Anda di halaman 1dari 22

[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN ALAT UKUR BERPIKIR KRITIS


PADA KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA UNTUK SISWA SMA

Kartimi 1 , Liliasari 2
1) Mahasiswa Pascasarjana UPI
2) Dosen Pascasarjana UPI

kartimisuherman@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan utama dari pendidikan sains adalah menyiapkan siswa memahami konsep dan
meningkatkan keterampilan berpikirnya. Pendidikan sains harus banyak berbuat untuk
mengembangkan cara berpikir tingkat tinggi yang salah satunya adalah berpikir kritis.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mengembangkan berpikir kritis,
diperlukan suatu alat evaluasi yang dapat mengukur kemampuan tersebut. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil implementasi pengembangan
alat ukur keterampilan berpikir kritis pada konsep kesetimbangan kimia di SMA?
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji hasil implementasi pengembangan
alat ukur berpikir kritis pada konsep kesetimbangan kimia untuk siswa SMA.Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”Research and Development (R&D)” dari
model Borg (1989). Lokasi penelitian di SMA yang berada di wilayah kabupaten
Kuningan (daerah pegunungan), Kota Cirebon (daerah pantai), dan Kabupaten
Majalengka (daerah pertanian). Subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas II
IPA yang ditentukan secara random berjumlah 96 orang (Cirebon), 90 orang
(Kuningan) dan 106 orang (Majalengka). Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini berupa butir-butir soal tes pilihan ganda. Teknik pengumpulan data dilakukan
melalui tes tertulis. Data kuantitatif berupa data skor penguasaan keterampilan
berpikir kritis siswa diolah secara statistik. Perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
SMA di masing-masing Kabupaten/ Kota dilakukam uji statistik dengan menggunakan
uji LSD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada
konsep kesetimbangan kimia sekolah peringkat atas di Cirebon lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang berasal dari sekolah sedang dan bawah dan kemampuan berpikir
kritis siswa sekolah peringkat menengah di Majalengka lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang berasal dari sekolah sedang dan tinggi. Secara keseluruhan
kemampuan berpikir kritis siswa yang berasal dari wilayah Cirebon lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang berasal dari wilayah Kuningan dan Majalengka pada
konsep kesetimbangan kimia

Kata Kunci : Pengembangan alat ukur, Berpikir Kritis

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan sains dan juga menimbulkan berbagai
teknologi yang begitu pesat tidak permasalahan yang pelik, kompleks,
hanya membuahkan kemajuan, namun dan multidimensi. Permasalahan-
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

permasalahan di bidang kehidupan di hanya ditujukan untuk menjadi warga


abad ke-21 ini, menuntut individu negara yang baik yang taat hukum saja,
untuk memiliki ketangguhan dan namun dalam kehidupan
kemampuan berpikir yang berkualitas berdemokrasi masa kini perlu pula
tinggi dalam menganalisis, pemahaman terhadap tatanan sosial,
mengevaluasi, dan mencari alternatif politik, hukum dan ekonomi bangsa,
penyelesaian atas masalah yang yang karenanya perlu kemampuan
dihadapi. berpikir kritis tentang isu-isu yang
Keadaan ini harus disikapi melibatkan perbedaan pendapat
dengan meningkatkan kualitas sumber berbagai pihak. Berpikir kritis penting
daya manusia Indonesia agar untuk menghadapi isu-isu demokrasi
menghasilkan generasi penerus yang lokal, nasional, dan internasional yang
siap menghadapi tantangan zaman dan kompleks. Keterampilan berpikir kritis
memiliki kemampuan berpikir yang sangat diperlukan oleh siswa karena
berkualitas tinggi. Upaya peningkatan menjadi modal dasar untuk memahami
mutu sumber daya manusia Indonesia berbagai hal, diantanya memahami
ini dapat dilakukan diantaranya konsep dalam disiplin ilmu (De Bono,
melalui pendidikan sains. Sains yang 1991). Berpikir kritis juga
sarat akan kegiatan berpikir dapat menyebabkan generasi muda dapat
menjadi wahana untuk meningkatkan dengan mudah mengatur strategi
kualitas sumber daya manusia (SDM) tantangan dan persaingan global yang
Indonesia, terutama dalam dihadapi (Liliasari, 1997).
membangun keterampilan berpikirnya. Kemampuan berpikir kritis
Pembentukan keterampilan ini sangat dalam pengajaran dikembangkan
menentukan dalam membangun dengan asumsi bahwa umumnya anak
kepribadian dan pola tindakan dalam dapat mencapai berpikir kritis dan
kehidupan setiap insan Indonesia, keterampilan berpikir selalu
karena itu pembelajaran sains perlu berkembang, dapat diajarkan dan
diberdayakan untuk mencapai maksud dapat dipelajari (Nickerson, 1985).
tersebut (Liliasari, 2005). Sebagai implikasi dari asumsi tersebut
Pengembangan keterampilan guru harus memberikan unsur
berpikir manusia Indonesia bukan rangsangan seperti membuat sistem
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

