Anda di halaman 1dari 67

BAB II

KAJIAN TEORITIK (PUSTAKA)

A. Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu Strategos yang artinya suatu
usaha agar mencapai kemenangan padasuatu pertempuran, sedangkan
(Harvey F. Silver, 2012, p. 1) dari dua kata dasar Yunani kuno, stratos yang
berarti “jumlah besar” atau “yang terbesar” dan again yang berarti “memimpin”
atau “mengumpulkan”. Strategi mulanya digunakan padalingkungan militer,
namun istilah strategi digunakan dalam berbagai bidang yang memiliki
esensi yang relatifsama termasuk diadopsi dalam konteks pembelajaranyang
dikenal dalam istilah strategi pembelajaran.

Menurut Kemp strategi pembelajaran merupakan suatu kegiatan


pembelajaran yang wajib dilakukanpendidik dan peserta didik agar tujuan
dari pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Menurut J. R
David strategi pembelajaran merupakan suatu rencana yang berisi tentang
rangkaian-rangkaian kegiatan yang dibuat guna mencapai tujuan
pendidikan. Menurut Dick and Carey, strategi pembelajaran merupakan
suatu kelompok materi dan langkah atautahapan pembelajaran yang
digunakan bersama-samauntuk menimbulkan hasil belajar peserta didik.

Pendapat dari Moedjiono, strategi pembelajaran merupakan kegiatan


pendidik untuk memikirkan danmengupayakan terjadinya konsistensi antara
aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem pembelajaran,dimana untuk
itu pendidik menggunakan langkahtertentu. Merujuk dari beberapa pendapat
di atas strategipembelajaran dapat dimaknai secara sempit dan luas.Secara
sempit strategi mempunyai kesamaan dengan metode yang berarti cara
untuk mencapai tujuan belajaryang telah ditentuksn. Secara luas strategi
dapatdiartikan sebagai suatu cara menetapkan keseluruhan aspek yang
berkaitan dengan pencapaian tujuanpembelajaran, termasuk perencanaan,
pelaksanaan, danpenilaian pembelejaran.

Menurut Poerwadarminta, pembelajaran merupakan terjemahan dari


kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut “instructus” atau
“intruere”yang berarti menyampaikan pikiran, dengan demikianarti
instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ideyang telah diolah secara
bermakna melaluipembelajaran. Pengertian ini lebih mengarah
kepadapendidikan sebagai pelaku dalam perubahan.Muhammad Surya
memberikan pengertianpembelajaran merupakan suatu tahapan yang
dilakukanoleh individu untuk memperoleh suatu perubahanperilaku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil daripengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Pengertian ini lebih menekankan
kepadapeserta didik sebagai pelaku perubahan.

Kemp dalam Wina Senjaya mengemukakan bahwa strategi


pembelajaran merupakan suatu kegiatanpembelajaran yang harus dikerjakan
oleh pendidikan dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapatdicapai
secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R
David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi
pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategipada
dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan
diambil dalam suatupelaksanaan pembelajaran. Strategi pembelajaran
sifatnya masih konseptual dan untukmengimplementasikannya digunakan
berbagai metodepembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi
merupakan “a plan of operation achieving something”sedangkan metode
adalah “a way in achieving something ”(Wina Senjaya, 2008). Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Strategi pembelajaran merupakan suatu rencanatindakan/perbuatan


yang termasuk juga penggunaanmetode dan pemanfaatan berbagai
sumberdaya/kekuatan dalam suatu pembelajaran. Ini berartibahwa
di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belumsampai pada tindakan.
2. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu,artinya di sini
bahwa arah dari semua keputusanpenyusunan strategi adalah
pencapaian tujuan,sehingga penyusunan langkah-
langkahpembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dansumber
belajar semuanya diarahkan dalam upayapencapaian tujuan.
Namun sebelumnya perludirumuskan suatu tujuan yang jelas yang
dapatdiukur keberhasilannya.
3. Strategi pembelajaran merupakan suatu rencanayang dilaksanakan
pendidik untuk mengoptimalkanpotensi peserta didik agar siswa
terlibat aktif dalamkegiatan pembelajaran dan mencapai hasil
yangdiharapkan. (Haudi, S.Pd., .M.M., 2021, pp. 1–4)

1. Istilah-istilah dalam strategi pembelajaran


Ada beberapa istilah dalam pembelajaran yang memilikikemiripan
makna, sehingga seringkali orang merasabinggung untuk membedakannya.
Istilah-istilah tersebut adalah :
a. Model pembelajaran
Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual
yang digunakan sebagaipedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam
pengertian lain, model juga diartikan sebarang barangatau benda tiruan dari
benda sesungguhnya. Dalamistilah selanjutnya, istilah model digunakan
untukmenunjukkan pengertian yang pertama sebagaikerangka konseptual.
Atas dasar pemikiran adalah kerangka konseptual dan prosedur yang
sistematikdalam mengorganisasikan pengalaman belajar untukmencapai
tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pengajaran, serta para gurudalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar mengajar. Dengan demikaian, aktivitas belajar mengajar benar-benar
merupakan kegiatan bertujuanyang tersusun secara sistematis. Maka
pengertian diatas dapat dipahami bawa:
1) Model pembelajaran merupakan kerangka dasarpembelajaran yang
dapat di isioleh beragammuatan mata pelajaran, sesuai
dengankarakteristik kerangka dasarnya;
2) Model pembelajaran dapat muncul dalamberagam bentuk dan
variasinya sesuai denganlandasan filosofis dan pedagogis yang
melatarbelakanginya.
Dengan demikian, maka model pembelajaran mempunyai makna yang
lebih luas dari pada pendekatan, srtategi, metode atau prosedur. Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatupola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas,
ataupembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukanperangkat-perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum,
danlain-lain. Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah
kepada desain pembelajaranuntuk membantu peserta didik sedemikian
rupasehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Menurut Kardi dan Nur, model pembelajaranmempunyai empat ciri
khusus yang membedakandengan strategi, metode, atau prosedur. Ciri-
ciritersebut ialah:
1) Rasional teoretis logis yang disusun oleh parapencipta.
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimanapeserta didik belajar
(tujuan pembelajaran yangakan dicapai);
3) Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agarmodel tersebut dapat
dilaksanakan dengan behasil;
4) Lingkaran belajar yang diperlukan agar tujuanpembelajaran itu dapat
tercapai.

b. Pendekatan pembelajaran
Istilah pendekatan berasal dari bahasa inggris “approach” yang
memiliki beberapa arti, diantaranya diartikan dengan “pendekatan”.
Menurut Gladene Robertson dan Hellmut Lang pendekatanpembelajaran
dapat dimaknai menjadi dua pengertianyaitu yaitu pendekatan pembelajaran
sebagaidokumen tetap, dan pendekatan pembelajaransebagai bahan kajian
yang terus berkembamg.Pendekatan pembelajaran sebagai dokumen
tetapdimaknai sebagai suatu kerangka umum dalampraktek profesional
guru, yaitu serangkaian dokumenyang dikembangkan untuk mendukung
pencapaiankurikulum. Hal tersebut berguna untuk:
1) mendukung kelancaran guru dalam prosepembelajaran;
2) membantu para guru menjabarkankurikulum dalam praktik
pembelajaran dikelas;
3) sebagai panduan bagi guru dalam menghadapiperubahan kurikulum;
4) sebagai bahan masukan bagipara penyusun kurikulum untuk
mendesainkurikulum dan pembelajaran yang terintegrasi.
 
c. Metode pembelajaran
Untuk melaksanakan suatu strategi, digunakanseperangkat pengajaran
tertentu. Dalam pengertiandemikian maka metode pengajaran menjadi salah
satuunsure dalam strategi pembelajaran. Unsur seperti sumber belajar,
kemampuan guru dan siswa, mediapendidikan, materi pengajaran,
organisasi, waktutersedia, kondisi kelas, dan lingkungan merupakan unsur-
unsur yang mendukung strategi pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapatdigunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran di antaranya: ceramah, demontrasi, diskusi, simulasi,
laboratorium, pengalaman lapangan, brainstorming, debat, dan symposium.
 
d. Teknik pembelajaran
Metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknikdan gaya
pembelajaran. Dengan demikian, teknikpembelajaran dapat diartikan
sebagai cara yangdilakukan seseorang dalam mengimplementasikansuatu
metode secara spesifik.
e. Taktik pembelajaran
Taktik pembelajaran merupakan gaya seseorangdalam melaksankan
metode atau teknik pembelajarantertentu yang sifatnya individual. (Haudi,
S.Pd., .M.M., 2021, pp. 5–9)

2. Manfaat Strategi Pembelajaran


Tujuan utama adanya strategi pembelajaran, sebagaimana
diungkapkan dalam berbagai definisinya, adalah agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai dengan efektif dan efesien. Efektif berarti berhasil,
berdayaguna, atau berpengaruh, sementara efesien adalah tepat sasaran.
Dengan kata lain, strategi pembelajaran disusun agar proses pembelajaran
dapat diarahkan untuk mencapai keberhasilan, dengan cara dan sasaran yang
tepat sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Selain tujuan tersebut,
penggunaan strategi pembelajaran juga memberikan berbagai manfaat
dalam proses pembelajaran, anatara lain :
a. Memudahkan guru dalam menyajikan materi pelajaran dan peserta didik
menerima dan mengolah materi pelajaran.
b. Memudahkan guru dalam mengelola pembelajaran secara terstruktur,
sistematis, dan terarah sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.
c. Strategi pembelajaran yang disusun dengan baik, dapat menarik perhatian
dan membangkitkan motivasi peserta didik.
d. Membantu guru dalam mengatur ketertiban pesrta didik dalam proses
pembelajaran dengan porsi dan tugas yang jelas. (Rohman, 2021, p. 66)

2. Unsur-unsur Strategi pembelajaran


Menurut Newman dan Logan, Sebagaimana dikutip Riyanto (2010)
ada empat unsur pokok yang harus terpenuhi dalam menentukan strategi
pembelajaran antara lain :
a. Spesifikasi dan kualifikasi hasil dan sasaran yang harus dicapai. Unsur ini
bisa diwujudkan dalam bentuk rumusan tujuan pembelajaran, kompetensi
inti, standar kompetensi beserta indikator keberhasilan setiap kompetensi.
b. Pendekatan pembelajaran yang merupakan landasan dan titik tolak dalam
menyusun langkah-langkah pembelajaran. Pendekatan yang dipilih akan
menentukan strategi yang akan digunakan.
c. Langkah-langkah pembelajaran mulai awal sampai akhir. Langkah ini
mencakup penetapan metode, alat, media, sumber dan fasilitas
pengajaran, serta kegiatan pembelajaran yang melibatkan guru dan
peserta didik.
d. Tolak ukur dan patokan ukuran untuk mengukur dan menilai taraf
keberhasilan pembelajaran. Unsur ini bisa diwujudkan dalam evaluasi
pembelajaran yang berfungsi untuk mengukur proses dan hasil belajar.

Tidak jauh berbeda dengan unsur-unsur di atas, slameto dalam


Riyanto (2010), mengemukakan bahwa strategi pembelajaran mencakup
jawaban atas pertanyaan :
a. Siapa melakukan apa dan menggunakan alat apa dalam proses
pembelajaran. Kegiatan ini mencakup kegunaan sumber, penggunaan
bahan, dan alat-alat bantu pembelajaran.
b. Bagaimana melaksanakan tugas pembelajaran yang telah ditetapkan
melalui berbagai analisis agar dapat memberikan hasil yang optimal.
Kegiatan ini mencakup kegiatan menetapkan metode dan teknik
pembelajaran.
c. Kapan dan di mana kegiatan pembelajaran dilaksanakan serta berapa lama
kegiatan tersebut dilaksanakan. (Rohman, 2021, pp. 66–68)

3. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran


Sanjaya (2012) dengan mengutip Rowntree mengelompokkan strategi
pembelajaran secara garis besar dilihat dari segi penyampaiannya menjadi
dua jenis yaitu expository learning dan discovery learning.
a. Strategi pembelajaran ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari
seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar
peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Rowntree
menyebut strategi ini dengan direct instruction, ya itu strategi
pembelajaran dengan menyajikan materi secara langsung kepada peserta
didik, tanpa perantara. Dalam strategi ini, guru telah menyediakan materi
pelajaran dalam bentuk jadi untuk disampaikan kepada peserta didik baik
secara lisan maupun tulisan secara langsung, dan peserta didik dituntut
menguasai materi tersebut. Misalnya pembelajaran langsung dengan
metode ceramah.

b. Strategi Pembelajaran Discovery


Strategi pembelajaran discovery juga disebut dengan indirect
instruction atau pembelajaran tidak langsung. Dalam strategi ini, bahan
pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh peserta didik melalui
berbagai aktivitas dan berbagai sumber. Guru tidak menyediakan materi
jadi untuk diterima peserta didik, tetapi tugas guru lebih banyak sebagai
fasilitator dan pembimbing. Misalnya pembelajaran tidak langsung
melalui pembelajaran inquiry, pembelajaran berbasis masalah, dan
sebagainya.

Sementara dari segi pengorganisasian kelas, juga dibagi menjadi dua,


yaitu strategi pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran individu.
a. Strategi pembelajaran kelompok
Pembelajaran kelompok adalah pembelajaran yang dilakukan secara
beregu. Bentuknya bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau
klasikal; atau bisa juga dalam kelompok-kelompok kecil. Strategi ini
tidak menekankan kelebihan individual karena semua peserta didik
dianggap sama. Oleh karena itu, dalam pembelajaran kelompok bisa saja
terjadi peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat
oleh peserta didik yang kemampuannya biasa-biasa saja. Begitu pula
sebaliknya, peserta didik yang memiliki kemampuan kurang akan
tertinggal oleh peserta didik yang kemampuan tinggi.

b. Strategi pembelajaran individu


Strategi pembelajaran individu yaitu pembelajaran yang didesain
agar peserta didik bisa belajar secara mandiri melalui interaksi edukatif
dengan berbagai sumber belajar selain guru. bahan pelajaran serta
prosedur mempelajarinya memang didesain untuk belajar sendiri contoh
strategi pembelajaran ini adalah belajar melalui modul, kaset audio, atau
video tutorial.

