Anda di halaman 1dari 11

BUYA HAMKA

NAMA :RIVALDO

1. Buatlah sebuah rangkuman geografi tokoh


dari buku geografi yang anda baca
2. Tentukan 5 sikap atau sifat dari tokoh
tersebut yang patut di teladani dan berikan
bukti kutipan teks nya
IDENTITAS BUKU
➢JUDUL BUKU: BUYA HAMKA
➢PENGARANG: DADI PURNAMA EKSAN
➢PENERBIT : C-KLIK MEDIA
➢TAHUN TERBIT DAN KOTA TERBIT : 2020 BAKUNGAN YOGYAKARTA
➢TEBAL BUKU : 155
RIWAYAT HIDUP
➢ABDUL MALIK DARI TANAH SIRAH
Di sebuah rumah di tepi Danau Maninjau, di suatu kampung yang bernama Tanah
Sirah, kini masuk wilayah Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat,
pada hari Ahad, 13 Muharram 1326 Hijriah atau 17 Februari 1908 telah lahir bayi
laki-laki yang diberi nama Abdul Malik. Leluhur sang bayi adalah Tuanku Pauh
Pariaman, ulama besar dan salah satu panglima perang dalam Perang Paderi. la
juga keturunan bangsawan adat Minangkabau yang lahir dari Suku Tanjung.
Masa kecil Abdul Malik memang dipenuhi masalah psikologis. la harus mengalami
peristiwa yang tidak mengenakan ketika orang tuanya bercerai dan masing-
masing telah menikah lagi. Namun, ia menutupi kekecewaannya tersebut dengan
belajar berpidato dan mengajarkannya kepada teman-temannya. Kepandaiannya
dalam menulis pun sudah terlihat sejak berusia belasan tahun. Kegemarannya
membaca bisa menghabiskan waktunya dua sampai tiga jam. Tidak heran jika
kelak ia mampu membuat tulisan-tulisan yang sangat baik.
➢SI BUJANG JAUH
Permasalahan keluarga membuat Abdul Malik sering bepergian jauh sendirian. la sering
menempuh perjalanan jauh sendirian, berkelana ke sejumlah tempat di Minangkabau.
Bahkan, Haji Rasul menjuluki anak laki-lakinya itu "Si Bujang Jauh karena selalu menjauh
dari orang tuanya sendiri.
Abdul Malik pernah meninggalkan kelasnya di Diniyah dan Thawalib untuk melakukan
perjalanan ke Maninjau untuk mengunjungi ibu kandungnya. Namun, ia merasa tidak
diperhatikan sejak ibunya menikah lagi. la didera kebingungan untuk memilih tinggal
dengan ibu atau ayahnya. "Pergi ke rumah ayah bertemu ibu tiri, ke rumah ibu, ada ayah
tiri," pikirnya.
Abdul Malik aktif dalam kegiatan di Mu hammadiyah. Pada tahun 1936, ia berada di
Medan dan mulai dikenal sebagai intelektual dan ulama. Menurut Rusj di Hamka, salah
satu putra Abdul Malik, "Bagi Buya, Medan adalah sebuah kota yang penuh kenang-
kenangan. Dari kota ini, ia mulai melangkahkan kakinya menjadi pengarang yang
melahirkan sejumlah novel dan buku-buku agama, falsafah, tasawuf, dan lain sebagainya.
Di sini pula, ia memperoleh sukses sebagai wartawan dengan Pedoman Masjarakat. Tapi,
di sini pula ia mengalami kejatuhan yang amat menyakitkan, hingga bekas-bekas luka
yang membuat ia meninggalkan kota ini menjadi salah satu pupuk yang menumbuhkan
pri badinya di belakang hari."
PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA(MUI)
Hamka pernah berkecimpung di dunia politik dengan menjadi anggota Partai
Masyumi. Namun, ia merasa kurang berbakat. Bisa jadi, ia memang tidak mau
terlalu menggeluti di bidang politik. Walaupun demikian, ia tidak buta politik.
Tulisannya tentang politik banyak dimuat dalam rubrik "Dari Hati ke Hati" yang
diasuhnya di majalah Pandji Masyarakat. Analisis politiknya juga tajam dan
mendalam.
Setelah keluar dari Masyumi, Hamka diangkat menjadi pegawai tinggi Kementerian
Agama RI. Ia juga menjadi dosen di berbagai perguruan tinggi Islam. Namun,
semua itu dilakukan olehnya dalam waktu yang tidak lama. la ingin bebas
mengekspresikan pemikirannya. Ia lebih memilih menekuni dunia tulis-menulis
dan berceramah di berbagai tempat.
Pada tanggal 7 Maret 1981, MUI mengeluarkan fatwa tentang keharaman
perayaan Natal bagi umat Islam. Fatwa n de itu keluar menyusul banyaknya
instansi pemerintah menya tida tukan perayaan Natal dan Lebaran karena kedua
perayaan Tana itu berdekatan.
Hamka membantah pernyataan yang menyebutkan bah wa perayaan Natal dan Lebaran
bersama merupakan suatu bentuk toleransi, la berkata "Kedua belah pihak, baik orang
Kristen yang disuruh tafakkur mendengarkan al-Qur'an atau orang Islam yang disuruh