evaluasi yang dapat membuka pola melakukannya (Zainul dan Nasution,


pikir siswa dari sekedar mengingat 2001).
fakta menuju pola pikir yang kritis. Dari pendapat tersebut jelas
Sesuai dengan karakteristiknya, bahwa berpikir kritis termasuk
berpikir kritis memerlukan latihan karakteristik psikologis seseorang
yang salah satu caranya dengan yang dapat diketahui kualifikasinya
kebiasaan mengerjakan soal-soal (rendah, sedang, atau tinggi) dan hal
evaluasi yang mengembangkan itu bisa diketahui apabila diadaan
keterampilan berpikiir kritis. pengukuran dengan aturan dan
Untuk mengetahui tingkat formula yang jelas. Berdasarkan pra
keberhasilan siswa dalam penelitian saat ini belum ada alat ukur
mengembangkan berpikir kritis, yang dapat menentukan berpikir kritis
diperlukan suatu alat evaluasi yang seorang siswa SMU khususnya dalam
dapat mengukur kemampuan tersebut. bidang kimia.
Pengukuran merupakan faktor penting Berdasarkan latar belakang
dalam pendidikan karena melalui tersebut maka perlu dilakukan
pengukuran akan diketahui secara penelitian dengan rumusan masalah
persis dimana posisi siswa pada suatu “Bagaimana hasil implementasi
saat atau pada suatu kegiatan. pengembangan alat ukur keterampilan
Pengukuran dalam bidang pendidikan berpikir kritis pada konsep
dimaksudkan untuk mengukur atribut kesetimbangan kimia di SMA? Tujuan
atau karakteristik siswa tertentu. dari penelitian ini mengkaji
Kegiatan pengukuran terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMA
karakteristik psikologi seseorang pada konsep kesetimbangan kimia di
termasuk kompleks sehingga hanya wilayah Cirebon, Kuningan, dan
orang yang memiliki keahlian dan Majalengka.
latihan tertentu yang dapat

B. TINJAUAN TEORI
Sejarah mengenai berpikir berpikir kritis merupakan proses
kritis dimulai dari John Dewey yang berpikir secara aktif, dimana kita
menyatakan pendapatnya bahwa berpikir mengenai segala sesuatu
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

untuk diri sendiri, membangkitkan dapat diterima ketika seseorang


pertanyaan untuk diri sendiri, dan mengambil keputusan. Ennis (1985)
mencari informasi untuk diri kita mendefinisikan berpikir kritis sebagai
sendiri (Fisher 2001). Kemudian cara berpikir reflektif yang masuk akal
Glasser melanjutkan pendapat John atau berdasarkan penalaran yang
Dewey dengan memberikan difokuskan, untuk menentukan apa
pernyataan bahwa berpikir kritis yang harus diyakini dan dilakukan.
adalah suatu sikap yang cenderung Berpikir kritis menggunakan dasar
untuk mempertimbangkan dan proses berpikir untuk menganalisis
memikirkan suatu masalah yang argumen dan memunculkan wawasan
timbul dari pengalaman. Glaser juga terhadap tiap-tiap makna dan
menyatakan bahwa berpikir kritis interpretasi, untuk mengembangkan
adalah suatu pengetahuan dari metode pola penalaran yang kohesif dan logis,
inkuiri/penemuan. Pendapat Glasser memahami asumsi dan bias yang
yang terakhir mengenai berpikir kritis mendasari tiap-tiap posisi,
adalah keterampilan yang dapat memberikan model presentasi yang
diimplementasikan melalui metode dapat dipercaya, ringkas dan
inkuiri. Indikator berpikir kritis meyakinkan. Berpikir kritis
menurut Edward Glasser adalah menekankan aspek pemahaman,
pengenalan terhadap masalah, analisis (Schlect, 1989), evaluasi
menginterpretasikan data, menyaring (Gerhard,, 1971; Schleect, 1989; Ennis
data dan informasi, menuliskan 1991).
kesimpulan, serta mengenali asumsi Menurut Ennis (1985) dalam
dan nilai-nilai (Fisher, 2001) Goal for A Critical Thinking Curiculum,
Tokoh selanjutnya yang terdapat lima tahap berpikir dengan
berbicara mengenai berpikir kritis masing-masing indikatornya sebagai
adalah Robert Ennis (Fisher 2001). berikut :
Berpikir kritis menurut Robert Ennis 1. Memberikan penjelasan sederhana,
adalah pengambilan keputusan. Jadi meliputi:
dalam hal ini, Ennis menekankan (1) memfokuskan pertanyaan,
bahwa berpikir kritis lebih (2) menganalisis pernyataan,
berhubungan dengan alasan yang
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