Sementara dari segi sistematika penyampaian materi, strategi


pembelajaran juga dibagi menjadi dua, yaitu strategi pembelajaran dedukatif
dan strategi indukatif.
a. Strategi pembelajaran dedukatif
Yaitu strategi pembelajaran yang memulai pembelajaran dengan
menyajikan konsep-konsep umum materi yang bersifat abstrak kemudian
secara bertahap menuju penarikan kesimpulan yang konkrit. Misalnya,
untuk menyajikan materi haji, maka pembelajaran diawali dengan konsep
haji kemudian diakhiri dengan contoh atau gambaran tentang praktek
ibadah haji secara riil.

b. Strategi pembelajaran induktif


Adalah strategi pembelajaran yang dimulai dengan konsep khusus
menuju konsep umum atau mempelajari materi yang nyata dan contoh
konkrit kemudian diakhiri dengan konsep umum. Maka, jika materinya
tentang haji, guru bisa menyajikan kasus atau contoh praktek ibadah haji
terlebih dahulu, baru kemudian membahas tentang konsep haji secara
umum.
Klasifikasi di atas hanya dilihat dari beberapa aspek saja, itupun
secara garis besar. Di luar itu, ada banyak sekali macam-macam strategi
pembelajaran baik klasik maupun kontemporer. Namun buku ini tidak akan
membahas semuanya, karena tidak mungkin dari segi tempat dan waktu.
Pada bab-bab selanjutnya akan dibahas beberapa strategi pembelajaran yang
populer dan mudah diterapkan. (Rohman, 2021, pp. 68–70)

B. Pengertian Guru PAI


Kata guru dalam bahasa Indonesia merupakan pandangan dari kata
teacher (bahasa Inggris). .” (Syarbini, 2015, p. 29) Kata teacher bermakna
sebagai “the person who teach, specially in school atau guru adalah
seseorang yang bertugas mengajar, khususnya di sekolah.”
(Suprihatiningrum, 2013, p. 23) Sedangkan dalam islam Kata guru dalam
bahasa arab nya disebut mu‟alim, al-maddib, al-mursyid dan al-ustadz yang
artinya orang yang pekerjaaannya mengajar (hanya menekankan satu sisi
tidak melihat sisi lain sebagai pendidik dan pelatih).
Menurut Jamil Suprihatin Ningrum dalam bukunya mengartikan guru
sebagai orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan
merancang program pembelajaran, serta mampu menata dan mengelola
kelas agar siswa dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat
kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan. (Ningrum, 2014,
pp. 23–24)
(Syarbini, 2015, p. 30) Ahmad Tafsir dalam Buku Panduan Guru Hebat
Indonesia mengartikan “guru ialah pendidik yang memberikan pelajaran kepada
siswa, biasanya guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah”.
Menurut Husnul Chotimah (Asmani, 2012, p. 20), yang dikutip dalam
bukunya Jamal Ma’mur Asmani mengatakan bahwa guru adalah orang yang
memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta
didik.
Menurut (Nawawi, 2015, p. 280) Guru adalah orang dewasa, yang
karena peranannya berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak
didik. Orang tersebut mungkin berpredikat sebagai ayah atau ibu, guru,
ustadz, dosen, ulama dan sebagainya. Guru merupakan unsur penting dalam
kegiatan pembelajaran. Menurut (Djamarah, 2015, p. 280) Guru adalah
seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik atau
tenaga profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya untuk
merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi.
Guru adalah seorang pendidik yang profesional, guru merupakan salah satu
faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa. Sedangkan menurut
(Zain, 2015, p. 281) Guru adalah seseorang yang berpengalaman dalam
bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat
menjadikan anak didik nya menjadi orang yang cerdas.
“Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang secara
professionalpedagogis merupakan tanggung jawab besar di dalam proses
pembelajaran menuju keberhasilan pendidikan, khususnya keberhasilan para
siswanya untuk masa depannya nanti”. (Mufarokah, 2013, p. 1)

1. Peran Guru PAI


Kemajuan teknologi yang begitu pesat memberikan kemudahan
kepada setiap orang untuk mengakses berbagai informasi dan pengetahuan.
Hal ini kemudian menimbulkan anggapan bahwa keberadaan guru dalam
pembelajaran tidak lagi penting, Karena tanpa guru manusia bisa mengakses
informasi tanpa batas. Pandangan seperti ini jelas keliru Karena guru
bukanlah penyampai informasi semata seperti hal Google, YouTube, atau
media sosial lain nya. Guru adalah pendidik profesional yang tidak hanya
berperan menyampaikan pengetahuan, namun juga sebagai direktur
(pengarah) belajar (director of learning). Sebagai direktur, tugas dan
tanggung jawab guru tidak sederhana itu. Guru harus melakukan
perencanaan, pengelolaan, penilaian hasil belajar, memotivasi belajar,
membimbing, menyelesaikan masalah, memberikan teladan, dan sebagainya
(Ahmadi & Supriyono, 1991).
Tugas-tugas semacam itulah yang tidak mungkin bisa tergantikan oleh
teknologi secanggih apapun. Maka, bagaimanapun juga peran guru akan
terus dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Benar kata sahabat Ali Ibnu
Abi Tholib ra. bahwa salah satu syarat keberhasilan menuntut ilmu adalah
bimbingan guru. Karena tanpa guru, yang ada hanya proses penyampaian
informasi tanpa batasan, tanpa arahan, dan tanpa bimbingan dari sosok guru
(al-Zurnuji, n.d.). Oleh karena itu, keberadaan guru merupakan komponen
yang harus ada untuk melaksanakan peran dan fungsinya. Berikut ini
penjelasan tentang peran guru dalam proses pembelajaran (fakhruddin,
2011) :
a. Sebagai sumber belajar
Selain menyampaikan ilmu pengetahuan, guru juga berperan
menyediakan sumber-sumber belajar yang valid.
b. Sebagai fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan agar memudahkan peserta
didik dalam proses pembelajaran.
c. Sebagai pengelola
Guru berperan dalam mengelola lingkungan dan iklim pembelajaran
sehingga peserta didik merasa nyaman dalam belajar.
d. Sebagai demonstrator
Guru berperan untuk mempertunjukkan atau memperagakan segala
sesuatu yang memudahkan peserta didik dalam pembelajaran.
e. Sebagai pembimbing
Guru berperan dalam membimbing peserta didik untuk merubah
perilaku dan menemukan sebagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal
di masa depan.
f. Sebagai mediator
Guru harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media
pendidikan untuk mempermudah pembelajaran.
g. Sebagai evaluator
Guru berperan mengukur dan menilai pembelajaran baik dari sisi
proses maupun hasil pembelajaran. (Rohman, 2021, pp. 37–39)
Maka dari itu guru tidak luput dari tuntunan peranan-peranan
tersebut, sebagai sumber belajar, sebagai fasilitator, sebagai pengelola,
sebagai demonstrator, sebagai pembimbing, sebagai mediator, dan sebagai
evaluator, dengan begitu guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan
efektif dan efesien.
Sama seperti guru yang lain, guru PAI juga tak luput dari tuntunan
peran-peran diatas. Akan tetapi, melihat karakteristik PAI yang berbeda,
tentu saja peranan guru PAI juga menjadi lebih besar ketimbang guru lain.
Ada beberapa istilah dalam ajaran Islam yang semakna dengan istilah guru,
yaitu Mu'allim atau mudarris, murabby, muaddid, Mursyid, dan al-ustadz.
Istilah-istilah tersebut, meskipun tampak sama, tetapi sejatinya memiliki
konsekuensi makna yang berbeda-beda terhadap peran seorang guru PAI.

a. Mu'allim atau mudarris


Berasal dari kata 'alim, yaitu orang yang menguasai ilmu pengetahuan.
Guru sebagai Mu'allim memiliki peran untuk mengajarkan ilmu-ilmu
keislaman secara utuh dan komprehensif dengan bertumpu pada
peningkatan pola pikir dan wawasan yang luas, yang mengarah pada
perubahan sikap dan perilaku peserta didik. Sedangkan sebagai mudarris,
peran guru lebih spesifik pada penyampaian dars atau pelajaran di kelas
sesuai dengan kurikulum untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

b. Murabby
Mengisyaratkan bahwa guru harus memiliki jiwa Rabbani atau
keutuhan. Maksudnya, guru PAI sebagai murabby memiliki peran merawat,
menjaga, mengarahkan, membimbing, mengatasi masalah, dan mengayomi
anak didiknya sebagaimana Tuhan mengayomi semua makhluknya.

c. Muaddib
Mengandung arti bahwa guru adalah orang terdidik, yang beradab,
dan berbudaya sehingga memiliki power dan daya dorong untuk
memperbaiki akhlak masyarakat. Guru sebagai muaddib berperan
menanamkan, mengembangkan, membentuk, dan memperbaiki moral anak
didiknya menjadi generasi yang berakhlak dan beradab (Nata, 2010).

d. Mursyid
Dalam Islam, istilah mursyid digunakan untuk guru pembimbing
spiritual. Sebagai Mursyid, guru PAI berperan membimbing peserta didik
untuk mengenal Allah SWT melalui aktivitas pembersihan hati dan jiwa.
Menurut Muhaimin (2009) Mursyid harus menjadi sentra identifikasi diri
atau pusat panutan. Guru PAI harus menjadi orang terdepan yang dijadikan
panutan oleh peserta didik. Sebab, guru PAI menguasai ilmu agama
melebihi guru lain, sehingga perilakunya akan selalu dinilai apakah sesuai
ajaran agama atau tidak. Oleh karena itu, KH. Hasyim Asy'ari dalam
kitabnya adab al-'alim wa-muta'allim mengatakan bahwa seorang guru
agama harus berupaya mentaati ajaran agama dan menjaga akhlaknya
Karena dia adalah panutan bagi peserta didiknya (Asy'ari. n.d.). (Rohman,
2021, pp. 39–40)

e. Al-ustadz
Al-ustadz atau guru merupakan jabatan atau profesi yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus mendidik secara profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, mengasuh
bagi ustadz dan ustadzah, menilai dan mengevaluasi peserta didik
(Khoiriyah, 2012, p. 140)
Maka dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa guru
merupakan seseorang yang berprofesi sebagai pendidik yang bertanggung
jawab untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan menanamkan nilai kepada
peserta didik dalam rangka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mencetak generasi yang berakhlak mulia. Serta guru merupakan salah satu
komponen terpenting dalam dunia pendidikan, sebab ia merupakan tokoh
yang akan ditiru dan diteladani oleh peserta didik dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik. Bahkan ia mau dan rela memecahkan berbagai
masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang berhubungan dengan
proses belajar mengajar.
Jadi dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi
ahli ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga berfungsi untuk
menanamkan nilai (value) serta membangun karakter (character building)
peserta didik secara berkelanjutan dan berkesinambungan. (Maunah, Binti,
2016, p. 150)
Seorang guru tidak hanya mengajarkan materi pelajaran sebagai bekal
ilmu pengetahuan saja, melainkan guru juga menyampaikan, mencotohkan
dan menanamkan nilai-nilai norma guna mencetak generasi yang tidak
hanya berpengetahuan tetapi juga bertaqwa dan berakhlakul karimah.

2.     Pengertian Guru Profesional


Guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan
yang berbentuk multidimensional. Guru yang demikian adalah yang secara
internal memiliki empat kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik,
kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.
a. Sifat guru professional
Adapun sifat yang dimiliki guru professional diantaranya sebagai
berikut:
1) Persuasif
Persuasif adalah sikap pendekatan psikologis secara halus, lunak
dam lembut disesuaikan dengan situasi dan kondisi untuk
mempengaruhi seseorang, sehingga orang tersebut dapat mengikuti
dengan penuh pemahaman dan kesadaran.

2) Edukatif
Edukatif artinya segala ucapan, sikap, dan perbuatan guru baik
di dalam kelas maupun di lingkungan masyarakat luas, hendaknya
mengandung nilai pendidikan atau bersifat mendidik.
3) Normatif
Guru professional hendaknya bersikap normatif artinya segala
ucapan, sikap dan perbuatannya tidak melanggar nilai-nilai moral,
etika, norma agama, aturan negara.

4) Dedikatif
Indikasi guru professional yang lainnya adalah dalam
melaksanakan tugasnya selalu semangat penuh gairah, tidak tampak
lelah dan tidak suka keluh kesah.

5) Ilmiah
Ilmiah adalah sifat dan karakter guru professional. Segala
ucapan dan tindakannya guru professional dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Prinsip yang dipegang teguh
oleh guru professional adalah “berilmu dan beramal ilmiah”

6) Demokratis
Guru professional dalam menyampaikan materi pelajara tidak
bersikap oteriter dan dikritinitas, yaitu siswa hanya di tuntut untuk
mengikuti kata-katannya

7) Inovatif
Seorang guru professional tidak bersikap jumud atau kaku,
hanya mempertahankan konsep atau teori yang telah di miliki.

