Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PENYIDIKAN LINGKUNGAN

“ Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Particulate Matter 2.5 Dan 10 ”

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Penyidikan Lingkungan

Disusun Oleh :

Rahmat Hamdhani

NIM P21335120031

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II

Jakarta, 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan modul ini dengan
judul “ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN”. Modul ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah penyidikan lingkungan, Semester
tujuh Program Studi Sarjana Terapan jurusan Kesehatan Lingkungan.

Saya menyadari bahwa modul ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, saya berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi saya dan
pihak yang telah membacanya, serta kami mendoakan semoga segala bantuan
yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

14 Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
1.1 Latar Belakang......................................................................................5
1.2 Tujuan....................................................................................................6
1.3 Manfaat.................................................................................................6
BAB II......................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................7
2.1 Pengertian..............................................................................................7
2.1.1 Udara..................................................................................................7
2.1.2 Partikulat............................................................................................7
2.2 Ukuran Partikulat..................................................................................8
2.3 Proses Terbentuk Partikulat...................................................................8
2.4 Dampak Partikulat.................................................................................9
1. Gangguan Penglihatan.................................................................................9
2. Kerusakan Lingkungan................................................................................9
3. Kerusakan Bangunan.................................................................................10
4. Black Carbon.............................................................................................10
2.5 Regulasi Dan Pengelolaan...................................................................11
2.6 ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara).............................................12
BAB III..................................................................................................................13
ANALISA KASUS................................................................................................13
3.1 Kasus Particulate Matter 2.5...............................................................13
3.1.1 Inisiasi..............................................................................................13
3.1.2 Identifikasi Risiko............................................................................14
3.1.3 Estimasi Risiko................................................................................18
3.1.4 Pengendalian Risiko.........................................................................18
3.2 Kasus Particulate Matter 10................................................................19
3.2.1 Inisiasi..............................................................................................19
3.2.2 Identifikasi Risiko............................................................................20
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kategori Durasi Pajanan (Dt).................................23
Tabel 5. Hasil Perhitungan RQ..............................................................................24
Tabel 6 Rekapitulasi RQ........................................................................................25
3.2.3 Estimasi Risiko................................................................................27
3.2.4 Pengendalian Risiko.........................................................................27
BAB IV..................................................................................................................29
PENUTUP..............................................................................................................29
4.1 Kesimpulan.........................................................................................29
4.2 Saran....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................31
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Particulate Matter (PM) adalah campuran dari partikel-partikel kecil yang
terdiri dari berbagai bahan kimia, termasuk padatan terdispersi di udara, cairan
terdispersi di udara, dan campuran kedua jenis partikel tersebut. Particulate matter
dapat berasal dari berbagai sumber, dan mereka dapat memiliki dampak kesehatan
dan lingkungan yang signifikan. Berikut adalah beberapa latar belakang tentang
particulate matter:

Particulate matter dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk kendaraan


bermotor, industri, pembakaran bahan bakar fosil, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dan aktivitas konstruksi. Sumber-sumber ini menghasilkan partikel dengan
ukuran yang bervariasi.

Particulate matter dibagi menjadi fraksi berdasarkan ukuran partikelnya.


PM10 (partikel dengan diameter kurang dari 10 mikrometer) dan PM2.5 (partikel
dengan diameter kurang dari 2.5 mikrometer) adalah fraksi yang paling umum
dipantau karena mereka dapat mencapai saluran pernapasan manusia.

Particulate matter dapat menciptakan risiko kesehatan karena ukuran partikel


yang sangat kecil dapat mencapai saluran pernapasan manusia. PM2.5 dapat
mencapai bagian paru-paru yang lebih dalam dan memiliki keterkaitan dengan
berbagai penyakit pernapasan dan kardiovaskular, termasuk penyakit jantung,
asma, dan kanker paru-paru.

Particulate matter juga memiliki dampak negatif pada lingkungan. Mereka


dapat mengotori air, tanah, dan vegetasi. Selain itu, deposisi particulate matter ke
tanah dapat memiliki efek terhadap kualitas tanah dan ekosistem.

Sektor transportasi dan industri merupakan kontributor utama dari emisi


particulate matter. Pembakaran bahan bakar fosil, termasuk dalam proses
pembangkit listrik dan kendaraan bermotor, dapat menghasilkan PM dalam
jumlah yang signifikan.

Banyak negara dan lembaga internasional telah menetapkan standar kualitas


udara terkait particulate matter untuk melindungi kesehatan manusia dan
lingkungan. Regulasi ini sering kali mencakup batasan emisi dari berbagai
sumber.Pemantauan kualitas udara particulate matter dilakukan secara luas di
berbagai lokasi untuk mengidentifikasi tingkat paparan dan memonitor kepatuhan
terhadap standar kualitas udara.

Particulate matter juga dapat berkontribusi pada perubahan iklim dengan


mempengaruhi radiasi matahari dan membentuk awan. Selain itu, kondisi cuaca
dan iklim dapat memengaruhi distribusi dan deposisi particulate matter.

