Anda di halaman 1dari 159

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Disusun oleh:
Dr. Suharto, S.Pd, M.Hum

Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021

1
BAB 1
KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN

A. Pengertian Strategi Pembelajaran


Strategi pembelajaran merupakan suatu serangkaian rencana kegiatan yang termasuk
didalamnya penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau
kekuatan dalam suatu pembelajaran. Strategi pembelajaran disusun untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Strategi pembelajaran didalamnya mencakup pendekatan,
model, metode dan teknik pembelajaran secara spesifik.

Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai
cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan.
Seorang yang berperang dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan
sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan
yang dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya
diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik
tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan,
maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam
menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun
dari luar.

Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan, bahwa strategi digunakan untuk


memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia
pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed
to achieves a particular education goal. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya,
dipakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam
konteks belajar-mengajar, strategi berarti pola umum perbuatan guru-peserta didik di
dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa

2
macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau
dipercayakan guru-peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar.
Dengan demikian maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik
abstrak rentetan perbuatan guru-peserta didik di dalam peristiwa belajar-mengajar.
Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi
yang satu dari strategi yang lain secara fundamental. istilah lain yang juga
dipergunakan untuk maksud ini adalah model-model mengajar. Sedangkan rentetan
perbuatan guru-peserta didik dalam suatu peristiwa belajar-mengajar aktual tertentu,
dinamakan prosedur instruksional.

Di bawah ini akan diuraikan beberapa definisi tentang strategi pembelajaran.

• Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan


pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
• Kozma (dalam Sanjaya 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat
memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan
pembelajaran tertentu.
• Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara
yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan
pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi
pembelajaran dimaksud meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran
yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.
• Dick dan Carey (1990 dalam Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur
atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka
membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka
strategi pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan
belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program
pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.

3
• Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi (1998) mengatakan bahwa strategi
pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap
tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan
belajarnya harus dapat dipraktikkan.

Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian-pengertian di atas. Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk
mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi
adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah
pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan
dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu
dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah
rohnya dalam implementasi suatu strategi.

Strategi pembelajaran berbeda dengan desain instruksional karena strategi


pembelajaran berkenaan dengan kemungkinan variasi pola dalam arti macam dan
urutan umum perbuatan belajar-mengajar yang secara prinsip berbeda antara yang
satu dengan yang lain, sedangkan desain instruksional menunjuk kepada cara-cara
merencanakan sesuatu sistem lingkungan belajar tertentu, setelah ditetapkan untuk
menggunakan satu atau lebih strategi pembelajaran tertentu. Kalau disejajarkan
dengan pembuatan rumah, pembicaraan tentang (bermacam-macam) strategi
pembelajaran adalah ibarat melacak pelbagai kemungkinan macam rumah yang akan
dibangun (joglo, rumah gadang, villa, bale gede, rumah gedung modern, dan
sebagainya yang masing-masing menampilkan kesan dan pesan unik), sedangkan
desain instruksional adalah penetapan cetak biru rumah yang akan dibangun itu serta
bahan-bahan yang diperlukan dan urutan langkah-langkah konstruksinya maupun
kriteria penyelesaian dari tahap ke tahap sampai dengan penyelesaian akhir, setelah
ditetapkan tipe rumah yang akan dibuat.

4
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan tugas secara
profesional, seorang guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan-
kemungkinan strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan-tujuan belajar, baik dalam
arti efek instruksional maupun efek pengiring, yang ingin dicapai berdasarkan
rumusan tujuan pendidikan yang utuh, di samping penguasaan teknis di dalam
mendesain sistem lingkungan belajar-mengajar dan mengimplementasikan secara
efektif apa yang telah direncanakan di dalam desain instruksional.

Ceramah, diskusi, bermain peran, LCD, video-tape, karya wisata, penggunaan nara
sumber, dan lain-lainnya merupakan metode, teknik dan alat yang menjadi bagian
dari perangkat alat dan cara di dalam pelaksanaan sesuatu strategi pembelajaran. Juga
harus dicatat bahwa dalam peristiwa pembelajaran, seringkali harus dipergunakan
lebih dari satu strategi, karena tujuan-tujuan yang akan dicapai juga biasanya kait-
mengait satu dengan yang lain dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang lebih
umum.

Agar tidak bias dalam mendefinisikan strategi pembelajaran, dibutuhkan pemahaman


terhadap pengertian-pengertian lain yang mirip dengan strategi pembelajaran yang
selalu digunakan seperti model, pendekatan, strategi, metode dan teknik. Dalam
referensi kependidikan sering disandingkan antara pengertian-pengertian tersebut
dengan maksud yang serupa, namun dalam bahan perkuliahan ini akan diuraikan
perbedaan antara model, pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran.

B. Model, Pendekatan, Strategi, Metode dan Teknik Pembelajaran

Arends (1997) menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach
to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system.”
Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga
model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan,
strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

5
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-
lain (Joyce, 1992 ). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran
mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian
rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000) mengemukakan maksud dari model


pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran
memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Model pembelajaran mempunvai empat ciri khusus yang membedakan dengan


strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:
1. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai);
3. Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil; dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000 ).

Adapun istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran menurut Sanjaya (2007)


memiliki kemiripan dengan strategi. Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan
strategi dan metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan
tentang terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya, strategi
dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber dari pendekatan tertentu.
Roy Killen (1998) misalnya mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan
yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat
pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction),

6
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery
dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.

Menurut Fathurrahman Pupuh (2007) metode secara harfiah berarti cara. Dalam
pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang
dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran,
metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajara pada peserta didik
untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, salah satu
keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pembelajaran adalah
keterampilan memilih motode. Pemilihan metode terkait langsung dengan usaha-
usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi
sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu,
salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana
memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan
kegiatan belajar-mengajar sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam
keseluruhan komponen pendidikan.

Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan semakin efektif
kegiatan pembelajaran. Tentunya ada juga faktor-faktor lain yang harus diperhatikan,
seperti: faktor guru, anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan lain-lain.

Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat istilah lain yang
kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik
mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang
dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, yaitu cara yang
harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Dengan
demikian, sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan
kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari dengan jumlah peserta
didik yang banyak tentu saja akan berbeda jika dilakukan pada pagi hari dengan
jumlah peserta didik yang sedikit.

7
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu.
Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya ada dua orang yang
sama-sama menggunkan metode ceramah dalam situasi yang sama maka bisa
dipastian mereka akan melakukannya secara berbeda .

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan
oleh guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana
menjalankan strategi itu dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam
upaya menjalankan metode pembelajaran, guru dapat menentukan teknik yang
dianggap relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki
taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.

C. Klasifikasi Strategi Pembelajaran

Strategi dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu: strategi pembelajaran langsung


(direct instruction), tak langsung (indirect instruction), interaktif, mandiri, melalui
pengalaman (experimental).

Strategi pembelajaran langsung

Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang banyak diarahkan oleh


guru. Strategi ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan
tahap demi tahap. Pembelajaran langsung biasanya bersifat deduktif.

Kelebihan strategi ini adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan, sedangkan
kelemahan utamanya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan, proses-
proses, dan sikap yang diperlukan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal
serta belajar kelompok. Agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan
pemikiran kritis, strategi pembelajaran langsung perlu dikombinasikan dengan
strategi pembelajaran yang lain.

Strategi pembelajaran tak langsung

Strategi pembelajaran tak langsung sering disebut inkuiri, induktif, pemecahan


masalah, pengambilan keputusan dan penemuan. Berlawanan dengan strategi

8
pembelajaran langsung, pembelajaran tak langsung umumnya berpusat pada peserta
didik, meskipun dua strategi tersebut dapat saling melengkapi. Peranan guru bergeser
dari seorang penceramah menjadi fasilitator. Guru mengelola lingkungan belajar dan
memberikan kesempatan peserta didik untuk terlibat.

Kelebihan dari strategi ini antara lain: (1) mendorong ketertarikan dan keingintahuan
peserta didik, (2) menciptakan alternatif dan menyelesaikan masalah, (3) mendorong
kreativitas dan pengembangan keterampilan interpersonal dan kemampuan yang lain,
(4) pemahaman yang lebih baik, (5) mengekspresikan pemahaman. Sedangkan
kekurangan dari pembelajaran ini adalah memerlukan waktu panjang, outcome sulit
diprediksi. Strategi pembelajaran ini juga tidak cocok apabila peserta didik perlu
mengingat materi dengan cepat.

Strategi pembelajaran interaktif

Pembelajaran interaktif menekankan pada diskusi dan sharing di antara peserta didik.
Diskusi dan sharing memberi kesempatan peserta didik untuk bereaksi terhadap
gagasan, pengalaman, pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk
membangun cara alternatif untuk berfikir dan merasakan.

Kelebihan strategi ini antara lain: (1) peserta didik dapat belajar dari temannya dan
guru untuk membangun keterampilan sosial dan kemampuan-kemampuan, (2)
mengorganisasikan pemikiran dan membangun argumen yang rasional. Strategi
pembelajaran interaktif memungkinkan untuk menjangkau kelompokkelompok

dan metode-metode interaktif. Kekurangan dari strategi ini sangat bergantung pada
kecakapan guru dalam menyusun dan mengembangkan dinamika kelompok.

Strategi pembelajaran empirik (experiential)

Pembelajaran empirik berorientasi pada kegiatan induktif, berpusat pada peserta


didik, dan berbasis aktivitas. Refleksi pribadi tentang pengalaman dan formulasi

perencanaan menuju penerapan pada konteks yang lain merupakan faktor kritis

9
dalam pembelajaran empirik yang efektif.

Kelebihan dari startegi ini antara lain: (1) meningkatkan partisipasi peserta didik, (2)
meningkatkan sifat kritis peserta didik, (3) meningkatkan analisis peserta didik, dapat
menerapkan pembelajaran pada situasi yang lain. Sedangkan kekurangan dari strategi
ini adalah penekanan hanya pada proses bukan pada hasil, keamanan siswa, biaya
yang mahal, dan memerlukan waktu yang panjang.

Strategi pembelajaran mandiri

Belajar mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk


membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri. Fokusnya
adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru.
Belajar mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari kelompok
kecil.

Kelebihan pembelajaran ini adalah membentuk peserta didik yang mandiri dan
bertanggunggjawab. Sedangkan kekurangannya adalah peserta MI belum dewasa,
sehingga sulit menggunakan pembelajaran mandiri.

Karakteristik dan cara penggunaan macam-macam strategi di atas, akan dibahas


tuntas pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Strategi yang akan dibahas telah
dimodivikasi sesuai yang banyak diperlukan dalam pembelajaran di Mi, yaitu: pada
paket 5, dibahas tentang strategi pembelajaran langsung (direct instruction), paket 6,
strategi pembelajaran tak langsung (indirect instruction) yang diberi judul dengan
startegi pembelajaran inkuiri , paket 7, strategi pembelajaran berbasis masalah
(SPBM), paket 8, strategi pembelajaran kooperatf (Cooperative Learning), paket 8,
strategi pembelajaran aktif, dan paket 9, strategi pembelajaran peningkatan
kemampuan berfikir

D. Komponen Strategi Pembelajaran


Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat
komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku
suatu sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan,

10
peserta didik, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua
komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antarsesama komponen terjadi
kerja sama. Oleh karena itu, guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-
komponen tertentu saja misalnya metode, bahan, dan evaluasi saja, tetapi ia harus
mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.

Guru

Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor
yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran.
Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, dan
sebaliknya guru mampu memanipulasi atau merekayasa komponen lain menjadi
bervariasi. Sedangkan komponen lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi.
Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah membentuk lingkungan peserta didik
supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan dari proses belajar peserta didik,
yang pada akhirnya peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang
diharapkan. Untuk itu, dalam merekayasa pembelajaran, guru harus berdasarkan
kurikulum yang berlaku.

Peserta didik

Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk


mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar.
Komponen peserta ini dapat dimodifikasi oleh guru.

Tujuan

Tujuan merupakan dasar yang dijadikan landasan untuk menentukan strategi, materi,
media dan evaluasi pembelajaran. Untuk itu, dalam strategi pembelajaran, penentuan
tujuan merupakan komponen yang pertama kali harus dipilih oleh seorang guru,
karena tujuan pembelajran merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran

11
Bahan Pelajaran

Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang


berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan
dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat. Menurut
Suharsimi (1990) bahan ajar merupakan komponen inti yang terdapat dalam kegiatan
pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran

Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan
strategi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan standar proses pembelajaran.

Metode

Metode adalah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam
proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran
yang berlangsung.

Alat

Alat yang dipergunakan dalam pembelajran merupakan segala sesuatu yang dapat
digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu alat verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa
suruhan, perintah, larangan dan lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa
globe, peta, papan tulis slide dan lain-lain.

Sumber Pembelajaran

Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat
atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sehingga sumber belajar

12
dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan kebudayaannya, misalnya, manusia,
buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.

Evaluasi

Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk mengetahui apakah


tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, juga bisa berfungsi sebagai
sebagai umpan balik untuk perbaikan strategi yang telah ditetapkan. Kedua fungsi
evaluasi tersebut merupakan evaluasi sebagai fungsi sumatif dan formatif.

Situasi atau Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan strategi pembelajaran.


Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim,
madrasah, letak madrasah, dan lain sebagainya), dan hubungan antar insani, misalnya
dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya
menurut isi materinya seharusnya pembelajaran menggunakan media masyarakat
untuk pembelajaran, karena kondisi masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan
menggunakan metode lain, misalnya membuat kliping.

Komponen-komponen strategi pembelajaran tersebut akan mempengaruhi jalannya


pembelajaran, untuk itu semua komponen strategi pembelajaran merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran. Untuk lebih mempermudah
menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran, komponen
strategi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: peserta didik sebagai
raw input, entering behavior peserta didik, dan instrumental input atau sasaran.

Peserta didik sebagai raw input.

Strategi pembelajaran digunakan dalam rangka membelajarkan peserta didik. Untuk


itu dalam pembelajaran seorang guru harus memperhatikan siapa yang dihadapi.
Peserta didik pada tingkat sekolah yang sama cenderung memiliki umur yang sama,
sehingga perkembangan intelektual pada umumnya adalah sama. Dipandang dari
kesamaan ini, maka seorang guru dapat menggunakan metode atau teknik yang sama

13
dalam membelajarkan peserta didik. Namun demikian di samping persamaan
tersebut, peserta masih mempunyai perbedaan-perbedaan walaupun pada umur yang
relatif sama.

Perbedaan peserta didik tersebut dari segi fisiologisnya adalah pendengaran,


penglihatan, kondisi fisik, juga perbedaan dari segi psikologisnya. Perbedaan segi
psikologis tersebut antara lain adalah IQ, bakat, motivasi, minat/perhatian,
kematangan, kesiapan, dan masih banyak lagi. Kondisi-kondisi tersebut sangat
mempengaruhi peserta didik dalam belajar. Untuk itu, dalam menentukan strategi
pembelajaran harus diperhatikan hal-hal di atas.

Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menghadapi heterogenitas peserta dalam


kelas yang sama adalah seorang guru disarankan untuk menggunakan multimetode
dan multimedia. Hal ini disebabkan masing-masing metode dan media mempunyai
kelebihan dan kekurangan, dan dimungkinkan masing-masing peserta didik akan
mempunyai kecenderungan tertarik pada metode dan media tertentu.

Entering Behavior Peserta Didik

Seorang pendidik untuk dapat menentukan strategi pembelajaran yang sesuai terlebih
dahulu harus mengetahui perubahan perilaku, baik secara material-subtansial,
struktural-fungsional, maupun secara behavior peserta didik. Misalnya, apakah
tingkat prestasi yang dicapai peserta didik itu merupakan hasil kegiatan belajar
mengajar yang bersangkutan?. Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui
tentang karakteristik perilaku peserta didik saat mereka mau masuk sekolah dan saat
kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku
peserta didik yang dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Itulah yang dimaksudkan dengan entering behavior peserta didik.

Entering bahavior akan dapat diidentifikasi dengan cara sebagai berikut:


• Secara tradisional, telah lazim para guru mulai dengan pertanyaan mengenai
bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru.

14
• Secara inovatif, guru tertentu di berbagai lembaga pendidikan yang memiliki atau
mampu mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan memenuhi
syarat, mengadakan pretes sebelum mereka mulai mengikuti program belajar
mengajar.

Pola-pola Belajar Peserta Didik

Mengetahui pola belajar peserta didik adalah modal bagai seorang guru untuk
menentukan strategi pembelajaran. Robert M. Gagne (1979) membedakan pola-pola
belajar peserta didik ke dalam delapan tipe, yang tiap tipe merupakan prasyarat bagi
lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar dimaksud adalah: (1)
signal (belajar isyarat), (2) stimulus-response learning (belajar stimupons), (3)
chaining (rantai atau rangkaian), (4) verbal association (asosiasi verbal), (5)
discrimination learning (belajar diskriminasi), (6) concept learning (belajar konsep),
(7) rule learning (belajar aturan), dan (8) problem solving (memecahkan masalah).

Kedelapan tipe belajar sebagaimana disebutkan di atas akan dijelaskan satu per satu
secara singkat dan jelas sebagai berikut.

Belajar Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat)

Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Jadi, tidak ada persyaratan,
namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk menuju jenjang belajar yang
paling tinggi. Signal learning dapat diartikan sebagai penguasaan pola-pola dasar
perilaku bersifat involuntary ( tidak sengaja dan tidak disadari tujuannya). Dalam tipe
ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan untuk
berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara
serempak dan perangsang-perangsang tertentu secara berulang kali. Signal learning.
Ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov yang timbul setelah sejumlah
pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional selain
timbulnya dengan tidak sengaja dan tidak dapat dikuasai. Contoh: Aba-aba “Siap!”
merupakan suatu signal atau isyarat mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu
menimbulkan rasa senang. Wajah ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan

15
perasaan senang itu. Melihat ular yang besar menimbulkan rasa takut. Melihat ular
merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan tertentu.

Belajar Tipe 2: Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus-respon)

Bila tipe di atas digolongkan dalam jenis classical condition, maka belajar 2 ini
termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar dengan trial and error
(mencoba-coba). Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang
serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini
adalah faktor inforcement. Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat
penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforce-
ment.

Contoh: Anjing dapat diajar “memberi’ salam”.dengan mengangkat kaki depannya


bila kita katakan “Kasih tangan! ” atau “Salam “. Ucapan `kasih tangan’ merupakan
stimulus yang menimbulkan respons `memberi’ salam’ oleh anjing itu.

Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)

Chaining adalah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R (Stimulus-Respons) yang


satu dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini
antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola S-R,
baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan,
dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.

Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh chaining seperti ibu-bapak, kampung-
halaman, selamat tinggal, dan sebagainya. Juga dalam perbuatan kita banyak terdapat
chaining ini, misalnya pulang kantor, ganti baju, makan malam, dan sebagainya.
Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab yang terjadi
segera setelah yang satu lagi. Jadi berdasarkan hubungan conntiguity).

Belajar Tipe 4. Verbal Association (Asosiasi Verbal)

Baik chaining maupun verbal association, yang kedua tipe belajar ini,
menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan lain. Bentuk verbal association

16
yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan si anak
dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya”, bila melihat
bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat
mengenal `bujur sangkar’ sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal ‘bola’,
`saya’, dan ‘itu’. Hubungan itu terbentuk, bila unsurnya terdapat dalam urutan
tertentu, yang satu segera mengikuti satu lagi (conntiguity).

Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)

Discrimination learning atau belajar membedakan. Tipe ini peserta didik mengadakan
seleksi dan pengujian di antara perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya,
kemudian memilih pola-pola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama
berlangsung proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai pola aturan
melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).

Contoh:. Guru mengenal peserta didik serta nama masing-masing karena mampu
mengadakan diskriminasi di antara anak itu. Diskriminasi didasarkan atas chain.
Anak misalnya harus mengenal mobil tertentu berserta namanya. Untuk mengenal
model lain diadakannya chain baru dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu
yang satunya lagi. Makin banyak yang dirangkaikan, makin besar kesulitan yang
dihadapi, karena kemungkinan gangguan atau interference itu, dan kemungkinan
suatu chain dilupakan.

Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)

Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri


dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau
konsep. Kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi
dan proses kognitif fundamental sebelumnya.

Belajar konsep dapat dilakukan karena kesanggupan manusia untuk mengadakan


representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Manusia
dapat melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi.
Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut

17
konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. la dapat
menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman,
saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini,
kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam
bentuk yang abstrak. Misalnya kita dapat menyuruh peserta didik dengan perintah:
“Ambilkan botol yang di tengah! ” Untuk mempelajari suatu konsep, peserta didik
harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Untuk itu, ia harus dapat
mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk
konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-
angsur.

Belajar Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)

Rule learning belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini
peserta didik belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, dedukatif, sintesis, asosiasi,
diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga peserta didik dapat menemukan
konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya dipandang sebagai “rule “: prinsip, daliI,
aturan, hukum, kaidah, dan sebagainya.

Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)

Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini para peserta
didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respons terhadap
rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik, yang
mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Belajar memecahkan
masalah itu berlangsung sebagai berikut: Individu menyadari masalah bila ia
dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya
semacam kesulitan. Langkah-langkah yang memecahkan masalah, adalah sebagai
berikut:

18
Merumuskan dan Menegaskan Masalah

Individu melokalisasi letak sumber kesulitan, untuk memungkinkan mencari jalan


pemecahannya. la menandai aspek mana yang mungkin dipecahkan dengan
menggunakan prinsip atau dalil serta kaidah yang diketahuinya sebagai pegangan.

Mencari Fakta Pendukung dan Merumuskan Hipotesis

Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk pengalaman orang


lain dalam menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian mengidentifikasi
berbagai alternatif kemungkinan pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai
pertanyaan dan jawaban sementara yang memerlukan pembuktian (hipotesis).

Mengevaluasi Alternatif Pemecahan yang Dikembangkan

Setiap alternatif pemecahan ditimbang dari segi untung ruginya. Selanjutnya


dilakukan pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin
(feasible) dan menguntungkan.

Mengadakan Pengujian atau Verifikasi

Mengadakan pengujian atau verifikasi secara eksperimental alternatif pemecahan


yang dipilih, dipraktikkan, atau dilaksanakan. Dari hasil pelaksanaan itu diperoleh
informasi untuk membuktikan benar atau tidaknya yang telah dirumuskan.

Instrumental Input atau Sasaran

Instrumental input menunjukkan kualifikasi serta kelengkapan sarana dan prasarana


yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembelajaran. Yang termasuk dalam
instrumental input antara lain guru, kurikulum, bahan/sumber, metode, dan media.

Keberadaan instrumental input ini sangat mempengaruhi dalam menentukan strategi


pembelajaran. Misalnya secara teoritis, dipandang dari tujuannya maka suatu materi
harus disajikan dengan menggunakan metode laboratorium, namun karena tidak
adanya media di sekolah tersebut, maka diganti dengan metode demonstrasi atau yang
lainnya.

19
Strategi pembelajaran yang dterapkan oleh guru akan selalu bergantung pada sasaran
atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional
dan konkrit, yakni Tujuan Instruksional Khusus dan Tujuan Instruksional Umum,
tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal.

Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan pelajaran
akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-
kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian
yang didambakan tersebut harus memiliki kualifikasi: a) pengembangan bakat secara,
optimal, b) hubungan antar manusia, c) efisiensi ekonomi, dan d) tanggung jawab
warga selaku warga negara.

Pandangan hidup para guru maupun peserta didik akan turut mewarnai berkenaan
dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan
mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian, serta penilaian
terhadap kegiatan belajar mengajar.

Enviromental Input (Lingkungan)

Lingkungan sangat mempengaruhi guru di dalam menentukan strategi belajar-


mengajar. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya
iklim, sekolah, letak sekolah, dan lain sebagainya), dan hubungan antar insani,
misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini
misalnya seharusnya menurut isi materinya seharusnya menggunakan media
masyarakat untuk pembelajaran, karena kondisi masyarakat sedang rawan, maka
diubah dengan menggunakan metode lain, misalnya membuat kliping.

Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang
diiorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai
dengan tujuan pendidikan. Pengawasan itu turut menentukan lingkungan dalam
membantu kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang
menantang dan merangsang para peserta didik belajar, memberikan rasa aman dan
kepuasan serta mencapai tujua yang diharapkan. Salah satu faktor yang mendukung

20
kondisi belajar di dalam suatu kelas adalah job description proses belajar mengajar
yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok peserta didik. Sehubungan dengan hal ini, job description guru dalam
implementasi proses belajar- mengajar sebagai berikut.
• Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-
kegiatan organisasi belajar.
• Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-
fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung
kemungkinan terciptanya proses belajar mengajar. Menggerakkan anak didik yang
merupakan usaha memancing, membangkitkan, dan mengarahkan motivasi belajar
peserta didik.
• Supervisi dan pengawasan, yakni usaha mengawasi, menunjang, manbantu,
mengaskan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan
perencanaan instruksional yang telah didesain sebelumnya.
• Penelitian yang lebih bersifat penafsiran penilaian yang mendukung pengertian
lebih luas dibanding dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan.

E. Strategi Pembelajaran efektif

Pengertian strategi pembelajaran efektif adalah prinsip memilih hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan
strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok
digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki
kekhasan sendiri-sendiri. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Killen (1998): No
teaching strategy is better than others in all circumstances, so you have to be able to
use a variety of teaching strategies, and make rational decisions about when each of
the teaching strategies is likely to most effective.

Apa yang dikemukakan Killen itu jelas bahwa guru harus mampu memilih strategi
yang dianggap cocok dengan keadaan. Oleh sebab itu, guru perlu memahami prinsip-
prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut.

21
Berorientasi pada Tujuan

Segala aktivitas guru dan peserta didik, mestinya diupayakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Ini sangat penting, sebab mengajar adalah proses yang
bertujuan. Oleh karena keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari
keberhasilan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.

Aktivitas

Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat;
memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu,
strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas peserta didik.

Individualitas

Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu peserta didik. Walaupun kita
mengajar pada sekelompok peserta didik, namun pada hakikatnya yang ingin kita
capai adalah perubahan perilaku setiap peserta didik.

Integritas

Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi peserta


didik. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi juga
meliputi aspek afektif, dan psikomotorik.

Prinsip khusus dalam pengelolaan pembelajaran sebagai berikut.

Interaktif

Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekadar


menyampaikan pengetahuan dari guru ke peserta didik; akan tetapi mengajar
dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang peserta didiik
untuk belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran adalah proses interaksi baik
antara guru dan peserta didik, antara peserta didik dan peserta didik, maupun antara
peserta didik dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan
kemampuan peserta didik akan berkembang, baik mental maupun intelektualnya.

22
Inspiratif

Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan peserta didik
untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan
masalah dalam pembelajaran bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi
merupakan hipotesis yang merangsang peserta didik untuk mau mencoba dan
mengujinya. Oleh karena itu, guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat
dikerjakan peserta didik. Biarkan peserta didik berbuat dan berpikir sesuai dengan
inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa
dimaknai oleh setiap peserta didik.

Menyenangkan

Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi


peserta didik. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala
mereka terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu, perlu diupayakan
agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (joyfull learning).
Proses pembelajaran yang menyenangkan bisa dilakukan, pertama, dengan menata
ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsur kesehatan, misalnya
dengan pengaturan cahaya, ventilasi, dan sebagainya; serta memenuhi unsur
keindahan, misalnya cat tembok yang segar dan bersih, bebas dari debu, lukisan dan
karya-karya peserta didik yang tertata, vas bunga, dan lain sebagainya. Kedua,
melalui pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan
menggunakan pola dan model pembelajaran, media, dan sumber belajar yang relevan
serta gerakan-gerakan guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar peserta
didik.

Menantang

Proses pembelajaran adalah proses yang menantang peserta didik untuk


mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara
maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan
rasa ingin tahu peserta didik melalui kegiatan mencoba-coba, berpikir secara intuitif
atau bereksplorasi. Apa pun yang diberikan dan dilakukan guru harus dapat

23
merangsang peserta didik untuk berpikir (learning how to learn) dan melakukan
(learning how to do). Apabila guru akan memberikan informasi, hendaknya tidak
memberikan informasi yang sudah jadi yang siap dikonsumsi peserta didik, akan
tetapi informasi yang mampu membangkitkan peserta didik untuk mau
“mengunyahnya”, untuk memikirkannya sebelum ia mengambil kesimpulan. Untuk
itu, dalam hal-hal tertentu, sebaiknya guru memberikan informasi yang “meragukan”,
kemudian karena keraguan itulah peserta terangsang untuk membuktikannya.

Motivasi

Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan peserta didik.
Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin mereka memiliki kemauan untuk belajar. Oleh
karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru
dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang
memungkinkan peserta didik untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Dorongan itu
hanya mungkin muncul dalam diri peserta didik manakala mereka merasa
membutuhkan (need). Peserta didik yang merasa butuh akan bergerak dengan
sendirinya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab, itu dalam rangka
membangkitkan motivasi, guru harus dapat menunjukkan pentingnya pengalaman dan
materi belajar bagi kehidupan peserta didik, dengan demikian peserta didik akan
belajar bukan hanya sekadar untuk memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong
oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya.

Rangkuman

• Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian-pengertian strategi pembelajaran
Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan
dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun
untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan.