8) Kreatif
Ciri lain dari guru professional adalah bersikap kreatif artinya
selalu banyak ide alias banyak akal untuk mengatasi sesuatu yang
dianggap kurang atau tidak ada. (Rohmalia Wahab, 2015, pp. 81-82)
b. Kriteria guru yang baik
Menurut Petter G. Beider (dalam buku Kompri, 2015, p. 165)
menjelaskan criteria guru yang baik, diantaranya sebagai berikut:
1) Seorang guru yang baik harus benar-benar berkeinginan untuk
menjadi guru yang baik. Guru yang baik harus mencoba dan
terus mencoba dan biarkan siswa-siswi tahu bahwa dia sedang
mencoba bahkan dia juga sangat menghargai siswa-siswi nya
yang senantiasa melakukan percobaan-percobaan walaupun
mereka tidak pernah sukses dalam melakukan apa yang mereka
kerjakan. Dengan demikian, para akan menghargai guru
walaupun guru tidak sebaik yang diinginkan, namun guru akan
terus membantu siswa yang ingin sukses.
2) Seorang guru yang baik berani mengambil resiko, merka berani
menyusun tujuan yang sangat muluk, lalu mereka berjuanguntuk
mencapainya. Jika apa yang mereka inginkan itu tidak
terjangkau, mereka biasanya suka dengan uji coba berisiko
tersebut.
3) Seorang guru yang baik memiliki sikap positif. Tidak baik bagi
seorang guru untuk mempermasalahkan profesi keguruannya
dengan mengaitkan pada indeks gaji yang tidak memadai. Kalau
tidak suka dengan indeks gaji seperti itu, ambil keputusan segera
dan cari alternative yang lebih baik. Tidak boleh profesi
keguruannya terhina oleh guru sendiri hanya karena indeks
gajinya tidak memadai.
4) Guru yang baik berpikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas
menjadi orangtua siswa, yakni bahwa guru punya tanggung
jawab terhadap siswa sama dengan tanggung jawab orangtua
terhadap putra-putrinya sendiri dalam batas-batas kompetensi
keguruan, yakni guru punya oteritas untuk mengarahkan siswa
sesuai basis kemampuannya.
5) Guru yang baik selalu mencoba memotivasi siswa-siswinya
untuk hidup mandiri, lebih independent khususnya sekolah-
sekolah menengah atau collage, mereka harus sudah mulai
dimotivasi untuk mandiri dan independent

c. Hak Guru
Guru sebagai professional memiliki hak-hak tertentu. Hak-hak guru
diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, pasal 14 sebagai
beriku:
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan
jaminan kesejahteraan sosial;
2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan
prestasi kerja;
3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak
atas kekayaan intelektual;
4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana
pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan;
6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut
menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada
peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan;
7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas;
8) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan
kebijakan pendidikan;
10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam
bidangnya. (Ruhlam Ahmadi, 2018, p. 64)

d. Kewajiban Guru
Kewajiban guru diatur dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen, bagian kedua (hak dan kewajiban), pasal 20 sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban.
1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan prosese
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran;
2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
komponen dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
3) Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik
tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran;
4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
5) Memelihara dan menumpuk peraturan dan kesatuan bangsa.
(Ruhlam Ahmadi, 2018, p. 66)

3.  Kompetensi Guru
Pada dasarnya, terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan
oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar, tugas guru  ini
sangat berkaitan dengan empat kompetensi tersebut. Pada hakikatnya guru
merupakan profesi, yang mana profesi itu sendiri merupakan pekerjaan yang
didasarkan pada pendidikan intelektual khusus, yang bertujuan memberi
pelayanan dengan terampil kepada orang lain dengan mendapat imbalan
tertentu. Sedangkan profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan
teknis yang berkualitas tinggi yang dimiliki oleh seseorang (Iskandar, 2009).
Kompetensi bisa diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan
suatu tugas atau pekerjaan yang dilandasi atas pengetahuan dan
keterampilan serta didukung oleh sikap kerja sesuai dengan tuntunan
pekerjaan tersebut (Wibowo, 2013). Dengan demikian kompetensi adalah
kemampuan dan keahlian dalam bidang tertentu yang menjadi ciri atau
karakteristik bidang tersebut. Sebagai sebuah jabatan profesional, guru juga
harus memiliki kompetensi tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan
menteri Pendidikan Nasional republik Indonesia nomor 16 tahun 2007
tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional ( menteri Pendidikan Nasional, 2007)

a. Kompetensi pedagogik
1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, kultural,
emosional dan intelektual;
2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran;
3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran atau
bidang pengembangan yang diampu;
4) Menyelenggarakan pembelajaran atau mengembangkan yang
mendidik;
5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran atau pengembangan
pendidikan;
6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan sebagai potensi yang dimiliki;
7) Berkomunikasi secara aktif, empati, dan santun dengan peserta didik;
8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar;
9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran;
10) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.

b. Kompetensi kepribadian
1) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan nasional Indonesia;
2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan
teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang sabar, tekun, mantap, stabil,
dewasa, Arif, dan berwibawa;
4) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri;
5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

c. Kompetensi sosial
1) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi;
2) Berkomunikasi secara efektif, empati, dan santun dengan sama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat;
3) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah republik Indonesia
yang memiliki keragaman sosial budaya;
4) Berkomunikasi dengan komunikasi profesi sendiri dan profesi lain
secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

d. Kompetensi profesional
1) Menguasai materi, struktur, konsep, dan landasan keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu;
2) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran
atau bidang pengembangan yang diampu;
3) Mengembangkan materi pelajaran yang di ampuh secara kreatif;
4) Mengembangkan ke profesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif;
5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan. (Rohman, 2021, pp. 34–37)

4. Tugas Guru
Di lingkungan sekolah, seorang guru Agama Islam, terutama guru
Pendidikan Agama Islam memiliki peran yang cukup besar dalam
menanamkan nilai-nilai Islami dalam diri peserta didik. Tugas terpenting
seorang guru terhadap anak didiknya dalam menuntut ilmu adalah harus
senantiasa menasihati dan membina akhlaknya, serta memberikan
bimbingan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah.
Tugas guru yang utama adalah mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik dan mendidik
murid dikelas dan diluar kelas. Guru selalu berhadapan dengan murid yang
memerlukan pengetahuan, keterampilan dan sikap utama untuk menghadapi
hidupnya dimasa depan.(Ismail, 2015, p. 706)
Guru memiliki tugas, baik yang terikat dengan dinas maupun diluar
dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila kita kelompokkan ada tiga
jenis tugas guru, yakni : pertama, Tugas dalam bidang Profesi. Kedua,
Tugas kemanusian. Ketiga, Tugas dalam bidang Kemasyarakatan.
a. Tugas dalam bidang profesi meliputi mendidik, mengajar, dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-
nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti
mengembangkan ke terampilan –keterampilan pada siswa.
b. Tugas guru dalam bidang kemanusian di sekolah harus menjadikan
dirinya sebagai orang tua kedua, ia harus mampu menarik simpati
sehingga ia menjadi idola para siswanya.
c. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan, masyarakat
menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di
lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan dapat
memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban
mencerdaskan bangsa menuju Indonesia seutuhnya yang berdasarkan
pancasila.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 1 dan 2 dinyatakan
bahwa :
a. Tenaga Pendidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
b. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengabdian pada masyrakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.

Menurut Hamdani Bakran Adz - Dzakiey ada beberapa hal


mendasari dari tugas dan tanggung jawab seorang guru, khususnya
dalam proses pendidikan dan pelatihan pengembangan kesehatan ruhani
(ketakwaan), antara lain :
a. Sebelum melakukan proses pelatihan dan pendidikan, seorang
guru harus benar-benar telah memahami kondisi mental, spiritual, dan
moral, atau bakat, minat, maka proses aktivitas pendidikan akan dapat
berjalan dengan baik.
b. Membangun dan mengembangkan motivasi anak didiknya secara
terus-menerus tanpa ada rasa putus asa. Apabila motovasi ini
selalu hidup, maka aktivitas pendidikan atau pelatihan dapat berjalan
dengan dengan baik dan lancar.
c. Membimbing dan mengarahkan anak didiknya agar dapat
senantisa berkeyakinan, berfikir, beremosi, bersikap dan berprilaku,
positif yang berparadigma pada wahyu ketuhanan, sabda, dan
keteladanan kenabian.
d. Memberikan pemahaman secara mendalam dan luas tentang
materi pelajaran sebagai dasar pemahaman teortis yang objektif,
sistematis, metodologis, dan argumentatif.
e. Memberikan keteladanan yang baik dan benar bagaimana
cara berfikir, berkeyakinan, beremosi, bersikap, dan berprilaku
yang benar, baik dan terpuji baik di hadapan Tuhannya maupun
dilingkungan kehidupan sehari-hari.
f. Membimbing dan memberikan keteladanan bagaimana cara
melaksanakan ibadah-ibadah vertical dengan baik dan benar,
sehingga ibadah-ibadah itu akan mengantarkan kepada perubahan
diri, pengenalan, dan perjumpaan dengan hakikat diri, pengenalan
dan perjumpaan dengan Tuhannya serta menghasilkan kesehatan
ruhaninya.
g. Menjaga, mengontrol, dan melindungi anak didik secara lahiriah
maupun batiniah selama proses pendidikan dan pelatihan, agar
terhindar dari berbagai macam gangunaan.
h. Menjelaskan secara bijak (hikmah) apa-apa yang ditanyakan oleh
anak didiknya tentang persoalan-persoalan yang belum dipahaminya.
i. Menyediakan tempat dan waktu khusus bagi anak didik agar
dapat menunjang kesuksesan proses pendidikan sebagaimana
diharapkan(Sopian, 2016, pp. 88–90)

Sementara itu, tugas utama guru menurut kementrian pendidikan dan


kebudayaan adalah sebagai berikut, (Ruhlam Ahmadi, 2018, p. 57)
a. Tugas Profesional
Tugas professional adalah mendidik siswa dalam rangka
menyumbangkan kepribadian, mengajar dalam rangka
menyeimbangkan kemampuan berpikir, kecerdasan, dan melatih
dalam rangka membina keterampilan.
b. Tugas manusiawi
Tugas manusiawi adalah membina peserta didik dalam rangka
meningkatkan dan mengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan
manusia yang optimal, serta pribadi yang mandiri.
c. Tugas kemasyarakatan
Tugas kemasyarakatan adalah mengembangkan terbentuknya
masyarakat Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 (Darmadi, 2009 : 56)

Sementara itu, Roestiyah N. K menginvestarisasi tugas guru secara


garis besar sebagai berikut. (Ruhlam Ahmadi, 2018, pp. 58–59)
a. Mewariskan kebudayaan dalam bentuk kecakapan, kepandaian, dan
pengalaman empiris kepada peserta didik.
b. Membentuk kepribadian peserta didik sesuai dengan nilai dasar
negara.
c. Mengantarkan peserta didik menjadi warga negara yang baik.
d. Mengarahkan dan membimbing peserta didik sehingga memiliki
kedewasaan dalam berbicara, bertindak, dan bersikap.
e. Memfungsikan diri anatara sebagai penghubung antara sekolah dan
masyarakat.
f. Harus mampu mengawal dan menegakkan kedisiplinan, baik kepada
dirinya sendiri, peserta didik, serta orang lain.
g. Memfungsikan diri sebagai manejer dan administrator yang disenangi.
h. Melakukan tugasnya dengan sempurna sebagai amanat profesi. Guru
diberi tanggung jawab paling besar dalam hal perencanaan dan
pelaksanaan kurikulum serta evaluasi keberhasilannaya.
i. Membimbing peserta didik untuk belajar memahami dan
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
j. Guru harus merangsang pesrta didik untuk memiliki semangat yang
tinggi dalam membentuk kelompok studi serta dalam
mengembangkan kegiatan ekstrakulikuler dalam rangka memperkaya
pengalaman.(Sagala, 2009:12)

5. Sifat Guru PAI


Agar dapat melaksanakan tugas dan kewajiban kependidikan islam
dengan baik, seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat tertentu yang
dengan sifat-sifat ini diharapkan segala tigkah laku dapat diteladani dengan
baik. Sifat- sifat yang harus dimiliki oleh guru diantaranya ; pertama, Guru
harus bersifat ikhlas. Kedua, Guru harus bersifat sabar. Ketiga, Guru harus
senantiasa membekali diri dengan ilmu dan bersedia mengkaji dan
mengembangkannya. Keempat, Guru harus mampu mengelola pesera didik,
tegas dalam bertindak, dan meletakkan segala masalah secara proposional.
kelima, Guru harus bersikap adil diantara para peserta didiknya. (Wahyudi,
2012, p. 14)
Begitu juga An-Nahlawi yang dikutip oleh Sitiatava Rizeme Putra
menetapkan beberapa sifat bagi seorang guru, yakni: Pertama, Memiliki
sifat rabbani, Artinya seorang guru harus mengaitkan dirinya kepada Tuhan
melalui ketaatan pada syariat Allah Swt. Kedua, Mengajarkan ilmunya
dengan sabar. Ketiga, Memiliki kejujuran. Artinya tang diajarkan harus
sesuai dengan yang dilakukan. Keempat, Mampu bersikap tegas dan
meletakkan sesuatu sesuai dengan proporsinya. Kelima, Memahami anak
didik baik dari karakter maupun kemampuannya. Keenam, Bersikap adil
terhadap seluruh anak didik.(Putra, 2016, pp. 57–58)