Latar belakang tentang particulate matter ini penting untuk memahami


kompleksitas isu pencemaran udara dan merancang strategi pengendalian yang
efektif guna melindungi kesehatan manusia dan menjaga keberlanjutan
lingkungan.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui hasil analisis risiko kesehatan lingkungan tentang particulate
matter (PM2,5) dan particulate matter (PM10)
2. Mengetahui karekteristik ririko pada kasus permasalahan Particulate
matter (PM2,5) dan particulate matter (PM10)
3. Mengetahui pengelolaan risiko pada kasus permasalahan Particulate matter
(PM2,5) dan particulate matter (PM10)

1.3 Manfaat
1. Mampu mendapatkan hasil analisis risiko kesehatan lingkungan tentang
particulate matter (PM2,5) dan particulate matter (PM10)
2. Bisa memnetukan karekteristik ririko pada kasus permasalahan Particulate
matter (PM2,5) dan particulate matter (PM10)
3. Dapat melakukan pengelolaan risiko pada kasus permasalahan Particulate
matter (PM2,5) dan particulate matter (PM10)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
2.1.1 Udara
Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan
bumi. Udara tidak tampak mata, tidak berbau, dan tidak ada rasanya.
Kehadiran udara hanya dapat dilihat dari adanya angin yang menggerakan
benda. Udara termasuk salah satu jenis sumber daya alam karena memiliki
banyak fungsi bagi makhluk hidup.

Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan


berubah-ubah dengan ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga
massanya, akan berkurang seiring dengan ketinggian. Semakin dekat dengan
lapisan troposfer, maka udara semakin tipis, sehingga melewati batas
gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali.

Apabila makhluk hidup bernapas, kandungan oksigen berkurang,


sementara kandungan karbon dioksida bertambah. Ketika tumbuhan
menjalani sistem fotosintesa, oksigen kembali dibebaskan.

2.1.2 Partikulat
Pencemaran udara adalah terkontaminasinya udara akibat dari adanya
substansi di atmosfer yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia maupun
makhluk hidup lain atau dapat menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim.
Terdapat banyak jenis-jenis dari polutan udara, yaitu gas (termasuk di
dalamnya amonia, karbon dioksida, gas metana, karbon monoksida, sulfur
dioksida, nitrogen dioksida, dan kloroflorokarbon), partikulat, dan juga
molekul biologis.

Pencemaran udara dapat menyebabkan kerusakan kerusakan pada


lingkungan maupun bangunan, menyebabkan penyakit, alergi, maupun
kematian pada manusia maupun makhluk hidup lain. Penyebab terjadinya
pencemaran udara dapat karena aktivitas manusia (anthropogenic) ataupun
karena fenomena alam.

Partikulat atau yang juga disebut sebagai particulate


matter atau particle pollution (PM) dilansir dari U.S. EPA (United States
Environmental Protection Agency) adalah campuran kompleks yang
berukuran sangat kecil yang berbentuk partikel kecil atau tetesan (droplet)
cairan. Adapun partikel yang dikategorikan, yaitu:

 Debu (dust)
 Kotoran (dirt)
 Jelaga (soot)
 Asap (smoke)
 Tetesan cairan (droplet)

Beberapa partikulat ada yang berukuran besar atau dapat terlihat di


kegelapan, contoh tersebut adalah asap yang ada di udara. Partikulat lainnya
umumnya tidak dapat kita lihat dengan mata telanjang karena ukurannya yang
sangat kecil.

2.2 Ukuran Partikulat


2.3 Proses Terbentuk Partikulat
Partikulat dapat berasal dari dua macam sumber yang berbeda, kita akan
menyebutkan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber
yang menyebabkan partikel dengan sendirinya, contohnya tungku kayu dan
kebakaran hutan adalah sumber primer.

Sumber sekunder adalah sumber yang menyebabkan partikel dari gas.


Pembangkit listrik dan pembakaran batu bara merupakan contoh sumber sekunder.
Beberapa sumber lainnya dari polusi oleh partikel ini dapat juga disebut sumber
primer dan sekunder, contohnya asap yang berasal dari pabrik, kendaraan, truk,
dan juga partikel yang berasal dari lokasi pembangunan.
Partikulat mengalami proses yang disebut dengan proses deposisi. Secara
umum, semakin kecil dan halus (berukuran kurang dari 1 mikrometer) sebuah
partikel, maka partikel tersebut akan bertahan di udara lebih lama dan dapat
dihilangkan dengan adanya presipitasi. Sedangkan semakin besar ukuran partikel
(lebih besar dari 10 mikrometer), maka partikel tersebut akan bertahan di tanah
akibat gravitasi selama berjam-jam.

2.4 Dampak Partikulat


2.4.1 Dampak Pada Lingkungan

Partikulat sebagai salah satu polutan di udara menyebabkan banyak


dampak, salah satunya dampak lingkungan. Apa saja dampak lingkungan
yang dapat disebabkan oleh partikulat ini? Berikut adalah dampak lingkungan
yang ditimbulkan.

1. Gangguan Penglihatan

Partikulat yang berukuran halus (PM2,5) merupakan penyebab utama


dari pengurangan penglihatan atau penyebab kabut.

2. Kerusakan Lingkungan

Partikel dapat dibawa sejauh mungkin oleh angin dan akan bertahan di
tanah atau air dalam waktu yang lama. Berdasarkan dari komposisi
kimianya, partikel tersebut dapat menyebabkan hal-hal berikut:

 Menyebabkan air danau dan alirannya menjadi asam;


 Mengubah keseimbangan nutrien di perairan pantai dan aliran
sungai yang besar;
 Menyebabkan penipisan nutrien di tanah;
 Merusak hutan dan hasil pertanian;
 Berdampak pada diversitas suatu ekosistem; dan
 Berkontribusi dalam hujan asam.
3. Kerusakan Bangunan

Partikulat dapat meninggalkan bekas dan kerusakan pada batu dan material
lainnya, termasuk di dalamnya kerusakan pada patung atau monumen.

