Anda di halaman 1dari 20

AWAL MULA KEHIDUPAN

Di sebuah kampung kecil di Bengkalis, keluarga Rahmadani hidup sederhana di sebuah

rumah kayu yang sederhana. Ayah Refi, Pak Rahmat, adalah seorang nelayan yang setiap hari

menatap lautan dengan harapan penuh bahwa hasil tangkapan nelayannya akan mencukupi

kebutuhan keluarga. Meskipun hidup serba pas-pasan, Pak Rahmat selalu menyemangati

keluarganya dengan senyuman tulus dan cerita-cerita kehidupan di laut. Ibu Refi, Ibu Siti,

adalah sosok yang penuh kasih dan tekun menjalankan rumah tangga. Meskipun terbatasnya

sumber daya, Ibu Siti mampu menciptakan kehangatan di dalam rumah. Setiap pagi, bau

masakan tradisional Bengkalis menyambut Refi dan adiknya, Rina, sebagai motivasi untuk

memulai hari. Refi tumbuh dalam keluarga yang meski sederhana, penuh kehangatan dan

kebersamaan. Mereka belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu terukur dari harta materi, tetapi

dari kebersamaan dan cinta di antara anggota keluarga. Meski terkadang terdapat kesulitan

finansial, keluarga Rahmadani selalu menemukan cara untuk saling mendukung. Pagi-pagi,

sebelum berangkat ke sekolah, Refi sering membantu Ayahnya mempersiapkan peralatan

nelayan. Bau asin dari udara laut dan suara deburan ombak menciptakan latar belakang

keseharian mereka. Refi belajar banyak tentang ketahanan hidup dan tekad melalui kehidupan

sederhana keluarganya. Ketika malam tiba, keluarga Rahmadani berkumpul di sekitar meja

makan sederhana. Mereka saling berbagi cerita harian, tertawa, dan mengobrol tentang

impian-impian kecil yang ingin mereka raih. Meskipun kehidupan mereka tidak selalu

mudah, tetapi kebersamaan inilah yang membentuk karakter Refi dan mengajarkannya arti

nilai-nilai keluarga. Inilah latar belakang yang melandasi Refi Rahmadani, anak muda dengan

mimpi besar, namun tetap menghargai akar kehidupan sederhananya di tengah kampung

halamannya di Bengkalis. Dari kecil, Refi sudah memahami bahwa kehidupan bukan hanya

tentang mencari keberhasilan, tetapi juga tentang bagaimana kita menghadapi setiap

1
rintangan dengan kepala tegak dan hati penuh keberanian. Refi Rahmadani, seorang anak

yang lahir di Bengkalis pada 15 Oktober 2006, mengawali perjalanan kehidupannya dengan

riang di kota kecil itu.

Refi memulai perjalanan pendidikannya di SD Negeri 08 Bengkalis dengan semangat yang

membara. Kelas 1 SD menjadi awal dari petualangannya di dunia pendidikan formal. Di

kelas pertamanya, Refi bertemu dengan teman-teman sekelasnya yang beragam dan guru

yang penuh kehangatan, Ibu Suci. Pada hari pertama sekolah, Refi yang penuh semangat tak

sengaja bertabrakan dengan temannya yang lucu, Budi. Mereka berdua malah tertawa ceria,

dan dari sinilah awal mula persahabatan yang tak terpisahkan. Bersama Budi, Refi menjalani

kelas 1 dengan petualangan-petualangan kecil yang menyenangkan. Di hari-hari berikutnya,

Refi bergabung dengan kelompok studi kecil yang dinamakan "The Explorers". Mereka

berlima, termasuk Refi dan Budi, seringkali menemukan petualangan-petualangan kecil di

sekitar sekolah. Salah satu cerita paling lucu adalah ketika mereka membuat eksperimen

dengan membuat gelembung sabun raksasa di halaman sekolah, hingga akhirnya Ibu Suci

ikut tertawa melihat keterampilan mereka. Pada kelas 2, Refi bertemu dengan seorang teman

baru bernama Maya. Maya adalah anak yang cerdas dan sering membantu Refi dalam

pelajaran matematika. Kelas 2 SD adalah hal yang terserah menurut nya, ada satu kejadian

yang membuatnya masih mengingat kenangan itu. Suatu hari, di tengah-tengah pelajaran

matematika yang sedang berlangsung, Maya dengan sigap mengangkat tangannya. Ibu Suci,

gurunya, memberinya kesempatan untuk menjawab pertanyaan.