C. Pengertian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam


Menurut Dzakiyah Darajat, pendidikan agama Islam adalah suatu
usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami kandungan ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati makna
tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan dan menjadikan Islam
sebagai pandangan hidup. (Majid, 2012, p. 12)
(Majid, 2012, p. 13) Abdul Majid menjelaskan bahwa pendidikan
agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam
mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan
ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang
telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Majid,
2012, p. 12) Sedangkan Azizy mengemukakan bahwa esensi pendidikan,
yaitu adanya proses transfer nilai, pengetahuan, dan keterampilan dari
generasi tua agar generasi muda dapat hidup. Oleh karena itu, ketika
dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka akan mencakup dua hal, yaitu ;
mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak
Islam dan mendidik siswa-siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam.
Secara istilah Muhaimin dkk mengemukakan bahwa secara sederhana
istilah pendidikan Islam dapat dipahami dalam beberapa pengertian, yaitu
pendidikan menurut Islam atau pendidikan Islami, pendidikan keislaman
atau pendidikan agama Islam, dan pendidikan dalam Islam. Pendidikan
menurut Islam atau pendidikan Islami adalah pendidikan yang dipahami dan
dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung
dalam sumber dasarnya yaitu; Qu‟an dan Sunnah. Dalam pengertian yang
pertama ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori yang
mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber
dasar tersebut. (Halid Hanafi, S.Ag et al., 2018, p. 37)
Dalam dokumen Kurikulum 2013, PAI mendapatkan tambahan
kalimat “dan Budi Pekerti” sehingga Menjadi Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti, sehingga dapat diartikan sebagai pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta
didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam, yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada semua jenjang pendidikan.
Menurut Muhaimin, (Rohmadi, 2012, p. 143) Pendidikan Agama
Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan
nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah.
Pendidikan Agama Islam adalah suatu proses pengembangan potensi
manusia menuju terbentuknya manusia sejati yang berkepribadian Islam
(kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam).
Sedangkan Ramayulis (Gunawan, 2013, p. 202) mengatakan bahwa
Pendidikan Agama Islam adalah proses mempersiapkan manusia supaya
hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, dan tegap
jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlak), teratur pikirannya, halus
perasaannya, mahir dalam pekerjaanya, manis tutur katanya, baik dengan
lisan maupun tulisan.
Sedangkan Zakiyah Daradjat berpendapat bahwa Pendidikan Agama
Islam adalah suatu usaha sadar untuk membina dan mengasuh peserta didik
agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah),
lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Pendidikan Agama Islam di
sekolah, diharapkan mampu membentuk kesalehan pribadi (individu) dan
kesalehan sosial sehingga pendidikan agama diharapkan jangan sampai,
menumbuhkan sikap fanatisme, menumbuhkan sikap intoleran di kalangan
peserta didik dan masyarakat Indonesia dan memperlemah kerukunan hidup
umat beragama dan memperlemah persatuan dan kesatuan nasional.
Dengan kata lain, Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu
menciptakan ukhuwah Islamiyah dalam arti yang luas, yaitu, ukhuwah fi al-
ubudiyah, ukhuwah fi alinsaniyah, ukhuwah fi al-wathaniyah wa al-nasab
dan ukhuwah fi din al-islamiyah. (Gunawan, 2013, p. 202)
(Nusa Putra & Santi, 2012, p. 1) Pendidikan Agama Islam juga
memiliki makna mengasuh, membimbing, mendorong mengusahakan,
menumbuh kembangkan manusia bertakwa. Takwa merupakan derajat yang
menunjukkan kualitas manusia bukan saja dihadapan sesama manusia tetapi
juga dihadapan Allah SWT.
“Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang
dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan
tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar
umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional”.
(Muhaimin, 2012, p. 75)
Kemudian dalam konsepsi Pendidikan Agama Islam disebutkan “pada
dasarnya Pendidikan Agama Islam harus diletakkan dalam konteks kultural
bangsa indonesia yaitu agar serasi dalam penerapan nya dilakukan secara
luas dan serasi dalm rangka Pendidikan Nasional sesuai Undang-Undang
No.2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional. (PAI, 2016, p. 179)
Ditegaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan
Nasional, bahwa Pendidikan adalah uasah sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara. (PAI, 2016, pp. 129–130)
Maka dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
Pendidikan Agama Islam yaitu usaha sadar, meyakini dan mengahayati
dalam mengamalkan agama Islam melalui bimbingan atau pengajaran yang
mana semua itu memerlukan upaya yang sadar dan benar-benar dalam
pengamalannya yang memperhatikan tuntunan yang ada di dalam agama
Islam yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena
Pendidikan Agama Islam harus mempunyai tujuan yang bagus dan baik
diharapkan mampu menjalin Ukhuwah Islamiah seperti yang diharapkan
dan menghargai satu sama lain atau dengan agama lain, suku, ras dan tradisi
yang berbeda-beda agar terciptanya kerukunan. Dan juga terciptanya
kebersamaan atau hidup bertoleransi.

1. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam


Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah mempunyai
dasar yang kuat. Dasar tersebut di kutip (Jurnal Pendidikan Agama Islam -
Ta’lim Vol. 17 No. 2 – 2019) , dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
a. Dasar Yuridis/Hukum
Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal regulasi yang berlaku di
Indonesia, mencakup dasar ideal, dasar struktural, dan dasar operasional.
Maksud dasar ideal adalah dasar yang bersumber dari pandangan hidup
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan
Yang Maha Esa. Hal ini mengandung pengertian seluruh bangsa Indonesia
harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ketetapan MPR No.
II/MPR/1978 tentang Pendidikan Agama (Eka Prasetia Pancakarsa)
disebutkan bahwa dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan oleh karena itu, manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (Ahmadi, 1985).
Dasar struktural dalam hal ini dimaksudkan sebagai landasan yang
dipegang dalam pelaksanaan pendidikan agama adalah Pancasila dan UUD
1945 (Indonesia, 2003). Bunyi dari Undang-Undang tersebut memberikan
isyarat bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar bagi
warga negara Indonesia dalam beragama, mengamalkan agama, dan
mengajarkan agama.
Dasar operasional memiliki maksud sebagai dasar atau landasan yang
secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama, termasuk juga
PAI di sekolahsekolah di Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah telah
menegaskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993,
melalui ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993: "Diusahakan supaya terus
bertambah sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan beragama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, termasuk pendidikan
agama pada semua jalur jenis, jenjang pendidikan prasekolahan, yang
pelaksanaannya sesuai dengan pengaturan perundang-undangan yang
berlaku" (MPR, 1993). Diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan.
b. Segi Religius
Dasar religius dalam uraian ini adalah dasar yang menjadi pegangan
dalam pelaksanaan PAI yakni Alquran dan hadits. Sebagaimana Marimba
(1964) mengemukakan bahwa dasar PAI adalah keduanya itu yang jika
pendidikan diibaratkan bangunan, maka isi Alquran dan hadits-lah yang
menjadi fundamennya.
Salah satu di antara banyak ayat Alquran yang cukup sering dikaitkan
dengan dasar ini adalah surat an-Nahl ayat 125:

ۗ‫ْم ِة َوالْ َم ْو ِعظَِة احْلَ َسنَ ِة َو َج ِادهْلُ ْم بِالَّيِت ْ ِه َي اَ ْح َس ُن‬ ِ ِ َ ِّ‫اُْدع اِىٰل سبِي ِل رب‬
َ ‫ك باحْل ك‬ َ َْ ُ
‫ض َّل َع ْن َسبِْيلِهٖ َو ُه َو اَ ْعلَ ُم بِالْ ُم ْهتَ ِديْ َن‬ ِ
َ ‫ك ُه َو اَ ْعلَ ُم مِب َ ْن‬
َ َّ‫ا َّن َرب‬
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui
siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
siapa yang mendapat petunjuk.”. (Q.S. Al-Nahl ayat 125)

Juga dalam surat Ali Imron ayat 104, Allah Swt.


ِ ‫ولْت ُكن ِّمْن ُكم اَُّمةٌ يَّ ْدعو َن اِىَل اخْل ِ ويْأمرو َن بِالْمعرو‬
ۗ ‫ف َو َيْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر‬ ْ ُ ْ َ ْ ُ ُ َ َ ‫َرْي‬ ُْ ْ ْ ََ
‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُح ْو َن‬ ۤ
َ ‫َواُوٰل ِٕى‬
berfirman: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Depag, 2009)
Sedangkan dalam hadits Rasulullah Saw. bersabda: "Sampaikanlah
ajaranku (kepada orang lain) walaupun satu ayat". (HR. Bukhari) (Nawawi
& Bahreisy, 2012).
c. Aspek Psikologis
Dasar pelaksanaan PAI ditinjau pula dari segi sosial psikologis. Pada
hakikatnya semua manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan adanya
pegangan, yaitu berupa agama. Juga menunjukkan bahwa semua manusia
memerlukan adanya bimbingan tentang nilai-nilai agama dan merasakan
dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha
Kuasa sebagai tempat untuk berlindung atau meminta pertolongan. Semua
manusia akan merasakan ketenangan pada jiwanya apabila dapat dekat
dengan-Nya, mengingat-Nya atau dapat menjalankan segala apa yang
diperintahkan dan meninggalkan segala apa yang dilarang-Nya. Firman
Allah dalam surat Ar-Ra'd ayat 28 menegaskan tentang itu ;
ِٰ ِِ ِٰ ِِ ِ
ُ ‫ َوتَطْ َم ِٕى ُّن ُقلُ ْوبُ ُه ْم بذ ْك ِر اللّه ۗ اَاَل بذ ْك ِر اللّه تَطْ َم ِٕى ُّن الْ ُقلُ ْو‬2‫الَّذيْ َن اٰ َمُن ْوا‬
ۗ‫ب‬

Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi


tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah
hati menjadi tenteram. (Firmansyah, 2019, pp. 85–86)

2. Tujuan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam


Tujuan pendidikan agama Islam bukanlah semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi penghayatan juga
pengalaman serta pengaplikasiannya dalam kehidupan dan sekaligus
menjadi pegangan hidup. Zakiah Daradjat (Hawi, 2013, p. 20)
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Selama hidupnya,
dan mati pun tetap dalam keadaan muslim. Pendapat ini didasari firman
Allah SWT, dalam Surat Ali-Imran ayat 102.

‫ َّات ُقوا ال ٰلّهَ َح َّق ُت ٰقىتِه َواَل مَتُْوتُ َّن اِاَّل َواَْنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬2‫ٰياَيُّ َها الَّ ِذيْ َن اٰ َمنُوا‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan
sebenar-benarnya taqwa, dan janganlah kau mati kecuali dalam keadaan
Muslim”.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang
mengabdi kepada Allah, cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur,
bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya
kebahagiaan dunia dan akhirat. Tujuan Pendidikan Agama Islam tidak
hanya menyangkut masalah keakhiratan akan tetapi juga masalah-masalah
yang berkaitan dengan keduniawian. Dengan adanya keterpaduan ini, pada
akhirnya dapat membentuk manusia sempurna (insan kamil) yang mampu
melaksanakan tugasnya baik sebagai seorang Abdullah maupun
Khalifatullah. Yaitu manusia yang menguasai ilmu mengurus diri dan
mengurus sistem. (Rohmadi, 2012, pp. 148–149)

Nusa dan Santi menjelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam


memiliki tujuan yang sangat kompleks. Tujuan PAI secara umum dapat
diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Jismiyyat yaitu tujuan berorientasi pada tugas manusia sebagai
khalifah fil-ardh.
b. Ruhiyyat yaitu tujuan berorientasi pada ajaran islam secara kaffah.
c. Aqliyat yaitu tujuan yang berorientasi kepada pengembangan
intelligence otak peserta didik.

Maka dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa


Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk mausia lebih
sempurna lagi bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat yang mana
kesempurnaan itu dapat didapatkan melalui menghayati, meyakini, dan
mengamalkan ajaran agama Islam itu dengan sebaik-baiknya agar menjadi
manusia muslim seutuhnya sebagai Abdullah maupun Khalifatullah dengan
baik. Dan membentuk manusia yang hanya beribadah hanya kepada Allah
SWT.

3. Fungi Pendidikan Agama Islam


Majid and Andayani (2004) mengemukakan tujuh fungsi dalam PAI.
Ketujuh fungsi itu adalah pengembangan, penanaman nilai, penyesuaian
mental, perbaikan, pencegahan, pengajaran, dan penyaluran. Fungsi
pengembangan berkaitan dengan keimanan dan ketakwaan siswa kepada
Allah Swt. yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Fungsi
penanaman nilai diartikan sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Prinsip penyesuaian mental
maksudnya berkemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. Fungsi perbaikan
mengandung maksud memperbaiki kesalahankesalahan siswa dalam
keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari. Fungsi pencegahan mengandung maksud berkemampuan
menangkal hal-hal negatif yang berasal dari lingkungan atau dari budaya
lain yang dapat membahayakan diri dan menghambat perkembangannya
menuju manusia Indonesia seutuhnya. Fungsi pengajaran tentang ilmu
pengetahuan keagamaan secara umum, sistem, dan fungsionalnya. Fungsi
penyaluran bermaksud menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus di
bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal.
Masykur (2015) mengenalkan fungsi mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai
ajaran agama Islam. Nilai-nilai tersebut relatif tetap atas pola-pola tingkah
laku, peranan-peranan, dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat
individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna
tercapainya kebutuhan-kebutuhan dasar.
Fungsi-fungsi dari beberapa penulis tersebut memberikan informasi
kepada kita beberapa hal penting. Pertama, PAI memiliki fungsi penanaman
nilai-nilai Islami melalui pembelajaran yang bermutu. Kedua, PAI memiliki
fungsi keunggulan baik pembelajaran maupun output yang dihasilkan, yakni
siswa dengan pribadi insan kamil. Ketiga, PAI dengan fungsi rahmatan li
al’alamin yang berarti bahwa siswa, baik dalam kehidupan pribadi dan
sosialnya mampu menebarkan kedamaian sebagai esensi ajaran agama
Islam. (Firmansyah, 2019, pp. 86–87)
Pendidikan Islam menurut Omar Mohammad Toumy al-Syaibani ialah
untuk merubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat
dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagi suatu aktifitas asasi dan
sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Dalam hal
ini pendidikan agama islam terbagi menjadi 4, yaitu : Tarbiyah, Ta’lim,
Ta;dib, dan Riyadhoh. (PAI, 2016, p. 130)
Kemudian mata pelajaran pendidikan Agama Islam merupakan mata
pelajaran yang berfungsi sebagai :
“Pembentuk manusia yang secara individual bertaqwa terhadap Tuhan
yang Maha Esa dan dalam kehidupan bermasyarakat berfungsi untuk
melestarikan pancasila dan melaksanakan UUD 1945, melestarikan
pembangunan Nasional, prikehidupan yang berkesinambungan, serta
terciptanya manusia berilmu pengetahuan dan beriman bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa”. (PAI, 2016, pp. 179–180)
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi
pendidikan agama Islam, antara lain: Pertama, menumbuhkan dan
memelihara keimanan. Kedua, membina dan menumbuhkan akhlak mulia.
Ketiga, membina dan meluruskan ibadah. Keempat, menggairahkan amal
dan melaksanakan ibadah. Kelima, mempertebal rasa dan sikap
keberagamaan serta mempertinggi solidaritas sosial. Keenam, meningkatkan
Ketaqwaan kita kepada Tuhan yang Maha Esa.