24
• Model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.”
• Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang
terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum
• Metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran metode didefinisikan
sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajara pada peserta didik untuk tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan
• Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran.
Teknik adalah cara yang dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan
suatu metode yaitu cara yang harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan
efektif dan efisien. Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik
atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual.
• Komponen strategi pembelajaran adalah; guru, siswa, tujuan, bahan pelajaran,
kegiatan pembelajaran, metode, alat, sumber pembelajaran dan evaluasi
• Komponen-komponen strategi pembelajaran akan mempengaruhi jalannya
pembelajaran, untuk itu, semua komponen strategi pembelajaran merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran.
• Faktor yang mempengaruhi strategi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu peserta didik, sebagai raw input, instrumental input atau sasaran,
enviromental input ( lingkungan).
• Strategi pembelajaran efektif: berorentasi pada tujuan. aktivitas, individualitas,
integritas, motivasi, menantang. menyenangkan, inspiratif, interakti

25
BAB 2
KETRAMPILAN MEMBUKA DAN MENUTUP PELAJARAN

A. Pengertian

Keterampilan membuka dan menutup pelajaran merupakan keterampilan dasar


mengajar yang harus dikuasai dan dilatihkan bagi calon guru agar dapat mencapai
tujuan pembelajaran secara efektif, efisien, dan menarik. Keberhasilan pembelajaran
sangat di pengaruhi oleh kemampuan guru dalam membuka dan menutup pelajaran
mulai dari awal hingga akhir pelajaran.

Pada awal pelajaran, tidak semua siswa memiliki kesiapan mental dan tertarik untuk
mengikuti hal – hal yang akan di pelajari. Siswa yang selesai mengikuti pelajaran
olahraga atau matematika kemudian berpindah ke pelajaran berikutnya seperti
pendidikan agama, maka kondisi pikiran dan perhatian siswa kebanyakan masih pada
pelajaran yang pertama. Demikian pula selama proses pelajaran berlangsung,
kesiapan mental dan perhatian pelajar belajar siswa tidak selalu tertuju pada hal – hal
yang di pelajari, sehingga mempengaruhi perolehan hasil belajar siswa. Karena itu,
keterampilan membuka pelajaran merupakan salah satu kunci keberhasilan dari
seluruh proses belajar mengajar yang akan dilalui siswa. Jika pada awal pelajaran
seorang guru gagal mengondisikan mental dan menarik perhatian siswa, maka proses
belajar mengajar yang dinamis tidak dapat tercapai.

Ketrampilan membuka pelajaran merupakan upaya guru dalam memberikan


pengantar/pengarahan mengenai materi yang akan dipelajari siswa sehingga siap
mental dan tertarik mengikutinya. Sedangkan keterampilan menutup pelajaran
merupakan keterampilan merangkum inti pelajaran pada akhir setiap penggal
kegiatan. Keterampilan ini sangat penting dalam membantu siswa menemukan
konsep, prinsip, dalil, hukum, atau prosedur dari inti pokok bahasan yang telah
dipelajari.

26
B. Membuka Pelajaran
Membuka pelajaran bukanlah kegiatan – kegiatan rutin seperti menyiapkan siswa,
mengisi presensi, memberi pengumuman, mengumpulkan tugas, atau bahkan
mengucapkan salam pembuka dan Al–fatihah atau basmalah dianggap sebagai
kegiatan membuka pelajaran. Kegiatan-kegiatan tersebut memang perlu dilakukan
guru dan ikut menciptakan suasana kelas, namun tidak termasuk dalam keterampilan
membuka pelajaran. Yang dimaksud dengan keterampilan membuka pelajaran adalah
kegiatan guru pada awal pelajaran untuk menciptakan suasana “ siap mental “ dan “
menimbullan perhatian “ siswa agar terarah pada hal – hal yang akan di pelajari. Siap
mental artinya siswa siap menerima pelajaran, tidak terganggu lagi dengan pikiran
saat sebelum pelajaran dimulai.

Beberapa cara yang dapat di usahakan guru dalam membuka pelajaran adalah dengan
(1) menarik perhatian siswa (2) memotivasi siswa, (3) memberi acuan/struktur
pelajaran dengan menunjukan tujuan atau kompetensi dasar dan indikator hasil
belajar, serta pokok persoalan yang akan dibahas, rencana kerja, dan pembagian
waktu, (4) mengaitkan antara topik yang sudah dikuasai dengan topik baru, atau (5)
menanggapi situasi kelas.

Dalam usaha menarik perhatian dan memotivasi siswa, guru dapat menggunakan alat
bantu seperti alat peraga / surat kabar / gambar – gambar dan kemudian guru dapat
menceritakan kejadian aktual, atau guru dapat memberi contoh atau perbandingan
yang menarik. Tetapi, hendaknya diperhatikan semua cara itu harus relevan dengan
isi dan indikator kompetensi hasil belajar yang akan dipelajari siswa. Guru yang
memiliki improvisasi seni atau cerita lucu yang relevan akan dapat menarik perhatian
dan motivasi belajar siswa, namun cerita lucu pada awal pelajaran yang tidak relevan
dengan materi pelajaran serta dibuat – buat hanya menarik siswa sesaat.

Dalam usaha mengaitkan antara pelajaran baru dengan materi yang sudah dikuasai
siswa, guru hendaknya mengadakan apersepsi. Apersepsi merupakan mata rantai
penghubung antara pengetahuan siap siswa yang telah dimiliki oleh siswa untuk
digunakan sebagai batu loncatan atau titik pangkal menjelaskan hal – hal baru atau
materi baru yang akan di pelajari siswa. Dalam membuka pelajaran, guru dapat
mempergunakan lebih satu cara sekaligus.

27
Tujuan umum membuka pelajaran adalah agar proses dan hasil belajar dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Efektivitas proses dapat dikenali dari ketepatan langkah –
langkah belajar siswa, sehingga didapatkan efesiensi belajar yang maksimal.
Sedangkan efektivitas hasil dapat dilihat dari taraf penguasaan siswa terhadap
kompetensi dasar yang dapat dicapai.

Sementara tujuan khusus membuka pelajaran dapat diperinci sebagai berikut :


a. Timbulnya perhatian dan motivasi siswa untuk menghadapi tugas-tugas
pembelajaran yang akan dikerjakan.
b. Peserta didik mengetahui batas – batas tugas yang akan dikerjakan.
c. Peserta didik mempunyai gambaran yang jelas tentang pendekatan – pendekatan
yang mungkin di ambil dalam mempelajari bagian – bagian dari mata pelajaran.
d. Peserta didik mengetahui hubungan antara pengalaman yang telah dikuasai dengan
hal-hal baru yang akan dipelajari atau yang belum dikenalnya.
e. Peserta didik dapat menghubungkan fakta- fakta, keteramplian- keterampilan atau
konsep- konsep yang tercantum dalam suatu peristiwa.
f. Peserta didik dapat mengetahui tingkat keberhasilannya dalam mempelajari
pelajaran itu, sedangkan guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan dalam
mengajar (Hasibuan, dkk.,1991:120).

Di samping tujuan khusus di atas, membuka pelajaran yang baik adalah apabila
peserta didik telah mempunyai “ peta kognitif “ atau skema mengenai keterkaitan inti-
inti materi pokok atau satuan-satuan bahasan yang menjadi pokok pembahasan.
Dengan demikian, peta kognitif bisa memudahkan siswa untuk memahami
keterkaitan konsep, fakta, prinsip, dalil, hukum dan prosedur secara utuh dari
keseluruhan materi yang dipelajari.

C. Prinsip-Prinsip Penerapan Membuka Pelajaran


1. Prinsip Bermakna
Penerapan bermakna adalah mempunyai nilai tercapainya tujuan penggunaan
keterampilan membuka pelajaran. Artinya, cara guru dalam memilih dan menerapkan
komponen ketrampilan membuka pelajaran mampunyai nilai yang sangat tepat bagi

28
siswa dalam mengondisikan kesiapan dan ketertarikan siswa untuk mengikuti
pelajaran. Oleh karena itu, dalam memilih jenis kegiatan untuk membuka pelajran,
perlu mempertimbangkan relevansinya dengan membuka pelajaran tersebut.

Keberhasilan kegiatan membuka pelajaran ini dapat ditengarai dengan adanya


kemudahan anak dalam menskemakan satuan – satuan bahasan yang akan dipelajari,
yaitu munculnya pusat perhatian anak, terutama terhadap mata pelajaran yang akan
dipelajari.

Untuk memperoleh kebermaknaan yang dimaksud, guru dapat memilih kegiatan


ataupun keterangan yang ada kaitannya dengan materi pelajaran. Misalnya, guru akan
menanamkan akidah tentang kebesaran Allah Swt., maka sebelumnya anak disuruh
membawa satu tangkai bunga mawar yang ada dihalaman. Begitu guru masuk
ruangan, anak – anak disuruh menunjukan bunga mawar yang sudah di bawa. Sudah
barang tentu, anak – anak membawa bunga mawar yang berwarna – warni. Pada saat
itulah, untuk membuka pelajaran, menimbulkan motivasi dengan mengemukakan ide
yang berbeda. Guru dapat menjelaskan secara bertahap sesuai tingkat perkembangan
dan kemampuan anak. Dalam konteks ini, guru hendak menanamkan konsep abstrak,
tetapi dengan bantuan benda konkret (bunga mawar ). Membuka pelajaran juga dapat
memanfaatkan benda – benda yang tersedia di dalam atau lingkungan kelas.

2. Kontinue ( Berkesinambungan )
Penggunaan keterampilan membuka pelajaran bersifat kontinu (berkesinambungan).
Artinya antar gagasan pembukaan dengan pokok bahasan tidak terjadi garis pemisah.
Oleh karena itu, gagasan pembukaan dengan pokok bahasan dari segi materi harus
ada relevansinya. Disarankan bahwa gagasan pembuka harus memiliki tingkat
inklusivitas yang lebih tinggi/umum di bandingkan pokok bahasannya itu sendiri.
Terutama sekali gagasan pembuka yang berbentuk bahan pengait (advance
organizer). Misalnya, pada saat menyusun persiapan mengajar guru dapat mendata
kompetensi dasar dan materi pokok yang ada pada kurikulum, kemudian
mengurutkan sesuai urutan logis dari yang mudah ke yang sukar atau dari yang
abstrak ke yang kongkret. Oleh karena itu, boleh jadi materi pokok yang sama
dihilangkan atau materi yang tidak mendukung pencapaian kompetensi dipangkas.

29
Pengurutan materi pokok ini juga sangat membantu kesinambungan materi
pembelajaran dan terutama kesinambungan membuka pelajaran.

3. Fleksibel ( Penggunaan secara Luwes)


Fleksibel dalam kaitan ini berarti penggunaan yang tidak kaku, dalam arti tidak
terputus- putus atau lancar. Fleuency (kelancaran) dalam susunan gagasan, ide ,atau
cerita dapat memudahkan peserta didik dalam mengonsepsi keutuhan konsep
pembuka dan dapat pula dengan mudah mengantisipasi pokok bahasan yang akan
dipelajari.

Penggunaan gagasan yang terputus –putus menyebabkan peserta didik mengalami


kesulitan dalam merekonstruksi keutuhan ide pembuka. Akibatnya, gagasan pembuka
tidak dapat menjembatani perolehan peta kognitf atas pokok bahasan yang akan
dipelajari.

Faktor penting yang dapat menjamin kelancaran dalam mengungkapkan gagasan


pembuka adalah penguasaan bahan pembuka. Karena itu, pengetahuan yang luas yang
dimiliki guru dapat membantu penguasaan penggunaan keterampilan pembuka
pelajaran. Dalam konteks fleksibilitas membuka pelajaran ini, membuka pelajaran
tidak harus selalu dengan mengungkapkan gagasan, namun bisa dengan bertanya,
membawa benda model, menunjuk siswa untuk menjadi model, memberikan teka –
teki, dan sejahtera yang relevan pokok bahasan.

4. Antusiasme dan Kehangatan dalam Mengkomunikasikan Gagasan


Antusiasme menandai kadar motivasi yang tinggi dari guru dan hasil ini akan
berpengaruh pada motivasi yang tinggi pula pada peseta didik. Dengan antusiasme
guru dalam mengomunikasikan gagasan pembuka, mendorong anak untuk menilai
bahwa pokok bahasan yang akan dipelajari mempunyai arti yang penting. Dengan
demikian, peserta didik akan tinggi perhatian dan minatnya, yang pada gilirannya
akan mempengaruhi tingginya aktivitas belajar.

Begitu pula dengan sikap hangat yang ditampilkan oleh guru. Penampilan yang akan
hangat dapat melahirkan respons terbuka, akrab, dan simpatik dari anak. Aktivitas
belajar anak tidak disertai perasaan tertekan, sehingga memungkan timbulnya

30
kreatifitas pada anak. Kebalikannya, penyajian gagasan pembuka dengan sikap
otoriter dapat menimbulkan respon tertutup. Apalagi dengan lontaran ancaman, anak
akan bereaksi negative dan belajar dengan perasaan tertekan. Begitu pula dengan
sikap dingin guru dalam membuka pelajaran dapat menurunkan motivasi belajar
anak.

Antusiasme dan kehangatan dapat ditunjukan misalnya bertanya kabar peserta didik,
menanyakan mengapa teman mereka tidak bisa masu, atau bercerita sedikityang dapat
menyentuh perasaan, atau kegiatan lain yang menunjukan rasa simpati dan
empatidalam rangka menciptakan antusiasme dan kehangatan.

5. Prinsip-Prinsip Teknis Panggunaan Ketrampilan Membuka Pelajaran


Prinsip- prinsip teknis dalm membuka pelajaran dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Singkat, padat dan jelas
2. Keterampilan tidak diulang-ulang atau berbelit- belit
3. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak
4. Disertai contoh atau ilustrasi seperlunya
5. Mengikat perhatian anak

D. Pelaksanaan Membuka dan Menutup Pelajaran


Kegiatan “ membuka dan menutup pelajaran “ dilakasanakan pada setiap awal dan
akhir pelajaran. Artinya, sebelum guru menjelaskan materi yang akan disampaikan,
terkebih dahulu harus mengkondidikan mental dan menarik perhatian siswa pada
mateiyang akan dipelajari. Misalnya, dengan menimbulkan motivasi dan member
acuan/struktur pelajaran dengan menunjukan tujuan atau kempetensi dasar serta
indicator hasil belajar, pokok persoalan yang akan dibahas, rencana kerja, dan
pembagian waktu belajar kepada siswa. Demikian pula sebelum mengakhiri
pelajaran, misalnya dengan memberikan rangkuman atau mengadakn evaluasi.

Kegiatan membuka dan menutup pelajaran dilaksanakan pada setiap awal dan
akhirpenggal kegiatan inti pelajaran. Artinya, seorang guru setiap mengawali dan
mengakhiri satu penggal inti pokok – pokok materi pelajaran juga harus malakukan
kegiatan membuka dan menutup pelajaran dan menutup pelajaran. Misalnya

31
membuka pelajaran dengan mengaitkan antara inti pokok materi yang dikuasai siswa
( dalil wudhu ) dengan inti pokok materi berikutnya ( cara berwudhu). Dan setiap inti
pokok materi yang sudah di pelajari siswa juga harus ditutup dengan mangajukan
pertanyaan atau merangkum.

Pelaksanaan kegiatan membuka dan menutup dan menutup pelajaran tersebut dapat
digambarkan sebagaimana bagan berikut.

E. Komponen Keterampilan Membuka pelajaran

Komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi dua kategoriyang berpengaruh


pada proses asimilasi dan akomodasi ide dan kategori yang berpengaruh pada
motivasi siswa dalam belajar. Pada setiap awal pelajaran (atau setiap kali beralih
topic/bagian baru selama satu jam pelajaraan), guru harus malakukan kegiatan
“membuka dan menutup pelajaran”.
Komponen – komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi:
1. Membangkitkan perhatian/minat siswa
Dalam upaya membangkitkan perhatian dan minat siswa untuk mengikuti hal-hal
yang akan dipelajari, ada beberapa cara yang dapat digunakan oleh guru anatar lain:
a. Variasi gaya mengajar guru

32
Perhatian siswa dapat ditimbulkan dengan memvariasikan sikap dan gaya mengajar
guru. Seorang guru yang mengajar dengan duduk saja atau hanya berdiri di sudut
tanpa banyak gerak akan membuat siswa banyak mengantuk. Sebaiknya, guru
memvariasi gaya mengajarnya, misalnya dengan berdiri di tengah-tengah kemudian
berjalan kebelakang atau kesamping dengan memilih kegiatan yang berbeda dari yang
biasa. Juga variasi dalam penggunaan suara dan intonasi, dalam cara masuk kelas,
dan sebagainya. Gerak tangan / tubuh serta ekspresi muka sangat membantu untuk
menarik perhatian siswa, asalkan semuanya bermakna.

b. Penggunaan alat bantu mengajar


Jika guru hanya berbicara terus tanpa menulis di papan atau menunjukan sesuatu pada
siswa, maka akan menjadi bosan. Agar siswa tertarik, hendaknya menggunakan alat
bantu seperti gambar, model, skema, surat kabar, dan sebagainya.

c. Variasi dalam pola interaksi


Pola interksi yang monoton antara Guru – Siswa (G-S), misalnya guru menerangkan
siswa mendengarkan atau guru bertanya dan murid menjawab, biasanya tidak berhasil
memikat perhatian siswa untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, perlu adanya
variasi dalam pola interaksi. Variasi pola interaksi itu antara lain bisa dikembangkan
sebagai berikut :

Guru Guru Guru

Siswa Siswa Siswa Siswa Siswa Siswa

Dalam interaksi di atas, guru menanyakan sesuatu, kemudian siswa langsung


menjawab atau guru memberikan pertanyaan atau permasalahan untuk di pecahkan,
kemudian siswa mengadakan diskusi kecil (power two); atau guru menunjukan suatu
gambar dan meminta siswa membuat kalimat bahasa Arab/Inggris atau memberikan
komentar atau guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu di
muka kelas dan siswa lainnya memberikan tanggapan; dan masih banyak cara lain,
tergantung kreatifitas guru.

33
2. Menimbulkan Motivasi
Perhatian dan minat merupakan unsur penting, dalam menimbulkan motivasi. Dalam
mengikuti pelajaran, ada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, tetapi ada juga
yang bermotivasi rendah. Selama proses belajar mengajar berlangsung motivasi
belajar siswa juga bisa berubah – ubah uang disebabkan oleh factor ekstrnal, seperti
kondisi dan cara belajar mengajar yang menjenuhkan, seram, sulit diikuti, tidak
menarik, dan sebagainya.

Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mendorong perhatian dan minatnya
terkonsentrasi pada hal-hal yang harus dipelajari. Sehingga dapat mencapai tujuan
belajar secara maksimal. Dengan adanya motivasi belajar yang tinggi, akan
mempermudah proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapakan.

Ada berbagai cara untuk menimbulkan motivasi belajar pada siswa, antara lain:
a. Bersemangat dan antusias
Guru yang kelihatan tidak segar, gerak lamban dan suara lirih serta kurang hangat,
akan memengaruhi siswa dalam belajar. Menurut hasil penelitian, guru yang tidak
bersemangat dalam memberi pelajaran menduduki urutan ke 4 (7,3%) dalam
menurunkan wibawa guru dari 12 pilihan. Karena itu, guru hendaknya bersikap
ramah, antusias dan penuh semangat. Sebab, sikap yang demikian itu dapat
menimbulkan reaksi dalam diri siswa yang mendorong mereka untuk ikut aktif dan
mau terlibat.

b. Menimbulkan rasa ingin tahu


Guru dapat menimbulkan motivasi yang kuat dengan cara menimbulkan rasa ingin
tahu dan keheranan pada diri siswa. Menceritakan suatu peristiwa aktual yang
menimbulkan pertanyaan atau menunjukan model atau gambar yang merangsang
siswa untuk berpikir merupakan cara-cara yang dapat digunakan. Ini jauh lebih efektif
daripada memberikan ancaman hukuman.

c. Mengemukakan ide yang tampaknya bertentangan


Misalnya, guru mengajukan masalah sebagai berikut.

34
“Di Indonesia banyak sekali seni musik tradisional bahkan diakui dunia sebagai seni
yang bernilai tinggi dan banyak dipelajari pula di luar negeri seperti benua Eropa
dan Amerika, mengapa banyak generasi muda lebih suka seni musik yang berasal
dari Barat dari pada seni tradisi sendiri? Hasil panen padi melimpah sehingga
tercapai swasembada pangan, tetapi mengapa petani tetap miskin ? Tumbuh-
tumbuhan mengandung zat hijau daun. Cendawan tidak mengandung hijau daun
tetapi masih digolongkan sebagai tanaman. Mengapa ?” dan seterusnya.

d. Memerhatikan dan memanfaatkan hal- hal yang menjadi perhatian siswa


Membuka pelajaran bisa diawali dengan mengungkapkan hal – hal yang sedang
aktual dan relavan dengan materi yang akan dipelajari. Guru dapat mencari apa yang
menjadi perhatian siswa? Apakah peristiwa yang sedang dibicarakan masyarakat?
Apakah itu yang menjadi mode? Apakah itu yang lagi menjadi berita hangat? Di sini,
guru dituntut jeli, menguasai persoalan dalam kaitannya dengan materi yang akan
diajarkan, serta mampu merekam situasi yang sedang menarik perhatian siswa. Dan
itu bararti, guru harus ikut aktif mengikuti perkembangan lewat surat kabar, TV,
Internet, majalah dan sebagainya.

3. Memberi Acuan atau Struktur


Dalam membuka pelajaran, guru hendaknya mengemukakan secara singkat
kompetensi dasar dan hal-hal yang diperlukan agar siswa mendapat gambaran yang
jelas mengenai apa yang akan dipelajari dan cara-cara yang akan di tempuh dalam
mempelajari materi pelajaran. Cara memberikan acuan atau struktur dapat dilakukan
guru antara lain dengan:
a. Mengemukakan kompetensi dasar, indikator hasil belajar dan batas-batas tugas.
Misalnya : “ Saudara- saudara……..kompetensi dasar yang kita pelajari adalah cara
mengiringi lagu-lagu dengan akor pokok dan indikator hasil belajarnya adalah
macam-macam akor pokok, penerapannya dalam lagu, cara memainkan dalam alat
musik gitar atau keyboard, dan menyanyi dengan iringan akor pokok. Nanti sesudah
selesai mengikuti pelajaran ini Anda harus mampu mengiringi lagu sendiri dengan
akor dasar yang sudah Anda tentukan sendiri.
Coba diskusikan dengan anggota kelompok bagaimana cara menyusun akor pokok
dalam sebuah lagu dan cara memainkan instrument musiknya.

35
b. Memberi petunjuk atau saran tentang langkah-langkah kegiatan
Pada awal pelajaran, guru perlu memberikan petunjuk tentang langkah-langkah
kegiatan secara jelas dan terarah. Misalnya. “ Dalam membuat akor pokok dalam
sebuah lagu, pertama Anda siapkan partitur lagu yang akan diberi akor. Partitur
lagu tersebut kemudian dianalisis berdasarkan tingkatan akor dengabn menempatkan
symbol akor di atas partitur lagu tersebut. Anda bisa berdiskusi dengan kelompoknya
untuk menetapkan akor-akornya dan pembagian tugas yang memainkan dan yang
menyanyikannya. Karena, karya Anda nanti akan disajikan di kelas dengan cara
menyanyikan lagu yang diaransemen dengan member symbol akor tersebut dengan
iringan gitar sesuai dengan akor yang sudah ditetapkan”.
Guru juga bisa memberikan saran untuk melakukan kegiatan belajar siswa, seperti:
”untuk memudahkan menentukan akor pokok sebaiknya pilih lagu yang sederhana
dulu yang dilihat dari irama dan melodinya. Bisa juga dengan lagu-lagu yang sudah
difotocopy dan gunakan pinsil untu menandai akor di atas melodi lagu. Yang
memainkan gitar nanti sebaiknya yang sudah lancer beramin gitar agar
penyajiannya nanti menarik”

c. Mengajukan pertanyaan pengarahan


Sebelum mulai menjelaskan materi pelajaran, guru dapat menanyakan sesuatu kepada
siswa yang bertujuan untuk mengarahkan pada topik pelajaran dan membantu
memerhatikan hal yang akan dijelaskan.

4. Menunjukkan kaitan
Dalam proses belajar mengajar, penting sekali mengintegrasikan pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Apabila guru akan menjelaskan materi
baru, hendaknya dikaitkan dengan pengalaman siswa yang sudah ada, atau dengan
minat kebutuhan siswa. Beberapa hal yang perlu dilakukan guru adalah sebagai
berikut.
a. Mencari batu loncatan
Hal-hal yang sudah diketahui, seperti pengalaman-pengalaman, minat, dan kebutuhan
siswa adalah bahan pengait atau bahan apersepsi. Perlu ditegaskan bahwa bahan
apersepsi ini perlu dipikirkan dan direncanakan tersendiri karena merupakan batu

36
loncatan untuk mengetahui pengalaman baru. Misalnya, guru akan menerangkan
tentang uang dalam perekonomian, maka ia perlu memikirkan kapandan di manakah
siswa-siswa sudah berurusan dengan uang atau memiliki sendiri uang itu. Saat
menjelaskan bersuci dalam beribadah, ia perlu memikirkan kapan dan di manakah
siswa harus melakukan bersuci dalam beribadah dan hubungannya bersuci dengan
ibadah.

b. Mengusahakan kesinambungan
Sebelum memulia pelajaran baru, guru dapat meninjau kembali inti pelajarn yang lalu
atau dapat meminta siswa untuk meringkas, kemudian baru membuat kaitan dengan
pelajaran baru. Misalnya. Saat akan menjelaskan perkalian, guru harus mengetahui
kemampuan setiap siswa tentang penjumlahan sebagai prasyarat membahas perkalian.

c. Membandingkan atau mempertentangkan


Cara yang efektif adalah dengan membandingkan atau mempetentangkan antara
pengetahuan lama dengan pengetahuan baru. Misalnya : “ dalam pelajaran yang lalu
yang sudah kita pelajari tentang “cara membuat akor pokok pada sebuah lagu
dengan tangga nada mayoy adalah begini...... sekarang untuk membuat akor poko
pada lagu yang bertangga nada minor adalah begini......

5. Menutup pelajaran
Yang dimaksud menutup pelajaran bukanlah mengucapkan salam penutup dan
membaca hamdalah atau doa pada setiap selesai kegiatan pembelajaran, karena
kegiatan – kegiatan tersebut memang sudah seharusnya dilakukan setiap mengakhiri
suatu kegiatan. Akan tetapi, yang dimaksud ketrampilan menutup pelajaran adalah
kegiatan guru untuk mengakhiri pelajaran dengan mengemukakan kembali pokok –
pokok pelajaran supaya siswa memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok –
pokok materi dan hasil belajar yang telah dipelajari, usaha untuk mengetahui
keberhasilan siswa dalam menyerap pelajaran dan menentukan titik pangkal untuk
pelajaran berikutnya.

Dari penelitian yang telah diadakan, ternyata kemajuan hasil belajar siswa meningkat
paling besar jika pada akhir pelajaran diberikan pokok-pokok materi yang telah di
pelajari. Seperti halnya kegiatan “membuka pelajaran “ kegiatan “menutup pelajaran”

37
juga dilakukan bukan hanya pada setiap akhir, tetapi juga pada setiap akhir penggal
atau pokok bahasan selama satu pelajaran.

Beberapa usaha yang dpat dilakukan seorang guru untuk menutup pelajaran antara
lain adalah: (1) merangkum atau meringkas inti pokok pelajaran,(2) memberikan
dorongan psikologis dan atau sosial kepada siswa, (3) memberi petunjuk untuk
pelajaran/topik berikutnya, dan (4) mengadakan evaluasi tentang materi pelajaran
yang baru selesai.

Menjelang akhir jam pelajaran atau pada akhir setiap penggal kegiatan belajar, guru
harus melakukan kegiatan menutup pelajaran, agar siswa memperoleh gambaran yang
utuh tentang pokok-pokok materi pelajaran yang sudah dipelajari. Cara-cara yang
dapat dilakukan guru dalam menutup pelajaran antara lain :
1. Meninjau kembali
Guru meninjau kembali, apakah inti pelajaran yang te;ah di ajarkan ini sudah di
kuasasi oleh sisa atau belum. Adapun cara meninjau kembali adalah: a. Merangkum
inti pelajaran
Meninjau kembali pelajaran yang telah diberikan dapat dilakasanakan dengan
merangkum inti pokok pelajaran. Guru dapat meminta siswa membuat rangkuman
baik secara lesan ataupun tertulis. Rangkuman ini dapat dilakukan secara individu
atau kelompok, dapat dilakukan oleh guru, gurubersama siswa, atau guru menyuruh
siswa (disempurnakan oleh guru).

b. Membuat ringkasan
Dengan membuat ringkasan, siswa dapat memantapkan penguasaan inti dari pokok –
pokok materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Disamping itu, dengan ringkasan,
siswa yang tidak memiliki buku sumber telah memiliki bahan untuk dipelajari
kembali. Ringkasan dapat di buat oleh guru, guru bersama siswa sendiri secara
kelompok, atau siswa sendiri secara kelompok, atau siswa sendiri secara kelompok,
atau siswa sendiri secara individual.