(3) bertanya dan menjawab mengenai suatu masalah dimana si


pertanyaan tentang suatu pemikir dapat meningkatkan
penjelasan kemampuannya dalam berpikir.
2. Membangun keterampilan dasar, Richard Paul juga menyatakan bahwa
meliputi: seseorang tidak hanya sekedar
(4) mempertimbangkan apakah berpikir, tetapi dia juga mampu
sumber dapat dipercaya/ tidak, berpikir mengenai apa yang
dan dipikirkannya atau „thinking about
(5) mengamati dan thinking“.
mempertimbangkan suatu Definisi pertama berpikir
laporan hasil observasi kritis adalah merefleksikan setiap
3. Menyimpulkan, meliputi: pemikiran dalam memutuskan
(6) mendeduksi dan mengenai apa yang dipercayai atau apa
mempertimbangkan hasil yang dilakukan (Ronning dkk, 2004).
deduksi, Jadi berpikir kritis merupakan suatu
(7) menginduksi dan aktifitas berefleksi. Berpikir kritis juga
mempertimbangkan hasil mengarah pada pemikiran terhadap
induksi, sesuatu hal supaya kita mempunyai
(8) membuat dan menentukan nilai pemahaman yang lebih dalam. Definisi
pertimbangan yang ke dua dari berpikir kritis akan
4. Memberikan penjelasan lanjut, meningkatkan kemampuan dalam
meliputi: mengumpulkan, menginterpretasikan,
(9) mendefinisikan istilah dan mengevaluasi, dan memilih informasi
pertimbangan dalam tiga dengan tujuan untuk membuat pilihan-
dimensi, dan pilihan yang jelas. Definisi ketiga dari
(10) mengidentifikasi asumsi berpikir kritis adalah membedakan
5. Mengatur strategi dan taktik, antara hasil dengan suatu proses.
meliputi: Berpikir kritis lebih dari pengambilan
(11) menentukan tindakan, keputusan dan meyakini bahwa suatu
(12) berinteraksi dengan orang lain. proses dari keputusan lebih dari
Menurut Paul (2005), berpikir keputusan sendiri. Richard paul
kritis adalah suatu gaya berpikir mengelompokkan berpikir kritis ke
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

dalam 22 indikator berpikir kritis, menyatakan bahwa berpikir kritis


beberapa diantaranya adalah mampu mempersiapkan siswa berpikir
kemampuan bertanya, kemampuan pada berbagai disiplin ilmu serta dapat
menjawab pertanyaan, kemampuan digunakan untuk memenuhi
memberi kesimpulan, kemampuan kebutuhan intelektual dan
menganalisis, dll (Paul, 2005). pengembangan potensi dirinya.
Menurut Presseisen (1985) Berpikir kritis merupakan
bahwa berpikir pada umumnya sebuah proses yang terarah dan jelas
diasumsikan sebagai suatu proses yang digunakan dalam kegiatan mental
kognitif, suatu tindakan mental dalam seperti memecahkan masalah,
usaha memperoleh pengetahuan. mengambil keputusan, membujuk,
Meskipun kognitif berkaitan dengan menganalisis asumsi, dan melakukan
beberapa cara bagaimana sesuatu bisa penelitian ilmiah (Alwasilah, 2007).
dikenal, seperti persepsi, penalaran, Berpikir kritis memungkinkan siswa
dan intuisi. Kemampuan berpikir saat untuk mempelajari masalah secara
ini ditekankan pada penalaran sebagai sistematis, mengahdapi berjuta
fokus kognitif yang utama. Selanjutnya tantangan dengan cara yang
ia menyatakan bahwa berpikir kritis terorganisasi, merumuskan
menggunakan proses-proses berpikir pertanyaan inovatif, dan merancang
dasar, menganalisis argumen-argumen, solusi.
dan menghasilkan pemahaman makna Berdasarkan uraian di atas,
dan interpretasi tertentu. Kemampuan dapat dinyatakan bahwa berpikir kritis
tersebut juga mengembangkan pola- adalah kemampuan untuk mengatakan
pola nalar dan kohesif, memahami sesuatu dengan penuh percaya diri.
asumsi dan bias yang melandasi posisi- Berpikir kritis memungkinkan siswa
posisi tertentu, untuk mendapatkan untuk menemukan kebenaran di
suatu gaya, presentasi yang terpercaya, tengah banjir kejadian dan informasi
konsisten, dan meyakinkan. yang mengelilingi mereka setiap hari.
Berpikir kritis adalah suatu Dengan demikian keterampilan
proses untuk mencari makna bukan berpikir kritis siswa adalah cara
sekedar perolehan pengetahuan berpikir siswa untuk menganalisis
(Costa, 1985). Liliasari (1997)
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

