Disusun oleh:
Dr. Suharto, S.Pd, M.Hum
1
BAB 1
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai
cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan.
Seorang yang berperang dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan
sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan
yang dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya
diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik
tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan,
maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam
menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun
dari luar.
Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya,
dipakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam
konteks belajar-mengajar, strategi berarti pola umum perbuatan guru-peserta didik di
dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa
2
macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau
dipercayakan guru-peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar.
Dengan demikian maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik
abstrak rentetan perbuatan guru-peserta didik di dalam peristiwa belajar-mengajar.
Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi
yang satu dari strategi yang lain secara fundamental. istilah lain yang juga
dipergunakan untuk maksud ini adalah model-model mengajar. Sedangkan rentetan
perbuatan guru-peserta didik dalam suatu peristiwa belajar-mengajar aktual tertentu,
dinamakan prosedur instruksional.
3
• Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi (1998) mengatakan bahwa strategi
pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap
tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan
belajarnya harus dapat dipraktikkan.
Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian-pengertian di atas. Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk
mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi
adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah
pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan
dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu
dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah
rohnya dalam implementasi suatu strategi.
4
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan tugas secara
profesional, seorang guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-
kemungkinan strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan-tujuan belajar, baik dalam
arti efek instruksional maupun efek pengiring, yang ingin dicapai berdasarkan
rumusan tujuan pendidikan yang utuh, di samping penguasaan teknis di dalam
mendesain sistem lingkungan belajar-mengajar dan mengimplementasikan secara
efektif apa yang telah direncanakan di dalam desain instruksional.
Ceramah, diskusi, bermain peran, LCD, video-tape, karya wisata, penggunaan nara
sumber, dan lain-lainnya merupakan metode, teknik dan alat yang menjadi bagian
dari perangkat alat dan cara di dalam pelaksanaan sesuatu strategi pembelajaran. Juga
harus dicatat bahwa dalam peristiwa pembelajaran, seringkali harus dipergunakan
lebih dari satu strategi, karena tujuan-tujuan yang akan dicapai juga biasanya kait-
mengait satu dengan yang lain dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang lebih
umum.
Arends (1997) menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach
to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system.”
Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga
model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan,
strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
5
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-
lain (Joyce, 1992 ). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran
mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian
rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
6
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery
dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Menurut Fathurrahman Pupuh (2007) metode secara harfiah berarti cara. Dalam
pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang
dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran,
metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajara pada peserta didik
untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, salah satu
keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pembelajaran adalah
keterampilan memilih motode. Pemilihan metode terkait langsung dengan usaha-
usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi
sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu,
salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana
memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan
kegiatan belajar-mengajar sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam
keseluruhan komponen pendidikan.
Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan semakin efektif
kegiatan pembelajaran. Tentunya ada juga faktor-faktor lain yang harus diperhatikan,
seperti: faktor guru, anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan lain-lain.
Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat istilah lain yang
kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik
mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang
dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, yaitu cara yang
harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Dengan
demikian, sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan
kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari dengan jumlah peserta
didik yang banyak tentu saja akan berbeda jika dilakukan pada pagi hari dengan
jumlah peserta didik yang sedikit.
7
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.
Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya ada dua orang yang
sama-sama menggunkan metode ceramah dalam situasi yang sama maka bisa
dipastian mereka akan melakukannya secara berbeda .
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan
oleh guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana
menjalankan strategi itu dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam
upaya menjalankan metode pembelajaran, guru dapat menentukan teknik yang
dianggap relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki
taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.
Kelebihan strategi ini adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan, sedangkan
kelemahan utamanya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan, proses-
proses, dan sikap yang diperlukan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal
serta belajar kelompok. Agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan
pemikiran kritis, strategi pembelajaran langsung perlu dikombinasikan dengan
strategi pembelajaran yang lain.
8
pembelajaran langsung, pembelajaran tak langsung umumnya berpusat pada peserta
didik, meskipun dua strategi tersebut dapat saling melengkapi. Peranan guru bergeser
dari seorang penceramah menjadi fasilitator. Guru mengelola lingkungan belajar dan
memberikan kesempatan peserta didik untuk terlibat.
Kelebihan dari strategi ini antara lain: (1) mendorong ketertarikan dan keingintahuan
peserta didik, (2) menciptakan alternatif dan menyelesaikan masalah, (3) mendorong
kreativitas dan pengembangan keterampilan interpersonal dan kemampuan yang lain,
(4) pemahaman yang lebih baik, (5) mengekspresikan pemahaman. Sedangkan
kekurangan dari pembelajaran ini adalah memerlukan waktu panjang, outcome sulit
diprediksi. Strategi pembelajaran ini juga tidak cocok apabila peserta didik perlu
mengingat materi dengan cepat.
Pembelajaran interaktif menekankan pada diskusi dan sharing di antara peserta didik.
Diskusi dan sharing memberi kesempatan peserta didik untuk bereaksi terhadap
gagasan, pengalaman, pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk
membangun cara alternatif untuk berfikir dan merasakan.
Kelebihan strategi ini antara lain: (1) peserta didik dapat belajar dari temannya dan
guru untuk membangun keterampilan sosial dan kemampuan-kemampuan, (2)
mengorganisasikan pemikiran dan membangun argumen yang rasional. Strategi
pembelajaran interaktif memungkinkan untuk menjangkau kelompokkelompok
dan metode-metode interaktif. Kekurangan dari strategi ini sangat bergantung pada
kecakapan guru dalam menyusun dan mengembangkan dinamika kelompok.
perencanaan menuju penerapan pada konteks yang lain merupakan faktor kritis
9
dalam pembelajaran empirik yang efektif.
Kelebihan dari startegi ini antara lain: (1) meningkatkan partisipasi peserta didik, (2)
meningkatkan sifat kritis peserta didik, (3) meningkatkan analisis peserta didik, dapat
menerapkan pembelajaran pada situasi yang lain. Sedangkan kekurangan dari strategi
ini adalah penekanan hanya pada proses bukan pada hasil, keamanan siswa, biaya
yang mahal, dan memerlukan waktu yang panjang.
Kelebihan pembelajaran ini adalah membentuk peserta didik yang mandiri dan
bertanggunggjawab. Sedangkan kekurangannya adalah peserta MI belum dewasa,
sehingga sulit menggunakan pembelajaran mandiri.
10
peserta didik, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua
komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antarsesama komponen terjadi
kerja sama. Oleh karena itu, guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-
komponen tertentu saja misalnya metode, bahan, dan evaluasi saja, tetapi ia harus
mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.
Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor
yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran.
Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, dan
sebaliknya guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi
bervariasi. Sedangkan komponen lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi.
Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah membentuk lingkungan peserta didik
supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan dari proses belajar peserta didik,
yang pada akhirnya peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang
diharapkan. Untuk itu, dalam merekayasa pembelajaran, guru harus berdasarkan
kurikulum yang berlaku.
Peserta didik
Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan untuk menentukan strategi, materi,
media dan evaluasi pembelajaran. Untuk itu, dalam strategi pembelajaran, penentuan
tujuan merupakan komponen yang pertama kali harus dipilih oleh seorang guru,
karena tujuan pembelajran merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran
11
Bahan Pelajaran
Kegiatan pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan
strategi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan standar proses pembelajaran.
Metode
Metode adalah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam
proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran
yang berlangsung.
Alat
Alat yang dipergunakan dalam pembelajran merupakan segala sesuatu yang dapat
digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu alat verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa
suruhan, perintah, larangan dan lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa
globe, peta, papan tulis slide dan lain-lain.
Sumber Pembelajaran
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat
atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sehingga sumber belajar
12
dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan kebudayaannya, misalnya, manusia,
buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.
Evaluasi
13
dalam membelajarkan peserta didik. Namun demikian di samping persamaan
tersebut, peserta masih mempunyai perbedaan-perbedaan walaupun pada umur yang
relatif sama.
Seorang pendidik untuk dapat menentukan strategi pembelajaran yang sesuai terlebih
dahulu harus mengetahui perubahan perilaku, baik secara material-subtansial,
struktural-fungsional, maupun secara behavior peserta didik. Misalnya, apakah
tingkat prestasi yang dicapai peserta didik itu merupakan hasil kegiatan belajar
mengajar yang bersangkutan?. Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui
tentang karakteristik perilaku peserta didik saat mereka mau masuk sekolah dan saat
kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku
peserta didik yang dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Itulah yang dimaksudkan dengan entering behavior peserta didik.
14
• Secara inovatif, guru tertentu di berbagai lembaga pendidikan yang memiliki atau
mampu mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan memenuhi
syarat, mengadakan pretes sebelum mereka mulai mengikuti program belajar
mengajar.
Mengetahui pola belajar peserta didik adalah modal bagai seorang guru untuk
menentukan strategi pembelajaran. Robert M. Gagne (1979) membedakan pola-pola
belajar peserta didik ke dalam delapan tipe, yang tiap tipe merupakan prasyarat bagi
lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar dimaksud adalah: (1)
signal (belajar isyarat), (2) stimulus-response learning (belajar stimupons), (3)
chaining (rantai atau rangkaian), (4) verbal association (asosiasi verbal), (5)
discrimination learning (belajar diskriminasi), (6) concept learning (belajar konsep),
(7) rule learning (belajar aturan), dan (8) problem solving (memecahkan masalah).
Kedelapan tipe belajar sebagaimana disebutkan di atas akan dijelaskan satu per satu
secara singkat dan jelas sebagai berikut.
Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Jadi, tidak ada persyaratan,
namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk menuju jenjang belajar yang
paling tinggi. Signal learning dapat diartikan sebagai penguasaan pola-pola dasar
perilaku bersifat involuntary ( tidak sengaja dan tidak disadari tujuannya). Dalam tipe
ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan untuk
berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara
serempak dan perangsang-perangsang tertentu secara berulang kali. Signal learning.
Ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov yang timbul setelah sejumlah
pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional selain
timbulnya dengan tidak sengaja dan tidak dapat dikuasai. Contoh: Aba-aba “Siap!”
merupakan suatu signal atau isyarat mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu
menimbulkan rasa senang. Wajah ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan
15
perasaan senang itu. Melihat ular yang besar menimbulkan rasa takut. Melihat ular
merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan tertentu.
Bila tipe di atas digolongkan dalam jenis classical condition, maka belajar 2 ini
termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar dengan trial and error
(mencoba-coba). Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang
serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini
adalah faktor inforcement. Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat
penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforce-
ment.
Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh chaining seperti ibu-bapak, kampung-
halaman, selamat tinggal, dan sebagainya. Juga dalam perbuatan kita banyak terdapat
chaining ini, misalnya pulang kantor, ganti baju, makan malam, dan sebagainya.
Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab yang terjadi
segera setelah yang satu lagi. Jadi berdasarkan hubungan conntiguity).
Baik chaining maupun verbal association, yang kedua tipe belajar ini,
menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan lain. Bentuk verbal association
16
yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan si anak
dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya”, bila melihat
bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat
mengenal `bujur sangkar’ sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal ‘bola’,
`saya’, dan ‘itu’. Hubungan itu terbentuk, bila unsurnya terdapat dalam urutan
tertentu, yang satu segera mengikuti satu lagi (conntiguity).
Discrimination learning atau belajar membedakan. Tipe ini peserta didik mengadakan
seleksi dan pengujian di antara perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya,
kemudian memilih pola-pola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama
berlangsung proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai pola aturan
melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).
Contoh:. Guru mengenal peserta didik serta nama masing-masing karena mampu
mengadakan diskriminasi di antara anak itu. Diskriminasi didasarkan atas chain.
Anak misalnya harus mengenal mobil tertentu berserta namanya. Untuk mengenal
model lain diadakannya chain baru dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu
yang satunya lagi. Makin banyak yang dirangkaikan, makin besar kesulitan yang
dihadapi, karena kemungkinan gangguan atau interference itu, dan kemungkinan
suatu chain dilupakan.
17
konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. la dapat
menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman,
saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini,
kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam
bentuk yang abstrak. Misalnya kita dapat menyuruh peserta didik dengan perintah:
“Ambilkan botol yang di tengah! ” Untuk mempelajari suatu konsep, peserta didik
harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Untuk itu, ia harus dapat
mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk
konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-
angsur.
Rule learning belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini
peserta didik belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, dedukatif, sintesis, asosiasi,
diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga peserta didik dapat menemukan
konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya dipandang sebagai “rule “: prinsip, daliI,
aturan, hukum, kaidah, dan sebagainya.
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini para peserta
didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respons terhadap
rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik, yang
mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Belajar memecahkan
masalah itu berlangsung sebagai berikut: Individu menyadari masalah bila ia
dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya
semacam kesulitan. Langkah-langkah yang memecahkan masalah, adalah sebagai
berikut:
18
Merumuskan dan Menegaskan Masalah
19
Strategi pembelajaran yang dterapkan oleh guru akan selalu bergantung pada sasaran
atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional
dan konkrit, yakni Tujuan Instruksional Khusus dan Tujuan Instruksional Umum,
tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal.
Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan pelajaran
akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-
kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian
yang didambakan tersebut harus memiliki kualifikasi: a) pengembangan bakat secara,
optimal, b) hubungan antar manusia, c) efisiensi ekonomi, dan d) tanggung jawab
warga selaku warga negara.
Pandangan hidup para guru maupun peserta didik akan turut mewarnai berkenaan
dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan
mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian, serta penilaian
terhadap kegiatan belajar mengajar.
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang
diiorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai
dengan tujuan pendidikan. Pengawasan itu turut menentukan lingkungan dalam
membantu kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang
menantang dan merangsang para peserta didik belajar, memberikan rasa aman dan
kepuasan serta mencapai tujua yang diharapkan. Salah satu faktor yang mendukung
20
kondisi belajar di dalam suatu kelas adalah job description proses belajar mengajar
yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok peserta didik. Sehubungan dengan hal ini, job description guru dalam
implementasi proses belajar- mengajar sebagai berikut.
• Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-
kegiatan organisasi belajar.
• Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-
fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung
kemungkinan terciptanya proses belajar mengajar. Menggerakkan anak didik yang
merupakan usaha memancing, membangkitkan, dan mengarahkan motivasi belajar
peserta didik.
• Supervisi dan pengawasan, yakni usaha mengawasi, menunjang, manbantu,
mengaskan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
perencanaan instruksional yang telah didesain sebelumnya.
• Penelitian yang lebih bersifat penafsiran penilaian yang mendukung pengertian
lebih luas dibanding dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan.
Pengertian strategi pembelajaran efektif adalah prinsip memilih hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan
strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok
digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki
kekhasan sendiri-sendiri. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Killen (1998): No
teaching strategy is better than others in all circumstances, so you have to be able to
use a variety of teaching strategies, and make rational decisions about when each of
the teaching strategies is likely to most effective.
Apa yang dikemukakan Killen itu jelas bahwa guru harus mampu memilih strategi
yang dianggap cocok dengan keadaan. Oleh sebab itu, guru perlu memahami prinsip-
prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut.
21
Berorientasi pada Tujuan
Segala aktivitas guru dan peserta didik, mestinya diupayakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Ini sangat penting, sebab mengajar adalah proses yang
bertujuan. Oleh karena keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari
keberhasilan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat;
memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu,
strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas peserta didik.
Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu peserta didik. Walaupun kita
mengajar pada sekelompok peserta didik, namun pada hakikatnya yang ingin kita
capai adalah perubahan perilaku setiap peserta didik.
Integritas
Interaktif
22
Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan peserta didik
untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan
masalah dalam pembelajaran bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi
merupakan hipotesis yang merangsang peserta didik untuk mau mencoba dan
mengujinya. Oleh karena itu, guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat
dikerjakan peserta didik. Biarkan peserta didik berbuat dan berpikir sesuai dengan
inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa
dimaknai oleh setiap peserta didik.
Menyenangkan
Menantang
23
merangsang peserta didik untuk berpikir (learning how to learn) dan melakukan
(learning how to do). Apabila guru akan memberikan informasi, hendaknya tidak
memberikan informasi yang sudah jadi yang siap dikonsumsi peserta didik, akan
tetapi informasi yang mampu membangkitkan peserta didik untuk mau
“mengunyahnya”, untuk memikirkannya sebelum ia mengambil kesimpulan. Untuk
itu, dalam hal-hal tertentu, sebaiknya guru memberikan informasi yang “meragukan”,
kemudian karena keraguan itulah peserta terangsang untuk membuktikannya.
Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan peserta didik.
Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin mereka memiliki kemauan untuk belajar. Oleh
karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru
dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang
memungkinkan peserta didik untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Dorongan itu
hanya mungkin muncul dalam diri peserta didik manakala mereka merasa
membutuhkan (need). Peserta didik yang merasa butuh akan bergerak dengan
sendirinya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab, itu dalam rangka
membangkitkan motivasi, guru harus dapat menunjukkan pentingnya pengalaman dan
materi belajar bagi kehidupan peserta didik, dengan demikian peserta didik akan
belajar bukan hanya sekadar untuk memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong
oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya.
Rangkuman
• Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian-pengertian strategi pembelajaran
Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan
dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun
untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan.
24
• Model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.”
• Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang
terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum
• Metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran metode didefinisikan
sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajara pada peserta didik untuk tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan
• Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran.
Teknik adalah cara yang dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan
suatu metode yaitu cara yang harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan
efektif dan efisien. Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik
atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual.