Pokok- pokok pelajaran sebaiknya ditulis di papan tulis (oleh guru sendiri atau siswa)
secara skematis atau dengan kata-kata kunci spaya ada dukungan visual. Jika ternyata

38
rangkuman yang dibuat itu salah satu atau kurang lengkap, guru dapat melengkapi
atau membetulkan.

Namun demikian, merangkum bias dilakukan secara lisan dengan bahasa /kalimat
bebas oleh siswa. Cara ini sangat baik untuk membiasakan siswa untuk berani
menyampaikan idea tau pendapat sendiri di samping melatih keberanian atau
kepercayaan diri.

2. Mengevaluasi
Untuk mengetahui apakah siswa memperoleh wawasan yang utuhtentang sesuatu
yang sudah diajarkan, guru melakukan penilaian/evaluasi. Bentuk-bentuk evaluasi itu
adalh sebagai berikut.
a. Mendemonstrasikan ketrampilan
Setelah selesai membuat akor secara kelompok dan berlatih masing-masing
kelompok, guru bisa meminta siswa secara kelompok menyajikan lagu yang sudah
diberi akor untuk menyajikan dengan cara menyanyi dan diiringi oleh gitar.

b. Mengaplikasikan ide baru pada situasi lain


Setelah guru menerangkan suatu rumus mmembuat akor pokok dan gerakan akornya
(progresif chord) , siswa disuruh mengerjakan soal-soal baru dengan menentukan
akor-akor primer mupun akor sekunder pada sebuah partitur lagu.

c. Mengekspresikan pendapat siswa sendiri


Guru dapat meminta siswa untuk memberi komentar tentang apakah suatu
penampilan yang dilakukan guru atau siswa lain itu menarik, bagus atau tidak.
Misalnya, siswa diminta pendapat tentang permainan akor, vocal maupun gitarnya
atau gabungan seluruhnya yang baru saja dilakukan atau tentang akor-akor lagu yang
sudah dikenal oleh siswa.

d. Soal-soal tertulis atau lisan


Untuk mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat memberikan soal- soal tetulis untuk
dikerjakan oleh siswa atau dengan bertanya langsung dengan siswa untuk dijawab
secara lisan. Soal-soal tersebut dapat berbentuk uraian, tes objektif atau melengkapi
lembaran kerja, atau unjuk kerja.

39
3. Memberi Dorongan Psikologi atau Sosial
Unsur manusiawi dalam interkasi guru siswa adalah saling menghargai dengan
memberikan dorongan psikologis atau sosial yang dapat menunjang tercapainya
tujuan pengajaran. Hal ini dapat dilakukan guru dalam setiap akhir pelajaran dengan
kata-kata pujian. Kerap kali, cukup hanya satu kalimat saja, misalnya “wah, hebat
sekali sajian kalian semua”. Atau “wah, saya tidak menyangka ternyata rasa musical
Anda semua cukup baik yang ditunjukan oleh pilihan akor dan progresif akornya
yang cukup menarik dan variatif....”
Memberikan dorongan psikologis atau sosial dapat dilakukan dengan cara:
• Memuji hasilyang dicapai oleh peserta didik dengan memberikan pujian maupun
hadiah
• Mendorong untuk lebih semangat belajar mencapai kompetensi yang lebih tinggi
dengan menunjukan pentingnya materi yang dipelajari
• Memberikan harapn-harapan positif terhadap kegiatan belajar yang baru saja
dilaksanakan
• Meyakinkan akan potensi dan kemampuan peserta didik terhadap kebeberhasilan
pencapaian kompetensi belajar dalam menumbhkan rasa percaya diri.

6. Panduan Observasi Ketrampilan Membuka dan Menutup Pelajaran


Panduan observasi ketrampilan membuka dan menutup pelajaran dapat dilihat pada
lampiran 1 (halaman 141).

40
BAB 3
KETERAMPILAN MENJELASKAN

A. Pengertian
Kegiatan menjelaskan merupakan aktivitas menjajar yang tidak dapat dihindari oleh
guru. Penjelasan di perlukan karena tidak terdapat dalam buku, sehingga guru harus
menuturkan secara lisan. Ini berarti guru di tuntut mampu menjelaskan. Untuk
menyampaikan bahan pelajaran yang berkaitan dengan hubungan antarkonsep, guru
perlu menjelaskan secara runtu dan runut. Untuk menanamkan pengertian anak
mengapa sesuatu itu terjadi, mengapa ini seperti ini dan masih banyak lagi dalam
berbagai peristiwa belajar mengajar yang menuntut guru untuk menjelaskan.

Menyadari akan banyaknya peristiwa belajar mengajar yang menuntut guru untuk
dapat menjelaskan, maka keterampilan menjelaskan merupakan dasar keterampilan
mengajar yang harus dikuasai oleh guru. Menjelaskan pada dasarnya adalah
menuturkan secara lisan mengenai suatu bahan pelajaran yang disampaikan secara
sistematis dan terencana sehingga memudahkan siswa untuk memahami bahan
pelajaran.

Hasil belajar yang diperoleh dari penjelasan adalah pemahaman, bukan ingatan.
Melalui penjelasan, siswa dapat memahami hubungan sebab akibat, memahami
prosedur, memahami perinsip, atau membuat analogi. Sedangkan hasil belajar yang
berupa “ingatan” atau hafalan diperoleh melalui cerita. Dengan demikian, apabila
guru menceritakan suatu peristiwa, maka hasilnya adalah peserta didik dapat
menceritkannya kembali. Sementara dengan penjelasan, hasil belajar peserta didik
adalah bisa menjelaskan kembali dengan bahasanya sendiri. Ditinjau dari isi yang di
sampikan oleh guru kepada siswa makna menjelaskan dapat dibedakan antara lain:

1. Menyampaikan Informasi
Diartikan sebagai pemberitahuan dengan menyatakan bahwa “ini adalah begini”,
sehingga menyampaikan informasi adalah bentuk menyampaikan fakta dan
memberikan instruksi. Jadi, isi yang disampaikan tidak menunjukan hubungan

41
tertentu, misalnya antara sebab- akibat atau antara definisi dengan kenyataan. Isi yang
disampaikan tidak bersifat problematik, tetapi cukup / sekedar untuk diketahui saja.
Contohnya :
Jenis alat musik menurut cara memainkannya adalah alat musik pukul alat musik
dipetik, alat musik digesek dan alat musik dipijit.

2. Menerangkan
Isi yang disampaikan menunjukan “apa” atau “bagaimana” sesungguhnya sesuatu
itu. Jadi, dalam hal ini isi bersifat pengertian atau istilah. Contohnya :
Pengertian akord adalah gabungan dua atau lebih dengan ukuran interval tertentu
yang dibunyikan secara serentak dan terdengar harmonis.

3. Menjelaskan
Isi yang disampikan menunjukan “mengapa” atau “untuk apa” sesuatu terjadi
demikian, yang menunjukan “hubungan”antara dua hal atau lebih.
Penjelasan adalah informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis yang
bertujuan menunjukan bagaimana dua hal atau lebih berhubungan satu sama lain atau
saling pengaruh mempengaruhi. Misalnya hubungan sebab-akibat; tujuan-sarana;
alasan-alasan atau bukti-bukti hubungan antara prinsip dan dalil serta contoh
penerapannya; atau antara masalah konkret dan hukum / prinsip / dalil yang
mendasarinya.
Contohnya:
Mengapa pembelajar musik perlu menguasai intonasi dan akord?
Untuk apa seorang pemain musikharus menuasai akord?
Mengenai ketiga hal di atas, untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:

G Pemberitahuan S
Menyampaikan Menerima dan
Informasi Mengingat

G Apa / Bagaimana S
Menerangkan Menerima dan
Berpikir

G Mengapa dan Hubungannya S


Menghubungkan antara
Menjelaskan
dua hal atau lebih

42
4. Memberi Motivasi
Diartikan sebagai memberi dorongan, menimbulkan minat, perhatian dan kemauan
siswa. Biasanya, guru harus menunjukan mengapa bahan pelajaran ini perlu
dipelajari, apa gunanya, untuk apa perlu diketahui. Misalnya, mengapa siswa perlu
mengetahui tentang berbagai jenis kredit bank.

5. Mengajukan Pendapat Pribadi


Mengenai suatu kejadian/peristiwa/keadaan, guru dapat mengajukan pandangan
pribadinya. Sebaiknya dengan didahului kata-kata “menurut pendapat saya sendiri”
dan disertai alas an fakta atau data yang mendukung pendapatnya itu. Karena
pendapat tersebut sifatnya subjektif, berarti siswa harus diberi kebebasan untuk
mengajukan pendapat pula yang mungkin tidak sama dengan guru.
Catatan:
Yang sering dilakukan guru dalam menyampaikan isi materi pelajaran kepada siswa
adalah hanya sampau pada tahap “pemberitahuan” atau paling banter pada tahap
menunjukan “apa”. Misalnya:”saudara-saudara, yang dimaksud ini adalah
begini….”. tetapi tidak melanjutkan mengapa dan hubungannya apa, apalagi contoh
penerapannya. Lebih parah lagi, jika guru hanya mendikte dan siswa mencatat. Salah
satu hasil yang diharapkan dari latihan ketrampilan ini dalah bahwa guru tidak hanya
mengajarkan pengetahuan tentang sesuatu (menurut bidang studinya), tetapi
sekaligus melatih siswa dalam proses dan teknik berpikir.

Untuk itu, sebelum guru mulai menguraikan jawaban atas suatu persoalan, para siswa
perlu mengetahui dulu apa pokok persoalan yang dibahas, apa pertanyaan yang mau
dijawab, dan apa yang sebenarnya dipersoalkan. Lebih baik lagi, siswa tidak hanya
mengerti pertanyaan yang akan dijawab, melainkan juga diajak berpikir sendiri lebih
dulu untuk mencari jawabannya, sebelum guru menyampaikan jawaban / pemecahan
soal.

Cara kerja ini dikenal dengan nama metode penemuan (discovery method) yang
dalam penataran guru secara berkelakar diberi nama “metode pembingungan”, karena
para siswa “bingung” dulu bagaimana mencari jawaban atas maslah yang
diharapkanpadanya. Kemampuan memecahkan masalah atas dasar berpikir sendiri

43
secara objektif dan rasional disebutkan sebagai salah satu tujuan terpenting dari
pendidkan di sekolah ( mulai dari SD ).

B. Tujuan
Ada beberapa tujuan penggunaan penjelasan dalam proses belajar-mengajar. Tujuan
tersebut adalah:
1. Untuk membimbing pikiran peserta didik dalam memahami konsep, prinsip, dalil,
atau hukum-hukum yang menjadi bahan pelajaran.
2. Untuk memperkuat struktur kognitif peserta didik yang berhubungan dengan
bahan pelajaran
3. Membantu peserta didik dalam memecahkan masalah.
4. Membantu memudahkan peserta didik dalam mengasimilasi dan
mengakomodasikan konsep.
5. Mengkomunikasikan ide dan gagasan (pesan) kepada peserta didik.
6. Melatih peserta didik mandiri dalam mengambil keputusan.
7. Melatih peserta didik berpikir logis apabila penjelasan guru kurang sistematis.

C. Prinsip-Prinsip Penggunaan
Prinsip penggunaan ketrampilan menjelaskan dalam pembelajaran dapat dilakukan :
(1) pada awal,ditengah atau pada ambil pembelajaran; (2) penjelasan harus relevan
dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai; (3) penjelasa dapat diberikan
apabila ada pertanyaan atau diperlukan oleh guru untuk menjelaskan, yang berarti
tidak semua topic atau bahan pembelajaran di jelaskan oleh guru ; dan (4) penjelasan
harus sesuai dengan latar belakang kemampuan siswa, terutama dalam hal
penggunaan bahasa.

D. Perencanaan dan Pelaksanaan Menjelaskan


Untuk dapat menjelaskan sesuatu dengan jelas, maka dituntut penguasaan materi
yang mantap, kemampuan menganalisis pokok persoalan yang akan di bahas, serta
perencanaan yang matang bagaimana lengkah – langkahnya untuk menjelaskanmateri
tertentu kepada orang lain. Karena itu, ketrampilan menjelaskan meliputi dua segi
berikut ini:
Pertama “perencanaan” sebagai persiapan:

44
1. Mengenai isi penjelasan yang akan disampaikan (pengertian atau pokok persoalan
yang hendak dijelaskan ).
2. Mengenai kepada siapa penjelasan itu akan diberikan (kemampuan dan taraf
pengembangan siswa yang akan dihadapi )
Kedua, “pelaksanakan”, yaitu bagaimana cara dan teknik-teknik menyampaikan
penjelasan yang telah dipersiapkan itu.
1. Perencanaan
Penjelasan yang akan diberikan guru perlu dipersiapkan dengan perencanaan yang
baik. Dalam merencanakan suatu penjelasan, ada dua hal yang perlu diperhatikan
tersendiri, yaitu:
a. Isi penjelasan, dengan mengadakan analisis pengertian atau persoalan yang akan
dibahas.
b. Kepada siapa penjelasan itu akan (harus) diberikan, yaitu siswa yang dihadapi.
Perencanaan isi: analisis pengertian/persoalan
Dalam merencanakan isi penjelasan yang akan disampaikan, guru perlu mengadakan:
a. Analisis pengertian yang akan diterangkan.
b. Analisis pokok persoalan yang hendak dijelaskan.
Menerangkan suatu pengertian
Dengan menerangkan suatu pengertian (concept teaching) dimaksud berarti
menguraikan jawaban atas pertanyaan apa atau bagaimana sesungguhnya sesuatu itu
(pengertian/peristiwa/gejala/kejadian).
Sering kali, langkah pertama delam menerangkan suatu pengertian adalah dengan
menerangkan arti kata/istilah yang dipergunakan. Menerangkan arti kata dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menunjukkan “
• Kata sinonim (mubah adalah…….)
• Contoh lain yang tergolong kelompok yang sama
• Kebalikan kontrasnya (bujang adalah ……..)
• Tujuan atau fungsinya (bisektris adalah ………)
• Asal – usul terjadinya ( anggur adalah ……….)
• Proses membuatnya (sate adalah ………..)
• Syarat atau criteria ( dewasa adalah ……….)

45
• Akibat – akibatnya ( boikot adalah …….. sehingga…)

Untuk menerangkan suatu pengertian, jalan yang terbukti baik adalah pola deduktif,
untuk persiapan guru:
1. Tentukan pengertian yang perlu diterangkan dan definisinya (misalnya kredit
adalah ………..)
2. Carilah ciri-ciri yang khas atau unsur-unsur pokonya yang paling relevan.
Misalnya: kredit ada unsur:
• Tenggang waktu
• Memberi kepercayaan
• Risiko
• Jaminan balas jasa
3. Berilah contoh-contohnya. Contoh dibagi menjadi tiga golongan :
b. Contoh positif, yang jelas tergolong pengertian yang dijelaskan itu
c. Contoh negative, yang jelas tidak tergolong pengertian yang dijelaskan itu
d. Contoh yang dapat dipersoalkan, tidak segera jelas termasuk atau tidak termasuk
pengetian yang dibicarakan.
4. Carilah contoh/penerapan-penerapan (untuk latihan maupun evaluasi) agar bisa
mengecek apakah siswa telah mengakap penjelasan guru dengan baik atau belum.
Dalam mengajarkan bahan pelajaran tersebut, sering kali akan menjadi lebih baik
jika langkah-langkah pelajaran tersebut dibalik (pola induktif --untuk proses belajar
mengajar) : contoh-contoh dulu ( yang menimbulkan pertanyaan ), ciri- ciri khas/
unsur-unsur pokok, dari situ baru dirumuskan definisi, yang kemudian deterapkan
lagi dalam contoh dan penerapan dalam latihan.

1. Menjelaskan sesuatu
Dengan menjelaskan sesuatu berarti menguraikan jawaban atas pertanyaan mengapa
atau untuk apa sesuatu terjadi , (tidak hanya pa itu ?) dengan menunjukan hubungan
antara dua pengertian ( atau lebih ) sehingga menjadi jeas bagaimana dua hal (atau
lebih) itubaerkaitan satu sama lain.
Langkah-langkah pokok dalam merencanakan suatu penjelas adalah sebagai berikut.

46
1. Menegaskan hal apa yang perlu dijelaskan, yeitu pokok persoalan atau pertanyaan
pokok (key question), dengan mengidentifikasi unsur-unsur/pengertian –
pengertian yang mau ditunjuk hubungannya satu sama lin.
Misalnya:
Mengapa pesawat terbang bisa terbang? Ini berhubungan dengan kecepatan angin dan
bentuk sayap.
2. Menegaskan hubungannya atau kaitannya, dengan menunjukan jenis/sifat
hubungan yang terdapat di antara unsure yang dikaitkan itu. Misalnya, hubungan
sebab akibat atau hubungan fungsional / timbale balik, dan sebagainya.
Misalnya:
Perinsip perbedaan tekanan udara ; perinsip sayap yang berhubungan dengan
bentuk sayap menyebabkan pesawat terangkat.
3. Menegaskan perinsip umum yang melandasi hubungan tersebut dan yang dapat
diterapkan atau ditansfer bidang yang lebih luas.
Misalnya:
Prinsip perbedaan tekanan udara;
Prinsip sayap pesawat terbang diterapkan pada desain mobil

Jenis hubungan dapat di bedakan beberapa macam, antara lain:


a. Hubungan kausal ( sebab-akibat ) atau prinsip umum (dalil/hukum) dikonkretkan
dalam kasus khusus.
b. Hubungan fungsional yang berkaitan dengan maksud atau fungsi sesuatu.
(hubungan final = untuk apa; hubungan fungsional bersifat timbal balik )
c. Hubungan “ serial “, yaitu menulusuri tahap-tahap perkembangan atau proses
terjadinya sesuatu, hingga akhirnya menghasilkan keadaan tertentu. Ini biasanya
lebih bersifat historis atau proses.

Dalam bidang studi IPS, bahasa dan sastra, sejarah, dan sebagainya, biasanya tidak
ada hubungan sebab-akibat yang jelas/tetap seperti dalam ilmu alam. Hukum atau
prinsip lebih bersifat suatu generalisasi. Ini perlu ditegaskan agar para siswa
menyadari komplekasnya gejal-gejala dan sifat-sifat hal yang mau dijelaskan.

47
c. Penerimaan oleh murid
Penjelasan yang diberikan oleh guru baru dapat dikatakan “berhasil” bila
menimbulkan pengertian dalam diri siswa. Penjelasan yang tidak dimenegrti siswa
berarti “gagal” sebagai penjelasan. Oleh karena itu, umpan balik begiti penting bagi
guru, yaitu untuk mengecek apakah penjelasannya betul – betul dimengerti siswa.

Kalau penjelasan guru betul – betul jelas, hal ini akan kelihatan dari hasil belajar
siswa yang baik. Kalau siswa belum jelas, misalnya hasil ulangan jelek, belum tentu
siswa yang harus dipersalahkan. Oleh karena itu, dalam merencanakan /
mempersiapkan suatu penjelasan harus dipertibangkan baik-baikkepada siapa
penjelasan itu akan disampaikan. Sebab, berhasil tidaknya penjelasan guru sangat
tergantung dari kesiapan siswa untuk menerimanya.

Penerimaan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti usia, jenis kelamin,
kemempuan, intelektual, latar belakang sosial, lingkungan belajar, minat dan
motivasisiswa dan sebagainya. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan dalam merencanakan sustu penjelasan:
• apakah penjelasan cukup relavan dengan pertanyaan yang diajukan ?
• apakah penjelasan sesuai dengan daya tangkap dan jangkauan siswa?
• Apakah penjelasan sesuai dengan perbendaharaan pengetahuan dan pengalaman
siswa?
• Apakah cara menyampaikan penjelasan akan mampu mamikat perhatian siswa?
• Apakah struktur argumentasi cukup bisa meyakinkan siswa?
• Apakah penjelasan juga mengandung unsure motivasi yang mampu mendorng
siswa ?

2. Pelaksanaan
Setelah merencanakan penjelasan yang baik, pelaksanaan atau penyajian diharapkan
akan baik pula, sehingga mudah dimengerti oleh para siswa. Mutu pelaksanaan dapat
ditingkatkan dengan memerhatikan unsure – unsure atau komponen – komponen
ketermapilan menjelaskan berikut ini:

48
a. Orientasi / pengarhan
b. Bahasa yang sederhana
c. Contoh yang baik dan sesuai
d. Struktur yang jelas, dengan penekanan pada pokok – pokok
e. Variasi dalam penyajian
f. Latihan dan umpan – balik

a. Orientasi
Dengan member orientasi/pengarahan berarti mengantarkan siswa pada pokok
persoalan yang akan di bahas dan “menempatkan” informasi/penjelasan yang akan
disampaikan itu dalam suatu kerangka yang lebih luas. Untuk motivasidan perhatian
siswa, terutama pada awal pelajaran, penting sekali siswa tahu dengan jelas apa
tujuan pelajaran dan apa pokok persoalan yang akan dibicarakan.

b. Bahasa yang sederhana


Kejelasan suatu penjelasan dapat sangat ditingkatkan dan didukung dengan
penggunaan bahasa yang baik. Hal ini antara lain menyangkut segi – segi sebagai
berikut:
• Bahasa yang diucapkan hendaknya jelas kata – katanya, juga ungkapan maupun
volume suaranya. Bicara hendaknya lancer tapi tidak terlalu cepat, dengan
menghindari “kata – kata sisipan” seperti ‘aaah’,’eehh’,’apa itu’, ‘anu’ dan
sebagainya.
• Kalimat hendaknya sederhana dan pendek, dengan menghindari kalimat – kalimat
yang tidak lengkap atau loncat – loncat. Hindarilah kata – kata yang berbelit;lebih
baik pakai kata-kata sederhana, konkret, dengan bahasa yang ‘langsung’
• Bila ada istilah teknis atau istilah baru/kata asing, hendaknya segera dijelaskan
atau didefinisikan.
• Sedapat-dapatnya hidarilah ungkapan-ungkapan kabur, seperti: yang semacam itu,
kira-kira saja, lebih kurang, sejumlah, bisa juga. Agak banyak, barangkali,
sementara orang ada yang, kadang – kadang, dan sebagainya.
• Baik juga mempergunakan waktu diam sejenak sebelum mengutarakan hal yang
penting.

49
c. Penggunaan contoh / ilustrasi
Pemahaman siswa terhadap prinsip/dalil/hukum dapat ditingkatkan dengan
mengubungkannya pada kejadian sehari-hari atau kegiaran yang sering dijumapi
siswa. Berarti guru harus memberikan contoh- contoh secara nyata, konkret, dan jelas
sesuai daya tangkap dan lingkungan siswa.
Pada dasarnya, ada dua pola untuk mengaitkan dalil/hukum/rumus/generalisasi
dengan contoh kenyataann konkret.
a. Pola induktif, dimana guru memberikan contoh- contoh dahulu kemudian menarik
kesimpulan umum/membuat generalisasi.
b. Pola deduktif, di mana dalil/ hukum/rumus dekumukakan dahulu, baru kemudian
member bontoh contoh nyata.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 3
Pola yang ternyata efektif adalah pola “dalil-contoh-dalil”, yaitu dimulai dengan
suatu kenyataan singkat berisi prinsip atau dalil, kemudian diikuti dengan contoh-
contoh/penerapan, dan disimpulkan dengan sekali lagi mengulang pernyataan dalil-
rumus, tetapi sekarang sebagai ‘jawaban’ atas pokok persoalan yang sedang dibahas.

Hukum / Dalil / Generalisasi

(Pengetahuan yang lebih umum)


Deduktif
Induktif
Persepsi Konsep

Logika
Statistik (pengetahuan yang lebih konkret)

Contoh - contoh nyata

Gambar 3

d. Strukur /sistematika

Agar penjelasan guru mudah ditangkap siswa, hendaknya tata susunan atau urutan
langkah-langkah atau jalan pikiran ditunjuk dengan jelas, sehingga siswa dapat
dengan mudah membedakan mana yang pokok dan mana yang bukan. Berarti gur
harus menekankan yang pokok-pokok.

50
Cara menekankan yang pokok sehingga bisa memberi struktur ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara:
• Memberi tekanan suara. Ini dapat dilakukan dengan mengubah volume suara
(keras – lembutnya suara, juga tinggi rendahnya nada suara ) dan perubahan dalam
kecepatan bicara.
• Juga dapat dengan gaya mengajar, mimic, gerak – gerik badan dan tangan.
• Menggunakan tanda isyarat yang menunjukan langkah – langkah atau sistematika
jalan pikiran, seperti : “ pertama ….. kedua ….. ketiga ….. “, yang terpenting
adalah…”, kita mulai dengan …….”, “ setelah melihat….. maka sekarang
dilanjutkan dengan ……..”, “ada dua cara yaitu ….dan…..”.
• Guru juga dapat menggunakan kata-kata tekanan seperti “ yang paling penting
adalah…..”, “jadi”,”sekali lagi…..”, “coba perhatikan ini….”, “sebagai
kesimpulan”, dan sebagainya.
• Sangat membantu pula bila guru sering memberikan suatu ringkasan ha – hal
pokok yang telah dibicarakan atau mengulang langkah – langkah pokonya.
• Uraian verbal perlu di dukung secara visual, minimal dengan menggunakan papan
tulis. Seorang guru pada waktu menjelaskan tanpa menulis sesuatu di papan,
membuat siswa bingung dan tidak mampu menerapkan materi dengan baik. Oleh
karena itu, guru perlu menulis pokok – pokok pelajarn di papan tulis, ditambah
dengan tanda – tanda tertentu, misalnya menggaris bawahi, pakai huuf besar, atau
dengan kapur berwarna.
Dalam hal ini, guru sangat di anjurkan menunjukan skema atau bagan, entah alat
peraga yang telah disiapkan maupun yang ditulis di papan dengan kapur warna.

e. Variasi
Bila pelajaran hanya berisikan uraian dan pejelasan-penjelasan, kemungkinan besar
siswa segera berkurang minatnya. Oleh karena itu, guru harus pandai memikat
perhatian siswa. Ketrampilan menjelaskan tidak berarti guru terlalu serius sepanjang
jam pelajaran: perlu juga diselingi informasi lain yang ringan dan lucu. Dan
Demikian pelajaran diberikan dalam situasi yang kurang menguntungkan (hari sudah
siang, udara panas, bahan memang sulit), semakin perlu guru mengadakan variasi,

51
baik dalam caramenyampaikan materi pelajaran (misalnya dengan menggunakan
alat/peraga/gambar/skema) maupun dalam metode dan proses interaksi
(uraiandiselingi tugas mengerjakan soal, diskusi dalam kelompok kecil, dan
sebagainya).

f. Balikan (feedback)
Dalam menyajikan penjelsan, guru hendaknya tidak hanya bicara sendiri saja
(monolog), melainkan juga member kesempatan kepada sisea untuk menunjukan
pengertiannya atau ketidakmengertiannya. Tidak cukup guru mengatakan: “sudah
jelas?”atau”siapa yang belum jelas?” la uterus melanjutkan urainnya. Lebih baik
mengajukan pertanyaan konret kepada siswa mengenai hal yang baru dijelaskan atau
memancing pertanyaan dari siswa.
Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau bahan diskusi, guru dapat
mengetahui sampai sejauh mana siswa menyerap penjelasan yang diberikan, dan
sebaiknya setiap penjelasan segera diikuti latihan soal/penerpan. Dari sini, akan jelas
keliatan mana yang sudah jelas, mana yang belum, mana yang perlu diulang sekali
lagi atau dijelaskan sekali lagi dengan menambah contoh atau merumuskannya secara
lain.
Penting juga guru memerhatikan isyarat-isyarat non verbal dari siswa yang
menandakan siswa sudah jelas atau belum.
Berdasarkan umpan balik ini, guru dapat mengadakan penyesuaian seperlunya,
misalnyamengurangi kecepatan bicara, mengulangi sekali lagi, membuat skema di
papan tulis, dan sebagainya.
Tampaknya, mengajukan pertanyaan sebagai ‘feedback’ ini mudah dilaksanakan,
tetapi guru tidak melakukannya, karena takut bahan tidak tersampaikan sesuai dengan
kurikulum atau dianggap menghabiskan waktu saja. Praktis, proses belajar mengajar
hanya bersifat monolog.

E. Panduan Observasi Keterampilan Menjelaskan


Panduan observasi ketrampilan menjelaskan dapat dilihat pada lampiran 2 (halaman
142).

52
BAB 4
KETERAMPILAN BERTANYA
A. Pengertian
Ketrampilan bertanya adalah suatu pengajaran itu sendiri, sebab pada umumnya guru
dalam pengajarannya selalu melibatkan tanya jawab. Ketrampilan bertanya
merupakan ketrampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban/balikan dari
orang lain. Hampir seluruh proses evaluasi , pengukuran, penilaian, dan pengujian
dilakukan melalui pertanyaan. Dalam proses investigasi, misalnya, pertanyaan yang
baik akan menuntun kita pada jawaban yang sesungguhnya. Demikian juga
sebaliknya, pertanyaan yang jelek akan menjauhkan kita dari jawaban yang
memuaskan.