argumen dan memunculkan wawasan berpikir kritis juga tidak akan


terhadap tiap-tiap makna dan membiarkan orang lain mengambil
interpretasi serta untuk keputusan untuknya, mereka akan
mengembangkan pola penalaran yang memutuskannya sendiri dan konsisten
kohesif dan logis. terhadap keputusannya (Spliter, 1991).

Berpikir kritis sangat Dalam mengembangkan


diperlukan oleh setiap individu untuk keterampilan berpikir kritis, seperti
menyikapi permasalahan kehidupan halnya mengembangkan keterampilan
yang dihadapi. Dalam berpikir kritis, motorik, keduanya memerlukan
seorang dapat mengatur, latihan-latihan (Penner, 1995). Dalam
menyesuaikan, mengubah, atau kaitannya dengan pengembangan
memperbaiki pikirannya sehingga dia pemikiran siswa, Dewey dalam
dapat bertindak lebih tepat. Soejono (1978) secara lebih khusus
Penyesuaian-penyesuain ini tidaklah mengungkapkan : “ Anak harus dididik
acak atau bersifat instink, tapi kecerdasannya agar tumbuh hasrat
didasarkan pada standar atau rambu- untuk menyelidiki secara teratur dan
rambu yang oleh Ennis di sebut “nalar” akhirnya dapat berpikir secara
(reason). Seorang yang berpikir kritis keilmuan, objektif, dan logis. Yang
adalah orang yang terampil terpenting adalah jalan atau proses
penalarannya. Dia mempunyai berpikirnya dan bukan hal yang
kemampuan untuk menggunakan dipikirkan”.
penalarannya dalam suatu konteks Peranan pendidik untuk
dimana penalarannya digunakan mengembangkan keterampilan
sebagai dasar pemikirannya. Orang berpikir kritis dalam diri pelajar
yang berpikir kritis akan memutuskan adalah sebagai pendorong, fasilitator,
dan berpikir rasional melalui beberapa dan motivator. Dalam hal berpikir
pandangan terhadap suatu konteks kritis, siswa dituntut menggunakan
yang berbeda. Mereka akan bersiap- strategi kognitif tertentu yang tepat
siap untuk membuat penalaran dan untuk menguji keandalan gagasan
keputusan terhadap apa yang dilihat,
pemecahan masalah dan mengatasi
didengar atau dipikirkan. Orang yang kesalahan atau kekurangan.
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Kemampuan berpikir kritis akan menentukan sendiri nilai-nilai yang


memungkinkan siswa untuk dapat akan dihargainya (Gerhard, 1971).
menentukan informasi apa yang Indikator berpikir kritis yang
didapat, ditransformasi dan digunakan dalam penelitian ini
dipertahankan. Pengalaman bermakna mengacu pada kurikulum Ennis
yang melibatkan berpikir kritis dapat (1985). Dalam mengembangkan alat
membantu siswa: (1) membuat ukur berpikir kritis terlebih dahulu
keputusan yang didasarkan pada harus menyeleksi indikator-indikator
evaluasi komponen-komponen yang yang ada, agar sesuai dengan konsep
terlibat, (2) menentukan validitas yang akan dikembangkan. Alat ukur
kesimpulan. Keyakinan dan opini yang yang dikembangkan bukan saja
dinyatakan orang lain, (3) melihat berdasarkan tujuan pembelajaran
keyakinan, perasaan, sikap dan khusus, tetapi juga berdasarkan
pemikirannya sendiri yang berkaitan indikator kemampuan berpikirnya.
dengan situasi yang ada, dan
Jadi alat ukur tersebut merupakan
membiarkan siswa untuk memperkuat integrasi antara tujuan pembelajaran
gagasan dan keyakinannya serta khusus dengan indikator kemampuan
berpikir kritis.

C. METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah ditentukan secara random
”Research and Development (R&D)” berdasarkan passing grade Nilai Ujian
dari model Borg (1989). Tahap-tahap Akhir Nasional (UAN) di tiap
penelitian terdiri dari tiga langkah, Kabupaten/Kota dan diambil satu
yaitu: tahap penelitian, tahap sekolah kategori peringkat atas,
pengembangan alat ukur, dan tahap menengah dan bawah di tiap
pengujian alat ukur. Kabupaten/Kota.