• Komponen strategi pembelajaran adalah; guru, siswa, tujuan, bahan pelajaran,
kegiatan pembelajaran, metode, alat, sumber pembelajaran dan evaluasi
• Komponen-komponen strategi pembelajaran akan mempengaruhi jalannya
pembelajaran, untuk itu, semua komponen strategi pembelajaran merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran.
• Faktor yang mempengaruhi strategi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu peserta didik, sebagai raw input, instrumental input atau sasaran,
enviromental input ( lingkungan).
• Strategi pembelajaran efektif: berorentasi pada tujuan. aktivitas, individualitas,
integritas, motivasi, menantang. menyenangkan, inspiratif, interakti
25
BAB 2
KETRAMPILAN MEMBUKA DAN MENUTUP PELAJARAN
A. Pengertian
Pada awal pelajaran, tidak semua siswa memiliki kesiapan mental dan tertarik untuk
mengikuti hal – hal yang akan di pelajari. Siswa yang selesai mengikuti pelajaran
olahraga atau matematika kemudian berpindah ke pelajaran berikutnya seperti
pendidikan agama, maka kondisi pikiran dan perhatian siswa kebanyakan masih pada
pelajaran yang pertama. Demikian pula selama proses pelajaran berlangsung,
kesiapan mental dan perhatian pelajar belajar siswa tidak selalu tertuju pada hal – hal
yang di pelajari, sehingga mempengaruhi perolehan hasil belajar siswa. Karena itu,
keterampilan membuka pelajaran merupakan salah satu kunci keberhasilan dari
seluruh proses belajar mengajar yang akan dilalui siswa. Jika pada awal pelajaran
seorang guru gagal mengondisikan mental dan menarik perhatian siswa, maka proses
belajar mengajar yang dinamis tidak dapat tercapai.
26
B. Membuka Pelajaran
Membuka pelajaran bukanlah kegiatan – kegiatan rutin seperti menyiapkan siswa,
mengisi presensi, memberi pengumuman, mengumpulkan tugas, atau bahkan
mengucapkan salam pembuka dan Al–fatihah atau basmalah dianggap sebagai
kegiatan membuka pelajaran. Kegiatan-kegiatan tersebut memang perlu dilakukan
guru dan ikut menciptakan suasana kelas, namun tidak termasuk dalam keterampilan
membuka pelajaran. Yang dimaksud dengan keterampilan membuka pelajaran adalah
kegiatan guru pada awal pelajaran untuk menciptakan suasana “ siap mental “ dan “
menimbullan perhatian “ siswa agar terarah pada hal – hal yang akan di pelajari. Siap
mental artinya siswa siap menerima pelajaran, tidak terganggu lagi dengan pikiran
saat sebelum pelajaran dimulai.
Beberapa cara yang dapat di usahakan guru dalam membuka pelajaran adalah dengan
(1) menarik perhatian siswa (2) memotivasi siswa, (3) memberi acuan/struktur
pelajaran dengan menunjukan tujuan atau kompetensi dasar dan indikator hasil
belajar, serta pokok persoalan yang akan dibahas, rencana kerja, dan pembagian
waktu, (4) mengaitkan antara topik yang sudah dikuasai dengan topik baru, atau (5)
menanggapi situasi kelas.
Dalam usaha menarik perhatian dan memotivasi siswa, guru dapat menggunakan alat
bantu seperti alat peraga / surat kabar / gambar – gambar dan kemudian guru dapat
menceritakan kejadian aktual, atau guru dapat memberi contoh atau perbandingan
yang menarik. Tetapi, hendaknya diperhatikan semua cara itu harus relevan dengan
isi dan indikator kompetensi hasil belajar yang akan dipelajari siswa. Guru yang
memiliki improvisasi seni atau cerita lucu yang relevan akan dapat menarik perhatian
dan motivasi belajar siswa, namun cerita lucu pada awal pelajaran yang tidak relevan
dengan materi pelajaran serta dibuat – buat hanya menarik siswa sesaat.
Dalam usaha mengaitkan antara pelajaran baru dengan materi yang sudah dikuasai
siswa, guru hendaknya mengadakan apersepsi. Apersepsi merupakan mata rantai
penghubung antara pengetahuan siap siswa yang telah dimiliki oleh siswa untuk
digunakan sebagai batu loncatan atau titik pangkal menjelaskan hal – hal baru atau
materi baru yang akan di pelajari siswa. Dalam membuka pelajaran, guru dapat
mempergunakan lebih satu cara sekaligus.
27
Tujuan umum membuka pelajaran adalah agar proses dan hasil belajar dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Efektivitas proses dapat dikenali dari ketepatan langkah –
langkah belajar siswa, sehingga didapatkan efesiensi belajar yang maksimal.
Sedangkan efektivitas hasil dapat dilihat dari taraf penguasaan siswa terhadap
kompetensi dasar yang dapat dicapai.
Di samping tujuan khusus di atas, membuka pelajaran yang baik adalah apabila
peserta didik telah mempunyai “ peta kognitif “ atau skema mengenai keterkaitan inti-
inti materi pokok atau satuan-satuan bahasan yang menjadi pokok pembahasan.
Dengan demikian, peta kognitif bisa memudahkan siswa untuk memahami
keterkaitan konsep, fakta, prinsip, dalil, hukum dan prosedur secara utuh dari
keseluruhan materi yang dipelajari.
28
siswa dalam mengondisikan kesiapan dan ketertarikan siswa untuk mengikuti
pelajaran. Oleh karena itu, dalam memilih jenis kegiatan untuk membuka pelajran,
perlu mempertimbangkan relevansinya dengan membuka pelajaran tersebut.
2. Kontinue ( Berkesinambungan )
Penggunaan keterampilan membuka pelajaran bersifat kontinu (berkesinambungan).
Artinya antar gagasan pembukaan dengan pokok bahasan tidak terjadi garis pemisah.
Oleh karena itu, gagasan pembukaan dengan pokok bahasan dari segi materi harus
ada relevansinya. Disarankan bahwa gagasan pembuka harus memiliki tingkat
inklusivitas yang lebih tinggi/umum di bandingkan pokok bahasannya itu sendiri.
Terutama sekali gagasan pembuka yang berbentuk bahan pengait (advance
organizer). Misalnya, pada saat menyusun persiapan mengajar guru dapat mendata
kompetensi dasar dan materi pokok yang ada pada kurikulum, kemudian
mengurutkan sesuai urutan logis dari yang mudah ke yang sukar atau dari yang
abstrak ke yang kongkret. Oleh karena itu, boleh jadi materi pokok yang sama
dihilangkan atau materi yang tidak mendukung pencapaian kompetensi dipangkas.
29
Pengurutan materi pokok ini juga sangat membantu kesinambungan materi
pembelajaran dan terutama kesinambungan membuka pelajaran.
Begitu pula dengan sikap hangat yang ditampilkan oleh guru. Penampilan yang akan
hangat dapat melahirkan respons terbuka, akrab, dan simpatik dari anak. Aktivitas
belajar anak tidak disertai perasaan tertekan, sehingga memungkan timbulnya
30
kreatifitas pada anak. Kebalikannya, penyajian gagasan pembuka dengan sikap
otoriter dapat menimbulkan respon tertutup. Apalagi dengan lontaran ancaman, anak
akan bereaksi negative dan belajar dengan perasaan tertekan. Begitu pula dengan
sikap dingin guru dalam membuka pelajaran dapat menurunkan motivasi belajar
anak.
Antusiasme dan kehangatan dapat ditunjukan misalnya bertanya kabar peserta didik,
menanyakan mengapa teman mereka tidak bisa masu, atau bercerita sedikityang dapat
menyentuh perasaan, atau kegiatan lain yang menunjukan rasa simpati dan
empatidalam rangka menciptakan antusiasme dan kehangatan.
Kegiatan membuka dan menutup pelajaran dilaksanakan pada setiap awal dan
akhirpenggal kegiatan inti pelajaran. Artinya, seorang guru setiap mengawali dan
mengakhiri satu penggal inti pokok – pokok materi pelajaran juga harus malakukan
kegiatan membuka dan menutup pelajaran dan menutup pelajaran. Misalnya
31
membuka pelajaran dengan mengaitkan antara inti pokok materi yang dikuasai siswa
( dalil wudhu ) dengan inti pokok materi berikutnya ( cara berwudhu). Dan setiap inti
pokok materi yang sudah di pelajari siswa juga harus ditutup dengan mangajukan
pertanyaan atau merangkum.
Pelaksanaan kegiatan membuka dan menutup dan menutup pelajaran tersebut dapat
digambarkan sebagaimana bagan berikut.
32
Perhatian siswa dapat ditimbulkan dengan memvariasikan sikap dan gaya mengajar
guru. Seorang guru yang mengajar dengan duduk saja atau hanya berdiri di sudut
tanpa banyak gerak akan membuat siswa banyak mengantuk. Sebaiknya, guru
memvariasi gaya mengajarnya, misalnya dengan berdiri di tengah-tengah kemudian
berjalan kebelakang atau kesamping dengan memilih kegiatan yang berbeda dari yang
biasa. Juga variasi dalam penggunaan suara dan intonasi, dalam cara masuk kelas,
dan sebagainya. Gerak tangan / tubuh serta ekspresi muka sangat membantu untuk
menarik perhatian siswa, asalkan semuanya bermakna.
33
2. Menimbulkan Motivasi
Perhatian dan minat merupakan unsur penting, dalam menimbulkan motivasi. Dalam
mengikuti pelajaran, ada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, tetapi ada juga
yang bermotivasi rendah. Selama proses belajar mengajar berlangsung motivasi
belajar siswa juga bisa berubah – ubah uang disebabkan oleh factor ekstrnal, seperti
kondisi dan cara belajar mengajar yang menjenuhkan, seram, sulit diikuti, tidak
menarik, dan sebagainya.
Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mendorong perhatian dan minatnya
terkonsentrasi pada hal-hal yang harus dipelajari. Sehingga dapat mencapai tujuan
belajar secara maksimal. Dengan adanya motivasi belajar yang tinggi, akan
mempermudah proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapakan.
Ada berbagai cara untuk menimbulkan motivasi belajar pada siswa, antara lain:
a. Bersemangat dan antusias
Guru yang kelihatan tidak segar, gerak lamban dan suara lirih serta kurang hangat,
akan memengaruhi siswa dalam belajar. Menurut hasil penelitian, guru yang tidak
bersemangat dalam memberi pelajaran menduduki urutan ke 4 (7,3%) dalam
menurunkan wibawa guru dari 12 pilihan. Karena itu, guru hendaknya bersikap
ramah, antusias dan penuh semangat. Sebab, sikap yang demikian itu dapat
menimbulkan reaksi dalam diri siswa yang mendorong mereka untuk ikut aktif dan
mau terlibat.
34
“Di Indonesia banyak sekali seni musik tradisional bahkan diakui dunia sebagai seni
yang bernilai tinggi dan banyak dipelajari pula di luar negeri seperti benua Eropa
dan Amerika, mengapa banyak generasi muda lebih suka seni musik yang berasal
dari Barat dari pada seni tradisi sendiri? Hasil panen padi melimpah sehingga
tercapai swasembada pangan, tetapi mengapa petani tetap miskin ? Tumbuh-
tumbuhan mengandung zat hijau daun. Cendawan tidak mengandung hijau daun
tetapi masih digolongkan sebagai tanaman. Mengapa ?” dan seterusnya.
35
b. Memberi petunjuk atau saran tentang langkah-langkah kegiatan
Pada awal pelajaran, guru perlu memberikan petunjuk tentang langkah-langkah
kegiatan secara jelas dan terarah. Misalnya. “ Dalam membuat akor pokok dalam
sebuah lagu, pertama Anda siapkan partitur lagu yang akan diberi akor. Partitur
lagu tersebut kemudian dianalisis berdasarkan tingkatan akor dengabn menempatkan
symbol akor di atas partitur lagu tersebut. Anda bisa berdiskusi dengan kelompoknya
untuk menetapkan akor-akornya dan pembagian tugas yang memainkan dan yang
menyanyikannya. Karena, karya Anda nanti akan disajikan di kelas dengan cara
menyanyikan lagu yang diaransemen dengan member symbol akor tersebut dengan
iringan gitar sesuai dengan akor yang sudah ditetapkan”.
Guru juga bisa memberikan saran untuk melakukan kegiatan belajar siswa, seperti:
”untuk memudahkan menentukan akor pokok sebaiknya pilih lagu yang sederhana
dulu yang dilihat dari irama dan melodinya. Bisa juga dengan lagu-lagu yang sudah
difotocopy dan gunakan pinsil untu menandai akor di atas melodi lagu. Yang
memainkan gitar nanti sebaiknya yang sudah lancer beramin gitar agar
penyajiannya nanti menarik”
4. Menunjukkan kaitan
Dalam proses belajar mengajar, penting sekali mengintegrasikan pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Apabila guru akan menjelaskan materi
baru, hendaknya dikaitkan dengan pengalaman siswa yang sudah ada, atau dengan
minat kebutuhan siswa. Beberapa hal yang perlu dilakukan guru adalah sebagai
berikut.
a. Mencari batu loncatan
Hal-hal yang sudah diketahui, seperti pengalaman-pengalaman, minat, dan kebutuhan
siswa adalah bahan pengait atau bahan apersepsi. Perlu ditegaskan bahwa bahan
apersepsi ini perlu dipikirkan dan direncanakan tersendiri karena merupakan batu
36
loncatan untuk mengetahui pengalaman baru. Misalnya, guru akan menerangkan
tentang uang dalam perekonomian, maka ia perlu memikirkan kapandan di manakah
siswa-siswa sudah berurusan dengan uang atau memiliki sendiri uang itu. Saat
menjelaskan bersuci dalam beribadah, ia perlu memikirkan kapan dan di manakah
siswa harus melakukan bersuci dalam beribadah dan hubungannya bersuci dengan
ibadah.
b. Mengusahakan kesinambungan
Sebelum memulia pelajaran baru, guru dapat meninjau kembali inti pelajarn yang lalu
atau dapat meminta siswa untuk meringkas, kemudian baru membuat kaitan dengan
pelajaran baru. Misalnya. Saat akan menjelaskan perkalian, guru harus mengetahui
kemampuan setiap siswa tentang penjumlahan sebagai prasyarat membahas perkalian.
5. Menutup pelajaran
Yang dimaksud menutup pelajaran bukanlah mengucapkan salam penutup dan
membaca hamdalah atau doa pada setiap selesai kegiatan pembelajaran, karena
kegiatan – kegiatan tersebut memang sudah seharusnya dilakukan setiap mengakhiri
suatu kegiatan. Akan tetapi, yang dimaksud ketrampilan menutup pelajaran adalah
kegiatan guru untuk mengakhiri pelajaran dengan mengemukakan kembali pokok –
pokok pelajaran supaya siswa memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok –
pokok materi dan hasil belajar yang telah dipelajari, usaha untuk mengetahui
keberhasilan siswa dalam menyerap pelajaran dan menentukan titik pangkal untuk
pelajaran berikutnya.
Dari penelitian yang telah diadakan, ternyata kemajuan hasil belajar siswa meningkat
paling besar jika pada akhir pelajaran diberikan pokok-pokok materi yang telah di
pelajari. Seperti halnya kegiatan “membuka pelajaran “ kegiatan “menutup pelajaran”
37
juga dilakukan bukan hanya pada setiap akhir, tetapi juga pada setiap akhir penggal
atau pokok bahasan selama satu pelajaran.
Beberapa usaha yang dpat dilakukan seorang guru untuk menutup pelajaran antara
lain adalah: (1) merangkum atau meringkas inti pokok pelajaran,(2) memberikan
dorongan psikologis dan atau sosial kepada siswa, (3) memberi petunjuk untuk
pelajaran/topik berikutnya, dan (4) mengadakan evaluasi tentang materi pelajaran
yang baru selesai.
Menjelang akhir jam pelajaran atau pada akhir setiap penggal kegiatan belajar, guru
harus melakukan kegiatan menutup pelajaran, agar siswa memperoleh gambaran yang
utuh tentang pokok-pokok materi pelajaran yang sudah dipelajari. Cara-cara yang
dapat dilakukan guru dalam menutup pelajaran antara lain :
1. Meninjau kembali
Guru meninjau kembali, apakah inti pelajaran yang te;ah di ajarkan ini sudah di
kuasasi oleh sisa atau belum. Adapun cara meninjau kembali adalah: a. Merangkum
inti pelajaran
Meninjau kembali pelajaran yang telah diberikan dapat dilakasanakan dengan
merangkum inti pokok pelajaran. Guru dapat meminta siswa membuat rangkuman
baik secara lesan ataupun tertulis. Rangkuman ini dapat dilakukan secara individu
atau kelompok, dapat dilakukan oleh guru, gurubersama siswa, atau guru menyuruh
siswa (disempurnakan oleh guru).
b. Membuat ringkasan
Dengan membuat ringkasan, siswa dapat memantapkan penguasaan inti dari pokok –
pokok materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Disamping itu, dengan ringkasan,
siswa yang tidak memiliki buku sumber telah memiliki bahan untuk dipelajari
kembali. Ringkasan dapat di buat oleh guru, guru bersama siswa sendiri secara
kelompok, atau siswa sendiri secara kelompok, atau siswa sendiri secara kelompok,
atau siswa sendiri secara individual.
