rumah kayu yang sederhana. Ayah Refi, Pak Rahmat, adalah seorang nelayan yang setiap hari
menatap lautan dengan harapan penuh bahwa hasil tangkapan nelayannya akan mencukupi
kebutuhan keluarga. Meskipun hidup serba pas-pasan, Pak Rahmat selalu menyemangati
keluarganya dengan senyuman tulus dan cerita-cerita kehidupan di laut. Ibu Refi, Ibu Siti,
adalah sosok yang penuh kasih dan tekun menjalankan rumah tangga. Meskipun terbatasnya
sumber daya, Ibu Siti mampu menciptakan kehangatan di dalam rumah. Setiap pagi, bau
masakan tradisional Bengkalis menyambut Refi dan adiknya, Rina, sebagai motivasi untuk
memulai hari. Refi tumbuh dalam keluarga yang meski sederhana, penuh kehangatan dan
kebersamaan. Mereka belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu terukur dari harta materi, tetapi
dari kebersamaan dan cinta di antara anggota keluarga. Meski terkadang terdapat kesulitan
finansial, keluarga Rahmadani selalu menemukan cara untuk saling mendukung. Pagi-pagi,
nelayan. Bau asin dari udara laut dan suara deburan ombak menciptakan latar belakang
keseharian mereka. Refi belajar banyak tentang ketahanan hidup dan tekad melalui kehidupan
sederhana keluarganya. Ketika malam tiba, keluarga Rahmadani berkumpul di sekitar meja
makan sederhana. Mereka saling berbagi cerita harian, tertawa, dan mengobrol tentang
impian-impian kecil yang ingin mereka raih. Meskipun kehidupan mereka tidak selalu
mudah, tetapi kebersamaan inilah yang membentuk karakter Refi dan mengajarkannya arti
nilai-nilai keluarga. Inilah latar belakang yang melandasi Refi Rahmadani, anak muda dengan
mimpi besar, namun tetap menghargai akar kehidupan sederhananya di tengah kampung
halamannya di Bengkalis. Dari kecil, Refi sudah memahami bahwa kehidupan bukan hanya
tentang mencari keberhasilan, tetapi juga tentang bagaimana kita menghadapi setiap
1
rintangan dengan kepala tegak dan hati penuh keberanian. Refi Rahmadani, seorang anak
yang lahir di Bengkalis pada 15 Oktober 2006, mengawali perjalanan kehidupannya dengan
kelas pertamanya, Refi bertemu dengan teman-teman sekelasnya yang beragam dan guru
yang penuh kehangatan, Ibu Suci. Pada hari pertama sekolah, Refi yang penuh semangat tak
sengaja bertabrakan dengan temannya yang lucu, Budi. Mereka berdua malah tertawa ceria,
dan dari sinilah awal mula persahabatan yang tak terpisahkan. Bersama Budi, Refi menjalani
Refi bergabung dengan kelompok studi kecil yang dinamakan "The Explorers". Mereka
sekitar sekolah. Salah satu cerita paling lucu adalah ketika mereka membuat eksperimen
dengan membuat gelembung sabun raksasa di halaman sekolah, hingga akhirnya Ibu Suci
ikut tertawa melihat keterampilan mereka. Pada kelas 2, Refi bertemu dengan seorang teman
baru bernama Maya. Maya adalah anak yang cerdas dan sering membantu Refi dalam
pelajaran matematika. Kelas 2 SD adalah hal yang terserah menurut nya, ada satu kejadian
yang membuatnya masih mengingat kenangan itu. Suatu hari, di tengah-tengah pelajaran
matematika yang sedang berlangsung, Maya dengan sigap mengangkat tangannya. Ibu Suci,
2
Refi yang sedang bingung memandang soalnya, tak bisa menyembunyikan keterkesan.
Refi: "Kamu benar-benar pintar, Maya! Bagaimana bisa kamu tahu jawabannya begitu
cepat?"
Maya dengan ramah menjawab, "Oh, itu mudah. Ayahku sering bermain matematika
Refi: "Wah, seru ya punya ayah seperti itu. Maukah kamu mengajari aku cara bermain
Maya tertawa, "Tentu saja, Refi! Mari kita belajar bersama-sama nanti di rumahku!"
