Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Jl. Hang Jebat III No.4 No.8, RT.4/RW.8, Gunung, Kec. Kby. Baru, Kota
Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120
2021
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “BIOLOGI DAN EKOLOGI
TANAH” yang merupakan salah satu tugas untuk mata kuliah Penyehatan Tanah
dan Pengelolaan Sampah A pada semester ketiga.
Kami juga berterimakasih kepada Ibu Catur Puspawati, ST., MKM. yang
telah memberikan tugas makalah ini sehingga pengetahuan penulis dalam
penulisan makalah ini semakin bertambah dan hal itu sangat bermanfaat bagi
penulis di kemudian hari.
Jakarta, 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
1.1. Pengertian dan Peranan Biologi Tanah
Biologi tanah adalah sebuah studi mengenai aktivitas mikroba dan fauna
beserta ekologinya di dalam tanah. Fauna tanah, biota tanah, atau edafon adalah
istilah yang biasanya digunakan untuk menyebut organisme yang menghabiskan
sebagian besar siklus hidupnya di dalam tanah atau sedimen organik di atasnya.
Fauna tanah mencakup cacing tanah, nematoda, fungi, bakteri, dan berbagai
arthropoda. Dekomposisi materi organik oleh organimse memiliki pengaruh yang
besar terhadap tingkat kesuburan dan struktur tanah sehingga biologi tanah
berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah.
1
2
Nitrogen (N) harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi
tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula
yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp.
Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp.
Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose
saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua
jenis tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah
mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian umumnya memiliki
kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, unsur hara P ini sedikit/tidak tersedia
bagi tanaman karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba
pelarut P, mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan
menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan
P, antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus
megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga
berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Isroi 2008).
dekomposisi sisa tumbuhan dihancurkan atau dirombak menjadi unsur yang dapat
digunakan tanaman untuk tumbuh.
Organisme perombak bahan organik atau biodekomposer dapat
diartikan sebagai organisme pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik
(sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati) yaitu
bakteri, fungi, dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah
juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam
protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan
dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, dan juga terhadap
pemeliharaan struktur tanah. Mikro flora dan fauna tanah ini saling berinteraksi
dengan kebutuhannya akan bahan organik, karena bahan organik menyediakan
energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber
energi. Dan penambahan bahan organik terdapat pengaruhnya pada pertumbuhan
tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas biologis
yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh (auxin), dan
vitamin. Senyawa-senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman,
pupuk kandang, kompos, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas
mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat
molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat, fumarat) hasil
dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat
seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip terhadap
pertumbuhan tanaman. Ciri dan kandungan bahan organik tanah merupakan ciri
penting suatu tanah, karena bahan organik tanah mempengaruhi sifat-sifat tanah
melalui berbagai cara. Hasil perombakan bahan organik mampu mempercepat
proses pelapukan bahan-bahan mineral tanah; distribusi bahan organik di dalam
tanah berpengaruh terhadap pemilahan (differentiation) horison. Proses
perombakan bahan organik merupakan mekanisme awal yang selanjutnya
menentukan fungsi dan peran bahan organik tersebut di dalam tanah.
Mikroorganisme perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan
bakteri. Pada kondisi aerob, mikroorganisme perombak bahan organik terdiri atas
fungi, sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik
6
adalah bakteri. Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik
untuk semua jenis tanah. Fungi toleran pada kondisi tanah yang asam, yang
membuatnya penting pada tanah-tanah hutan masam. Sisa-sisa pohon di hutan
merupakan sumber bahan makanan yang berlimpah bagi fungi tertentu
mempunyai peran dalam perombakan lignin. Nitrogen (N) harus ditambat oleh
mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat
N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N
simbiotik antara lain Rhizobium sp.
Perombak bahan organik terdiri atas perombak primer dan
perombak sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan
organik, seperti Colembolla, Acarina yang berfungsi meremah-remah bahan
organik atau serasah menjadi berukuran lebih kecil. Cacing tanah memakan sisa-
sisa remah tadi yang lalu dikeluarkan sebagai faeces setelah melalui pencernaan
dalam tubuh cacing. Perombak sekunder ialah mikroorganisme perombak bahan
organik seperti Trichoderma reesei, T. harzianum, T. koningii,
Phanerochaetacrysosporium, Cellulomonas, Pseudomonas, Thermospora,
Aspergillus niger, A.terreus, Penicillium, dan Streptomyces. Adanya aktivitas
fauna tanah, memudahkan mikroorganisme untuk memanfaatkan bahan organik,
sehingga proses mineralisasi berjalan lebih cepat dan penyediaan hara bagi
tanaman lebih baik. Menurut Eriksson et al. (1989), umumnya kelompok fungi
menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling signifikan, dapat segera menjadikan
bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi
sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan nutrien di sekitar
tanaman.
Macro-organisms 2 - 20 mm Earthworms
Millipedes
Woodlice
Snails and slugs
Tumbuhan Algae 10 µm
Roots > 10 µm
Catatan: Partikel liat lebih kecil dari 2 µm. Sumber Swift, Heal and Anderson,
1979.