Dalam proses belajar mengajar, tujuan pertanyaan yang diajukan adalah agar siswa
belajar, artinya memperoleh pengetahuan (informasi) dan meningkatkan kemampuan
berpikir. Mengajar bukanlah hanya suatu aktivitas yang sekedar menyampaikan
informasi kepada siswa melainkan merupakan suatu proses yang menuntut perubahan
peran seorang guru dari seorang informater menjadi pengelola belajar yang bertujuan
membelajarkan siswa.
Dalam proses belajar mengajar, bertanya memegang peranan penting, sebab
pertanyaan yang tersusun baik dengan teknik pelontaran yang tepat akan :
• Meningkatkan partisipasi murid dalam kegiatan belajar mengajar
• Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu murid terhadap sesuatu yang sedang
dibicarakan
• Mengembangkan pola berpikir murid, sebab pertanyaan yang baik akan membantu
murid dalam menentukan jawaban yang baik, dan
• Memusatkan perhatian murid terhadap masalah yang sedang di bahas.

Oleh sebab itu, ketrampilan serta kelancaran bertanya dari calon guru maupun guru
itu sendiri perlu dilatihdan ditingkatkan. Peningkatan ketrampilan bertanya meliputi
aspek isi pertanyaan maupun aspek teknik bertanya. Aspek isi, pertanyaan harus

53
singkat dan jelas. Sedangkan aspek teknik bertanya, pertanyaan dikemukakan dengan
penuh kehangatan.

B. Jenis-Jenis Pertanyaan
Peningkatan ketrampilan bertanya menyangkut isi pertanyaan akan tertuju kepada
proses mental, atau lebih tepatnya proses berpikir, yang diharapkan terjadi dalam diri
murid. Pertanyaan yang hanya mengharapkan murid mengingat fakta atau informasi
saja akan mengakibatkan proses berpikir yang lebih rendah pada menjawab
pertanyaan, namun pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban di mana
jawaban tersebut harus diorganisasi atau disusun dari fakta-fakta atau informasi
sebelumnya membutuhkan proses yang lebih tinggi dan kompleks. Oleh karena itu,
aspek isi dari pertanyaan akan bersangkut paut dengan jenis-jenis pertanyaan itu.
Terdapat beberapa cara untuk menggolong-golongkan jenis-jenis pertanyaan. Dalam
hal ini, penggolongan itu terdiri atas jenis-jenis pertanyaan menurut maksudnya,
jenis-jenis pertanyaan menurut taksonomi Bloom, dan jenis pertanyaan menurut luas-
sempitnya pertanyaan.

1. Jenis-Jenis Pertanyaan menurut Maksudnya


a. Pertanyaan Permintaan (Compliance Question)
Yang dimaksud pertanyaan permintaan ialah pertanyaan yang mengharapkan agar
murid mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pertanyaan. Contoh:

Dapatkah kamu tenang, agar keterangan saya ini dapat didengar oleh semua murid
dalam kelas ini?
Amin, maukah kamu menutupkan jendela yang disebelah sana itu?

b. Pertanyaan Retoris (Rhetorical Question)


Yang dimaksud dengan pertanyaan retoris adalah pertanyaan yang tidak menghendaki
jawaban, melainkan akan dijawab sendiri oleh guru. Hal itu diucapkan karena
merupakan teknik penyampaian informasi kepada murid.

54
Contoh :
Guru: Mengapa mencintai budaya sendiri sangat penting bagi generasi muda?
Karena jika generasi muda saja tidak menghargai dan mencintai budaya sedengan
mencintai budayasendiri maka budaya kita akan tergerus oleh budaya asing dan
akhirnya lambat laun punah.

c. Pertanyaan mengarahkan / menuntut (Prompting Question)


Yang dimaksud pertanyaan mengarahkan/menuntut adalah pertanyaan yang diajukan
untuk member arak kepada murid dalam proses berpikirnya. Dalam proses belajar
mengajar, kedang-kadang guru harus mengajukan sesuatu pertanyaan yang
mengakibatkan siswa memerhatikan dengan seksama bagian tertentu (biasanya pokok
inti pelajaran) dari sesuatu bahan pelajaran yang rumit. Dari segi lain, apabila murid
tak dapat menjawab sesuatu pertanyaan atau salah memberikan jawaban, guru
mengajukan pertanyaan lanjutan yang akan mengarahkan / menuntun proses berpikir
dari murid; dan akhirnya dapat menemukan jawaban dari pertanyaan yang pertama
tadi (catatan; tentang hal ini, baca selanjutnya pada bagian teknik menuntun).

d. Pertanyaan Menggali (Probing question)


Yang dimaksud pertanyaan menggali adalah pertanyaan lanjutan yang akan
mendorong murid untuk lebih mengalami jawabannya terhadap pertanyaan
sebelumnya. Dengan pertanyaan menggali ini, murid di dorong untuk meningkatkan
kualitas ataupun kuantitas jawaban yang telah di berikan pada pertanyaan sebelumnya
(catatan: tentang hal ini, baca selanjutnya pada bagian teknik menggali).

2. Jenis-Jenis Pertanyaan menurut Taksonomi Bloom


a. Pertanyaan Pengetahuan (Precall atau Ledge Question)
Pertanyaan Pengetahuan ialah yang hanya mengharapkan jawaban yang sifatnya
hafalan atau ingatan terhadap apa yang telah dipelajari murid, dalam hal ini murid
tidak diminta pendapatnya atau penilainnya terhadap suatu problema atau persoalan.
Kata-kata yang disering digunakan dalam menyusun pertanyaan pengetahuan ini
biasanya adalah apa, di mana, kapan, siapa atau sebutkan.

55
Contoh:
• Siapa yang menciptakan lagu Indonesia Raya?
• Alat musik kolintang berasal dari mana?
• Sebutkan yang termasuk akord pokok ?
• Apa yang dimaksud dengan nada ?
• Sebutkan 4 contoh musik tradisional Jawa !

b. Pertanyaan Pemahaman (Comperhension Question)


Pertanyaan ini menuntut murid untuk menjawab pertanyaan dengan jelas
mengorganisasi informasi-informasi yang pernah diterimanya dengan kata – kata
sendiri atau menginterprestasikan/membaca informasi yang dilukiskan melalui grafik
atau kurva atau dengan memperbandingkan / membeda – bedakan. Kata-kata yang
sering digunakan untuk menyusun pemahaman adalah:
• Jelaskan / uraikan dengan kata – katamu sendiri……
• Bandingkan ………………

Contoh:
• Jelaskan dengan kata-katamu sendiri tentang manfaat mengikuti kegiatan paduan
suara !
• Jelaskan secara ringkas tentang: resonansi, akor disonan,tangga nada mayor
• Apa yang dimaksud dengan hak dan kewajiban !
• Uraikan tata cara bernafas yang baik saat bernyanyi

c. Pertanyaan Penerapan (Aplication Question)


Pertanyaan penerapan/aplikasi ialah pertanyaan yang menuntut murid untuk
memberikan jawaban tunggal dengan cara menerapakan; pengetahuan, informasi,
aturan – aturan, criteria dan lain – lain yang pernah diterimanya pada suatu kasus atau
kejadian yang sesungguhnya.
Contoh:

56
• Lagu “O Ina Ni Keke” adalah lagu yang bertangga nada mayor. Terapkan akor
pokok lagu tersebut dengan memberi symbol-simbol akor yang menurut Anda
sesuai!
• Lagu yang telah diberi akor seperti pada pertanyaan no 2, buatlah suara duanya
sesuai dengan akornya ?
• Buatlah kembali akor-akor pada lagu “O Ina Ni Keke” dengan memberi akor
sekunder!

d. Pertanyaan analisis ( analysis question )


Pertanyaan analisis ialah pertanyaan yang menuntut murid untuk menemukan
jawaban dengan cara:
• Mengidentifikasikan motif masalah yang ditampilkan,
• Mencari bukti – bukti atau kejadian – kajadian yang menunjang suatu kesimpulan
atau generalisasi yang ditampilkan.
• Menarik kesimpulan berdasarkan informasi – informasi yang ada atau membuat
generalisasi dari atau berdasarkan informasi yang ada.

Pertanyaan analisis bersifat memecah materi ke dalam bagian-bagian penyusunnya,


dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan satu sama
lain.

Contoh :
• Apa perbedaan akor mayor dan akor minor dilihat dari strukturnya?
• Coba jelaskan cara menganalisis lagu untuk mengetahui bentuk lagu itu !
• Identikasi /tentukan akor-akor yang ada dalam aransmen paduan suara 4 suara
berikut ini sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh arranger?
• Tentukan bentuk lagu Satu Nusa Satu Bangsa dan Indonesia Raya
• Berdasarkan pendengaran Anda, pada bagian mana (biama berapa) akor primer
yang tidak sesuai ?Tunjukan alasannya.
• Berdasarkan melodi, progresif cord, dan lirik lagunya,bagiamana kesimpulan
lagu tersebut?

57
e. Pertanyaan Evaluasi (Evaluation Question)
Pertanyaan semacam ini menghendaki murid untuk menjawabnya dengan cara
memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap suatu isu yang ditampilkan.
Penilaian ini berdasarkan pada kriteria dan standar tertentu. Contoh:

• Menurut pendapatmu apakah komposisi lagu itu sudah memnuhi criteria sebuah
komposisi lagu yang baik dilihat dari bentuk, progresif akor yang dibuat dan
liriknya?
• Menurut pendapatmu, porsi tayangan musik tradisi di media baik radio maupun
televisi sudah seimbang?
• Bagaimana penilianmu tentang peretunjukan musik klasik yang kemarin Anda
lihat di televisi?
f. Pertanyaan Mencipta (Create Question)
Pertanyaan ini menempatkan beberapa elemen secara bersama-sama untuk
membangun suatu keseluruhan yang logis dan fungsional, dan mengatur elemen-
elemen tersebut ke dalam pola atau struktur yang baru. Tujuannya pertanyaan ini agar
bisa membangkitkan/menghipotesiskan, merencanakan, dan menghasilkan produk
asli berdasarkan pola yang sudah didesain.
Contoh pertanyaan, misalnya:
• Coba rancang berdasarkan hipotesismu sebuah karya musik bernuansa etnik
kemudian ciptakan dalam bentuk lagu yang lengkap baik melodi, akor maupun
liriknya. Ceriterakan langkah-langkah pembuatannya dan deskripsikan tentang
lagu itu di bawah partitur lagu.

3. Jenis-Jenis Pertanyaan menurut Luas Sempitnya Sasaran


a. Pertanyaan Sempit ( Narrow Question )
Pertanyaan ini membutuhkan jawaban yang tertutup ( Convergent yang biasanya
kunci jawabannya telah tersedia).
1) Pertanyaan sempit informasi

58
Pertanyaan semacam ini menuntut murid untuk mengingat atau menghafal informasi
yang ada. Pertanyaan ini sangat berguna bila kepada murid dituntut meghafalkan hal-
hal/ informasi/rumus-rumus yang senantiasa digunakan di dalam masyarakat secara
hafal di luar kepala.
Contoh:
• Sebutkan empat bentuk pengabdian kita kepada orang tua!
• Sebutkan akor-akor yang termasuk akor primer baik tangga nada mayor maupun
minor!
• Sebutkan nama-nama tingkatan akor pada tangga naa mayor dan maupun minor!

2) Pertanyaan sempit memusat


Pertanyaan ini menuntut murid agar mengembangkan idea tau jawabannya dengan
cara menuntunnya melalui petunjuk tertentu. Pertanyaaan ini bermanfaat bila guru
menghendaki murid membedakan, mengasosiasikan, menjelaskan, dan lain-lain
masalah yang ditampilkan.

Contoh:
• Bagaimana dapat dibuktikan bahwa sebuah lagu bisa dikembangkan dari
menciptakan motif terlebih dahulu, berikan contohnya ?
• Jelaskan bahwa kedisiplinan yang dimiliki seseorang anak dapat meningkatkan
prestasi belajar main piano?

b. Pertanyaan Luas ( Broad Question )


Ciri pertanyaan ini adalah jawabannya yang mungkin lebih dari satu, sebab
pertanyaan ini belum mempunyai jawaban yang spesifik, sehingga masih bersifat
terbuka.
1) Pertanyaan Luas terbuka ( open and question )
Pertanyaan ini memberi kesempatan kepada murid untuk mencari jawabannya
menurut cara dan gayanya masing-masing.
Contoh:

59
• Ramalkan kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi di masa mendatang Anda
sebagai mahasiswa musik.
• Bagaimana cara membangkitkan minat belajar musik mahasiswa musik Unnes ?

c. Pertanyaan Luas menilai (valving question)


Pertanyaan ini meminta murid untuk mengadakan penilaian terhadap aspek kognitif
maupun sikap. Pertanyaan ini lebih efektif bila guru menghendaki murid untuk:
d. Merumuskan pendapat
e. Menentukan sikap
f. Tukar menukar pendapat / perasaan terhadap suatu isu yang di tampilkan
Contoh:
g. Bagaimana pendapatmu tentang cara juri memberi komentar pada peserta
Indonesia Idol di RCTI ?
h. Bagaimana sikap anda saat melihat pertunjukan msuik live pada program musik
YKS di Trans TV ?
i. Bagaimana pendapatnya tentang penampilan sinden yang berdiri saat menyanyi
di ertunjukan wayang di panggung-panggung rakyat atau TV ?

C. Komponen Keterampilan Bertanya


Suatu pertanyaan yang baik bisa di tinjau dari cara menyajikannya kepada muris tidak
tepat (umpanya tidak jelas dalam menyampaikannya), akan mengakibatkan tidak
tercapainya tujuan yang dikehendaki. Oleh karena itu, aspek teknik pertanyaan harus
pula dipahami dan dilatih, agar guru dapat menggunakan pertanyaan secara efektif
dalam proses belajar mengajarnya. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
mengajukan pertanyaan antara lain adalah antara lain adalah berikut ini.

1. Kejelasan dan Kaitan Pertanyaan


Harap diusahakan agar pertanyaan yang dikemukakan itu jelas maksudnya, serta
tampak benar kaitannya antara lain pikiran satu dengan yang lainnya. Usahakan tidak
diselingi oleh kata-kata sisipan yangn bersifat menggangu, misalnya: ee, em, er, anu

60
dan lain-lain. Berikut ini di sajikan contoh pertanyaan yang tidak jelas maksud serta
kaitannya.
Guru:
Nah, anak-anak sekarang akan, eh eh saya maksud siapa yang akan menjawab, em
dapat menyebutkan, eh dapat memberikan alasan mana, yang lebih baik
menggunakan kail atau membeli tombak untuk mendapatkan ikan di laut ?
Pertanyaan tersebut dikatakan tidak jelas maksudnya, karena menggambarkan jalan
pikiran yang belum terkonsolidasi dan bagaimana kaintannya antara menggunakan
kail dan membeli tombak. Pertanyaan tersebut semestinya sebagai berikut:

Guru:
Nah anak–anak, bagaimana menurut pendapatmu manakah yang lebih baik
menggunakan kail atau tombak untuk memperoleh ikan di laut ?

2. Kecepatan dan Selang Waktu (Pause)


Kecepatan menyampaikan tergantung pada jenis pertanyaan itu sendiri. Pada
umumnya, guru-guru muda (belum berpengalaman) cenderung banyak melontarkan
pertanyaan daripada menerima jawaban, dan pertanyaan-pertanyaanya diucapkan
dengan cepat tanpa diselingi pause untuk member kesempatan murid berpikir.
Berikut ini disajikan semacam “resep” menyampikan pertanyaa :
e. Usahakan dalam menyampaikan pertanyaan dengan ucapan yang jelas serta tidak
tergesa-gesa. Pertanyaan yang diucapkan dengan cepat dan tergesa-gesa akan
membuat murid tidak mengerti.
f. Begitu pertanyaan selesai diucapkan, berhentilah sejenak untuk memberikan
kesempatan berpikir kepada murid, memonitor keadaan kelas, apakah sudah ada
yang siap mengajukan jawaban atau tidak.
Murid yang sudah siap untuk mengajukan jawaban biasanya gerak-geraknya dapat
ditandai:
g. Menggeserkan duduknya agak maju dengan setengah mulut setengah terbuka siap
mengucapkan sesuatu

61
h. Menengadahkan wajah dengan pandangan mata yang agak lebar.
i. Mengacungkan tangan bahkan ada yang sampai berdiri.
Berikan waktu sejenak (1-5 detik) kepada murid untuk berpikir dalam rangka
menemukan jawabannya. Pemberian waktu untuk memberikan kesempatan berpikir
pada murid itu ada efek positifnya, misalnya:
j. Murid dapat memberikan jawaban lebih panjang dan lengkap
k. Jawaban murid lebih analistis, sintetis, dan kreatif
l. Murid akan akan merasa yakin akan jawabannya
m. Partisipasi murid meningkat

3. Arah dan distribusi penunjukan (Penyeberan)


Pertanyaan yang diajukan seharusnya kepada seluruh murid, sehingga seluruh murid
didorong untuk berusaha menentukan jawabannya. Hanya dalam keadaan tertentu,
umpamanya untuk menarik pemusatan perhatian seorang siswa, pertanyaan dapat
langsung ditujukan kepada murid. Sesudah pertanyaan diajukan kepada seluruh siswa
kelas, serta memberikan waktu secukupnyakepada murid – murid untuk berpikir,
barulah ditunjuk seseorang untuk menjawabnya. Hal ini menyangkut pemerataan
distribusi kesempatan untuk menjawab pertanyaan.

Dalam mengajukan pertanyaan pada murid, guru harus memerhatikan sistem


distribusinya, yaitu berusaha agar pertanyaan itu didistribusikan secara merata ke
seluruh kelas. Hal ini berhubungan dengan sifat pemalu atau kurang berani yang ada
pada murid. Murid pemalu biasanya cenderung segan menampilkan jawabannya
secara sukarela.

4. Teknik Penguatan
Pemakaian yang tepat dari teknik penguatan ini akan menimbulkan sikap yang positif
bagi murid serta meningkatkan partisipasi murid dalam dalam kegiatan belajar
mengajar, sehingga memungkinkan pencapaian prestasi belajar yang tinggi
(selanjutnya perhatikan bahasan tentang reinforcement).

62
5. Teknik Menuntun (Promping)
Prompting questions dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan ini bermaksud untuk menuntun murid agar
isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar. Contoh:

Guru:
Pada pertemuan yang lalu kita telah belajar resonansi suara, khususnya pada kasus
gitar akustik dan gitar listrik. Coba Anda Gunawan, menurutmu apakah alat suara
manusia juga memiliki resonansi suara?
Siswa: (Menunjukan ekspresi berpikir)

Guru:
Silahkan ditinjau dariproses sumenr suara dan alat-alat suara lain yang mempengaruhi
alat ucap atau saat memproduksi suara!

6. Teknik menggali (probing Question)


Probing question adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan
jawaban lebih lanjut dari murid guna mengembangkan kualitas jawaban yang pertama
sehingga yang berikutnya lebih jelas, akurat serta lebih beralasan. Contoh:

Guru:
Setelah kamu tadi Anda mengatakan bahwa alat suara lain ikut memperkeras suara,
bagaimana menurut pendapatmu, Lisa bahwa alat suara lain ikut menentukan
kerasnya sebuah suara manusia.
Murid:
Dengan ikut bergetarnya alat-alat suara di rongga mulut, Pak.
Guru:
Bagaimana cara mengetarkan alat suara lain di rongga mulut penting ?
Siswa: Agar terdengar lebih keras, Pak.
Guru: Apakah hanya keras saja yang penting dalam bernyanyi?

63
7. Pemusatan ( Focussing )
Teknik ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang ruang lingkupnya luas,
kemudian dilanjutkanke pertanyaan yang lebih khusus. Contoh:

“Sebutkan jenis akor dalam musik?” (pertanyaan luas) kemudian dilanjutkan ke


pertanyaan sempit.
“Kapan kita menggunakan akor pokosaja dalam progresi akor?”

8. Pindah Gilir (Re-Directing)


Teknik pindah gilir digunakan untuk mengundang partisipasi semua anak. Untuk itu,
teknik ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan ke seluruh kelas, kemudian
memilih siswa tertentu, dan dilanjutkan ke siswa yang lain. Contoh:

Sebutkan fungsi pendidikan seni musik di sekolah? (setelah siswa satu menjawab,
diam sejenak, kemudian menunjuk siswa lain untuk menjawab dengan jawaban yang
lain lagi).

Dalam menggunkan teknik pindah gilir, diusahakan tidak menunjuk anak secara
berurutan sesuai dengan urutan duduk maupun urutan yang ada dalam absensi.

9. Panduan observasi Keterampilan Bertanya Dasar


Panduan observasi ketrampilan bertanya dasar dapat dilihat pada lampiran 3 (halaman
143).

64
BAB 5
KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENGUATAN

A. Rasionalisasi dan pengertian


Dalam kehidupan, kegiatan yang akan kita lakukan sering mendapatkan penghargaan.
Misalnya, ketika kita menolong sesorang, hasilnya orang yang kita tolong
mengucapkan terima kasih. Ucapan terimakasih ini merupakan satu penghargaan atas
pertolongan yang kita berikan. Contoh bentuk penghargaan yang lain seperti : upah,
gaji, kenaikan pangkat dan promosi yang merupakan penghargaan mempunyai
pengaruh positif dalam kehidupan manusia, yakni dapat mendorong seseorang untuk
memperbaiki tingkah lakunya dan meningkatkan usahanya. Demikian juga
sebaliknya, tidak diperolehnya penghargaan akan menurunkan atau bahkan
meniadakan perilaku tersebut pada diri seseorang.
Begitu pun dalam proses belajar mengajar. Siswa yang berprestasi akan
mempertahankan prestasinya manakala guru memberikan penghargaan atas prestasi
tersebut. Bahkan dengan penghargaan yang diberikan guru, timbul motivasi kuat
untuk meningkatkan prestasi yang telah dicapai. Hal ini berlaku pula sebaliknya, yang
berprstasi dalam penghargaan dapat mengurango motivasi perilaku belajar anak.
Menyadari pentingnya peranan penghargaan atas siswa yang berprestasi, calon guru
atau guru perlu menguasai ketrampilan dasar memberi penghargaan yang dalam
bahasan ini disebut “ketrampilan dasar member penguatan”
Apakah yang dimaksud dengan penguatan? Penguatan adalah respons positif yang
dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai anak dalam proses belajarnya,
dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut. Atau
penguatan dapat diartikan pula sebagai respons terhadap suatu tingkah laku yang
dapat meningkatkan kemugkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
Memberi penguatan dalam kegiatan belajar mengajar kelihatannya sederhana saja,
yaitu memberi tanda persetujuan guru terhadap tingkah laku siswa, yang dinyatakan
dalam bentuk antara lain: kata-kata membenarkan, pujian, senyuman, anggukan atau
member hadiah secara materiai. Namun demikian, keterampilan ini sulit dilakukan
jika guru tidak memahamimakna yang ingin dicapai dalam keterampilan member
penguatan.

65
Untuk tujuan inilah keterampilan perlu mendapat perhatian, sebab respons positif
adalah penghargaan yang diberikan guru karena siswa menunjukan perilaku positif
(berprestasi dalam belajarnya). Dengan respons positif tersebut, pada gilirannya
memotivasi anak untuk mempertahankan prestasi, bahkan meningkatanya.

B. Tujuan Pemberian Penguatan


Pemberian penguatan apabila dilakukan dengan cara dan prinsip yang tepat dapat
mengefektifkan pencapian tujuan penggunaannya. Adapun tujuan penggunaan
penguatan adalah:
n. Meningkatkan perhatian siswa dalam proses belajar
o. Membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi belajar siswa
p. Mengarahkan pengembangan berpikir siswa ke arah mandiri dalam proses belajar
q. Mengedalikan serta memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang positif serta
mendorong munculnya tingkah laku yang kurang produktif.

C. Prinsip-Prinsip Penguatan
1. Kehangatan
Seperti halnya penggunaan variasi mengajar, prinsip pemberian penguatan pun
dilakukan secara hangat. Kehangatan sikap guru dapat ditunjukan dengan suara,
mimik, dan gerakan badan (gestural). Kehangatan sikap guru akan menjadikan
penguatan yang diberikan menjadi lebih efektif. Jangan sampai siswa mendapat kesan
bahwa guru tidak ikhlas dalam memberikan penguatan.

2. Antusiasme
Sikap antusias dalam member penguatan dapat menstimulasi siswa untuk
meningkatkan motivasinya. Antusiasme guru dalam memberikan penguatan dapat
membawa kesan pada siswa akan kesungguhan dan ketulusan guru. Antusiasme
memberikan penguatan akan mendorong munculnya kebanggaan dan percaya diri
pada siswa.

66
3. Bermakna
Inti dari kebermaknaan adalah siswa mengerti dan yakin bahwa dirinya layak
diberikan penguatan, karena hal itu memang sesuai dengan tingkah laku dan
penampilannya. Oleh karena itu, kebermaknaan dalam pemberian penguatan hanya
mungkin apabila diberikan dalam konteks yang relevan. Misalnya, jawaban yang
sama sekali salah guru malah mengatakan “jawabanmu bagus sekali “, maka
pertanyaan guru tersebut dianggap sebagai penghinaan. Jika keadaanya seperti diatas
pertanyaan yang tepat adalah “ kali ini jawabanmu belum tepat, saya percaya dangan
dengan belajar yang lebih baik kamu akan dapat menjawab dengan benar”.
Contoh yang lain, jika anak menjawab pertanyaan dengan benar, kita dapat
mengatakan, “ tepat sekali jawabanmu”. Penguatan tersebut relevan dengan konteks,
yakni sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kesesuaian antara pertanyaan dengan
keadaan yang diberi penguatan membuat penguat menjadi bermakna.

4. Menghindari respons negatif


Meskipun disadari bahwa hukuman dan teguran dapat digunakan untuk
mengendalikan dan membina tingkah lakusiswa, tetapi respon negatif yang diberikan
guru seperti komentar yang bernada menghina atau ejekan patut atau perlu di hindari,
karena hal itu akan mematahkan semangat siswa dalam mengembangkan dirinya.
Oleh karena itu, jika jawaban anak salah, guru tidak boleh merespons negatif dengan
mengatakan “. hal ini dapat mematikan motivasi anak. Dalam kasus ini, guru dapat
memberikan pertanyaan tuntunan( prompting question) atau pindah gilir dengan
mengatakan “ barangkali ada yang dapat membantu “. Dengan cara ini, anak tidak
merasa tersinggung.

D. Komponen Keterampilan Memberikan Penguatan


Beberapa komponen yang perlu dipahami dan dikuasai oleh calon guru atau guru,
agar ia dapat memberikan penguatan secara bijaksana dan sistematis, adalah :
1. Penguatan verbal
Komentar guru berupa kata-kata pujian, dukungan, dan pengakuan dapat digunakan
untuk penguatan tingkah laku dan kinerja siswa. Komentar demikian merupakan
balikan yang diberikan guru atas kinerja maupun perilaku siswa.

67
Penguatan verbal dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yakni:
r. Kata – kata, seperti: bagus, ya, tepat, betul, bagus sekali, dan sebagainya.
s. Kalimat, seperti: pekerjaanmu bagus sekali; caramu member penjelasan baik
sekali, dan sebagainya.

2. Penguatan berupa mimik muka dan gerakan badan (gestural)


Penguatan berupa gerakan badan dan mimic muka antara lain seperti: senyuman,
anggukan kepal, acungan ibu jari, tepuk tangan, dan sebagainya, sering kali
digunakan bersamaan dengan penguatan verbal. Sebagai contoh, ketika guru memberi
penguatan verbal, “ pekerjaanmu baik sekali,” pada saat itu guru menganggukkan
kepalanya.

3. Penguatan dengan cara mendekati anak


Siswa atau sekelompok siswa yang didekati guru pada saat mengerjakan soal dapat
terkesan diperhatikan. Keadaan ini dapat menghangatkan suasana belajar anakyang
pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi. Kesan akrab juga dapat timbul dengan
cara ini, akibatnya anak tidak merasa dibebani tugas. Beberapa perilaku yang dapat
dilakukan guru dalam memberikan penguatan ini antara lain adalah berdiri disamping
siswa atau kelompok siswa, berjalan disisi siswa, dan sebagainya.

4. Penguatan dengan sentuhan


Teknik ini penggunaanya perlu mempertimbangkan latar belakang anak, umur, jenis
kelamin, serta latar belakang kebudayaan setempat. Dalam memberikan pengutan ini,
beberapa perilaku yang dapat dilakukan guru antara lain: menepuk pundak atau bahu
siswa, menjabat tangan siswa, mengelus rambut siswa, atau mengangkat tangan siswa
yang menang dalam pertandingan.

5. Pengutan dengan kegiatan yang menyenangkan


Motivasi belajar anak dipengaruhi pula oleh apakah oleh kegiatan belajar yang
dilaksanakan tersebut menyenangkan dirinya atau tidak. Bentuk kegitan belajar yang
disenangi anak dapat mempertinggi intensitas belajarnya.

68
Untuk menguatkan gairah belajar, guru dapat memilih kegiatan – kegiatan belajar
yang disukai anak. Karena tiap-tiap anak memiliki kesukaran masing – masing, guru
perlu menyediakan berbagai alternative pilihan yang sesuai dengan kesuksesan
masing-masing anak. Dengan memberikan alternatif kegiatan belajar yang sesuai
dengan kesukaan anak tersebut , maka hal itu bisa juga menjadi bentuk penguatan
bagi anak. Dapat juga penguatan ini diberikan sebagai akibat dari prestasi baik yang
ditunjukan anak. Misalnya, anak yang berprestasi dalam hasil belajarnya ditunjuk
sebagai pimpinan kelompok belajar.