Ibu Suci: "Maya, berapa hasil dari 7 dikali 8?"

Maya: "56, Bu!"

2
Refi yang sedang bingung memandang soalnya, tak bisa menyembunyikan keterkesan.

Setelah pelajaran, Refi mendekati Maya dengan senyum penuh kagum.

Refi: "Kamu benar-benar pintar, Maya! Bagaimana bisa kamu tahu jawabannya begitu

cepat?"

Maya dengan ramah menjawab, "Oh, itu mudah. Ayahku sering bermain matematika

denganku di rumah, jadi aku jadi terbiasa."

Refi: "Wah, seru ya punya ayah seperti itu. Maukah kamu mengajari aku cara bermain

matematika seperti itu?"

Maya tertawa, "Tentu saja, Refi! Mari kita belajar bersama-sama nanti di rumahku!"

Mulailah petualangan baru mereka, bukan hanya dalam matematika, tetapi juga dalam

persahabatan yang semakin kuat. Setiap hari, mereka belajar dengan cara yang unik dan

menyenangkan. Salah satu cerita unik lainnya terjadi saat mereka berdua sedang bermain di

taman sekolah pada sore hari. Refi menemukan kelinci kecil yang tampak kesepian.

Refi: "Maya, lihat kelinci ini! Kita harus memberinya nama. Apa pendapatmu?"

Maya: "Hmm, bagaimana kalau kita namai dia 'Cokelat' karena warna bulunya yang

cokelat?"

Refi: "Baik ide! Cokelat, kelinci lucu ini sekarang jadi teman baru kita."

Ternyata, Cokelat menjadi teman setia mereka di taman sekolah. Mereka sering memberi

makan dan bermain bersama kelinci kecil tersebut. Cerita tentang Cokelat pun menjadi cerita

yang mereka bagikan dengan gembira kepada teman-teman sekelas. Persahabatan mereka

mengajar Refi bahwa kekuatan sejati persahabatan terletak pada kemampuan saling

membantu dan mendukung di setiap langkah kehidupan. Kelas 3 adalah tahun di mana Refi

3
dan teman-temannya terlibat dalam proyek seni besar. Mereka bersama-sama membuat mural

di dinding kelas yang dihiasi dengan lukisan-lukisan imajinatif mereka. Proyek ini bukan

hanya meningkatkan kreativitas mereka, tetapi juga mempererat ikatan persahabatan. Refi,

seorang anak kelas 4 yang penuh semangat, memiliki kegemaran yang unik: bermain mainan

tradisional. Suatu hari, dia memutuskan untuk mengajak Budi dan Maya untuk bermain

congklak di halaman rumahnya.

Refi: "Hey, teman-teman, kenapa kita tidak mencoba bermain congklak? Aku menemukan

papan congklak di rumah nenekku!"

Budi: "Congklak? Itu kan mainan jaman dulu. Tapi mengapa tidak, mungkin seru!"

Maya: "Aku belum pernah bermain congklak, tapi aku ingin mencobanya!"

Mereka berdua setuju, dan Refi segera mengambil papan congklak dan biji-bijian dari dalam

rumah. Mereka duduk bersila di teras dan mulai bermain dengan penuh semangat.

Refi: "Begini cara mainnya, kita ambil biji dari lobang satu, lalu searah jarum jam

meletakkannya di lobang berikutnya. Setelah itu, kita ambil biji dari lobang yang sama dan

teruskan."

Budi: "Ah, sekarang aku mengerti. Seru juga, ya!"

Maya: "Ini lebih sulit dari yang kubayangkan, tapi asyik!"

Mereka bermain congklak dengan riang gembira, tertawa, dan bersaing dengan penuh

semangat. Setiap langkah diiringi dengan tawa kecil dan seruan antusias.

Refi: "Hei, saya menemukan trik baru nih! Coba lihat ini."

4
Mereka pun saling berbagi trik dan strategi, membuat permainan semakin menarik. Waktu

pun berlalu dengan cepat, dan mereka menyadari betapa menyenangkannya bermain mainan

tradisional bersama.

Maya: "Terima kasih, Refi! Bermain congklak ternyata seru dan penuh tawa. Kapan-kapan

kita main lagi, ya?"

Refi: "Tentu saja, Maya! Mainan tradisional ini punya keunikan tersendiri. Ayo kita cari

mainan tradisional lainnya untuk dicoba!"