Mulailah petualangan baru mereka, bukan hanya dalam matematika, tetapi juga dalam
persahabatan yang semakin kuat. Setiap hari, mereka belajar dengan cara yang unik dan
menyenangkan. Salah satu cerita unik lainnya terjadi saat mereka berdua sedang bermain di
taman sekolah pada sore hari. Refi menemukan kelinci kecil yang tampak kesepian.
Refi: "Maya, lihat kelinci ini! Kita harus memberinya nama. Apa pendapatmu?"
Maya: "Hmm, bagaimana kalau kita namai dia 'Cokelat' karena warna bulunya yang
cokelat?"
Refi: "Baik ide! Cokelat, kelinci lucu ini sekarang jadi teman baru kita."
Ternyata, Cokelat menjadi teman setia mereka di taman sekolah. Mereka sering memberi
makan dan bermain bersama kelinci kecil tersebut. Cerita tentang Cokelat pun menjadi cerita
yang mereka bagikan dengan gembira kepada teman-teman sekelas. Persahabatan mereka
mengajar Refi bahwa kekuatan sejati persahabatan terletak pada kemampuan saling
membantu dan mendukung di setiap langkah kehidupan. Kelas 3 adalah tahun di mana Refi
3
dan teman-temannya terlibat dalam proyek seni besar. Mereka bersama-sama membuat mural
di dinding kelas yang dihiasi dengan lukisan-lukisan imajinatif mereka. Proyek ini bukan
hanya meningkatkan kreativitas mereka, tetapi juga mempererat ikatan persahabatan. Refi,
seorang anak kelas 4 yang penuh semangat, memiliki kegemaran yang unik: bermain mainan
tradisional. Suatu hari, dia memutuskan untuk mengajak Budi dan Maya untuk bermain
Refi: "Hey, teman-teman, kenapa kita tidak mencoba bermain congklak? Aku menemukan
Budi: "Congklak? Itu kan mainan jaman dulu. Tapi mengapa tidak, mungkin seru!"
Maya: "Aku belum pernah bermain congklak, tapi aku ingin mencobanya!"
Mereka berdua setuju, dan Refi segera mengambil papan congklak dan biji-bijian dari dalam
rumah. Mereka duduk bersila di teras dan mulai bermain dengan penuh semangat.
Refi: "Begini cara mainnya, kita ambil biji dari lobang satu, lalu searah jarum jam
meletakkannya di lobang berikutnya. Setelah itu, kita ambil biji dari lobang yang sama dan
teruskan."
Mereka bermain congklak dengan riang gembira, tertawa, dan bersaing dengan penuh
semangat. Setiap langkah diiringi dengan tawa kecil dan seruan antusias.
Refi: "Hei, saya menemukan trik baru nih! Coba lihat ini."
4
Mereka pun saling berbagi trik dan strategi, membuat permainan semakin menarik. Waktu
pun berlalu dengan cepat, dan mereka menyadari betapa menyenangkannya bermain mainan
tradisional bersama.
Maya: "Terima kasih, Refi! Bermain congklak ternyata seru dan penuh tawa. Kapan-kapan
Refi: "Tentu saja, Maya! Mainan tradisional ini punya keunikan tersendiri. Ayo kita cari
bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga mengajarkan mereka arti kebersamaan dan
kegembiraan yang sederhana. Suatu hari, saat Refi masih duduk di bangku kelas 5,
sekolah dan mengajak Budi untuk main ke rumah teman mereka, Maya.
Refi: "Budi, bagaimana kalau kita bolos sebentar dan main ke rumah Maya? Sepertinya akan
seru!"
Budi, yang sebenarnya tidak begitu setuju, akhirnya mengiyakan ajakan Refi.
Budi: "Tapi kita hanya sebentar ya, Refi. Jangan sampai ketahuan guru."
Mereka pun memutuskan untuk berangkat ke rumah Maya. Sesampainya di sana, mereka
5
Maya (terkejut): "Eh, kalian kok tiba-tiba ada di sini? Kenapa tidak sekolah?"
Refi (tersenyum): "Kita berdua memutuskan untuk bolos sebentar. Maaf ya, Maya."
Budi (menyesal): "Iya, maafkan kami. Tadi di sekolah rasanya bosan, jadi kita iseng bolos."
