Anda di halaman 1dari 7

Run Me Dry

Bluelock fanfiction Hiori x Isagi


Written by Jeruksusuu

Masalah terbesar dari Isagi Yoichi adalah dia ingin semua orang menyukainya. Dan itu
semua tidak mudah dia dapatkan. Sering kali dia harus menahan diri dan memaksa senyum.
Mungkin itulah alasan mengapa Yoichi membenci Hiori Yo, seorang junior staff yang baru
bergabung dengan timnya tiga bulan lalu. Tanpa Hiori Yo perlu berusaha keras, semua
orang menerima keberadaannya. Bahkan di saat laki-laki itu tidak ada pun, orang-orang satu
divisi tetap membicarakannya.

Hiori begini… Hiori begitu… Hiori itu bla bla bla. Argh, Yoichi muak!

Sejak itu Yoichi mendeklarasikan perang dengan Hiori Yo. Perang sepihak karena Hiori Yo
tidak tahu bahwa mereka bermusuhan. Sebenarnya anak itu kasihan juga, tidak tahu
apa-apa jika dirinya dimusuhi. Namun tetap mengikuti Yoichi seperti anak anjing, tersenyum
tulus, dan berterima kasih karena sudah dibimbing. Anak itu menganggap Yoichi sebagai
senior yang banyak membantunya di tempat kerja. Namun setiap kali melihat kepala Hiori
yang menunduk meminta maaf dan mengernyitkan dahi bingung karena tidak tahu letak
salahnya di mana, itu sangat memuaskan.

Setiap hari Jum’at divisi marketing akan pergi minum. Mereka punya tradisi untuk
merayakan datangnya akhir pekan sekaligus melepas penat setelah bekerja keras. Jum’at
ini mereka memutuskan untuk pergi karaoke. Pencetusnya adalah Bachira, yang disambut
antusias oleh Shidou, si maniak pesta.

Di sini lah mereka, tujuh laki-laki dewasa memenuhi satu bilik karaoke. Lima diantaranya
sudah terlalu jauh dari kata waras. Bachira dan Shidou menyanyi Plastic Love sambil
berangkulan.

Yoichi menggelengkan kepala dan menuang beer ke gelasnya. Huh? Sudah habis? Ia
menenggak sisa beer tersebut, kemudian melihat sekeliling. Tidak ditemukannya Hiori Yo di
ruangan itu. Ke mana dia? Apakah dia pulang duluan? Yoichi mengedikkan bahu, tidak
peduli.
Lagu Plastic Love sudah selesai. Bachira dan Shidou terengah-engah. Shidou sibuk memilih
lagu selanjutnya. Sementara itu Bachira celingukan seolah sedang mencari mangsa. Saat
mata Bachira menatap ke arahnya, Yoichi merasakan alarm tanda bahaya.

Oh tidak… tidak!

“Isaagi~” panggil Bachira. Ia melompat turun dari sofa dan menghampiri Yoichi. “Lo kan dari
tadi belum nyanyi.” Yoichi menggeleng kuat-kuat. “Nggak! Gue nggak mau!”
“Ayo lah~” ujar Bachira dengan mata yang berkilat bahaya.

Mungkin efek terlalu banyak minum, dan ia terlalu kuat menggeleng, tubuhnya oleng ke
belakang. Beruntung ia segera berpegangan, kalau tidak dia bisa saja jatuh dengan kepala
belakang menyentuh lantai duluan.

Tapi… kenapa pegangannya terasa aneh?

Ia mencoba meraba-raba lalu meremas benda yang dipegangnya itu. Terdengar erangan
pelan. Yoichi berjengit kaget dan dengan cepat membalik badan. Berdiri di belakang, ada
Hiori Yo. Yoichi melihat ke bawah, tempat dimana benda yang menjadi pegangannya itu
berada.