Lokasi penelitian di SMU di Subyek dalam penelitian ini


wilayah Kota Cirebon, Kabupaten adalah siswa SMA kelas II IPA yang
Kuningan, dan Kabupaten Majalengka. ditentukan secara random berjumlah :
Kriteria pengambilan sekolah 1) Cirebon : 96 orang (24 orang kelas
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

atas, 39 orang kelas tengah, 33 orang soal tes pilihan ganda. Teknik
kelas bawah), 2) Kuningan : 90 orang pengumpulan data dilakukan melalui
(28 orang kelas atas, 37 orang kelas tes tertulis. Data kuantitatif berupa
tengah, 25 orang kelas bawah) dan 3) data skor penguasaan keterampilan
Majalengka : 106 orang (28 orang kelas berpikir kritis siswa diolah secara
atas, 37 orang kelas tengah, 41 orang statistik. Untuk mengetahui perbedaan
kelas bawah). kemampuan berpikir kritis siswa SMA
di masing-masing Kabupaten/ Kota
Instrumen yang digunakan
dilakukam uji statistik dengan
dalam penelitian ini berupa butir-butir
menggunakan uji LSD.

D. HASIL PENELITIAN

1. Kota Cirebon kesetimbangan kimia di wilayah


Perbandingan hasil Cirebon dengan menggunakan alat
implementasi tes keterampilan ukur yang dikembangkan dapat dilihat
berpikir kritis siswa pada konsep gambar 1 berikut :

Gambar 1.
Grafik perbandingan hasil tes keterampilan berpikir kritis
pada konsep kesetimbangan kimia antar tingkatan sekolah di wilayah Cirebon
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Berdasarkan gambar 1 dapat di rata-ratanya paling tinggi


jelaskan bahwa keterampilan berpikir dibandingkan kategori sekolah atas
kritis siswa kategori sekolah bawah dan tengah.
Tabel 1
Uji Anova Kesetimbangan Kimia Antar Tingkatan sekolah di
Cirebon

Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 464.307 2 232.154 13.088 .000
Within Groups 1649.586 93 17.737
Total 2113.893 95

Berdasarkan uji Anova pada tabel berpikir kritis siswa pada konsep
1 diperoleh nilai signifikansi 0.000. Jika kesetimbangan kimia diantara
diambil nilai α = 0.5, maka berarti tingkatan sekolah di wilayah Cirebon.
terdapat perbedaan kemampuan

Tabel 2
Multiple Comparisons Uji LSD Kesetimbangan Kimia
Antar Tingkatan Sekolah di Cirebon

95% Confidence
(I) Mean Interval
Wilayah (J) Wilayah Difference Std. Lower Upper
Cirebon Cirebon (I-J) Error Sig. Bound Bound
Sekolah Sekolah -5.522* 1.093 .000 -7.69 -3.35
Tinggi Sedang
Sekolah -4.141* 1.130 .000 -6.38 -1.90
Rendah
Sekolah Sekolah 5.522* 1.093 .000 3.35 7.69
Sedang Tinggi
Sekolah 1.381 .996 .169 -.60 3.36
Rendah
Sekolah Sekolah 4.141* 1.130 .000 1.90 6.38
Rendah Tinggi
Sekolah -1.381 .996 .169 -3.36 .60
Sedang
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Tabel 2
Multiple Comparisons Uji LSD Kesetimbangan Kimia
Antar Tingkatan Sekolah di Cirebon

95% Confidence
(I) Mean Interval
Wilayah (J) Wilayah Difference Std. Lower Upper
Cirebon Cirebon (I-J) Error Sig. Bound Bound
Sekolah Sekolah -5.522* 1.093 .000 -7.69 -3.35
Tinggi Sedang
Sekolah -4.141* 1.130 .000 -6.38 -1.90
Rendah
Sekolah Sekolah 5.522* 1.093 .000 3.35 7.69
Sedang Tinggi
Sekolah 1.381 .996 .169 -.60 3.36
Rendah
Sekolah Sekolah 4.141* 1.130 .000 1.90 6.38
Rendah Tinggi
Sekolah -1.381 .996 .169 -3.36 .60
Sedang
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Berdasarkan tabel 2 dapat di jelaskan, lebih baik dibandingkan dengan siswa


bahwa kemampuan berpikir kritis yang berasal dari sekolah sedang dan
siswa pada konsep kesetimbangan bawah.
kimia yang berasal dari sekolah tinggi

2. Kabupaten Kuningan
Perbandingan hasil tes ukur yang dikembangkan dapat dilihat
keterampilan berpikir kritis siswa gambar 2 berikut :
pada konsep termokimia di wilayah
Kuningan dengan menggunakan alat
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Gambar 2
Grafik perbandingan hasil tes keterampilan berpikir kritis pada
konsep kesetimbangan kimia antar tingkatan sekolah di wilayah Kuningan