Maya (tersenyum, tapi agak kesal): "Baiklah, tapi jangan lagi ya. Kita bisa kena masalah
Refi dan Budi akhirnya menyadari bahwa kenakalan mereka tidak hanya mengganggu
pelajaran mereka, tetapi juga dapat merugikan teman-teman yang berusaha belajar dengan
serius. Dari situ, mereka berdua berjanji untuk tidak lagi melakukan kenakalan semacam itu
Saat Refi memasuki kelas 6, mereka merayakan kelulusan dengan pertunjukan teater kecil
yang mereka rencanakan sendiri. Refi, Budi, Maya, dan teman-teman lainnya menampilkan
cerita lucu tentang perjalanan mereka di SD. Pertunjukan itu sukses besar dan menjadi
kenangan indah sebelum mereka melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan
cerita persahabatan yang penuh tawa dan keceriaan, Refi meluluskan SD dengan banyak
kenangan indah dan pelajaran berharga tentang arti sejati dari persahabatan. Suatu hari,
mereka menemukan bahwa Cokelat suka makan wortel. Saat mereka memberinya wortel,
Cokelat melompat-lompat dengan riang sambil menggigit wortel dengan senang hati.
Keunikan Cokelat membuat mereka tertawa dan bahagia setiap kali berkumpul.
Refi: "Iya, dia seperti penyemangat kami di kelas 6. Sama seperti kita, dia juga tumbuh dan
bahagia bersama-sama."
6
Pertumbuhan Cokelat menciptakan kenangan tak terlupakan bagi mereka. Saat tiba waktunya
untuk berpisah dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang berbeda, mereka memberikan
Cokelat kepada guru biologi sekolah. Cokelat menjadi maskot di kelas biologi, mengajarkan
siswa-siswa di bawah mereka tentang tanggung jawab dan arti dari persahabatan yang tulus.
Cokelat, kelinci lucu, tetap menjadi ikon ceria dari masa-masa indah di SD mereka. Di kelas
6 SD, kebersamaan Refi, Maya, dan Budi tetap utuh. Namun, kisah sedih menyelimuti
mereka ketika kelinci kesayangan mereka, Cokelat, meninggal tragis. Suatu sore, ketika
mereka sedang bermain di taman sekolah, Cokelat yang biasanya ceria bermain-main di
sekitar mereka.
Tiba-tiba, sebuah kecelakaan yang tidak terduga terjadi. Sebuah mobil melintas dengan
kecepatan tinggi, dan Cokelat yang sedang berlarian tak sempat menghindar. Refi, Maya, dan
Refi dan Budi berusaha menenangkan Maya, tetapi kehilangan Cokelat membuat mereka
merasa hancur. Mereka mengubur Cokelat di taman sekolah dengan penuh kesedihan.
Refi (berbisik): "Dia selalu membuat hari-hari kita lebih cerah. Kenangan bersamanya akan
Setelah itu, mereka membuat plakat kecil untuk diletakkan di dekat makam Cokelat. Plakat
itu berisi ucapan terima kasih dan kenangan indah mereka bersama kelinci lucu itu.
7
Hingga kini, pelaku kecelakaan tersebut belum ditemukan. Mereka bersama-sama dengan
warga sekitar masih berusaha mencari pelaku untuk memastikan keadilan bagi Cokelat.
Kematian Cokelat meninggalkan luka yang mendalam di hati mereka. Namun, dari kesedihan
itu, muncul tekad untuk lebih peduli terhadap hewan peliharaan dan mengampanyekan
keselamatan di jalan raya. Cokelat, meskipun pergi, meninggalkan jejak persahabatan yang
Pada suatu hari yang penuh ketegangan, kelas 6 SD tengah menghadapi ujian akhir semester.
Refi, Maya, dan Budi bersama teman-teman sekelasnya sibuk menyelesaikan soal-soal di
lembar jawaban mereka. Suasana ruang ujian dipenuhi dengan konsentrasi dan suasana
hening yang hanya terputus oleh suara pena yang merayap di atas kertas. Setelah selesai
ujian, mereka menunggu hasil dengan campuran perasaan harap dan cemas. Beberapa
Guru: "Baiklah anak-anak, saya akan mengumumkan hasil ujian dan kenaikan kelas. Harap
Suasana kelas menjadi hening, dan tatapan para siswa tertuju pada guru mereka.