Mata Yoichi membulat dan jantungnya berdetak cepat. Ternyata benda yang baru saja ia
raba dan remas adalah sosis milik Hiori yang bersembunyi di balik celana. Astaga! Sosis
apa yang sebesar dan sekeras itu? Yoichi menelan ludah. Ia yakin sosis itu bahkan belum
sepenuhnya tegang. Bagaimana jika… jika…

Wajah yang ia tunjukkan pasti terlihat bodoh karena ia dapat mendengar Hiori Yo tertawa.
“Kak Isagi.” Tangan Hiori menangkup rahangnya dengan satu tangan.

Huh? Memangnya tangan Hiori sebesar ini?

Belum sempat berpikir lebih jauh, Hiori menariknya hingga ia bertatapan dengan kedua
manik cyan itu. “Kak Isagi, yang tadi bisa gue aduin sebagai sexual harassment lho.”
Senyum Hiori seolah mencemooh.

Seketika Yoichi sadar dari keadaan mabuknya. Ia menampar tangan Hiori dan membuang
muka. “Gue nggak sengaja,” ujarnya dengan nada ketus. Ia mendengus kemudian kembali
menghadap ke arah Kurona yang entah sejak kapan sudah ikut berjoget dengan Bachira di
atas sofa. Tanpa sepengetahuan Yoichi, Hiori menatap pucuk kepalanya dengan pandangan
yang tidak terdefinisikan.

XXX

Ini ada di mana? Bukannya tadi mereka ada di depan tempat karaoke lalu dirinya sedang
menunggu taksi?

“Kak Isagi,” bisik seseorang. Jadi dia tidak sendiri, ya? Yoichi merasakan tangan yang
menggerayangi tubuhnya. Ia melenguh saat tangan itu mengelus pinggangnya. “Kak Isagi,”
panggil suara itu lagi.

Namun kesadaran Yoichi sudah terbang jauh. Ia memejamkan mata, menikmati sentuhan
dari tangan yang besar dan hangat. Lalu fokus pada erangan dan napas berat yang berada
dekat di telinganya.

Tangan itu mencengkram rahangnya. “Kak Isagi, lihat gue.” Kelopak mata yang sudah
lengket itu terpaksa dibuka. “Gue nggak mau lo ketiduran dan ninggalin gue dalam keadaan
begini.” Yoichi mengerjap.

Oh, benar… Dia sedang menunggu taksi bersama Hiori Yo. Kemudian mereka mengobrol?
Atau adu mulut? Entah lah, yang jelas mereka benar ‘beradu mulut’. Kemudian sempat
berhenti saat di dalam taksi. Tangan Hiori terus meremas pahanya dan ia terus-terusan
menggoda ‘sosis’ Hiori. Kemudian mereka memutuskan untuk turun di love hotel.

Mata Yoichi membelalak kaget. Bukan hanya karena ingatan barusan, tetapi karena Hiori
berhasil membuka kemejanya dan mencubit putingnya. “Ahn– Hio,” desahnya. Hiori
menatapnya dengan penuh keingintahuan.

Tangan Hiori masih mencengkram rahangnya, sementara tangan kanannya menangkup


dada datar Yoichi. Jempolnya mengusap puting Yoichi. Sengaja ditekan saat mengitari
areola dan membuat Yoichi mendesah tak karuan. Hiori menunduk. Hembusan nafasnya
menyapu permukaan puting yang tegang. Yoichi bergidik. Tak lama kemudian Hiori menjilat
puting yang kemerahan itu dan Yoichi melolong.
Selama beberapa menit Hiori memperlakukan puting Yoichi dengan keji. Ia menghisap,
menggigit, dan menariknya hingga Yoichi menjerit kesakitan sekaligus keenakan. Dan
setelah ia selesai melecehkan kedua puting itu Yoichi sudah terengah lemas.

“Heh…” Hiori melepas cengkramannya pada rahang Yoichi. Ia memundurkan tubuhnya


sehingga ia dapat melihat keadaan Yoichi di bawahnya. He drinks the sight of this Isagi as
much as he can.

“So lewd,” bisik Hiori.


“Oh, shut up!” desis Yoichi.

