Maryono Dwiraharjo, S.U. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Dra. Sarah Rum Handayani, M.Hum, selaku Ketua jurusan Kriya Seni/Tekstil,

sekaligus sebagai Pembimbing I

3. Dra. Theresia Widiastuti, M.Sn koordinator TA/Skripsi Jurusan Kriya Seni/Tekstil.

4. Drs. Sarwono, M.Sn selaku pembimbing II

5. Dra. Tiwi Bina Affanti, pembimbing akademis yang sangat pengertian dan selalu

memberi semangat.

6. Bapak Darto Martono pemilik Home Industry tenun “Maju” di Tawangsari Sukoharjo.

7. Semua pihak yang telah membantu Tugas Akhir penulis

vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8. Bapak- Ibu tim penguji.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat kekurangan, karena itu

penulis akan sangat berterima kasih apabila pembaca memberikan masukan yang bersifat

konstruktif.

Mudah- mudahan laporan ini dapat menambah wawasan dalam bidang

pertekstilan serta bermanfaat bagi pengembangannya.

Surakarta, Juli 2005

Penulis

vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i


HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………… iii
MOTTO …………………………………………………………………………. iv
PERSEMBAHAN ……………………………………………………………….. v
PENGANTAR …………………………………………………………………... vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. viii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1
B. Pembatasan Masalah …………………………………………….. 3
C. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 3
D. Tujuan Perancangan ……………………………………………... 3
E. Manfaat Perancangan ……………………………………………. 4
F. Metode Perancangan ……………………………………………. 4

BAB II KAJIAN TEORITIK 7


A. Ikat Celup ………………………………………………………… 7
B. Tenun……………………………………………………………... 9
C. Ragam Hias, Warna, dan Komposisi …………………………….. 11
D. Wanita Dewasa …………………………………………………... 14
E. Pelengkap Busana ………………………………………………... 16

BAB III KONSEP PERANCANGAN DAN SPESIFIKASI DESAIN 19


A. Konsep Perancangan …………………………………………… 19
1. Aspek Proses ………………………………………………… 21
2. Aspek Bahan ………………………………………………… 23
3. Aspek Fungsi ………………………………………………… 24
4. Aspek Estetika ……………………………………………… 24

viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Visualisasi Desain ……………………………………………… 25


1. Desain 1 ……………………………………………………… 26
2. Desain 2 ……………………………………………………… 31
3. Desain 3 ……………………………………………………… 35
4. Desain 4 ……………………………………………………… 39
5. Desain 5 ……………………………………………………… 43

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 47


A. KESIMPULAN ............................................................................... 47
B. SARAN ........................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 50
LAMPIRAN-LAMPIRAN....................................................................................... 52

ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR KARYA

Karya 1 ................................................................................................................ 28

Detail Karya 1..................................................................................................... 29

Karya 2 ................................................................................................................ 32

Detail Karya 2..................................................................................................... 33

Karya 3 ................................................................................................................ 36

Detail Karya 3..................................................................................................... 37

Karya 4 ................................................................................................................ 40

Detail Karya 4..................................................................................................... 41

Karya 5 ................................................................................................................ 44

Detail Karya 5..................................................................................................... 45

x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SKETSA DESAIN DAN WARNA

Sketsa desain dan warna 1...................................................................................... 30

Sketsa desain dan warna 2...................................................................................... 34

Sketsa desain dan warna 3...................................................................................... 38

Sketsa desain dan warna 4...................................................................................... 42

Sketsa desain dan warna 5...................................................................................... 46

xi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Proses produksi.........................................................................................................

Skema proses produksi.............................................................................................

Skema proses pewarnaan.......................................................................................... Ikat

celup di pasaran.................................................................................................

Artikel Selendang ....................................................................................................

ABSTRAK

Permasalahan yang dibahas dalam pengantar karya ini, yaitu (1) Faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam perancangan “selendang untuk kesempatan non formal”? (2) Bagaimana
visualisasiya?
Tujuan yang akan dicapai dalam adalah untuk Mengetahui (1) faktor yang perlu
dipertimbangkan perancang, dan (2) Visualisasi.
Metode penelitian dalam perancangan ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan data
dengan pengumpulan dokumen, pengamatan, wawancara, dan eksperimen.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa, (1) ketika akan mengawali proses produksi kita
harus sudah menyiapkan akan siapa pemakainya, pada kesempatan apa, jenis zat warna, sifatnya,
efek warna, motif, jenis, ukuran dan karakter benang, serta kerapatan lungsi dan tebal pakannya.
(2) Tenun dengan pengolahan pakan dapat kita kembangkan lagi menjadi bermacam bentuk
yang dicapai dari komposisi penempatan dan tebal-tipis benang.Tritik, teknik pewarnaan dan
pembuatan ragam hias dengan cara dijahit dijelujur, memberikan gambaran desain cukup
realistis, meskipun tidak serealistis batik dan efek warna tidak terduga. Zat Indigosol, memiliki
ketahanan luntur yang baik, irit, dan mudah pemakaiannya, diterapkan pada kain jenis katun
yang dibuat dengan Alat Tenun Bukan Mesin memberikan nuansa warna kalem, sifat
menenangkan, menyejukkan dan sangat soft (lembut), sehingga cocok bagi usia dewasa pada
tahap awal(20-40 th), untuk keadaan santai, dan suasana tropis Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan seni dan budaya, dengan