Pokok- pokok pelajaran sebaiknya ditulis di papan tulis (oleh guru sendiri atau siswa)
secara skematis atau dengan kata-kata kunci spaya ada dukungan visual. Jika ternyata
38
rangkuman yang dibuat itu salah satu atau kurang lengkap, guru dapat melengkapi
atau membetulkan.
Namun demikian, merangkum bias dilakukan secara lisan dengan bahasa /kalimat
bebas oleh siswa. Cara ini sangat baik untuk membiasakan siswa untuk berani
menyampaikan idea tau pendapat sendiri di samping melatih keberanian atau
kepercayaan diri.
2. Mengevaluasi
Untuk mengetahui apakah siswa memperoleh wawasan yang utuhtentang sesuatu
yang sudah diajarkan, guru melakukan penilaian/evaluasi. Bentuk-bentuk evaluasi itu
adalh sebagai berikut.
a. Mendemonstrasikan ketrampilan
Setelah selesai membuat akor secara kelompok dan berlatih masing-masing
kelompok, guru bisa meminta siswa secara kelompok menyajikan lagu yang sudah
diberi akor untuk menyajikan dengan cara menyanyi dan diiringi oleh gitar.
39
3. Memberi Dorongan Psikologi atau Sosial
Unsur manusiawi dalam interkasi guru siswa adalah saling menghargai dengan
memberikan dorongan psikologis atau sosial yang dapat menunjang tercapainya
tujuan pengajaran. Hal ini dapat dilakukan guru dalam setiap akhir pelajaran dengan
kata-kata pujian. Kerap kali, cukup hanya satu kalimat saja, misalnya “wah, hebat
sekali sajian kalian semua”. Atau “wah, saya tidak menyangka ternyata rasa musical
Anda semua cukup baik yang ditunjukan oleh pilihan akor dan progresif akornya
yang cukup menarik dan variatif....”
Memberikan dorongan psikologis atau sosial dapat dilakukan dengan cara:
• Memuji hasilyang dicapai oleh peserta didik dengan memberikan pujian maupun
hadiah
• Mendorong untuk lebih semangat belajar mencapai kompetensi yang lebih tinggi
dengan menunjukan pentingnya materi yang dipelajari
• Memberikan harapn-harapan positif terhadap kegiatan belajar yang baru saja
dilaksanakan
• Meyakinkan akan potensi dan kemampuan peserta didik terhadap kebeberhasilan
pencapaian kompetensi belajar dalam menumbhkan rasa percaya diri.
40
BAB 3
KETERAMPILAN MENJELASKAN
A. Pengertian
Kegiatan menjelaskan merupakan aktivitas menjajar yang tidak dapat dihindari oleh
guru. Penjelasan di perlukan karena tidak terdapat dalam buku, sehingga guru harus
menuturkan secara lisan. Ini berarti guru di tuntut mampu menjelaskan. Untuk
menyampaikan bahan pelajaran yang berkaitan dengan hubungan antarkonsep, guru
perlu menjelaskan secara runtu dan runut. Untuk menanamkan pengertian anak
mengapa sesuatu itu terjadi, mengapa ini seperti ini dan masih banyak lagi dalam
berbagai peristiwa belajar mengajar yang menuntut guru untuk menjelaskan.
Menyadari akan banyaknya peristiwa belajar mengajar yang menuntut guru untuk
dapat menjelaskan, maka keterampilan menjelaskan merupakan dasar keterampilan
mengajar yang harus dikuasai oleh guru. Menjelaskan pada dasarnya adalah
menuturkan secara lisan mengenai suatu bahan pelajaran yang disampaikan secara
sistematis dan terencana sehingga memudahkan siswa untuk memahami bahan
pelajaran.
Hasil belajar yang diperoleh dari penjelasan adalah pemahaman, bukan ingatan.
Melalui penjelasan, siswa dapat memahami hubungan sebab akibat, memahami
prosedur, memahami perinsip, atau membuat analogi. Sedangkan hasil belajar yang
berupa “ingatan” atau hafalan diperoleh melalui cerita. Dengan demikian, apabila
guru menceritakan suatu peristiwa, maka hasilnya adalah peserta didik dapat
menceritkannya kembali. Sementara dengan penjelasan, hasil belajar peserta didik
adalah bisa menjelaskan kembali dengan bahasanya sendiri. Ditinjau dari isi yang di
sampikan oleh guru kepada siswa makna menjelaskan dapat dibedakan antara lain:
1. Menyampaikan Informasi
Diartikan sebagai pemberitahuan dengan menyatakan bahwa “ini adalah begini”,
sehingga menyampaikan informasi adalah bentuk menyampaikan fakta dan
memberikan instruksi. Jadi, isi yang disampaikan tidak menunjukan hubungan
41
tertentu, misalnya antara sebab- akibat atau antara definisi dengan kenyataan. Isi yang
disampaikan tidak bersifat problematik, tetapi cukup / sekedar untuk diketahui saja.
Contohnya :
Jenis alat musik menurut cara memainkannya adalah alat musik pukul alat musik
dipetik, alat musik digesek dan alat musik dipijit.
2. Menerangkan
Isi yang disampaikan menunjukan “apa” atau “bagaimana” sesungguhnya sesuatu
itu. Jadi, dalam hal ini isi bersifat pengertian atau istilah. Contohnya :
Pengertian akord adalah gabungan dua atau lebih dengan ukuran interval tertentu
yang dibunyikan secara serentak dan terdengar harmonis.
3. Menjelaskan
Isi yang disampikan menunjukan “mengapa” atau “untuk apa” sesuatu terjadi
demikian, yang menunjukan “hubungan”antara dua hal atau lebih.
Penjelasan adalah informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis yang
bertujuan menunjukan bagaimana dua hal atau lebih berhubungan satu sama lain atau
saling pengaruh mempengaruhi. Misalnya hubungan sebab-akibat; tujuan-sarana;
alasan-alasan atau bukti-bukti hubungan antara prinsip dan dalil serta contoh
penerapannya; atau antara masalah konkret dan hukum / prinsip / dalil yang
mendasarinya.
Contohnya:
Mengapa pembelajar musik perlu menguasai intonasi dan akord?
Untuk apa seorang pemain musikharus menuasai akord?
Mengenai ketiga hal di atas, untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:
G Pemberitahuan S
Menyampaikan Menerima dan
Informasi Mengingat
G Apa / Bagaimana S
Menerangkan Menerima dan
Berpikir
42
4. Memberi Motivasi
Diartikan sebagai memberi dorongan, menimbulkan minat, perhatian dan kemauan
siswa. Biasanya, guru harus menunjukan mengapa bahan pelajaran ini perlu
dipelajari, apa gunanya, untuk apa perlu diketahui. Misalnya, mengapa siswa perlu
mengetahui tentang berbagai jenis kredit bank.
Untuk itu, sebelum guru mulai menguraikan jawaban atas suatu persoalan, para siswa
perlu mengetahui dulu apa pokok persoalan yang dibahas, apa pertanyaan yang mau
dijawab, dan apa yang sebenarnya dipersoalkan. Lebih baik lagi, siswa tidak hanya
mengerti pertanyaan yang akan dijawab, melainkan juga diajak berpikir sendiri lebih
dulu untuk mencari jawabannya, sebelum guru menyampaikan jawaban / pemecahan
soal.
Cara kerja ini dikenal dengan nama metode penemuan (discovery method) yang
dalam penataran guru secara berkelakar diberi nama “metode pembingungan”, karena
para siswa “bingung” dulu bagaimana mencari jawaban atas maslah yang
diharapkanpadanya. Kemampuan memecahkan masalah atas dasar berpikir sendiri
43
secara objektif dan rasional disebutkan sebagai salah satu tujuan terpenting dari
pendidkan di sekolah ( mulai dari SD ).
B. Tujuan
Ada beberapa tujuan penggunaan penjelasan dalam proses belajar-mengajar. Tujuan
tersebut adalah:
1. Untuk membimbing pikiran peserta didik dalam memahami konsep, prinsip, dalil,
atau hukum-hukum yang menjadi bahan pelajaran.
2. Untuk memperkuat struktur kognitif peserta didik yang berhubungan dengan
bahan pelajaran
3. Membantu peserta didik dalam memecahkan masalah.
4. Membantu memudahkan peserta didik dalam mengasimilasi dan
mengakomodasikan konsep.
5. Mengkomunikasikan ide dan gagasan (pesan) kepada peserta didik.
6. Melatih peserta didik mandiri dalam mengambil keputusan.
7. Melatih peserta didik berpikir logis apabila penjelasan guru kurang sistematis.
C. Prinsip-Prinsip Penggunaan
Prinsip penggunaan ketrampilan menjelaskan dalam pembelajaran dapat dilakukan :
(1) pada awal,ditengah atau pada ambil pembelajaran; (2) penjelasan harus relevan
dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai; (3) penjelasa dapat diberikan
apabila ada pertanyaan atau diperlukan oleh guru untuk menjelaskan, yang berarti
tidak semua topic atau bahan pembelajaran di jelaskan oleh guru ; dan (4) penjelasan
harus sesuai dengan latar belakang kemampuan siswa, terutama dalam hal
penggunaan bahasa.
44
1. Mengenai isi penjelasan yang akan disampaikan (pengertian atau pokok persoalan
yang hendak dijelaskan ).
2. Mengenai kepada siapa penjelasan itu akan diberikan (kemampuan dan taraf
pengembangan siswa yang akan dihadapi )
Kedua, “pelaksanakan”, yaitu bagaimana cara dan teknik-teknik menyampaikan
penjelasan yang telah dipersiapkan itu.
1. Perencanaan
Penjelasan yang akan diberikan guru perlu dipersiapkan dengan perencanaan yang
baik. Dalam merencanakan suatu penjelasan, ada dua hal yang perlu diperhatikan
tersendiri, yaitu:
a. Isi penjelasan, dengan mengadakan analisis pengertian atau persoalan yang akan
dibahas.
b. Kepada siapa penjelasan itu akan (harus) diberikan, yaitu siswa yang dihadapi.
Perencanaan isi: analisis pengertian/persoalan
Dalam merencanakan isi penjelasan yang akan disampaikan, guru perlu mengadakan:
a. Analisis pengertian yang akan diterangkan.
b. Analisis pokok persoalan yang hendak dijelaskan.
Menerangkan suatu pengertian
Dengan menerangkan suatu pengertian (concept teaching) dimaksud berarti
menguraikan jawaban atas pertanyaan apa atau bagaimana sesungguhnya sesuatu itu
(pengertian/peristiwa/gejala/kejadian).
Sering kali, langkah pertama delam menerangkan suatu pengertian adalah dengan
menerangkan arti kata/istilah yang dipergunakan. Menerangkan arti kata dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menunjukkan “
• Kata sinonim (mubah adalah…….)
• Contoh lain yang tergolong kelompok yang sama
• Kebalikan kontrasnya (bujang adalah ……..)
• Tujuan atau fungsinya (bisektris adalah ………)
• Asal – usul terjadinya ( anggur adalah ……….)
• Proses membuatnya (sate adalah ………..)
• Syarat atau criteria ( dewasa adalah ……….)
45
• Akibat – akibatnya ( boikot adalah …….. sehingga…)
Untuk menerangkan suatu pengertian, jalan yang terbukti baik adalah pola deduktif,
untuk persiapan guru:
1. Tentukan pengertian yang perlu diterangkan dan definisinya (misalnya kredit
adalah ………..)
2. Carilah ciri-ciri yang khas atau unsur-unsur pokonya yang paling relevan.
Misalnya: kredit ada unsur:
• Tenggang waktu
• Memberi kepercayaan
• Risiko
• Jaminan balas jasa
3. Berilah contoh-contohnya. Contoh dibagi menjadi tiga golongan :
b. Contoh positif, yang jelas tergolong pengertian yang dijelaskan itu
c. Contoh negative, yang jelas tidak tergolong pengertian yang dijelaskan itu
d. Contoh yang dapat dipersoalkan, tidak segera jelas termasuk atau tidak termasuk
pengetian yang dibicarakan.
4. Carilah contoh/penerapan-penerapan (untuk latihan maupun evaluasi) agar bisa
mengecek apakah siswa telah mengakap penjelasan guru dengan baik atau belum.
Dalam mengajarkan bahan pelajaran tersebut, sering kali akan menjadi lebih baik
jika langkah-langkah pelajaran tersebut dibalik (pola induktif --untuk proses belajar
mengajar) : contoh-contoh dulu ( yang menimbulkan pertanyaan ), ciri- ciri khas/
unsur-unsur pokok, dari situ baru dirumuskan definisi, yang kemudian deterapkan
lagi dalam contoh dan penerapan dalam latihan.
1. Menjelaskan sesuatu
Dengan menjelaskan sesuatu berarti menguraikan jawaban atas pertanyaan mengapa
atau untuk apa sesuatu terjadi , (tidak hanya pa itu ?) dengan menunjukan hubungan
antara dua pengertian ( atau lebih ) sehingga menjadi jeas bagaimana dua hal (atau
lebih) itubaerkaitan satu sama lain.
Langkah-langkah pokok dalam merencanakan suatu penjelas adalah sebagai berikut.
46
1. Menegaskan hal apa yang perlu dijelaskan, yeitu pokok persoalan atau pertanyaan
pokok (key question), dengan mengidentifikasi unsur-unsur/pengertian –
pengertian yang mau ditunjuk hubungannya satu sama lin.
Misalnya:
Mengapa pesawat terbang bisa terbang? Ini berhubungan dengan kecepatan angin dan
bentuk sayap.
2. Menegaskan hubungannya atau kaitannya, dengan menunjukan jenis/sifat
hubungan yang terdapat di antara unsure yang dikaitkan itu. Misalnya, hubungan
sebab akibat atau hubungan fungsional / timbale balik, dan sebagainya.
Misalnya:
Perinsip perbedaan tekanan udara ; perinsip sayap yang berhubungan dengan
bentuk sayap menyebabkan pesawat terangkat.
3. Menegaskan perinsip umum yang melandasi hubungan tersebut dan yang dapat
diterapkan atau ditansfer bidang yang lebih luas.
Misalnya:
Prinsip perbedaan tekanan udara;
Prinsip sayap pesawat terbang diterapkan pada desain mobil
Dalam bidang studi IPS, bahasa dan sastra, sejarah, dan sebagainya, biasanya tidak
ada hubungan sebab-akibat yang jelas/tetap seperti dalam ilmu alam. Hukum atau
prinsip lebih bersifat suatu generalisasi. Ini perlu ditegaskan agar para siswa
menyadari komplekasnya gejal-gejala dan sifat-sifat hal yang mau dijelaskan.
47
c. Penerimaan oleh murid
Penjelasan yang diberikan oleh guru baru dapat dikatakan “berhasil” bila
menimbulkan pengertian dalam diri siswa. Penjelasan yang tidak dimenegrti siswa
berarti “gagal” sebagai penjelasan. Oleh karena itu, umpan balik begiti penting bagi
guru, yaitu untuk mengecek apakah penjelasannya betul – betul dimengerti siswa.
Kalau penjelasan guru betul – betul jelas, hal ini akan kelihatan dari hasil belajar
siswa yang baik. Kalau siswa belum jelas, misalnya hasil ulangan jelek, belum tentu
siswa yang harus dipersalahkan. Oleh karena itu, dalam merencanakan /
mempersiapkan suatu penjelasan harus dipertibangkan baik-baikkepada siapa
penjelasan itu akan disampaikan. Sebab, berhasil tidaknya penjelasan guru sangat
tergantung dari kesiapan siswa untuk menerimanya.
Penerimaan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti usia, jenis kelamin,
kemempuan, intelektual, latar belakang sosial, lingkungan belajar, minat dan
motivasisiswa dan sebagainya. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan dalam merencanakan sustu penjelasan:
• apakah penjelasan cukup relavan dengan pertanyaan yang diajukan ?
• apakah penjelasan sesuai dengan daya tangkap dan jangkauan siswa?
• Apakah penjelasan sesuai dengan perbendaharaan pengetahuan dan pengalaman
siswa?
• Apakah cara menyampaikan penjelasan akan mampu mamikat perhatian siswa?
• Apakah struktur argumentasi cukup bisa meyakinkan siswa?
• Apakah penjelasan juga mengandung unsure motivasi yang mampu mendorng
siswa ?
2. Pelaksanaan
Setelah merencanakan penjelasan yang baik, pelaksanaan atau penyajian diharapkan
akan baik pula, sehingga mudah dimengerti oleh para siswa. Mutu pelaksanaan dapat
ditingkatkan dengan memerhatikan unsure – unsure atau komponen – komponen
ketermapilan menjelaskan berikut ini:
48
a. Orientasi / pengarhan
b. Bahasa yang sederhana
c. Contoh yang baik dan sesuai
d. Struktur yang jelas, dengan penekanan pada pokok – pokok
e. Variasi dalam penyajian
f. Latihan dan umpan – balik
a. Orientasi
Dengan member orientasi/pengarahan berarti mengantarkan siswa pada pokok
persoalan yang akan di bahas dan “menempatkan” informasi/penjelasan yang akan
disampaikan itu dalam suatu kerangka yang lebih luas. Untuk motivasidan perhatian
siswa, terutama pada awal pelajaran, penting sekali siswa tahu dengan jelas apa
tujuan pelajaran dan apa pokok persoalan yang akan dibicarakan.
49
c. Penggunaan contoh / ilustrasi
Pemahaman siswa terhadap prinsip/dalil/hukum dapat ditingkatkan dengan
mengubungkannya pada kejadian sehari-hari atau kegiaran yang sering dijumapi
siswa. Berarti guru harus memberikan contoh- contoh secara nyata, konkret, dan jelas
sesuai daya tangkap dan lingkungan siswa.