Mereka merencanakan untuk mencoba mainan tradisional lainnya di masa mendatang,

memperkuat persahabatan mereka melalui kegembiraan dan keunikannya. Bermain congklak

bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga mengajarkan mereka arti kebersamaan dan

kegembiraan yang sederhana. Suatu hari, saat Refi masih duduk di bangku kelas 5,

kegundahannya membawanya melakukan kenakalan kecil. Ia memutuskan untuk bolos

sekolah dan mengajak Budi untuk main ke rumah teman mereka, Maya.

Refi: "Budi, bagaimana kalau kita bolos sebentar dan main ke rumah Maya? Sepertinya akan

seru!"

Budi, yang sebenarnya tidak begitu setuju, akhirnya mengiyakan ajakan Refi.

Budi: "Tapi kita hanya sebentar ya, Refi. Jangan sampai ketahuan guru."

Mereka pun memutuskan untuk berangkat ke rumah Maya. Sesampainya di sana, mereka

berkumpul di ruang tamu dan bermain video game dengan antusias.

5
Maya (terkejut): "Eh, kalian kok tiba-tiba ada di sini? Kenapa tidak sekolah?"

Refi (tersenyum): "Kita berdua memutuskan untuk bolos sebentar. Maaf ya, Maya."

Budi (menyesal): "Iya, maafkan kami. Tadi di sekolah rasanya bosan, jadi kita iseng bolos."

Maya (tersenyum, tapi agak kesal): "Baiklah, tapi jangan lagi ya. Kita bisa kena masalah

besar kalau ketahuan guru."

Refi dan Budi akhirnya menyadari bahwa kenakalan mereka tidak hanya mengganggu

pelajaran mereka, tetapi juga dapat merugikan teman-teman yang berusaha belajar dengan

serius. Dari situ, mereka berdua berjanji untuk tidak lagi melakukan kenakalan semacam itu

dan menghargai waktu belajar di sekolah.

Saat Refi memasuki kelas 6, mereka merayakan kelulusan dengan pertunjukan teater kecil

yang mereka rencanakan sendiri. Refi, Budi, Maya, dan teman-teman lainnya menampilkan

cerita lucu tentang perjalanan mereka di SD. Pertunjukan itu sukses besar dan menjadi

kenangan indah sebelum mereka melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan

cerita persahabatan yang penuh tawa dan keceriaan, Refi meluluskan SD dengan banyak

kenangan indah dan pelajaran berharga tentang arti sejati dari persahabatan. Suatu hari,

mereka menemukan bahwa Cokelat suka makan wortel. Saat mereka memberinya wortel,

Cokelat melompat-lompat dengan riang sambil menggigit wortel dengan senang hati.

Keunikan Cokelat membuat mereka tertawa dan bahagia setiap kali berkumpul.

Maya: "Cokelat benar-benar membuat hari-hari kita lebih cerah, ya?"

Refi: "Iya, dia seperti penyemangat kami di kelas 6. Sama seperti kita, dia juga tumbuh dan

bahagia bersama-sama."

6
Pertumbuhan Cokelat menciptakan kenangan tak terlupakan bagi mereka. Saat tiba waktunya

untuk berpisah dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang berbeda, mereka memberikan

Cokelat kepada guru biologi sekolah. Cokelat menjadi maskot di kelas biologi, mengajarkan

siswa-siswa di bawah mereka tentang tanggung jawab dan arti dari persahabatan yang tulus.

Cokelat, kelinci lucu, tetap menjadi ikon ceria dari masa-masa indah di SD mereka. Di kelas

6 SD, kebersamaan Refi, Maya, dan Budi tetap utuh. Namun, kisah sedih menyelimuti

mereka ketika kelinci kesayangan mereka, Cokelat, meninggal tragis. Suatu sore, ketika

mereka sedang bermain di taman sekolah, Cokelat yang biasanya ceria bermain-main di

sekitar mereka.

Tiba-tiba, sebuah kecelakaan yang tidak terduga terjadi. Sebuah mobil melintas dengan

kecepatan tinggi, dan Cokelat yang sedang berlarian tak sempat menghindar. Refi, Maya, dan

Budi menyaksikan kejadian itu dengan ngeri dan kesedihan.

Maya (terkejut): "Cokelat! Oh tidak, kenapa ini bisa terjadi?"