xii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

aneka wahana yang telah tercipta sejak dahulu kala, dan salah satunya adalah tekstil.
Seni tekstil dapat terbentuk dalam wastra. Bermacam wastra tersebut, antara lain
adalah tenun, celup rintang, sulam, serta kerawang. (Tim Museum Purnabakti
Pertiwi, 1996 : 16). Masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta mempunyai latar
belakang sejarah dan proses pembuatan kain adat yang amat panjang dan besar.
Kain-kain tersebut sampai kini masih dibuat dan dapat ditemui di pasar-pasar dalam
maupun luar negeri dan bukanlah merupakan hal baru. Kain- kain adat itu antara lain
adalah tenun, batik, jumputan, tritik, dan prada.(Tim Yayasan Harapan Kita,1995 :
178)
Tenun merupakan salah satu dasar teknik pembuatan tekstil dan dibedakan atas tenun

ikat lungsi, pakan, dan ganda lurik, serta songket. Tenunan yang sering kita jumpai di

daerah Solo- Jogja adalah tenunan jenis ikat pakan dan polosan.

Teknik rintang (resist) warna, telah lama ada dan dilakukan di berbagai pelosok dunia,

teknik rintang ini dapat dibuat dengan celupan, dan biasa disebut celup rintang (resist

dye). Teknik yang ada dalam celup rintang ini, salah satunya adalah ikat celup.

Ikat celup (tie dye) merupakan salah satu teknik tertua pewarnaan dan pembuatan
ragam hias pada sehelai kain dengan perintang berupa serat-seratan, benang, atau
juga rafia.
Berdasarkan teknik pembuatannya, motif dari kain dapat diperoleh dari mengikat

(jumputan), maupun membuat jahitan jelujuran (tritik), selain itu ada juga kain

kembangan (atas dasar warna warninya), berdasarkan perpaduan warnanya misalnya

bangun tulak, dan lain-lain (Nian S. Djumena, 1990 : 91).

Di Indonesia teknik tersebut tidak hanya ada di daerah Jawa, tetapi dapat pula kita

temukan di Palembang, Kalimantan Selatan, disebut Sasirangan, Bali, dan lain-lain

dengan nama yang berbeda pula. Di daerah Jawa, tritik dikenal juga dengan sebutan

rintik karena hasilnya yang berjajar rapi.

xiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Teknik tritik terdapat pada kain dodot, alas-alasan, maupun kain kemben. Corak/ motif

yang dikenal di daerah Jogja-Solo seperti untu walang karena bentuknya seperti gigi

tajam, tapak doro, regulon, dan gadan, dengan menggunakan warna-warna seperti

merah, hijau, kuning yang selain dipakai untuk acara tertentu dan memiliki makna

tertentu, juga sebagai penunjuk kedudukan sosial seseorang/ pemakainya. (Nian S.

Djumena 1990 : 90)

Secara umum, perkembangan produk buatan tangan (hand made) pada saat ini
memiliki kecenderungan untuk dapat lebih dikembangkan dan disukai oleh banyak
kalangan. Tidak hanya sebatas kain untuk upacara adat saja, tetapi dapat juga
diterapkan pada bentuk lain, seperti busana beserta pelengkapnya dan tekstil untuk
interior.
Berdasarkan keadaan pasar tekstil di Solo, serta karya para desainer tekstil, seperti Oscar

Lawalata, penulis merasa tertantang untuk dapat lebih mengolah hal yang sudah ada

menjadi sesuatu yang menarik dan membuat kembali konsumen untuk melirik produk

buatan tangan terutama “tenun dengan tritik”.

B. Pembatasan Masalah

Mengungkap ketertarikan penulis untuk mengolah kembali tekstil tradisi

menjadi lebih menarik dan modern, yang didukung dengan melihat potensi pasar akan

adanya kain tritik dan tenun serta sedang maraknya penggunaan selendang pada saat ini

dalam berbagai suasana, maka dapat dibatasi masalah dari perancangan tekstil ini adalah

“Penerapan Teknik Tritik dengan Penambahan Struktur Tenun sebagai Pelengkap

Busana Wanita berupa Selendang, untuk Kesempatan Non Formal”.

xiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah perancangan ini


adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan tekstil dengan

menerapkan teknik tritik dengan penambahan struktur tenun sebagai pelengkap

busana berupa “selendang untuk kesempatan non formal”?

2. Bagaimana visualisasi dari perancangan teknik tritik dengan penambahan struktur

tenun untuk “selendang pada kesempatan non formal” tersebut ?

D. Tujuan Perancangan

Tujuan yang akan dicapai dalam perancangan ini adalah untuk :


1. Mengetahui faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan oleh perancang, dan

2. Mengetahui visualisasi mulai dari bahan, jenis/struktur tenunan, motif, pembuatan

tritik, dan warna hingga menjadi pelengkap busana wanita berupa selendang untuk

kesempatan santai.