4. Standar pembelajaran pendidikan agama islam


Dalam standar proses pembelajaran pendidikan agama islam, meliputi:
a. Standar proses yang semula berfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan
konfirmasi dilengkapi dengan prinsip 5 M yaitu Mengamati, menanya,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
b. Belajar tidak hanya diruang kelas, tetapi juga dilingkungan sekolah
dan masyarakat
c. Guru bukan satu-satunya sumber belajar.
d. Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan.
e. Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik
kompetensi; pembelajaran tematik terpadu diberlakukan untuk mata
pelajaran PAI di sekolah umum, jadi pada prinsipnya PAI diajarkan
berdasarkan tema dan subtema yang ada dalam buku pegangan guru
dan buku pegangan siswa. (Permendikbu.no65, 2013, p. 3)

5. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam


Materi kurikulum PAI didasarkan dan dikembangkan dari ketentuan-
ketentuan yang ada dalam dua sumber pokok, yaitu: Al-quran dan Sunnah
Nabi Muhammad SAW. Di samping itu, materi PAI juga diperkaya dengan
hasil istimbat atau ijtihad para ulama, sehingga ajaran-ajaran pokok yang
bersifat umum, lebih rinci dan mendetail.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam untuk mewujudkan
keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara empat hubungan yang
telah disebut di atas, tercakup dalam pengelompokkan kompetensi dasar
kurikulum PAI dan Budi Pekerti yang tersusun dalam beberapa materi
pelajaran baik Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah dan Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Adapun materi atau mata
pelajaran tersebut adalah :(Kebudayaan, 2013, p. no 69)
a. Al-Quran Hadis; menekankan pada kemampuan membaca, menulis
dan menterjemahkan dengan baik dan benar.
b. Aqidah atau keimanan; menekankan pada kemampuan memahami dan
mempertahankan keyakinan, serta menghayati dan mengamalkan
nilainilai asmaul husna sesuai dengan kemampuan peserta didik;
c. Akhlak; menekankan pada pengalaman sikap terpuji dan menghindari
akhlak tercela;
d. Fiqih/ibadah; menekankan pada acara melakukan ibadah dan
mu’amalah yang baik dan benar; dan
e. Tarikh dan Kebudayaan Islam; menekankan pada kemampuan
mengambil pelajaran (ibrah) dari peristiwa-peristiwa bersejarah
(Islam), meneladani tokoh-tokoh muslim yang berprestasi, dan
mengaitkannya dengan fenomena-fenomena sosial, untuk
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam

D. Pengertian Kecerdasan Spritual


Kecerdasan adalah pola pikir (akal) manusia dalam kemampuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi terutama masalah yang menuntut
kemampuan pikiran. Sedangkan Spiritual diambil dari kata spirit yang
dijelaskan dalam KBBI bermakna semangat, jiwa, sukma dan ruh.
Sehingga spiritual sangat berhubungan dengan akal pikiran jiwa atau ruh
yang ada pada setiap manusia. Berdasarkan pandangan Mimi Doe dan
Marsha Walch, spiritualitas adalah dasar terbentuknya nilai-nilai, harga
diri, moralitas dan memberi arah dan makna dalam kehidupan
sehingga menumbuhkan kesadaran seseorang terhadap Tuhan atau segala
sesuatu yang disebut dengan sumber kehadiran dan inti sari atau dasar
kehidupan. Hazrat Inayat Khan mengungkapkan pendapatnya bahwa jiwa
spiritual seseorang tidak bergantung pada suatu agama yang dia anut,
tetapi aspek spiritual agama yang dia percayai dapat dijadikan
pedoman oleh dirinya untuk menumbuhkan jiwa spiritual.
(Muhammad Fadillah, 2019, p. 6)

Kecedasan berasal dari kata cerdas yang secara harfiah berarti


sempurna perkembangan akal budinya, pandai dan tajam pikirannya. Selain
itu cerdas dapat pula berarti sempurna pertumbuhan tubuhnya seperti sehat
dan kuat fisiknya. Jadi kecerdasan merupakan kemampuan tertinggi dari
jiwa yang ada pada makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia yang
diperolehnya sejak lahir dan dalam perkembangannya mempengaruhi
kualitas hidup manusia. (Nggermanto, 2015, p. 117) Menurut Muhammad
Zuhri SQ adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk “berhubungan”
dengan Tuhan.

Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, orang yang pertama kali
mengeluarkan ide tentang konsep kecerdasan spiritual, mendefinisikan
kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai. Kecerdasan yang memberi makna, yang
melakukan kontektualisasi, dan bersifat transformatif. Mereka mengatakan
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks
makna yang lebih luas dan kaya. Dan kecerdasan itu untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
yang lain.
Danah Zohar juga mengatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam individu yang berhubungan
dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar. Inilah kecerdasan yang
manusia gunakan hanya untuk mengetahui nilainilai yang ada, melainkan
juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.
Sementara menurut Kalil Khawari, kecerdasan spiritual merupakan
fakultas dari dimensi nonmaterial kita-ruh manusia. Inilah intan yang belum
terasah yang kita semua memilikinya. Kita semua harus mengenalinya
seperti apa adanya, menggosoknya sehingga berkilap dengan tekat yang
besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti
dua bentuk kecerdasan lainnya (intelektual dan emosi), kecerdasan spiritual
dapat ditingkatkan dan diturunkan. Akan tetapi, kemampuannya untuk
ditingkatkan tampaknya tidak terbatas. (Elihami, 2020, p. 5)
Kecerdasan spiritual (SQ) itu menurut penelitian-penelitian di bidang
neurology, punya tempat yang khusus dalam otak. Ada bagian dari otak kita
yang memiliki kemampuan untuk mengalami pengalaman-pengalaman 6
spiritual, misalnya untuk memahami Tuhan, memahami sifat- sifat Tuhan.
Maksudnya adalah menyadari kehadiran Tuhan di sekitar kita dan untuk
memberi makna dalam kehidupan. Orang yang cerdas secara spiritual
diantaranya bisa dilihat ciri-cirinya antara lain yaitu, bisa memberi makna
dalam kehidupannya, senang berbuat baik, senang menolong orang lain,
telah menemukan tujuan hidupnya, dia merasa memikul misi yang mulia,
dia merasa dilihat oleh Tuhannya.(Elihami, 2020, p. 6)
Maka Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan
ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan memiliki tingkat kesadaran yang
tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil
pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup
sesuai dengan visi dan misi mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal,
mandiri, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna
hidupnya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia
dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap
kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa
sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat
menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan,
kedamaian dan kebahagiaan yang hakiki.
Berbeda dari 4 buku di atas, pada buku yang diteliti ini terdapat
keistimewaan. Ary Ginanjar agustian dengan bukunya, (rahasia sukses
membangun kecerdasan emosional dan spiritual ESQ melalui enam rukun
iman dan lima rukun Islam) dijelaskan bahwa aspek fundamental Islam
melalui rukun iman dan rukun Islam selama ini hanya sebatas hafalan saja,
tetapi belum mendapatkan maknanya yang mendalam dalam bentuk praktis
dan penghayatan.
Berlatar belakang fenomena tersebut Ari Ginanjar agustian melakukan
terobosan membangun kecerdasan spiritual dengan dasar enam rukun iman
dan lima rukun Islam. Dengan demikian dapat memerlukan aktualisasi
praktis melalui pembiasaan, pelatihan dan pembelajaran yang terus-
menerus, sehingga mengantarkan manusia mencapai pengalaman spiritual
dan kecerdasan spiritual. (SQ)

Berdasarkan hasil penelitiannya, J.P.Chaplin (2008 : p. 253)


merumuskan tiga definisi kecerdasan, yaitu:
a. Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru
secara cepat dan efektif.
b. Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, yang
meliputi empat unsur, seperti memahami, berpendapat, mengontrol
dan mengkritik.
c. Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat
sekali.
Pada awalnya, para ahli beranggapan bahwa kecerdasan hanya
berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intellect) dalam menangkap
gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek
kognitif (al-majal alma‟rifi). Namun pada perkembangan selanjutnya,
disadari bahwa kehidupan manusia bukan semata-mata memenuhi struktur
akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat
tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif (al-majal al-infi‟ali)
seperti kehidupan emosional, moral, spiritual dan agama. (Majid, 2012, pp.
318–319)
Maka karena itu, jenis-jenis kecerdasan pada diri seseorang sangat
baragam yang kesemuanya dapat dikembangkan seiring dengan kemampuan
atau potensi yang ada pada dirinya. Howard Gardner, Profesor dari
Harvard University yang dikutip oleh Purwa Atmaja Prawira (2012: p. 153)
memperkenalkan delapan kecerdasan. Kecerdasan ini terdiri dari:
a. Logical-Mathematical Intelligence, kemampuan menghitung
aritmatika dan berfikir logis, analitis sampai pada system berfikir yang
rumit.
b. Linguistic Intelligence, kemampuan yang berkaitan dengan
kemampuan menangkap kata-kata dan kemampuan menyusun
kalimat.
c. Musical Intelligence, kemampuan memahami nada music, komposisi.
d. Spacial Intelligence, kemampuan untuk melihat sesuai dalam
perspektif (thinkin picture), mampu mempersepsi lingkungan.
e. Bodily Kinestic Intelligence, kemampuan memahami jasmani.
f. Interpersonal Intelligence, kemampuan memahami orang lain.
g. Intrapersonal Intelligence, kemampuan memahami emosinya sendiri.
h. Naturalist Intelligence, kemampuan mengenal benda di sekitar.

Kecerdasan yang dijelaskan oleh Gardner ini dikenal juga sebagai


keragaman kecerdasan (multiple intelligence) yang ia gunakan juga pada
judul bukunya. Pembagian kecerdasan oleh Gardner ini telah membuka
paradigma baru dari sebuah kata kecerdasan.
Karena berdasarkan pembagian-pembagian kecerdasan menurutnya,
ternyata cerdas bukan semata dapat memiliki skor tinggi sewaktu ujian
namun cerdas itu beraneka ragam. Pengertian tersebut dapat dirumuskan
bahwa kecerdasan merupakan kemampuan berpikir untuk memecahkan
masalah-masalah kehidupan dan melakukan tindakan yang dapat
menghasilkan sesuatu yang bernilai guna bagi masyarakat.
Spiritualitas adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai- nilai, dan
moralitas. Dia memberi arah dan arti bagi kehidupan. Jadi dapat
disimpulkan Spiritual adalah kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik
yang lebih besar dibanding kekuatan kita semua. Inilah kesadaran yang
menghubungkan kita dengan Tuhan (Hablumminallah).
Kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ). Kecerdasan ini
adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal
diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang
ada di balik sebuah kenyataan atau kejadian tertentu Secara teknis,
kecerdasan ini pertama kali digagas dan ditemukan oleh Danah Zohar dan
Ian Marshall. (Akhmad Muhaimin, 2012. p. 26-27)
Kecerdasan sipritual pertama kali digagas oleh Zohar dan marshal
(200: 82) yang mengemukakan hasil riset ahli psikologi/saraf tentang
eksistensi ‘titik tuhan’ yang dikenal dengan istilah Good Spot. Good Spot
merupakan pusat spritual yang terletak dibagian depan otak manusia,
sehingga setiap manusia sudah pasti memilikinya. Kecerdasan spritual
adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang
berhubungan dengan kearifan diluar ego, atau jiwa sadar.
Danah zohar, penggagas istilah teknis SQ (kecerdasan spiritual)
dikatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat keluar (Mata pikiran), dan
EQ bekerja mengolah yang didalam (telinga perasaan), maka SQ (Spiritual
quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat diri’ (Danah Zohar & Ian Marshall:
SQ The ultimate intelegence : 2001). Sementara itu, zuhri (1993)
menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan manusia untuk
melakukan sesuatu dengan penuh kesadaran sesuai dengan nilai-nilai arif
yang telah dituntunkan tuhan, sehingga manusia dapat memaknai hidupnya
serta mencapai kebahagian sesungguhnya.
Spiritual Intelligence adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan kerohanian yang berkolerasi dengan IQ (Intellegince
Quotient). Seperti EQ, Spiritual Intelligence menjadi lebih utama dalam
penyelidikan ilmiah dan diskusi filosofis/psikologis. Ini merujuk kepada
sekelompok atau serangkaian kecenderungan yang terdiri dari persepsi,
intuisi, kognisi, yang berkaitan dengan spiritualitas dan/atau religiusitas,
khususnya modal spritual (prima vidya asteria, M.Pd, 2014, hal. 60)
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
menghadapi dan memecahkan berbagai makna, kontrol diri, dan
menggunakan hati nuraninya dalam kehidupan serta kemampuan memberi
makna nilai ibadah kehidupannya agar menjadi manusia yang sempurna/
insan kamil agar tercapai kehidupan dunia akhirat. Kesempurnaan
menyesuaikan diri terhadap perkembangan kejiwaan, rohani, batin, mental
serta moral diri sesorang akan menuntunnya ke dalam kebahagiaan di khirat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur‟an surat Al- Qashash ayat
77 yang berbunyi:

‫الد ْنيَا َواَ ْح ِس ْن َك َما‬


ُّ ‫ك ِم َن‬ ِ َ‫ىك ال ٰلّه الدَّار ااْل ٰ ِخر َة واَل َتْنس ن‬ ِ
َ َ‫صْيب‬ َ َ َ َ ُ َ ‫َو ْابتَ ِغ فْي َما اٰ ٰت‬

ُّ ِ‫ض ۗاِ َّن ال ٰلّهَ اَل حُي‬


‫ب الْ ُم ْف ِس ِديْ َن‬ ِ ‫ك َواَل َتْب ِغ الْ َف َس َاد ىِف ااْل َْر‬ ِ ٰ
َ ‫اَ ْح َس َن اللّهُ الَْي‬
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Berdasarkan ayat tersebut manusia hidup bukan hanya untuk mencari
akhiratnya saja, namun dalam mencari dunia juga perlu untuk kebutuhan
hidup di dunia, sehingga manusia harus mengimbangi antara dunia dan
akhiratnya.