Berdasarkan gambar 1 dapat di ratanya paling tinggi dibandingkan


jelaskan bahwa keterampilan berpikir kategori sekolah menengah dan bawah
kritis siswa kategori sekolah atas rata- di Kabupaten Kuningan.
Tabel 3
Uji Anova Kesetimbanagn Kimia Antar Tingkatan Sekolah
di Kuningan

Sum of Mean
Squares Df Square F Sig.
Between 1.503 2 .752 .049 .952
Groups
Within 1493.217 97 15.394
Groups
Total 1494.720 99

Berdasarkan tabel anova terdapat perbedaan kemampuan


untuk tes kesetimbangan diatas berpikir kritis siswa pada konsep
diperoleh nilai signifikansi 0.952. Jika kesetimbangan kimia diantara
diambil nilai α = 0.5, maka berarti tidak tingkatan sekolah di wilayah Kuningan.

3. Kabupaten Majalengka
Perbandingan hasil tes pada konsep kesetimbangan kimia di
keterampilan berpikir kritis siswa wilayah Majalengka dengan
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

menggunakan alat ukur yang berikut :


dikembangkan dapat dilihat gambar 3

Gambar 3.
Grafik perbandingan hasil tes keterampilan berpikir kritis pada konsep
kesetimbangan kimia antar tingkatan sekolah di wilayah Majalengka

Berdasarkan gambar 3 dapat di dibandingkan kategori sekolah atas


jelaskan bahwa keterampilan berpikir dan bawah.
kritis siswa kategori sekolah
menengah rata-ratanya paling tinggi
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Tabel 4
Uji Anova Kesetimbangan Kimia Antar Tingkatan Sekolah
Di Majalengka

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between 420.368 2 210.184 18.428 .000
Groups
Within 1186.179 104 11.406
Groups
Total 1606.547 106

Berdasarkan tabel anova untuk tes kemampuan berpikir kritis siswa pada
kesetimbangan kimia diatas diperoleh konsep kesetimbangan kimia diantara
nilai signifikansi 0.000. Jika diambil tingkatan sekolah di wilayah
nilai α = 0.5, maka Ho ditolak. Hal ini Majalengka.
berarti terdapat perbedaan

Tabel 5
Multiple Comparisons Uji LSD Kesetimbanagan kimia di Majalengka
Antar Tingkatan sekolah

(I) (J) 95% Confidence


Majalengka Majalengka Mean Interval
Kesetimba Kesetimba Difference Std. Lower Upper
ngan ngan (I-J) Error Sig. Bound Bound
Sekolah Sekolah -5.095* .841 .000 -6.76 -3.43
Tinggi Sedang
Sekolah -2.667* .828 .002 -4.31 -1.03
Rendah
Sekolah Sekolah 5.095* .841 .000 3.43 6.76
Sedang Tinggi
Sekolah 2.428* .760 .002 .92 3.94
Rendah
Sekolah Sekolah 2.667* .828 .002 1.03 4.31
Rendah Tinggi
Sekolah -2.428* .760 .002 -3.94 -.92
Sedang
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Tabel 5
Multiple Comparisons Uji LSD Kesetimbanagan kimia di Majalengka
Antar Tingkatan sekolah

(I) (J) 95% Confidence


Majalengka Majalengka Mean Interval
Kesetimba Kesetimba Difference Std. Lower Upper
ngan ngan (I-J) Error Sig. Bound Bound
Sekolah Sekolah -5.095* .841 .000 -6.76 -3.43
Tinggi Sedang
Sekolah -2.667* .828 .002 -4.31 -1.03
Rendah
Sekolah Sekolah 5.095* .841 .000 3.43 6.76
Sedang Tinggi
Sekolah 2.428* .760 .002 .92 3.94
Rendah
Sekolah Sekolah 2.667* .828 .002 1.03 4.31
Rendah Tinggi
Sekolah -2.428* .760 .002 -3.94 -.92
Sedang
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Berdasarkan tabel 5 dapat pada konsep kesetimbangan kimia
dijelaskan, bahwa kemampuan berdasarkan peringkat SMA antar
berpikir kritis siswa pada konsep wilayah yang berbeda yaitu Cirebon,
kesetimbanagn kimia yang berasal dari Kuningan, dan Majalengka dengan
sekolah sedang lebih baik menggunakan alat ukur yang
dibandingkan dengan siswa yang dikembangkan dapat dilihat gambar 4
berasal dari sekolah tinggi dan bawah. berikut :