Refi dan Budi berusaha menenangkan Maya, tetapi kehilangan Cokelat membuat mereka

merasa hancur. Mereka mengubur Cokelat di taman sekolah dengan penuh kesedihan.

Refi (berbisik): "Dia selalu membuat hari-hari kita lebih cerah. Kenangan bersamanya akan

terus kita simpan."

Setelah itu, mereka membuat plakat kecil untuk diletakkan di dekat makam Cokelat. Plakat

itu berisi ucapan terima kasih dan kenangan indah mereka bersama kelinci lucu itu.

7
Hingga kini, pelaku kecelakaan tersebut belum ditemukan. Mereka bersama-sama dengan

warga sekitar masih berusaha mencari pelaku untuk memastikan keadilan bagi Cokelat.

Kematian Cokelat meninggalkan luka yang mendalam di hati mereka. Namun, dari kesedihan

itu, muncul tekad untuk lebih peduli terhadap hewan peliharaan dan mengampanyekan

keselamatan di jalan raya. Cokelat, meskipun pergi, meninggalkan jejak persahabatan yang

tak terlupakan di antara mereka.

Pada suatu hari yang penuh ketegangan, kelas 6 SD tengah menghadapi ujian akhir semester.

Refi, Maya, dan Budi bersama teman-teman sekelasnya sibuk menyelesaikan soal-soal di

lembar jawaban mereka. Suasana ruang ujian dipenuhi dengan konsentrasi dan suasana

hening yang hanya terputus oleh suara pena yang merayap di atas kertas. Setelah selesai

ujian, mereka menunggu hasil dengan campuran perasaan harap dan cemas. Beberapa

minggu berlalu, dan akhirnya, pengumuman kenaikan kelas tiba.

Guru: "Baiklah anak-anak, saya akan mengumumkan hasil ujian dan kenaikan kelas. Harap

tenang dan dengarkan baik-baik."

Suasana kelas menjadi hening, dan tatapan para siswa tertuju pada guru mereka.

Guru: "Refi, Maya, dan Budi, selamat! Kalian berhasil meraih prestasi yang luar biasa.

Kalian semua naik ke kelas 7!"

Refi (bersorak): "Alhamdulillah! Terima kasih, Bu!"

Maya dan Budi bersama-sama mengucapkan terima kasih dengan senyuman yang menghiasi

wajah mereka. Kenaikan kelas ini membawa kebahagiaan tak terhingga, terutama karena

mereka telah bersama-sama menghadapi tantangan dan belajar bersama selama tiga tahun.

8
Setelah pengumuman, mereka berkumpul di halaman sekolah untuk merayakan bersama.

Dialog riang gembira pun terjadi di antara mereka.

Maya: "Kita berhasil, guys! Ini hasil kerja keras kita semua."

Budi: "Benar, rasanya tak terbayangkan kita akan berpisah tahun depan. Tapi, mari kita

nikmati setiap momen yang tersisa di SD ini."

Refi: "Sip, teman-teman! Kita akan jadi kelas 7 yang penuh semangat dan sukses!"

Mereka pun melangkah menuju kelas 7 dengan penuh semangat dan rasa bangga atas

pencapaian mereka. Kenaikan kelas ini bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang

perjalanan bersama, persahabatan, dan semangat untuk terus belajar. Refi memasuki babak

baru dalam hidupnya saat ia memulai perjalanan di MTSN kelas 7. Di tengah ekspektasi dan

kegugupan, dia bertemu dengan teman-teman baru yang segera mengubah warna harinya.

Salah satu teman yang membuatnya nyaman adalah Farah, seorang gadis ramah dengan

senyum hangatnya. Perkenalan mereka terjadi di pelajaran bahasa Arab.

Farah: "Hai, namaku Farah. Kamu baru, kan? Aku senang ada teman baru."

Refi (tersenyum): "Iya, aku Refi. Senang bertemu denganmu, Farah."

Dalam beberapa minggu pertama di MTSN, Refi menemukan banyak teman baik yang

mendukungnya melewati tantangan baru ini. Namun, di sela-sela pelajaran dan aktivitas

sekolah, gejolak cinta muncul ketika Refi merasa hatinya berdebar-debar setiap kali bertemu

dengan Salwa, seorang siswi yang juga baru di sekolah itu.

9
Refi: "Budi, aku rasa aku suka sama Salwa. Tapi aku gugup kalau harus berbicara

dengannya."