10
1.4. Cacing Tanah
Secara umum peran cacing tanah telah terbukti sebagai bioamelioran (jasad
hayati penyubur dan penyehat) tanah terutama melalui kemampuannya dalam
memperbaiki sifatsifat tanah, seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan
organik, pelapukan mineral, struktur, aerasi, formasi agregat drainase, dan lain-
lain sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanah sebagaimana akan
diuraikan berikut ini.
11
12
½ lagi dalam bentuk amonia, urea dan allantoin dalam cairan urine yang
telah diekskresikan. Hal ini tergantung dari tingkat makanan cacing tanah.
Ini bisa mencapai 129 ppm NH4 dan NO3.
Membalikkan tanah
- Selama proses (1) dan (2) juga terjadi pembentukan agregat tanah tahan air,
perbaikan status aerase tanah dan daya tahan memegang air (Hanafiah, dkk,
2007).
a. Ketersediaan makanan
Pakan yang dikonsumsi oleh cacing tanah sangat berpengaruh untuk laju
reproduksi dan pertumbuhan (Catalan, 1981). Hanya sekitar 9-15% kandungan
protein yang dibutuhkan oleh cacing tanah (Sihombing, 2002). Bahan organik
yang berada di fase dekomposi sangat disukai oleh cacing tanah dibandingkan
dengan bahan yang sudah mengalami dekomposi dan atau bahan yang masih segar
(Minnich, 1977). Bahan organik yang dimaksud umumnya berasal dari
bahanbahan yang sudah mati misalnya saja hewan dan daun tumbuhan yang sudah
mongering dan pohon yang lapuk serta kotoran hewan (Gaddie dkk, 1977).
Menurut Haukka (1987), dalam waktu 24 jam cacing tanah mampu
mengkonsumsi makanan sebanyak berat bobot tubuhnnya.
b. Temperatur
temperature yang dibutuhkan cacing tanah untuk berkembang adalah sekitar 15°C
(Anas, 1990). Catalan (1981) menyatakan bahwa reproduksi cacing tanah akan
maksimal jika suhu yang berada ditempatnya hidup berkisar antara 21 C sampai
29 C dan suhu penetasan kokon adalah 26 C sampai 29 C.
c. Kelembaban
Cacing tanah menyukai tempat yang lembab oleh karena itu kelembapan yang
cocok untuk hidup yaitu berkisar antara 60-90% (Sihombing, 2002). Media yang
lembab sangat disukai oleh cacing tanah untuk bertahan hidup sebaliknya jika
media hidupnya panas dan kering maka cacing tanah akan mati. Menurut Anas
(1990), untuk proses pernafasan cacing tanah bernafas melalui permukaan 16
kulitnya yang selalu lembab karena terjaga oleh kelenjar epidermis.
Penelitan Brata (2003) jika kelembapan media hidupnya sangat tinggi maka
akan berpengaruh dalam produksi kokonnya yang mengakibatkan penurunan
dalam jumlah hasil produksi kokon, oleh karena itu cacing membutuhkan
kelembapan yang sesuai untuk memaksimalkan hasil kokonnya. Menurut Budiarti
dan Palungkun (1992) pada kelembaban yang terlalu tinggi atau terlalu banyak
air, cacing tanah segera menghindar untuk mencari tempat yang pertukaran
udaranya baik, karena cacing tanah bernafas melalui kulitnya dan bukan
mengambil oksigen dari air.
d. Keasaman (pH)
e. Aerasi
Aerasi sangat penting untuk mencegah akumulasi asam dan gas dalam media,
setiap seminggua sekali media harus dibalik agar tidak padat dan menyebabkan
kesulitan bernafas dan bergerak, reproduksi cacing tanah sangat 17 dipengaruhi
oleh aerasi dari medianya, setiap membalik media juga dapat ditambahkan bahan
yang memiliki serat tinggi agar dapat meningkatkan aerasi pada media tersebut.
f. Cahaya
Cacing tanah merupakan hewan nokturnal yaitu adalah hewan yang aktif
untuk mencari makan dimalam hari. Menurut Gaddie dkk (1975) diujung depan
terdapat bayak sel yang sangat peka terhadap cahaya. Oleh karena itu, cacing
beraktifitas pada malam hari seperti mencari makan dan bereproduksi sedangkan
saat siang hari cacing akan banyak menghabiskannya dengan tidur atau istirahat.
Untuk melakukan budidaya cacing tanah memerlukan naungan dari sinar matahari
langsung agar cacing tetap aktif dalam mencari makanan (Sihombing, 2002).
g. Kepadatan Populasi
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/450aa2088a4ee3f8604e6
a4016ba2966.pdf
http://eprints.umm.ac.id/51598/3/BAB%20II.pdf
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Biologi_tanah.
https://tipspetani.com/mikroorganisme-tanah-jamur-atau-fungi/
marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/EKOLOGI-TANAH.doc
www.academia.edu/6925830/MIKROORGANISME_TANAH
17