4. Black Carbon

Black carbon (BC), disebut carbon black atau elemental carbon (EC), atau
juga dikenal sebagai jelaga (soot) terbentuk dari gugusan karbon murni, bola
kerangka dan fullerenes, yang merupakan salah satu aerosol penyerap di
atmosfer.

BC yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil diestimasikan oleh IPCC
(Intergovernmental Panel on Climate Change) dalam Fourth Assessment
Report of the IPCC, 4AR, turut berkontribusi dalam radiasi global dengan
rata-rata +0,2 W/m2 dengan range dari +0,1 W/m2 hingga +0,4 W/m2.

2.4.2 Dampak Pada Kesehatan

Selain menimbulkan dampak bagi lingkungan, partikulat dapat


menyebabkan dampak bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Ukuran partikulat berkaitan langsung dengan potensinya untuk menyebabkan
masalah kesehatan. Partikel yang berukuran diameter berukuran lebih kecil
dari 10 mikrometer dapat menyebabkan masalah kesehatan terparah, karena
dapat masuk ke dalam paru-paru dan juga bisa masuk ke dalam peredaran
darah.

Terpapar partikel dapat memberikan efek pada paru-paru maupun


jantung Anda. Masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan, yaitu:
 Kematian prematur pada manusia akibat dari penyakit jantung atau
penyakit paru-paru;
 Serangan jantung nonfatal;
 Detak jantung yang tidak normal;
 Asma yang parah;
 Penurunan fungsi paru-paru; dan
 Peningkatan gejala penyakit respirasi, seperti iritasi pada saluran
pernapasan, batuk, atau kesulitan pernapasan.

Berdasarkan penelitian bahwa kelompok yang berisiko mengalami


masalah kesehatan akibat terpapar partikulat adalah orang dewasa yang
memiliki riwayat penyakit paru-paru atau jantung kronis, anak kecil, dan
orang yang memiliki riwayat asma. Anak kecil dan balita sangat rentan
karena mereka menghirup udara lebih banyak daripada orang dewasa.
Tambahan lain, anak kecil memiliki sistem imun yang masih belum matang
yang menyebabkan mereka rentan terhadap paparan partikulat daripada orang
dewasa.

2.5 Regulasi Dan Pengelolaan


Regulasi yang mengatur tentang pencemaran udara di Indonesia tertulis
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor
P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2020 tentang Indeks Standar Pencemaran
Udara.

Dalam peraturan tersebut diatur indeks standar pencemaran udara meliputi


parameter PM10 dan PM2,5. Untuk menghitung indeks standar pencemaran udara
(ISPU) partikulat dengan melakukan pengukuran selama 24 jam secara terus-
menerus terdapat pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2020 tentang Indeks Standar
Pencemaran Udara Lampiran I. Untuk PM2,5 disampaikan tiap jam selama 24
jam. Sedangkan untuk PM10, SO2, CO, O3, NO2, dan hidrokarbon diambil nilai
ISPU dengan parameter tertinggi dan paling sedikit disampaikan setiap pukul
09.00 dan 15.00.

2.6 ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara)


Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) adalah laporan standar kebersihan
udara kepada masyarakat untuk menerangkan kualitas udara yang baik bagi
kesehatan dan tercemarnya kualitas udara untuk kesehatan saat menghirup udara
selama beberapa waktu.

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) menetapkan 5 sumber pencemaran


utama seperti Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen
Dioksida (NO2), Ozon permukaan (O3), dan partikel debu (PM10).

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) diatur atas Keputusan Bapedal atau
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor KEP-107/Kabapedal/11/1997.

 Standar pencemaran udara yang mempunyai ISPU 0-50 merupakan


pencemaran udara pada level baik dan tidak memberikan dampak bagi
kesehatan manusia dan juga hewan.
 Standar pencemaran udara yang mempunyai ISPU 51-100 merupakan
pencemaran udara pada level sedang dan tidak berpengaruh kepada
manusia dan hewan tetapi berpengaruh kepada tumbuh yang yang peka.
 Standar pencemaran udara yang mempunyai ISPU 101-199 merupakan
pencemaran udara pada level tidak baik dan berakibat merugikan manusia,
hewan yang peka dan menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun
nilai estetika.
 Standar pencemaran udara yang mempunyai ISPU 200-299 merupakan
pencemaran udara pada level sangat tidak sehat karena kualitas udara ini
merugikan kesehatan pada sejumlah populasi.
 Standar pencemaran udara yang mempunyai ISPU 300-599 merupakan
pencemaran udara pada level baik berbahaya dan udara ini secara umum
sangat berbahaya dan merugikan kesehatan yang serius bagi populasi dan
menyababkan iritasi mata, batuk, dahan dan juga sakit tenggorokan.
BAB III

ANALISA KASUS

3.1 Kasus Particulate Matter 2.5


3.1.1 Inisiasi
Ruang lingkup masalah : Terminal Kampung Rambutan merupakan
terminal yang cukup besar dan ramai di Jakarta Timur menarik pada
pedagang untuk berdagang di sekitar area terminal. Pedagang di Terminal
Kampung Rambutan merupakan kelompok masyarakat termasuk ke dalam
populasi berisiko karena melakukan aktivitas berdagang di area terminal yang
diasumsikan memiliki tingkat populasi yang tinggi, terpajan dalam waktu
yang lama dan dengan konsentrasi yang tinggi. Para pedagang memiliki risiko
untuk mengalami penurunan fungsi paru akibat dari pajanan personal yang
dihirup oleh pedagang setiap harinya.