Budi (tersenyum): "Ah, cinta pertama, ya? Tenang saja, Refi. Coba dekati dia dengan cara

santai, jangan terlalu serius."

Refi mencoba mengikuti saran Budi, dan suatu hari dia memutuskan untuk mengajak Salwa

berbicara setelah pelajaran.

Refi (gugup): "Hai, Salwa. Kamu suka membaca, kan? Ada buku bagus yang ingin

kuceritakan."

Salwa (tersenyum): "Oh, hai Refi! Iya, aku suka membaca. Buku apa yang ingin kamu

rekomendasikan?"

Dari situlah, terjalinlah percakapan yang semakin lama semakin mendalam. Refi dan Salwa

sering menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan tertawa bersama-sama. Namun,

gejolak cinta ini tidak selalu mulus. Ada saat-saat canggung dan juga kekecewaan. Tetapi,

setiap detik yang mereka lewati bersama membentuk kisah unik di babak baru kehidupan

mereka di MTSN. Refi dan Salwa menjalani kehidupan sehari-hari di MTSN kelas 7 dengan

beragam pengalaman yang memperdalam ikatan mereka. Mereka sering berkumpul setelah

pelajaran, membicarakan tugas, dan berbagi minat bersama. Suatu hari, mereka bersama-

sama mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, mengikuti lomba debat dan menjadi tim yang solid.

Di tengah kegiatan sekolah yang padat, Refi selalu menyempatkan diri untuk membantu

Salwa dalam pelajaran yang sulit. Dialog candaan dan tawa sering menghiasi koridor sekolah

saat mereka berdua berjalan menuju kantin atau kelas.

10
Refi (sambil tertawa): "Salwa, ingat waktu kita hampir terlambat masuk kelas karena sibuk

membahas tugas?"

Salwa (tersenyum): "Iya, itu benar-benar lucu. Tapi beruntung kita masih sempat masuk kelas

tanpa terkena hukuman."

Budi, yang selalu menjadi teman setia Refi, juga turut merasakan kebahagiaan temannya itu.

Budi: "Refi, kalian berdua memang cocok bersama. Kalian seperti tim yang sempurna."

Refi (tersenyum malu): "Terima kasih, Budi. Aku merasa beruntung memiliki Salwa di

sampingku."

Meskipun bahagia, hubungan mereka tidak lepas dari cobaan. Ada saat-saat ketika mereka

berdua mengalami perbedaan pendapat dan tantangan yang menguji kesabaran mereka.

Namun, dengan komunikasi yang baik, mereka selalu berhasil melewati setiap rintangan.

Pada akhir tahun ajaran, mereka merayakan keberhasilan bersama dan menantikan

petualangan baru di kelas 8. Seiring berjalannya waktu, kisah cinta Refi dan Salwa terus

berkembang, menjadi bagian tak terpisahkan dari masa remaja yang penuh warna di MTSN.

Ketika Refi dan Salwa memasuki kelas 8 MTSN, hubungan mereka semakin berkembang.

Suatu hari, Refi dengan berani memutuskan untuk mengajak Salwa berjalan-jalan sore di

taman dekat sekolah. Mereka berdua, di bawah sinar senja yang lembut, mulai mengalami

momen yang membawa nuansa romansa remaja.

Refi (tersenyum): "Eh, Salwa, bagaimana kalau kita keluar sebentar, berjalan-jalan di taman

dekat sekolah?"

11
Salwa (tersenyum balik): "Kenapa tidak, Refi? Itu ide yang bagus. Ayo kita pergi!"

Mereka berdua berjalan santai di taman, ditemani senja yang memancarkan warna keemasan

di langit. Suasana yang tenang memberikan ruang bagi percakapan yang lebih pribadi.

Refi (dengan nada malu-malu): "Salwa, sebenarnya aku sudah lama ingin mengajakmu

keluar. Aku suka saat kita bisa berdua seperti ini."

Salwa (tersenyum): "Aku juga merasa begitu, Refi. Kita punya banyak kenangan indah

bersama."

Refi (berdebar): "Aku berpikir, kita bisa meluangkan waktu lebih sering untuk seperti ini,

bukan hanya di sekolah. Bagaimana menurutmu?"

Salwa (tersenyum lembut): "Aku suka ide itu, Refi. Aku senang bisa menghabiskan waktu

bersamamu, di luar sekolah juga."