Pada dasarnya, ada dua pola untuk mengaitkan dalil/hukum/rumus/generalisasi
dengan contoh kenyataann konkret.
a. Pola induktif, dimana guru memberikan contoh- contoh dahulu kemudian menarik
kesimpulan umum/membuat generalisasi.
b. Pola deduktif, di mana dalil/ hukum/rumus dekumukakan dahulu, baru kemudian
member bontoh contoh nyata.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 3
Pola yang ternyata efektif adalah pola “dalil-contoh-dalil”, yaitu dimulai dengan
suatu kenyataan singkat berisi prinsip atau dalil, kemudian diikuti dengan contoh-
contoh/penerapan, dan disimpulkan dengan sekali lagi mengulang pernyataan dalil-
rumus, tetapi sekarang sebagai ‘jawaban’ atas pokok persoalan yang sedang dibahas.
Logika
Statistik (pengetahuan yang lebih konkret)
Gambar 3
d. Strukur /sistematika
Agar penjelasan guru mudah ditangkap siswa, hendaknya tata susunan atau urutan
langkah-langkah atau jalan pikiran ditunjuk dengan jelas, sehingga siswa dapat
dengan mudah membedakan mana yang pokok dan mana yang bukan. Berarti gur
harus menekankan yang pokok-pokok.
50
Cara menekankan yang pokok sehingga bisa memberi struktur ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara:
• Memberi tekanan suara. Ini dapat dilakukan dengan mengubah volume suara
(keras – lembutnya suara, juga tinggi rendahnya nada suara ) dan perubahan dalam
kecepatan bicara.
• Juga dapat dengan gaya mengajar, mimic, gerak – gerik badan dan tangan.
• Menggunakan tanda isyarat yang menunjukan langkah – langkah atau sistematika
jalan pikiran, seperti : “ pertama ….. kedua ….. ketiga ….. “, yang terpenting
adalah…”, kita mulai dengan …….”, “ setelah melihat….. maka sekarang
dilanjutkan dengan ……..”, “ada dua cara yaitu ….dan…..”.
• Guru juga dapat menggunakan kata-kata tekanan seperti “ yang paling penting
adalah…..”, “jadi”,”sekali lagi…..”, “coba perhatikan ini….”, “sebagai
kesimpulan”, dan sebagainya.
• Sangat membantu pula bila guru sering memberikan suatu ringkasan ha – hal
pokok yang telah dibicarakan atau mengulang langkah – langkah pokonya.
• Uraian verbal perlu di dukung secara visual, minimal dengan menggunakan papan
tulis. Seorang guru pada waktu menjelaskan tanpa menulis sesuatu di papan,
membuat siswa bingung dan tidak mampu menerapkan materi dengan baik. Oleh
karena itu, guru perlu menulis pokok – pokok pelajarn di papan tulis, ditambah
dengan tanda – tanda tertentu, misalnya menggaris bawahi, pakai huuf besar, atau
dengan kapur berwarna.
Dalam hal ini, guru sangat di anjurkan menunjukan skema atau bagan, entah alat
peraga yang telah disiapkan maupun yang ditulis di papan dengan kapur warna.
e. Variasi
Bila pelajaran hanya berisikan uraian dan pejelasan-penjelasan, kemungkinan besar
siswa segera berkurang minatnya. Oleh karena itu, guru harus pandai memikat
perhatian siswa. Ketrampilan menjelaskan tidak berarti guru terlalu serius sepanjang
jam pelajaran: perlu juga diselingi informasi lain yang ringan dan lucu. Dan
Demikian pelajaran diberikan dalam situasi yang kurang menguntungkan (hari sudah
siang, udara panas, bahan memang sulit), semakin perlu guru mengadakan variasi,
51
baik dalam caramenyampaikan materi pelajaran (misalnya dengan menggunakan
alat/peraga/gambar/skema) maupun dalam metode dan proses interaksi
(uraiandiselingi tugas mengerjakan soal, diskusi dalam kelompok kecil, dan
sebagainya).
f. Balikan (feedback)
Dalam menyajikan penjelsan, guru hendaknya tidak hanya bicara sendiri saja
(monolog), melainkan juga member kesempatan kepada sisea untuk menunjukan
pengertiannya atau ketidakmengertiannya. Tidak cukup guru mengatakan: “sudah
jelas?”atau”siapa yang belum jelas?” la uterus melanjutkan urainnya. Lebih baik
mengajukan pertanyaan konret kepada siswa mengenai hal yang baru dijelaskan atau
memancing pertanyaan dari siswa.
Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau bahan diskusi, guru dapat
mengetahui sampai sejauh mana siswa menyerap penjelasan yang diberikan, dan
sebaiknya setiap penjelasan segera diikuti latihan soal/penerpan. Dari sini, akan jelas
keliatan mana yang sudah jelas, mana yang belum, mana yang perlu diulang sekali
lagi atau dijelaskan sekali lagi dengan menambah contoh atau merumuskannya secara
lain.
Penting juga guru memerhatikan isyarat-isyarat non verbal dari siswa yang
menandakan siswa sudah jelas atau belum.
Berdasarkan umpan balik ini, guru dapat mengadakan penyesuaian seperlunya,
misalnyamengurangi kecepatan bicara, mengulangi sekali lagi, membuat skema di
papan tulis, dan sebagainya.
Tampaknya, mengajukan pertanyaan sebagai ‘feedback’ ini mudah dilaksanakan,
tetapi guru tidak melakukannya, karena takut bahan tidak tersampaikan sesuai dengan
kurikulum atau dianggap menghabiskan waktu saja. Praktis, proses belajar mengajar
hanya bersifat monolog.
52
BAB 4
KETERAMPILAN BERTANYA
A. Pengertian
Ketrampilan bertanya adalah suatu pengajaran itu sendiri, sebab pada umumnya guru
dalam pengajarannya selalu melibatkan tanya jawab. Ketrampilan bertanya
merupakan ketrampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban/balikan dari
orang lain. Hampir seluruh proses evaluasi , pengukuran, penilaian, dan pengujian
dilakukan melalui pertanyaan. Dalam proses investigasi, misalnya, pertanyaan yang
baik akan menuntun kita pada jawaban yang sesungguhnya. Demikian juga
sebaliknya, pertanyaan yang jelek akan menjauhkan kita dari jawaban yang
memuaskan.
Dalam proses belajar mengajar, tujuan pertanyaan yang diajukan adalah agar siswa
belajar, artinya memperoleh pengetahuan (informasi) dan meningkatkan kemampuan
berpikir. Mengajar bukanlah hanya suatu aktivitas yang sekedar menyampaikan
informasi kepada siswa melainkan merupakan suatu proses yang menuntut perubahan
peran seorang guru dari seorang informater menjadi pengelola belajar yang bertujuan
membelajarkan siswa.
Dalam proses belajar mengajar, bertanya memegang peranan penting, sebab
pertanyaan yang tersusun baik dengan teknik pelontaran yang tepat akan :
• Meningkatkan partisipasi murid dalam kegiatan belajar mengajar
• Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu murid terhadap sesuatu yang sedang
dibicarakan
• Mengembangkan pola berpikir murid, sebab pertanyaan yang baik akan membantu
murid dalam menentukan jawaban yang baik, dan
• Memusatkan perhatian murid terhadap masalah yang sedang di bahas.
Oleh sebab itu, ketrampilan serta kelancaran bertanya dari calon guru maupun guru
itu sendiri perlu dilatihdan ditingkatkan. Peningkatan ketrampilan bertanya meliputi
aspek isi pertanyaan maupun aspek teknik bertanya. Aspek isi, pertanyaan harus
53
singkat dan jelas. Sedangkan aspek teknik bertanya, pertanyaan dikemukakan dengan
penuh kehangatan.
B. Jenis-Jenis Pertanyaan
Peningkatan ketrampilan bertanya menyangkut isi pertanyaan akan tertuju kepada
proses mental, atau lebih tepatnya proses berpikir, yang diharapkan terjadi dalam diri
murid. Pertanyaan yang hanya mengharapkan murid mengingat fakta atau informasi
saja akan mengakibatkan proses berpikir yang lebih rendah pada menjawab
pertanyaan, namun pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban di mana
jawaban tersebut harus diorganisasi atau disusun dari fakta-fakta atau informasi
sebelumnya membutuhkan proses yang lebih tinggi dan kompleks. Oleh karena itu,
aspek isi dari pertanyaan akan bersangkut paut dengan jenis-jenis pertanyaan itu.
Terdapat beberapa cara untuk menggolong-golongkan jenis-jenis pertanyaan. Dalam
hal ini, penggolongan itu terdiri atas jenis-jenis pertanyaan menurut maksudnya,
jenis-jenis pertanyaan menurut taksonomi Bloom, dan jenis pertanyaan menurut luas-
sempitnya pertanyaan.
Dapatkah kamu tenang, agar keterangan saya ini dapat didengar oleh semua murid
dalam kelas ini?
Amin, maukah kamu menutupkan jendela yang disebelah sana itu?
54
Contoh :
Guru: Mengapa mencintai budaya sendiri sangat penting bagi generasi muda?
Karena jika generasi muda saja tidak menghargai dan mencintai budaya sedengan
mencintai budayasendiri maka budaya kita akan tergerus oleh budaya asing dan
akhirnya lambat laun punah.
55
Contoh:
• Siapa yang menciptakan lagu Indonesia Raya?
• Alat musik kolintang berasal dari mana?
• Sebutkan yang termasuk akord pokok ?
• Apa yang dimaksud dengan nada ?
• Sebutkan 4 contoh musik tradisional Jawa !
Contoh:
• Jelaskan dengan kata-katamu sendiri tentang manfaat mengikuti kegiatan paduan
suara !
• Jelaskan secara ringkas tentang: resonansi, akor disonan,tangga nada mayor
• Apa yang dimaksud dengan hak dan kewajiban !
• Uraikan tata cara bernafas yang baik saat bernyanyi
56
• Lagu “O Ina Ni Keke” adalah lagu yang bertangga nada mayor. Terapkan akor
pokok lagu tersebut dengan memberi symbol-simbol akor yang menurut Anda
sesuai!
• Lagu yang telah diberi akor seperti pada pertanyaan no 2, buatlah suara duanya
sesuai dengan akornya ?
• Buatlah kembali akor-akor pada lagu “O Ina Ni Keke” dengan memberi akor
sekunder!
Contoh :
• Apa perbedaan akor mayor dan akor minor dilihat dari strukturnya?
• Coba jelaskan cara menganalisis lagu untuk mengetahui bentuk lagu itu !
• Identikasi /tentukan akor-akor yang ada dalam aransmen paduan suara 4 suara
berikut ini sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh arranger?
• Tentukan bentuk lagu Satu Nusa Satu Bangsa dan Indonesia Raya
• Berdasarkan pendengaran Anda, pada bagian mana (biama berapa) akor primer
yang tidak sesuai ?Tunjukan alasannya.
• Berdasarkan melodi, progresif cord, dan lirik lagunya,bagiamana kesimpulan
lagu tersebut?
57
e. Pertanyaan Evaluasi (Evaluation Question)
Pertanyaan semacam ini menghendaki murid untuk menjawabnya dengan cara
memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap suatu isu yang ditampilkan.
Penilaian ini berdasarkan pada kriteria dan standar tertentu. Contoh:
• Menurut pendapatmu apakah komposisi lagu itu sudah memnuhi criteria sebuah
komposisi lagu yang baik dilihat dari bentuk, progresif akor yang dibuat dan
liriknya?
• Menurut pendapatmu, porsi tayangan musik tradisi di media baik radio maupun
televisi sudah seimbang?
• Bagaimana penilianmu tentang peretunjukan musik klasik yang kemarin Anda
lihat di televisi?
f. Pertanyaan Mencipta (Create Question)
Pertanyaan ini menempatkan beberapa elemen secara bersama-sama untuk
membangun suatu keseluruhan yang logis dan fungsional, dan mengatur elemen-
elemen tersebut ke dalam pola atau struktur yang baru. Tujuannya pertanyaan ini agar
bisa membangkitkan/menghipotesiskan, merencanakan, dan menghasilkan produk
asli berdasarkan pola yang sudah didesain.
Contoh pertanyaan, misalnya:
• Coba rancang berdasarkan hipotesismu sebuah karya musik bernuansa etnik
kemudian ciptakan dalam bentuk lagu yang lengkap baik melodi, akor maupun
liriknya. Ceriterakan langkah-langkah pembuatannya dan deskripsikan tentang
lagu itu di bawah partitur lagu.
58
Pertanyaan semacam ini menuntut murid untuk mengingat atau menghafal informasi
yang ada. Pertanyaan ini sangat berguna bila kepada murid dituntut meghafalkan hal-
hal/ informasi/rumus-rumus yang senantiasa digunakan di dalam masyarakat secara
hafal di luar kepala.
Contoh:
• Sebutkan empat bentuk pengabdian kita kepada orang tua!
• Sebutkan akor-akor yang termasuk akor primer baik tangga nada mayor maupun
minor!
• Sebutkan nama-nama tingkatan akor pada tangga naa mayor dan maupun minor!
Contoh:
• Bagaimana dapat dibuktikan bahwa sebuah lagu bisa dikembangkan dari
menciptakan motif terlebih dahulu, berikan contohnya ?
• Jelaskan bahwa kedisiplinan yang dimiliki seseorang anak dapat meningkatkan
prestasi belajar main piano?
59
• Ramalkan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi di masa mendatang Anda
sebagai mahasiswa musik.
• Bagaimana cara membangkitkan minat belajar musik mahasiswa musik Unnes ?
60
dan lain-lain. Berikut ini di sajikan contoh pertanyaan yang tidak jelas maksud serta
kaitannya.
Guru:
Nah, anak-anak sekarang akan, eh eh saya maksud siapa yang akan menjawab, em
dapat menyebutkan, eh dapat memberikan alasan mana, yang lebih baik
menggunakan kail atau membeli tombak untuk mendapatkan ikan di laut ?
Pertanyaan tersebut dikatakan tidak jelas maksudnya, karena menggambarkan jalan
pikiran yang belum terkonsolidasi dan bagaimana kaintannya antara menggunakan
kail dan membeli tombak. Pertanyaan tersebut semestinya sebagai berikut:
Guru:
Nah anak–anak, bagaimana menurut pendapatmu manakah yang lebih baik
menggunakan kail atau tombak untuk memperoleh ikan di laut ?
61
h. Menengadahkan wajah dengan pandangan mata yang agak lebar.
i. Mengacungkan tangan bahkan ada yang sampai berdiri.
Berikan waktu sejenak (1-5 detik) kepada murid untuk berpikir dalam rangka
menemukan jawabannya. Pemberian waktu untuk memberikan kesempatan berpikir
pada murid itu ada efek positifnya, misalnya:
j. Murid dapat memberikan jawaban lebih panjang dan lengkap
k. Jawaban murid lebih analistis, sintetis, dan kreatif
l. Murid akan akan merasa yakin akan jawabannya
m. Partisipasi murid meningkat
4. Teknik Penguatan
Pemakaian yang tepat dari teknik penguatan ini akan menimbulkan sikap yang positif
bagi murid serta meningkatkan partisipasi murid dalam dalam kegiatan belajar
mengajar, sehingga memungkinkan pencapaian prestasi belajar yang tinggi
(selanjutnya perhatikan bahasan tentang reinforcement).
62
5. Teknik Menuntun (Promping)
Prompting questions dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan ini bermaksud untuk menuntun murid agar
isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar. Contoh:
Guru:
Pada pertemuan yang lalu kita telah belajar resonansi suara, khususnya pada kasus
gitar akustik dan gitar listrik. Coba Anda Gunawan, menurutmu apakah alat suara
manusia juga memiliki resonansi suara?
Siswa: (Menunjukan ekspresi berpikir)
Guru:
Silahkan ditinjau dariproses sumenr suara dan alat-alat suara lain yang mempengaruhi
alat ucap atau saat memproduksi suara!
Guru:
Setelah kamu tadi Anda mengatakan bahwa alat suara lain ikut memperkeras suara,
bagaimana menurut pendapatmu, Lisa bahwa alat suara lain ikut menentukan
kerasnya sebuah suara manusia.
Murid:
Dengan ikut bergetarnya alat-alat suara di rongga mulut, Pak.
Guru:
Bagaimana cara mengetarkan alat suara lain di rongga mulut penting ?
Siswa: Agar terdengar lebih keras, Pak.
Guru: Apakah hanya keras saja yang penting dalam bernyanyi?
63
7. Pemusatan ( Focussing )
Teknik ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang ruang lingkupnya luas,
kemudian dilanjutkanke pertanyaan yang lebih khusus. Contoh:
Sebutkan fungsi pendidikan seni musik di sekolah? (setelah siswa satu menjawab,
diam sejenak, kemudian menunjuk siswa lain untuk menjawab dengan jawaban yang
lain lagi).
Dalam menggunkan teknik pindah gilir, diusahakan tidak menunjuk anak secara
berurutan sesuai dengan urutan duduk maupun urutan yang ada dalam absensi.
64
BAB 5
KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENGUATAN
65
Untuk tujuan inilah keterampilan perlu mendapat perhatian, sebab respons positif
adalah penghargaan yang diberikan guru karena siswa menunjukan perilaku positif
(berprestasi dalam belajarnya). Dengan respons positif tersebut, pada gilirannya
memotivasi anak untuk mempertahankan prestasi, bahkan meningkatanya.