Ia melemparkan tatapan tajam pada Hiori yang menjulang di atasnya. “Bukannya yang
berisik dari tadi itu elo ya, kak?” Tangan Hiori kini bertumpu di pinggang Yoichi. Hiori
terkekeh saat melihat bercak basah pada celana Yoichi. Ia meraba fabrik celana itu, sangat
dekat dengan ereksi Yoichi, tetapi tidak sampai menyentuhnya. Hal itu membuat nafas
Yoichi memburu sangking frustasinya.

“Oh my god Hiori quit teasing and touch me! If not–” Hiori menyeringai. Kini ia menjauhkan
diri dari Yoichi dan duduk menatap sang senior yang terbaring lemas di hadapannya.
“If not? I wanna know what you will do.”

Kesabaran Yoichi sudah habis. Dia tidak akan berakhir dengan blue balls malam ini. He will
get what he wants.

Yoichi membuang celananya kemudian ia kembali berbaring di kasur. Ia membuka lube dan
melumuri jari-jarinya dengan cairan lengket itu. Kemudian ia melebarkan kaki dan
memberikan Hiori pemandangan dari kursi terdepan. Bahkan tak pernah ada yang
mendapatkan privilege seperti ini. Since he’s always on the receiving end. Never did the
work, cuma terima enaknya.

Ah, persetan! batinnya.

Hiori sedikit kaget saat Yoichi memasukkan dua jari sekaligus. Kelihatannya laki-laki itu
sudah terbiasa. Dasar lacur, batinnya. Ia menonton Yoichi yang sedang memuaskan diri
dengan jari-jari terampilnya sambil membuka kancing teratas kemeja. Tak lama ia menyusul
sama-sama bugil dengan Yoichi.
“Uhh– huk!” Hiori mendongak dan melihat Yoichi menangis. “Shhh…” bisiknya. Ia mengusap
air mata di wajah Yoichi. “Is it too much?” Yoichi mengangguk. Namun jarinya tak berhenti
bergerak. “You won’t touch me and it hurts…” Yoichi terisak.

Wajah Hiori melunak. Ia menghapus air mata Yoichi kemudian mengecup kedua kelopak
matanya. “Well, you know baby. Even if you put on this show, it’s still not enough to make it
fully hard.” Yoichi melirik ke arah selatan Hiori. Oh my god…

Pupil Yoichi melebar. Ia menatap Hiori dengan wajah bodoh. Sepertinya dia sudah
benar-benar hilang waras. “Wake him up, baby.” Hiori menampar pipi Yoichi dengan
setengah ereksinya. Yoichi mengangguk. Kemudian dengan bantuan Hiori, akhirnya penis
itu masuk juga ke dalam rongga hangat Yoichi.

Hiori memejamkan mata berusaha menahan diri. Ia memegang dipan kasur dengan erat
sementara di bawah sana Yoichi tengah fokus mengulum kepunyaannya. “Harus kayak gini
dulu ya kak baru lo nggak jutek sama gue?” Hiori menyentak pinggulnya. “Harusnya dari
awal kenalan gue entot lo sampai bego ya?”

Yoichi mengerang, berusaha mengatakan sesuatu. Namun, Hiori menampar pipinya


membuat ia merengek dengan mulut yang penuh penis. “Diem! Mulut lo itu cuma bagus
dipake buat kontol gue doang. Jadi nggak usah banyak omong!”

Hiori memajukan pinggulnya. Kode bagi Yoichi untuk melanjutkan kulumannya. Yoichi
mengerang kemudian kembali mendorong penis Hiori ke dalam kerongkongan. Tak lupa ia
juga memberikan perhatian pada dua kantong Hiori yang penuh dengan cairan putih. Yoichi
membayangkannya dengan wajah dumbfuck.

Rahan Yoichi mulai pegal. Namun belum ada tanda-tanda dari Hiori untuk melepaskannya.
Dengan kekuatan sisa, ia menghisap kuat penis Hiori kemudian mengulumnya. Air liur
berjatuhan. Beberapa mengalir di sepanjang batang penis milik Hiori. “Oke, cukup.” Yoichi
melepas kulumannya hingga terdengar bunyi pop! nyaring. Tangannya masih
menggenggam batang besar itu dan melumuri seluruh permukaannya dengan air liurnya.