E. Manfaat Perancangan

1. Memberikan masukan, wawasan dan ketrampilan bagi Universitas Sebelas Maret,

khususnya mahasiswa jurusan kriya seni/tekstil.

2. Memberikan masukan, wawasan dan ketrampilan terutama bagi perancang, perajin

xv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tenun dan tritik akan pengolahan kembali desain yang telah ada.

3. Memberikan alternatif lain bagi konsumen sebagai pemakai desain motif pilihan

dalam menerapkan teknik tritik dengan penambahan struktur tenun sebagai elemen

estetis pada pelengkap busana khususnya untuk selendang.

F. Metode Perancangan

1. Teknik Pengumpulan Data


Cara penghimpunan data yang dipakai oleh penulis adalah sebagai berikut :
a. Pengamatan/observasi data diperoleh melalui media elektronik/melihat langsung
objek yang akan kita jadikan sebagai suatu produk tekstil.
- Balai Besar Kerajinan dan Batik
- Jadin Craf and Textile - Pasar Klewer
- Gren Mal - Pasar Beteng
b. Data dari dokumen dihimpun dengan mengumpulkan bukti tertulis maupun bukti
bergambar dari buku, majalah, maupun internet.
c. Wawancara dikumpulkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan tertentu
kepada informan.
d. Eksperimen tentang teknik pembuatan tritik, pewarnaan dan pengolahan desain
struktur dilakukan secara berulang-ulang sebelum suatu produk dari desain dapat
terwujud dengan sempurna.

2. Sumber Data
Data tidak diperoleh tanpa adanya sumber data. Betapapun menariknya suatu
permasalahan, bila sumber datanya tidak tersedia, maka ia tidak punya arti karena
tidak bisa dipahami dan diteliti. (Sutopo, HB., 2002 : 49).
Adapun sumber data tersebut adalah :
a. Narasumber/Informan
Individu yang memiliki informasi baik tentang ikat celup, tenun, maupun

xvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perkembangan mode pada saat ini.


- Ir. Sri Endah Pujiati tenaga ahli di Balai Besar Kerajinan dan Batik.

- Saudara Barok, pengrajin Tritik dan Jumputan di Laweyan , Solo.

- Bapak Darto Martono, pengusaha tekstil tradisi, tenun “Maju” di Tawangsari

Sukoharjo.

b. Peristiwa/aktifitas dan Tempat/lokasi


Kajian/informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktifitas,
berupa tempat maupun lingkungan yang dapat dilakukan lewat pengamatan secara
langsung, mendengar cerita narasumber, atau dokumen rekaman dan gambar.
c. Benda, Beragam gambar, Rekaman
Benda sederhana, peralatan paling rumit, dan gambar apa saja yang
berkaitan dengan hal yang sudah ada.
d. Dokumen dan Arsip
Bahan tertulis yang bergayutan dengan peristiwa dan merupakan rekaman
tertulis.

BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Ikat Celup

xvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Sejarah Singkat
Kain ikat celup tercatat sudah dibuat pada Dinasti T’ang Cina, pada tahun 618-906
SM. Bukti tentang kain ikat celup ditemukan melalui artefak. Helaian kain pada
ruang bawah tanah di daerah Astana dan Khotan di Sinkiang, wilayah selatan
Turkistan. Pada masalah Dinasti T’ang inilah ikat celup menyebar ke wilayah
Jepang, yaitu pada saat periode Nara tahun 552-749 SM.
Ikat celup di tanah air sudah dicatat keberadaannya pada tahun 1680 oleh peneliti
botani Belanda Georg Eberhard Rumphius. Kain yang dihasilkan di Yogyakarta dan
Bali itu bermotif bunga putih yang berwujud seperti kelereng. Diyakini motif
bulatan putih itu merupakan hasil ikat celup yang di Jawa disebut Tritik. Ikat celup
pelangi berkembang cukup baik di Yogyakarta. Selain didukung lingkungan
kerajaan, berbagai produk kain pelangi diterapkan ke aneka benda dan seremoni
kerajaan, seperti ikat kepala, selendang hingga kain upacara. (Farid Abdullah,
Kompascyebermedia).
Bukti lainnya yang menyatakan bahwa teknik ikat celup ini memang sudah ada sejak
dulu kala adalah kalimat sebagai berikut :
“This is one of oldes forms of pattern on cloth. It is ‘resist’ tecnique Indonesia which
before dyeing, parts of the fabric are knotted, tied up with tread, string or rafia, or
sewn and the tread drawn up” (Robinson, Stuart and Patricia, 1972 : 13).
Artinya ini adalah salah satu dari pola tertua yang dibuat diatas kain. Ini merupakan
suatu teknik “perintangan” dimana sebelum dicelup bagian-bagian dari kain diikat
dengan benang/ulir, dawai atau rafia, atau dijahit dengan benang/ulir (Robinson,
Stuart and Patricia, 1972 : 13).
Ikat celup pada dasarnya merupakan teknik perintangan mori sebagai bahan dasar,
dari bahan pewarna. Ciri khas kain ini adalah batasan antara dua warna tersebut
saling bercampur.