Refi dan Salwa terus berjalan, sambil berbagi cerita dan tawa. Mereka merasakan kehangatan

yang muncul dari momen-momen seperti ini, mengukir kenangan yang semakin dalam di hati

mereka..Malam pun tiba, dan Refi mengantar Salwa pulang dengan senyum penuh makna.

Beberapa hari setelah Refi dan Salwa berjalan-jalan bersama, teman-teman Refi di MTSN

mulai merasa penasaran dan memberikan godaan ramah.

Budi (sambil tersenyum lebar): "Eh, Refi, kita tahu nih kalau kamu sering keluar sama Salwa.

Ada apa-apa, ya?"

Maya (bercanda): "Jangan bilang kamu sudah jadi pejuang cinta, Refi!"

12
Refi (tersenyum malu): "Ah, bukan begitu juga, guys. Kami hanya suka menghabiskan waktu

bersama-sama."

Budi (bercanda): "Wah, wah, wah! Refi sudah jadi romantis nih, lihat, Salwa membuatnya

seperti ini!"

Maya (tersenyum): "Refi, kamu tahu, itu bagus kok. Kalian cocok bersama."

Refi mencoba menjawab godaan teman-temannya dengan santai.

Refi: "Iya, Salwa memang istimewa. Kami hanya menikmati momen-momen bersama. Itu

saja."

Budi dan Maya tertawa riang, namun mereka bisa merasakan kebahagiaan yang terpancar

dari Refi. Meskipun dijuluki pejuang cinta oleh teman-temannya, Refi merasa bangga bisa

menjalani hubungannya dengan Salwa tanpa beban..Beberapa waktu kemudian, Budi

memberikan nasihat kocaknya kepada Refi.

Budi: "Refi, jangan lupa ajak kami juga ya kalau kalian mau berjalan-jalan. Jangan sampai

kalian lupa sama kami, pejuang cinta!"

Refi (tersenyum): "Tentu saja, Budi. Kami bisa ajak kalian nanti. Tapi jangan panggil saya

pejuang cinta terus ya!"

Mereka tertawa bersama, merasakan kehangatan persahabatan yang tetap kuat di tengah

kenakalan remaja. Meskipun digoda, Refi dan Salwa tetap bersyukur atas dukungan dan

keceriaan teman-teman mereka dalam setiap langkah hubungan mereka.

Refi: "Terima kasih sudah menemaniku, Salwa. Hari ini sangat menyenangkan."

13
Salwa (tersenyum): "Sama-sama, Refi. Aku juga menikmatinya. Ayo kita lakukan ini lagi

suatu saat."

Refi mengangguk, merasa bahagia bahwa langkah pertama mengajak Salwa berjalan-jalan

telah membawa kebahagiaan dan kedekatan yang lebih dalam dalam hubungan mereka. Di

kelas 9, Refi dan Salwa berkesempatan mengikuti study tour bersama teman-teman

sekelasnya. Suasana penuh kegembiraan dan keceriaan terasa saat mereka semua naik bis

yang akan membawa mereka ke destinasi wisata..Refi dan Salwa, dengan senyuman yang

saling bertautan, menemukan tempat duduk mereka di bis yang sama. Saat bis mulai

bergerak, suasana cair dengan kegembiraan dan candaan.

Refi (tersenyum): "Ini akan jadi pengalaman study tour yang tak terlupakan, ya?"

Salwa (mengangguk): "Pasti! Dan aku senang bisa berbagi pengalaman ini denganmu, Refi."

Di tengah perjalanan, mereka menikmati pemandangan dari jendela bis dan berbicara tentang

rencana-rencana mereka di destinasi tujuan. Namun, ada momen-momen romantis yang

membuat perjalanan ini semakin berkesan.

Refi (sambil menunjuk ke luar): "Lihatlah, Salwa, pemandangannya indah sekali, seperti

dirimu."

Salwa (tersenyum malu): "Oh, hentikan kamu! Tapi, terima kasih. Aku juga senang bisa

bersama-sama denganmu."

14
Refi menarik Salwa untuk duduk lebih dekat, dan mereka berdua menikmati momen-momen

romantis sembari tersenyum dan tertawa kecil. Sesekali, Refi menyimpan rahasia kecil di

telinga Salwa yang membuatnya tersenyum lebar.

Refi (berbisik): "Aku berharap kita bisa membuat kenangan yang terindah di sini."