mendengarkan bahwa Tuhan Allah itu adalah satu ditambah dua sama dengan satu,
semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka percayai dan tidak dapat
mereka terima."
Hamka menyebut kebiasaan merayakan Natal bersama bukanlah bentuk toleransi, tetapi
memaksakan kedua peng anut Islam dan Kristiani menjadi munafik. Dalam khutbah nya
di Masjid Agung al-Azhar, ia menyampaikan, "Haram hukumnya bahkan kafir bila ada
orang Islam menghadiri upacara Natal. Natal adalah kepercayaan orang Kristen yang
memperingati hari lahir anak Tuhan. Itu adalah akidah mere ka. Kalau ada orang Islam
yang turut menghadirinya, berarti ia melakukan perbuatan yang tergolong musyrik."
Keluarnya fatwa MUI tentang perayaan Natal bersama itu menuai kecaman dari
pemerintah. Menteri agama, Alam Dosyah Ratuperwiranegara, meminta fatwa MUI itu
dicabut ka rena dianggap mengusik kerukunan antara umat Islam dan Kristen.
Sebenarnya, fatwa itu dibuat agar Kementerian Aga ma menentukan langkah dalam
menyikapi masalah peraya an Natal dan Lebaran yang kerap terjadi. Namun, fatwa itu
menyebar ke masyarakat sebelum petunjuk pelaksanaannya selesai dibuat oleh
Kementerian Agama.
Menyikapi hal itu, Hamka mengeluarkan surat keputus an mengenai penghentian
edaran fatwa. Dalam surat pem baca yang ditulis dan dimuat oleh Kompas pada
tanggal 9 Mei 1981, ia menjelaskan bahwa surat keputusan tersebut tidak
mempengaruhi keshahihan fatwa tentang perayaan Natal.
"Fatwa itu dipandang perlu dikeluarkan sebagai tang gung jawab para ulama untuk
memberikan pegangan kepa da umat Islam dalam kewajiban mereka memelihara
kemur nian akidah Islam," kata Hamka.
Menanggapi tuntutan pemerintah untuk mencabut fat wa, Hamka memilih
meletakkan jabatannya sebagai Ketua MUI, "Masak iya saya harus mencabut
fatwa?"
Selanjutnya, Hamka menyerahkan surat pengundur an dirinya sebagai Ketua MUI
kepada Kementerian Agama. Mundurnya Hamka dari MUI mengundang simpati
masya rakat muslim pada umumnya. Kepada sahabatnya, M. Yu nan Nasution, ia
mengungkapkan, "Waktu saya diangkat dulu, tidak ada ucapan selamat, tapi
setelah saya berhenti, saya menerima ratusan telegram dan surat-surat yang isinya
mengucapkan selamat."
BUYA HAMKA WAFAT
Kesehatan Hamka menurun setelah mengundurkan diri dari jabatan Ketua MUI.
Mengikuti anjuran dokter Karnen Bratawijaya, dokter keluarga Hamka, ia diopname
di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta pada tanggal 18 Juli 1981, ber tepatan
dengan awal Ramadan.
Pada hari keenam dirawat, Hamka sempat menunaikan shalat Dhuha dengan
bantuan putrinya, yakni Azizah, untuk bertayamum. Pada siang hatinya, beberapa
dokter datang memeriksa kondisinya dan menyatakan bahwa Hamka ber ada dalam
keadaan koma. Tim dokter menyatakan bahwa ginjal, paru-paru, dan saraf
sentralnya sudah tidak berfungsi lagi dan kondisinya hanya bisa dipertahankan
dengan alat pacu jantung. Pada pukul 10.00 keesokan harinya, anak anaknya
sepakat untuk mencabut alat pacu jantung, dan Hamka menghembuskan napas
terakhirnya tidak lama se telah itu.
PENGHARGAAN YANG DI TERIMA
Penghargaan Besarnya peran Buya Hamka terhadap bidang agama Islam dan
sastra, ia dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan dan mendapat
penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
Terdapat juga perguruan tingi yang bernama Universitas Muhammadiyah
Hamka yang berada di Jakarta Selatan.
Buya Hamka mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional dari pemerintah
RI; menjelang Hari Pahlawan 10 Nopember 2011 akhirnya ia mendapatkan
penghargaan yang sebenarnya sangat terlambat.
Jasa-jasa Buya Hamka jelas melewati batas-batas perjuangan politik dalam
kehidupan umat-bangsa Indonesia.
Rangkuman geografi
Buya Hamka, atau bernama asli Abdul Malik Karim Amrullah adalah Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pertama, dikenal pula sebagai tokoh Masyumi dan ulama
Muhammadiyah. Sepanjang hidupnya, Hamka dikenal sebagai sosok ulama besar yang
gigih membela Islam dan sangat tegas dalam hal akidah, tanpa kompromi.