Perbandingan hasil tes


keterampilan berpikir kritis siswa
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Gambar 4
Grafik perbandingan hasil tes keterampilan berpikir kritis pada konsep
kesetimbangan kimia antar tingkatan sekolah antar wilayah Cirebon, Kuningan, dan
Majalengka

Perbandingan hasil tes Cirebon, Kuningan, dan Majalengka


keterampilan berpikir kritis siswa dengan menggunakan alat ukur yang
pada konsep kesetimbangan kimia dikembangkan dapat dilihat gambar 5
antar wilayah yang berbeda yaitu berikut :

Gambar 5.
Grafik perbandingan hasil tes keterampilan berpikir kritis pada konsep
kesetimbangan kimia antar wilayah Cirebon, Kuningan, dan Majalengka
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Tabel 6
Uji Anova Kesetimbangan Kimia Antar wilayah
Sum of Mean
Squares Df Square F Sig.
Between 478.658 2 239.329 13.770 .000
Groups
Within 5214.081 300 17.380
Groups
Total 5692.739 302

Berdasarkan tabel 6 untuk tes kemampuan berpikir kritis siswa


kesetimbangan diatas diperoleh nilai diantara wilayah pada tes
signifikansi 0.000. Jika diambil nilai α = kesetimbangan.
0.1, maka berarti terdapat perbedaan
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Tabel 7
Multiple Comparisons Uji LSD Kesetimbangan Kimia Antar Wilayah
95% Confidence
Mean Interval
(I) (J) Difference Std. Lower Upper
Wilayah Wilayah (I-J) Error Sig. Bound Bound
Cirebon Kuningan 3.00917* .59569 .000 1.8369 4.1814
Majalengk 2.24786* .58607 .000 1.0945 3.4012
a
Kuninga Cirebon -3.00917* .59569 .000 -4.1814 -1.8369
n Majalengk -.76131 .57986 .190 -1.9024 .3798
a
Majalen Cirebon -2.24786* .58607 .000 -3.4012 -1.0945
gka Kuningan .76131 .57986 .190 -.3798 1.9024
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Dari tabel 7 dapat diambil dijelaskan dengan siswa yang berasal dari
bahwa kemampuan berpikir kritis wilayah lainnya pada konsep
siswa yang berasal dari wilayah kesetimbangan kimia
Cirebon lebih baik dibandingkan

E. PEMBAHASAN

Implementasi pengembagan sekolah SMA, dimana sekolah kelas


alat ukut keterampilan berpikir kritis tinggi lebih baik dari sekolah lainnya.
pada konsep kesetimbangan kimia di Keadaan ini menunjukkan bahwa
wilayah Kota Cirebon, Kabupaten sekolah peringkat atas memiliki siswa-
Kuningan, dan Kabupaten majalengka siswa yang memiliki kemampuan
memberikan gambaran bahwa intelektual tinggi, dimana kemampuan
keterampilan berpikir kritis siswa intelektual ini berhubungan dengan
pada konsep kesetimbangan kimia di tingkat kecerdasan, dan tingkat
Kota Cirebon menunjukkan terdapat kecerdasan berkorelasi dengan tingkat
perbedaan kemampuan berpikir kritis ketermapilan berpikir kritis. Hal ini
secara signifikan diantara tingkatan sejalan dengan pandangan Wowo
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

Sunaryo Kuswana (2011) bahwa Keterampilan berpikir kritis di


pengembangan keterampilan berpikir Kabupaten majalengka menunjukkan
kritis berkorelasi dengan terdapat perbedaan kemampuan
tingkat/cairan kecerdasan. Seseorang berpikir kritis secara signifikan
yang tingkat keterampilan berpikir diantara tingkatan sekolah SMA,
kritisnya tinggi maka akan dapat dimana sekolah kelas menengah paling
meningkatkan cairan kecerdasan yang baik dari sekolah lainnya. Hal ini
membantu meningkatkan kemampuan menununjukkan bahwa keterampilan
memecahkan masalah dan berpikir berpikir kritis perlu terus
mendalam. Semua keterampilan itu dikembangkan dalam pembelajaran,
berhubungan dengan salah satu bagian baik di sekolah peringkat atas,
dari otak, semakin kecerdasan/otak di menengah atau bawah agar siswa
asah maka akan lebih mudah untuk terampil penalarannya. Seorang yang
menempatkan keahlian untuk menguji berpikir kritis memiliki kemampuan
kemampuan berpikir kritis. Menurut untuk menggunakan penalarannya
Sperry dalam Pryadharma (2001) dalam suatu konteks dimana
secara biologis belahan otak kiri penalarannya digunakan sebagai dasar
manusia berfungsi untuk berpikir logis, pemikirannya. Orang yang berpikir
matematis, sistematis, analitis, kritis akan memutuskan dan berpikir
linearitas. Kemampuan tersebut rasional melalui beberapa pandangan
merupakan karakteristik dari berpikir terhadap suatu konteks yang berbeda.
kritis. Sedangkan belahan otak kanan Mereka akan bersiap-siap untuk
berfungsi visual, ruang, gerak, membuat penalaran dan keputusan
kreativitas, inovasi, intuitif, imajinasi. terhadap apa yang dilihat, didengar
Kemampuan tersebut merupakan atau dipikirkan. Dalam kaitannya
arakteristik dari berpikir kreatif dengan pengembangan pemikiran
Keterampilan berpikir kritis siswa, Dewey dalam Soejono (1978)
siswa pada konsep kesetimbangan secara lebih khusus mengungkapkan :
kimia di Kabupaten Kuningan “Anak harus dididik kecerdasannya
menunjukkan tidak terdapat agar tumbuh hasrat untuk menyelidiki
perbedaan kemampuan berpikir kritis secara teratur dan akhirnya dapat
diantara tingkatan sekolah SMA. berpikir secara keilmuan, objektif, dan
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