6. Penguatan berupa simbol atau benda


Jenis simbol atau benda yang diberikan diselaraskan dengan perkembangan anak.
Untuk anak tingkat sekolah dasar, berbeda dengan anak usia sekolah lanjutan. Anak
SMA yang berprestasi diberi penghargaan berupa pensil tentunya kurang relevan.
Penguatan berupa simbol atau benda ini dapat berupa piagam penghargaan, benda –
benda berupa alat-alat tulis dan buku dan dapat pula berupa komentar tertulis pada
buku anak.

Perlu diperhatikan dalam hal penggunaan penguatan yang berupa benda: hendaknya
tujuan belajar anak tidak mengarah pada benda tersebut. Oleh karena itu, perlu
dibatasi frekuensi penggunaanya.

E. Cara penggunaan penguatan


Ada beberapa cara penggunaan penguatan yang perlu diperhatikan, yakni sebagai
berikut:
1. Penguatan pada pribadi tertentu
Penguatan harus jelas ditujukan kepada siswa tertentu. Oleh karena itu, pendangan
guru harus tegas diarahkan kepada anak yang memperoleh penguatan. Oleh karena itu
penguatan harus jelas ditujukan kepada siapa dan diusahakan menyebut namanya
serta memandang kepadanya.
Contoh: jika Rani menjawab dengan tepat pertanyaan guru, sebaiknya guru
memandang Rani dan mengatakan “Rani tepat jawabanmu” atau “Betul, Rani”.
Penguatan akan kurangberarti bagi Rani jika guru mengatakan “ Bagus atau tepat
jawabanmu”. Sambil guru melihat ke luar kelas atau sedang menulis di papan tulis.

69
2. Penguatan kepada kelompok
Penguatan dapat juga diberikan kepada sekelompok siswa, misalnya jika satu tugas
telah dilaksanakan dengan baik oleh satu kelas, guru dapat mengizinkan kelas
tersebut untuk bermain basket yang memang menjadi kegemaran mereka. Atau jika
ada satu atau sebagian kelompok kelas yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan
baik, maka guru dapat pula mengatakan “Bapak senang sekali, kelompok A telah
menunjukan kemampuan yang pesat.

3. Penguatan yang tidak penuh


Sering didapat jawaban yang diberikan anak atas pertanyaan guru sedikit
mengandung kebenaran. Untuk itu, penguatan yang dilakukan dengan mengatakan, “
jawabanmu ada benarnya, akan lebih sempurna kalau diperinci secara sistematis.”
Tentang bagaimana teknik mengatakan tergantung konteks dan keadaan jawaban
anak. Prinsip dalam penguatan tidak penuh adalah pengakuan guru atas jawaban yang
sebagian jawaban salah.

4. Variasi penggunaan
Untuk menghindari ketidakbermaknaan, guru dapat menggunakannya secara
bervariasi. Penggunaan penguatan yang itu-itu saja dapat menjadi bahan tertawaan
anak-anak. Bahkan anak-anak ikut serta memberikan penguatan dan kemungkinan
menjadi bahan tertawaan anak, guru dapat menvariasikan penggunaanya. Dan yang
lebih penting untuk itu adalah menerapkan prinsip-prinsip penggunaannya secara
matang.

70
BAB 6
KETERAMPILAN MENGUNAKAN VARIASI

A. Pengertian
Keterampilan menggunakan variasi merupakan salah satu keterampilan mengajr yang
harus dikuasai guru. Dalam proses pembelajaran, tidak jarang rutinitas yang
dilakukan guru seperti masuk kelas, mengabsen siswa, menagih pekerjaan rumah,
atau memberikan pertanyaan-pertanyaan membuat siswa jenuh dan bosan. Subjek
didik adalah anak manusia yang memiliki keterbatasan tingkat konsentrasi sehingga
membutuhkan suasana baru yang membuat mereka frsh dan bersemangat untuk
melanjutkab kegiatan pembelajaran. Dalam kondisi seperti ini, guru harus pandai-
pandai menggunakan seni mengajar situasi dengan mengubah gaya mengajar,
menggunakan media pembelajaran atau mengubah pola interaksi dengan maksud
mencitakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan.

B. Tujuan
Penggunaan variasi mengajar yang dilakukan guru dimaksudkan untuk: (1) menarik
perhatian peserta didik terhadap materi pembelajaran yang tengah dibicarakan, (2)
menjaga kestabilan proses pembelajaran baik secara fisik maupun mental, (3)
membangkitkan motivasi belajar selama proses pembelajaran, (4) mengatasi dan
mengurangi kejenuhan dalam proses pembelajaran, dan (5) memberikan
kemungkinan layanan pembelajaran individual.

C. Prinsip-prinsip Penggunaan
Penggunaan keterampilan mengadakan variasi mengajar seyogianya memenuhi
prinsip-prinsip antara lain: (1) relevan dengan tujuan pembelajaran bahwa variasi
mengajar digunakan untung menunjang tercapainya kompetensi dasar, (2) kontinu
dan fleksibel, artinya variasi digunakan secara terus-menerus selama KBM dan
fleksibel sesuai kondisi, (3) antusiasme dan harga yang ditunjukan oleh guru selama
KBM berlangsung, dan (4) relevan dengan tingkat perkembangan peserta didik.

71
D. Komponen Keterampilan Variasi Mengajar
Keterampilan variasi mengajar meliputi: (1) variasi gaya mengajar, (2) variasi media
pengajaran, dan (3) variasi interaksi belajar mengajar.
Berikut ini akan dijelaskan satu per satu variasi mengajar tersebut, yakni:
1. Variasi gaya mengajar
Variasi mengajar meliputi beberapa komponen keterampilan yang mencakup hal- hal
sebagai berikut:
a. Variasi suara guru
Untuk mengikat perhatian anak dan menjaga anak dari kebosanan, guru dapat
menggunakan suara secara bervariasi, guru dapat menyesuaikan tinggi rendah suara
dan tekanan-tekanan tertentu untuk maksud-maksud tertentu. Misalnya, suara dengan
tekanan tertentu untk menggaris bawahi konsep yang perlu mendapat perhatian
khusus dari anak. Penggunaan variasi suara secara tepat, dissamping menghilangkan
kesan monoton, juga untuk menimbulkan kesan khusus atas konsep dan maslah yang
perlu diperhatikan anak.

b. Variasi mimik dan gestural (gerak)


Kesan antusiasme guru dapat dimunculkan dengan membuat variasi mimic dan
gestural. Perubahan-perubahan mimik dapat membantu siswauntuk menangkap
makna yang disampaikan guru. Begitu pula dengan gerak gestural yang bermakna dan
benar dapat memudahkan anak memahami konsep.

c. Perubahan posisi
Perubahan posisi dapat dilakukan dengan gerakan mendekat-menjauh, atau ke kanan
dan kiri dari arah siswa. Guru yang selalu ada ditempat maupun duduk di kursi
kurang member motivasi pada anak. Dengan perubahan posisi, guru dapat menguasai
kelas. Dengan begitu, guru dapat segera mengamati perubahan-perubahan suasana
belajar anak. Gerakan mendekati anak dapat menimbulkan efek psikologis bagi anak
sehingga dapat menimbulkan kesan akrab dan hangat.

d. Kesenyapan (diam sejenak)


Ketika guru sedang menjelaskan suatu pengetahuan (fakta, konsep, prinsip,
generalisasi, atau problem solving), dapat saja terjadi memudarnya perhatian anak.

72
Apabila gejala tersebut ditemukan, tugas guru adalah membangkitkan kembali
perhatian anak. Untuk itu, guru menggunakan teknik “diam sejenak”. Dengan teknik
diam sejenak, membuat anak mempengaruhi perhatiannya. Apabila gejala perhatian
anak telah muncul, guru dapat meneruskan penjelasan.

Diam sejenak dapat diterapkan secara proporsional dan dengan waktu yang sangat
singkat. Dalam satuan waktu belajar, apabila frekuensi penggunaan terlalu tinggi
dapat mengganggu kelancaran anak dalam menguasai bagian pengetahuan yang
diterangkan guru. Demikian pula “lamanya diam”, karena diam terlalu lama dapat
menimbulkan kegelisahan pada anak.

e. Pemusatan perhatian (focusing)


Kemudahan belajar anak dipengaruhi pula oleh kadar perhatian yang dipusatkan anak
terhadap penjelasan guru. Karena itu, guru harus bisa merangsang munculnya
perhatian anak. Untuk membangkitkan perhatian anak, guru dapat melakukan teknik
“pemusatan perhatian”
Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan guru untuk memuaskan perhatian anak.
Teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Meminta anak untuk memerhatikan, “coba perhatikan…..”
2) Mengatur tekanan suara, yang bermakna perlu mendapat perhatian.
3) Dengan menunjukan pengetahuan/konsep yang penting.
4) Dengan menggarisbawahi konsep yang penting.
5) Dengan pengulangan pengungkapan.

Dengan teknik-teknik tertentu, perhatian anak akan terpusat pada pengetahuan yang
diharapkan guru untuk dikuasai.

f. Kontak pandang (eye contact)


Penguasaan suasana kelas oleh guru sangat memengaruhi perilaku belajar anak di
dalam kelas. Kelas yang gaduh, tidak ada perhatian dan tidak ada motivasi belajar
bisa bersumber dari guru yangtidak dapat menguasai kelas. Dengan kontak pandang
yang menyeluruh menimbulkan perasaan anak bahwa dirinya mendapat perhatian

73
guru. Bahkan anak merasa diawasi guru. Dengan demikian, hal itu akan mengurangi
peluang anak untuk menghindari belajar.

Kontak pandang dapat dimaknai anak sebagai sikap antusiasme guru dalam mengajar.
Jika demikian perasaan anak-anak akan tergugah motivasi belajarnya. Kebalikannya,
jika pandangan guru tidak ditujukan pada anak, perhatian anak akan menurun. Begitu
pula kontak pandang guru hanya tertuju pada siswa tertentu saja, dapat mengendorkan
perhatian siswa yang lain.

Kontak pandang dapat dilakukan dengan bervariasi. Guru melakukan pandangan


keseluruh kelas,dan secara bervariasi ditujukan kepada kelompok siswa dan ke siswa
tertentu. Penggunaan variasi tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
saat – saat yang tepat. Kondisi saat yang terjadi di kelas dapat menorong perlunya
penggunaan variasi pandangan guru.

2. Variasi media pengajaran


Media belajar, dilihat dari alat indra yang dipergunakan dapat dibedakan menjadi
media dengar, media pandang (lihat), dan media dengar-pandang yang dapat
dimanipulasi anak. Variasi media belajar maksudnya adalah penggunaan media
secara bervariasi antar jenis-jenis media belajar yang ada. Akan tetapi, penggunaanya
tidak lepas dari pertimbangan tujuan belajar yang akan dicapai. Begitu pula,
penggunaan media dimungkinkan secara serempak dua atau tiga jenis media
sekaligus dalam satuan pengajaran tertentu.

Variasi penggunaan media dan bahan pembelajaran yang dapat dilihat, didengar, atau
diraba dan dimanipulasi dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting.
Alasannya antara lain: (1) guru dapat menggunakan variasi media dan bahan
pembelajaran yang dapat dilihat seperti menggunakan sketsa, gambar, grafik, film,
foto, penayangan TV, video, atau compute, (2) penggunaan variasi media dan bahan
pembelajaran yang dapat didengar seperti rekaman, suara guru, suara murid dan (3)
penggunaan variasi media dan bahan pembelajaran yang dapat diraba dan
dimanipulasi seperti tiruan benda, pengalaman langsung dan sebagainya.

74
Kebermaknaan penggunaan keterampilan variasi mengajar tergantung pada
penerapan sejumlah prinsip yang mendasarinya. Oleh karenanya, prinsip-prinsip
penggunaan variasi mengajar mempunyai arti penting.

3. Variasi pola interaksi


Interaksi belajar mengajar dapat divariasikan dengan metode dan strategi, pola
kegiatan belajar anak akan bervariasi pula. Seperti halnya variasi media, penggunaan
variasi pola interaksi harus mengembangkan efektivitas dan efisiensi pencapaian
tujuan pengajaran.
Pola-pola interaksi dapat divariasikan sebagai berikut:
a. Ceramah guru-tugas kelompok diskusi kelas.
b. Demonstrasi keterampilan - tanya jawab – ceramah.
c. Observasi - diskusi kelompok - diskusi kelas.
d. Eksperimen - laporan kelompok - debriefing.
e. Tanya jawab - ceramah - tugas individual.

E. Penggunaan di kelas
Sebagai rambu-rambu, penerapan keterampilan mengadakan variasi tidak semata-
mata individual dan berganti-ganti. Maksudnya dalam suatu penampilan mengajar,
guru dapat memadukan secara serempak beberapa keterampilan sekaligus. Namun,
hal itu perlu dilandasi oleh prinsip-prinsip penggunaan secara proporsional. Sebagai
gambaran dalam suatu penampilan, guru dapat memadukan penggunaan mimic,
gestural, dan perubahan posisi sekaligus. Bahkan dapat dipadukan dengan aspek
variasi yang lain.

F. Panduan Observasi Keterampilan Mengadakan Variasi


Panduan observasi etrampilan mengadakan variasi dapat dilihat padalampiran 4
(halaman 143).

75
BAB 7
KETERAMPILAN MEMBIMBING
DISKUSI KELOMPOK KECIL

A. Pengertian dan Tujuan


Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar- mengajar yang
penggunaannya cukup sering diperlukan. Diskusi adalah suatu percakapan antara dua
orang atau lebih. Namun demikian, tidak semua percakapan dapat disebut diskusi.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, dengan maksud agar pembicaraan itu
benar-benar bermanfaat dan berlangsung secara efektif.
Menurut Hasibuan (1988:99) diskusi selalu dalam kelompok, baik kelompok
besar maupun kelompok kecil. Diskusi kelompok kecil adalah percakapan dalam
kelompok yang memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:
1) Melibatkan 3-9 orang peserta
2) Berlangsung dalam interaksi tatp muka yang informal, artinya setiap anggota dapat
berkomunikasi langsung dengan anggota lainnya.
3) Mempunyai tujuan yang dicapai dengan kerja sama antar anggota lainnya.
4) Berlangsung menurut proses yang sistematis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan diskusi
kelompok kecil adalah suatu proses percakapan yang teratur, yang melibatkan
sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang bebas dan terbuka, dengan
tujuan berbagai informasi atau pengalaman (saling urun informasi atau
pengalaman), mengambil keputusan atau memecahkan suatu masalah. Dengan
demikian keterampilan dasar mengajar membimbing diskusi kelompok kecil ialah
keterampilan melaksanakan kegiatan membimbing siswa agar dapat
melaksanakan diskusi kelompok kecil dengan efektif dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran tertentu.instruksional tertentu.
Tujuan penggunaan diskusi kelompok dalam proses belajar-mengajar di kelas, di
samping sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran, juga untuk
memperoleh berbagai keuntungan yang lain. Keuntungan itu antara lain:
1) Berbagi informasi dan pengalaman dalam menjelajah gagasan baru dan
memecahkan masalah yang dipecahkan bersama

76
2) Meningkatkan pemahaman atas masalah penting
3) Meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
4) Mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi
5) Membina kerja sama yang sehat, kelompok yang kohesif, dan bertanggung jawab.

B. Komponen Keterampilan
Komponen keterampilan yang perlu dimiliki oleh pemimpin diskusi kelompok kecil
adalah sebagai berikut:
1) Memusatkan perhatian, yang dapat dilakukan dengan cara:
a) Merumuskan tujuan diskusi secara jelas.
b) Merumuskan kembali masalah, jika terjadi penyimpangan.
c) Menandai hal-hal yang tidak relevan jika terjadi penyimpangan.
d) Merangkum hasil pembicaraan pada saat-saat tertentu.
2) Memperjelas masalah atau urunan pendapat, dengan cara:
a) Menguraikan kembali atau merangkum urunan pendapat peserta.
b) Mengajukan pertanyaan pada anggota kelompok tentang pendapat anggota
lain.
c) Menguraikan gagasan anggota kelompok dengan tambahan informasi.
3) Menganalisis pandangan siswa dengan cara:
a) Meneliti apakah alas an yang dikemukan punya dasar yang kuat.
b) Memperjelas hal-hal yang disepakati dan yang tidak disepakati.
4) Meningkatkan urunan siswa, dengan cara:
a) Mengajukan pertanyaan kunci yang menantang mereka untuk berfikir.
b) Memberi contoh pada saat yang tepat.
c) Menghangatkan suasana dengan mengajukan pertanyaan yang mengundang.
perbedaan pendapat
d) Memberikan waktu untuk berfikir
e) Mendengarkan dengan penuh perhatian
5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi, dengan cara:
a) Memancing pendapat peserta yang enggan berpartisipasi.
b) Memberikan kesempatan pertama pada peserta yang enggan berpartisipasi.

77
c) Mencegah secara bijaksana peserta yang suka memonopoli pembicaraan.
d) Mendorong siswa untuk mengomentari pendapat temannya.
e) Meminta pendapat siswa jika terjadi jalan buntu.
6) Menutup diskusi yang dapat dilakukan dengan cara :
a) Merangkum hasil diskusi.
b) Memberikan gambaran tindak lanjut.
c) Mengajak para siswa menilai proses diskusi yang telah
berlangsung Dalam pelaksanaan diskusi, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Diskusi hendaknya berlangsung dalam iklim terbuka.
2) Diskusi yang efektif selalu didahului oleh perencanaan yang matang, yang
mencakupi:
a) Topik yang sesuai.
b) Persiapan atau pemberian informasi pendahuluan.
c) Menyiapkan diri sebagai pemimpin diskusi.
d) Pembentukan kelompok diskusi.
e) Pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua anggota kelompok
bertatap muka.
D. Contoh bentuk diskusi kelompok kecil
Beberapa contoh bentuk diskusi kelompok kecil adalah sebagai berikut.

1. STAD = Student Team Achievement Divisions


Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil.
Anggota-anggota dalam setiap kelompok bertindak saling membelajarkan. Fokusnya
adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu peserta didik lainnya. Penilaian didasari pada pencapaian hasil belajar
individual maupun kelompok peserta didik.
STAD termasuk pendekatan pembelajaran koperatif. Model Pembelajaran
Koperatif tipe merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada
aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

78
Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa
setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.
Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen utama dalam
pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:
1) Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara
klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada
konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja
pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau
diskusi.

2) Menetapkan siswa dalam kelompok


Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena di dalam
kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai
kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk
saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar.
Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota kelompok dalam
menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa
dari kelompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok
sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar
anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan
sendiri teman sekelompoknya.
3) Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian
kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha
dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat
berharga bagi kesuksesan kelompok.

4) Skor peningkatan individual


Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras
memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor

79
peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat
diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan
oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD.

e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang
telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau
bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan
bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.

b. CI = Complex Instruction
Titik tekan metode ini adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial.
Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didiksebagai
anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam
pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para
peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja
kelompok.

c. TAI = Team Accelerated Instruction


Metode ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan
pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap peserta didik sebagai anggota
kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah
itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama
telah diselesaikan dengan benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal
berikutnya. Namun jika seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap
pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap
tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil
belajar individual maupun kelompok.

d. CLS = Cooperative Learning Stuctures


Pada penerapan metode pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota
dua peserta didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan

80
yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee.
Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih
dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta
didik yang saling berpasangan itu berganti peran.

e. LT = Learning Together
Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang
beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.

f. TGT = Teams-Games-Tournament
Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu
kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh
kelompok peserta didik.

g. GI = Group Investigation
Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu
penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok
menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan
melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum
kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.

Pembelajaran GI adalah salah satupendekatan yang mendukung keterlibatan siswa


dalam kegiatan belajar (Krismanto, 2003:6). Sudjana (Mudrika, 2007:15)
mengemukakan bahwa GI dikembangkan oleh Herbert Thelen sebagai upaya untuk
mengkombinasikan strategi mengajar yang berorientasi pada pengembangan proses
pengkajian akademis. Kemudian Joyce dan Weil (1980:230) menambahkan bahwa
model pembelajaran GI yang dikembangkan oleh Thelen yang bertolak dari
pandangan John Dewey dan Michaelis yang memberikan pernyataan bahwa
pendidikan dalam masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi
langsung.

81
Ide model pembelajaran group investigation bermula dari perpsektif filosofis
terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau
teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and
Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan,
bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai
laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama
tentang pendidikan adalah (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) Belajar
hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) Pengetahuan adalah berkembang, tidak
bersifat tetap; (4) Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat
siswa; (5) Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling
memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis
sangat penting; (6) Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation
yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas
hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah
sosial antar pribadi (Arends, 1998).
Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari
sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang
tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.
Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan
kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari
tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Di sini guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang
konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah,
pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan proses
pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus
masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang

82
diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut.
Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan inferensi yang diorganisasi oleh
kelompok dan bagaimana membedakan kemampuan perseorangan.

Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin,


1995), yaitu:

1) Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber,


memilih topik, merumuskan permasalahan)
2) Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaiman mempelajari, siapa
melakukan apa, apa tujuannya)
3) Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi)
4) Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis).
5) Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,
mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan)
6) Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-
masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi
mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar
yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.

h. Tutor Sebaya

Tutor sebaya atau tutor teman sebaya adalah perekrutan salah satu siswa guna
memberikan satu per satu pengajaran kepada siswa lain, dalam menyelesaikan tugas
yang diberikan melalui partisipasi peran tutor dan tutee. Tutor memiliki kemampuan
lebih dibandingkan tutee, tapi pada beberapa variasi tutorial jarak pengetahuan yang
dimiliki antara tutor dan tutee minimal (Roscoe & Chi, 2007). Hisyam Zaini (dalam
Amin Suyitno, 2002:60) mengatakan bahwa metode belajar yang paling baik adalah
dengan mengajarkan kepada orang lain. Oleh karena itu, pemilihan model
pembelajaran tutor sebaya sebagai strategi pembelajaran akan sangat membantu siswa
di dalam mengajarkan materi kepada teman-temannya.

83
Penggunakan siswa sebagai guru atau tutor sebaya telah berlangsung di negara
lain yang sudah maju dan telah menunjukkankeberhasilan. Dasar pemikiran tentang
tutor sebaya adalah siswa yang pandaimemberikan bantuan belajar kepada siswa yang
kurang pandai. Bantuan tersebut dapat dilakukan kepada teman-teman sekelasnya di
sekolah atau di luar sekolah / di luar jam mata pelajaran (Semiawan, 1985:70).
Metode tutor sebaya juga merupakan suatu metode pembelajaran yang dilakukan
dengan cara memberdayakan siswa yang memiliki daya serap yang tinggi dari
kelompok siswa itu sendiri untuk menjadi tutor bagi teman-temannya, dimana siswa
yang menjadi tutor bertugas untuk memberikan materi belajar dan latihan kepada
teman-temannya (tutee) yang belum faham terhadap materi/ latihan yang diberikan
guru dengan dilandasi aturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok tersebut,
sehingga akan terbangun suasana belajar kelompok yang bersifat kooperatif bukan
kompetitif.
Inti dari metode pembelajaran tutor sebaya adalah pembelajaran yang
pelaksanaannya dengan membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil, yang
sumber belajarnya bukan hanya guru melainkan juga teman sebaya yang pandai dan
cepat dalam menguasai suatu materi tertentu. Dalam pembelajaran ini, siswa yang
menjadi tutor hendaknya mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan teman lainnya, sehingga pada saat dia memberikan bimbingan ia sudah dapat
menguasai bahan yang akan disampaikan. Model pembelajaran tutor sebaya dalam
kelompok kecil sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar dikelas dan siswa menjadi terampil dan berani
mengemukakan pendapatnya dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran tutor
sebaya dalam kelompok kecil dapat meningkatkan hasil belajar siswa dimana semua
siswa aktif, siswa sangat antusias dalam melaksanakan tugas, semua perwakilan
kelompok berani mengerjakan tugas didepan kelas, siswa berani bertanya dan respon
siswa yang diajar sangat tinggi.
Langkah-langkah model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil ini
adalah sebagai berikut.

84
3) Memilih materi yang memungkinkan materi tersebut dapat dipelajari siswa secara
mandiri. Materi pelajaran di bagi menjadi sub-sub materi (segmen materi).
4) Bagilah siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen, sebanyak sub-
sub materi yang akan disampaikan guru. Siswa-siswa pandai disebar dalam
setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya.
5) Masing-masing kelompok diberi tugas mempelajari satu bab materi. Setiap
kelompok di pandu oleh siswa yang pandai sebagai tutor sebaya.
6) Memberi mereka waktu yang cukup, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
7) Setiap kelompok melalui wakilnya menyampaikan sub materi sesuai dengan
tugas yang telah diberikan. Guru bertindak sebagai nara sumber utama.
8) Setelah kelompok menyampaikan tugasnya secara berurutan sesuai dengan
urutan sub materi, beri kesimpulan dan klarifikasi seandainya ada pemahaman
siswa yang perlu diluruskan.

85
BAB 8

KETERAMPILAN MENGELOLA KELAS

A. Pengertian dan Tujuan


Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan dalam menciptakan dan
mempertahankan kondisi kelas yang optimal guna terjadinya proses belajar-mengajar
yang serasi dan efektif. Guru perlu menguasai keterampilan ini agar dapat:
1) Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu maupun klasikal
dalam perilaku yang sesuai dengan tata tertib serta aktivitas yang sedang
berlangsung.
2) Menyadari kebutuhan siswa.
3) Memberikan respon yang efektif terhadap perilaku siswa.

B. Komponen Keterampilan Mengelola Kelas


1) Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi
belajar yang optimal, dapat dilakukan dengan cara berikut:
a) Menunjukkan sikap tanggap dengan cara : memandang secara seksama,
mendekati, memberikan pernyataan atau memeberi reaksi terhadap gangguan
dalam kelas.
b) Membagi perhatian secara visual dan verbal
c) Memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan siswa dan menuntut
tanggung jawab siswa.
d) Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas.
e) Menegur secara bijaksana, yaitu secara jelas dan tegas, bukan berupa peringatan
atau ocehan, serta membuat aturan.
f) Memberikan penguatan bila perlu.

2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang


optimal.

Keterampilan ini berkaitan dengan respon guru terhadap respon negatif siswa yang
berkelanjutan. Untuk mengatasi hal ini guru dapat menggunakan tiga jemis strategi

86
yaitu: modifikasi tingkah laku, pengelolaan (proses) kelompok, serta menemukan dan
mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah. a) Modifikasi Tingkah Laku

Dalam strstegi ini, ada tiga hal yang harus dikuasai guru, yaitu:
(1) Mengajarkan tingkah laku yang baru yang diinginkan dengan cara member
contoh dan bimbingan.
(2) Meningkatkan munculnya tingkah laku siswa yang baik dengan memberikan
penguatan.
(3) Mengurangi munculnya tingkah laku yang kurang baik dengan memberi
hukuman.
Ketiga hal ini harus dilakukan guru dengan catatan bahwa:
(1) Pelaksanaan dilakukan segera setelah perilaku terjadi.
(2) Hukuman harus diberikan secara pribadi dan tersendiri, hanya bila diperlukan.

b) Pengelolaan/Proses Kelompok
Dalam strategi ini, kelompok dimanfaatkan dalam memecahkan masalah-masalah
pengelolaan kelas yang muncul, terutama melalui diskusi. Dua hal yang perlu
dilakukan guru adalah:
(1) Memperlancar tugas-tugas dengan cara mengusahakan terjadinya kerjasama dan
memantapkan standar serta prosedur kerja
(2) Memelihara kegiatan kelompok, dengan cara memelihara dan memulihkan
semangat, menangani konflik yang timbul, serta memperkecil masalah yang
timbul.
c) Menemukan dan mengatasi tingkah laku yang menimbulkan masalah. Dalam
strategi ini perlu ditekankan bahwa setiap tinglah laku yang keliru merupakan
gejala dari suatu sebab. Untuk mengatasinya, ada berbagai teknik yang dapat
diterapkan sesuai dengan hakikat tersebut, yaitu sebagai berikut:
(1) Pengabaian yang direncanakan.
(2) Campur tangan dengan isyarat.
(3) Mengawasi dari dekat.
(4) Mengakui perasaan negatif siswa.
(5) Mendorong kesadaran siswa untuk mengungkapkan perasaannya.

87
(6) Menjauhkan benda-benada yang bersifat mengganggu.
(7) Menyusun kembali program belajar.
(8) Menghilangkan ketegangan dengan humor.
(9) Menghilangkan penyebab gangguan.
(10) Pengekangan secara fisik.
(11) Pengasingan.

C. Prinsip Penggunaan
Dalam menerapkan keterampilan mengelola kelas, perlu diingat enam prinsip berikut:
1) Kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar, yang dapat menciptakan iklim kelas
yang menyenangkan.
2) Menggunakan kata-kata atau tindakan yang dapat menantang siswa berfikir.
3) Menggunakan berbagai variasi yang dapat menghilangkan kebosanan.
4) Keluwesan guru dalam pelaksanaan tugas.
5) Penekanan pada hal-hal yang bersifat positif.
6) Penanaman disiplin diri sendiri.

Selanjutnya dalam mengelola kelas, guru hendaknya menghindari hal-hal berikut.