C. Prinsip-Prinsip Penguatan
1. Kehangatan
Seperti halnya penggunaan variasi mengajar, prinsip pemberian penguatan pun
dilakukan secara hangat. Kehangatan sikap guru dapat ditunjukan dengan suara,
mimik, dan gerakan badan (gestural). Kehangatan sikap guru akan menjadikan
penguatan yang diberikan menjadi lebih efektif. Jangan sampai siswa mendapat kesan
bahwa guru tidak ikhlas dalam memberikan penguatan.
2. Antusiasme
Sikap antusias dalam member penguatan dapat menstimulasi siswa untuk
meningkatkan motivasinya. Antusiasme guru dalam memberikan penguatan dapat
membawa kesan pada siswa akan kesungguhan dan ketulusan guru. Antusiasme
memberikan penguatan akan mendorong munculnya kebanggaan dan percaya diri
pada siswa.
66
3. Bermakna
Inti dari kebermaknaan adalah siswa mengerti dan yakin bahwa dirinya layak
diberikan penguatan, karena hal itu memang sesuai dengan tingkah laku dan
penampilannya. Oleh karena itu, kebermaknaan dalam pemberian penguatan hanya
mungkin apabila diberikan dalam konteks yang relevan. Misalnya, jawaban yang
sama sekali salah guru malah mengatakan “jawabanmu bagus sekali “, maka
pertanyaan guru tersebut dianggap sebagai penghinaan. Jika keadaanya seperti diatas
pertanyaan yang tepat adalah “ kali ini jawabanmu belum tepat, saya percaya dangan
dengan belajar yang lebih baik kamu akan dapat menjawab dengan benar”.
Contoh yang lain, jika anak menjawab pertanyaan dengan benar, kita dapat
mengatakan, “ tepat sekali jawabanmu”. Penguatan tersebut relevan dengan konteks,
yakni sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kesesuaian antara pertanyaan dengan
keadaan yang diberi penguatan membuat penguat menjadi bermakna.
67
Penguatan verbal dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yakni:
r. Kata – kata, seperti: bagus, ya, tepat, betul, bagus sekali, dan sebagainya.
s. Kalimat, seperti: pekerjaanmu bagus sekali; caramu member penjelasan baik
sekali, dan sebagainya.
68
Untuk menguatkan gairah belajar, guru dapat memilih kegiatan – kegiatan belajar
yang disukai anak. Karena tiap-tiap anak memiliki kesukaran masing – masing, guru
perlu menyediakan berbagai alternative pilihan yang sesuai dengan kesuksesan
masing-masing anak. Dengan memberikan alternatif kegiatan belajar yang sesuai
dengan kesukaan anak tersebut , maka hal itu bisa juga menjadi bentuk penguatan
bagi anak. Dapat juga penguatan ini diberikan sebagai akibat dari prestasi baik yang
ditunjukan anak. Misalnya, anak yang berprestasi dalam hasil belajarnya ditunjuk
sebagai pimpinan kelompok belajar.
Perlu diperhatikan dalam hal penggunaan penguatan yang berupa benda: hendaknya
tujuan belajar anak tidak mengarah pada benda tersebut. Oleh karena itu, perlu
dibatasi frekuensi penggunaanya.
69
2. Penguatan kepada kelompok
Penguatan dapat juga diberikan kepada sekelompok siswa, misalnya jika satu tugas
telah dilaksanakan dengan baik oleh satu kelas, guru dapat mengizinkan kelas
tersebut untuk bermain basket yang memang menjadi kegemaran mereka. Atau jika
ada satu atau sebagian kelompok kelas yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan
baik, maka guru dapat pula mengatakan “Bapak senang sekali, kelompok A telah
menunjukan kemampuan yang pesat.
4. Variasi penggunaan
Untuk menghindari ketidakbermaknaan, guru dapat menggunakannya secara
bervariasi. Penggunaan penguatan yang itu-itu saja dapat menjadi bahan tertawaan
anak-anak. Bahkan anak-anak ikut serta memberikan penguatan dan kemungkinan
menjadi bahan tertawaan anak, guru dapat menvariasikan penggunaanya. Dan yang
lebih penting untuk itu adalah menerapkan prinsip-prinsip penggunaannya secara
matang.
70
BAB 6
KETERAMPILAN MENGUNAKAN VARIASI
A. Pengertian
Keterampilan menggunakan variasi merupakan salah satu keterampilan mengajr yang
harus dikuasai guru. Dalam proses pembelajaran, tidak jarang rutinitas yang
dilakukan guru seperti masuk kelas, mengabsen siswa, menagih pekerjaan rumah,
atau memberikan pertanyaan-pertanyaan membuat siswa jenuh dan bosan. Subjek
didik adalah anak manusia yang memiliki keterbatasan tingkat konsentrasi sehingga
membutuhkan suasana baru yang membuat mereka frsh dan bersemangat untuk
melanjutkab kegiatan pembelajaran. Dalam kondisi seperti ini, guru harus pandai-
pandai menggunakan seni mengajar situasi dengan mengubah gaya mengajar,
menggunakan media pembelajaran atau mengubah pola interaksi dengan maksud
mencitakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan.
B. Tujuan
Penggunaan variasi mengajar yang dilakukan guru dimaksudkan untuk: (1) menarik
perhatian peserta didik terhadap materi pembelajaran yang tengah dibicarakan, (2)
menjaga kestabilan proses pembelajaran baik secara fisik maupun mental, (3)
membangkitkan motivasi belajar selama proses pembelajaran, (4) mengatasi dan
mengurangi kejenuhan dalam proses pembelajaran, dan (5) memberikan
kemungkinan layanan pembelajaran individual.
C. Prinsip-prinsip Penggunaan
Penggunaan keterampilan mengadakan variasi mengajar seyogianya memenuhi
prinsip-prinsip antara lain: (1) relevan dengan tujuan pembelajaran bahwa variasi
mengajar digunakan untung menunjang tercapainya kompetensi dasar, (2) kontinu
dan fleksibel, artinya variasi digunakan secara terus-menerus selama KBM dan
fleksibel sesuai kondisi, (3) antusiasme dan harga yang ditunjukan oleh guru selama
KBM berlangsung, dan (4) relevan dengan tingkat perkembangan peserta didik.
71
D. Komponen Keterampilan Variasi Mengajar
Keterampilan variasi mengajar meliputi: (1) variasi gaya mengajar, (2) variasi media
pengajaran, dan (3) variasi interaksi belajar mengajar.
Berikut ini akan dijelaskan satu per satu variasi mengajar tersebut, yakni:
1. Variasi gaya mengajar
Variasi mengajar meliputi beberapa komponen keterampilan yang mencakup hal- hal
sebagai berikut:
a. Variasi suara guru
Untuk mengikat perhatian anak dan menjaga anak dari kebosanan, guru dapat
menggunakan suara secara bervariasi, guru dapat menyesuaikan tinggi rendah suara
dan tekanan-tekanan tertentu untuk maksud-maksud tertentu. Misalnya, suara dengan
tekanan tertentu untk menggaris bawahi konsep yang perlu mendapat perhatian
khusus dari anak. Penggunaan variasi suara secara tepat, dissamping menghilangkan
kesan monoton, juga untuk menimbulkan kesan khusus atas konsep dan maslah yang
perlu diperhatikan anak.
c. Perubahan posisi
Perubahan posisi dapat dilakukan dengan gerakan mendekat-menjauh, atau ke kanan
dan kiri dari arah siswa. Guru yang selalu ada ditempat maupun duduk di kursi
kurang member motivasi pada anak. Dengan perubahan posisi, guru dapat menguasai
kelas. Dengan begitu, guru dapat segera mengamati perubahan-perubahan suasana
belajar anak. Gerakan mendekati anak dapat menimbulkan efek psikologis bagi anak
sehingga dapat menimbulkan kesan akrab dan hangat.
72
Apabila gejala tersebut ditemukan, tugas guru adalah membangkitkan kembali
perhatian anak. Untuk itu, guru menggunakan teknik “diam sejenak”. Dengan teknik
diam sejenak, membuat anak mempengaruhi perhatiannya. Apabila gejala perhatian
anak telah muncul, guru dapat meneruskan penjelasan.
Diam sejenak dapat diterapkan secara proporsional dan dengan waktu yang sangat
singkat. Dalam satuan waktu belajar, apabila frekuensi penggunaan terlalu tinggi
dapat mengganggu kelancaran anak dalam menguasai bagian pengetahuan yang
diterangkan guru. Demikian pula “lamanya diam”, karena diam terlalu lama dapat
menimbulkan kegelisahan pada anak.
Dengan teknik-teknik tertentu, perhatian anak akan terpusat pada pengetahuan yang
diharapkan guru untuk dikuasai.
73
guru. Bahkan anak merasa diawasi guru. Dengan demikian, hal itu akan mengurangi
peluang anak untuk menghindari belajar.
Kontak pandang dapat dimaknai anak sebagai sikap antusiasme guru dalam mengajar.
Jika demikian perasaan anak-anak akan tergugah motivasi belajarnya. Kebalikannya,
jika pandangan guru tidak ditujukan pada anak, perhatian anak akan menurun. Begitu
pula kontak pandang guru hanya tertuju pada siswa tertentu saja, dapat mengendorkan
perhatian siswa yang lain.
Variasi penggunaan media dan bahan pembelajaran yang dapat dilihat, didengar, atau
diraba dan dimanipulasi dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting.
Alasannya antara lain: (1) guru dapat menggunakan variasi media dan bahan
pembelajaran yang dapat dilihat seperti menggunakan sketsa, gambar, grafik, film,
foto, penayangan TV, video, atau compute, (2) penggunaan variasi media dan bahan
pembelajaran yang dapat didengar seperti rekaman, suara guru, suara murid dan (3)
penggunaan variasi media dan bahan pembelajaran yang dapat diraba dan
dimanipulasi seperti tiruan benda, pengalaman langsung dan sebagainya.
74
Kebermaknaan penggunaan keterampilan variasi mengajar tergantung pada
penerapan sejumlah prinsip yang mendasarinya. Oleh karenanya, prinsip-prinsip
penggunaan variasi mengajar mempunyai arti penting.
E. Penggunaan di kelas
Sebagai rambu-rambu, penerapan keterampilan mengadakan variasi tidak semata-
mata individual dan berganti-ganti. Maksudnya dalam suatu penampilan mengajar,
guru dapat memadukan secara serempak beberapa keterampilan sekaligus. Namun,
hal itu perlu dilandasi oleh prinsip-prinsip penggunaan secara proporsional. Sebagai
gambaran dalam suatu penampilan, guru dapat memadukan penggunaan mimic,
gestural, dan perubahan posisi sekaligus. Bahkan dapat dipadukan dengan aspek
variasi yang lain.
75
BAB 7
KETERAMPILAN MEMBIMBING
DISKUSI KELOMPOK KECIL
76
2) Meningkatkan pemahaman atas masalah penting
3) Meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
4) Mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi
5) Membina kerja sama yang sehat, kelompok yang kohesif, dan bertanggung jawab.
B. Komponen Keterampilan
Komponen keterampilan yang perlu dimiliki oleh pemimpin diskusi kelompok kecil
adalah sebagai berikut:
1) Memusatkan perhatian, yang dapat dilakukan dengan cara:
a) Merumuskan tujuan diskusi secara jelas.
b) Merumuskan kembali masalah, jika terjadi penyimpangan.
c) Menandai hal-hal yang tidak relevan jika terjadi penyimpangan.
d) Merangkum hasil pembicaraan pada saat-saat tertentu.
2) Memperjelas masalah atau urunan pendapat, dengan cara:
a) Menguraikan kembali atau merangkum urunan pendapat peserta.
b) Mengajukan pertanyaan pada anggota kelompok tentang pendapat anggota
lain.
c) Menguraikan gagasan anggota kelompok dengan tambahan informasi.
3) Menganalisis pandangan siswa dengan cara:
a) Meneliti apakah alas an yang dikemukan punya dasar yang kuat.
b) Memperjelas hal-hal yang disepakati dan yang tidak disepakati.
4) Meningkatkan urunan siswa, dengan cara:
a) Mengajukan pertanyaan kunci yang menantang mereka untuk berfikir.
b) Memberi contoh pada saat yang tepat.
c) Menghangatkan suasana dengan mengajukan pertanyaan yang mengundang.
perbedaan pendapat
d) Memberikan waktu untuk berfikir
e) Mendengarkan dengan penuh perhatian
5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi, dengan cara:
a) Memancing pendapat peserta yang enggan berpartisipasi.
b) Memberikan kesempatan pertama pada peserta yang enggan berpartisipasi.
77
c) Mencegah secara bijaksana peserta yang suka memonopoli pembicaraan.
d) Mendorong siswa untuk mengomentari pendapat temannya.
e) Meminta pendapat siswa jika terjadi jalan buntu.
6) Menutup diskusi yang dapat dilakukan dengan cara :
a) Merangkum hasil diskusi.
b) Memberikan gambaran tindak lanjut.
c) Mengajak para siswa menilai proses diskusi yang telah
berlangsung Dalam pelaksanaan diskusi, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Diskusi hendaknya berlangsung dalam iklim terbuka.
2) Diskusi yang efektif selalu didahului oleh perencanaan yang matang, yang
mencakupi:
a) Topik yang sesuai.
b) Persiapan atau pemberian informasi pendahuluan.
c) Menyiapkan diri sebagai pemimpin diskusi.
d) Pembentukan kelompok diskusi.
e) Pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua anggota kelompok
bertatap muka.
D. Contoh bentuk diskusi kelompok kecil
Beberapa contoh bentuk diskusi kelompok kecil adalah sebagai berikut.
78
Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa
setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.
Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen utama dalam
pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:
1) Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara
klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada
konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja
pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau
diskusi.
79
peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat
diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan
oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD.
e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang
telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau
bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan
bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.
b. CI = Complex Instruction
Titik tekan metode ini adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial.
Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didiksebagai
anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam
pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para
peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja
kelompok.
80
yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee.
Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih
dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta
didik yang saling berpasangan itu berganti peran.
e. LT = Learning Together
Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang
beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
f. TGT = Teams-Games-Tournament
Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu
kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh
kelompok peserta didik.
g. GI = Group Investigation
Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu
penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok
menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan
melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum
kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.
81
Ide model pembelajaran group investigation bermula dari perpsektif filosofis
terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau
teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and
Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan,
bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai
laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama
tentang pendidikan adalah (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) Belajar
hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) Pengetahuan adalah berkembang, tidak
bersifat tetap; (4) Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat
siswa; (5) Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling
memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis
sangat penting; (6) Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation
yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas
hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah
sosial antar pribadi (Arends, 1998).
Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari
sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang
tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.
Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan
kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari
tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Di sini guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang
konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah,
pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan proses
pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus
masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang
82
diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut.
Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan inferensi yang diorganisasi oleh
kelompok dan bagaimana membedakan kemampuan perseorangan.
h. Tutor Sebaya
Tutor sebaya atau tutor teman sebaya adalah perekrutan salah satu siswa guna
memberikan satu per satu pengajaran kepada siswa lain, dalam menyelesaikan tugas
yang diberikan melalui partisipasi peran tutor dan tutee. Tutor memiliki kemampuan
lebih dibandingkan tutee, tapi pada beberapa variasi tutorial jarak pengetahuan yang
dimiliki antara tutor dan tutee minimal (Roscoe & Chi, 2007). Hisyam Zaini (dalam
Amin Suyitno, 2002:60) mengatakan bahwa metode belajar yang paling baik adalah
dengan mengajarkan kepada orang lain. Oleh karena itu, pemilihan model
pembelajaran tutor sebaya sebagai strategi pembelajaran akan sangat membantu siswa
di dalam mengajarkan materi kepada teman-temannya.
83
Penggunakan siswa sebagai guru atau tutor sebaya telah berlangsung di negara
lain yang sudah maju dan telah menunjukkankeberhasilan. Dasar pemikiran tentang
tutor sebaya adalah siswa yang pandaimemberikan bantuan belajar kepada siswa yang
kurang pandai. Bantuan tersebut dapat dilakukan kepada teman-teman sekelasnya di
sekolah atau di luar sekolah / di luar jam mata pelajaran (Semiawan, 1985:70).
Metode tutor sebaya juga merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan
dengan cara memberdayakan siswa yang memiliki daya serap yang tinggi dari
kelompok siswa itu sendiri untuk menjadi tutor bagi teman-temannya, dimana siswa
yang menjadi tutor bertugas untuk memberikan materi belajar dan latihan kepada
teman-temannya (tutee) yang belum faham terhadap materi/ latihan yang diberikan
guru dengan dilandasi aturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok tersebut,
sehingga akan terbangun suasana belajar kelompok yang bersifat kooperatif bukan
kompetitif.
Inti dari metode pembelajaran tutor sebaya adalah pembelajaran yang
pelaksanaannya dengan membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil, yang
sumber belajarnya bukan hanya guru melainkan juga teman sebaya yang pandai dan
cepat dalam menguasai suatu materi tertentu. Dalam pembelajaran ini, siswa yang
menjadi tutor hendaknya mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan teman lainnya, sehingga pada saat dia memberikan bimbingan ia sudah dapat
menguasai bahan yang akan disampaikan. Model pembelajaran tutor sebaya dalam
kelompok kecil sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar dikelas dan siswa menjadi terampil dan berani
mengemukakan pendapatnya dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran tutor
sebaya dalam kelompok kecil dapat meningkatkan hasil belajar siswa dimana semua
siswa aktif, siswa sangat antusias dalam melaksanakan tugas, semua perwakilan
kelompok berani mengerjakan tugas didepan kelas, siswa berani bertanya dan respon
siswa yang diajar sangat tinggi.