Salwa (menggoda): "Oh, apa maksudmu, Refi? Apa rencanamu?"

Refi (tersenyum misterius): "Rahasianya, Salwa. Tunggu saja!"

Perjalanan menuju destinasi study tour mereka berdua tidak hanya penuh dengan

kegembiraan kelompok, tetapi juga penuh dengan romansa remaja yang membuat Refi dan

Salwa semakin dekat. Mereka merasa bersyukur dapat berbagi momen-momen indah ini

bersama di akhir perjalanan sekolah mereka. Setelah perjalanan yang penuh keceriaan dan

romansa di bis, Refi dan Salwa tiba di destinasi study tour mereka. Mereka berdua bersama

teman-teman sekelasnya menjelajahi tempat wisata, belajar tentang sejarah, dan merasakan

keindahan alam yang baru. Refi dan Salwa terus melibatkan diri dalam kegiatan kelompok

dan menikmati setiap momen bersama. Namun, di satu hari tertentu, Refi menyusun rencana

kecil untuk menghadirkan momen khusus bagi mereka berdua.

Refi (tersenyum): "Salwa, bagaimana kalau kita menjelajahi taman ini bersama-sama?"

Salwa (suka cita): "Tentu, Refi! Aku senang bisa berjalan-jalan bersamamu."

Mereka berdua berjalan melalui taman yang dipenuhi bunga dan pepohonan yang indah. Refi

menyusun beberapa bunga yang ditemuinya menjadi karangan kecil.

Refi (menyerahkan bunga): "Ini untukmu, Salwa. Sebagai kenang-kenangan dari tempat ini."

15
Salwa (tersenyum): "Terima kasih, Refi. Ini sangat manis!"

Refi dan Salwa duduk di bawah pohon, menikmati suasana yang tenang, dan membagikan

cerita serta impian mereka satu sama lain. Matahari perlahan tenggelam, meninggalkan warna

senja yang mempesona.

Refi (sambil memandang Salwa): "Saat-saat seperti ini membuat aku merasa beruntung. Kita

harus menyimpan setiap momen bersama."

Salwa (setuju): "Ya, Refi. Ini adalah salah satu dari banyak kenangan indah yang kita buat

bersama."

Perjalanan study tour menjadi titik puncak dari kisah cinta mereka di sekolah menengah. Refi

dan Salwa kembali dengan hati penuh kenangan indah dan harapan akan masa depan yang

cerah. Mereka menyadari bahwa setiap momen bersama memiliki arti yang mendalam dan

akan selalu menjadi bagian tak terhapuskan dari kisah hidup mereka.

Di masa awal MA kelas 1, Refi dan Salwa menemui tantangan baru ketika mereka berdua

bersekolah di tempat yang berbeda. Meski berjarak, Refi dan Salwa berkomitmen untuk

menjaga hubungan mereka.

Salwa (dengan wajah sedih): "Refi, rasanya aneh sekali kita bersekolah di tempat yang

berbeda."

16
Refi (mencoba menghibur): "Iya, Salwa. Tapi kita tetap bisa menjaga hubungan kita, kan?

Meski beda sekolah, hati kita tetap satu."

Setiap hari setelah pulang sekolah, Refi selalu menyempatkan waktu untuk menjemput

Salwa. Mereka berdua bertemu di gerbang sekolah dan berbagi cerita tentang pengalaman

harian masing-masing.

Salwa (tersenyum): "Terima kasih sudah selalu menjemputku, Refi. Rasanya seperti memiliki

penjaga pribadi."

Refi (berseloroh): "Siap-siap ya, nanti aku akan mengenalkan diriku sebagai penjaga

pribadimu resmi."

Mereka berdua tertawa bersama, dan Refi selalu berusaha membuat setiap pertemuan mereka

menjadi momen yang istimewa.

Refi (sambil memberikan bunga): "Ini untukmu, Salwa. Sebagai tanda bahwa aku selalu

merindukanmu sepanjang hari."

Salwa (mengambil bunga dengan senyum): "Terima kasih, Refi. Ini benar-benar membuat

hariku lebih cerah."

Walaupun harus menjalani hubungan jarak jauh (LDR), Refi dan Salwa terus membangun

kepercayaan dan merawat api cinta mereka. Meskipun berada di sekolah yang berbeda, setiap

pertemuan mereka menjadi berarti, dan mereka saling mendukung dalam setiap langkah

perjalanan mereka di masa SMA. Di kelas 12, Refi masih menjalani hubungan yang erat

dengan Salwa. Refi juga terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler futsal di sekolahnya, yang

17
memberinya kesempatan untuk mempererat persahabatan dengan teman-teman sekelasnya.