2. Teknik Ikat Celup


Menurut buku puspawarna Wastra, ada tiga teknik merintang warna, yaitu :
a. Teknik Jumputan

xviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Teknik jumputan dilakukan dengan menjumput sebagian bahan dasar dengan


jarak tertentu. Pada ujung jumputan dapat diisi dengan biji-bijian atau benda lain.
Besarnya jumputan antara lain ½ sampai 2 cm. Termasuk dalam teknik ini
adalah kain jumputan yang pada umumnya terdiri atas satu warna dan kain
pelangi dengan warna lebih dari satu.

b. Teknik Tritik

Teknik tritik dilakukan dengan membuat jahitan jelujuran pada bidang mori,
sebelum runtutan pencelupan. Lebar garis tergantung besar-kecil benang yang
dipergunakan untuk membuat jelujuran. Di daerah Jawa, orang menyebutnya
rintik. Kain tritik pada mulanya hanya mempunyai satu warna latar, yaitu biru
tua atau hitam dan merah mengkudu. Kemudian mengalami perkembangan yaitu
bagian diantara corak tritik diberi warna berlainan yang kontras, warna cerah
atau lembut dipadu dengan warna gelap atau tua. Kelebihan teknik ini dari
jumputan adalah dapat membentuk motif tertentu, meskipun penggambarannya
tidak serealistis batik. (Nian S. Djumena, 1990 : 91).
Variasi jarak jahitan antara 1–2 mm, 2–2 mm, 2–3 mm, 3–3 mm, dan seterusnya.
Selain pewarnaan dengan pencelupan dapat juga dilakukan dengan pencoletan
(BBKB, 1989 : 10).

c. Teknik Kembangan

Teknik kembangan merupakan perpaduan antara teknik jumputan dengan tritik,


serta digunakan untuk bidang tengah wastra (Tim Museum Purna Bhakti Pertiwi,
1996 : 66).

B. Tenun

Teknik tenun adalah runtutan menyusun atau mengatur benang-benang pakan


(benang yang ditata diarah melebar) dan benang-benang lungsi (benang yang ditata
diarah memanjang) yang ditenun sedemikian rupa pada alat tenun, sehingga ketika

xix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berlangsung penenunan, berlangsung pula pembentukan ragam hias sebagai akibat


paduan warna dari kedua jenis benang tersebut (Tim Museum Purna Bhakti Pertiwi,
1996 : 28).
Tenunan yang ada di Indonesia ada tiga jenis, yaitu tenun ikat lungsi, dimana benang
yang diolah menjadi benang memanjang arah kain, tenun ikat pakan diperoleh dari
pengolahan benang dengan arah melebar, dan tenun ganda (pengolahan pakan dan
lungsi).
Benang atau serat yang digunakan untuk bahan tenunan dapat bermacam-macam.
Sesuai asalnya, serat digolongkan menjadi serat alam dan buatan/kimia.
Serat alam dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti biji, batang, dan daun, hewan,
seperti kokon, bulu dan rambutnya, serta mineral. Serat buatan diperoleh dari
penyatuan beberapa bahan kimia.

Cotton / Katun / Kapas


Katun/kapas telah dikenal kira-kira 2000-5000 SM dan dipakai untuk bahan tekstil
di India, Cina dan Peru. Kapas merupakan serat yang berasal dari
selulosa/tumbuhan, yaitu bijinya, lebih dari 50% produksi tekstil di dunia masih
menggunakan serat ini.
Kapas untuk bahan sandang memiliki sifat, antara lain :
1. Kekusutan, kehalusan, dan panjang serat kapas adalah cukup.

2. Kekuatan pada saat basah lebih tinggi dibanding keadaan kering, dan sangat awet,

tetapi udara panas serta adanya kanji dalam benang atau kain mempermudah kapas

terkena bakteri.

3. Mulur kapas termasuk tinggi (jika dibandingkan dengan rami, kira-kira dua kali

mulur rami) serta permukaannya mengandung lilin alam.

4. Kain tenunnya empuk jika diraba, baik sekali sebagai isolasi panas, sangat

hygroskopis dan daya tariknya baik terhadap zat warna.

C. Ragam Hias, Warna dan Komposisi

xx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Ragam Hias

Ragam hias geometrik ialah ragam hias yang menggunakan motif-motif teratur.
Geometris diambil dari kata geometric yang erat kaitannya dengan ilmu ukur.
Jadi ragam hias geometrik adalah ragam hias yang elemen garisnya terukur, teratur,
tidak bebas semacam bentuk organik (wujud alamiah). (Dedy Suardi, 2000 : 1, 20).
Garis geometrik tersebut antara lain adalah garis lurus, garis lengkung, garis
bergelombang atau patah-patah.