Risiko Kesehatan : Konsentrasi PM2,5 di udara dapat mempengaruhi


kesehatan apabila terhirup oleh manusia. PM2,5 yang terhirup akan masuk ke
dalam alveoli dan menimbulkan reaksi radang, akibat adanya inflamasi
membuat daya kembang paru menjadi terbatas. Salah satu dampak negative
terpaparnya polutan PM2,5 adalah penurunan fungsi paru pada manusia.
PM2,5 sangat berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan diantaranya,
kematian prematur, penyakit pernapasan kronis, asma, penyakit
kardiovaskular, gejala pernapasan akut, dan penurunan fungsi paru.

Pelibatan pihak dalam proses manajemen risiko : Dalam meminimalisir


pencemaran udara yang ada di kawasan terminal di Terminal Kampung
Rambutan, maka perlu melibatkan beberapa instansi seperti Dinas Kesehatan
Jakarta Timur, Pengelola Terminal Kampung Rambutan, serta pedagang yang
berada di area kawasan terminal dengan mengurangi konsentrasi polutan di
area terminal yaitu perlu adanya pohon, baik di dalam ruang tunggu maupun
di jalur keluar terminal melalui fitoremediasi.
Peraturan/ regulasi pelaksanaan : Baku mutu PM2.5 yang telah ditetapkan
oleh Environemntal Protection Agency (EPA) pada tahun 2006, yaitu 35
µg/m3 (rata-rata per 24 jam) dan 15 µg/m3 (rata-rata per tahun). Sedangkan,
World Health Organization (WHO) juga telah menetapkan baku mutu PM2.5
adalah 10 µg/m3 (rata-rata per tahun) dan 25 µg/m3 (rata-rata per 24 jam)
(WHO, 2005). Sementara itu, baku mutu PM2.5 di udara ambien yang telah
ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999, yaitu 65
µg/m3 (rata- rata per 24 jam).

3.1.2 Identifikasi Risiko


A. Identifikasi Bahaya

Media Konsentrasi Terukur


Agen
Sumber Lingkungan
Risiko
Potensial Minimal Rata-rata Maksimal

Pembakaran,
Asap Rokok,
Emisi
1,341
Kendaraan Udara PM2,5 0,266 mg/kg 0,958 mg/kg
mg/kg
bermotor,
Aktivitas
industri

B. Analisis Dosis Respon

No Agent Dosis Respon Efek Kritis dan Referensi

1 PM2,5 0,018 mg/kg/hari Kematian akibat penyakit respirasi, meningkatnya


insiden dan prevalensi paru kronik, ISPA.
C. Analisis Pajanan

D. Karakterisasi Risiko

Nilai rata-rata RQ responden pada penelitian ini adalah :

Apabila nilai RQ kurang dari sama dengan 1 berarti pemajan masih


dianggap aman bagi manusia, sedangkan apabila nilai RQ lebih besar
daripada 1 berarti pemajan tidak aman bagi manusia sehingga perlu
dilakukan pengendalian. Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh hasil
tingkat resiko (RQ) populasi PM 2,5 realtime. Kelompok pupulasi
AKAP memikiki nilai RQ minimum sebesar 0,141 dan nilai RQ
maksimum sebesar 1.79. Untuk populasi AKAP minimum termasuk
aman karna RQ kurang dari sama dengan 1 (0,141) dan untuk populasi
AKAP maksimum termasuk tidak aman karena RQ lebih dari 1 (1,79).

1. Pengelolaan risiko

Strategi pengelolaan risiko dengan menentukan batasaman atau


nilai terendah yang menyebabkan tingkat risiko menjadi tidak aman.

a. Menurunkan Konsentrasi

b. Menurunkan Durasi Pajanan

2. Cara Pengelolaan Risiko

Pengelolaan risiko dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu


pendekatan teknologi, pendekatan sosio – ekonomis, dan pendekatan
institusional. Pengelolaan risiko dapat dilakukan sebagai berikut :
Alternatif
No Pengelolaan Teknologi Pendekatan Sosio- Institusional
Ekonomis
1. Penurunan - Penanaman Melakukan Pengawasan
konsentrasi hingga pohon baik di sosialisasi terkait dengan
di bawah batas aman dalam ruang eco driving kepada melakukan uji
tunggu para supir yakni emisi oleh
maupun di dengan mematikan Pihak Terminal
jalur keluar mesin kendaraan
Terminal Ketika menunggu
dengan cara penumpang , hal ini
Fitoremediasi. diharapkan dapat
- Penggunaan menurunkan
APD masker jumlah konsentrasi
udara ambien di
Terminal.
2. Pengurangan durasi Belum ada Belum ada Melakukan
pajanan pembagian shift
masing-masing
pedagang.
TABEL CARA PENGELOLAAN RISIKO
3.1.3 Estimasi Risiko
Estimasi risiko digunakan untuk memprediksi tingkat risiko kesehatan
yang timbul dari paparan pencemaran tertentu. Paparan pencemaran dalam
kasus ini yaitu PM2,5 yang memiliki nilai dosis respon (RFD) sebesar 0,018
mg/kg/hari.