Suatu hari, tim futsal Refi dijadwalkan bermain melawan tim futsal dari sekolah Salwa. Refi

merasa senang dan sedikit gugup karena pertandingan ini memiliki arti khusus baginya.

Refi (menyeringai): "Hari ini pertandingan melawan sekolah Salwa. Aku harus memberikan

yang terbaik!"

Pertandingan dimulai dengan semangat tinggi. Refi berusaha keras untuk memimpin timnya,

sementara Salwa mendukungnya dari tribun. Setelah pertandingan selesai, Refi dan Salwa

menyempatkan waktu untuk bertemu di luar lapangan futsal.

Salwa (sambil tersenyum): "Hebat sekali permainanmu, Refi! Tadi aku mendukungmu

dengan keras dari tribun."

Refi (tersenyum): "Terima kasih, Salwa. Aku berusaha yang terbaik untukmu dan timku."

Sambil berjalan-jalan di sekitar halaman sekolah, mereka memasuki sudut yang agak sepi.

Refi (sambil meraih tangan Salwa): "Ini momen yang sempurna untuk sejenak bermesraan,

bukan?"

Salwa (tersenyum manis): "Ya, Refi. Apalagi setelah pertandingan ini, aku merasa lebih

dekat denganmu."

Mereka berdua menghabiskan waktu dengan berbicara dan tertawa, menikmati kebersamaan

mereka di tengah suasana sekolah yang riuh. Meskipun kesibukan kelas 12 mereka semakin

meningkat, Refi dan Salwa selalu berusaha untuk menyempatkan waktu bersama, menjadikan

setiap momen berharga dalam kisah cinta mereka yang terus berkembang. Pertandingan futsal

antara tim Refi dan tim sekolah Salwa berlangsung dengan seru. Refi dan timnya

18
memberikan yang terbaik, dan akhirnya, mereka memenangkan pertandingan tersebut. Refi

merasa senang dan bangga, merayakan kemenangan bersama teman-temannya.

Salwa (sambil bersorak dari tribun): "Refi, kamu hebat sekali! Selamat ya!"

Setelah pertandingan, Refi dan timnya berkumpul untuk merayakan kemenangan mereka.

Salwa mendekati Refi sambil membawa pulpen yang terbungkus cantik.

Salwa (sambil tersenyum): "Selamat, Refi! Ini hadiah kecil dariku untuk kemenanganmu."

Refi (terkejut): "Oh, terima kasih, Salwa! Aku nggak menyangka kamu memberikan hadiah."

Salwa (tersenyum): "Ini simbol keberhasilanmu, dan aku bangga padamu. Semoga pulpen ini

selalu mengingatkanmu akan pencapaianmu."

Refi merasa hangat di hatinya. Hadiah sederhana itu mengandung makna yang mendalam

baginya.

Refi (mengambil pulpen): "Aku akan menjaganya dengan baik. Terima kasih, Salwa."

Mereka berdua duduk di bangku sekolah yang tenang, saling berbagi cerita tentang

pertandingan dan momen indah lainnya. Pulpen itu tidak hanya menjadi barang berharga,

tetapi juga menjadi simbol kisah cinta dan dukungan yang terus berkembang di antara mereka

berdua.

19
Di tengah liku-liku kehidupan, Refi menemukan pelarian dalam dunia seni dan sastra.

Kelapapati Laut, kota kecilnya, menjadi saksi bisu perjalanan panjangnya. Setiap sudut kota

membuka pintu inspirasi, memperkaya keseharian Refi.

Dari kehidupan sehari-hari warga Bengkalis, Refi mengejar impian menulis novel terkenal.

Karya tulisnya tidak sekadar menceritakan perjalanan pribadinya, melainkan merangkai

kisah-kisah kecil yang melibatkan warga sekitarnya.

Novel ini menjadi sarana untuk membawa pembaca menjelajahi kehidupan warga Bengkalis.

Dari pengalaman mereka, cerita-cerita tentang persahabatan, cinta, dan impian dihidupkan,

membentuk sebuah kanvas luas yang memaparkan makna mendalam tentang kehidupan.

20

Anda mungkin juga menyukai