Anda di halaman 1dari 7

Jooheon menatap malas tumpukan amplop berwarna merah muda bermotif

hati yang selalu memenuhi lokernya setiap pagi. Ia mengambil semua amplop
itu dan melemparnya ke tempat sampah terdekat. Bukan ia tidak menghargai
si pengirim surat, hanya ia sudah hafal apa isi surat-surat itu. Itu surat cinta
dari beberapa gadis yang mengaku penggemar berat Jooheon.

"Apa mereka tidak bosan?" gumam Jooheon.

Jooheon merupakan siswa dengan tingkat kepopuleran paling tinggi di


sekolahnya. Dia tampan, tentu saja. Semua orang di sekolahnya mengakui
ketampanan Jooheon.

"Jooheonie!"

Jooheon menoleh dan mendapati seorang gadis cantik tengah berlari ke


arahnya.

"Ada apa Yerin-ah?" tanya Jooheon begitu Yerin berdiri di sampingnya. Tak
ingin melewatkan kesempatan, gadis itu langsung menggandeng lengan
Jooheon, menyenderkan kepalanya di sana sambil sesekali
menggoyangkannya. Menunjukkan pada setiap gadis disekolah itu jika
Jooheon sekarang miliknya.

"Akhir minggu nanti apa kau ada acara?" Yerin mendongak menatap Jooheon
yang lebih tinggi darinya.

"Hng... Sepertinya tidak, kenapa?"

"Kau sudah lama tidak mengajakku kencan, ayo kita kencan!" Yerin
menggoyang-goyangkan lengan kanan Jooheon, mengeluarkan ekspresi imut
yang entah mengapa malah membuat Jooheon merasa mual.

Jooheon memutar bola matanya bosan, seingatnya dia dan Yerin baru saja
menjalankan ritual kencan dua hari lalu.

"Bukankah dua hari lalu kita makan malam bersama?"


"Itu bukan kencan." Yerin menggerakkan telunjuk di depan wajahnya ke kiri
dan ke kanan. "Bukankah wajar jika sepasang kekasih sering keluar
bersama?" lanjutnya.

Jooheon berusaha melepaskan tangannya yang kini dipeluk erat oleh Yerin.
Ini sekolah, dan gadis itu terlalu menempel padanya.

"Aku tidak bisa terlalu sering keluar Yerin-ah." Jooheon mencoba memberi
pengertian. Ayolah, kakaknya bisa mengamuk jika Jooheon terlalu sering
pergi keluar.

"Kenapa?" ekspresi sedih begitu kentara di wajah gadis berpipi chubby itu.

Jooheon menggigit pipi bagian dalam, otaknya ia paksa berpikir keras


mencari alasan yang masuk akal agar ia bisa menghindari Yerin. Sungguh,
Jooheon merasa jengah dengan sikap Yerin. Padahal mereka baru
berpacaran seminggu yang lalu.

"Yerin-ah, dengarkan aku baik-baik." Jooheon menatap lurus ke arah mata


Yerin dengan kedua tangan di pundak gadis itu.

"Bagaimana kalau kita akhiri saja hubungan ini? Jujur aku tidak sanggup
menghadapi sifatmu yang seperti ini."

Bibir Yerin melengkung ke bawah dengan mata yang mulai berkaca-kaca,


Jooheon yakin gadis ini sebentar lagi akan meraung. Bagus Lee, sekarang
kau membuat seorang gadis menangis—lagi.

"Kau boleh menampar atau memukulku sebagai gantinya."

Jooheon memejamkan mata sambil merentangkan tangannya, bersiap


menerima pukulan atau tamparan dari gadis yang baru saja ia putuskan.
Jooheon membuka sebelah matanya saat ia rasa gadis itu tidak melakukan
pembalasan apapun.
"Ha?" Jooheon mengerjap cepat saat mendapati dirinya tengah berdiri
didepan loker sendirian. Menggaruk kepala -yang sebenarnya tidak gatal-
bingung, seharusnya Jooheon mendapatkan sedikit lebam dipipinya pagi ini.