“On your knees,” perintah Hiori.


Dengan patuh Yoichi menungging di atas kasur. Dia seperti anjing yang mempersembahkan
diri untuk dipakai sepuasnya oleh sang majikan. Hiori tersenyum puas. Ia meremas bokong
Yoichi sembari menggesek kepunyaannya di antara belahan pantat Yoichi.
Oh would you look at that? Hiori membasahi bibirnya. It clenches impatiently waiting for my
cock. Bersamaan dengan itu lenguhan manja Yoichi terdengar membangkitkan nafsu. “Hurry
up!”

Dalam satu sentakan, Hiori membenamkan dirinya ke dalam kehangatan Yoichi. Yang lebih
tua melenguh panjang, tetapi Hiori diburu-buru. Ia tidak memberikan Yoichi untuk
menyesuaikan diri dengan kepunyaannya, sebelum ia menghujam Yoichi dengan membabi
buta.

“Sab–haahh–aar!” Tangan Yoichi terulur, mencoba menjauhkan tubuhnya. Namun Hiori


menangkap tangan itu dan mencengkram pergelangan tangannya. Hiori menggoyang
pinggulnya, berusaha mencari titik kenikmatan itu. Ia menyentak pendek, Yoichi melolong,
dan ia tersenyum puas sebab berhasil menemukan apa yang ia cari.

“Ja–haa, jangan di situ terush!” racau Yoichi. “Tapi enak kan?” Hiori melepaskan tangan
Yoichi. Sang raven terjatuh lemas. Hiori memeluknya dari belakang. “Is it good?” bisik Hiori
di telinga Yoichi.

Tanpa daya, Yoichi hanya bisa mengangguk. Otaknya sudah hilang kemampuan untuk
merangkai kata-kata. Di dalam kepalanya sekarang hanya ada pikiran betapa keras dan
panasnya penis Hiori dan betapa nikmat setiap hentakan pinggulnya. Lengan Hiori memeluk
bagian tengah Yoichi. Jarinya iseng memainkan puting Yoichi. Lalu mengerang ketika
dinding hangat itu menjepit miliknya dengan nikmat.

“Oh my god, Hiori gue–”


Hiori menarik pinggul Yoichi ke atas. Barulah ia dapat melihat milik Yoichi yang sudah
sangat merah dan penuh dengan precum. Ia bisa meledak kapan saja. Hiori merasa sedikit
berbaik hati sehingga ia mau membantu Yoichi lepas dari siksaan ini. Ia menggenggam
kepala penis Yoichi.

Yoichi menangis oleh stimulasi yang berlebihan dari arah depan dan belakangnya. Telapak
tangan Hiori yang sedikit kasar dan hangat membuatnya gila, begitu pula dengan
hentakannya yang sengaja terus-terusan mengenai spot ternikmatnya.
Tubuh Yoichi bergidik pertanda ia sudah sangat dekat. Hiori mempercepat gerakan
tangannya pada kepala penis Yoichi. Tak lama kemudian Yoichi melenguh dan cairan hangat
menyembur keluar mengotori telapak tangan Hiori.

Hiori melepaskan pelukannya pada Yoichi dan membiarkan tubuh kecil itu tumbang di atas
kasur. Ia melihat punggung Yoichi yang naik turun, masih mengatur nafas dari pelepasannya
barusan. Hiori menundukkan tubuhnya, setengah menindih Yoichi yang ada di bawahnya
dan menggoyangkan pinggulnya pelan. Yoichi yang masih kewalahan sebab pelepasan
pertamanya yang belum lama, mengerang pelan.

“Gue belum keluar nih, kak. Do you think you can come with my cock alone?”

Yoichi memejamkan mata. Ia dapat merasakan milik Hiori yang masih bersarang di
dalamnya berkedut pelan. Yoichi terkekeh pelan. Tentu saja, ini tidak akan selesai di sini
saja.

Anda mungkin juga menyukai