Berdasarkan karakteristik risiko dari PM2,5 diperoleh hasil tingkat


resiko (RQ) populasi PM 2,5 realtime. Kelompok pupulasi AKAP memikiki
nilai RQ minimum sebesar 0,141 dan nilai RQ maksimum sebesar 1.79.
Untuk populasi AKAP minimum termasuk aman karna RQ kurang dari sama
dengan 1 (0,141) dan untuk populasi AKAP maksimum termasuk tidak aman
karena RQ lebih dari 1 (1,79).

Dalam hal ini estimasi tingkat risiko kesehatan yang timbul dari akibat
dari paparan pencemaran PM2,5 berisiko terhadap penyakit non karsinogenik
dalam kurun waktu 30 tahun mendatang.

Paparan jangka panjang atau kronis dari PM2,5 menyebabkan kematian


akibat penyakit respirasi, meningkatnya insiden dan prevalensi paru kronik,
ISPA.

3.1.4 Pengendalian Risiko


Pengendalian risiko dapat dilakukan dengan :
 Bagi pedagang dapat mengurangi waktu pajanan dengan membagi
shift berdagang.
 Melakukan uji emisi yang dilakukan oleh pihak Terminal Kampung
Rambutan
 Melakukan penanaman pohon yang dapat menyerap kontaminan zat
yang berbahaya, misal pohon Palem kuning.
 Melakukan sosialisasi kepada supir di Terminal Kampung Rambutan
mengenai eco driving yakni dengan mematikan mesin kendaraan
ketika menunggu penumpang, hal ini dapat menurunkan jumlah
konsentrasi PM2,5.
3.2 Kasus Particulate Matter 10
3.2.1 Inisiasi
Ruang Lingkup : Data hasil pengukuran kualitas udara ambien kota
Semarang oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang menunjukkan
adanya peningkatan kadar debu di Jalan Kaligawe. Pada tahun 2012, kadar
debu meningkat menjadi 848,7 µg/m3 dimana terjadi kenaikan sebesar 224
µg/m3 debu. Kemudian pada tahun 2013, kadar debu di Jalan Kaligawe
mengalami penurunan menjadi 762 µg/m3. Walaupun terjadi penurunan,
kadar debu di Jalan Kaligawe mengalami peningkatan lagi pada tahun 2014
menjadi 865 µg/m3 dengan volume lalu lintas 6.819,35 smp/jam. Karena
sebesar 68% TSP merupakan PM10, maka dapat diprediksikan bahwa
konsentrasi PM10 di Jalan Kaligawe pada tahun 2014 yaitu sebesar 588,2
µg/m3 dimana kadar ini telah melebihi baku mutu sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah (PP nomor 41 tahun 1999) maupun Keputusan
Gubernur Jawa Tengah (SK Gubernur Jawa Tengah nomor 8 tahun 2001).

Risiko Kesehatan : Analisis kandungan unsur pada PM10 memungkinkan


penilaian risiko kesehatan yang berhubungan dengan paparan unsur yang
melekat pada PM10 secara inhalasi Penurunan particle clearance ini
kemudian akan memicu peradangan. Selain itu, efek akut dari pajanan
partikel yaitu batuk, nafas menjadi pendek, sesak nafas, nyeri pada dada,
detak jantung tidak beraturan dan iritasi pada mata. Efek kronis akibat
paparan PM10 dapat muncul setelah terjadinya kontak selama beberapa hari,
minggu, bulan, bahkan hingga hitungan tahun.

Perlibatan Pihak : Dalam hal perlibatan proses manajemen risiko dan pohak
pembuata keputusan menghubungkan antara pemangku
keentingan/stakeholder di jalan kaligawe kota Semarang. Pemerintah, peniliti
lain dan pedagang kaki lima dapat melakukan kerja sama dengan Puskesmas
untuk penyuluhan kepada pedagang untuk menggunakan APD dan
menambahkan Vegetasi di jalan Kaligawe untuk mengurangi PARTICULATE
MATTER (PM10).
Peraturan atau Regulasi Pelaksanaan : Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun
2021 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional dan Surat Keputusan
Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Baku Mutu
Udara Ambien di Propinsi Jawa Tengah.

3.2.2 Identifikasi Risiko


A. Identifikasi Bahaya

Identifikasi Uraian
Agen Risiko PM10
Media Lingkungan Udara Ambien
Sifat  Non Karsinogenik
 Karsinogenik
Efek Akut (Short term)  Batuk
 Sesak nafas
 Iritasi pada mata
 Detak jantung tidak beraturan
 Menurunkan fungsi paru dan jantung
 Memperparah penyakit paru dan
jantung
Efek Kronis (Long term)  Gangguan sistem syaraf dan
pembuluh darah
 Memicu kematian dini pada orang
dengan penyakit paru dan jantung

PM10 dapat bersifat non karsinogenik maupun karsinogenik. Sifat


karsinogenik PM10 disebabkan oleh kandungan yang terdapat di dalam
PM10 seperti PAH dan timbal. Analisis kandungan unsur pada PM10
memungkinkan penilaian risiko kesehatan yang berhubungan dengan
paparan unsur yang melekat pada PM10 secara inhalasi. Pada penelitan ini,
tidak dilakukan identifikasi kandungan unsur- unsur dalam PM10 terutama
kandungan PAH sehingga tidak memungkinkan dalam perhitungan risiko
karsinogenik.