2. Warna

Salah satu bagian dari perancangan yang memegang peranan penting terhadap hasil
akhir selain motif dan komposisi, adalah warna. Baik dalam kebudayaan barat
maupun timur, pada umumnya warna mempunyai makna atau arti simbolis dan dapat
pula menyatakan sesuatu, seperti kedudukan sosial seseorang (Raja, pemuka agama,
dan lain-lain), dan keadaan seseorang (suka duka). (Nian S. Djumena , 1990 : 108).
Melalui observasi dapat disimpulkan bahwa warna mempunyai efek emosional
terhadap manusia. (Andries, 2001).
Dari berbagai warna yang ada Brewster terbagi atas tiga warna utama (warna primer)
yaitu merah, kuning dan biru. Warna-warna yang ada diantara pasangan warna
primer disebut dengan warna antara/kedua (sekunder), dan warna tersier (campuran
antara primer dengan sekunder). Selain itu terdapat juga warna analog adalah
perpaduan warna yang mirip satu sama lainnya (misal merah dan orange), warna
gradasi adalah perubahan teratur dari satu warna ke warna analog berikutnya (misal
merah-orange-kuning), dan warna kontras adalah warna yang sangat berlainan satu
sama lainnya (warna yang berseberangan dalam lingkaran warna, misal kuning-
ungu). (Arfial Arsad Hakim, 2000 : 79-83).

Zat Warna
Pencelupan dan penyempurnaan keduanya bertujuan untuk meningkatkan nilai
komersil dari kain. Nilai komersil ini menyangkut nilai indera, seperti warna, pola
dan mode, serta nilai guna yang tergantung dari apakah produk akhir dipakai untuk

xxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pakaian, barang-barang rumah tangga atau penggunaan lain.


Pewarnaan merupakan salah satu cara peningkatan nilai indera, seperti warna dan
nilai guna lain, tergantung pada produk akhir yang dihasilkan. Pewarnaan dapat
dilakukan dengan pencelupan, pencoletan, maupun pencapan. (N. Sugiarto Hartanto
dan Shigeru Watanabe, 1980 : 163).
Zat warna terbagi dua macam, yaitu zat warna alam dan zat warna buatan. Zat warna
alam diperoleh dari pengolahan tumbuhan dan sudah ada dari zaman dahulu,
sedangkan zat warna buatan diperoleh dari pengolahan berbagai macam zat kimia.
Zat pewarna dipilih menurut jenis bahan yang dicelup, ketahanan yang akan
dikehendaki, penyesuaian dengan warna yang diinginkan dan persyaratan harga dan
lain sebagainya (N. Sugiarto Hartanto dan Shigeru Watanabe, 1980 : 163). Mulai
pada abad 19, zat warna sintetis terkenal karena warnanya lebih baik dan cara
pemakaiannya yang lebih mudah. Pada umumnya cat sintetis mempunyai daya
pewarnaan (tinctorial-value) lebih tinggi daripada zat warna alami, dan mempunyai
kemurnian tertentu, sehingga untuk mencapai dalamnya suatu warna lebih cepat dan
mudah (Susanto, S.K Sewan., 1980 : 82).
Salah satu zat warna sintetis tersebut adalah indigosol, dan lebih lanjut
keterangannya adalah sebagai berikut :

Indigosol
Indigosol merupakan nama dari salah satu pabrik cat IG di Jerman. Zat warna ini
masuk dalam golongan bejana yang dipersiapkan agar mudah larut dalam air,
memiliki daya serap langsung terhadap serat, ketahanan cuci dan sinar yang baik,
serta biasa digunakan untuk mewarnai serat alam seperti dari binatang (sutra, wol)
maupun dari tumbuhan (kapas/ katun).
Warna-warna yang dihasilkan adalah warna cerah/ pastel dan beberapa diantaranya
memiliki sifat khusus.
Adapun sifat-sifat indigosol tersebut antara lain :
- Umumnya tahan terhadap garam dari air sadah (kecuali indigosol O).

- Larutannya tidak tahan sinar matahari dan uap asam.

- Temperatur penyerapan optimal umumnya 200 C – 300 C (kecuali indigosol Green

xxii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

IB dan IGG, penyerapan maksimal adalah 600C).

- Pada temperatur 600 C – 700 C tidak stabil (akan terurai).

3. Komposisi

Komposisi adalah suatu realisasi dari suatu aktifitas pencipta dalam mewujudkan
idenya, merupakan suatu bentuk pernyataan yang dapat ditanggapi oleh
penghayat/penanggapnya atas suatu bentuk ciptaan itu. Pada dasarnya komposisi
menyangkut hal “tata susun” dalam melahirkan suatu bentuk ungkapan atau ide,
dimana kesatuan hubungan keserasian, unity, harmony merupakan hakikat utama
sebuah komposisi.

