Anda di halaman 1dari 59

BCS II, III dan IV

Kelompok 1_Biofarmasetika-B
Anggota Kelompok
Nama NPM Nama NPM

Angie Yulianty Sianipar 2106757414 Ivani Andria Putri 2106654372

Audrey Alifya Fionaldy 2006484671 Najmi Nirmala 2106757925

Bealda Khairunnisa 2106757944 Nisrina Apsarini 2106758000

Diana Andara Prastika 2106757704 Sofwa Zahira Nisrina Wahyudi 2106757862

Fathimah Azka Aymannisa 2106758045 Zalika Putri Nirwasita 2106757515

Farah Uhti Syuhada 2106655002


TABLE OF CONTENTS

01 PENDAHULUAN 02 BCS II

03 BCS III 04 BCS IV


01
Pendahuluan!
BIOPHARMACEUTICAL CLASSIFICATION SYSTEM (BCS)
BCS adalah metode untuk mengklasifikasikan zat aktif obat berdasarkan kelarutan dalam air dan
permeabilitas di usus. BCS mengacu pada tiga faktor utama yang mengatur tingkat absorpsi obat
dari bentuk sediaan oral padat, yaitu disolusi, solubilitas, dan permeabilitas.

BCS Kelas 1: kelarutan dan permeabilitas tinggi


BCS Kelas 2: kelarutan rendah, permeabilitas tinggi
BCS Kelas 3: kelarutan tinggi, permeabilitas rendah
BCS Kelas 4: kelarutan rendah, permeabilitas rendah

Shargel L, Yu ABC. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. 7th ed. 2016. McGrawHill
Solubility Permeability
Tujuannya adalah untuk mengetahui Tujuannya untuk mengetahui tingkat penyerapan
kelarutan obat di bawah perkiraan kondisi obat pada manusia (usus) maka perlu diketahui
fisiologis kategori permeabilitas obatnya

Obat dianggap "sangat larut" apabila Obat bisa dikatakan ‘Highly permeable’ bila
tingkat absorpsi >90% pada manusia
kekuatan dosis klinis tertinggi adalah larut
dalam 250 mL atau kurang di media berair
Metode yang digunakan:
pada pH 1-8, Volume cairan yang digunakan
adalah 250mL, dan pada suhu 37°C - Uji permeasi in vitro menggunakan jaringan
usus yang dipotong
- Uji permeasi in vitro melintasi sel
monolayer usus yang dikultur
- In vivo studi perfusi usus pada manusia
dan hewan

Shargel L, Yu ABC. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. 7th ed. 2016. McGrawHill
Faktor Fisiologis Rute Administrasi
ORAL
a. Motilitas GIT
● Memiliki waktu tinggal yang cukup → optimasi absorpsi
b. pKa dan pH obat terhadap GIT
● Obat asam lemah terionisasi di intestinal dan obat basa lemah terionisasi di
lambung
c. Aliran darah pada GIT
● salah satu faktor yang perlu diperhatikan bagi sediaan yang bersifat nonpolar
dan berukuran molekul kecil
● Aliran darah menurun, bioavailabilitas obat juga menurun
d. Pengosongan Lambung (Gastric Emptying Time)
● Apabila GET tertunda → penyerapan terhambat → onset lama
● Faktor: jenis makanan (berlemak), pH GI, konsumsi obat antikolinergik (menunda
GET) dan faktor penyakit
e. Disease State
● Parkinson’s disease → susah menelan & motilitas GI berkurang
● Crohn’s disease → dinding usus tebal, permukaan absorpsi kurang
● GERD → pengonsumsian PPI dapat meningkatkan pH lambung
Faktor Fisiologis Rute Administrasi
RECTAL
BUCCAL & SUBLINGUAL a. Ukuran rektal
● Umumnya pada neonatus tidak
diberikan karena penyerapan yang
a. Tebal mukosa mulut tidak menentu serta risiko infeksi
● Semakin tebal, semakin lambat laju b. Volume cairan & pH
absorpsi ● Volume cairan sedikit akan
● Obat dengan lipofilisitas tinggi lebih mempengaruhi disolusi obat
mudah menembus membran epitel ● pH rektal yang relatif netral, obat
b. Waktu tinggal obat dengan nilai pKa lebih disukai
● Obat harus dapat tinggal di epitel → c. Viskositas rektal
optimasi absorpsi ● Adanya feses akan mempengaruhi
c. pH dan aliran saliva viskositas isi rektal → mempengaruhi
● Mulut kering menghambat larutnya
disolusi obat, stabilitas obat serta
obat
kontak obat dengan dinding mukosa
untuk diabsorpsi
Faktor Fisiologis Rute Administrasi
PARENTERAL
a. Aliran darah
● Tempat pemberian darah yang berbeda memiliki aliran darha yang berbeda
b. Rute injeksi
● Obat lebih mudah menimbulkan efek saat diinjeksi pada IM yang memiliki banyak
suplai darah dibanding injeksi pada subkutan
c. Lipofilisitas & Hidrofilisitas
● Lipofilisitas suatu obat akan membantu difusi ke dalam kapiler
● obat harus dipehatikan tingkat kelarutan dalam air pada pH fisiologis untuk
mencegah pengendapan di tempat suntikan
Sifat Fisikokimia
1. Kelarutan dan laju disolusi
kelarutan yang rendah menyebabkan absorpsi dan disolusi obat yang rendah
2. Ukuran dan luas permukaan
Ukuran dan luas permukaan mempengaruhi laju disolusi dan kelarutan
3. Bulk density dan tapped density
semeakin tinggi nilai bulk dan tapped density, semakin sukar sediaan obat untuk larut
4. Polimorfisme, amorf, dan higroskopisitas
Sediaan dalam bentuk amorf memiliki kelarutan yang lebih baik
5. Bentuk garam dari obat
Membuat sediaan dalam bentuk terionisasi sehingga kelarutan menjadi lebih baik
6. Lipofilisitas
semakin lipofil, semakin mudah suatu obat untuk menembus membran
7. PKa dan pH
pKa dan pH sediaan disesuaikan dengan pKa dan pH target obat agar obat dapat larut dan
terabsorpsi dengan baik
Rate Limiting step
Merupakan tahap paling lambat dari reaksi kimia yang menentukan kecepatan dimana reaksi keseluruhan berlangsung