Langkah-langkah model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil ini
adalah sebagai berikut.
84
3) Memilih materi yang memungkinkan materi tersebut dapat dipelajari siswa secara
mandiri. Materi pelajaran di bagi menjadi sub-sub materi (segmen materi).
4) Bagilah siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen, sebanyak sub-
sub materi yang akan disampaikan guru. Siswa-siswa pandai disebar dalam
setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya.
5) Masing-masing kelompok diberi tugas mempelajari satu bab materi. Setiap
kelompok di pandu oleh siswa yang pandai sebagai tutor sebaya.
6) Memberi mereka waktu yang cukup, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
7) Setiap kelompok melalui wakilnya menyampaikan sub materi sesuai dengan
tugas yang telah diberikan. Guru bertindak sebagai nara sumber utama.
8) Setelah kelompok menyampaikan tugasnya secara berurutan sesuai dengan
urutan sub materi, beri kesimpulan dan klarifikasi seandainya ada pemahaman
siswa yang perlu diluruskan.
85
BAB 8
Keterampilan ini berkaitan dengan respon guru terhadap respon negatif siswa yang
berkelanjutan. Untuk mengatasi hal ini guru dapat menggunakan tiga jemis strategi
86
yaitu: modifikasi tingkah laku, pengelolaan (proses) kelompok, serta menemukan dan
mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah. a) Modifikasi Tingkah Laku
Dalam strstegi ini, ada tiga hal yang harus dikuasai guru, yaitu:
(1) Mengajarkan tingkah laku yang baru yang diinginkan dengan cara member
contoh dan bimbingan.
(2) Meningkatkan munculnya tingkah laku siswa yang baik dengan memberikan
penguatan.
(3) Mengurangi munculnya tingkah laku yang kurang baik dengan memberi
hukuman.
Ketiga hal ini harus dilakukan guru dengan catatan bahwa:
(1) Pelaksanaan dilakukan segera setelah perilaku terjadi.
(2) Hukuman harus diberikan secara pribadi dan tersendiri, hanya bila diperlukan.
b) Pengelolaan/Proses Kelompok
Dalam strategi ini, kelompok dimanfaatkan dalam memecahkan masalah-masalah
pengelolaan kelas yang muncul, terutama melalui diskusi. Dua hal yang perlu
dilakukan guru adalah:
(1) Memperlancar tugas-tugas dengan cara mengusahakan terjadinya kerjasama dan
memantapkan standar serta prosedur kerja
(2) Memelihara kegiatan kelompok, dengan cara memelihara dan memulihkan
semangat, menangani konflik yang timbul, serta memperkecil masalah yang
timbul.
c) Menemukan dan mengatasi tingkah laku yang menimbulkan masalah. Dalam
strategi ini perlu ditekankan bahwa setiap tinglah laku yang keliru merupakan
gejala dari suatu sebab. Untuk mengatasinya, ada berbagai teknik yang dapat
diterapkan sesuai dengan hakikat tersebut, yaitu sebagai berikut:
(1) Pengabaian yang direncanakan.
(2) Campur tangan dengan isyarat.
(3) Mengawasi dari dekat.
(4) Mengakui perasaan negatif siswa.
(5) Mendorong kesadaran siswa untuk mengungkapkan perasaannya.
87
(6) Menjauhkan benda-benada yang bersifat mengganggu.
(7) Menyusun kembali program belajar.
(8) Menghilangkan ketegangan dengan humor.
(9) Menghilangkan penyebab gangguan.
(10) Pengekangan secara fisik.
(11) Pengasingan.
C. Prinsip Penggunaan
Dalam menerapkan keterampilan mengelola kelas, perlu diingat enam prinsip berikut:
1) Kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar, yang dapat menciptakan iklim kelas
yang menyenangkan.
2) Menggunakan kata-kata atau tindakan yang dapat menantang siswa berfikir.
3) Menggunakan berbagai variasi yang dapat menghilangkan kebosanan.
4) Keluwesan guru dalam pelaksanaan tugas.
5) Penekanan pada hal-hal yang bersifat positif.
6) Penanaman disiplin diri sendiri.
88
BAB 9
KETERAMPILAN MENGAJAR
KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN
B. Komponen Keterampilan
Pengajaran kelompok kecil dan perorangan masing-masing memerlukan keterampilan
yang berkaitan dengan penanganan siswa dan penanganan tugas. Ada empat
kelompok keterampilan yang perlu dikuasai oleh guru dalam kaitan hal ini, yaitu:
1) Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, yang dapat ditunjukkan
dengan cara:
a) Kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan siswa.
89
b) Mendengarkan secara simpatik gagasan yang dikemukakan siswa.
c) Memberikan respon positif terhadap gagasan siswa.
d) Membangun hubungan saling mempercayai.
e) Menunjukkan kesiapan untuk membantu siswa tanpa kecenderungan
mendominasi.
f) Menerima perasaan siswa dengan penuh pengertian dan keterbukaan.
g) Mengendalikan situasi agar siswa merasa aman.
90
d) Membantu siswa menilai kemajuan sendiri.
C. Prinsip Penggunaan
Beberapa prinsip pembelajaran kelompok kecil antar lain:
1) Variasi pengorganisasian kelas besar, kelompok, perorangan disesuaikan dengan
tujuan yang hendak dicapai, kemampuan siswa, ketersediaan fasilitas, waktu,
serta kemampuan guru.
2) Tidak semua topik dipelajari secara efektif dalam kelompok kecil dan
perorangan. Informasi umum sebaiknya disampaikan secara klasikal.
3) Pengajaran kelompok kecil yang efektif selalu diakhiri dengan suatu kulminasi
berupa rangkuman, pemantapan, kesepakatan, laporan, dan sebagainya.
4) Guru perlu mengenal siswa secara perorangan (individual) agar dapat mengatur
kondisi belajar dengan tepat.
5) Dalam kegiatan belajar perorangan, siswa dapat bekerja secara bebas dengan
bahan yang disiapkan.
91
BAB 10
KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN MUSIK
92
Metode Dalcroze dibagi menjadi tiga dasar yaitu solfegio, improvisasi dan
euritmika. Metode ini berfokus pada memungkinkan pelajar mendapatkan kesadaran
fisik dan pengalaman musik melalui pelatihan semua indera.
Dia berpendapat bahwa tujuan pendidikan musik itu bukanlah untuk mencetak
pemain musik atau penyanyi dengan teknik yang tinggi melainkan untuk
mengembangkan rasa musik yang terdapat dalam diri manusia. Sesudah itu barula
keterampilan teknik ini ditingkatkan untuk mempertinggi mutu perasaan yang dapat
diungkapkan. Menurut Dalcroze, latihan-latihan harus diarahkan lebih banyak kepada
rasa, bukan kepada otak.
93
Gambar 4
3. Carl Orff
Carl Orff dilahirkan di Munich pada tanggal 10 Juli 1895. Ia belajar di
Akademi Musik kota itu kemudian menjadi pelatih dan konduktor di gedung-gedung
opera di sana. Metode Orff tidak lepas dari pendidikan musik yang dikembangkan
oleh Zoltan Kodaly karena banyak persamaannya. Keduanya adalah komponis yang
menaruh perhatian dan penuh gairah berusaha mengembangkan pendidikan musik di
tingkat permulaan sampai tingkat lanjutan.
Carl Orff tidak puas dengan penggunaan piano untuk pengiring untuk gerak-gerak
yang dilakukan. Dia lebih cenderung memberikan kesempatan kepada siswanya untuk
bermain secara improvisasi dengan alat musik yang disukainya yang mudah
diamainkannya. Orff merasa perlu menggunakan alat-alat musik perkusi Asia yang
banyak digunakan dalam orkes gamelan Indonesia. Dia meminta Karl Maendler
94
seorang ahli membuat piano danharpsikord untuk membuat alat-alat musik perkusi
yang dimaksud seperti silofon, glockenpiel, dan metalofon. Di samping itu digunakan
pula recorder, gitar, dan cello sebagai alat petik. Usaha Orff ini terhenti karena
perang, tetapi tahun 1948 kembali dengan siaran pendidikan melalui radio.
Secara bertahap anak mengenali musik seperti cara dia belajar bahasa ibunya.
Hal ini tak mengherankan karena setiap anak memiliki kemampuan musikal yang
telah dibuktikan oleh Garner dalam teori multipel intelegensinya. Sesuai dengan
tingkat perkembangan tubuhnya, maka kemampuan musikal anak pun berjalan
seiring. Begitu pula musik yang tepat yang berpengaruh positif bagi
perkembangannya. Sebaiknya diketahui oleh orang dewasa yang mendampinginya,
yakni guru dan orang tuanya.
Kemampuan musikal dimiliki oleh semua anak, seperti yang dikatakan Garner
bahwa manusia memiliki multiple intelegens di antaranya adalah musikal intelegen.
Bagaimana sebenarnya kemampuan yang dimiliki anak khususnya di usia 3 sampai 6
tahun? Beberapa tahun terakhir ini banyak penelitian yang telah dilakukan di
mancanegara. Berikut ini disajikan beberapa hasil penelitian tersebut yang diterbitkan
jurnal yang dikeluarkan oleh the National Assosiation for Music Education di
Amerika Serikat. Ada beberapa aspek dapat diukur dalam kemampuan musik anak
dia antaranya aspek ritmik, melodi, bernyanyi, dan literasi. Bagaiamana kemampuan
keempat aspek tersebut yang dimiliki anak usi tiga sampai 4 tahun, berikut
penjelasannya.
95
irama yang sederhana, ternyata kemampuannya sangat beragam tergantung jenis
media yang digunakan anak. Media yang digunakan adalah:
(1) Dengan menggunakan bagian tubuhnya anak mampu menjaga konstanan
ketukan
(2) Ketika diminta bertepuk tangan membuat ketukan juga demikian, konstan.
(3) Dengan berjalan dengan ketukan yang tepat dan konstan akan mengalami
sedikit kesulitan untuk menjaga kekonstanan.
(4) Saat menggunaka tambur mereka masih mengalami kesulitan
(5) Anak akan mengalami kesulitan ketika membuat ketukan konstan dengan alat
bicara.
Kesimpulan dari hal di atas adalah bahwa perkembangan musik berhubunga dengan
perkembangan jasmani dan bahasa anak. Kemampuan bahasa yang mungkin terbatas
akan berpengaruh pula dengan perkembangan musikal anaknya.
96
Menurut Rainbow, E.L (1979)
(1) Pada usia ini anak mampu mengucapkan scara ritmis. Anak mampu menirukan
secara lisan kata-kata berdasarkan pola sederhan.
(2) Setelah menyuarakannya beberapa anak sudah dapat bertepuk tangan dengan
pola sederhana.
(3) Sulit menirukannya dengan tempo seperti tempo lagunya.
(4) Masih suliberbaris dan bertepuk tangan sesuai tempu lagunya.
(5) Memainkan irama dengan menggunakan instrumen musik pukul sudah mampu
melakukannya.
(6) Masih kesulitan memainkan ostinato.
Menurut Rainbow (1977) beberapa nomor ritmik sudah bisa dikuasai oleh anak usia
5-6 tahun ini. Tetapi, akan mengalami kesulitan jika sambil bertepuk tangan. Ini
menunjukan bahwa ritmik sudah bisa dipahami oleh anak tetapi mengalami kesulitan
ketika harus mendemonstrasikan melalui gerakan melangkah sambil bertepuk tangan.
97
2. Perkembangan Bernyanyi Anak
Pada tulisan ini hanya akan dipaparkan pada usia 5-6 tahun. Pada usia 5 -6 tahun
berdasarkan penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Bila diperkenalkan melodi dengan pitch bervariasi mereka akan mampu
membedakannya dan sebagian mereka mampu menyamakan sesuai dengan pitch
yang ada pada lagu itu.
(2) Tidak ada perbedaan signifikan antara yang diiringi dengan piano maupun tidak
diiringi piano.
(3) Anak-anak mampu menyanyi dengan tepat jika mengganti teks dengan “la la la”
dari pada bernyanyi individu dengan teks. Artinya mereka mampu bernyanyi
sendiri dari pada dengan kelompok.
(4) Anak perempuan bernyanyi lebih akurat daripada laki-laki.
(5) Anak-anak perempuan bernyanyi lebih akurat dalam kelompok dibanding laki-
laki.
(6) Bila bernyanyi dengan nada rendah akan mengalami kesulitan.
(7) Anak mernyanyi lebih akurat dengan ritmik daripada pitch nada lagunya.
(8) Dengan rangsangan musik anak-anak dapat mensinkronkan pitch, pola tonal dan
pola ritmik.
(9) Pada usia ini mampu mengkombinasikan secara spontan dan ini secara mental
sudah siap menyanyikan suara musiknya.
(10) Anak-anak sudah menyadari adanya hubungan-hubungan antara bunyi-bunyi
nada dalam musik.
(11) Mampu menunjukkan kemampuan menangkap pitch, bila kepadanya diberikan
suatu nada lalu diminta untukmenirukannya.
(12) Anak usia ini masih bingung jika disuruh bernyanyi dengan register berbeda
(suara kepala atau suara dada).
(13) Anak masih sulit melakukan kontrol suaranya sendiri ketika dia bernyanyi.
98
mempengaruhi kemampuan bernyanyi atau bermusik karena berhubungan dengan
faktor fisiologi maupun psikologi anak. Anak tidak akan mampu bernyanyi dengan
vokal yang jelas maupun dengan kecepatan tertentu karena kemampuan fisik mereka
belum mencukupi misalnya pada usia 3 sampai 4 tahun. Tetapi sebaliknya pada usia 5
sampai 6 tahun akan mampu bernyanyi dengan nada maupun teks yang jelas karena
secara fisiologi sudah mendukung.
Di samping hal tersebut di atas ada beberapa prinsip yang berhubungan dengan
pembelajaran musik. Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran musik.
1. Menyenangkan
Musik adalah bunyi dan bunyi itu berasal dari suara alat musik atau suara vokal
manusia. Bunyi instrumen musik maupun suara manusia adalah berisi nada-nada
dengan tinggi rendah tertentu yang menimbulkan keindahan. Agar pembelajarannya
berhasil maka harus dilakukan dengan prinsip musik itu sendiri bahwa pembelajaran
musik harus menimbuklkan rasa senang saat pembelajaran. Pembelajaran musik harus
berkutat pada bunyi musik itu sendiri. Menurut Jamalus (1988), pengajaran musik
adalah pengajaran tentang bunyi. Apapun yang dibahasa dalam suatau pengajaran
musik haruslah bertitik tolak pada bunyi itu sendiri.
2. Antusiasme
Pembelajaran musik yang menyenangkan akan menimbulkan antusiasme anak-anak.
Untuk bisa menimbulkan keantusiasan ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
99
(1) Memilih lagu atau materi yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi anak,
dan kemampuan musikal.
(2) Memilih media yang sesuai dengan materi pembelajaran.
(3) Variasi pembelajaran yang digunakan guru.
(4) Lingkungan menimbulkan kenyaman.
Pembelajaran musik harus dilakukan dengan aktif. Belajar sambil bermain adalah
jargon yang saat ini masih dianut ahli pendidikan yang dianggap cocok bagi anak-
anak. Jargon ini lebih dikenal dengan istilah learning by doing. Regelsky (1981)
menyebutnya pembelajaran yang dilakukan sambil melakukan aktivitas ini dengan
istilah action learning. Dalam konteks ini siswa belajar melalui keterlibatan secara
aktif dalam menyerap informasi yang disampaikan oleh guru. Keterlibatan siswa
dengan musik bisa hanya secara mental atau bahkan secara fisik. Melalui pendekatan
ini siswa secara induktif akan memandu siswa dalam memahami konsep secara luas
tentang berbagai unsur musik seperti irama, pitch, bentuk, dan lain-lain yang akan
memberikan dasar bagi perbaikan dan pengembangan keterampilan selanjutnya
(Regelski, 1981:11).
100
bentuk pembelajaran musik sebagai upaya untuk mencapai kompetensi dasar yang
ditentukan baik dalam kompetensi berapresiasi, berekspresi, dan berkreasi harus
dilakukan melalui kegiatan terpadu dengan memasukkan kegiatan musik sebagai
salah satu komponenya. Aktivitas musikal tersebut dapat berupa kegiatan
mendengarkan musik, bergerak mengikuti irama muik, bernyanyi, membaca notasi
musik, bermain alat musik, dan mencipta musik. Melalui aktivitas musikal, siswa
akan memperoleh kesempatan mengalami dan menghayati unsur-unsur musik dalam
lagu atau musik yang dipelajari sehingga memberikan pemahaman dan merasakan
sehingga pembelajarnnya bermakna bagi siswa.
Betapa pun demikin dalam menilai hal yang diperhatikan adalah tujuan pembeljaran
dalam pokok bahasan yang telah ditetapkan dalam perencanaannya. Berikut adalah
hal penting dalam penilai sesuai dengan kurikulum 2013 terutama dalam mata
pelajaran seni budaya. Berikut adalah beberapa pembahasan berhubungan dengan
penilai yang berkaitan dengan kurikulum Seni Budaya 2013.