“Kita sebagai ulama telah menjual diri kita kepada Allah, tidak bisa dijual lagi kepada
pihak manapun!” tegas Hamka setelah dilantik sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada 1975 (Artawijaya, Hidayatullah, 2 Juli 2013).

Salah satu contoh ketegasan itu adalah saat dirinya menjabat sebagai Ketua MUI, di
mana ia berani mengeluarkan fatwa yang sampai saat ini masih menjadi diskusi
keagamaan, bahkan memantik perdebatan, yakni mengeluarkan fatwa haram bagi
umat Islam terkait perayaan Natal bersama.

Bahkan, pada 19 Mei 1981, Hamka mundur dari jabatannya sebagai Ketua MUI karena
merasa ditekan oleh menteri agama waktu itu, Alamsyah Ratu Perwiranegara. Buya
memilih mundur daripada harus menganulir fatwa tersebut.
5 sikap atau sifat dari tokoh tersebut yang p
atut di teladani
• Berbuat baik kepada orang yang pernah memusuhinya bukanlah sesuatu yang
sulit dilakukan bagi Hamka.
• Hamka adalah ramah, akrab dengan siapapun dan tidak memiliki jarak dengan
segala lapisan masyarakat
• Hamka sering mendapat keprcayaan dari permerintah maupun masyarakat karena
jujur dan dapat di percaya
• Hamka adalah sosok teladan yang mencontoh perilaku Rasulullah saw. Dalam hal
memaafkan orang lain .
• Hamka adalah orang yang sederhana

Anda mungkin juga menyukai