D. Wanita Dewasa

1. Orang Dewasa Awal

Kepribadian merupakan disposisi psiko-fiologis yang mengarahkan dan mengontrol


perilaku seseorang dalam memilih sesuatu. Setiap perasaan, pemikiran, atau pun
perilaku nyata dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian.
Hall dan Lindaz, 1978; Morgan, et all; 1986 menyatakan bahwa, Allport
mendefinisikan organisme sebagai organisme psikofiologis yang dapat diper-
gunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Organisme psikis meliputi bakat, minat, sikap, kecerdasan, emosi, kemampuan
berfikir, berimajinasi, dan memory, sedangkan organisme fisik berhubungan dengan
aspek fisik, seperti tinggi, berat badan, dan kurus-gemuk. Batasan usia dewasa awal,
secara umum adalah pada usia antara 20-40 th. (Agoes Dariyo, 2003 : 109).
Pembagian masa-masa kehidupan orang dewasa yang dikemukakan Mappiare, 1983
: 19 yang mengutip pendapat E.B. Hurlock, adalah sebagai berikut :
Masa dewasa awal terbentang atau “early adulthood” terbentang sejak

xxiii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tercapainya kamatangan secara hukum sampai usia kira-kira empat puluh


tahun (dialami sekitar dua puluh tahun). Masa setengah baya atau “midle
age” yang umumnya dimulai pada usia empat puluh tahun dan terakhir
dalam usia enam puluh tahun (dialami sekitar dua puluh tahun pula). Masa
tua “old age” yang dimulai sejak berakhirnya masa setengah baya sampai
meninggal dunia. (Hurlock, 1986).

Ragam minat dewasa awal baik pria maupun wanita sangat banyak dilihat dari segi
jumlahnya. Dua diantara minat tersebut adalah minat terhadap penampakan/
penampilan fisik, seperti tinggi dan berat badan, serta raut wajah dan minat terhadap
pakaian dan perhiasan yang memiliki peran berbeda-beda tergantung keadaan
individu serta sebagai berikut kompensasi dari sesuatu hal, seperti penampilan fisik.
(Mappiere, 1983 : 67).

2. Wanita Dewasa Awal

Jelas tampak bahwa ciri jasmaniah wanita itu sangat berbeda dengan milik kaum
pria. Keadaan anatomis dan fisiologis menyebabkan perbedaan pula pola tingkah
laku wanita dan struktur aktivitas pria. Wanita memilki sifat yang dinamis dengan
berbagai variasi tingkah laku dan pengekspresinya.
Wanita suka berhias dalam batas-batas normal merupakan bukti dari sifat cenderung
lebih banyak mengarah keluar, kepada subjek lain yang murni feminin dan sehat.
Dengan landasan pengetahuan diri, wanita berusaha memberikan bentuk kongkrit
pada kapasitas dan potensi sendiri. Bahkan juga mampu membetulkan dan merubah
karakter sendiri agar bisa menjadi diri yang lebih baik atau lebih tinggi.
Kedewasaan bisa diartikan sebagai suatu pertanggungjawaban penuh terhadap diri
sendiri, bertanggungjawab atas nasib sendiri dan pembentukan diri sendiri. Pada usia
kedewasaan unsur kemauan dan hati nurani memegang peranan penting.
Kemampuan berfungsi mengarahkan semua dorongan impuls, sentimen, kebiasaan,
kecenderungan, dan usaha manusia pada satu susunan hierarkhi nilai dan tujuan
tertentu. Hati nurani sebagai pengemudi dan hakim terhadap tingkah laku dan fikiran
manusia dan pengontrol yang kritis dari tingkah laku yang tidak boleh dilanggar.
Dari hal tersebut dapat dinyatakan gambaran pribadi wanita dewasa secara
karakterologis dan normatif ialah pribadi yang sudah punya bentuk dan relatif stabil

xxiv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sifatnya.

E. Pelengkap Busana

1. Busana

Secara definitif Busana dapat diartikan sebagai suatu barang yang dipakai pada
tubuh manusia dengan tujuan untuk menutup aurat atau melindungi tubuhnya baik
secara fisik estik dan estetik maupun untuk tujuan simbolik sesuai dengan
lingkungan alam dan nilai- nilai sosial budayanya (Tim Yayasan Harapan Kita,
1998 : 6).
Menurut Wasia Roesbani dan Roesmini Soerjaatmadja, 1984 : 103, fungsi busana
pada zaman prasejarah adalah sebagai pelindung dan perhiasan, kemudian sesuai
dengan perkembangan zaman fungsi busana-pun ikut meningkat, antara lain :
- Busana sebagai alat pelindung dapat diartikan bahwa jika seseorang memakai

busana, maka ia akan terhindar dari perasaan yang tidak menyenangkan.

- Busana sebagai perhiasan artinya adalah ketika busana dipakai dapat menjadikan

seseorang merasa lebih baik, lebih pantas, cantik atau tampan sesuai ukuran

masing-masing.

- Busana untuk memenuhi syarat kesopanan, yang sesuai dengan adat istiadat,

agama, serta tata cara pergaulan.

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia berbusana bukan sekedar menyampirkan


sehelai kain sebagai penutup tubuh, sebab pada umumnya di atas kain yang
digunakan terlukis berbagai ragam hias yang mengungkapkan pola pemikiran
tentang unsur- unsur kekuatan, cita-cita dan harapan baik si pemakai maupun si
pembuat (Tim Yayasan Harapan Kita, 1998 : 22).