Guru: "Refi, Maya, dan Budi, selamat! Kalian berhasil meraih prestasi yang luar biasa.
Maya dan Budi bersama-sama mengucapkan terima kasih dengan senyuman yang menghiasi
wajah mereka. Kenaikan kelas ini membawa kebahagiaan tak terhingga, terutama karena
mereka telah bersama-sama menghadapi tantangan dan belajar bersama selama tiga tahun.
8
Setelah pengumuman, mereka berkumpul di halaman sekolah untuk merayakan bersama.
Maya: "Kita berhasil, guys! Ini hasil kerja keras kita semua."
Budi: "Benar, rasanya tak terbayangkan kita akan berpisah tahun depan. Tapi, mari kita
Refi: "Sip, teman-teman! Kita akan jadi kelas 7 yang penuh semangat dan sukses!"
Mereka pun melangkah menuju kelas 7 dengan penuh semangat dan rasa bangga atas
pencapaian mereka. Kenaikan kelas ini bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang
perjalanan bersama, persahabatan, dan semangat untuk terus belajar. Refi memasuki babak
baru dalam hidupnya saat ia memulai perjalanan di MTSN kelas 7. Di tengah ekspektasi dan
kegugupan, dia bertemu dengan teman-teman baru yang segera mengubah warna harinya.
Salah satu teman yang membuatnya nyaman adalah Farah, seorang gadis ramah dengan
Farah: "Hai, namaku Farah. Kamu baru, kan? Aku senang ada teman baru."
Dalam beberapa minggu pertama di MTSN, Refi menemukan banyak teman baik yang
mendukungnya melewati tantangan baru ini. Namun, di sela-sela pelajaran dan aktivitas
sekolah, gejolak cinta muncul ketika Refi merasa hatinya berdebar-debar setiap kali bertemu
9
Refi: "Budi, aku rasa aku suka sama Salwa. Tapi aku gugup kalau harus berbicara
dengannya."
Budi (tersenyum): "Ah, cinta pertama, ya? Tenang saja, Refi. Coba dekati dia dengan cara
Refi mencoba mengikuti saran Budi, dan suatu hari dia memutuskan untuk mengajak Salwa
Refi (gugup): "Hai, Salwa. Kamu suka membaca, kan? Ada buku bagus yang ingin
kuceritakan."
Salwa (tersenyum): "Oh, hai Refi! Iya, aku suka membaca. Buku apa yang ingin kamu
rekomendasikan?"
Dari situlah, terjalinlah percakapan yang semakin lama semakin mendalam. Refi dan Salwa
sering menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan tertawa bersama-sama. Namun,
gejolak cinta ini tidak selalu mulus. Ada saat-saat canggung dan juga kekecewaan. Tetapi,
setiap detik yang mereka lewati bersama membentuk kisah unik di babak baru kehidupan
mereka di MTSN. Refi dan Salwa menjalani kehidupan sehari-hari di MTSN kelas 7 dengan
beragam pengalaman yang memperdalam ikatan mereka. Mereka sering berkumpul setelah
pelajaran, membicarakan tugas, dan berbagi minat bersama. Suatu hari, mereka bersama-
sama mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, mengikuti lomba debat dan menjadi tim yang solid.
Di tengah kegiatan sekolah yang padat, Refi selalu menyempatkan diri untuk membantu
Salwa dalam pelajaran yang sulit. Dialog candaan dan tawa sering menghiasi koridor sekolah
10
Refi (sambil tertawa): "Salwa, ingat waktu kita hampir terlambat masuk kelas karena sibuk
membahas tugas?"
Salwa (tersenyum): "Iya, itu benar-benar lucu. Tapi beruntung kita masih sempat masuk kelas
Budi, yang selalu menjadi teman setia Refi, juga turut merasakan kebahagiaan temannya itu.
Budi: "Refi, kalian berdua memang cocok bersama. Kalian seperti tim yang sempurna."
Refi (tersenyum malu): "Terima kasih, Budi. Aku merasa beruntung memiliki Salwa di
sampingku."
Meskipun bahagia, hubungan mereka tidak lepas dari cobaan. Ada saat-saat ketika mereka
berdua mengalami perbedaan pendapat dan tantangan yang menguji kesabaran mereka.
Namun, dengan komunikasi yang baik, mereka selalu berhasil melewati setiap rintangan.