"Fortune Lee!" gumam Jooheon. Ia memutuskan untuk segera ke kelas


karena bel sebentar lagi akan berbunyi.

***

"Lee, kudengar kau mencampakkan seorang gadis lagi pagi ini?"

Jooheon baru saja mendaratkan bokongnya di kursi saat Hoseok bertanya


seperti itu. Oh, gosip tentang dirinya memang selalu menyebar dengan cepat.

"Ya begitulah." jawab Jooheon acuh. "Dan berhentilah memanggilku dengan


nama marga, itu tidak sopan!"

"Kenapa? Bukankah kita dekat?"

Jooheon bergidik ngeri saat Hoseok memeluk lengan kanannya.

"Ya singkirkan tanganmu!" Hoseok sedikit terdorong ke belakang saat


Jooheon menarik tangannya.

"Aku bukan gay sepertimu!" hardik Jooheon.

Hoseok mengerucutkan bibirnya sebal, Jooheon selalu berkata seperti itu


semenjak ia menangkap basah Hoseok sedang berciuman bersama Chae
Hyungwon -kekasihnya- di toilet sekolah.

"Kau melukai perasaanku Lee!"

"Ya berhenti memanggil margaku!" bentak Jooheon. "Dan jika kau ingin
bermanja-manja pergilah temui kekasihmu dikelasnya!"

"Aish, dia hari ini tidak masuk sekolah!"


"Kenapa?" Jooheon mengerutkan keningnya bingung.

"Aku menghukum Hyungwon semalam," bisik Hoseok.

Jooheon membelalakkan matanya tak percaya. Selain gay dan mesum, ia


tidak pernah tahu jika Hoseok sefrontal ini.

"Apa kau sedang berniat membuatku seperti kaummu?" Jooheon menaikkan


sebelah alisnya. Demi apapun, Jooheon masih normal, ia masih menyukai
wanita seksi berdada besar. Dia normal, oke.

"Aku tidak tertarik padamu, Lee. Lagi pula kau itu playboy, dan kecil
kemungkinan kau belok sepertiku." Hoseok menganalisis.

Jooheon memutar bola matanya malas, waktunya selalu terbuang sia-sia


setiap ia berbicara dengan Hoseok.

"Ah, kau belum menjawab pertanyaanku tadi." ingat Hoseok.

Jooheon menghela nafas, setidaknya percakapan absurd mereka sudah


berakhir.

"Yerin, siswi kelas 2-4. Dan kami resmi jadian Jumat lalu."

"Astaga, bahkan kalian pacaran belum ada satu minggu." decak Hoseok. Ia
heran, kenapa temannya ini senang sekali mempermainkan hati perempuan.

"Jooheon-ah, aku hanya memberimu sedikit saran. Berhentilah


mempermainkan perasaan perempuan sebelum kau mendapat karma."

Jooheon tertawa terbahak saat mendengar nasehat Hoseok. Karma? Yang


benar saja! Dia tidak pernah sekalipun melakukan hal yang macam-macam
dengan mereka—mantan pacarnya.
"Hoseok-ah, aku tidak pernah berbuat macam-macam dengan mereka. Aku
bahkan masih perjaka, asal kau tahu!" tegas Jooheon. Kenyataannya
memang seperti itu.

"Aku tidak peduli kau masih perjaka atau tidak, aku hanya menyuruhmu untuk
berhenti mempermainkan perasaan perempuan. Hanya itu."

"Aku tidak pernah mempermainkan mereka Hoseok, merekalah yang datang


padaku."

"Dan kau akan meninggalkan mereka saat kau bosan." potong Hoseok.
Jooheon tersenyum senang, Hoseok mengenal baik dirinya.

"Selama aku tidak menyentuh mereka lebih jauh, kurasa tidak apa. Ayolah,
normal saja jika sekedar berciuman atau foreplay didaerah dada."

Hei, apa Jooheon baru saja melakukan pengakuan dosa? Sadarkan jika Lee
mesum ini juga sama frontalnya seperti Hoseok.