101
a. Perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai
berdasarkan prinsip-prinsip penilaian;
b. Pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif,
efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan
c. Pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.
Sedangkan untuk setiap materi pokok tertentu terdapat rumusan KD untuk setiap
aspek KI. Dengan demikian terdapat 4 KD materi pokok sebagai berikut:
1) KD pada KI-1: aspek sikap spiritual (untuk mata pelajaran tertentu bersifat
generik, artinya berlaku untuk seluruh materi pokok).
2) KD pada KI-2: aspek sikap sosial (untuk matapelajaran tertentu bersifat relatif
generik, namun beberapa materi pokok tertentu ada KD pada KI-3 yang berbeda
dengan KD lain pada KI-2).
3) KD pada KI-3: aspek pengetahuan.
4) KD pada KI-4: aspek keterampilan.
102
penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam Sistem Penilaian
Kelas sebagai berikut:
a. Penilaian Kompetensi Sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,
penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen
yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik.
1. Observasi
Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan
dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.
Lembar observasi dapat disusun guru sesuai dengan KD dan aspek seni yang
dipelajari, sehingga penilaian dalam bentuk observasi ini dapat melengkapi penilaian
lainnya, agar perilaku peserta didik dapat lebih diamati dengan baik. Pada
pembelajaran Seni Budaya lembar observasi biasanya berupa pengamatan dalam
kegiatan mengeksplorasi dan berkreasi seni. Contoh:
Lembar pengamatan peserta didik dalam untuk kegiatan menirukan gerak tari tradisi.
2. Penilaian Diri
103
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. Instrumen
penilaian diri dibuat guru sesuai dengan KD dan indikator yang ingin dicapai,
khususnya pada kemampuan mengapresiasi dan berkreasi seni. Berdasarkan penilaian
diri, maka guru akan memberikan perbaikan pembelajaran terhadap peningkatan
kompetensi melalui remedial, sedangkan untuk peserta didik yang memiliki
kompetensi unggul maka guru dapat memberikan pengayaan. Penilaian diri
memerlukan kejujuran dari peserta didik, untuk itu harus dilengkapi dengan penilaian
antarpeserta didik.
Pada mata pelajaran Seni Budaya indikator kreativitas, mandiri dan bertanggung
jawab menjadi tujuan. Kreatifitas merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki dalam berkesenian, demikian pula kemandirian. Rasa tanggung jawab
menjadi warga negara yang baik dapat direfleksikan melalui pemahaman terhadap
berkehidupan bernegara seperti menghormati keberagaman budaya antar etnis,
Sehingga mempunyai rasa memiliki terhadap budayanya sendiri dan menghargai
budaya orang lain.
4) Jurnal
Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku.
104
1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan
secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas. Instrumen
penugasan sering digunakan pada mata pelajaran Seni Budaya, khususnya pada
komptensi yang menekankan kepada apresiasi seni.
Skor Bobot
Aspek Komponen
1 2 3 4
Gerak 1. Melakukan teknik gerak
2. Melakukan gerak penghubung
50%
3. Kelancaran melakukan gerak dari awal
hingga akhir
Jumlah
Irama 4. Kesesuain gerak dengan irama
5. Kesesuaian gerak dengan ritme
30%
6. Ketepatan gerak dengan
Hitungan
105
Jumlah
Eskpresi 7. Ekspresi gerak
8. Harmonisasi gerak
20%
9. Keserasian antara gerak dengan ekspresi
wajah (karakter)
Jumlah
Jumlah Keseluruhan
No.
Skor dan Kriteria Penilaian
Butir
4
peserta didik mampu melakukan pengembangan teknik gerak berdasarkan
tari tradisi
3
peserta didik mampu melakukan pengembangan teknik gerak tetapi tidak
berdasarkan tari tradisi
1
2
peserta didik kurang mampu melakukan pengembangan teknik gerak
berdasarkan tari tradisi
1
Peserta didik tidak mampu melakukan pengembangan teknik gerak
berdasarkan tari tradisi
4 Peserta didik mampu melakukan gerak penghubung dengan baik
3 Peserta didik mampu melakukan gerak penghubung tetapi kurang jelas
2
dalam melakukannya
2 Peserta didik mampu melakukan gerak penguhubung tetapi tidak dapat
melakukannya dengan baik
1 Peserta didik tidak mampu melakukannya gerak penghubung
4 peserta didik mampu menarikan dengan lancar gerak dari awal sampai
akhir
3 Peserta didik mampu menarikan dengan kurang lancar gerak dari awal
3 sampai akhir
2 Peserta didik mampu menarikan dengan tidak lancar gerak dari awal
sampai akhir
1 Peserta didik tidak mampu menarikan gerak dari awal sampai akhir
4 Peserta didik mampu menari sesuai dengan irama
3 Peserta didik mampu menari kurang sesuai dengan irama
4
2 Peserta didik mampu menari tidak sesuai dengan irama
1 Peserta didik mampu menari sangat tidak sesuai dengan irama
4 Peserta didik mampu menari sesuai dengan ritme
3 Peserta didik mampu menari kurang sesuai dengan ritme
5
2 Peserta didik mampu menari tidak sesuai dengan ritme
1 Peserta didik mampu menari sangat tidak sesuai dengan ritme
4 Peserta didik mampu menari sesuai dengan hitungan gerak
3 Peserta didik mampu menari, tetapi kurang sesuai dengan hitungan gerak
6
2 Peserta didik mampu menari, tetapi tidak sesuai dengan hitungan gerak
1 Peserta didik tidak mampu menari dan tidak sesuai dengan hitungan gerak
106
No.
Skor dan Kriteria Penilaian
Butir
4 Peserta didik mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
Peserta didik kurang mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema
3
tari
7
Peserta didik mampu mengekspresikan gerak, namun kurang sesuai dengan
2
tema tari
1 Peserta didik tidak mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
4 peserta didik mampu menari dengan harmonis
3 peserta didik kurang mampu menari dengan harmonis
8
2 peserta didik mampu menari tidak memperhatikan harmonis
1 peserta didik tidak mampu menari dengan harmonis
No.
Skor dan Kriteria Penilaian
Butir
Peserta didik mampu menari dengan serasi antara gerak dengan ekspresi
4
wajah (karakter)
3
Peserta didik mampu menari tanpa memperhatikan keserasian antara gerak
dengan ekspresi wajah (karakter)
9 Peserta didik kurang mampu menari dengan serasi antara gerak dengan
2
ekspresi wajah (karakter)
Peserta didik tidak mampu menari dengan serasi antara gerak dengan
1 ekspresi wajah (karakter)
2) Penilaian Projek
Penilaian projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu
tertentu. Penilaian projek dalam pembelajaran Seni Budaya dapat dilakukan guru
pada kegiatan pameran atau pergelaran seni, selain itu juga dapat dalam bentuk
membuat laporan, ulasan atau kritik seni yang dipresentasikan peserta didik. Pada
penilaian projek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a. Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola
waktu pengumpulan data serta penulisan laporan. b. Relevansi
107
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek
peserta didik. Penilaian Projek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan
sampai dengan akhir projek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan
yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale dan
checklist.
3) Penilaian produk
Penilaian Produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu
produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat
produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni
(patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan
logam. Pengembangan produk meliputi tiga tahap dan setiap tahap perlu diadakan
penilaian yaitu:
a. Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
b. Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik
dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
c. Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
a. Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan
pada tahap appraisal.
b. Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap
semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Contoh:
Penilaian produk untuk materi Seni Rupa dilakukan terhadap tiga aspek yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian psikomotorik mendapatkan porsi lebih
besar dibandingkan dengan kognitf dan afektif. Di bawah ini adalah contoh penilaian
terhadap hasil karya peserta didik.
108
Skor
No. Aspek Penilaian
1 2 3 4
A. MELUKIS
1. Ide/gagasan
2. Komposisi
3. Kreativitas
4. Kerapihan dan kebersihan
4) Penilaian Portofolio
Penilaian potofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan
seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif
untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik
dalam kurun waktu tertentu. Penilaian portofolio diberikan agar karya peserta didik
didokumentasikan dengan baik sebagai pendukung dalam kemampuan menilai
kemampuan diri. Portofolio dalam mata pelajaran Seni Budaya dapat berupa
kumpulan hasil karya Seni Rupa atau karya-karya seni dalam bentuk VCD dan
deskripsi karya seni.
3. Pelaksanaan Penilaian dan Pelaporan Hasil Belajar
Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik Penilaian hasil belajar oleh
pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses
dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas
pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
a. Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat
rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria
penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai dengan indikator dan
mengembangkan instrumen serta pedoman penyekoran sesuai dengan teknik
penilaian yang dipilih.
b. Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran dan
diakhiri dengan tes dan/atau nontes. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan
teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai dengan kondisi
dan tingkat kemampuan peserta didik.
109
c. Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada
indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang diintegrasikan dalam
tema tersebut.
d. Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan
dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai balikan
(feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada
pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.
e. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
1) Nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi
pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-
terpadu.
2) Deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial.
f. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala
sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru Bimbingan
dan Konseling, dan orang tua/wali) pada periode yang ditentukan.
g. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik
selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi
kompetensi oleh wali kelas/guru.
110
C- 1.66 1.66
D+ 1.33 1.33
K
D 1,00 1,00
111
BAB 11
METODE DAN PEN DEKATAN PEMBELAJARAN
MUSIK BERDASAR KURIK ULUM 2013
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas feno mena atau gejala,
memperoleh pengeta huan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan
sebelumnya. Untuk da pat disebut ilmiah, metode pencarian (metho d of inquiry)
harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, em piris, dan
terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah
umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ek
perimen, kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis.
112
A. Pendekatan Ilmiah dan Non-ilmiah dalam Pembelajaran
Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan
dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada
pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah lima
belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada
pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih
dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70
persen.
1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik
terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi
pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
substansi atau materi pembelajaran.
113
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Akal sehat
Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran,
karena memang hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika guru dan peserta didik hanya semata-
mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkanmereka dalam proses dan
pencapaian tujuan pembelajaran.
3. Prasangka
Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal
sehat (comon sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan orang (guru, peserta
didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat
didompleng kepentingan pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal khusus
menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan akal sehat berubah
menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu
memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi prasangka
buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan
peserta didik.
114
4. Penemuan coba-c oba
Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang
bermakna. Namun de mikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan
cara coba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki k epastian, dan tidak
bersistematika baku. T entu saja, tindakan coba-coba itu ada manf aatnya dan bernilai
kreatifitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-coba ini akan dilakukan, harus
diserta dengan pencat atan atas setiap tindakan, sampai dengan me nemukan
kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba meraba-raba tombol-
tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer laptop itu menyala.
Peserta didik pun melihat lam bang tombol yang menyebabkan komputer laptop itu
menyala dan mengulangi lagi tindakannya, hingga dia sampai pada kepastian jawaban
atas tombol dengan lambang seperti apa yang bisa memastikan bahw a komputer
laptop itu bisa menyala.
5. Berpikir kritis
Kamampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya m ereka yang
normal hingga jenius. Secar a akademik diyakini bahwa pemikiran kr itis itu
umumnya dimiliki oleh orang yang bependidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya
pemikirannya diperca ya benar oleh banyak orang. Tentu saja hasi l pemikirannya itu
tidak semuanya bena r, karena bukan berdasarkan hasil esperim en yang valid dan
reliabel, karena penda patnya itu hanya didasari atas pikiran yang logis semata.
115
transformasi substans i atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah
keterampilan mengga mit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu
bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didi k “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseim-bangan antara
kemam puan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecaka pan dan pengetahuan untuk hidup secara laya k (hard skills) dari peserta didik
yang melliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 men ekankan pada dimensi pedagogik modern da lam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran s ebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajika n, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.
Untuk mata pelajaran , materi, atau situasi tertentu, sangat muungkin pendekatan
ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini,
tentu saja proses pe mbelajaran harus tetap menerapkan nilai-n ilai atau sifat-sifat
ilmiah dan menghind ari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah
pembelajaran disajika n berikut ini.
1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembela jaran (meaningfull
learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menya jikan media obyek
secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu
saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu
116
persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak
terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik.
Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode
observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang
dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
seperti berikut ini.
a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi.
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.
c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun
sekunder.
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi.
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat
tulis lainnya.
117
biasa, pada observasi terkendalipelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada
ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi
terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek
yang diobservasi.
c. Observasi partisipatif (participant observation)
Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan
pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim
dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini
mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang
diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan
ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau
komunitas tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau
dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan
mereka.
Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua
cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan
observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.
a. Observasi berstruktur
Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek,
objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan
oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru.
b. Observasi tidak berstruktur
Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak
ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus diobservasi oleh
peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau
mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang
diobservasi.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru
melengkapi diri dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape
recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau
118
kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara
audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi,
dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal
(anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar
cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor-
faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau
fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh
peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh
subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikalberupa alat mekanik yang dapat
dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan
oleh subjek atau objek yang diobservasi. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh
guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini.
a. Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk
kepentingan pembelajaran.
b. Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi
yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogensubjek, objek, atau situasi yang
diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi
dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara
dan prosedur pengamatan.
c. Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan
sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar
dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia
mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
119
asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya:
Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri
kalimat efektif.
c. Fungsi bertanya
▪ Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu
tema atau topik pembelajaran.
▪ Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
▪ Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan
untuk mencari solusinya.
▪ Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi
pembelajaran yang diberikan.
▪ Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
▪ Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
▪ Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau
gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam
hidup berkelompok.
▪ Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
▪ Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati
satu sama lain.
d. Kriteria pertanyaan yang baik
▪ Singkat dan jelas
Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang?
(2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus
120
narkotika dan obat-obatan terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih
jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.
▪ Menginspirasi jawaban
Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada
bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat
kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba
jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal
membangun kerukunan umat beragama? Dua kalimat yang mengawali pertanyaan
di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi jawaban
peserta menjawab pertanyaan.
▪ Memiliki focus
Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan? Untuk
pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta
memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga kelima misalnya
menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha, kelangkaan
sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif
jawaban lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban.
Pertanyaan yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa
kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan
jawabannya kepada peserta didik secara perorangan.
▪ Bersifat probing atau divergen
Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah peserta didik
harus rajin belajar?(2) Mengapa peserta didik yang sangat malas belajar
cenderung menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh peserta
didik dengan Ya atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban
yang bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki
bobot kebenaran yang sama.
▪ Bersifat validatif atau penguatan
Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik yang
berbeda untuk menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu
dimaksudkan untuk memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban peserta
121
didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan jawaban
yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta mereka
memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan.
Contoh:
Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”
Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang malas
tidak produktif.”
Guru : “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu
terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
dan seterusnya.
▪ Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang
Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang
cukup untuk memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata.
Karena itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa
saat sebelum meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan
itu.
Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada peserta didik yang bisa menjawah
dengan baik, sangat dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa
faktor picu utama Belanda menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda
menjajah Indonesia? Jika dengan pertanyaan pertama guru belum memperoleh
jawaban yang memuaskan, ada baiknya dia mengubah pertanyaan seperti
pertanyaan kedua.
▪ Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif
Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat
kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban
dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat
fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi,
122
seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci
pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.
123
Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan
▪ Aturlah..
Membuat (mencipta)
▪ Buatlah...
▪ Ciptakanlah
▪ Susunlah...
▪ Kategorikanlah...
▪ Padukanlah...
▪ Konstruksilah...
▪ Buatlah abstrak..
▪ Buatlah rancangan..
3. Menalar
a. Esensi Menalar
124
logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh
simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah,
meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif
jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu
dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan kerdasarkan
hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi,
prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang
juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses
pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan
atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa
hukum dalam proses pembelajaran.
125
yang menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta didik
dibandingkan efek punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam
memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan perilaku
peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau menghilangkan
perilakunya.
▪ Hukum latihan (The Law of Exercise)
Awalnya hukum ini terdiri dari duajenis, yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut
oleh Thorndike. Karena dia menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat
atau membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R akan
semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu
hubungan antara S-R akan semakin melemah jika tidak dilatih atau dilakukan
berulang-ulang.Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan
penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi
yang terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya.
▪ Hukum kesiapan (The Law of Readiness)
Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau
tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya.
Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap
dan belajar dilakukan, maka merekaakan merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik
dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan merasa
tidak puas bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike
kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau
pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran
dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam
probabilitas perilaku itu akan diulangi.
Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik
makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam
menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R adalah:
▪ Kesiapan (readiness)
Kesiapan diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta didik. Kesiapan
itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus benar-benar siap mengajar
126
dan peserta didik benar-benar siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan
itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama.
▪ Latihan (exercise)
Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang oleh
peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan antara S dengan R makin
intensif dan ekstensif.
▪ Pengaruh (effect)
Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan R akan meningkatkan
kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik sebagai hasil
belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan
langsung oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya.
Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan dengan
pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh Ivan Pavlov, teori asosiasi biasanya
menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan oleh
Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation).
Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas
belajarnya. Ada empat konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) dari
Bandura.
Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara meniru
perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman
vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain itu.
Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model (attentional),
mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention),
menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi
(motivation) ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang
mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan.
127
Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah orang
lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.
Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati,
mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan
motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran
partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa
yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.
▪ Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
▪ Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama
guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh,
baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
▪ Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang
sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
▪ Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
▪ Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
▪ Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan atau pelaziman.