1. Manfaat Kecerdasan Spritual


Menurut Taufik Nasution (2001: p. 6) manfaat kecerdsan spiritual
dalah sebagai berikut:
a. Kecerdasan spiritual menjadikan diri tidak dipenjara oleh Egoisme
yaitu suatu kekeliruan yang membuat kita egois, cinta materi, serba
aku.
b. Kecerdasan Spiritual membuat seseorang berbaik sangka kepada
orang lain.
c. Kecerdasan siritual membantu seseorang meyakini lebih dalam ajaran
agamanya.
d. Kecerdasan Spiritual memmbuat seseorang menghadapi masalah, baik
dan jahat, hidup dan mati, serta asal-usul sejati dari penderitaan dan
keputusasaan.

Menurut Taufik (2009: p. 15) kecerdasan spiritual memiliki manfaat


dalam kehidupan manusia sebagai berikut:
a. Kecerdasan Spiritual menjadikan manusia kuat di ujung kegundahan,
orang yang cerdas secara spiritual dapat membelokkan pandangan
tentang kegagalan sebagai batu loncatan untuk meraih kesuksesan.
b. Kecerdasan Spiritual menjadikan diri dapat menyatukan perbedaan
cara pribadi dengan orang lain, kelompok, bahkan dalam konteks
agama, sehingga seorang lebih respect other atau dapat menghargai
orang lain.
c. Kecerdasan Spiritual membut manusia keluar dari permasalahan
hidup`
d. Kecerdasan Spiritual mampu membantu manusia keluar dari belenggu
“Egoisme” yang merupakan suatu kekeliruan yang menyebabkan kita
lebih mementingkan diri sendiri dari pada orang lain.
e. Kecerdasan Spiritual bukanlah suatu agama akan tetapi dengan
Kecerdasan Spiritual dapat membantu manusia untuk meyakini lebih
dalam terhadap keyakinan agama yang dianutnya.
f. Kecerdasan spiritual membuat manusia selalu berfikir positif

Sungguh banyak sekali yang kita dapatkan jika kita memiliki


kecerdasan spiritual, kita tidak akan berpikir sempit dalam menghadapi
permasalahan, dengan memiliki kecerdasan spiritual kita dapat selalu
mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi dan akan bangkit
mencari solusi ketika mendapatkan suatu masalah akan selalu bangkit
kembali untuk mencapai kesuksesan. Dan yang lebih penting lagi adalah
orang yang memiliki kecerdasan spiritual akan bersungguh sungguh dalam
menjalankan perintah agamanya tanpa bersikap fanatik yang berlebihan
terhadap pemeluk agama lain.
Menurut Sukidi manfaat kecerdasan spiritual dapat ditinjau dari dua
sisi, yaitu:
a. Kecerdasan Spiritual secara vertikal yaitu bagaimana kecerdasan
spiritual bisa mendidik hati kita untuk menjalin hubungan atas
kehadiran Tuhan.
b. Kecerdasan spiritual secara horisontal dimana Kecerdasan spiritual
mendidik hati kita di dalam budi pekerti yang baik di atas arus
demoralisasi perilaku manusia akhir-akhir ini.

Manfaat kecerdasan spiritual di atas akan memberikan keputusan


terbaik, yaitu keputusan spiritual dengan mengedepankan sifat-sifat Ilahiah
dan menuju kesabaran mengikuti Allah Ash-Shabuur atau tetap mengikuti
suara hati untuk memberi atau taqqarub kepada Allah Swt.
Wahhaab dan tetap menyayangi, menuju sifat Allah Ar-Rahiim. Inilah
yang dinamakan ihsan ( Ary Ginanjar, 2005: p. 162)

2. Hakikat Kecerdasan spritual


Kecerdasan spritual terdiri dari dua kata, yaitu ‘kecerdasan’ dan
‘spritual’. Kecerdasan diartikan sebagai kemampuan memecahkan masalah
yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan pikiran.
Semenetara itu, spritual diartikan sebagai ajaran yang mengatakan bahwa
segala kenyataan (realitas) itu pada hakikat nya bersifat rohani.
Ada dua hal yang merupakan unsur mendasar kecerdasan spiritual,
yaitu aspek nilai dan aspek makna. Kecerdasan spiritual adalah kercerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan niali,
menempatkan prilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya, dan menilai bahwa jalan hidup seseorang lebih bermakna dari
pada orang lai.
Kecerdasan spiritual berbeda dengan agama, karena merupakan
aturan-aturan yang datang dari luar (etiak ekonomi). Dalam hal ini agama,
menurut mereka, adalah salah satu saja diantara banyak nilai yang dapat
meningkatkan kecerdasan spiritual, tetapi bukan merupakan penentu utama
kecerdasan spiritual yang tinggi. (prima vidya asteria, M.Pd, 2014, hal. 65-
66)

3. Ciri-Ciri Kecerdasan Spritual


(agustian, zohar dan Marshall, 2007, p. 14) mengidentifikasikan tanda
dari SQ yang telah berkembang dengan baik mencakup hal berikut:
a. Tawazzun (kemampuan bersikap fleksibel).
b. Kaffah (mencari jawaban yang mendasar dalam melihat berbagai
persoalan secara holistik).
c. Memiliki kesadaran tinggi dan istiqomah dalam hidup yang dialami
oleh visi dan nilai.
d. Tawadhu' (rendah hati)
e. Ikhlas dan tawakal dalam menghadapi dan melampaui cobaan.
f. Memiliki integritas dalam membawakan puisi dan nilai pada orang
lain.
Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung menjadi di menjadi seorang
pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seorang yang bertanggung jawab
untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain ia
dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain. (Zohar Dan Marshall, 2001,
hal.14)
Sejalan dengan covey yang menerangkan bahwa; setiap pribadi yang
menjadi mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan
oleh nilai dan mampu mengaplikasikan dengan integritas, maka ia pun dapat
membangun hubungan saling tergantung, kaya, langgeng, dan sangat
produktif dengan orang lain. (Stephen R.Covey, 1997, pp.180-181).
MuhaYana menyebutkan beberapa ciri orang yang mempunyai
kecerdasan spiritual yang tinggi. (Nggermanto, 2005, pp. 123-136).

c. Memiliki prinsip dan visi yang kuat


Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasari sebagai pedoman
berperilaku yang mempunyai nilai yang langgeng dan produktif. Prinsip
manusia secara jelas tidak akan berubah, yang berubah adalah cara kita
mengerti dan melihat prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai
prinsip yang benar semakin besar kebebasan pribadi kita untuk bertindak
dengan bijaksana.
Mengenai prinsip ini agustian lebih mempertegas apa saja prinsip-
prinsip itu ini adalah prinsip yang lama dicari oleh manusia, ilmuwan dan
sebagainya. Ia mengemukakan bahwa orang yang memiliki emosi positif
sebagainya karena sifat atau karakternya, dan karakter yang paling berhasil
sepanjang sejarah kehidupan manusia adalah karakter yang abadi terus
dicari dan akan menimbulkan tarik gravitasi mengenai dinamika perilaku
manusia sepanjang zaman. Adapun sifat tersebut setelah lama dicari oleh
ilmuwan dan mereka lukiskan sebagai karakter CEO tidak lain adalah
Asmaul Husna yang 99. Prinsip ini menurut agustian telah tertanam dalam
diri manusia dan akan terekam sebagai chip yang akan menjadi dinamika
perilaku dan kepribadian manusia. (Ary Ginanjar agustian, 2003, pp. 87-95).

d. Persatuan dan keragaman


Seseorang dengan spiritualitas yang tinggi mampu melihat ke
tunggulan dalam keragaman. Ya adalah prinsip yang mendasari SQ,
sebagaimana Tony buzan dan zohar menjelaskan pada pemaparan yang
telah disebutkan di atas. Tony buzan mengatakan bahwa "kecerdasan
spiritual meliputi melihat gambaran yang menyeluruh, ia termotivasi oleh
nilai pribadi yang mencakup usaha menjangkau sesuatu selain kepentingan
pribadi demi kepentingan masyarakat". (Tony buzan, 2003, p.80)
e. Memaknai
Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna adalah
penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Seorang yang paling SQ
tinggi akan mampu memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala
sisi kehidupan, baik karunia Tuhan yang berupa kenikmatan atau ujian dari
nya, Iya juga merupakan manifestasi kasih sayang darinya. Ujiannya
hanyalah wahana pendewasaan spritual manusia.
Mengenal hal ini capai meneguhkan tentang pemaknaan dan respon
kita terhadap hidup. Ia mengatakan "cobalah untuk mengajukan pertanyaan
terhadap diri sendiri, apa yang dituntut situasi hidup saya saat ini, yang
harus saya lakukan dalam tanggung jawab saya, tugas-tugas saya saat ini,
langkah ke bijaksana yang akan saya ambil". Jika kita hidup dengan
menjalani hati nurani kita yang berbisik mengenai jawaban atas pertanyaan
kita di atas maka, "ruang antara stimulus dan respon menjadi semakin besar
dan Nuraini akan makin terdengar jelas". (Stephen R. Covey, 2007, p.524)

f. Kesulitan dan penderitaan


Pelajaran yang paling berarti dalam kehidupan manusia adalah pada
waktunya sabar bahwa itu adalah bagian penting dari substansi yang akan
mengisi dan mendewasakan sehingga ia menjadi lebih matang, kuat, dan
lebih siap menjalani kehidupan yang penuh rintangan dan penderitaan.
Pelajaran tersebut akan meneguhkan pribadinya setelah ia dapat menjalani
dan berhasil untuk mendapatkan apa maksud terdalam dari pelajaran tadi.
Kesulitan akan mengasah menumbuh kembangkan, hingga pada proses
pematangan dimensi spiritual manusia.
SQ mampu mentransformasikan kesulitan menjadi suatu Medan
penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna. SQ yang tinggi
mampu memajukan seseorang karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan
terhadap hati nuraninya. (Agus Nggermanto, 2001, pp. 123-136)

4. Aspek-Aspek Kecerdasan Spritual


Kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang untuk
mendengarkan hati sebagai bisikan kebenaran yang berasal dari Allah SWT,
ketika seseorang mengambil keputusan atau melakukan pilihan, berempati
dan beradaptasi. Potensi ini sangat ditentukan oleh upaya membersihkan
kalbu dan memberikan pencerahan qalbu, sehingga mampu memberikan
nasehat dan mengarahkan tindakan, bahkan akhirnya menuntut seseorang
dalam mengambil tiap-tiap keputusan. (Tasmara, 2001, p. 48)

Aspek kecerdasan spiritual Ary Ginanjar agustian, (Tasmara, 2001, p.


189) adalah sebagai berikut :

a Shiddiq
Salah satu dimensi kecerdasan ruhaniah terletak pada nilai kejujuran
yang merupakan mahkota kepribadian orang-orang mulia yang telah
dijanjikan Allah akan memperoleh limpahan nikmat dari-nya. Seseorang
yang cerdas secara rohaniah, senantiasa memotivasi dirinya dan berada
dalam lingkungan orang-orang yang memberikan makna kejujuran, sebagai
mana Firman nya dalam surat at-taubah : 119.

‫ني‬ِ ِ َّ ‫ َّات ُقوا اللَّه و ُكونُوا مع‬2‫يا َأيُّها الَّ ِذين آمنوا‬
َ ‫الصادق‬ ََ ََ َُ َ َ َ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan
bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar." (RI, 1992, p.
415)

Siddiq adalah orang benar dalam semua kata, perbuatan, dan keadaan
batinnya. Hati Nuraini nya menjadi bagian dari kekuatan dirinya karena dia
sadar bahwa segala hal yang akan mengganggu ketentraman jiwanya
merupakan dosa. Dengan demikian, kejujuran bukan datang dari luar tetapi
ia adalah bisikan dari qalbu yang secara terus-menerus mengetuk-ngetuk
dan memberikan percikkan cahaya ilahi. Iya merupakan bisikan moral luhur
yang didorong dari hati menuju kepada ilahi (mahabbah lillah). Kejujuran
bukan sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah panggilan dari dalam (calling
from withim) dan sebuah keterkaitan (commitment, aqad, I'tiqad)
Perilaku yang jujur adalah perilaku yang diikuti dengan sikap
tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya, karena dia tidak pernah
berpikir untuk melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, sebab sikap
tidak bertanggung jawab merupakan pelecehan paling azasi terhadap orang
lain, peserta sekaligus penghinaan terhadap dirinya sendiri. Kejujuran dan
rasa tanggung jawab yang memancar dari qalbu, merupakan sikap terjadi
manusia yang bersifat universal, sehingga harus menjadi keyakinan dan jati
diri serta sikapnya yang paling otentik, asli, dan tidak bermuatan
kepentingan lain, kecuali ingin memberikan keluhuran makna hidup. Dalam
usaha untuk mencapai spritual sifat Siddiq seseorang harus melalui beberapa
hal, diantaranya adalah :

1) Jujur pada diri sendiri


Salah satu contoh jujur pada diri sendiri adalah pada saat seseorang
melakukan sholat, begitu taat dan bersungguh-sungguh untuk mengikuti
seluruh proses sejak dari takbir sampai salam, ritual sholat telah melahirkan
nuansa kejujuran dan melaksanakan seluruh kewajiban dengan penuh
tanggung jawab, bagi orang-orang yang Siddiq, esensi sholat tidak berhenti
sampai ucapan assalamualaikum tetapi justru ucapan itu merupakan awal
bagi dirinya untuk membuktikan hasil sholatnya dalam kehidupan secara
aktual dan penuh makna manfaat.

2) Jujur pada orang lain


Sikap jujur pada orang lain berarti sangat prihatin melihat penderitaan
yang dialami oleh mereka. Sehingga, seseorang yang siddiq mempunyai
sikap dan mempunyai jiwa pelayanan yang prima (sese of Steweardship).
Maka, tidak mungkin seseorang merasa gelisah berada bersama-sama
dengan kaum Shiddiqiin karena mereka adalah sebaik-baiknya teman yang
penyantun dan penyayang serta direkomendasikan Allah. Tidak mungkin
para shiddiqin itu akan mencelakakan orang lain karena di dalam jiwanya
hanya ada kepedulian yang amat sangat untuk memberikan kebaikan.