"Terserah padamu Lee! Yang jelas aku sudah mengingatkanmu!" ujar Hoseok
kesal. "Sudahlah, aku akan kembali ke kursiku. Lee-ssaem sebentar lagi
masuk."

Hoseok kembali ke kursinya, meninggalkan Jooheon yang duduk sendirian.


Ya, bangku di sebelah Jooheon memang sengaja dikosongkan. Para gadis
dikelasnya sepakat melarang siapapun untuk duduk di samping Jooheon.

Lee-ssaem masuk ke dalam kelas dengan seorang anak bertubuh kecil


mengekor di belakangnya. Jooheon memperhatikan anak baru itu lamat, ia
merasa ada sedikit kesalah pada diri anak baru itu. Dia begitu manis dan—
cantik.

"Baiklah anak-anak, hari kelas kita kedatangan murid baru. Silahkan


perkenalkan dirimu, nak." Lee-ssaem mempersilahkan murid baru itu untuk
memperkenalkan diri.
"Changkyun."

Semua orang menatap lelaki pendek itu heran. Perkenalan macam apa ini?
Anak baru itu hanya menyebutkan nama tanpa marga? Dan yang lebih parah
ekspresinya sama sekali tidak bersahabat. Datar dan dingin. Bahkan
Changkyun tidak memberi salam atau hal formalitas lain.

"C-Changkyun-ssi, perkenalkan diri—"

"Bisakah kau tunjukkan di mana tempat dudukku?" potong Changkyun, anak


itu kini menatap Minhyuk dingin.

Lee Minyuk menatap Changkyun tidak percaya. Anak ini benar-benar tidak
tahu sopan santun. Jika saja Kepala sekolah tidak menitipkan anak ini
padanya, mungkin Mihyuk sudah menendang Changkyun keluar sejak tadi.

"Berhentilah membuang waktu!" sarkas Changkyun.

'Astaga, dia lebih galak dari Hyungwon jika sedang merajuk.' batin Hoseok.

Minhyuk berdehem. Sepertinya dia memang harus memaklumi sikap


Changkyun yang memang seperti ini.

"Kau duduk di samping Lee Jooheon."

Siswi kelas itu berteriak protes pada Minhyuk, mereka tidak rela jika pemuda
menyebalkan itu duduk d isamping Jooheon. Sedang Changkyun, dia sama
sekali tidak mempedulikan kegaduhan dis ekitarnya.

"Hai, aku Jooheon." Jooheon mengeluarkan senyum terbaiknya,


bagaimanapun ia harus menunjukkan kesan pertama yang baik.

Changkyun menatap datar tangan Jooheon yang terulur ke arahnya. Hanya


menatap, tanpa ada niatan untuk menyambut uluran tangan Jooheon.
Changkyun mengeluarkan buku catatannya, memperhatikan Minhyuk jauh
lebih menarik daripada menyambut uluran tangan Jooheon.
Jooheon yang merasa ditolak menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ayolah,
tidak ada orang yang bisa melawan pesona pangeran sekolah seperti
Jooheon.

"Kau pindahan dari mana?" tanya Jooheon pantang menyerah. Pemuda Lee
itu hanya ingin mencairkan suasana.

"Berhenti bicara padaku!" peringat Changkyun tanpa menoleh.

"Hei tatap wa—"

Bugghh

Jooheon menatap lelaki yang memiliki postur tubuh lebih kecil darinya itu
tidak percaya, tangannya menyentuh pipi yang beberapa detik lalu terkena
pukulan mendadak dari Changkyun. Tidak sakit memang, hanya saja
Jooheon bingung mengapa orang itu memukulnya.

"JAUHKAN TANGA KOTORMU DARIKU!" teriak Changkyun kalap. Tubuhnya


bergetar hebat dengan kedua tangan mengepal kuat. Dan yang membuat
Jooheon heran mengapa Changkyun menangis?

Anda mungkin juga menyukai