Pada akhir tahun ajaran, mereka merayakan keberhasilan bersama dan menantikan
petualangan baru di kelas 8. Seiring berjalannya waktu, kisah cinta Refi dan Salwa terus
berkembang, menjadi bagian tak terpisahkan dari masa remaja yang penuh warna di MTSN.
Ketika Refi dan Salwa memasuki kelas 8 MTSN, hubungan mereka semakin berkembang.
Suatu hari, Refi dengan berani memutuskan untuk mengajak Salwa berjalan-jalan sore di
taman dekat sekolah. Mereka berdua, di bawah sinar senja yang lembut, mulai mengalami
Refi (tersenyum): "Eh, Salwa, bagaimana kalau kita keluar sebentar, berjalan-jalan di taman
dekat sekolah?"
11
Salwa (tersenyum balik): "Kenapa tidak, Refi? Itu ide yang bagus. Ayo kita pergi!"
Mereka berdua berjalan santai di taman, ditemani senja yang memancarkan warna keemasan
di langit. Suasana yang tenang memberikan ruang bagi percakapan yang lebih pribadi.
Refi (dengan nada malu-malu): "Salwa, sebenarnya aku sudah lama ingin mengajakmu
Salwa (tersenyum): "Aku juga merasa begitu, Refi. Kita punya banyak kenangan indah
bersama."
Refi (berdebar): "Aku berpikir, kita bisa meluangkan waktu lebih sering untuk seperti ini,
Salwa (tersenyum lembut): "Aku suka ide itu, Refi. Aku senang bisa menghabiskan waktu
Refi dan Salwa terus berjalan, sambil berbagi cerita dan tawa. Mereka merasakan kehangatan
yang muncul dari momen-momen seperti ini, mengukir kenangan yang semakin dalam di hati
mereka..Malam pun tiba, dan Refi mengantar Salwa pulang dengan senyum penuh makna.
Beberapa hari setelah Refi dan Salwa berjalan-jalan bersama, teman-teman Refi di MTSN
Budi (sambil tersenyum lebar): "Eh, Refi, kita tahu nih kalau kamu sering keluar sama Salwa.
Maya (bercanda): "Jangan bilang kamu sudah jadi pejuang cinta, Refi!"
12
Refi (tersenyum malu): "Ah, bukan begitu juga, guys. Kami hanya suka menghabiskan waktu
bersama-sama."
Budi (bercanda): "Wah, wah, wah! Refi sudah jadi romantis nih, lihat, Salwa membuatnya
seperti ini!"
Maya (tersenyum): "Refi, kamu tahu, itu bagus kok. Kalian cocok bersama."
Refi: "Iya, Salwa memang istimewa. Kami hanya menikmati momen-momen bersama. Itu
saja."
Budi dan Maya tertawa riang, namun mereka bisa merasakan kebahagiaan yang terpancar
dari Refi. Meskipun dijuluki pejuang cinta oleh teman-temannya, Refi merasa bangga bisa
Budi: "Refi, jangan lupa ajak kami juga ya kalau kalian mau berjalan-jalan. Jangan sampai
Refi (tersenyum): "Tentu saja, Budi. Kami bisa ajak kalian nanti. Tapi jangan panggil saya
Mereka tertawa bersama, merasakan kehangatan persahabatan yang tetap kuat di tengah
kenakalan remaja. Meskipun digoda, Refi dan Salwa tetap bersyukur atas dukungan dan
Refi: "Terima kasih sudah menemaniku, Salwa. Hari ini sangat menyenangkan."
13
Salwa (tersenyum): "Sama-sama, Refi. Aku juga menikmatinya. Ayo kita lakukan ini lagi
suatu saat."
Refi mengangguk, merasa bahagia bahwa langkah pertama mengajak Salwa berjalan-jalan
telah membawa kebahagiaan dan kedekatan yang lebih dalam dalam hubungan mereka. Di
kelas 9, Refi dan Salwa berkesempatan mengikuti study tour bersama teman-teman
sekelasnya. Suasana penuh kegembiraan dan keceriaan terasa saat mereka semua naik bis
yang akan membawa mereka ke destinasi wisata..Refi dan Salwa, dengan senyuman yang
saling bertautan, menemukan tempat duduk mereka di bis yang sama. Saat bis mulai
Refi (tersenyum): "Ini akan jadi pengalaman study tour yang tak terlupakan, ya?"