▪ Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
▪ Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan
tindakan pembelajaran perbaikan.
f. Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif
dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalardengan menarik
simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum.
Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang
128
bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat
umum.Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi
inderawi atau pengalaman empirik.
Contoh:
▪ Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
▪ Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
▪ Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan
▪ Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan
melahirkan
▪ Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
▪ Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk
beroperas.
▪ Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan fenomena
yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta
didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran
129
dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai
kesamaan atau persamaan.
Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari
dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua analogi itu dijelaskan
berikut ini.
Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau
gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa
apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau
gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu “metode menalar” yang sangat
bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada
persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang
diperbandingkan.
Contoh:
Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun. Dia lulus seleksi Olimpiade
Sains Tingkat Nasional tahun ini. Dengan demikian, tahun ini juga,Peserta didik
Pulan akan mengikuti kompetisi pada Olimpiade Sains Tingkat Internasional. Untuk
itu dia harus belajar lebih tekun lagi.
130
h. Hubungan Antarfenomena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena
atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik
dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan
sebab-akibat.
Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut
dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat terdiri dri tiga
jenis.
▪ Hubungan sebab–akibat.
Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan
terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat. Contoh:
Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor pengungkit
yang bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan.
▪ Hubungan akibat-sebab
Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi akibat dikemukakan
terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya. Contoh :
131
menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan
akibat ketiga, dan seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu
menyebabkan mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga
muncullah kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut
menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang
baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus
berlangsung secara siklikal.
▪ Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada
mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki
keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta
mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya
merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama
murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan
tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan
murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen
132
(6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan
bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan
mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
a. Persiapan
▪ Menentapkan tujuan eksperimen
▪ Mempersiapkan alat atau bahan
▪ Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat
atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan
melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi
beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran
▪ Memertimbangkanmasalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau
menghindari risiko yang mungkin timbul
▪ Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan
yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau
membahayakan.
b. Pelaksanaan
▪ Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati
proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil
dengan baik.
▪ Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi
secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-
masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.
c. Tindak lanjut
▪ Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru.
▪ Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik.
▪ Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.
133
▪ Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama
eksperimen.
▪ Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat
yang digunakan.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif
atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika
pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia
menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau
berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik
berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau
kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman,
sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar
secara bersama-sama.
134
Vygotsky, setiap manusia (dalam konteks ini disebut peserta didik) mempunyai
potensi tertentu. Potensi tersebut dapat teraktualisasi dengan cara menerapkan
ketuntasan belajar (mastery learning). Akan tetapi di antara potensi dan aktualisasi
peserta didik itu terdapat terdapat wilayah abu-abu. Guru memiliki berkewajiban
menjadikan wilayah “abu-abu”yang ada pada peserta didik itu dapat teraktualisasi
dengan cara belajar kelompok.
Seperti termuat dalam gambar, Vygostsky mengemukakan tiga wilayah yang tergamit
dalam ZPD yang disebut dengan “cannot yet do”, “can do with help“, dan “can do
alone“. ZPD merupakan wilayah “can do with help”yang sifatnya tidak
permanen, jika proses pembelajaran mampu menarik pebelajar dari zona tersebut
dengan cara kolaborasi atau pembelajaran kolaboratif.
Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan
perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan
pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat
menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
▪ Guru dan peserta didik saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran
kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu
pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep
pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan
situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan
manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
Contoh:
Jika guru mengajarkan topik “hidup bersama secara damai.” Peserta didik yang
mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan topik tersebut berpeluang
menyatakan sesuatu pada sesi pembelajaran, berbagi idea, dan memberi garis-garis
besar arus komunikasi antar peserta didik. Jika peserta didikmemahami dan melihat
fenomena nyata kehidupan bersama yang damai itu, pengalaman dan
pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jaringan pembelajaran
mereka. Mereka pun akan termotivasi untuk melihat dan mendengar. Di sini peserta
didik juga dapat merumuskan kaitan antara proses pembelajaran yang sedang
dilakukan dengan dunia sebenarnya.
135
a. Berbagi tugas dan kewenangan
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan
dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan
peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi dan informasi,
menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam
pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil
peran secara terbuka dan bermakna.
▪ Kepada peserta didik diberikan kartu indeks yang memuat informasi atau contoh
yang cocok dengan satu atau lebih katagori.
▪ Peserta didik diminta untuk mencari temannya dan menemukan orang yang
memiliki kartu dengan katagori yang sama.
▪ Berikan kepada peserta didik yang kartu katagorinya sama menyajikan sendiri
kepada rekanhya.
136
▪ Selama masing-masing katagori dipresentasikan oleh peserta didik, buatlah catatan
dengan kata kunci (point) dari pembelajaran tersebut yang dirasakan penting.
j. JP = Jigsaw Proscedure
Pembelajaran dilakukan dengan cara peserta didik sebagai anggota suatu kelompok
diberi tugas yang berbeda-beda mengenai suatu pokok bahasan. Agar masing-masing
peserta didik anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan
dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasari pada rata-rata skor tes kelompok.
l. CI = Complex Instruction
Titik tekan metode ini adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial.
Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didiksebagai
anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam
pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para
peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja
kelompok.
137
kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah
itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama
telah diselesaikan dengan benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal
berikutnya. Namun jika seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap
pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap
tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil
belajar individual maupun kelompok.
o. LT = Learning Together
Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang
beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
p. TGT = Teams-Games-Tournament
Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu
kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh
kelompok peserta didik.
q. GI = Group Investigation
Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu
penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok
menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan
melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum
kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.
138
r. AC = Academic-Constructive Controversy
Pada metode ini setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada
dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar
masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota
kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan
pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan,
hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada
kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang
dipilihnya.
t. Pemanfaatan Internet
Pemanfaatan internet sangat dianjurkan dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif.
Karena memang, internet merupakan salah satu jejaring pembelajaran dengan akses
dan ketersediaan informasi yang luas dan mudah. Saat ini internet telah menyediakan
diri sebagai referensi yang murah dan mudah bagi peserta didik atau siapa saja yang
hendak mengubah wajah dunia.
139
penjabaran dari standar kompetensi lulusan (SKL). SKL secara keseluruhan terdiri
atas SKL satuan pendidikan, standar kompetensi kelompok mata pelajaran, standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) mata pelajaran. Kompetensi Dasar
merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi.
Pada kurikulum 2013, istilah SK-KD ini digantikan menjadi Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah
menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan
tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu
berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2),
pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4).
Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus
dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi
yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak
140
langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang
pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti
kelompok 4).
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas
yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau
kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber
pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut
dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal,
serta ciri dari suatu mata pelajaran.
Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat
terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat
berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat
dijadikan organisasi konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non
disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut filosofi rekonstruksi sosial, progresif atau
pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah eklektik seperti
dikemukakan di bagian landasan filosofi maka nama mata pelajaran dan isi mata
pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah
filosofi esensialisme dan perenialisme.
Contoh penjabaran Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dapat dilihat di bawah ini:
141
pembuatnya
4. Mengolah, menalar dan menyaji dalam 4.1. Menampilkan karya musik secara
ranah konkret dan ranah abstrak terkait vokal dan instrumen berdasarkan
dengan pengembangan dari yang jenisnya nilai estetis dan
dipelajarinya di sekolah secara fungsinyanya
mandiri, dan mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah keilmuan 4.2 Membuat tulisan tentang beragam musik
dan lagu-lagunya
4.3 Mempergelarkan musik dengan
memperhatikan nilai-nilai estetis
4.4 Membuat laporan pergelaran/konser
musik
142
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
2. Menghayati dan mengamalkan 2.1 Menunjukkan sikap kerjasama,
perilaku jujur, disiplin, tanggung bertanggung jawab, toleran,
jawab, peduli, (gotong royong, dan disiplin melalui aktivitas
kerjasama, toleran, damai), berkesenian
santun, responsif dan proaktif, 2.2 Menunjukkan sikap santun, jujur,
dan menunjukkan sikap sebagai cinta damai dalam mengapresiai
bagian dari solusi atas berbagai seni dan pembuatnya
permasalahan dalam berinteraksi 2.3 Menunjukkan sikap responsif dan pro-
secara efektif dengan lingkungan aktif, peduli terhadap lingkungan dan
143
Kelas XII: Seni musik
144
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
Gambaran di atas menunjukkan bahwa tujuan belajar yang berupa tingkah laku,
sikap, atau keterampilan musik hanya bisa dicapai jika pendekatan pembelajarannya
tepat. Pendekatan yang tidak tepat tidak akan merubah sikap, keterampilan, atau
pengetahuan tertentu. Misalnya, pembelajaran menyanyi anak usia SD yang
disampaikan dengan penekanan teori musik tanpa melibatkan banyak kegiatan
menyanyi itu sendiri, apalagi tanpa ada kegiatan guru yang tidak antusias sehingga
suasana terasa kering mengakibatkan suasana belajar tidak menyenangkan.
145
Akibatnya, tujuan belajar yang salah satunya siswa dapat bernyanyi dengan ekspresi
yang baik dengan intonasi yang tepat serta penghayatan yang baik tidak tercapai.
Karena, tujuan pembelajaran musik itu bisa tercapai jika guru melakukan kegiatan
sedemikian rupa agar suasana pembelajaran menyenangkan, siswa diajak beraktifitas
baik berupa menyanyi atau gerak, dengan bantuan media yang memmungkinkan
siswa, serta memilih materi lagu model yang tepat.
A. Pengantar
Sebelum membicarakan mengenai pendekatan ilmiah (scientific approach),
perlu dipahami lagi mengenai metode ilmiah. Pada umumnya seseorang selalu ingin
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan dapat merupakan pengetahuan ilmiah dan
pengetahuan tidak ilmiah. Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh dari
metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus
146
(unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan.
Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian (penemuan).
Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis
pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan
prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat
rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen,
kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita bicarakan
dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3)
sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Dengan metode ilmiah seperti ini diharapkan
kita akan mempunya sifat.
Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau
mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada
suatu metode ilmiah. Ada juga yang mengartikan pendekatan ilmiah sebagai
mekanisme untuk memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis.
Pendekatan ilmiah ini memerlukan langkah-langkah pokok (1) Mengamati, (2)
Menanya, (3) Menalar, (4) Mencoba, dan (5) Menyajikan/Membentuk jejaring/
Kolaborasi
147
approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati,
menanya, mencoba, peng-olah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta
untuksemua mata pelajaran. Pen-dekatan ilmiah pembelajaran seni musik disajikan
berikut ini.
Dalam contoh ini akan mengambil salah satu Kompetensi Dasar (KD) dan
Kompetensi Inti (KI) tertentu. KD yang diambil adalah “Menampilkan hasil
gubahan musik modern Indonesia untuk disajikan secara kelompok
(menggubah dengan membuat notasi dan iringan menggunakan akor pokok”
yang terdapat pada kelas VIII. Adapun KI yang bisa dibuat adalah KI 4: Mengolah,
menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber
lain yang sama dalam sudut pandang/teori
1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang,dan mudah pelak-
sanaannya.Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya
memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak,
dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
148
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang
akan diobservasi
c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi,
baik primer maupun sekunder
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat -
alat tulis lainnya.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi,
dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal
(anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar
cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor-
faktor yang akan diobservasi. Skala rentang, berupa alat untuk mencatat gejala atau
fenomena menurut tingkatannya. Catatan anecdotal berupa catatan yang dibuat oleh
peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan
oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikal berupa alat mekanik yang
dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang
ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar
dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia
mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Artinya guru dapat menumbuhkan sikap ingin tahu siswa, yang bisa
diekspresikan dalam bentuk pertanyaan. Misalnya: Kenapa dalam pertunjukan
orchestra harus ada konduktor ? Mengapa gabungan berbagai instrumen yang
berbeda dapat menjelma menjadi suara musik yang harmonis ? Apa syarat nada-nada
149
yang harmonis itu ? Apa sembarang nada yang disusun ? Siapa yang biasa menyusun
musik (arranger) ? Apa syarat menjadi seorang arranger ?
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu
tema atau topik pembelajaran.
a. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar,
serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
b. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.
c. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
substansi pembelajaran yang diberikan.
d. Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar.
e. Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi,berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
f. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima
pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan
toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
g. Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
h. Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain.
3. Menalar
150
penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran
induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan
menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang
bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari
kasus- kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan
yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada
observasi inderawi atau pengalaman empirik.
Contoh:
* Deduktif: Belajar gitar itu mudah, buktinya banyak remaja yang mampu
memainkan gitar dengan baik.
* Induktif: Di banyak tempat banyak remaja yang mampu bermain gitar dengan
baik, pertanda bahwa bermain gitar itu mudah dipelajari.
* Unik: Gitar klasik dan gitar pop itu tidak sama satu sama lain karena teknik
permainannya juga berbeda. Jadi ketiga permainan itu tidak sama satu dengan
yang lain.
4. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada
pelajaran seni musik, misalnya, peserta didik harus bisa memahami kaitan nada-dana
dalam melodi suatu lagu dan hubungannya pemanfaatan ilmu harmoni sehingga
sebuah gubahan terdengan harmonis. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan
proses untuk mengembangkan pengetahuan fakta seni musik itu. Gubahan lagu yang
telah diaransemen dengan menggunakan ilmu harmoni bisa dimulai dengan
pemasangan akor-akor dasar kemudian dibuat aransemen dua suara, tiga suara dan
sebagainya. Selanjutnya keterampilan memasang symbol-simbol akor pokok sesuai
dengan akor aransemennya. Keterampilan ini bisa dilakukan dengan mencoba-coba
secara teoritis maupun praktis. Sesuai dengan hakikat musik pengalaman musik
berupa kemampuan musical harus ditanamkan dalam belajar musik, misalnya
kemampuan menanamkan bayangan nada atau mampu merasakan
151
bunyi nada-nada sehingga bisa membaca notasi secara mandiri.
5. Mengkomunikasikan/Menampilkan/Jejaring Pembelajaran
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan
ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan
dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil
tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik
atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a
Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan
sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa
yang baik dan benar.
Dalam pembelajaran musik seperti pada KD di atas peserta didik harus
mampu menampilkan secara kelompok sajian musik yang telah “digarap” secara
kelompok itu berupa sajian lagu/gubahan lagu yang sudah diaransmen dengan
menggunakan akor pokok. Dalam membuat gubahan lagu yang berupa lagu yang
sudah dibuat aransemen dan iringan memerlukan kerja kelompok, walaupun dalam
aransemen bisa saja dibuat perorangan. Namun, untuk menentukan pembagian tugas
memainkan diperlukan kerjasama dalam berlatih. Itulah sebabnya pembelajaran
kolaboratif diperlukan di sini, misalnya pembelajaran dengan metode tutor teman
sebaya di mana teman yang lebih mampu bisa menjadi tutor pada kelompoknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ametembun, NA. Drs. 1975. Management Kelas. Bandung. Fakultas Ilmu Pendidikan
152
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976. Kurikulum Sekolah Menengah
Pertama (SMP), II. di Jakarta, PN Balai Pustaka
Donald, A.M. Mac. 1985. The Bloomsbury Concise English Dictionary. London.
Godfrey Cave Associates Limited
------------------- dan Koke Van Unen, 1984. Kerja Kelompok . Jakarta. Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK)
------------------- 1984, Seri Panduan Pengajaran Mikro No. 1 s/d 8 . Jakarta. Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Prasetya Irawan, Suciati, dan Wardani, 1997. Teori Belajar, Motivasi, dan
Keterampilan Mengajar. Jakarta. Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan
Sulo, SL. La. Dkk. 1984. Pengajaran Mikro. Jakarta. Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK)
153
------------- 1979. Desain Instruksional II. Bandung, Proyek Implementasi Unit (PIU)
Surakhmad, Winarno. 1980. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar Dasar dan Teknik
Metodologi Pengajaran. Bandung . Tarsito
154
Lampiran 1
Nama praktikan : ............................
Mata pelajaran : ............................
Kelas / semester : ............................
Kompetensi dasar : ............................
155
Lampiran 2
1. Kejelasan
Ya Tidak Komentar
a. Dalam menggunakan perbendaharaan kata,
guru sadar akan keterbatasan pengetahuan
siswa.
b. Pemilihan kata- kata tepat dalam
menerangkan / bertanya
c. Kalimat berbelit-belit
d. Menuntut siswa dalam proses pemecahan
masalah
e. Berhubungan erat dengan TIK / TPK
f. Ada kebiasaan-kebiasaan yang
mengganggu perhatian siswa
g. Membuat hubungan-hubungan jelas
h. Istilah-istilah asing di jelaskan
2. Penggunaan contoh/ilustrasi Ya Tidak Komentar
156
4. Penekanan Frekuensi Komentar
5.I 5.II 5.III
a. Pandang
b. Teknik Verbal
b. Membuat rangkuman/mengulangi
c. Menguatkan jawaban siswa
d. Menggunakan kata-kata penghubung/antara
e. Guru bergerak atau tidak
f. Mata
g. Jari / tangan
h. Gerakan tubuh
i. Wajah
5. Cara mengorganisasikan Ya Tidak Komentar
157
Lampiran 3
Nama Praktikan :
Mata Pelajaran :
Kelas / Semester :
Kompetensi Dasar :
Tanggal / Waktu :
Catatan:
158
Lampiran 4
Nama Praktikan :
Mata Pelajaran :
Kelas / Semester :
Kompetensi Dasar :
Tanggal / Waktu :
Catatan :
159