2. Pelengkap Busana

xxv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pelengkap busana memiliki fungsi melengkapi busana yang sedang dikenakan, yang
dapat menambah keindahan busana tersebut dan orang yang mengenakannya.
Pelengkap busana memiliki/terbagi atas dua sifat, yaitu estetis misalnya cincin,
kalung, bros, dan sebagainya serta fungsional, misalnya syal, topi, tas, sepatu,
kacamata, selendang dan lain-lain. (Mohammad Aris Munandar, 2004 : 17).

3. Selendang

Selendang dalam khasanah busana Indonesia, hampir tidak pernah ketinggalan.


Selendang dipakai wanita desa maupun wanita kota, baik dengan baju kurung
maupun dengan baju kebaya. Di berbagai daerah, seperti Jawa, Sumatra, dan Bali,
selendang memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai berikut kemben, pelengkap
kebaya, tudung kepala, untuk menggendong barang, dan alat untuk menari.
Selendang ada yang dibuat dari bahan tenunan lurik, jumputan, batik silungkang
ataupun dari bahan sifon dan sutra.
Selendang mengalami perkembangan seiring dengan adanya per-kembangan kebaya
dan baju kurung. Sebelum tahun 1970 selendang dipakai dalam bentuk leher,
ukurannya 1,50 – 1,75 m. Sesudah tahun 1970 panjang selendang berubah menjadi 2
m. Selendang tersebut disampirkan pada bahu kiri dan diikatkan pada pinggul kanan.
Dalam tahun 70-an selendang menjadi lebih kecil dan panjang karena dipilit.
Selendang dapat dibuat dari bahan yang sama dengan bahan kain, untuk kebaya, dan
baju kurung ataupun dari warna dan bahan lain yang serasi. (Wasia Roesbani dan
Roesmini Soerjaatmadja, 1984 : 103).

BAB IV
PENUTUP

xxvi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Kesimpulan

Melihat uraian dalam bentuk pengantar, yang merupakan gambaran singkat proses
perancangan karya untuk tugas akhir ini, diketahui bahwa produk tekstil yang
menarik, tidak selalu merupakan hal yang baru, karena dengan hal yang sudah ada-
pun, produk tersebut dapat kita olah menjadi lebih menarik seiring perkembangan
zaman.
Indonesia dengan beragam budayanya, melahirkan salah satunya adalah tekstil
tradisi yang patut kita hargai, banggakan dan kita lestarikan keberadaannya agar
tidak usang dimakan usia. Mengacu pada rumusan masalah, dapat penulis tarik
kesimpulan kurang lebih adalah sebagai berikut ini :
Perancangan teknik tritik dengan penambahan desain struktur sebagai pelengkap
busana berupa selendang wanita dapat juga dipakai pria pada usia dewasa muda
untuk kesempatan santai ini, secara menyeluruh merupakan suatu kesatuan yang
tidak terpisahkan karena ketika kita akan mengawali proses produksi kita harus
sudah benar- benar menyiapkan produk tersebut akan dipakai siapa pada kesempatan
apa, jenis zat warna dan sifatnya bagaimana, efek warna seperti apa yang ingin kita
timbulkan motif dari desain permukaan dan struktur, jenis benang, bagaimana
karakter benang tersebut, dengan ukuran berapa, dan terakhir kerapatan lungsi dan
tebal pakannya.
Setelah mengalami beberapa percobaan dan survey pasar, ternyata produk tenunan
dari ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) merupakan salah satu produk yang memiliki
peminat cukup besar di saat ini. Tenun dengan pengolahan pakan pada prakteknya
dapat lebih kita kembangkan lagi menjadi bermacam bentuk yang dicapai dari
komposisi penempatan dan tebal tipis benang.
“Tritik”, teknik pewarnaan dan pembuatan ragam hias dengan cara dijahit dijelujur,
merupakan bagian dari tekstil tradisi kita yang kurang tereksplorasi untuk menjadi
lebih diketahui, dikenal, dan disukai masyarakat. Teknik tritik merupakan teknik
yang menarik karena memberikan gambaran desain cukup realistis, meskipun tidak
serealistis batik. Efek warna yang dihasilkanya tidak dapat diduga sebelumnya

xxvii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sehingga setelah pewarnaan, berkesan ada kejutan dari desain awal. Banyak model
jahitan yang dapat kita variasi, bukan hanya jahitan tunggal dan jarak maksimal ½
cm, tetapi dapat pula dibuat bermacan-macam, baik dari lebar jahitan jelujuran yang
minimal ½ cm, jumlah/ketebalan benang, sampai jahitan dengan melipat kain
terlebih dahulu.
Pewarnaan dengan menggunakan zat Indigosol, diterapkan pada kain jenis katun
yang dibuat dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) memberikan nuansa warna
yang kalem dan cenderung memiliki sifat menenangkan, menyejukkan dan sangat
soft (lembut), sehingga cocok bagi mereka yang berusia dewasa pada tahap awal
,dipakai untuk keadaan santai, dan dengan suasana tropis Indonesia. Zat warna
indigosol juga memiliki ketahanan luntur yang baik, mudah dan irit pemakaiannya.