3) Jujur terhadap Allah


Jujur terhadap Allah berarti berbuat dan memberikan segala-galanya
atau beribadah hanya untuk Allah, hal ini sebagaimana di dalam doa iftitah,
seluruh umat Islam menyatakan ikrarnya bahwa sesungguhnya sholat,
pengorbanan, hidup, dan mati mereka hanya diabadikan kepada Allah SWT
yang maha mulia, pernyataan ini merupakan komitmen yang secara terus-
menerus harus diperjuangkan nya agar tidak keluar atau menyimpang dari
arah yang sebenarnya itulah sebenarnya di dalam Al-Qur'an ditemukan kata
Shirath, syai'ah, thariqoh, Sabil dan minhaj, yang semuanya memberikan
makna dasar "jalan".

4) Menyebarkan salam
Salam tidak hanya memberikan pengertian selamat, tetapi mempunyai
kandungan bebas dari segala ketergantungan dan tekanan, sehingga
hidupnya terasa damai tentram dan selamat karena itu setiap muslim akan
mengucapkan salam setelah akhir sholat, seakan-akan mereka ingin
membuktikan bahwa hasil audiensi nya dengan Allah SWT akan dicatat
dengan nyata dan actual dalam kehidupannya yaitu ikut berpartisipasi dari
dirinya sendiri merupakan bagian dari salam tersebut.
Dengan demikian makna salam merupakan benang merah dan
identitas paling monumental yang menjadi misi dan hiasan kepribadian serta
sikap dan perilaku seorang muslim

b Istiqomah
Istiqomah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang
melahirkan sikap konsisten (taat azas) dan teguh pendirian untuk
menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau
kondisi yang lebih baik, sebagaimana kata taqwin merujuk pulau pada
bentuk yang sempurna (qiwam).
Abu Ali Ad-Daqqaq (Tasmara, 2001, p. 189) berkata ada 3 derajat
pengertian Istiqomah, yaitu menegakkan atau membantu sesuatu (taqwim),
menyehatkan dan menyeluruskan (Iqamah). Dan berlaku lurus (Istiqamah),
takwim menyangkut disiplin jiwa, iqamah berkaitan dengan
penyempurnaan, dan istiqomah berhubungan dengan tindakan pendekatan
diri kepada Allah. Sikap Istiqamah menunjukkan kekuatan iman yang
merasuki seluruh jiwanya, sehingga dia tidak mudah goncang atau cepat
menyerah pada tantangan atau tekanan, mereka yang memiliki jiwa
Istiqomah itu adalah tipe manusia yang merasakan ketenangan luar biasa
(iman, aman, Muthmainah) walau penampakannya di luar bagai yang
gelisah. Dia merasa tentram karena apa yang dia lakukan merupakan
rangkaian ibadah sebagai bukti "yakin" kepada Allah SWT dan rasul nya.
Sikap Istiqamah ini dapat terlihat pada orang-orang yang:

1) Mempunyai tujuan
Sikap Istiqamah nya mungkin merasuki jiwa seseorang bila mereka
mempunyai tujuan atau ada sesuatu yang ingin dicapai. Mereka mempunyai
visi yang jelas dan dihayatinya sebagai penuh kebermaknaan, mereka pun
sadar bahwa panca spritualan tujuan tidaklah datang begitu saja, melainkan
harus diperjuangkan dengan penuh dengan kesabaran, kebijakan,
kewaspadaan, dan perbuatan yang memberikan kebaikan semata.

2) Kreatif
Orang yang memiliki sifat Istiqamah akan tampak dari kreativitasnya,
yaitu kemampuan untuk menghasilkan sesuatu melalui gagasan-gagasannya
yang segar, mereka mampu melakukan deteksi dini terhadap permasalahan
yang dihadapinya, haus akan informasi dan mempunyai rasa ingin tahu yang
besar (coriousitry) serta tidak takut pada kegagalan.
3) Menghargai waktu
Waktu adalah aset ilahiyah yang paling berharga, bahkan merupakan
kehidupan itu yang tidak dapat disia-siakan, sungguh benar apa yang
difirmankan Allah agar kita memperhatikan waktu (ashar). Rasulullah
SAW. Bersabda, "jangan mencerca waktu karena Allah pemilik waktu.,"
(H.R Ahmad).
Disamping menunjukkan waktu ketika matahari telah melampaui
pertengahan atau menuju ke magrib, kata ashar berasal dari kata ashara yang
artinya memeras sesuatu sehingga tidak lagi ada yang tersisa dari benda
yang diperas tersebut. Hal ini sebagaimana firman-nya dalam surat Yusuf
ayat 36 :

‫ص ُر مَخًْرا ۚ َوقَ َ ٰ ِ يِن‬ ِ ‫ال اَح ُدمُه ا اِيِّن اَٰرىيِن اَ ْع‬ ِ


ْ ‫ال ااْل َخُر ايِّنْ اَٰرى‬ ْ ْ َ َ َ َ‫الس ْج َن َفَتنٰي ۗق‬ ِّ ُ‫َو َد َخ َل َم َعه‬
ِِ ِ َ ‫اَمْحِ ل َفو َق رْأ ِسي خبزا تَْأ ُكل الطَّير ِمْنه ۗ َنبِّْئ نَا بِتَْأ ِويلِه ۚاِنَّا َن ٰر‬
َ ‫ىك م َن الْ ُم ْحسننْي‬ ْ ُ ُْ ُ ًُْ ْ َ ْ ُ
Artinya :
Dan bersama dia masuk pula dua orang pemuda ke dalam penjara.
Salah satunya berkata, “Sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur,” dan
yang lainnya berkata, “Aku bermimpi, membawa roti di atas kepalaku,
sebagiannya dimakan burung.” Berikanlah kepada kami takwilnya.
Sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang yang berbuat baik

4) Sabar
Sabar merupakan suasana batin yang tetap tabah, Istiqomah pada awal
dan akhir ketika menghadapi tantangan, dan mengemban tugas dengan hati
yang tabah dan optimis, sehingga dalam jiwa orang yang sabar tersebut
terkandung beberapa hal yang diantaranya sebagai berikut menerima dan
menghadapi tantangan dengan tetap konsisten dan berpengharapan,
berkeyakinan Allah tidak akan memberikan beban diluar kemampuannya.
Mereka tetap mengendalikan dirinya dan mampu melihat sesuatu dalam
perspektif yang luas tidak hanya melihat apa yang tampak, tetapi melihat
sesuatu dalam kaitannya dengan yang lain.

c Fathonah
Pathanah diartikan sebagai kemahiran, atau penguasaan terhadap
bidang tertentu padahal makna Fathonah merujuk pada dimensi mental
yang sangat mendasar dan menyeluruh. Seorang yang memiliki sikap
Fathonah, tidak hanya menguasai bidangnya saja begitu juga dengan
bidang-bidang yang lainnya, keputusan-keputusannya menunjukkan warna
kemahiran seorang profesional yang didasarkan pada sikap moral atau
akhlak yang luhur, memiliki kebijaksanaan, atau kearifan dalam berpikir
dan bertindak.

d Amanah
Amanah menjadi salah satu dari aspek dari rahaniah bagi kehidupan
manusia seperti halnya agama dan amanah yang dipikulkan Allah menjadi
titik awal dalam perjalanan manusia menuju sebuah janji janji untuk
dipertemukan dengan Allah SWT, dalam hal ini manusia dipertemukan
dengan dua dinding yang harus dihadapi secara sama dan seimbang antara
dinding jama'ah di dunia dan dinding kewajiban insan di akhirat nanti.
Sebagai makhluk yang paling sempurna dari ciptaan Allah SWT
dibandingkan dengan makhluk yang lain maka amanah salah satu sifat yang
dimiliki oleh manusia sebagai khalifah di muka bumi. Di dalam nilai diri
yang amanah itu ada beberapa nilai yang melekat, menurut (Tasmara, 2001,
pp. 221-223)
1) rasa ingin menunjukkan hasil yang optimal.
2) Mereka merasakan bahwa hidupnya memiliki nilai, ada sesuatu yang
penting. Mereka merasa dikejar dan mengejar sesuatu agar dapat
menyelesaikan amanahnya dengan sebaik-baiknya.
3) Hidup adalah sebuah proses untuk saling mempercayai dan dipercayai
e Tablig
Fitrah manusia sejak kelahirannya adalah kebutuhan dirinya kepada
orang lain. Kata tidak mungkin dapat berkembang dan survive kecuali ada
kehadiran orang lain. Seorang Muslim tidak mungkin bersikap selfish,
egois, atau ananiyah "hanya mementingkan dirinya sendiri" . Bahkan tidak
mungkin mensucikan dirinya tanpa berupaya untuk mensucikan orang lain.
Kehadirannya di tengah-tengah pergaulan harus memberikan makna bagi
orang lain bagaikan pelita yang berbinar memberi cahaya terang bagi
mereka yang kegelapan. Mereka yang memiliki sifat tablig mampu
membaca suasana hati orang lain dan berbicara dengan kerangka
pengalaman serta lebih banyak belajar dan pengalaman dalam menghadapi
persoalan-persoalan hidup.
Berdasarkan kalimat aspek aspek kecerdasan rohaniah dari (Tasmara,
2001, p. 189), maka dapat membuat disimpulkan, bahwa kecerdasan
spiritual adalah kemampuan atau kapasitas seseorang yang yang untuk
penggunaan nilai-nilai agama baik dalam berhubungan secara vertikal atau
hubungan dengan Allah SWT (Hab Lum minallah) dan hubungan secara
horizontal atau hubungan sesama manusia (Hab Lum minnan nas) yang
dapat dijadikan pedoman suatu perbuatan yang bertanggung jawab di dunia
maupun di akhirat.
Dengan kata lain kecerdasan spiritual di mana kondisi seseorang yang
telah dapat mendengar suara hati karena pada dasarnya suara hati manusia
masih bersifat universal, tapi apabila seseorang telah mampu memunculkan
beberapa sifat-sifat dari Allah yang telah diberikan-nya kepada setiap jiwa
manusia dalam bentuk yang fitrah dan suci maka akan memunculkan sifat
takwa.

5. Fungsi Kecerdasan Spritual


(zohar &. Marshall, 2007, pp. 12-13) menyebutkan dalam bukunya
bahwa kita menggunakan SQ untuk :
a. Menjadikan kita untuk menjadi manusia apa adanya sekarang dan
member potensi lagi untuk terus berkembang.
b. Menjadi lebih kreatif. Kita menghadirkan nya ketika kita inginkan
agar kita menjadi luwes, berwawasan luas dan spontan dengan cara
yang kreatif.
c. Menghadapi masalah esensial yaitu pada waktu kita secara pribadi
terpuruk terjebak oleh kebiasaan dan kekhawatiran, dan masa lalu kita
akibat kesedihan. Karena dengan SQ akan kita sadar bahwa kita
mempunyai masalah esensial dan membuat kita mengatasinya atau
paling tidak kita bisa berdamai dengan masalah tersebut.
d. SQ dapat digunakan pada masalah krisis yang sangat membuat kita
seakan kehilangan keteraturan diri. Dengan SQ suara hati kita akan
menuntun ke jalan yang lebih benar.
e. Kita juga akan lebih mempunyai kemampuan beragama yang benar,
tanpa harus fanatik dan tertutup terhadap kehidupan yang sebenarnya
sangat beragam.
f. SQ memungkinkan kita menjembatani atau menyatukan hal yang
bersifat personal dan interpersonal, antara diri dan orang lain
karenanya kita akan sadar akan Ingritas orang lain dan integritas kita.
g. SQ juga kita gunakan untuk mencapai kematangan pribadi yang lebih
utuh karena kita memang mempunyai potensi untuk itu. Juga karena
SQ akan membuat kita sadar mengenai makna dan prinsip sehingga
ego akan dinomor duakan, dan kita hidup berdasarkan prinsip yang
abadi.
h. Kita akan menggunakan SQ dalam menghadapi pilihan dan realitas
yang pasti akan datang dan harus kita hadapi apapun bentuknya. Baik
ataupun buruk jahat atau dalam segala penderitaan yang tiba-tiba
datang tanpa kita duga.

6. Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Spiritual


a. Inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam
diri, (suara hati) transparency, responsibilities, accountabilities,
fairness dan social wareness
b. Drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan
kebahagiaan
Ada juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut :

a. Faktor kreditas atau pembawaan


Yaitu dimaksud pembawaan disini adalah karakteristik dari diri
seseorang itu sendiri, yang dibentuk oleh temperamen yang ada dalam
dirinya dan pengaruh dari genetik yang diwariskan orang tuanya.

b. Lingkungan sekolah.
Pendidikan keagamaan yang diterapkan di sekolah dapat
mempengaruhi perkembangan spiritual anak. Karena dengan adanya
pendidikan, anak akan mau berpikir logis dan menentukan yang baik dan
tidak bagi dirinya dan kelak akan menjadi karakter anak tersebut.

c. Lingkungan masyarakat
Keberadaan budaya yang ada di masyarakat akan mempengaruhi
perkembangan anak perkembangan menuju arah yang baik (positif) dan
yang (negatif) itu semua tergantung cara anak berinteraksi dengan
masyarakat.

d. Lingkungan keluarga
Keluarga sangat menentukan perkembangan spiritual anak karena
orang tua yang berperan sebagai pendidik atau penentu keyakinan yang
mendasar.
terdapat pula faktor pendukung dalam meningkatkan kecerdasan
spiritual, yaitu :
a. Faktor pendukung meliputi aspek teori dan fisik, yaitu terpenuhinya
semua komponen yang secara teoritis menunjang tercapainya
implementasi kurikulum sehingga mendukung pelaksanaan
pendidikan spiritual.
b. Tersedianya media pembelajaran yang memadainya menunjang
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, baik yang di dalam kelas
maupun di luar kelas.
c. Minat dan semangat siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
d. Tersedianya pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi
kualifikasi akademik maupun keagamaan, adanya lingkungan yang
kondusif, dan adanya dukungan penuh dari warga sekolah, pemerintah
dan masyarakat.