Efek non karsinogenik dari PM10 dapat dilihat dari efek akut dan efek
kronik yang disebabkan oleh paparan PM10. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa efek akut paparan PM10 yaitu berkurangnya
kemampuan bergerak pada makrofag dan fagositosis dalam suatu cara yang
dapat membuktikan kerusakan terhadap particle clearance dari daerah
alveolar paru-paru. Penurunan particle clearance ini kemudian akan
memicu peradangan. Selain itu, efek akut dari pajanan partikel yaitu batuk,
nafas menjadi pendek, sesak nafas, nyeri pada dada, detak jantung tidak
beraturan dan iritasi pada mata.

Efek kronis akibat paparan PM10 dapat muncul setelah terjadinya


kontak selama beberapa hari, minggu, bulan, bahkan hingga hitungan
tahun. Berbagai studi menemukan hubungan PM10 dengan beberapa
kelainan kesehatan seperti menurunkan fungsi paru, memperparah penyakit
paru dan jantung, gangguan sistem syaraf dan pembuluh darah. PM10 juga
sering dikaitkan dengan angka mortalitas. Efek kronis yang paling
berbahaya dari PM10 yaitu dapat memicu kematian dini pada orang dengan
penyakit paru dan jantung.

B. Analisis Dosis Respon


Nilai Rfc untuk PM10 belum terdapat pada IRIS (Integrated Risk
Information System) maupun MRL (Minimum Risk Level) table,
sehinggga nilai konsentrasi referensi untuk Pm10 diturunkan dari baku
mutu oleh WHO.

Rfc = 0,05 mg/m3 x 0,83 m/jam x 24 jam/hari x 350 hari/tahun


70 kg x 365 hari/tahun
= 0,014 mg/kg/hari

C. Analisis Pajanan
1. Konsentrasi PM10 di Udara Hasil pengukuran konsentrasi
PM10 di Jalan Kaligawe didapatkan konsentrasi minimum
sebesar 41,97 µg/Nm3, maksimum sebesar 104,05 µg/Nm3,
dan rata- rata 72,42 µg/Nm3. Kosentrasi ini masih berada di
bawah baku mutu yang ditetapkan dalam PP No. 41 Tahun
1999 dan SK Gubernur Jawa Tengah No. 8 Tahun 2001.
2. Laju Asupan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata- rata
berat badan responden yaitu 56 kg. Angka ini berada di bawah
nilai default yang ditetapkan oleh EPA sebesar 20% sehingga
diperlukan penyesuaian nilai laju asupan. Adapun penyesuaian
nilai laju asupan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝑦 = 5,3 ln(𝑥) − 6,9
Nilai laju asupan yang digunakan dalam perhitungan asupan
adalah nilai yang didapatkan dari perhitungan penyesuaian
yaitu 0,60 m3/jam.
3. Lama Pajanan
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kategori Lama Pajanan (tE)
Lama Pajanan Frekuensi Persentase (%)
(jam/hari)
>8 36 67,9
<8 17 32,1

4. Frekuensi Pajanan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pajanan (fE)
Frekuensi Pajanan Frekuensi Persentase (%)
(hari/tahun)
298 3 5,7
350 50 94,3
Total 53 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar PKL memiliki frekuensi


pajanan 350 hari/tahun sebesar 94,3%.
5. Durasi Pajanan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kategori Durasi Pajanan
(Dt)
Durasi Pajanan Frekuensi Persentase (%)
(hari/tahun)
≥ 10 tahun 39 73,6
< 10 tahun 14 26,4
Total 53 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebgaian besar PKL memiliki
durasi pajanan ≥ 10 tahun sebesar 73,6%.
6. Berat Badan. Hasil analisis univariat menunjukkan median berat
badan PKL yaitu sebesar 56 kg (SD. 10,538).
7. Periode Waktu Rata-Rata
Periode waktu rata-rata yang digunakan yaitu durasi pajanan
dikalikan 365 hari/tahun untuk zat non karsinogen. Nilai durasi
pajanan yang digunakan yaitu durasi pajanan rata-rata atau 15
tahun. Sehingga nilai tavg yang digunakan untuk perhitungan
asupan pada penelitian ini yaitu 15 tahun x 365 hari/tahun atau
sama dengan 5.475 hari.

8. Asupan. Setelah mendapatkan nilai dari masing-masing variable di


atas, maka dapat dilakukan perhitungan asupan dengan
menggunakan rumus berikut:
Ink = C x R x tE x fE x Dt Wb x tavg

Keterangan:
 Ink = intake I asupan (mg/kg/hari)
 C = konsentrasi agen risiko pada median udara (mg/m3)
 R = laju inhalasi (m3/jam)
 tE = lama pajanan (jam/hari)
 fE = frekuensi pajanan (hari/tahun)
 Dt = durasi pajanan (tahun)
 Wb = berat badan (kg)
 tavg = periode waktu rata-rata (hari)
Perhitungan asupan rata-rata pada PKL di Jalan Kaligawe
dapat dilihat sebagai berikut:
1. Asupan pada konsentrasi minimum

Ink = 0,04197 x 0,6 x 10 x 350 x 15


56 x 5,475
Ink = 0,0004 mg/kg/hari
2. Asupan pada Konsentrasi Maksimum
Ink = 0,10405 x 0,6 x 10 x 350 x 15
56 x 5,475
Ink = 0,010 mg/kg/hari
3. Asupan pada Konsentrasi Rata-rata
Ink = 0,07242 x 0,6 x 10 x 350 x 15
56 x 5,475
Ink = 0,007 mg/kg/hari