B. Saran

Didasarkan pada pemilihan benang untuk produk tenun, jenis desain struktur, zat
pewarna yang digunakan dan target pemakai, maka penulis menyarankan,
Sebelum proses penenunan sesuaikan desain sruktur yang tambahan yang akan
dibuat, dengan pengaturan kerapatann lungsi, ukuran dan jenis benang, serta fungsi,
agar hasilnya mendekati sempurna. Pada proses pembuatan tritik/ pencelupan
sesuaikan, bahan yang akan diwarnai dengan jenis zat pewarna, dan hasil yang ingin
dicapai
Perawatan Selendang sebaiknya dicuci dengan cara dicelup. Ketika mencuci dengan
sabun gunakanlah sabun colek, atau untuk lebih baiknya gunakanlah lerak.
Pengeringan cukup diangin- anginkan, dan sedapat mungkin hindari kontak
langsung dengan sinar matahari. Hindari menyetrika dalam keadaan panas tinggi,

xxviii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sebaiknya dengan derajat panas yang rendah atau langsung dilipat dan digantung di
hanger.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes Dariyo, 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Grasindo.

Andries. 2001. Houte Counter Design,The Indonesia - Country Training “ Garment


Design Fashion Aesthetic for Small and Medium Enterprises”.Balai Besar
dan Pengembangan Industri Tekstil dengan Japan International Cooperation
Agency.

Arfial Arsad Hakim. 2000. BPK Nirmana Dwi Matra (Desain Dasar Dwimatra).
Surakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Bystrom, Ellen.1972. Creating with Batik. Great Britain: Van Nostrand Reinhold
Company.

Dedy Suardi. 2000. Ornamen Geometris. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dewi. Bonus majalah no 6 Agustus 2003 .

Farid Abdullah. Kria Ikat Celup dalam Ruang dan Waktu.


<http:// www. Kompascyebermedia.Co.id/ikat celup.html>.(diakses Minggu
17 Agustus 2003) .

Hanyawanita. Selendang, Si Penambah Anggun Penampilan.


<http://www.Hanyawanita.Co.id/ikat celup.html>. (diakses minggu 29 Mei
2005.

Kartini Kartono.1992. Psikologi Wanita (Mengenal Gadis Remaja & Wanita Dewasa,
jilid I). Bandung: Mandar Maju.

Mappiere, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.

Muhammad Aris Munandar. 2004. Pengantar Tugas Akhir.

Nian S.Djoemena. 1990. Batik dan Mitra .Jakarta: Djambatan.

N. Sugiarto Hartanto dan Shigeru Watanabe. 1980. Teknologi Tekstil. Jakarta: PT


Pradnya Paramita.

Panitia Lokakarya Penulisan dan Pembimbingan Skripsi/Tugas Akhir. 2005. Pedoman


Penulisan dan Pembimbingan Skripsi/Tugas Akhir Fakultas Sastra dan Seni

xxix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Rupa. Surakarta.

Robinson, Stuart and Patricia.1972. Exploring Fabrik Printing. Massachusetts: Charles


T. Brandford Company.

Sinar Harapan. TREN. Gaya Pemakaian Selendang kini Kian Kasual. <http://www.
Sinarharapan.Co.id/ikat celup.html>.(diakses minggu 29 Mei 2005).

Susanto, S.K. Sewan. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian Batik dan
Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen
Perindustrian R.I..

Sutopo, H.B.. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan Terapannya
dalam Penelitian). Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Tim Badan penelitian dan Pengembangan Industri. 1989. Pedoman Teknologi Tekstil
Kerajinan Tritik, jumputan dan Sasaringan.Yogyakarta: Balai Besar
Penelitian Dan Pengembangan Industri Kerajinan Dan Batik.

Tim Museum Purna Bakti Pertiwi. 1996. Puspawarana Wastra. Jakarta: PT Jayakarta .

Tim Penyusun Buku Yayasan Harapan Kita. 1995. INDONESIA INDAH, Kain- Kain
Non Tenun Indonesia (Buku ke- 4). Jakarta: Perum Percetakan Negara
Indonesia.

Tim Penyusun Buku Yayasan Harapan Kita. 1998. INDONESIA INDAH, Busana
Tradisional (Buku ke- 10). Jakarta: Perum Percetakan Negara Indonesia.

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan & dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus
Besar Bahasa Indonesia (cetakan ke-2). Jakarta: Balai Pustaka .

Wasia Roesbani dan Roesmini Soerjaatmadja. 1984. Pengetahuan Pakaian. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, Direktirat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah, Bagian Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan

xxx
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

LAMPIRAN

xxxi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SKEMA PROSES PRODUKSI

DESAIN

PENENUNAN

STRUKTUR

KAIN TENUN

PEMOLAAN

PERMUKAAN

PENGERJAAN
TRITIK

PEWARNAAN

PENYELESAIAN

SELENDANG DENGAN
TEKNIK TRITIK

xxxii
SKEMA PROSES PEWARNAAN
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

xxxiii

Anda mungkin juga menyukai