Menurut (Tasmara, 2001, pp. 5-6) ada beberapa hambatan yang


membuat seseorang dapat terhambat kecerdasan spiritual nya, yaitu :
a. Masih dirasakan kurangnya fasilitas pendukung berupa buku-buku
penunjang di perpustakaan.
b. Masih adanya beberapa tenaga pengajar yang tidak sesuai dengan
kualifikasi (mismatch).
c. Adanya pemilihan strategi pembelajaran yang dirasakan masih
kesulitan oleh beberapa tenaga pengajar karena harus menyesuaikan
alokasi waktu dan materi.
d. Berkaitan dengan sarana prasarana laboratorium juga dirasakan masih
belum standar jika dibandingkan dengan jumlah peserta didik.
e. Tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama
sekali.
f. Dalam mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proporsional.
g. Bertentangannya atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.
h. Lingkungan keluarga yang tidak mendukung perkembangan
kecerdasan spiritual.
i. Lingkungan masyarakat yang memberikan pengaruh negatif.
j. Kelompok teman sebaya yang memberikan pengaruh destruktif
(merusak).
k. Media yang tak terawasi dapat memberikan pengaruh negatif.

Maka kecerdasan rohaniah sangat erat kaitannya dengan cara dirinya


mempertahankan prinsip lalu bertanggung jawab untuk melaksanakan
prinsip-prinsipnya itu dengan tetap menjaga keseimbangan dan melahirkan
nilai manfaat yang berkesuaian. Prinsip merupakan fitrah paling mendasar
bagi harga diri manusia. Nilai takwa atau tanggung jawab merupakan ciri
seorang profesional. Mereka melanggar dan menodai hati Nurani
merupakan dosa kemanusiaan yang paling ironis. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh (Gandhi, Tasmara, 2001, p. 6) yang membuat daftar
tujuh dosa orang-orang yang menodai prinsip atau nuraninya sebagai berikut
:
a. Kekayaan tanpa kerja (wealth without work)
b. Kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience)
c. Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without caracter)
d. Perdagangan tanpa etika (moral) (commerce without morality)
e. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity)
f. Agama tanpa pengorbanan (religion without sacrifice)
g. Politik tanpa prinsip (politic without principle)

Tujuh dosa itu dapat saja menjadi lebih panjang misalnya, mengaku
Islam tapi sikapnya tidak islami, tidak mendirikan salat tidak ikhlas dalam
membantu sesama. (Tasmara, 2001, p. 12) mengatakan kecerdasan spiritual
dari sudut pandang keagamaan ialah suatu kecerdasan yang berbentuk dari
upaya menyerap kemahatahuan Allah dengan memanfaatkan diri sehingga
diri yang ada adalah dia yang maha tahu dan maha besar. Spiritual
merupakan pusat lahirnya gagasan, penemuan, motivasi, dan kreativitas
yang paling fantastik. Sementara dalam kecerdasan ruhaniah, kecerdasan
yang paling sejati tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan ilahi.
Kecerdasan ini dapat menimbulkan kebenaran yang sangat mendalam
terhadap kebenaran, sedangkan kecerdasan lainnya nabi bersifat pada
kemampuan untuk mengelola segala hal yang berkaitan dengan bentuk
lahiriah (duniawi). Oleh sebab itu Mujib mendefinisikan kecerdasan
spiritual sebagai "kecerdasan kalbu yang berhubungan dengan kualitas batin
seseorang. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk berbuat lebih
manusiawi, sehingga dapat menjangkau nilai-nilai luhur yang mungkin
belum tersentuh oleh akal pikiran manusia".
Oleh karena itulah, dapat dikatakan bahwa setiap niat yang terlepas
dari nilai-nilai kebenaran ilahiah, merupakan kecerdasan duniawi dan fana
(temporer), sedangkan kecerdasan ruhaniah qalbiyah bersifat autentik,
universal, dan abadi. Kecerdasan ruhaniah merupakan inti dari seluruh
kecerdasan yang dimiliki manusia karena kecerdasan ruhaniah dapat
mempengaruhi perkembangan beberapa kecerdasan yang lain diantaranya
yaitu : (Mujib, 2001, p.329)
a. Kecerdasan emosional
b. Kecerdasan sosial
c. Kecerdasan physical.
d. Kecerdasan intelektual
Pada gambar berikut dapat terlihat bagaimana peran kecerdasan
ruhaniah dan kecerdasan spiritual dari Tasmara, menjadi pusat atau inti dari
seluruh kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang.

Kecerdasan

Intelektual

Kecerdasan Kecerdasan Kecerdasan


Sosial Ruhaniah Emosional
Kecerdasan

Physical

Gambar 2.1 Kecerdasan Ruhaniah menurut Tasmara


Sumber : Diadaptasi dari (Tasmara, 2001, p.50)

7. Membangun kecerdasan spiritual


a. Konsep spiritualitas
Secara etimologi kata "spiritualitas" berasal dari kata spirit dan berasal
dari bahasa latin spiritus, yang di antaranya berarti "roh, jiwa, Sukma,
kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, Jawa hidup" . Dalam
perkembangannya, kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filusuf,
mengkonotasikan spirit dengan :
1) Kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos.
2) Kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan dan
intelegensi.
3) Makhluk immaterial.
4) Wujud ideal akal pikiran ( intelektualitas, rasionalitas, moralitas,
kesucian, keilahian).

Dilihat dari bentuknya, menurut para ahli, spirit dibagi menjadi tiga
tipe :
1) Spirit subjektif yang berkaitan dengan kesadaran, pikiran, memori,
dan kehendak individu sebagai akibat pengaruh trakan diri dalam
relasi sosialnya.
2) Spirit objektif berkaitan dengan konsep fundamental kebenaran (right,
recht), baik dalam pengertian legal maupun moral.
3) Spirit absolute yang dipandang sebagai tingkat tertinggi spirit adalah
sebagai bagian dari nilai seni, agama dan filsafat.

Secara psikologi, spirit diartikan sebagai "soul" (ruh), suatu makhluk


yang bersifat nir bendawi (immaterial being). Spirit juga berarti makhluk
adikodrati yang nir bendawi. Karena itu dari perspektif psikologi,
spiritualitas juga dikaitkan dengan berbagai realitas alam pikiran dan
perasaan yang bersifat adikodrati, nir-bendawi dan cenderung "timeless dan
spaceless". Termasuk jenis ritualitas adalah Tuhan, jin, setan, hantu, rohalus,
nilai moral, nilai estetika dan sebagainya, spiritualitas agama berkenaan
dengan kualitas mental (kesadaran), perasaan, moralitas dan nilai-nilai luhur
lainnya yang bersumber dari ajaran agama. Spiritualitas agama bersifat
ilahiah, bukan humanistic lantaran dari Tuhan. (Kurniasih, 2010, pp. 10–11)

8. Indikator Kecerdasan Spritual

Di dalam buku PAI kurikulum K13 terdapat kompetensi inti yang


pertama yaitu menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang di anutnya.
dari K1 tersebut terdapat beberapa kompetensi dasar antara lain yaitu
mengenai terbiasa membaca Al-Qur’an, berprasangka baik, bertoleransi,
meyakini adanya Allah dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi
larangan-Nya. Tentu nya hal tersebut sangat berkaitan erat dengan
kecerdasan spiritual yang bisa dijadikan sebagai indikator untuk
meningkatkan kecerdasan spritual.

Menurut Khavari (2000), terdapat tiga indikator yang dapat dilihat


untuk menguji tingkat kecerdasan spiritual seseorang:
a. Sudut pandang spiritual keagamaan (relasi vertikal, hubungan dengan
yang Maha kuasa)
Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat relasi spiritual
kita dengan sang pencipta. Hal ini dapat diukur dari “segi komunikasi dan
intesitas spiritual individu dengan Tuhannya”. Manifestasinya dapat terlihat
dari pada frekuensi do’a, makhluk spiritual, kecintaan pada tuhan yang
bersemayam dalam hati, dan rasa syukur Kehadirat-Nya.

b. Sudut pandang relasi social-keagamaan


Sudut pandang ini melihat konsekuensi psikologis spiritual
keagamaan terhadap sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan
kesejahteraan sosial. Kecerdasan spiritual akan tercermin pada ikatan
kekeluargaan antar sesame, peka terhadap kesejahteraan orang lain dan
makhluk hidup lain. Perilaku merupakan manifestasi dari keadaan jiwa,
maka kecerdasan spiritual yang ada dalam diri individu akan termanifestasi
dalam sikap sosial.

c. Sudut pandang etika keagamaan


Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika keagamaan
sebagai manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual. Semakin tinggi
kecerdasan spiritualnya semakin tinggi pula etika keagamaannya. Hal ini
tercermin dari ketaatan seseorang pada etika dan moral, jujur, dapat
dipercaya, sopan toleran dan anti terhadap kekerasan.

9. Cara Meningkatkan Kecerdasan Spritual


Kecerdasan membantu seseorang untuk menemukan mana hidup dan
kebahagian. Oleh karena itu kecerdasan spiritual di anggap sebagai
kecerdasan yang apaling penting dalam kehidupan. Sebab kebahagian dan
menemukan makna kehidupan merupakan tujuan utama setiap orang
bahagia di dunia maupun di akhirat kelak serta menjadi manusia yang
bermakna dan berguna untuk manusia serta makhluk lain dapat di capai jika
seseorang dapat mengoptimalkan kecerdasannya dan melaraskannya anatara
IQ,EQ,SQ yang dimiliki.

Menurut Akhmad Muhaimin Azzet menyampaikan langkah-langkah


dalam mengembangkan kecerdasan spiritual, yaitu sebagai berikut:

a. Membimbing Anak Menemukan Makna Hidup


1) Membiasakan diri berpikir positif
Berpikir positif yang paling mendasar untuk dilatihkan kepada
anak-anak adalah berpikir positif kepada Tuhan yang telah
menetapkan takdir bagi manusia.
2) Memberikan sesuatu yang terbaik
Menanamkan kepada anak bahwa apa yang dilakukan atau apa
yang dikerjakan diketahui oleh Tuhan perlu kita latihkan kepada
mereka. Agar anak-anak kita akan tetap berusaha memberikan yang
terbaik dalam hidupnya karena ia berbuat untuk Tuhannya.
3) Menggali Hikmah setiap kejadian
Kemampuan untuk bisa menggali hikmah ini penting sekali
disampaikan bahkan dilatihkan kepada anak agar tidak terjebak
untuk menyalahkan dirinya, atau bahkan menyalahkan Tuhan atas
semua kegagalan-kegagalan yang dialami.

b. Mengembangkan Lima Latihan Penting


1) Senang berbuat baik
2) Senang menolong orang lain
3) Menemukan tujuan hidup
4) Turut merasa memikul sebuah misi mulia
5) Mempunyai selera humor yang baik

c. Melibatkan Anak dalam Beribadah, kecerdasan spiritual sangat erat


kaitannya dengan kejiwaan. Demikian pula dengan kegiatan ritual
keagamaan atau ibadah. Keduanya bersinggungan erat dengan jiwa
atau batin seseorang. Apabila jiwa atau batin seseorang mengalami
pencerahan, sangat mudah baginya mendapatkan kebahagiaan dalam
hidup.

d. Mencerdaskan Spiritual Melalui Kisah. Seorang guru atau orang tua


dapat menceritakan kisah para nabi, para sahabat yang dekat dengan
nabi, orang-orang yang terkenal kesalehannya, atau tokoh- tokoh yang
tercatat dalm sejarah kerena mempunyai kecerdasan spiritual yang
tinggi.

e. Melejitkan Kecerdasan Spiritual dengan Sabar dan Syukur, sifat sabar


akan menghindarkan anak dari sifat tergesa-gesa, mudah menyerah,
memberikan rasa tenang dalam hal apapun. (Azzet, 2015, p. 50)

Juga menurut Danah Zohar dan Ian Marshall mengemukakan tujuh


langkah untuk meningkatkan kecerdasan spirutual, yakni sebagai berikut :
Langkah 1 : Seseorang harus menyadari dimana diri nya sekarang.
Langkah 2 : Merasakan dengan kuat bahwa dia ingin berubah.
Langkah 3 : Merenungkan apakah pusatnya sendiri dan apakah
motivasinya yang paling dalam.
Langkah 4 : Menemukan dan mengatasi rintangan.
Langkah 5 : Menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju.
Langkah 6 : Menetapkan hati pada sebuah jalan
Langkah 7 : Dan akhirnya, sementara melangkah dijalan yang dipilih
sendiri, harus tetap sadar bahwa masih ada jalan-jalan yang
lain. (Drs. H. Abd. Wahab H.S & Umiarso, 2014, pp. 72–73)

Sedangkan rasa syukur dapat memberikan sifat tidak mudah cemas,


sanggup menghadapi kenyataan di luar dugaan, dan anak akan lebih
semangat. Kedua hal ini penting dilatihkan kepada anak sejak dini.
(Akhmad Muhaimin, 2012, pp. 50-80)
Agustian dalam edisi terbarunya ESQ Emosional Spritual Quotient
The ESQ Way 165 1 ihsan 6 Rukun iman dan 5 Rukun islam meringkas
keseluruhan The ESQ Way 165 sebagai berikut : (Drs. H. Abd. Wahab H.S
& Umiarso, 2014, p. 77)

ZERO MIND PROSES 1

MENTAL BUILDING
6 PRINSIP 6

MISSION STATEMENT
PENETAPAN MISI

CHARACTER BUILDING
PEMBANGUNAN
KARAKTER

SELF CONTROLLING 5
PENGENDALIAN DIRI

STRATEGIC
COLLABORATION SINERGI

TOTAL ACTION
LANGKAH TOTAL
Gambar 2. Ringkasa cara untuk meningkatkan kecerdasan Emosi dan
Spiritual dengan menggunakan langkah The ESQ WAY 1 Ihsan, 6 Rukun
Iman, 5 Rukun Islam.

Keterangan :
ZERO MIND PROSES = 1 Ihsan
MENTAL BUILDING = 6 Rukun Iman
MISSION STATEMENT = Syahadat
CHARACTER BUILDING = Sholat
SELF CONTROLLING = Zakat
STRATEGIC COLLABORATION = Puasa Ramadhan
TOTAL ACTION = Haji

Anda mungkin juga menyukai