1) Campur tangan yang berlebihan.
2) Kelenyapan atau penghentian suatu pembicaraan / kegiatan karena ketidak siapan
guru.
3) Ketidak tepatan memulai dan mengakhiri pelajaran.
4) Penyimpangan, terutama yang berkaitan dengan disiplin diri.
5) Bertele-tele.
6) Pengulangan penjelasan yang tak diperlukan.

88
BAB 9
KETERAMPILAN MENGAJAR
KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN

A. Pengertian dan Tujuan


Mengajar kelompok kecil dan perorangan, terjadi dalam konteks pengajaran
klasikal. Di dalam kelas, seorang guru menghadapi banyak kelompok kecil serta
banyak siswa yang masing-masing diberi kesempatan belajar secara kelompok
maupun perorangan.
Hakikat tatap muka antara guru dengan kelompok kecil ini merupakan hakikat
pembelajaran kelompok kecil yang ditandai dengan: (1) terjadinya hubungan antar
pribadi yang sehat dan akrab, (2) siswa dapat kesempatan belajar sesuai dengan
kesempatan, cara, kemampuan, dan minat sendiri, (3) siswa dapat bantuan dari guru
sesuai kebutuhan, (4) siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai.
Penguasaan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan
memungkinkan guru mengelola kegiatan jenis ini secara efektif dan efisien serta
memainkan perannya sebagai:
1) Organisator kegiatan belajar mengajar.
2) Sumber informasi bagi siswa.
3) Pendorong bagi siswa untuk belajar.
4) Penyedia materi dan kesempatan belajar bagi siswa.
5) Pendiagnosa dan pemberi bantuan kepada siswa sesuai dengan kebutuhannya.
6) Peserta kegiatan yang punya hak dan kewajiban seperti peserta lainnya.

B. Komponen Keterampilan
Pengajaran kelompok kecil dan perorangan masing-masing memerlukan keterampilan
yang berkaitan dengan penanganan siswa dan penanganan tugas. Ada empat
kelompok keterampilan yang perlu dikuasai oleh guru dalam kaitan hal ini, yaitu:
1) Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, yang dapat ditunjukkan
dengan cara:
a) Kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan siswa.

89
b) Mendengarkan secara simpatik gagasan yang dikemukakan siswa.
c) Memberikan respon positif terhadap gagasan siswa.
d) Membangun hubungan saling mempercayai.
e) Menunjukkan kesiapan untuk membantu siswa tanpa kecenderungan
mendominasi.
f) Menerima perasaan siswa dengan penuh pengertian dan keterbukaan.
g) Mengendalikan situasi agar siswa merasa aman.

2) Keterampilan mengorganisasikan, yang ditampilkan dengan cara:


a) Memberi orientasi umum.
b) Memvariasikan kegiatan.
c) Membentuk kelompok yang tepat.
d) Mengkoordinasikan kegiatan.
e) Membagi-bagi perhatian dalam berbagai tugas.
f) Mengakhiri dengan kulminasi berupa laporan atau kesepakatan.

3) Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar, yang dapat ditampilkan


dalam bentuk:
a) Memberi pentuatan yang sesuai.
b) Mengembangkan supervisi proses awal yang mencakup sikap tanggap
terhadap keadaan siswa
d) Mengadakan supervisi proses lanjut, yang berupa bantuan yang diberikan secara
selektif, berupa, pelajaran tambahan, melibatkan diri sebagai peserta diskusi,
memimpin diskusi, jika perlu, bertindak sebagai katalisator, mengadakan supervisi
pemaduan, dengan cara mendekati setiap kelompok/ perorangan agar mereka siap
untuk mengikuti kegiatan akhir.

4) Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang


meliputi hal-hal berikut:
a) Menetapkan tujuan pelajaran.
b) Merencanakan kegiatan belajar.
c) Berperan sebagai penasihat.

90
d) Membantu siswa menilai kemajuan sendiri.

C. Prinsip Penggunaan
Beberapa prinsip pembelajaran kelompok kecil antar lain:
1) Variasi pengorganisasian kelas besar, kelompok, perorangan disesuaikan dengan
tujuan yang hendak dicapai, kemampuan siswa, ketersediaan fasilitas, waktu,
serta kemampuan guru.
2) Tidak semua topik dipelajari secara efektif dalam kelompok kecil dan
perorangan. Informasi umum sebaiknya disampaikan secara klasikal.
3) Pengajaran kelompok kecil yang efektif selalu diakhiri dengan suatu kulminasi
berupa rangkuman, pemantapan, kesepakatan, laporan, dan sebagainya.
4) Guru perlu mengenal siswa secara perorangan (individual) agar dapat mengatur
kondisi belajar dengan tepat.
5) Dalam kegiatan belajar perorangan, siswa dapat bekerja secara bebas dengan
bahan yang disiapkan.

91
BAB 10
KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN MUSIK

A. Beberapa Tokoh Pendidikan Musik dan Konsep-konsep Pembelajarannya


Dalam pembelajaran musik di sekolah selalu melibatkan siswa, guru, materi,
sistem, lingkungan, tujuan pembelajaran, dan lain-lain. Sehubungan dengan yang
melibatkan siswa, tujuan dan materi pelajaran ada hal yang tidak bisa diabaikan. Hal
ini untuk menguatkan prinsip bahwa pembelajaran musik haruslah memiliki makna
bagi siswa, memiliki tujuan yang jelas baik secara instruksional maupun yang lebih
luas yaitu tujuan institusional sampai pada tujuan nasional yaitu tujuan pendidikan
nasional.
Untuk mencapai tujuan yang tertinggi tersebut, misalnya, pembelajaran musik
harus memperhatikan karakter dan psikologi anak yang sedang belajar, hakikat
musik, dan bagimana seharusnya pembelajaran musik tersebut agar tujuan
pembelajarannya tercapai. Memperhatikan karakter anak yang sedang belajar dengan
jenis musik yang digunakan adalah juga hal penting agar pembelajarannya bermakna
bagi siswa. Sehingga dengan demikian, pembelajaran musik yang tidak terarah,
misalnya hanya berteori tanpa melibatkan hakikat musik itu sendiri, maka
pembelajaran musik itu tak berarti apa-apa bagi siswa.
Berikut adalah beberapa tokoh pendidikan musik yang telah memberikan
pemikiran tentang pendidikan musik serta konsep-konsep yang dibawa olehnya
sehubungan dengan musik dan pendidikan.

1. Emile Jaquas Dalcroze


E.J. Dalcroze adalah seorang tokoh dari keluarga bagsa Swiss yang lahir di
Wina pada tanggal 6 Juli 1865. Mula-mula ia belajar musik dari Bruckner, sesudah
itu di Paris dari Delibes dan Faure. Ketika Dalcroze menjadi pemimpin musik sebuah
teater di Aljazair, dia sangat tertarik kepada irama-rama musik populer Arab.
Penunjukannya sebagai staf pengajar konservatorium di Genewa pada tahun 1892
telah memberikan kemungkinan untuk memusatkan perhatiannya kepada masalah
irama ini.

92
Metode Dalcroze dibagi menjadi tiga dasar yaitu solfegio, improvisasi dan
euritmika. Metode ini berfokus pada memungkinkan pelajar mendapatkan kesadaran
fisik dan pengalaman musik melalui pelatihan semua indera.
Dia berpendapat bahwa tujuan pendidikan musik itu bukanlah untuk mencetak
pemain musik atau penyanyi dengan teknik yang tinggi melainkan untuk
mengembangkan rasa musik yang terdapat dalam diri manusia. Sesudah itu barula
keterampilan teknik ini ditingkatkan untuk mempertinggi mutu perasaan yang dapat
diungkapkan. Menurut Dalcroze, latihan-latihan harus diarahkan lebih banyak kepada
rasa, bukan kepada otak.

2. Zoltan Kodaly (1882- 1967)


Z. Kodaly adalah anak seorang pegawai kereta apai Hongaria yang gemar
akan musik. Bapaknya adalah seorang pemain biola yang baik, dan ibunya pemain
piano. Oeh sebab itu tidaklah heran kalau pada malam hari sering terdengar di
rumahnya ansambel musik yang dimainkan oleh keluarga mereka atau bersama-sama
dengan teman mereka.
Konsep yang diberikan oleh Kodaly adalah bahwa metode pembelajaran
musik harus memperhatikan pendengaran dalam. Artinya, siswa harus
membayangkan nada di dalam pikiran atau khayalannya. Hal ini bisa dicapai melalui
kegiatan bernyanyi. Menghafal atau mengingat melalui pendengar dalam akan
menjadikan siswa mampu mengingat nada-nada (solmisasi). Akhirnya mereka akan
mampu membaca maupun menulis dengan notasi yang benar. Mereka mampu
menuliskan notasi musik dari lagu-lagu yang sudah ia kenal.
Menurut Kodaly:
“Music is manifestation of the human spirit, similar to language. Its greatest
practitioners have covey things not possible to say in any other language. If we
do not want these things to remain dead treasures, we must do our utmost to
make the greatest possible number of people understand their idiom.”

Kodaly membuat instruksi untuk memberi kode dalam membunyikan nada-nada.


Cara ini dianggap memudahkan dalam mengingat solmisasi dalam pendengaran
dalam.

93
Gambar 4
3. Carl Orff
Carl Orff dilahirkan di Munich pada tanggal 10 Juli 1895. Ia belajar di
Akademi Musik kota itu kemudian menjadi pelatih dan konduktor di gedung-gedung
opera di sana. Metode Orff tidak lepas dari pendidikan musik yang dikembangkan
oleh Zoltan Kodaly karena banyak persamaannya. Keduanya adalah komponis yang
menaruh perhatian dan penuh gairah berusaha mengembangkan pendidikan musik di
tingkat permulaan sampai tingkat lanjutan.

Di samping menggunakan lagu-lagu rakyat, kedua tokoh tersebut menaruh perhatian


besar pada intonasi kalimat. Kemajuan besar pada kedua tokoh pendidikan musik ini
telah memengaruhi dan memberikan arah perkembangan pendidikan musik kepada
guru-guru musik hampir di seluruh dunia. Carl Orff memahami ajaran-ajaran tokoh
pendidikan musik dan tari yaitu Dalcroze dan Laban. Bersama siswa-siswa kedua
pelopor pendidikan ini didirikannya sebuah sekolah di Munich yang mengajarkan
senam tari dan musik kepada siswa-siswa.

Carl Orff tidak puas dengan penggunaan piano untuk pengiring untuk gerak-gerak
yang dilakukan. Dia lebih cenderung memberikan kesempatan kepada siswanya untuk
bermain secara improvisasi dengan alat musik yang disukainya yang mudah
diamainkannya. Orff merasa perlu menggunakan alat-alat musik perkusi Asia yang
banyak digunakan dalam orkes gamelan Indonesia. Dia meminta Karl Maendler

94
seorang ahli membuat piano danharpsikord untuk membuat alat-alat musik perkusi
yang dimaksud seperti silofon, glockenpiel, dan metalofon. Di samping itu digunakan
pula recorder, gitar, dan cello sebagai alat petik. Usaha Orff ini terhenti karena
perang, tetapi tahun 1948 kembali dengan siaran pendidikan melalui radio.

B. Pembelajaran Musik untuk Anak: Kajian Psikologi, Fungsi, Konsepsi

1. Psikologi Perkembangan Musik Anak

Secara bertahap anak mengenali musik seperti cara dia belajar bahasa ibunya.
Hal ini tak mengherankan karena setiap anak memiliki kemampuan musikal yang
telah dibuktikan oleh Garner dalam teori multipel intelegensinya. Sesuai dengan
tingkat perkembangan tubuhnya, maka kemampuan musikal anak pun berjalan
seiring. Begitu pula musik yang tepat yang berpengaruh positif bagi
perkembangannya. Sebaiknya diketahui oleh orang dewasa yang mendampinginya,
yakni guru dan orang tuanya.
Kemampuan musikal dimiliki oleh semua anak, seperti yang dikatakan Garner
bahwa manusia memiliki multiple intelegens di antaranya adalah musikal intelegen.
Bagaimana sebenarnya kemampuan yang dimiliki anak khususnya di usia 3 sampai 6
tahun? Beberapa tahun terakhir ini banyak penelitian yang telah dilakukan di
mancanegara. Berikut ini disajikan beberapa hasil penelitian tersebut yang diterbitkan
jurnal yang dikeluarkan oleh the National Assosiation for Music Education di
Amerika Serikat. Ada beberapa aspek dapat diukur dalam kemampuan musik anak
dia antaranya aspek ritmik, melodi, bernyanyi, dan literasi. Bagaiamana kemampuan
keempat aspek tersebut yang dimiliki anak usi tiga sampai 4 tahun, berikut
penjelasannya.

1.1 Kemampuan Ritmik


Pada anak usia 3-4 tahun
Dalam sepuluh kali perjumpaan di mana anak-anak diperkenalkan macro-beat dan
micro-beat, mereka dapat menunjukkan dengan benar (Blessedell (1991). Frega, A.L
(1979) menemukan bahwa ketika anak diberikan ketukan yang konstan dengan pola

95
irama yang sederhana, ternyata kemampuannya sangat beragam tergantung jenis
media yang digunakan anak. Media yang digunakan adalah:
(1) Dengan menggunakan bagian tubuhnya anak mampu menjaga konstanan
ketukan
(2) Ketika diminta bertepuk tangan membuat ketukan juga demikian, konstan.
(3) Dengan berjalan dengan ketukan yang tepat dan konstan akan mengalami
sedikit kesulitan untuk menjaga kekonstanan.
(4) Saat menggunaka tambur mereka masih mengalami kesulitan
(5) Anak akan mengalami kesulitan ketika membuat ketukan konstan dengan alat
bicara.

Kesimpulan dari hal di atas adalah bahwa perkembangan musik berhubunga dengan
perkembangan jasmani dan bahasa anak. Kemampuan bahasa yang mungkin terbatas
akan berpengaruh pula dengan perkembangan musikal anaknya.

Pada usia 4 tahun


(1) Dalam uji keterampilan yang sama yakni membuat ketukan konstan yang
sederhana pada umumnya anak usia dini dapat melakukannya. Numun, ketika,
mendemonstrasikan dengan melangkah akan mengalami kesulitan.
(2) Pada usia ini sudah dapat menirukan pola irama dengan menggunakan pola-pola
berbicara.
(3) Ketika disuruh menirukan pola irama sederhan dengan menggunakan isntrumen
(tambur atau tamborin yang dipukul dengan stik) anak sedikit mengalami
ksulitan.
(4) Begitu pula dengan meniru pola irama dengan menggunakantangan dan
menyanyikannya.
(5) Anak akan mengalami kesulitan membedakan antara kedua ketukan sederhana.
(6) Nak mengalami kesulitan dalam mengikuti pola irama dengan hentakan kaki.
(7) Pada usia ini anak belum mampu mendemonstrasikan ostinato.

96
Menurut Rainbow, E.L (1979)
(1) Pada usia ini anak mampu mengucapkan scara ritmis. Anak mampu menirukan
secara lisan kata-kata berdasarkan pola sederhan.
(2) Setelah menyuarakannya beberapa anak sudah dapat bertepuk tangan dengan
pola sederhana.
(3) Sulit menirukannya dengan tempo seperti tempo lagunya.
(4) Masih suliberbaris dan bertepuk tangan sesuai tempu lagunya.
(5) Memainkan irama dengan menggunakan instrumen musik pukul sudah mampu
melakukannya.
(6) Masih kesulitan memainkan ostinato.

Usia 5-6 tahun


Menurut Frega (1979) pada usia ini anak:
(1) Mampu bertepuk tangan dengan ketukan yang konstan dengan bagian tubuhnya
(2) Mampu, ketika menggunakan instrumen (glokenspiel,tamborin, dll) masih
mengalmi kesulitan terutama untuk nada-nada yang berbeda.
(3) Mampu menirukan pola irama dengan menggunakan pola bicara dan isntrumen
musik
(4) Mengalami kesulitanndengan pola bernyanyi dan dan menirukan secara vokal
irama sebuah lagu.
(5) Pada umunya mampu membedakan pola-pola irama secara visual.
(6) Emampuan bertepuk tangan dengan pola ostinato empat ketukan dengan atau
tanpa media lebih mudah dikuasai anak dari pada pola 3 ketuka.
(7) Aak mampu bertepuk tangan irama sebuah melodi lagu berdasarkan ingatannya.

Menurut Rainbow (1977) beberapa nomor ritmik sudah bisa dikuasai oleh anak usia
5-6 tahun ini. Tetapi, akan mengalami kesulitan jika sambil bertepuk tangan. Ini
menunjukan bahwa ritmik sudah bisa dipahami oleh anak tetapi mengalami kesulitan
ketika harus mendemonstrasikan melalui gerakan melangkah sambil bertepuk tangan.

97
2. Perkembangan Bernyanyi Anak
Pada tulisan ini hanya akan dipaparkan pada usia 5-6 tahun. Pada usia 5 -6 tahun
berdasarkan penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Bila diperkenalkan melodi dengan pitch bervariasi mereka akan mampu
membedakannya dan sebagian mereka mampu menyamakan sesuai dengan pitch
yang ada pada lagu itu.
(2) Tidak ada perbedaan signifikan antara yang diiringi dengan piano maupun tidak
diiringi piano.
(3) Anak-anak mampu menyanyi dengan tepat jika mengganti teks dengan “la la la”
dari pada bernyanyi individu dengan teks. Artinya mereka mampu bernyanyi
sendiri dari pada dengan kelompok.
(4) Anak perempuan bernyanyi lebih akurat daripada laki-laki.
(5) Anak-anak perempuan bernyanyi lebih akurat dalam kelompok dibanding laki-
laki.
(6) Bila bernyanyi dengan nada rendah akan mengalami kesulitan.
(7) Anak mernyanyi lebih akurat dengan ritmik daripada pitch nada lagunya.
(8) Dengan rangsangan musik anak-anak dapat mensinkronkan pitch, pola tonal dan
pola ritmik.
(9) Pada usia ini mampu mengkombinasikan secara spontan dan ini secara mental
sudah siap menyanyikan suara musiknya.
(10) Anak-anak sudah menyadari adanya hubungan-hubungan antara bunyi-bunyi
nada dalam musik.
(11) Mampu menunjukkan kemampuan menangkap pitch, bila kepadanya diberikan
suatu nada lalu diminta untukmenirukannya.
(12) Anak usia ini masih bingung jika disuruh bernyanyi dengan register berbeda
(suara kepala atau suara dada).
(13) Anak masih sulit melakukan kontrol suaranya sendiri ketika dia bernyanyi.

C. Prinsip Pembelajaran Musik


Jika diperhatikan perkembangan musik anak seperti di atas maka jelas kita harus
memperhatika faktor usia dalam pembelajaran musiknya. Faktor usia sangat

98
mempengaruhi kemampuan bernyanyi atau bermusik karena berhubungan dengan
faktor fisiologi maupun psikologi anak. Anak tidak akan mampu bernyanyi dengan
vokal yang jelas maupun dengan kecepatan tertentu karena kemampuan fisik mereka
belum mencukupi misalnya pada usia 3 sampai 4 tahun. Tetapi sebaliknya pada usia 5
sampai 6 tahun akan mampu bernyanyi dengan nada maupun teks yang jelas karena
secara fisiologi sudah mendukung.
Di samping hal tersebut di atas ada beberapa prinsip yang berhubungan dengan
pembelajaran musik. Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran musik.

1. Menyenangkan
Musik adalah bunyi dan bunyi itu berasal dari suara alat musik atau suara vokal
manusia. Bunyi instrumen musik maupun suara manusia adalah berisi nada-nada
dengan tinggi rendah tertentu yang menimbulkan keindahan. Agar pembelajarannya
berhasil maka harus dilakukan dengan prinsip musik itu sendiri bahwa pembelajaran
musik harus menimbuklkan rasa senang saat pembelajaran. Pembelajaran musik harus
berkutat pada bunyi musik itu sendiri. Menurut Jamalus (1988), pengajaran musik
adalah pengajaran tentang bunyi. Apapun yang dibahasa dalam suatau pengajaran
musik haruslah bertitik tolak pada bunyi itu sendiri.

Umumnya proses pembelajaran musik anak adalah mengandung unsur permainan


sebagai mana psikologi anak yang masih suka bermain. Mermain sampil bergerak,
bertepuk tangan atau sampil memukul-mukul alat musik perkusi adalah contoh
kegiatan bermusik yang mengandung unsur permainan. Oleh karena itu, guru harus
memperhatikan bahwa pembelajaran musik ini harus menimbulkan suasana
menyenangkan bagi anak. Dan, ini sangat membantu perkembangan pisik maupun
mental anak-anak.

2. Antusiasme
Pembelajaran musik yang menyenangkan akan menimbulkan antusiasme anak-anak.
Untuk bisa menimbulkan keantusiasan ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

99
(1) Memilih lagu atau materi yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi anak,
dan kemampuan musikal.
(2) Memilih media yang sesuai dengan materi pembelajaran.
(3) Variasi pembelajaran yang digunakan guru.
(4) Lingkungan menimbulkan kenyaman.

3. Belajar sambil bermain


Seperti disebutkan di atas, anak-anak di usia tertentu adalah masih senang bermain.
Oleh karena itu pembelajarannya pun mestinya dalam suasana bermain. Apalagi yang
diajarkan adalah musik yang cara pembelajarannya memang dalam nuansa bermain,
yaitu bermain musik. Suara musik adalah bunyi-bunyi yang indah yang tidak bisa
diajarkan yang hanya denganh cara logika tetapi lebih menekankan pada rasa. Rasa
sangat berhubungan dengan suasana senang maupun tidak senang. Jika cara
pembelarannya dengan suasana tidak menyenangkan maka yang dihasilkannya adalah
musik yang tidak memiliki rasa atau hampa dan musik yang dihasilkannya juga tidak
akan terasa indah sebagai mana ciri musik yang seharusnya indah.

Pembelajaran musik harus dilakukan dengan aktif. Belajar sambil bermain adalah
jargon yang saat ini masih dianut ahli pendidikan yang dianggap cocok bagi anak-
anak. Jargon ini lebih dikenal dengan istilah learning by doing. Regelsky (1981)
menyebutnya pembelajaran yang dilakukan sambil melakukan aktivitas ini dengan
istilah action learning. Dalam konteks ini siswa belajar melalui keterlibatan secara
aktif dalam menyerap informasi yang disampaikan oleh guru. Keterlibatan siswa
dengan musik bisa hanya secara mental atau bahkan secara fisik. Melalui pendekatan
ini siswa secara induktif akan memandu siswa dalam memahami konsep secara luas
tentang berbagai unsur musik seperti irama, pitch, bentuk, dan lain-lain yang akan
memberikan dasar bagi perbaikan dan pengembangan keterampilan selanjutnya
(Regelski, 1981:11).

Berhubungan dengan pembelajaran yang dilakukan dengan beraktivitas ini, Jamalus


(1988:2) menyebutnya dengan pendekatan pembelajaran musik melalui
pengalaman musik. Jamalus menekankan dalam pendekatan ini bahwa pembelajaran
seni musik di sekolah harus dilakukan melalui pengalaman musik. Artinya, setiap

100
bentuk pembelajaran musik sebagai upaya untuk mencapai kompetensi dasar yang
ditentukan baik dalam kompetensi berapresiasi, berekspresi, dan berkreasi harus
dilakukan melalui kegiatan terpadu dengan memasukkan kegiatan musik sebagai
salah satu komponenya. Aktivitas musikal tersebut dapat berupa kegiatan
mendengarkan musik, bergerak mengikuti irama muik, bernyanyi, membaca notasi
musik, bermain alat musik, dan mencipta musik. Melalui aktivitas musikal, siswa
akan memperoleh kesempatan mengalami dan menghayati unsur-unsur musik dalam
lagu atau musik yang dipelajari sehingga memberikan pemahaman dan merasakan
sehingga pembelajarnnya bermakna bagi siswa.

E. Penilaian Pembelajaran Musik


Penilai kemajuan pembelajaran musik menurut Jamalus (1988) dapat dilihat pada
tingkah laku siswa sebgai hasil belajar. Masalah yang khas dalam menilai hasil
belajar musik itu adalah bahwa kita harus mengamati beberapa segi tingkah laku
sekaligus adlam tingkah laku yang terpadu. Untuk menilai anak yang disuruh
menyantyikan sebuah lagu yang sudah dipelajari maka banyak hal yang harus diamati
dalam waktu bersamaan. Walaupun demikian kita harus menganggap masing-masing
segi tingkah laku itu terpisah dan mengagamatinya satu persati, misalnya: (1) mutu
suara; (2) kemurnian suara; (3) ketepatan nada; (4) kesesuain gerak; (5) untuk
interpretasi dan sebagainya.

Betapa pun demikin dalam menilai hal yang diperhatikan adalah tujuan pembeljaran
dalam pokok bahasan yang telah ditetapkan dalam perencanaannya. Berikut adalah
hal penting dalam penilai sesuai dengan kurikulum 2013 terutama dalam mata
pelajaran seni budaya. Berikut adalah beberapa pembahasan berhubungan dengan
penilai yang berkaitan dengan kurikulum Seni Budaya 2013.

1. Srategi Dasar Penilaian Seni Budaya


Standar penilaian tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia No. 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan.
Standar Penilaian bertujuan untuk menjamin:

101
a. Perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai
berdasarkan prinsip-prinsip penilaian;
b. Pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif,
efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan
c. Pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif.

Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan


informasi yang diperoleh melalui pengukuran, baik menggunakan instrumen tes
maupun non-tes. Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup; penilaian
otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat
kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.

Dalam penilaian kurikulum 2013 memiliki cakupan beberapa ketentuan sesuai


dengan rumusan kompetensi inti (KI) yaitu:
a) KI-1: kompetensi inti sikap spiritual.
b) KI-2: kompetensi inti sikap sosial.
c) KI-3: kompetensi inti pengetahuan.
d) KI-4: kompetensi inti keterampilan.

Sedangkan untuk setiap materi pokok tertentu terdapat rumusan KD untuk setiap
aspek KI. Dengan demikian terdapat 4 KD materi pokok sebagai berikut:
1) KD pada KI-1: aspek sikap spiritual (untuk mata pelajaran tertentu bersifat
generik, artinya berlaku untuk seluruh materi pokok).
2) KD pada KI-2: aspek sikap sosial (untuk matapelajaran tertentu bersifat relatif
generik, namun beberapa materi pokok tertentu ada KD pada KI-3 yang berbeda
dengan KD lain pada KI-2).
3) KD pada KI-3: aspek pengetahuan.
4) KD pada KI-4: aspek keterampilan.

2. Bentuk dan Teknik Penilaian pada Mata Pelajaran Seni Budaya


Penggunaan teknik penilaian hasil Belajar Seni Budaya dapat beberapa cara dalam

102
penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam Sistem Penilaian
Kelas sebagai berikut:
a. Penilaian Kompetensi Sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,
penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen
yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik.

1. Observasi
Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan
dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati.

Lembar observasi dapat disusun guru sesuai dengan KD dan aspek seni yang
dipelajari, sehingga penilaian dalam bentuk observasi ini dapat melengkapi penilaian
lainnya, agar perilaku peserta didik dapat lebih diamati dengan baik. Pada
pembelajaran Seni Budaya lembar observasi biasanya berupa pengamatan dalam
kegiatan mengeksplorasi dan berkreasi seni. Contoh:

Lembar pengamatan peserta didik dalam untuk kegiatan menirukan gerak tari tradisi.

No. Nama Peserta didik Peilaku yang diamati


Terbuka Kerajinan Keaktifan Kedisiplinan
1.
2.
3.
4.

2. Penilaian Diri

103
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. Instrumen
penilaian diri dibuat guru sesuai dengan KD dan indikator yang ingin dicapai,
khususnya pada kemampuan mengapresiasi dan berkreasi seni. Berdasarkan penilaian
diri, maka guru akan memberikan perbaikan pembelajaran terhadap peningkatan
kompetensi melalui remedial, sedangkan untuk peserta didik yang memiliki
kompetensi unggul maka guru dapat memberikan pengayaan. Penilaian diri
memerlukan kejujuran dari peserta didik, untuk itu harus dilengkapi dengan penilaian
antarpeserta didik.
Pada mata pelajaran Seni Budaya indikator kreativitas, mandiri dan bertanggung
jawab menjadi tujuan. Kreatifitas merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki dalam berkesenian, demikian pula kemandirian. Rasa tanggung jawab
menjadi warga negara yang baik dapat direfleksikan melalui pemahaman terhadap
berkehidupan bernegara seperti menghormati keberagaman budaya antar etnis,
Sehingga mempunyai rasa memiliki terhadap budayanya sendiri dan menghargai
budaya orang lain.

3. Penilaian Antar Peserta Didik


Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen
yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik. Instrumen ini membantu
dalam memberikan informasi ketika peserta didik melakukan penilaian diri.

4) Jurnal
Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku.

b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan


Pendidik dapat menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan
penugasan.

104
1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan
secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas. Instrumen
penugasan sering digunakan pada mata pelajaran Seni Budaya, khususnya pada
komptensi yang menekankan kepada apresiasi seni.

c. Penilaian Kompetensi Keterampilan


Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian
yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan
berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1) Tes Praktik
Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan
suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Tes praktik sangat
umum digunakan untuk mengukur kompetensi keterampilan dalam mengekspresikan
dan berkarya seni.
Contoh:
Kemampuan mengekspresikan tari kreasi gaya tradisi yang dapat diidentifikasi
melalui dimensi-dimensi dari variabel kemampuan menari, sehingga indikator-
indikator yang harus dicapai dapat dirumuskan sesuai dengan tujuan pencapain hasil
belajar menari tersebut.