Salwa (mengangguk): "Pasti! Dan aku senang bisa berbagi pengalaman ini denganmu, Refi."
Di tengah perjalanan, mereka menikmati pemandangan dari jendela bis dan berbicara tentang
Refi (sambil menunjuk ke luar): "Lihatlah, Salwa, pemandangannya indah sekali, seperti
dirimu."
Salwa (tersenyum malu): "Oh, hentikan kamu! Tapi, terima kasih. Aku juga senang bisa
bersama-sama denganmu."
14
Refi menarik Salwa untuk duduk lebih dekat, dan mereka berdua menikmati momen-momen
romantis sembari tersenyum dan tertawa kecil. Sesekali, Refi menyimpan rahasia kecil di
Refi (berbisik): "Aku berharap kita bisa membuat kenangan yang terindah di sini."
Perjalanan menuju destinasi study tour mereka berdua tidak hanya penuh dengan
kegembiraan kelompok, tetapi juga penuh dengan romansa remaja yang membuat Refi dan
Salwa semakin dekat. Mereka merasa bersyukur dapat berbagi momen-momen indah ini
bersama di akhir perjalanan sekolah mereka. Setelah perjalanan yang penuh keceriaan dan
romansa di bis, Refi dan Salwa tiba di destinasi study tour mereka. Mereka berdua bersama
teman-teman sekelasnya menjelajahi tempat wisata, belajar tentang sejarah, dan merasakan
keindahan alam yang baru. Refi dan Salwa terus melibatkan diri dalam kegiatan kelompok
dan menikmati setiap momen bersama. Namun, di satu hari tertentu, Refi menyusun rencana
Refi (tersenyum): "Salwa, bagaimana kalau kita menjelajahi taman ini bersama-sama?"
Salwa (suka cita): "Tentu, Refi! Aku senang bisa berjalan-jalan bersamamu."
Mereka berdua berjalan melalui taman yang dipenuhi bunga dan pepohonan yang indah. Refi
Refi (menyerahkan bunga): "Ini untukmu, Salwa. Sebagai kenang-kenangan dari tempat ini."
15
Salwa (tersenyum): "Terima kasih, Refi. Ini sangat manis!"
Refi dan Salwa duduk di bawah pohon, menikmati suasana yang tenang, dan membagikan
cerita serta impian mereka satu sama lain. Matahari perlahan tenggelam, meninggalkan warna
Refi (sambil memandang Salwa): "Saat-saat seperti ini membuat aku merasa beruntung. Kita
Salwa (setuju): "Ya, Refi. Ini adalah salah satu dari banyak kenangan indah yang kita buat
bersama."
Perjalanan study tour menjadi titik puncak dari kisah cinta mereka di sekolah menengah. Refi
dan Salwa kembali dengan hati penuh kenangan indah dan harapan akan masa depan yang
cerah. Mereka menyadari bahwa setiap momen bersama memiliki arti yang mendalam dan
akan selalu menjadi bagian tak terhapuskan dari kisah hidup mereka.
Di masa awal MA kelas 1, Refi dan Salwa menemui tantangan baru ketika mereka berdua
bersekolah di tempat yang berbeda. Meski berjarak, Refi dan Salwa berkomitmen untuk
Salwa (dengan wajah sedih): "Refi, rasanya aneh sekali kita bersekolah di tempat yang
berbeda."
16
Refi (mencoba menghibur): "Iya, Salwa. Tapi kita tetap bisa menjaga hubungan kita, kan?
Setiap hari setelah pulang sekolah, Refi selalu menyempatkan waktu untuk menjemput
Salwa. Mereka berdua bertemu di gerbang sekolah dan berbagi cerita tentang pengalaman
harian masing-masing.
Salwa (tersenyum): "Terima kasih sudah selalu menjemputku, Refi. Rasanya seperti memiliki
penjaga pribadi."
Refi (berseloroh): "Siap-siap ya, nanti aku akan mengenalkan diriku sebagai penjaga
pribadimu resmi."