D. Karakterisasi Risiko

Karakterisasi risiko merupakan langkah terakhir pada Analisis


Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), dimana pada tahap ini peneliti akan
mendapatkan tingkat risiko untuk efek non karsinogenik pajanan PM 10
terhadap PKL. Nilai RQ ini akan melihat karakterisasi risiko pada PKL
dengan konsentrasi agen risiko minimal, maksimal, dan rata-rata.
Tabel 5. Hasil Perhitungan RQ
Min Mean SD
Max Median Varians
RQ pada Cmin 0,0005 0,294 0,217
(41,97 µg/Nm3) 0,955 0,260 0,047
RQ pada Cmax 0,001 0,728 0,537
(104,05 µg/Nm3) 2,368 0,645 0,289
RQ pada Crata-rata 0,001 0,507 0,374
(72,42 µg/Nm3) 1,648 0,449 0,140

Tabel 5 menunjukkan bahwa RQ rata-rata pada konsentrasi


minimum yaitu 0,294, pada konsentrasi maksimum 0,728, dan pada
konsentrasi ratarata yaitu 0,507. Nilai RQ rata-rata baik pada konsentrasi
minimum, maksimum, maupun rata-rata masih berada di bawah 1 (RQ < 1)
sehingga dapat dikatakan bahwa risiko yang diterima oleh PKL di Jalan
Kaligawe Kota Semarang masih dapat dikatakan aman. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya konsentrasi agen risiko yang masih berada di bawah baku
mutu.
Namun, meskipun konsentrasi agen risiko ini masih berada di
bawah baku mutu, tidak membebaskan seluruh populasi dari risiko
gangguan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari masih ditemukannya nilai
RQ > 1 pada beberapa responden. Rekapitulasi RQ pada masing-masing
responden dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6 Rekapitulasi RQ
Konsentrasi PM10 RQ < 1 RQ > 1
F % f %
Cmin = 41,97 µg/Nm3 5 100 0 0
3
Cmax = 104,05 µg/Nm3 4 79,2 1 20,7
2 1
Crata-rata = 72,42 µg/Nm3 4 90,6 5 9,4
8

Dapat dilihat pada tabel 6 bahwa pada konsentrasi rata-rata,


terdapat 5 PKL yang memiliki nilai RQ > 1 dan pada konsentrasi
maksimum, terdapat 11 PKL yang memiliki nilai RQ > 1. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun konsentrasi agen pencemar masih di bawah
baku mutu, namun tingkat risiko tidak aman masih ditemukan pada
beberapa PKL.
Nilai RQ > 1 ini didukung oleh pernyataan PKL yang merasakan
beberapa keluhan kesehatan yang merupakan gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh debu. Keluhan kesehatan yang dirasakan yaitu berupa
batuk (43%), sesak nafas (34%), nyeri dada (17%), iritasi mata (9%) dan
pusing (38%). Keluhankeluhan ini merupakan gejala potensial yang dapat
dialami seseorang apabila terpapar PM 10 terutama dalam waktu yang cukup
lama.
Hal ini didukung oleh BPLH Kota Bandung dalam Leinawati
(2013) bahwa meskipun besar konsentrasi PM10 masih berada di bawah
baku mutu, namun kontribusi PM10 di udara ambien terhadap kematian
adalah 87,27% dan terhadap insidensi ISPA adalah 87,95%. Hal ini
disebabkan karakteristik PM10 yang meliputi senyawa organik dan
anorganik.
Nilai RQ > 1 ini menunjukkan bahwa asupan PM10 ke dalam tubuh
PKL telah melewati batas dosis pajanan harian yang diperkirakan tidak
menimbulkan efek kesehatan yang merugikan. Tingginya asupan PM10
pada PKL di Kaligawe ini tentu tidak lepas darifaktor pajanan seperti
lama pajanan dan durasi pajanan PKL. Dapat dilihat bahwa PKL dengan
intake PM10 tertinggi memiliki lama pajanan 13 jam per hari dan telah
bekerja sebagai PKL di Jalan Kaligawe selama 46 tahun. PKL dengan
intake PM10 tertinggi ini merupakan PKL dengan durasi pajanan tertinggi
diantara PKL lainnya. Sedangkan PKL dengan intake PM 10 terkecil yaitu
PKL dengan lama pajanan 4 jam per hari dan telah bekerja 0,08 tahun atau
1 bulan sebagai PKL di Jalan Kaligawe. PKL di Jalan Kaligawe. PKL
dengan intake PM10 terendah merupakan PKL dengan durasi pajanan
terendah diantara PKL lainnya. Hal ini membuktikan bahwa durasi pajanan
sangat berpengaruh terhadap intake PM10 terhadap PKL.

3.2.3 Estimasi Risiko


Estimasi karakterisasi risiko bertujuan untuk memproyeksi tingkat
risiko yang diterima oleh PKL pada beberapa tahun ke depan. Dalam estimasi
tingkat risiko ini, peneliti ingin melihat tingkat risiko yang diterima oleh PKL
di Jalan Kaligawe pada 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun ke depan. Nilai yang
digunakan dalam perhitungan yaitu lama pajanan 10 jam/hari, frekuensi
pajanan 350 hari/tahun, durasi pajanan 15 tahun, berat badan 56 kg, dan
periode waktu rata-rata 5.745 hari. Hasil perhitungan estimasi tingkat risiko
dapat dilihat pada tabel berikut.