Skor Bobot
Aspek Komponen
1 2 3 4
Gerak 1. Melakukan teknik gerak
2. Melakukan gerak penghubung
50%
3. Kelancaran melakukan gerak dari awal
hingga akhir

Jumlah
Irama 4. Kesesuain gerak dengan irama
5. Kesesuaian gerak dengan ritme
30%
6. Ketepatan gerak dengan
Hitungan

105
Jumlah
Eskpresi 7. Ekspresi gerak
8. Harmonisasi gerak
20%
9. Keserasian antara gerak dengan ekspresi
wajah (karakter)
Jumlah
Jumlah Keseluruhan

Keterangan Kriteria Penilaian (Rubrik)

No.
Skor dan Kriteria Penilaian
Butir
4
peserta didik mampu melakukan pengembangan teknik gerak berdasarkan
tari tradisi
3
peserta didik mampu melakukan pengembangan teknik gerak tetapi tidak
berdasarkan tari tradisi
1
2
peserta didik kurang mampu melakukan pengembangan teknik gerak
berdasarkan tari tradisi
1
Peserta didik tidak mampu melakukan pengembangan teknik gerak
berdasarkan tari tradisi
4 Peserta didik mampu melakukan gerak penghubung dengan baik
3 Peserta didik mampu melakukan gerak penghubung tetapi kurang jelas
2
dalam melakukannya
2 Peserta didik mampu melakukan gerak penguhubung tetapi tidak dapat
melakukannya dengan baik
1 Peserta didik tidak mampu melakukannya gerak penghubung
4 peserta didik mampu menarikan dengan lancar gerak dari awal sampai
akhir
3 Peserta didik mampu menarikan dengan kurang lancar gerak dari awal
3 sampai akhir
2 Peserta didik mampu menarikan dengan tidak lancar gerak dari awal
sampai akhir
1 Peserta didik tidak mampu menarikan gerak dari awal sampai akhir
4 Peserta didik mampu menari sesuai dengan irama
3 Peserta didik mampu menari kurang sesuai dengan irama
4
2 Peserta didik mampu menari tidak sesuai dengan irama
1 Peserta didik mampu menari sangat tidak sesuai dengan irama
4 Peserta didik mampu menari sesuai dengan ritme
3 Peserta didik mampu menari kurang sesuai dengan ritme
5
2 Peserta didik mampu menari tidak sesuai dengan ritme
1 Peserta didik mampu menari sangat tidak sesuai dengan ritme
4 Peserta didik mampu menari sesuai dengan hitungan gerak
3 Peserta didik mampu menari, tetapi kurang sesuai dengan hitungan gerak
6
2 Peserta didik mampu menari, tetapi tidak sesuai dengan hitungan gerak
1 Peserta didik tidak mampu menari dan tidak sesuai dengan hitungan gerak

106
No.
Skor dan Kriteria Penilaian
Butir
4 Peserta didik mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
Peserta didik kurang mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema
3
tari
7
Peserta didik mampu mengekspresikan gerak, namun kurang sesuai dengan
2
tema tari
1 Peserta didik tidak mampu mengekspresikan gerak sesuai dengan tema tari
4 peserta didik mampu menari dengan harmonis
3 peserta didik kurang mampu menari dengan harmonis
8
2 peserta didik mampu menari tidak memperhatikan harmonis
1 peserta didik tidak mampu menari dengan harmonis

No.
Skor dan Kriteria Penilaian
Butir
Peserta didik mampu menari dengan serasi antara gerak dengan ekspresi
4
wajah (karakter)
3
Peserta didik mampu menari tanpa memperhatikan keserasian antara gerak
dengan ekspresi wajah (karakter)
9 Peserta didik kurang mampu menari dengan serasi antara gerak dengan
2
ekspresi wajah (karakter)
Peserta didik tidak mampu menari dengan serasi antara gerak dengan
1 ekspresi wajah (karakter)

2) Penilaian Projek
Penilaian projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu
tertentu. Penilaian projek dalam pembelajaran Seni Budaya dapat dilakukan guru
pada kegiatan pameran atau pergelaran seni, selain itu juga dapat dalam bentuk
membuat laporan, ulasan atau kritik seni yang dipresentasikan peserta didik. Pada
penilaian projek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a. Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola
waktu pengumpulan data serta penulisan laporan. b. Relevansi

Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan,


pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran. c. Keaslian

107
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek
peserta didik. Penilaian Projek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan
sampai dengan akhir projek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan
yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale dan
checklist.
3) Penilaian produk
Penilaian Produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu
produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat
produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni
(patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan
logam. Pengembangan produk meliputi tiga tahap dan setiap tahap perlu diadakan
penilaian yaitu:
a. Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
b. Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik
dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
c. Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
a. Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan
pada tahap appraisal.
b. Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap
semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

Contoh:
Penilaian produk untuk materi Seni Rupa dilakukan terhadap tiga aspek yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian psikomotorik mendapatkan porsi lebih
besar dibandingkan dengan kognitf dan afektif. Di bawah ini adalah contoh penilaian
terhadap hasil karya peserta didik.

108
Skor
No. Aspek Penilaian
1 2 3 4
A. MELUKIS
1. Ide/gagasan
2. Komposisi
3. Kreativitas
4. Kerapihan dan kebersihan

4) Penilaian Portofolio
Penilaian potofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan
seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif
untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik
dalam kurun waktu tertentu. Penilaian portofolio diberikan agar karya peserta didik
didokumentasikan dengan baik sebagai pendukung dalam kemampuan menilai
kemampuan diri. Portofolio dalam mata pelajaran Seni Budaya dapat berupa
kumpulan hasil karya Seni Rupa atau karya-karya seni dalam bentuk VCD dan
deskripsi karya seni.
3. Pelaksanaan Penilaian dan Pelaporan Hasil Belajar
Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik Penilaian hasil belajar oleh
pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses
dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas
pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
a. Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat
rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria
penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai dengan indikator dan
mengembangkan instrumen serta pedoman penyekoran sesuai dengan teknik
penilaian yang dipilih.
b. Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran dan
diakhiri dengan tes dan/atau nontes. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan
teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai dengan kondisi
dan tingkat kemampuan peserta didik.

109
c. Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada
indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang diintegrasikan dalam
tema tersebut.
d. Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui kemajuan
dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai balikan
(feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada
pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran.
e. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
1) Nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi
pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-
terpadu.
2) Deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial.
f. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala
sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru Bimbingan
dan Konseling, dan orang tua/wali) pada periode yang ditentukan.
g. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik
selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi
kompetensi oleh wali kelas/guru.

Penilaian setiap mata pelajaran meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi


keterampilan, dan kompetensi sikap. Kompetensi pengetahuan dan kompetensi
keterampilan menggunakan skala 1–4 (kelipatan 0.33), sedangkan kompetensi sikap
menggunakan skala Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K), yang
dapat dikonversi ke dalam Predikat A - D seperti pada Tabel 5 di bawah ini.
Konversi Kompetensi Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap

PREDIKAT NILAI KOMPETENSI


Pengetahuan Keterampilan Sikap
A 4 4
SB
A- 3.66 3.66
B+ 3.33 3.33
B 3,00 3,00
B
B- 2.66 2.66
C+ 2.33 2.33
C 2,00 2,00 C

110
C- 1.66 1.66
D+ 1.33 1.33
K
D 1,00 1,00

2. Ketuntasan minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada kompetensi


pengetahuan dan kompetensi keterampilan yaitu 2.66 (B-).
3. Pencapaian minimal untuk kompetensi sikap adalah B.

Untuk kompetensi yang belum tuntas, kompetensi tersebut dituntaskan melalui


pembelajaran remedial sebelum melanjutkan pada kompetensi berikutnya.Untuk mata
pelajaran yang belum tuntas pada semester berjalan, dituntaskan melalui
pembelajaran remedial sebelum memasuki semester berikutnya.

111
BAB 11
METODE DAN PEN DEKATAN PEMBELAJARAN
MUSIK BERDASAR KURIK ULUM 2013

A. Pendekatan Saintifik dalam Kurikulum 2013


1. Esensi Pendekatan Ilmiah
Pembelajaran merupa kan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 20 13 mengamanatkan
esensi pendekatan ilm iah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian
emas perkemba ngan dan pengembangan sikap, keterampilan , dan pengetahuan
peserta didik. D alam pendekatan
atau proses kerja yang memenuhi
kriteria ilmiah, p ara ilmuwan lebih
mengedepankan penalaran induktif
(inductive reaso ning) ketimbang
penalaran ded uktif (deductive
reasoning). Pe nalaran deduktif
melihat fenomen a umum untuk
kemudian menari k simpulan yang
spesifik. Sebaliknya, penalaran
induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk k emudian menarik
simpulan secara kesel uruhan. Sejatinya, penalaran induktif menem patkan bukti-
bukti spesifik ke dalam rela si idea yang lebih luas. Metode ilmiah umum nya
menempatkan fenomena unik deng an kajian spesifik dan detail untuk kemu dian
merumuskan simpulan umum.

Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas feno mena atau gejala,
memperoleh pengeta huan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan
sebelumnya. Untuk da pat disebut ilmiah, metode pencarian (metho d of inquiry)
harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, em piris, dan
terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah
umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ek
perimen, kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis.

112
A. Pendekatan Ilmiah dan Non-ilmiah dalam Pembelajaran
Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan
dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada
pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah lima
belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada
pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih
dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70
persen.

Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah.


Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan,
pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses
pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau
kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti
berikut ini.

1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik
terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi
pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
substansi atau materi pembelajaran.

113
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik


sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non-ilmiah.
Pendekatan non-ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal
sehat, prangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.
1. Intuisi
Intuisi sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat
irasional dan individual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang
dimiliki oleh seseorang atas dasar pengalaman dan kecakapannya. Istilah ini sering
juga dipahami sebagai penilaian terhadap sikap, pengetahuan, dan keterampilan
secara cepat dan berjalan dengan sendirinya. Kemampuan intuitif itu biasanya didapat
secara cepat tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari. Namun demikian,
intuisi sama sekali menafikan dimensi alur pikir yang sistemik dan sistematik.

2. Akal sehat
Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran,
karena memang hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika guru dan peserta didik hanya semata-
mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkanmereka dalam proses dan
pencapaian tujuan pembelajaran.

3. Prasangka
Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal
sehat (comon sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan orang (guru, peserta
didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat
didompleng kepentingan pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal khusus
menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan akal sehat berubah
menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu
memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi prasangka
buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan
peserta didik.

114
4. Penemuan coba-c oba
Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang
bermakna. Namun de mikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan
cara coba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki k epastian, dan tidak
bersistematika baku. T entu saja, tindakan coba-coba itu ada manf aatnya dan bernilai
kreatifitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-coba ini akan dilakukan, harus
diserta dengan pencat atan atas setiap tindakan, sampai dengan me nemukan
kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba meraba-raba tombol-
tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer laptop itu menyala.
Peserta didik pun melihat lam bang tombol yang menyebabkan komputer laptop itu
menyala dan mengulangi lagi tindakannya, hingga dia sampai pada kepastian jawaban
atas tombol dengan lambang seperti apa yang bisa memastikan bahw a komputer
laptop itu bisa menyala.

5. Berpikir kritis
Kamampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya m ereka yang
normal hingga jenius. Secar a akademik diyakini bahwa pemikiran kr itis itu
umumnya dimiliki oleh orang yang bependidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya
pemikirannya diperca ya benar oleh banyak orang. Tentu saja hasi l pemikirannya itu
tidak semuanya bena r, karena bukan berdasarkan hasil esperim en yang valid dan
reliabel, karena penda patnya itu hanya didasari atas pikiran yang logis semata.

B. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah


Proses pembelajaran p ada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP d an SMA atau yang
sederajat dilaksanak an menggunakan
pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran
menyentuh tiga ranah, yaitu sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Dalam
proses pembelajaran b erbasis pendekatan
ilmiah, ranah sikap me nggamit

115
transformasi substans i atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah
keterampilan mengga mit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu
bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didi k “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseim-bangan antara
kemam puan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecaka pan dan pengetahuan untuk hidup secara laya k (hard skills) dari peserta didik
yang melliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kurikulum 2013 men ekankan pada dimensi pedagogik modern da lam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran s ebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajika n, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.
Untuk mata pelajaran , materi, atau situasi tertentu, sangat muungkin pendekatan
ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini,
tentu saja proses pe mbelajaran harus tetap menerapkan nilai-n ilai atau sifat-sifat
ilmiah dan menghind ari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah
pembelajaran disajika n berikut ini.

1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembela jaran (meaningfull
learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menya jikan media obyek
secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu
saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu

116
persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak
terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik.
Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode
observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang
dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah
seperti berikut ini.
a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi.
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi.
c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun
sekunder.
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi.
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat
tulis lainnya.

Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta


didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan
peserta didik dalam observasi tersebut.
a. Observasi biasa (common observation)
Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan
subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini peserta
didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang
diamati.
b. Observasi terkendali (controlled observation)
Seperti halnya observasi biasa, padaobservasi terkendali untuk kepentingan
pembelajaran, peserta didiksama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek,
atau situasi yang diamati.Merepa juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi

117
biasa, pada observasi terkendalipelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada
ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi
terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek
yang diobservasi.
c. Observasi partisipatif (participant observation)
Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan
pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim
dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini
mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang
diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan
ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau
komunitas tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau
dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan
mereka.

Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua
cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan
observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.
a. Observasi berstruktur
Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek,
objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan
oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru.
b. Observasi tidak berstruktur
Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak
ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus diobservasi oleh
peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau
mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang
diobservasi.

Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru
melengkapi diri dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape
recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau

118
kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara
audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi,
dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal
(anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar
cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor-
faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau
fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh
peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh
subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikalberupa alat mekanik yang dapat
dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan
oleh subjek atau objek yang diobservasi. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh
guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini.
a. Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk
kepentingan pembelajaran.
b. Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi
yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogensubjek, objek, atau situasi yang
diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi
dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara
dan prosedur pengamatan.
c. Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan
sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar
dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia
mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan


dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu
dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan,

119
asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya:
Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri
kalimat efektif.
c. Fungsi bertanya
▪ Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu
tema atau topik pembelajaran.
▪ Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
▪ Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan
untuk mencari solusinya.
▪ Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi
pembelajaran yang diberikan.
▪ Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
▪ Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
▪ Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau
gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam
hidup berkelompok.
▪ Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
▪ Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati
satu sama lain.
d. Kriteria pertanyaan yang baik
▪ Singkat dan jelas
Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang?
(2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus

120
narkotika dan obat-obatan terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih
jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.
▪ Menginspirasi jawaban
Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada
bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat
kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba
jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal
membangun kerukunan umat beragama? Dua kalimat yang mengawali pertanyaan
di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi jawaban
peserta menjawab pertanyaan.
▪ Memiliki focus
Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan? Untuk
pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta
memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga kelima misalnya
menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha, kelangkaan
sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif
jawaban lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban.
Pertanyaan yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa
kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan
jawabannya kepada peserta didik secara perorangan.
▪ Bersifat probing atau divergen
Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah peserta didik
harus rajin belajar?(2) Mengapa peserta didik yang sangat malas belajar
cenderung menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh peserta
didik dengan Ya atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban
yang bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki
bobot kebenaran yang sama.
▪ Bersifat validatif atau penguatan
Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik yang
berbeda untuk menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu
dimaksudkan untuk memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban peserta

121
didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan jawaban
yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta mereka
memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan.
Contoh:
Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”
Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang malas
tidak produktif.”
Guru : “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu
terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
dan seterusnya.
▪ Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang
Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang
cukup untuk memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata.
Karena itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa
saat sebelum meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan
itu.

Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada peserta didik yang bisa menjawah
dengan baik, sangat dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa
faktor picu utama Belanda menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda
menjajah Indonesia? Jika dengan pertanyaan pertama guru belum memperoleh
jawaban yang memuaskan, ada baiknya dia mengubah pertanyaan seperti
pertanyaan kedua.
▪ Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif
Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat
kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban
dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat
fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi,

122
seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci
pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.

▪ Merangsang proses interaksi


Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana
menyenangkan pada diri peserta didik.Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan
pertanyaan, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan
jawabannya. Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa
orang peserta didik diminta menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pola
bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana pemantul.
e. Tingkatan Pertanyaan
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan
jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan,
sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai
dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang
menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi
disajikan berikut ini.

Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan


Kognitif yang lebih Pengetahuan (knowledge) ▪ Apa...
rendah ▪ Siapa...
▪ Kapan...
▪ Di mana...
▪ Sebutkan...
▪ Jodohkan atau pasangkan...
▪ Persamaan kata...
▪ Golongkan...
▪ Berilah nama...
▪ Dll.
Pemahaman ▪ Terangkahlah...
(comprehension) ▪ Bedakanlah...
▪ Terjemahkanlah...
▪ Simpulkan...
▪ Bandingkan...
▪ Ubahlah...
▪ Berikanlah interpretasi...

123
Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan

Penerapan (application) ▪ Gunakanlah...


▪ Tunjukkanlah...
▪ Buatlah...
▪ Demonstrasikanlah...
▪ Carilah hubungan...
▪ Tulislah contoh...
▪ Siapkanlah...
▪ Klasifikasikanlah...
Kognitif yang lebih Analisis (analysis) ▪ Analisislah...
tinggi ▪ Kemukakan bukti-bukti…
▪ Mengapa…
▪ Identifikasikan…
▪ Tunjukkanlah sebabnya…
▪ Berilah alasan-alasan…
Evaluasi (evaluation) ▪ Berilah pendapat…
▪ Alternatif mana yang lebih baik…
▪ Setujukah anda…
▪ Kritiklah…
▪ Berilah alasan…
▪ Nilailah…
▪ Bandingkan…
Bedakanlah…

▪ Aturlah..
Membuat (mencipta)
▪ Buatlah...
▪ Ciptakanlah
▪ Susunlah...
▪ Kategorikanlah...
▪ Padukanlah...
▪ Konstruksilah...
▪ Buatlah abstrak..
▪ Buatlah rancangan..

3. Menalar
a. Esensi Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah


yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta
didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi
peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang

124
logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh
simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah,
meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.

Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan


terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran.
Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum
2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan
mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk
kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-
peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa
lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan
berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal
sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada
koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara
pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.

Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif
jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu
dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan kerdasarkan
hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi,
prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang
juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses
pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan
atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa
hukum dalam proses pembelajaran.

▪ Hukum efek (The Law of Effect)


Intensitas hubungan antara stimulus (S) dan respon (R) selama proses pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari hubungan yang terjadi. Jika akibat dari
hubungan S-R itu dirasa menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan mengalami
penguatan. Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa tidak menyenangkan, maka
perilaku peserta didik akan melemah. Menurut Thorndike, efek dari reward (akibat

125
yang menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta didik
dibandingkan efek punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam
memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan perilaku
peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau menghilangkan
perilakunya.
▪ Hukum latihan (The Law of Exercise)
Awalnya hukum ini terdiri dari duajenis, yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut
oleh Thorndike. Karena dia menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat
atau membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R akan
semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu
hubungan antara S-R akan semakin melemah jika tidak dilatih atau dilakukan
berulang-ulang.Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan
penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi
yang terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya.
▪ Hukum kesiapan (The Law of Readiness)
Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau
tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya.
Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap
dan belajar dilakukan, maka merekaakan merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik
dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan merasa
tidak puas bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike
kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau
pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran
dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam
probabilitas perilaku itu akan diulangi.

Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik
makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam
menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R adalah:

▪ Kesiapan (readiness)
Kesiapan diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta didik. Kesiapan
itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus benar-benar siap mengajar

126
dan peserta didik benar-benar siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan
itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama.
▪ Latihan (exercise)
Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang oleh
peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan antara S dengan R makin
intensif dan ekstensif.
▪ Pengaruh (effect)
Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan R akan meningkatkan
kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik sebagai hasil
belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan
langsung oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya.

Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan kemamouan


guru menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman, dan ganjaran.
Teori S – S ini memang terkesan robotik. Karenanya, teori ini terkesan
mengenyampingkan peranan minat, kreativitas, dan apirasi peserta didik.

Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan dengan
pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh Ivan Pavlov, teori asosiasi biasanya
menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan oleh
Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation).
Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas
belajarnya. Ada empat konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) dari
Bandura.

Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara meniru
perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman
vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain itu.
Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model (attentional),
mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention),
menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi
(motivation) ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang
mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan.

127
Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah orang
lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.
Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati,
mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri.

Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan
motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran
partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa
yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.

Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas


pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan
dengan cara berikut ini.

▪ Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
▪ Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama
guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh,
baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
▪ Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang
sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
▪ Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
▪ Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
▪ Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan atau pelaziman.
▪ Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
▪ Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan
tindakan pembelajaran perbaikan.

f. Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif
dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalardengan menarik
simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum.
Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang

128
bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat
umum.Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi
inderawi atau pengalaman empirik.

Contoh:
▪ Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
▪ Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
▪ Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan
▪ Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan
melahirkan

Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari


pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja
menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme
alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik
simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung dan
tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis,sedangkan
simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis. Contoh :

▪ Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
▪ Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk
beroperas.
▪ Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.

g. Analogi dalam Pembelajaran

Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan fenomena
yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta
didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran

129
dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai
kesamaan atau persamaan.

Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari
dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua analogi itu dijelaskan
berikut ini.

Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau
gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa
apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau
gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu “metode menalar” yang sangat
bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada
persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang
diperbandingkan.
Contoh:
Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun. Dia lulus seleksi Olimpiade
Sains Tingkat Nasional tahun ini. Dengan demikian, tahun ini juga,Peserta didik
Pulan akan mengikuti kompetisi pada Olimpiade Sains Tingkat Internasional. Untuk
itu dia harus belajar lebih tekun lagi.

Analogi deklaratif merupakan suatu“metode menalar” untuk menjelaskan atau


menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar,
dengan sesuatu yang sudah dikenal.Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena
ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima apabila
dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui secara nyata dan dipercayai.
Contoh:
Kegiatan kepeserta didikan akan berjalan baik jika terjadi sinergitas kerja antara
kepala sekolah, guru, staf tatalaksana, pengurus organisasi peserta didik intra
sekolah, dan peserta didik. Seperti halnya kegiatan belajar, untuk mewujudkan hasil
yang baik diperlukan sinergitas antara ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

130
h. Hubungan Antarfenomena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena
atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik
dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan
sebab-akibat.

Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta


yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain.Suatu simpulan yang menjadi
sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari satuatau
beberapa fakta tersebut.

Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut
dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat terdiri dri tiga
jenis.
▪ Hubungan sebab–akibat.
Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan
terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat. Contoh:

Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor pengungkit
yang bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan.
▪ Hubungan akibat-sebab
Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi akibat dikemukakan
terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya. Contoh :

Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka putus sekolah,


penyalahgunaan Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian antarpeserta didik,
yang disebabkan oleh pengabaian orang tua dan ketidaan keteladanan tokoh
masyarakat, sehingga mengalami dekandensi moral secara massal.
▪ Hubungan sebab-akibat 1- akibat 2.
Pada penalaran hubungan sebab-akibat 1-akibat 2, suatu penyebab dapat
menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab, sehingga

131
menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan
akibat ketiga, dan seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu
menyebabkan mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga
muncullah kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut
menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang
baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus
berlangsung secara siklikal.
▪ Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada
mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki
keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta
mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan


berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas
pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai
dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara
penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar
teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan
mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan
menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan
dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya
merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama
murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan
tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan
murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen

132
(6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan
bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan
mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan


melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan
eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.

a. Persiapan
▪ Menentapkan tujuan eksperimen
▪ Mempersiapkan alat atau bahan
▪ Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat
atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan
melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi
beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran
▪ Memertimbangkanmasalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau
menghindari risiko yang mungkin timbul
▪ Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan
yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau
membahayakan.
b. Pelaksanaan
▪ Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati
proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil
dengan baik.
▪ Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi
secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-
masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.
c. Tindak lanjut
▪ Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru.
▪ Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik.
▪ Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.

133
▪ Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama
eksperimen.
▪ Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat
yang digunakan.

Jejaring Pembelajaran atau Pembelajaran Kolaboratif


Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif ? Pembelajaran kolaboratif
merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di
kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya
hidup manusia yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi
yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif
dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif
atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika
pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia
menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau
berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik
berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau
kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman,
sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar
secara bersama-sama.

Hasil penelitian Vygotsky


membuktikan bahwa ketika peserta
didik diberi tugas untuk dirinya
sendiri, mereka akan bekerja sebaik-
baiknya ketika bekerjasama atau
berkolaborasi dengan temannya.
Vigotsky merupakan salah satu
pengagas teori konstruktivisme
sosial. Pakar ini sangat terkenal dengan teori “Zone of Proximal Development” atau
ZPD. Istilah ”Proximal” yang digunakan di sini bisa bermakna “next“. Menurut

134
Vygotsky, setiap manusia (dalam konteks ini disebut peserta didik) mempunyai
potensi tertentu. Potensi tersebut dapat teraktualisasi dengan cara menerapkan
ketuntasan belajar (mastery learning). Akan tetapi di antara potensi dan aktualisasi
peserta didik itu terdapat terdapat wilayah abu-abu. Guru memiliki berkewajiban
menjadikan wilayah “abu-abu”yang ada pada peserta didik itu dapat teraktualisasi
dengan cara belajar kelompok.

Seperti termuat dalam gambar, Vygostsky mengemukakan tiga wilayah yang tergamit
dalam ZPD yang disebut dengan “cannot yet do”, “can do with help“, dan “can do
alone“. ZPD merupakan wilayah “can do with help”yang sifatnya tidak
permanen, jika proses pembelajaran mampu menarik pebelajar dari zona tersebut
dengan cara kolaborasi atau pembelajaran kolaboratif.

Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan
perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan
pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat
menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
▪ Guru dan peserta didik saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran
kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu
pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep
pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan
situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan
manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
Contoh:
Jika guru mengajarkan topik “hidup bersama secara damai.” Peserta didik yang
mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan topik tersebut berpeluang
menyatakan sesuatu pada sesi pembelajaran, berbagi idea, dan memberi garis-garis
besar arus komunikasi antar peserta didik. Jika peserta didikmemahami dan melihat
fenomena nyata kehidupan bersama yang damai itu, pengalaman dan
pengetahuannya dihargai dan dapat dibagikan dalam jaringan pembelajaran
mereka. Mereka pun akan termotivasi untuk melihat dan mendengar. Di sini peserta
didik juga dapat merumuskan kaitan antara proses pembelajaran yang sedang
dilakukan dengan dunia sebenarnya.

135
a. Berbagi tugas dan kewenangan
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan
dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan
peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi dan informasi,
menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam
pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil
peran secara terbuka dan bermakna.

b. Guru sebagai mediator


Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau
perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi baru dengan
pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan
dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk
belajar.

c. Kelompok peserta didik yang heterogen


Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang
sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada kelas kolaboratif
peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi
informasi,serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik
lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas
peserta didik.

2. Contoh Pembelajaran Kolaboratif


Guru ingin mengajarkan tentang konsep, penggolongan sifat, fakta, atau mengulangi
informasi tentang objek. Untuk keperluan pembelajaran ini dia menggunakan media
sortir kartu (card sort). Prosedurnya dapat dilakukan seperti berikut ini.

▪ Kepada peserta didik diberikan kartu indeks yang memuat informasi atau contoh
yang cocok dengan satu atau lebih katagori.

▪ Peserta didik diminta untuk mencari temannya dan menemukan orang yang
memiliki kartu dengan katagori yang sama.

▪ Berikan kepada peserta didik yang kartu katagorinya sama menyajikan sendiri
kepada rekanhya.

136
▪ Selama masing-masing katagori dipresentasikan oleh peserta didik, buatlah catatan
dengan kata kunci (point) dari pembelajaran tersebut yang dirasakan penting.

i. Macam-macam Pembelajaran Kolaboratif


Banyak merode yang dipakai dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif. Beberapa di
antaranya dijelaskan berikut ini.

j. JP = Jigsaw Proscedure
Pembelajaran dilakukan dengan cara peserta didik sebagai anggota suatu kelompok
diberi tugas yang berbeda-beda mengenai suatu pokok bahasan. Agar masing-masing
peserta didik anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan
dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasari pada rata-rata skor tes kelompok.

k. STAD = Student Team Achievement Divisions


Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-
anggota dalam setiap kelompok bertindak saling membelajarkan. Fokusnya adalah
keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan
demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu peserta didik lainnya. Penilaian didasari pada pencapaian hasil belajar
individual maupun kelompok peserta didik.

l. CI = Complex Instruction
Titik tekan metode ini adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial.
Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didiksebagai
anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam
pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para
peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja
kelompok.

m. TAI = Team Accelerated Instruction


Metodeini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan
pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap peserta didik sebagai anggota

137
kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah
itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama
telah diselesaikan dengan benar, setiap peserta didik mengerjakan soal-soal
berikutnya. Namun jika seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap
pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap
tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil
belajar individual maupun kelompok.

n. CLS = Cooperative Learning Stuctures


Pada penerapan metode pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota
dua peserta didik (berpasangan). Seorang peserta didik bertindak sebagai tutor dan
yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee.
Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih
dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua peserta
didik yang saling berpasangan itu berganti peran.

o. LT = Learning Together
Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik yang
beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.

p. TGT = Teams-Games-Tournament
Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu
kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat
kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah nilai yang diperoleh
kelompok peserta didik.

q. GI = Group Investigation
Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu
penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok
menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan
melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum
kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.

138
r. AC = Academic-Constructive Controversy
Pada metode ini setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada
dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar
masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota
kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan
pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan,
hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada
kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang
dipilihnya.

s. CIRC = Cooperative Integrated Reading and Composition


Pada metode pembelajaran ini mirip dengan TAI. Metode pembelajaran ini
menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran
ini, para peserta didik saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa,
baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.

t. Pemanfaatan Internet
Pemanfaatan internet sangat dianjurkan dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif.
Karena memang, internet merupakan salah satu jejaring pembelajaran dengan akses
dan ketersediaan informasi yang luas dan mudah. Saat ini internet telah menyediakan
diri sebagai referensi yang murah dan mudah bagi peserta didik atau siapa saja yang
hendak mengubah wajah dunia.

Penggunaan internet disarakan makin mendesak sejalan denan perkembangan


pengetahuan terjadi secara eksponensial. Masa depan adalah milik peserta didik yang
memiliki akses hampir ke seluruh informasi tanpa batas dan mereka yang mampu
memanfaatkan informasi diterima secepat mungkin.

B. Analisis Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)


Ada beberapa hal yang perlu dimengerti terutama mengenai istilah kompetensi inti
dan kompetensi dasar. Menilik pada KTSP, bawah kedalaman muatan kurikulum
dituangkan dalam kompetensi yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi
dasar pada setiap tingkat dan/atau semester. Standar kompetensi merupakan

139
penjabaran dari standar kompetensi lulusan (SKL). SKL secara keseluruhan terdiri
atas SKL satuan pendidikan, standar kompetensi kelompok mata pelajaran, standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) mata pelajaran. Kompetensi Dasar
merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan untuk menyusun indikator kompetensi.

Pada kurikulum 2013, istilah SK-KD ini digantikan menjadi Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah
menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan
tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills.

Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organizing element)


kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan
pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar.
Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi
Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga
memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan
antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara
konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari
mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama
sehingga terjadi proses saling memperkuat.

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu
berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2),
pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4).
Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus
dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi
yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak

140
langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang
pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti
kelompok 4).
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas
yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau
kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber
pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut
dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal,
serta ciri dari suatu mata pelajaran.

Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat
terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat
berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat
dijadikan organisasi konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non
disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut filosofi rekonstruksi sosial, progresif atau
pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah eklektik seperti
dikemukakan di bagian landasan filosofi maka nama mata pelajaran dan isi mata
pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah
filosofi esensialisme dan perenialisme.
Contoh penjabaran Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dapat dilihat di bawah ini:

Kelas X: Seni Musik

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

1. Menghayati dan mengamalkan ajaran 1.1 Menunjukkan sikap penghayatan dan


agama yang dianutnya pengamalan serta bangga terhadap seni
musik sebagai bentuk rasa syukur
terhadap anugerah Tuhan

2. Menghayati dan mengamalkan 2.1 Menunjukkan sikap kerjasama,


perilaku jujur, disiplin, tanggung bertanggung jawab, toleran, dan
jawab, peduli, (gotong royong, disiplin melalui aktivitas berkesenian
kerjasama, toleran, damai), santun, 2.2 Menunjukkan sikap santun, jujur, cinta
responsif dan proaktif, dan damai dalam mengapresiai seni dan
menunjukkan sikap sebagai bagian pembuatnya
dari solusi atas berbagai 2.3 Mempraktikan sikap responsif dan pro-
permasalahan dalam berinteraksi aktif, peduli terhadap lingkungan dan
secara efektif dengan lingkungan sesama, serta menghargai karya seni dan

141
pembuatnya

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

sosial dan alam serta dalam


menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia

3. Memahami, menerapkan, 3.1 Memahami karya musik berdasarkan


menganalisis pengetahuan faktual, jenis nilai estetis dan fungsinya
konseptual, prosedural berdasarkan 3.2 Menganalisis karya musik
rasa keingintahuannya tentang ilmu berdasarkan simbol, jenis nilai estetis
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan fungsinya
dan humaniora dengan wawasan 3.3 Memahami rancangan pergelaran musik
kemanusiaan, kebangsaan, 3.4 Menganalisis karya-karya musik
kenegaraan, dan peradaban terkait dan kegiatan pergelaran musik
fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah

4. Mengolah, menalar dan menyaji dalam 4.1. Menampilkan karya musik secara
ranah konkret dan ranah abstrak terkait vokal dan instrumen berdasarkan
dengan pengembangan dari yang jenisnya nilai estetis dan
dipelajarinya di sekolah secara fungsinyanya
mandiri, dan mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah keilmuan 4.2 Membuat tulisan tentang beragam musik
dan lagu-lagunya
4.3 Mempergelarkan musik dengan
memperhatikan nilai-nilai estetis
4.4 Membuat laporan pergelaran/konser
musik

Kelas XI: Seni musik

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR


1. Menghayati dan mengamalkan 1.1 Menunjukkan sikap penghayatan dan
ajaran agama yang dianutnya pengamalan serta bangga terhadap
karya seni musik sebagai bentuk rasa
syukur terhadap anugerah Tuhan

142
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
2. Menghayati dan mengamalkan 2.1 Menunjukkan sikap kerjasama,
perilaku jujur, disiplin, tanggung bertanggung jawab, toleran,
jawab, peduli, (gotong royong, dan disiplin melalui aktivitas
kerjasama, toleran, damai), berkesenian
santun, responsif dan proaktif, 2.2 Menunjukkan sikap santun, jujur,
dan menunjukkan sikap sebagai cinta damai dalam mengapresiai
bagian dari solusi atas berbagai seni dan pembuatnya
permasalahan dalam berinteraksi 2.3 Menunjukkan sikap responsif dan pro-
secara efektif dengan lingkungan aktif, peduli terhadap lingkungan dan

sosial dan alam serta dalam sesama, serta menghargai


menempatkan diri sebagai karya seni dan pembuatnya
cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia

3. Memahami, menerapkan dan 3.1 Menganalisis konsep, teknik dan


menganalisis pengetahuan faktual, prosedur dalam proses berkarya
konseptual, prosedural dan meta musik
kognitif berdasarkan rasa ingin 3.2 Mengevaluasi karya musik
tahunya tentang ilmu berdasarkan bentuk, teknik, jenis
pengetahuan, teknologi, seni, karya, dan nilai estetisnya
budaya, dan humaniora dengan
3.3 Menganalisis hasil penampilan
wawasan kemanusiaan,
pergelaran musik berdasarkan
kebangsaan, kenegaraan, dan
konsep, teknik dan prosedur yang
peradaban terkait penyebab
digunakan
fenomena dan kejadian, serta
3.4 Menganalisis hasil pergelaran musik
menerapkan pengetahuan
berdasarkan konsep, teknik. prosedur,
prosedural pada bidang kajian
dan tokoh pada kritik musik sesuai
yang spesifik sesuai dengan bakat
konteks budaya
dan minatnya untuk memecahkan
masalah

4. Mengolah, menalar dan menyaji 4.1 Menerapkan permainan musik


dalam ranah konkret dan ranah sederhana dari beragam alat
abstrak terkait dengan musik dengan partiturnya
pengembangan dari yang 4.2 Menulis karya musik sederhana
dipelajarinya di sekolah secara 4.3. Menampilkan musik secara
mandiri, bertindak secara efektif idividual dan kelompok
dan kreatif , serta mampu 4.4 Membuat tulisan tentang haslil
menggunakan metoda sesuai pergelaran musik
kaidah keilmuan

143
Kelas XII: Seni musik

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR


1. Menghayati dan mengamalkan 1.1 Menunjukkan sikap penghayatan dan
ajaran agama yang dianutnya pengamalan serta bangga terhadap
karya seni musik sebagai bentuk rasa
syukur terhadap anugerah Tuhan
2. Menghayati dan mengamalkan 2.1 Mempraktikkan sikap kerjasama,
perilaku jujur, disiplin, tanggung bertanggung jawab, toleran, dan
jawab, peduli, (gotong royong, disiplin melalui aktivitas berkesenian
kerjasama, toleran, damai), santun, 2.2 Menunjukkan sikap santun, jujur,
responsif dan proaktif, dan cinta damai dalam mengapresiai
menunjukkan sikap sebagai seni dan pembuatnya
bagian dari solusi atas berbagai 2.3 Menunjukkan sikap responsif dan pro-
permasalahan dalam berinteraksi aktif, peduli terhadap lingkungan dan
secara efektif dengan lingkungan sesama, serta menghargai karya seni
sosial dan alam serta dalam dan pembuatnya
menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan
dunia

3. Memahami, menerapkan dan 3.1 Memahami musik kreasi berdasarkan


menganalisis dan mengevaluasi jenis dan fungsi
pengetahuan faktual, konseptual, 3.2 Menganalisis musik kreasi
prosedural dan meta kognitif berdasarkan makna , simbol, dan
berdasarkan rasa ingin tahunya nilai estetis
tentang ilmu pengetahuan,
3.3 Menganalisis penulisan partitur
teknologi, seni, budaya, dan
musik sesuai makna, simbol, dan
humaniora dengan wawasan
nilai estetis
kemanusiaan, kebangsaan,
3.4 Menganalisis pergelaran musik
kenegaraan, dan peradaban terkait
berdasarkan hasil kreasi sendiri
penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan
masalah

144
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

4. Mengolah, menalar, menyaji dan 4.1 Menampilkan musik kreasi


mencipta dalam ranah konkret dan berdasarkan pilihan sendiri
ranah abstrak terkait dengan 4.2 Menampilkan musik kreasi
pengembangan dari yang dengan membaca partitur
dipelajarinya di sekolah secara lagu
mandiri, bertindak secara efektif
4.3 Menampilkan musik kreasi
dan kreatif , dan mampu
dengan partitur lagu karya
menggunakan metoda sesuai
sendiri
kaidah keilmuan
4.4 Membuat tulisan tentang musik
berdasarkan jenisnya

C. Metode dan Pendekatan Pembelajaran Musik Berdasarkan Kurikulum 2013


Seperti diuraikan di muka bahwa pembelajaran musik tidak bisa dilepas dari hakikat
musik itu sendiri, siapa yang belajar dan apa tujuan pembelajaran itu. Hakikat musik
adalah bunyi. Yang dipelajari dalam musik adalah bunyi yang berupa nada-nada.
Sehingga cara pembelajarannya pun harus tentang bunyi itu sendiri, bukan yang lain
misalnya hanya yang bersifat pengetahuan saja. Selanjutnya, yang belajar musik
adalah anak-anak dengan latar belakang dan usia tertentu yang tentu saja memiliki
karakter dan psikologi sendiri yang tidak sama dengan orang dewasa. Agar tujuan
pembelajarn musik tercapai haruslah digunakan pendekatan yang tepat yang
melibatkan unsur-unsur yang melibatkan pembelajaran musik tersebut. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran musik diperlukan metode-metode tertentu disesuaikan
dengan materi dan tujuan pembelajaran.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa tujuan belajar yang berupa tingkah laku,
sikap, atau keterampilan musik hanya bisa dicapai jika pendekatan pembelajarannya
tepat. Pendekatan yang tidak tepat tidak akan merubah sikap, keterampilan, atau
pengetahuan tertentu. Misalnya, pembelajaran menyanyi anak usia SD yang
disampaikan dengan penekanan teori musik tanpa melibatkan banyak kegiatan
menyanyi itu sendiri, apalagi tanpa ada kegiatan guru yang tidak antusias sehingga
suasana terasa kering mengakibatkan suasana belajar tidak menyenangkan.

145
Akibatnya, tujuan belajar yang salah satunya siswa dapat bernyanyi dengan ekspresi
yang baik dengan intonasi yang tepat serta penghayatan yang baik tidak tercapai.
Karena, tujuan pembelajaran musik itu bisa tercapai jika guru melakukan kegiatan
sedemikian rupa agar suasana pembelajaran menyenangkan, siswa diajak beraktifitas
baik berupa menyanyi atau gerak, dengan bantuan media yang memmungkinkan
siswa, serta memilih materi lagu model yang tepat.

Pendekatan Pembelajaran Musik berdasarkan Kurikulum 2013


Banyak para ahli pendidikan yang memberikan pengertian pendekatan pembelajaran
yang berbeda-beda. Untuk hal ini dalam buku ini pendekatan dimaknai sebagai cara
pandang bagaimana suata materi pelajaran dapat disampaikan sehingga mudah diikuti
dan dipahami oleh siswa. Pendekatan bisa sebuah cara pandang seseorang dalam
memahami atau menyampaikan ide agar pesan yang disampaikan mudah diterima i ke
pada penerima pesan Pendekatan bisa diumpamakan sebagai sebuah kacamata yang
digunakan seseorang untuk digunakan untuk melihat sesuatu.
Dalam kurikulum 2013 dikenal dengan pendekatan saitifik (scientific approach).
Dengan demikian agar suatu pembelajaran dapat tercapai tujuannya sesuai dengan
menggunakan pendekatan ini haruslah menggunakan kaidah-kaidah seperti proses
ilmiah dengan prosedur seperti halnya proses-proses ilmiah. Jika kaidah ini benar-
benar dilaksanakan maka proses hasilnya belajarnya pun seperti yang diharapkan
dalam prosedur ilmiah seperti siswa menjadi aktif, kritis, berani, dan terampil sesuai
dengan tujuan pembelajarannya.

Berikut adalah contoh pembelajaran musik dengan pendekatan saitifik:

A. Pengantar
Sebelum membicarakan mengenai pendekatan ilmiah (scientific approach),
perlu dipahami lagi mengenai metode ilmiah. Pada umumnya seseorang selalu ingin
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan dapat merupakan pengetahuan ilmiah dan
pengetahuan tidak ilmiah. Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh dari
metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus

146
(unik) dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan.
Dengan demikian diperlukan adanya penalaran dalam rangka pencarian (penemuan).
Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis
pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan
prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat
rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen,
kemudian memformulasi dan menguji hipotesis. Sebenarnya apa yang kita bicarakan
dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3)
sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Dengan metode ilmiah seperti ini diharapkan
kita akan mempunya sifat.
Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau
mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada
suatu metode ilmiah. Ada juga yang mengartikan pendekatan ilmiah sebagai
mekanisme untuk memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada struktur logis.
Pendekatan ilmiah ini memerlukan langkah-langkah pokok (1) Mengamati, (2)
Menanya, (3) Menalar, (4) Mencoba, dan (5) Menyajikan/Membentuk jejaring/
Kolaborasi

B. Langkah-langkah Pembelajaran Seni musik dengan Pendekatan Ilmiah


Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 dilaksanakan menggunakan
pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengeta-
huan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan lmiah,
ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
“tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi
ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit
transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya
adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia
yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk
hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific

147
approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati,
menanya, mencoba, peng-olah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta
untuksemua mata pelajaran. Pen-dekatan ilmiah pembelajaran seni musik disajikan
berikut ini.
Dalam contoh ini akan mengambil salah satu Kompetensi Dasar (KD) dan
Kompetensi Inti (KI) tertentu. KD yang diambil adalah “Menampilkan hasil
gubahan musik modern Indonesia untuk disajikan secara kelompok
(menggubah dengan membuat notasi dan iringan menggunakan akor pokok”
yang terdapat pada kelas VIII. Adapun KI yang bisa dibuat adalah KI 4: Mengolah,
menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber
lain yang sama dalam sudut pandang/teori

1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang,dan mudah pelak-
sanaannya.Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya
memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak,
dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Dalam pembelajaran seni musik, khusunya dalam memenuhi KD


“Menampilkan hasil gubahan musik modern Indonesia untuk disajikan secara
kelompok (menggubah dengan membuat notasi dan iringan menggunakan akor
pokok” pengamatan dilakukan pada objek seni musik yaitu partitur lagu yang sudah
dipilih /tersedia atau dengan mencari yang ditentukan oleh anggota kelompok. Dalam
tema ini, misalnya dapat ditampilkan gambar video pertunjukan musik paduan suara
atau ansambel. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran ini dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.

a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi

148
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang
akan diobservasi
c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi,
baik primer maupun sekunder
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat -
alat tulis lainnya.

Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi,
dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal
(anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar
cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor-
faktor yang akan diobservasi. Skala rentang, berupa alat untuk mencatat gejala atau
fenomena menurut tingkatannya. Catatan anecdotal berupa catatan yang dibuat oleh
peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan
oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikal berupa alat mekanik yang
dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang
ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.

2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar
dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia
mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Artinya guru dapat menumbuhkan sikap ingin tahu siswa, yang bisa
diekspresikan dalam bentuk pertanyaan. Misalnya: Kenapa dalam pertunjukan
orchestra harus ada konduktor ? Mengapa gabungan berbagai instrumen yang
berbeda dapat menjelma menjadi suara musik yang harmonis ? Apa syarat nada-nada

149
yang harmonis itu ? Apa sembarang nada yang disusun ? Siapa yang biasa menyusun
musik (arranger) ? Apa syarat menjadi seorang arranger ?
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu
tema atau topik pembelajaran.
a. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar,
serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
b. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.
c. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
substansi pembelajaran yang diberikan.
d. Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar.
e. Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi,berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
f. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima
pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan
toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
g. Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
h. Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain.

3. Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan


ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan
peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan
situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir
yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan

150
penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.

Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran
induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan
menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang
bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari
kasus- kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan
yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada
observasi inderawi atau pengalaman empirik.

Contoh:
* Deduktif: Belajar gitar itu mudah, buktinya banyak remaja yang mampu
memainkan gitar dengan baik.
* Induktif: Di banyak tempat banyak remaja yang mampu bermain gitar dengan
baik, pertanda bahwa bermain gitar itu mudah dipelajari.
* Unik: Gitar klasik dan gitar pop itu tidak sama satu sama lain karena teknik
permainannya juga berbeda. Jadi ketiga permainan itu tidak sama satu dengan
yang lain.

4. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada
pelajaran seni musik, misalnya, peserta didik harus bisa memahami kaitan nada-dana
dalam melodi suatu lagu dan hubungannya pemanfaatan ilmu harmoni sehingga
sebuah gubahan terdengan harmonis. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan
proses untuk mengembangkan pengetahuan fakta seni musik itu. Gubahan lagu yang
telah diaransemen dengan menggunakan ilmu harmoni bisa dimulai dengan
pemasangan akor-akor dasar kemudian dibuat aransemen dua suara, tiga suara dan
sebagainya. Selanjutnya keterampilan memasang symbol-simbol akor pokok sesuai
dengan akor aransemennya. Keterampilan ini bisa dilakukan dengan mencoba-coba
secara teoritis maupun praktis. Sesuai dengan hakikat musik pengalaman musik
berupa kemampuan musical harus ditanamkan dalam belajar musik, misalnya
kemampuan menanamkan bayangan nada atau mampu merasakan

151
bunyi nada-nada sehingga bisa membaca notasi secara mandiri.

5. Mengkomunikasikan/Menampilkan/Jejaring Pembelajaran
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan
ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan
dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil
tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik
atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a
Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan
sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa
yang baik dan benar.
Dalam pembelajaran musik seperti pada KD di atas peserta didik harus
mampu menampilkan secara kelompok sajian musik yang telah “digarap” secara
kelompok itu berupa sajian lagu/gubahan lagu yang sudah diaransmen dengan
menggunakan akor pokok. Dalam membuat gubahan lagu yang berupa lagu yang
sudah dibuat aransemen dan iringan memerlukan kerja kelompok, walaupun dalam
aransemen bisa saja dibuat perorangan. Namun, untuk menentukan pembagian tugas
memainkan diperlukan kerjasama dalam berlatih. Itulah sebabnya pembelajaran
kolaboratif diperlukan di sini, misalnya pembelajaran dengan metode tutor teman
sebaya di mana teman yang lebih mampu bisa menjadi tutor pada kelompoknya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1978. Didaktik Metodik. Semarang. CV Toha Putra

Ametembun, NA. Drs. 1975. Management Kelas. Bandung. Fakultas Ilmu Pendidikan

152
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976. Kurikulum Sekolah Menengah
Pertama (SMP), II. di Jakarta, PN Balai Pustaka

---------------------- , 1976. Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA), II.di Jakarta,


PN Balai Pustaka

Donald, A.M. Mac. 1985. The Bloomsbury Concise English Dictionary. London.
Godfrey Cave Associates Limited

Hasibuan, Dkk. 1988. Proses belajar mengajar (Keterampilan Dasar Pengajaran


Mikro). Bandung. CV Remadja Karya

Joni, T. Raka, 1980. Pengelolaan Kelas. Jakarta. Proyek Pengembangan Pendidikan


Guru (P3G)

-------------------- 1980. Cara Belajar Siswa Aktif : Implikasinya terhadap Sistem


Pengajaran. Jakarta. Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G)

-------------------- 1984. . Strategi Belajar Mengajar Suatu Tinjauan Pengantar


Jakarta. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(P2LPTK)

------------------- dan Koke Van Unen, 1984. Kerja Kelompok . Jakarta. Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK)

------------------- 1984, Seri Panduan Pengajaran Mikro No. 1 s/d 8 . Jakarta. Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Kosasih, Raflis. 1984 . Keterampilan Penjelasan, Panduan Pengajaran Mikro no. 4.


Jakarta. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(P2LPTK)

Mardjono, RA. Drs. 1982. Mengajar dengan Prosedur Pengembangan Sistem


Instruksional (PPSI). Salatiga, CV Saudara

Prasetya Irawan, Suciati, dan Wardani, 1997. Teori Belajar, Motivasi, dan
Keterampilan Mengajar. Jakarta. Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia . Jakarta. PN Balai


Pustaka

Sulo, SL. La. Dkk. 1984. Pengajaran Mikro. Jakarta. Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK)

Suparmat, 1979. Desain Instruksional I. Bandung. Proyek Implementasi Unit (PIU)

153
------------- 1979. Desain Instruksional II. Bandung, Proyek Implementasi Unit (PIU)

Surakhmad, Winarno. 1980. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar Dasar dan Teknik
Metodologi Pengajaran. Bandung . Tarsito

Universitas Terbuka. 1984/1985. Wawasan Kependidikan Guru (WKG) . Jakarta

------------------------ 1984/1985. Pendidikan Tenaga Kependidikan Berdasar


Kompetensi (PTKBK). Jakarta

----------------------- 1984/1985. Konsep CBSA dan Berbagai Strategi Belajar


Mengajar . Jakarta

----------------------- 1984/1985. Kurikulum Inti S1 Pengembangan dan


Pelaksanaannya. Jakarta

154
Lampiran 1
Nama praktikan : ............................
Mata pelajaran : ............................
Kelas / semester : ............................
Kompetensi dasar : ............................

Komponen Penggunaan Komentar


Membuka Pelajaran
1. Menarik perhatian siswa
j. Gaya mengajar
k. Penggunaan media pengajar
l. Pola interaksi yang bervariasi
2. Menimbulkan motivasi
m. Kehangatan dan keantusiasan
n. Menimbulkan rasa ingin tahu
o. Memerhatikan minat siswa
p. Mengemukakan ide yang
bertentangan
3. Memberi acuan
q. Mengemukakan tujuan
r. Mengemukakan batas-batas tugas
s. Menyerahkan langkah-langkah
yang akan ditempuh
t. Mengingatkan masalah pokok yang
akan di bahas
u. Menyajikan pertanyaan- pertanyaan
4. Membuat kaitan
v. Membuat kaitan antaraspek yang
relavan
w. Membandingkan pengetahuan
baru dan yang diketahui siswa
x. Menjelaskan konsep dulu, baru
menguraikan
Menutup Pelajaran
1. Meninjau kembali
y. Menerangkan inti
z. Membuat ringkasan
2. Mengevaluasi
aa. Demonstasi ketrampilan
bb. Mengaplikasikan ide baru
cc. Mengekspresikan pendapat siswa
dd. Memberi soal- soal tes

155
Lampiran 2

Nama Praktikan : .............................


Mata Pelajaran : .............................
Kelas / Semester : .............................
Kompetensi Dasar : .............................
Tanggal / Waktu : .............................

1. Kejelasan
Ya Tidak Komentar
a. Dalam menggunakan perbendaharaan kata,
guru sadar akan keterbatasan pengetahuan
siswa.
b. Pemilihan kata- kata tepat dalam
menerangkan / bertanya
c. Kalimat berbelit-belit
d. Menuntut siswa dalam proses pemecahan
masalah
e. Berhubungan erat dengan TIK / TPK
f. Ada kebiasaan-kebiasaan yang
mengganggu perhatian siswa
g. Membuat hubungan-hubungan jelas
h. Istilah-istilah asing di jelaskan
2. Penggunaan contoh/ilustrasi Ya Tidak Komentar

a. Jelas dan konkret


b. Relevan dengan penjelasan
c. Variasi penggunaan
d. Verbal
e. Pendengaran
f. Penglihatan
g. Sentuhan
h. Manipulasi
i. Mengecap
j. Mambau
d. Pola penggunaan
k. Induktif
l. Deduktif
m. kombinasi
Frekuensi
3. Penekanan
Komenta
a. Menemukan hal-hal yang pokok / mendasar
b. Penggunaan suara r
c. Keras-lemah 5.I 5.II 5.III
d. Tinggi-rendah
e. Cepat-lambat
c. Penggunaan media
f. Dengar

156
4. Penekanan Frekuensi Komentar
5.I 5.II 5.III
a. Pandang
b. Teknik Verbal
b. Membuat rangkuman/mengulangi
c. Menguatkan jawaban siswa
d. Menggunakan kata-kata penghubung/antara
e. Guru bergerak atau tidak
f. Mata
g. Jari / tangan
h. Gerakan tubuh
i. Wajah
5. Cara mengorganisasikan Ya Tidak Komentar

a. Susunan logis dan sistematis


b. Dari yang mudah ke yang sukar
c. Terdapat rangkuman-rangkuman untuk hal yang
pokok
d. Ada ;
e. Pembukaan
f. Inti
g. Penutup
e. Gunakan kata-kata penghubung
frekwensi Komentar
6. Balikan
5.I 5.II 5.III
a. Kesempatan bertanya siswa
b. Pengajuan pertanyaan oleh siswa
c. Jawaban guru tepat sesuai dengan pertanyaan
siswa
d. Jawaban siswa tepat sesuai dengan pertanyaan
siswa
e. Penggunaan pertanyaan lacakan oleh guru
f. Jawaban siswa langsung secara pribadi

157
Lampiran 3

Nama Praktikan :
Mata Pelajaran :
Kelas / Semester :
Kompetensi Dasar :
Tanggal / Waktu :

Komponen – komponen Frekwensi Komentar


keterampilan
a. Pengungkapan pertanyaan
secara jelas dan singkat
b. Pemberian acuan
c. Pemusaran
d. Pemindahan giliran
e. Penyebaran
h. Pertanyaan ke seluruh dunia
i. Pertanyaan ke siswa tertentu
j. Menjelaskan repon siswa
f. Pemberian waktu berfikir
g. Pemberian tuntutan
k. Pengungkapan pertanyaan
dengan cara lain
l. Menanyakan pertanyaan lain
yang lebih sederhana
m. Mengulangi penjelasan-
penjelasn sebelumnya.

Catatan:

158
Lampiran 4
Nama Praktikan :
Mata Pelajaran :
Kelas / Semester :
Kompetensi Dasar :
Tanggal / Waktu :

Komponen – Komponen Keterampilan Komentar

Variasi dalam gaya mengajar guru


1. Suara
Guru memberikan variasi dalam nada suara, volume suara,
kecepatan suara
2. Mimic dan gerak
Guru mengadakan perubahan mimic dan gerak ( tangan dan tubuh )
3. Kesenyapan
Guru dengan sengaja memberikan waktu senyap atau hening dalam
pembicaraanya
4. Kontak pandang
Gur melayangkan pandang dan melakukan kontak pandang
dengan siswa
5. Perubahan posisi
Guru bergerak dalam kelas untuk maksud berbeda – beda
6. Memusatkan
Guru memberikan tekanan pada butir- butir yang penting dari
penyajiannya dengan menggunakan bahasa lisan (seperti “ dengar baik-
baik “, perhatikan ini”, dan sebagianya) dan isyarat yang cocok (
seperti mengangkat tangan atau menunjuk dengan jari)

Variasi penggunaan media dan alat bantu


pengajaran 1. Variasi visual
Guru menggunakan alat bantu yag dapat dilihat (menulis dipapan
tulis, menunjukan gambar atau benda, seterusnya)
2. Variasi aural
Guru menggunakan berbagai suara langsung atau rekaman dalam
pengajarannya.
3. Variasi alat bantu yang dapat dipegang dan dimanipulasi
Guru memberikan kesempatan kepada siswa memegang atau
memanipulasi benda – benda atau alat bantu pengajaran
Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa
4. Guru memperkenalkan perubahan dalam pola interaksi antara
dia dengan siswa dan juga menganekaragamkan kegiatan belajar
siswa yang terlibat.

Catatan :

159

Anda mungkin juga menyukai