Mereka berdua tertawa bersama, dan Refi selalu berusaha membuat setiap pertemuan mereka
Refi (sambil memberikan bunga): "Ini untukmu, Salwa. Sebagai tanda bahwa aku selalu
Salwa (mengambil bunga dengan senyum): "Terima kasih, Refi. Ini benar-benar membuat
Walaupun harus menjalani hubungan jarak jauh (LDR), Refi dan Salwa terus membangun
kepercayaan dan merawat api cinta mereka. Meskipun berada di sekolah yang berbeda, setiap
pertemuan mereka menjadi berarti, dan mereka saling mendukung dalam setiap langkah
perjalanan mereka di masa SMA. Di kelas 12, Refi masih menjalani hubungan yang erat
dengan Salwa. Refi juga terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler futsal di sekolahnya, yang
17
memberinya kesempatan untuk mempererat persahabatan dengan teman-teman sekelasnya.
Suatu hari, tim futsal Refi dijadwalkan bermain melawan tim futsal dari sekolah Salwa. Refi
merasa senang dan sedikit gugup karena pertandingan ini memiliki arti khusus baginya.
Refi (menyeringai): "Hari ini pertandingan melawan sekolah Salwa. Aku harus memberikan
yang terbaik!"
Pertandingan dimulai dengan semangat tinggi. Refi berusaha keras untuk memimpin timnya,
sementara Salwa mendukungnya dari tribun. Setelah pertandingan selesai, Refi dan Salwa
Salwa (sambil tersenyum): "Hebat sekali permainanmu, Refi! Tadi aku mendukungmu
Refi (tersenyum): "Terima kasih, Salwa. Aku berusaha yang terbaik untukmu dan timku."
Sambil berjalan-jalan di sekitar halaman sekolah, mereka memasuki sudut yang agak sepi.
Refi (sambil meraih tangan Salwa): "Ini momen yang sempurna untuk sejenak bermesraan,
bukan?"
Salwa (tersenyum manis): "Ya, Refi. Apalagi setelah pertandingan ini, aku merasa lebih
dekat denganmu."
Mereka berdua menghabiskan waktu dengan berbicara dan tertawa, menikmati kebersamaan
mereka di tengah suasana sekolah yang riuh. Meskipun kesibukan kelas 12 mereka semakin
meningkat, Refi dan Salwa selalu berusaha untuk menyempatkan waktu bersama, menjadikan
setiap momen berharga dalam kisah cinta mereka yang terus berkembang. Pertandingan futsal
antara tim Refi dan tim sekolah Salwa berlangsung dengan seru. Refi dan timnya
18
memberikan yang terbaik, dan akhirnya, mereka memenangkan pertandingan tersebut. Refi
Salwa (sambil bersorak dari tribun): "Refi, kamu hebat sekali! Selamat ya!"
Setelah pertandingan, Refi dan timnya berkumpul untuk merayakan kemenangan mereka.
Salwa (sambil tersenyum): "Selamat, Refi! Ini hadiah kecil dariku untuk kemenanganmu."
Refi (terkejut): "Oh, terima kasih, Salwa! Aku nggak menyangka kamu memberikan hadiah."
Salwa (tersenyum): "Ini simbol keberhasilanmu, dan aku bangga padamu. Semoga pulpen ini
Refi merasa hangat di hatinya. Hadiah sederhana itu mengandung makna yang mendalam
baginya.
Refi (mengambil pulpen): "Aku akan menjaganya dengan baik. Terima kasih, Salwa."
Mereka berdua duduk di bangku sekolah yang tenang, saling berbagi cerita tentang
pertandingan dan momen indah lainnya. Pulpen itu tidak hanya menjadi barang berharga,
tetapi juga menjadi simbol kisah cinta dan dukungan yang terus berkembang di antara mereka
berdua.
19
Di tengah liku-liku kehidupan, Refi menemukan pelarian dalam dunia seni dan sastra.
Kelapapati Laut, kota kecilnya, menjadi saksi bisu perjalanan panjangnya. Setiap sudut kota
Dari kehidupan sehari-hari warga Bengkalis, Refi mengejar impian menulis novel terkenal.
Novel ini menjadi sarana untuk membawa pembaca menjelajahi kehidupan warga Bengkalis.
Dari pengalaman mereka, cerita-cerita tentang persahabatan, cinta, dan impian dihidupkan,
membentuk sebuah kanvas luas yang memaparkan makna mendalam tentang kehidupan.
20