logis. Yang terpenting adalah jalan atau Keterampilan berpikir kritis siswa
proses berpikirnya dan bukan hal yang pada konsep kesetimbangan kimia di
dipikirkan”. Dalam mengembangkan Kota Cirebon (daerah pantai) paling
keterampilan berpikir kritis, seperti tinggi dibandingkan Kabupaten
halnya mengembangkan keterampilan Kuningan ( daerah pertanian) dan
motorik, keduanya memerlukan Kabupaten Majalengka ( daerah
latihan-latihan (Penner, 1995). industri). Keadaan ini sejalan dengan
pandangan umum dalam sosiologi
Implementasi pengembangan
kemasyarakatan bahwa kondisi
alat ukur keterampilan berpikir kritis
geografis /budaya setempat
pada konsep kesetimbangan kimia
mempengaruhi cara pandang dan pola
berbeda secara signifikan diantara
pikir/keterampilan berpikir
Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan,
masyarakatnya.
dan Kabupaten majalengka.

F. KESIMPULAN

Terdapat perbedaan Majalengka pada konsep


keterampilan berpikir kritis siswa kesetimbangan kimia. Kemampuan
pada konsep Kesetimbangan Kimia di berpikir kritis siswa yang berasal dari
antara peringkat sekolah di Kota wilayah Cirebon lebih baik
Cirebon dan Kabupaten Majalengka, dibandingkan dengan siswa yang
sedangkan di Kabupaten Kuningan berasal dari dua wilayah lainnya
tidak terdapat perbedaan Hal ini menunjukkan bahwa
keterampilan berpikir kritis di antara perangkat tes yang dikembangkan
tingkatan sekolah. dapat membedakan kemampuan
Terdapat perbedaan berpikir kritis di wilayah Cirebon
keterampilan berpikir kritis siswa SMA (daerah pantai), kabupaten Kuningan
di antara wilayah Kota Cirebon, (daerah pertanian), dan Kabupaten
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka (daerah industri).
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2
[November 2012] JURNAL SCIENTIAE EDUCATIA VOLUME 1 EDISI 2

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1997). Dasar-dasar Lawson, A.E. (1979). Science Education
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Information Report, 1980
Bumi Aksara. AETS Yearbook The Psychology
of Teaching for Thinking and
Carin, A.A. & Sund, R.B. (1980).
Creativity. Ohio :
Teaching Science through
Clearinghouse.
Discovery, Fourth Edition,
Ohio : Charles E. Merril Liliasari. (1999). Pengembangan Model
Publishing Co. Pembelajaran Komputer
Berdasarkan Konstruktivisme
Costa, A.L. dan Presseisen, B.Z. (1985).
Untuk Meningkatkan
Glossary of thinking skills, in
Keterampilan Berpikir Tingkat
A.L. Costa (ed). Developing
Tinggi. Makalah Dibacakan
Minds : A Resource Book For
Dalam Seminar Mutu
Teaching Thinking, Alexandria
Pendidikan dalam Rangka
: ASCD. 303-312.
Dies Natalis 45 dan Lustrum
Herron, J.D. et al. (1977).” Evaluation of IX IKIP Bandung,Pusat Studi
the Longeot test of cognitive Komputer Sains, IKIP
development”. Journal of Bandung.
Research in Science Taeching,
Sund, R.B. dan Trobridge. (1973).
18 (2). 123 –130
Leislie W., Teaching Science By
Joyce, et al. (1992). Models of Teaching, Inquiry In The Secondary
New Jersey: Prentice Hall, Inc. School, Columbus : Charles E.
Merill Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai