Diajukan Sebagai
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Jl. Hang Jebat III No.4 No.8, RT.4/RW.8, Gunung, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120
2021
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “BAHAYA FISIK
LINGKUNGAN KERJA” yang merupakan salah satu tugas untuk mata kuliah
K3 pada semester ketiga.
Jakarta, 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
2.4.2. Bahaya radiasi terhadap tubuh ............................................................ 17
2.5. Faktor Bahaya Fisik Suhu Ekstrim................................................................ 18
2.5.1. Pengertian Suhu Ekstrim .................................................................... 18
2.5.2. Pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu ekstrim................................... 19
2.5.3. Pencegahan Penyakit Bahaya Lingkungan Fisik Akibat Suhu Ekstrim
22
2.6. Faktor Bahaya Fisik Ketinggian .................................................................... 25
2.6.1. Pengertian Bekerja Pada Ketinggian .................................................. 25
2.6.2. Dasar Hukum yang Digunakan Bekerja Pada Ketinggian .................. 25
2.6.3. Syarat Bekerja Pada Ketinggian ......................................................... 26
2.6.4. Bahaya Bekerja pada Ketinggian ....................................................... 28
2.6.5. Alat Pelindung Diri (APD) bekerja pada ketinggian .......................... 30
2.6.6. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam bekerja Di ketinggian. ...... 33
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 35
3.1. Kesimpulan ................................................................................................... 35
3.2. Saran.............................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 36
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Menjelaskan faktor bahaya fisik kebisingan
2. Menjelaskan faktor bahaya fisik pencahayaan
1
3. Menjelaskan faktor bahaya fisik ventilasi
4. Menjelaskan faktor bahaya fisik radiasi
5. Menjelaskan faktor bahaya fisik suhu ekstrim
6. Menjelaskan faktor bahaya fisik ketinggian
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.1. Pengertian
Kebisingan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 adalah terjadinya bunyi yang tidak
dikehendaki sehingga menggangu atau membahayakan kesehatan. Kebisingan
adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran.
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band
noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh kipas angin;
3
2.1.2. Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan sudah telah diatur dalam keputusan menteri
tenaga kerja NO.51/MEN/1999. Nilai Ambang Batas kebisingan yang di
perkenankan menurut Keputusan Meteri Tenaga Kerja No:51/Menaker/1999
adalah 85 dBA untuk lama pemaparan selama 8 jam sehari atau 40 jam dalam
seminggu , dan apabila intensitas kebisingan melebih nilai ambang batas maka
lama pemaparan yang diperkenankan harus disesuaikan dengan kriteria yang
ditetapkan berdasarkan tabel dibawah ini :
4
Selain itu terdapat berbagai macam tingkat kebisingan dari berbagai sumber, yaitu
:
5
2.1.3. Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja
Pengaruh bising secara umum dibedakan 2 macam :
1. Pengaruh Auditorial berupa tuli akibat bising (Noise Induced Hearing Loss /
NIHL) dan umumnya terjadi dalam lingkungan kerja dengan tingkat
kebisingan yang tinggi.
2. Pengaruh Non Auditorial dapat bermacam-macam misalnya gangguan
komunikasi, gelisah, rasa tidak nyaman, gangguan tidur, peningkatan tekanan
darah dan lain-lain.
Adapun gangguan lain yang dapat ditimbulkan, seperti gangguan
fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan,
gangguan terhadap pendengaran (ketulian)
a. Gangguan Fisiologis
b. Gangguan psikologis
c. Gangguan komunikasi
6
d. Gangguan keseimbangan
7
misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah
mikrofon alat pengukur yang digunakan.
b. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam
mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang
kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan
membuat gambar isoplet pada kertas bersekala yang sesuai dengan pengukuran
yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan
kebisingan
8
2.1.5. Pengendalian
Kebisingan perlu dikendalikan agar tidak menimbulkan dampak
atau masalah terhadap pekerja di lingkungan kerja, adapun cara pengendalian
kebisingan yaitu :
Isolasi tenaga kerja atau mesin atau unit operasi merupakan upaya yang baik
dalam mengurangi kebisingan. Untuk itu material yang dipakai untuk isolasi harus
mampu menyerap suara.
Tutup telinga (ear muff) biasanya lebih efektif dari pada sumbat telinga (ear
plug) dan dapat lebih besar menurunkan intensitas kebisingan yang sampai ke
syaraf pendengaran. APD tutup telinga harus memiliki ukuran yang tepat bagi
pemakainya. Alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 10-25 dB.
Dengan pemakaian alat ini, cara komunikasi harus diperbaiki sebagai akibat dari
teredamnya intensitas suara pembicara yang masuk ke dalam telinga.
9
pekerja dapat melihat obyek-obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa
upaya-upaya yang tidak perlu.
10
2.2.5. Masalah Pencahayaan
Permasalahan pencahayaan meliputi kemampuan manusia untuk
melihat sesuatu, sifat-sifat dari indera penglihatan, usaha-usaha yang dilakukan
untuk melihat obyek lebih baik dan pengaruh penerangan terhadap lingkungan.
Pencahayaan yang buruk di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai
berikut :
11
pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan
kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk
mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini
akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau
kabur.
12
b. Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi:
memotong titik garis horisontal panjang dan lebar ruangan adalah pada
jarak setiap 3 meter.
c. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: memotong titik horisontal
panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter.
Untuk pekerjaan pada malam hari atau yang membutuhkan ketelitian tinggi,
diusahakan untuk memperkerjakan tenaga kerja yang berusia relatif masih muda
dan tidak menggunakan kacamata .
13
tempat kerja hendaknya dilengkapai dengan ventilasi. Ventilasi menurut jenisnya
dapat dibagi menjadi ventilasi buatan atau mekanis (AC, exhaus fan, kipas,
blower dll)) dan ventilasi alamiah ( jendela, jalusi, kisi dll). Ventilasi alamiah
dapat juga dibagi menjadi ventilasi permanen ( lubang angin, jalusi) dan tidak
tetap (sementara) seperti pintu ruangan yang bila terbuka dapat berfungsi untuk
ventilasi. Pertukaran udara persatuan waktu per orang, ditentukan oleh luas lubang
ventilasi, kecepatan aliran udara segar yang masuk ke dalam ruangan kerja, serta
jumlah tenaga kerja yang berada dalam ruangan tersebut.
14
terkontaminasi di dalam bangunan atau ruangan, dengan meniup udara bersih
(tidak tercemar), tujuannya untuk mengendalikan bahaya di tempat kerja.
b. Lokal Exhaust Ventilasi atau Ventilasi Pengeluaran Setempat, dalam buku ini
penulis menggukan istilah “Sitim Ventilasi Lokal”Sistim Ventilasi Lokal,
adalah proses pengisapan dan pengeluaran udara terkontominasi secara
serentak dari sumber pencemaran sebelum udara berkontominasi berada pada
ketinggian zona pernapasan tenaga kerja, dan menyebar keseluruh ruang kerja,
umummnya ventilasi jenis ini di tempatkan sangat dekat dengan sumber emisi
c. Eshausted Enclosure atau Ventilasi sistem tertutup, dimana kontaminan yang
beracun yang dipancarkan dari suatu sumber dengan kecepatan yang tinggi
harus dikendalikan dengan isolasi sempurna, atau menutup proses (kususnya
pada pekerjaan blasting). Pekerjaan balasting adalah suatu proses yang
tertutup, misalnya disebabkan oleh emisi debu silica bebas yang sangat besar.
d. Confort ventilation atau Ventilasi kenyamanan. Pertukaran udara didalam
industri merupakan bagian dari „Air Conditiong/AC, sering digunakan
bersama –sama degan alat pemanas atau alat pendingin dan alat pengatur
kelembaban udara.
e. Sistim Ventilasi Area Terbatas atau Confined Spaces adalah penerapan
ventilasi di area terbatas pada pekerjaan tertentu yang fugsinya untuk
menimalisasi polutan akibat pekerjaan yang dilksanakan didalam suatu
ruangan atau area terbatas . Misalnya pekerjaan pengelasan (Welding in
Confined Spaces).
15
kecepatan aliran udara secara umum untuk tempat dimaksud lebih dari 75 fpm.
Sedangkan detail tata letak tata letak ventilasi sebagimana gambar berikut
b. Dampak terhadap pekerja
Dalam tahap ini produksi mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi
terjadinya pencemaran. Dengan bantuan ahli toksikologi yang bertugas
mengawasi sumber dan dampak dari pencemaran udara dalam ruang
pabrik.Dalam melaksanakan tugas , toksikologis memperoleh data tentang
pencemaran udara dalam ruang produksi dari Pengalaman dan data atau catatan
perusahaan:
1) Literatur terbitan umum atau instansi berwenang
2) Informasi dari supplier( pemasok )
Dari data tersebut , toksikologis dapat menentukan hal-hal yang berkaitan dengan
dampak pencemaran udara terhadap pekerja , antara lain:
2.4.1. Pengertian
Faktor Bahaya Fisik Radiasi Radiasi adalah energi yang
dilepaskan, baik dalam bentuk gelombang maupun partikel. Berdasarkan muatan
listrik yang akan dihasilkannya setelah menumbuk obyek tertentu, radiasi dibagi
menjadi radiasi ion dan radiasi non-ion.
16
Radiasi non-ion mungkin akan lebih sering kita temui di sekeliling
kita seperti gelombang radio, gelombang mikro (microwave), inframerah, cahaya
tampak dan sinar ultraviolet. Sedangkan kelompok radiasi ion antara lain sinar-X
(CT- can), sinar gamma, sinar kosmik, beta, alfa dan neutron.
1. Sumber radiasi
Paparan yang bersumber dari sinar kosmik biasanya cenderung bisa diabaikan,
karena sebelum mencapai tubuh mahluk hidup, radiasi tersebut telah lebih dulu
berinteraksi dengan atmosfer bumi. Radiasi neutron biasanya hanya ditemukan
pada reakton nuklir. Sedangkan radiasi beta hanya mampu untuk menembus
kertas tipis, begitu pula dengan radiasi alfa yang hanyak mampu menembus
beberapa milimeter udara.
Namun sinar-X dan sinar gamma, selain terdapat di sekitar manusia, sinar ini
berbahaya bila berhasil memapari mahluk hidup. Hal ini juga dapat dibedakan
dengan radiasi yang Anda terima saat Anda melalui mesin scan tubuh di bandara
(yang intensitasnya lebih rendah), dengan radiasi yang Anda terima bila Anda
tinggal dekat wilayah yang mengalami peristiwa nuklir, karena perbedaan jenis
radiasinya.
Pada dosis rendah, sel tubuh yang terpapar radiasi masih mampu memulihkan
dirinya sendiri dalam waktu yang tak begitu lama. Sel yang rusak hanya akan mati
dan digantikan oleh sel yang baru. Namun pada dosis yang tinggi, sel yang rusak
akan memperbanyak diri hingga menjadi sel kanker (terlebih bila pola hidup Anda
17
mendukung untuk terpapar penyakit kanker seperti perilaku merokok, konsumsi
makanan rentan karsinogen, dan sebagainya).
3. Lama paparan
Paparan radiasi pada dosis yang tinggi dalam satu waktu atau jangka pendek
juga akan menimbulkan beberapa gejala (yang disebut sindrom radiasi akut) pada
tubuh Anda seperti mual, muntah, diare, demam, lemas hingga pingsan,
kerontokan rambut, kulit memerah, gatal, bengkak hingga terasa terbakar, nyeri
hingga kejang-kejang. Gejala ini tentu akan berbeda bila Anda terpapar dalam
jangka waktu lama.
18
2.5.2. Pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu ekstrim
Peningkatan suhu dapat menghasilkan kenaikan prestasi kerja,
namun disisi lain dapat pula menurunkan prestasi kerja. Kenaikan suhu pada batas
tertentu dapat menimbulkan semangat yang akan merangsang prestasi kerja, tetapi
setelah melewati ambang batas tertentu kenaikan suhu ini sudah mulai
mengganggu suhu tubuh yang dapat mengakibatkan terganggunya prestasi kerja.
Temperatur Rendah
19
5. Frostbite adalah akibat terpapar temperatur yang sangat dingin dan dapat
menimbulkan gangren.
20
Pengaruh heat stres terhadap tubuh adalah:
1. Heat Train adalah serangkaian respon fisiologis terhadap heat stres yang
direfleksikan pada derajat heat stres yang dapat menimbulkan gangguan
perasaan tidak nyaman sampai terjadi heat disorder.
2. Heat Rash merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit
akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab
dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini
mungkin terjadi pada sebgaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun
telah diobati pada area yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal
untuk 4 sampai 6 minggu.
3. Heat Syncope adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari
gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan
panas pada waktu yang cukup lama.
4. Heat Cramp merupakan penyakit yang menimbulkan gejala seperti rasa nyeri
dan kejang pada kakai, tangan dan abdomen banyak mengeluarkan keringat.
Hal ini disebabkan karena ketidak seimbangan cairan dan garam selama
melakukan kerja fisik yang berat di lingkungan yang panas.
5. Heat Exhaustion merupakan penyakit yang diakibatkan oleh berkurangnya
cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang
dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang diminum selama terkena
panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening,
mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara
(37°C – 40°C).
6. Heat Stroke merupakan penyakit gangguan panas yang mengancam nya a
yang terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit
ini dapat menyebabkan koma dan kematian. ejala dari penyakit ini adalah
detak jantung cepat, suhu tubuh tinggi 40 C atau lebih, panas, kulit kering dan
tampak kebiruan atau kemerahan, tidak ada keringat di tubuh korban, pening,
menggigil, mual, pusing,kebingungan mental dan pingsan.
21
7. Multiorgan-dysfunction Syndrome Continuum merupakan rangkaian
sindrom/gangguan yang terjadi pada lebih dari satu/ sebagian anggota tubuh
akibat heat stroke, trauma dan lainnya.
22
Mengenali bahaya paparan panas dan risiko penyakit akibat panas bagi
pekerja
Menghitung indeks tekanan panas melalui pengukuran faktor-faktor
eksternal lingkungan yang mempengaruhi tekanan panas, yaitu suhu,
kelembaban, kecepatan angin, suhu kering, suhu basah dan suhu radiasi.
Melakukan evaluasi terhadap kesehatan pekerja akibat paparan panas,
yaitu dengan mengukur tekanan darah, denyut nadi dan suhu tubuh pekerja
Menentukan langkah pengendalian dan perbaikan untuk meminimalkan
bahaya paparan panas.
2. Melakukan pengendalian teknik
Untuk mencegah pekerja dari heat stress, ada beberapa hal yang bisa
dilakukan. Hindari melakukan aktivitas fisik berat, lingkungan panas yang
ekstrem, paparan sinar matahari, dan lingkungan dengan kelembaban tinggi bila
memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, lakukan langkah-langkah pencegahan
berikut ini:
Awali hari dengan minum air putih secukupnya. Hindari alkohol dan
minuman yang mengandung kafein karena dapat menyebabkan dehidrasi
Gunakan pakaian berwarna cerah, ringan/ tipis, dan menyerap keringat
(bahan katun). Hindari pakaian berbahan sintetis.
Lakukan diet seimbang. Konsumsi buah, sayuran, protein, serat akan
sangat membantu.
Konsumsi cairan elektrolit, namun tidak melebihi air minum biasa
Gunakan pelindung wajah dan leher
Pastikan di area kerja terdapat stasiun air minum dan mudah diakses
23
Minumlah satu gelas air setiap 15 menit, sekalipun Anda belum merasa
haus
Lakukan istirahat secara berkala saat melakukan pekerjaan berat di
lingkungan dengan suhu panas dan kelembaban tinggi. Beristirahatlah di
tempat sejuk dan teduh.
Pertimbangkan untuk menyediakan wadah air bertanda khusus yang berisi
air dan es untuk membasahi handuk leher, lengan dan lainnya
Pantau kondisi fisik Anda dan rekan kerja untuk mengetahui adanya tanda
atau gejala penyakit akibat panas. Laporkan kepada supervisor bila Anda
atau menemukan rekan kerja yang mengalami gejala heat stress.
4. Aklimatisasi
24
2.6. Faktor Bahaya Fisik Ketinggian
Pasal 4
Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya;
2. Permenakertrans No.08 Thn 2010
Pasal 2
Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat
kerja.
APD harus sesuai SNI atau standar yang berlaku.
25
APD wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma
Pasal 3 Ayat (1)
pelindung kepala;
pelindung mata dan muka;
pelindung telinga;
pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;
pelindung tangan; dan/atau pelindung kaki.
3. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 9 Thn 2016
Pasal 2 : Pengusaha dan/atau Pengurus wajib Menerapkan K3 dalam
bekerja pada ketinggian.
1. Pekerja harus dalam kondisi fit sebelum melakukan kegiatan bekerja di atas
ketinggian dan tidak mempunyai riwayat penyakit kronis.
2. Semua pekerja sebelum melakukan kegiatan bekerja di atas ketinggian harus
sudah mendapat pelatihan “Bekerja di Ketinggian”.
3. Prosedure kerja aman (JSEA) harus dibuat oleh semua pekerja yang terlibat
dalam bekerja di ketinggian & semua pekerja yang harus berpartisipasi dalam
rumusan JSEA.
4. Semua peralatan Penahan dan Pencegah Jatuh serta Peralatan Pendukung
harus dalam kondisi baik dan sudah diinspeksi sebelum digunakan.
5. Semua peralatan pendukung (EWP, Scaffold, Ladders, dll) sesuai dengan
persyaratan standard, dan dididirikan atau dioperasikan oleh orang yang
berkompeten.
1. Perencanaan (Dilakukan dengan tepat dengan cara yang aman serta diawasi)
2. Prosedur Kerja (Untuk melakukan pekerjaan pada ketinggian)
26
3. Teknik (tatacara) Bekerja (yang) aman
4. APD, Perangkat Pelindung Jatuh dan Angkur
5. Tenaga Kerja (kompeten dan adanya Bagian K3)
27
Selain itu pengusaha dan/atau pengurus wajib membuat rencana
dan melakukan pelatihan kesiapsiagaan tanggap darurat. Memastikan bahwa
langkah pengendalian telah dilakukan untuk mencegah pekerja jatuh atau
mengurangi dampak jatuh dari ketinggian baik yang dilakukan pada lantai kerja
tetap, lantai kerja sementara, perancah atau scaffolding, bekerja pada ketinggian
di alam, pada saat pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, bekerja pada
akses tali, maupun pada posisi bidang kerja miring.
1. Bahaya Mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda yang bergerak
dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan
penggerak. Misalnya mesin gerindra, bubut, potong, press, dan tempa. Bagian
yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti mengebor, memotong,
menempa, menjepit, menekan dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini
dapat menimbulkan cidera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong dan
terkelupas.
28
2. Bahaya Listrik
Sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat
mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan
singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan
listrik mapun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik. Apalagi
bahaya listrik pada ketinggian, ketika pekerja tersengat listrik pada saat bekerja
pada ujung bangunan dapat menyebabkan kecelakaan kerja yang berakibat fatal,
seperti terjatuhnya pekerja yang berujung pada kematian.
3. Bahaya Kimiawi
Jenis bahaya yang bersumber dari senyawa atau unsur atau bahan kimia.
Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan
kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi, begitu juga
pada pekerjaan di ketinggian. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan
kimia antara lain, keracunan oleh bahan kimia yang bersifat racun, iritasi oleh
bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam kuat, kabakaran dan ledakan.
Polusi dan pencemaran lingkungan. Ketika terjadi ledakan atau kebakaran pada
ketinggian tertentu dan pekerja sulit untuk menyelamatkan diri, kemungkinan
mereka akan loncat atau terjun ke bawah.
4. Bahaya Fisik
Bahaya yang berasal dri faktor-faktor fisik ialah seperti, bising, tekanan,
getaran, suhu panas atau dingin, cahaya atau penerangan, dan radiasi dari bahan
radioaktif (sinar UV atau infra merah). Pada pekerjaan di ketinggian bahaya fisik
misal kebisingan dan penerangan dapat menyebabkan kecelakaan kerja ketika 20
pekerja sedang berada diatas ketinggian, kurangnya penerangan membuat pekerja
tidak bisa jelas melihat lubang atau tidak hati-hati ketika menaiki tangga dan
akibatnya bisa membuat pekerja terjatuh maupun terpeleset dari ketinggian
bangunan.
29
5. Bahaya Biologis
1) Safety Belt
Fungsi dari safety belt sebetulnya sama seperti full body harness, namun
bedanya secara penggunaan alat pelindung jatuh ini hanya dikaitkan ke bagian
pinggang pekerja saja dan bagian lanyard dikaitkan ke anchor. Safety belt
30
sebaiknya tidak dipergunakan untuk pekerjaan yang memungkinkan pekerjanya
bisa terjatuh dari ketinggian. Sebab bila pekerja terjatuh, ia masih bisa mengalami
cedera pada bagian pinggang ataupun tulang belakangnya, meskipun pekerja yang
terjatuh tidak mengenai permukaan tanah atau dalam posisi tergantung. Pastikan
memasang pagar pengaman jika Anda tetap ingin menggunakan safety belt saat
bekerja di ketinggian.
3) Shock Absorber
Shock absorber (peredam kejut) didesain untuk menyerap energi kinetik dan
mengurangi tekanan yang timbul akibat terjatuh. Alat penahan jatuh ini memiliki
tiga fungsi penting, di antaranya:
31
4) Lanyard
7) Lifeline
Lifeline didefinisikan sebagai tali pengaman fleksibel yang terbuat dari serat,
kawat, atau anyaman. Lifeline ini biasanya dikaitkan pada anchor point. Lifeline
harus memiliki kekuatan daya tarik minimum 2,75 ton atau setara dengan
diameter tali 60 mm. Perangkat ini bisa dipasangkan secara vertikal ataupun
horizontal, tergantung kebutuhan. Pastikan lifeline benar-benar terpasang aman
ke anchor point dan tidak mengalami kerusakan apapun.
32
8) Retractable lifeline
Cara kerja retractable lifeline hampir sama seperti cara kerja seat belt mobil.
Ketika pekerja melakukan gerakan vertikal atau horizontal, maka lifeline akan
memanjang atau menarik kembali ke kondisi semula secara otomatis dan akan
mengunci apabila terjadi tarikan secara tiba-tiba (pekerja terjatuh). Hal penting
yang harus diperhatikan saat menggunakan retractable lifeline adalah pastikan
perangkat ini dalam posisi tegak lurus dengan tubuh pekerja untuk menghindari
pendulum effect.
1. Pastikan Surat Ijin Kerja untuk bekerja di ketinggian telah dikeluarkan oleh
pemilik otoritas;
2. Pekerja telah diberi induksi serta telah dilakukan Risk Assesment;
3. Pastikan bahwa kondisi fisik pekerja sehat (lakukan pengecekan fisik sebelum
pekerja melakukan pekerjaan diketinggian);
4. Area di bawah pekerjaan di ketinggian harus diberi tanda keselamatan
/spanduk (rambu) “Ada Pekerjaan di Atas” dan pasang barikade sekitar lokasi;
5. Pelajari dan pahami serta memakai sistem perlindungan jatuh dengan
menggunakan alat pelindung diri yang tepat atau alat pelindung diri yang
disyaratkan (safety helmet, safety body harnesss, safety shoes / sepatu kerja
dll);
6. Sebelum Anda memulai pekerjaan di ketinggian, pastikan APD yang
digunakan dalam kondisi baik
7. Alat pelindung kerja (carmantel/ rope, slide chuck, carabiner,safety net,
lifeline (pipa atau wire rope / sling) dll) sudah disiapkan dan dipakai;
33
8. Alat pelindung diri yang disyaratkan harus dicantolkan atau dipasang pada
titik kait yang sudah disediakan;
9. Jika menggunakan tangga, lakukan pemeriksaan sebelumnya dan pakailah
tangga yang memenuhi syarat keselamatan kerja dengan menggunakan
(Ladder Inspection Tag);
10. Jika menggunakan scaffolding, lakukan pemeriksaan dan pakailah scaffolding
yang memenuhi syarat keselamatan kerja dan ber Tagging layak pakai;
11. Peralatan yang akan dibawa harus disimpan/diletakkan pada tempat yang
aman dari bahaya jatuh;
12. Bila ada pekerjaan panas/api di kerja ketinggian, ijin kerja keperjaan panas
harus dipenuhi;
13. Pastikan agar semua material yang digunakan pada saat pekerjaan di
ketinggian aman dan tidak menyebabkan kemungkinan terjatuh ke permukaan;
14. Jika melihat benda jatuh, atau material yang dikerjakan jatuh, agar segera
berteriak untuk mengingatkan orang yang dibawah ntuk menghindar;
15. Persiapkan SOP keadaan darurat seperti terjatuh dari ketinggian atau ada
orang tertimpa benda jatuh.
34
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Lingkungan fisik di tempat kerja sangat penting bagi kinerja, kepuasan,
hubungan sosial karyawan dan kesehatan karyawan. Lingkungan kerja fisik
menurut Sedarmayanti (2013:19) adalah semua keadaan berbentuk fisik yang
terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
3.2. Saran
Bahaya atau resiko dalam kecelakaan kerja akan selalu ada, contohnya pada
bahaya fisik dilingkungan kerja untuk itu diperlukan penanganan ataupun
pengendalian agar faktor faktor tersebut tidak mengganggu kesehatan pekerja.
35
DAFTAR PUSTAKA
Aditama,Tj.Y.2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja.UI-Press.Jakarta
https://www.safetyshoe.com/bekerja-di-ketinggian-peraturan/
https://dokumen.tips/documents/penyakit-akibat-kerja-karena-temperatur-
ekstrim.html
36