Keterangan Proyeksi Durasi Pajanan (Dt)


5 Tahun yang 10 Tahun yang 15 Tahun yang
Akan Datang Akan Datang Akan Datang
RQ pada Cmin 0,411 0,513 0,616
(41,97 µg/Nm3)
RQ pada Cmax 1,018 1,273 1,527
(104,05 µg/Nm3)
RQ pada Crata-rata 0,709 0,886 1,063
(72,42 µg/Nm3)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat risiko yang diterima PKL


pada konsentrasi minimum masih aman hingga 15 tahun ke depan. Pada
konsentrasi maksimum, tingkat risiko yang diterima PKL sudah tidak aman
pada 5 tahun ke depan, sedangkan pada konsentrasi rata-rata, tingkat risiko
yang diterima PKL masih aman hingga 10 tahun ke depan dan menjadi
tidak aman pada 15 tahun ke depan.

3.2.4 Pengendalian Risiko

1. Pengendalian Risiko bagi Pedagang Kaki Lima


 Mengurangi jam kerja harian dan hari kerja dalam seminggu
sehingga paparan PM10 tidak berlangsung terlalu lama dan
dapat mengurangi asupan PM10 pada PKL.
 Pentingnya peningkatan kesadaran diri penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) berupa masker pada PKL.
2. Pengendalian Risiko bagi Pemerintah
 Penambahan vegetasi di Jalan Kaligawe sehingga dapat
mengurangi kadar PM10 di udara (pada tahun 2010 hanya
mencapai total 121 pohon atau 3 pohon setiap 100 m jalan).
 Pentingnya penyesuaian ulang baku mutu PM10, dimana di
Indonesia, baku mutu untuk PM10 di udara ambient yaitu 150
µg/Nm3 dimana nilai ini cukup jauh di atas ambang batas
internasional yang ditetapkan WHO yaitu 50 µg/m3.
3. Pengendalian Risiko bagi Peneliti Lain
 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor
lain yang menyebabkan tingkat risiko yang diterima tidak aman
walaupun dengan konsentrasi PM10 yang masih berada di
bawah baku mutu.
 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
dampak pajanan PM10 terhadap kesehatan PKL maupun
masyarakat yang tinggal di sekitar Jalan Raya Kaligawe
terutama dengan mengukur biomarker seperti kapasitas vital
paru pada PKL.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Particulate matter, khususnya PM2.5, memiliki dampak serius terhadap
kesehatan manusia. Partikel-partikel ini dapat mencapai saluran pernapasan lebih
dalam dan terkait dengan penyakit pernapasan, kardiovaskular, dan bahkan
masalah kesehatan lainnya seperti kanker. PM berasal dari berbagai sumber,
termasuk transportasi, industri, pembakaran menciptakan variasi dalam komposisi
kimia dan ukuran partikel. Particulate matter tidak hanya mempengaruhi
kesehatan manusia, tetapi juga memiliki dampak lingkungan. Deposisi PM dapat
merusak kualitas air dan tanah, memengaruhi ekosistem dan keanekaragaman
hayati,

Banyak negara telah menetapkan standar kualitas udara terkait PM untuk


melindungi kesehatan masyarakat. Regulasi ini mencakup batasan emisi dari
berbagai sumber, membantu mengurangi tingkat paparan PM. Aktivitas manusia,
terutama dalam sektor transportasi dan industri, menjadi penyumbang utama emisi
particulate matter. Oleh karena itu, perubahan perilaku dan teknologi dalam
sektor-sektor ini dapat membantu mengurangi tingkat pencemaran.

Pemantauan kualitas udara untuk particulate matter adalah langkah kritis


dalam pemahaman dan pengelolaan risiko. Pemantauan ini membantu
mengidentifikasi lokasi-lokasi dengan tingkat paparan tinggi dan menilai
kepatuhan terhadap standar kualitas udara.

Particulate matter juga memainkan peran dalam perubahan iklim dengan


mempengaruhi radiasi matahari dan membentuk awan. Perubahan iklim, pada
gilirannya, dapat memengaruhi pola polusi udara.

Dengan memahami kompleksitas dan dampak yang luas dari particulate


matter, langkah-langkah pengelolaan dan pengendalian harus diambil untuk
melindungi kesehatan manusia dan menjaga kualitas lingkungan udara.
4.2 Saran

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sanitasi


Permukiman, pada makalah ini penulis mencari informasi berdasarkan hasil
pengamatan pada beberapa sumber seperti jurnal dan buku. Oleh karena itu,
penulisan makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, penulis sangat terbuka atas
saran dari para pembaca dan semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat oleh
mahasiswa/I Poltekkes Jakarta II.
DAFTAR PUSTAKA

Avita Falahdina. Analisis Risiko Kesehatan lingkungan pajanan PM2,5 Pada


Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan. KESMAS: Skripsi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37275/1/AVITA
%20FALAH DINA-FITK.pdf

Wulandari, Astri. Dkk. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Particulate


Matter (PM10) Pada Pedagang Kaki Lima Akibat Aktivitas Transportasi
(Studi Kasus: Jalan Kaligawe Kota Semarang). Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 6 (ISSN: 2356-3346).
Universitas Diponegoro

https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125375-S-5603-Hubungan%20antara-
Literatur.pdf

Kementrian Kesehatan RI. Direktorat Jendral PP dan PL. Pedoman Analisis


Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
2014

Inta Hestya & Corie Indria P. Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan Masyarakat
Sekitar Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun. Departemen Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. 2015

Anda mungkin juga menyukai