BCS II BCS III BCS IV

Disolusi Permeabilitas Disolusi dan Permeabilitas

Obat dapat diabsorbsi dengan cepat Obat terdisolusi dengan cepat tetapi lama untuk Obat mempunyai
tetapi lama terdisolusi diabsorbsi bioavailabilitas rendah

Meningkatkan kelarutan: Meningkatkan permeabilitas : Strategi Menghadapi RLS:


- pH adjuster (ex. HCl, sodium - Pengembangan Prodrug → Penggantian - Memformulasikan obat
bikarbonat, asam borat, atau modifikasi gugus fungsional polar dalam basis lipid
NaOH) dengan gugus yang lebih lipofilik self-emulsifying drug
- Mengurangi ukuran partikel - Penggunaan enhancer permeabilitas delivery systems
- Diubah dalam bentuk garam seperti surfaktan, peningkatan (SEDDS)
- Penambahan kosolven (ex. pembasahan, dan peningkatan difusi - Penggunaan inhibitor
Etanol, gliserin, PEG 300, - Formulasi obat dalam bentuk nanopartikel P-gp yang sesuai
Tween 80) → meningkatkan area permukaan obat - Formulasi obat dengan
- Dibuat dalam sediaan yang bersentuhan dengan membran → siklodextrin →
miselar, emulsi mukosa. kompleksasi agen.
Contoh Obat
● Diazepam ● Ketorolac
01 BCS I ● Doxepin ● Ketoprofen
● Lidocaine ● Quinidine

● Azithromycin ● Diclofenac
02 BCS II ● Lansoprazole ● Ritonavir
● Carbamazepin ● Lovastatin

● Acyclovir ● Amoxicillin
03 BCS III ● Metformin ● Cetirizine
● Ranitidine ● Valsartan

● Amphotericin B ● Ritonavir
04 BCS IV ● Colistin ● Chlorothiazide
● Mebendazole ● Ciprofloxacin
02
BCS II
Review Jurnal

Mirza, S., Miroshnyk, I., Habib, M. J., Brausch, J. F., & Hussain, M. D. (2010). Enhanced Dissolution and Oral Bioavailability of Piroxicam Formulations: Modulating
Effect of Phospholipids. Pharmaceutics, 2(4), 339–350. doi:10.3390/pharmaceutics2040339
Tujuan Terapi
Piroxicam merupakan obat golongan nonsteroidal
anti–inflammatory drug (NSAID) yang digunakan untuk
mengurangi nyeri serta meringankan radang sendi seperti
osteoarthritis dan rheumatoid arthritis.

Piroxicam merupakan obat yang bekerja dengan menghambat


siklooksigenase (COX-1 & COX-2) menyebabkan produksi
prostaglandin terhambat
Faktor Fisiologis

● Piroxicam diberikan melalui rute administrasi oral


● Piroxicam memiliki sifat permeabilitas tinggi namun
solubilitasnya rendah sehingga bioavailabilitasnya
rendah dalam tubuh, maka dari itu perlu dilakukan
modifikasi yang dapat memperbaiki solubilitasnya.
● Perlu diperhatikan waktu pengosongan lambung,
motilitas usus, perfusi saluran GIT, dan makanan
lainnya
Rate Limiting Step
Rate limiting step untuk absorpsi oral obat yang tergolong pada BCS
kelas II adalah kelarutan yang buruk (terutama pada obat dengan rasio
dosis:kelarutan yang sangat besar) dan/atau disolusi yang lambat.

Piroxicam mempunyai sifat yang tidak larut dalam air, asam-asam encer
dan sebagian besar pelarut organik, hal ini yang menyebabkan
bioavailabilitasnya rendah sehingga, kecepatan disolusi merupakan
tahap penentu (rate limiting step) pada proses absorpsi obat oleh
karena itu, peningkatan kelarutan dan laju disolusi sangat penting untuk
meningkatkan bioavailabilitas obat.
Sifat Fisikokimia
Piroxicam (C15H13N3O4S)

● Memiliki BM 331,35 g/mol (FI VI)


● Serbuk, hampir putih atau coklat terang atau
kuning terang; tidak berbau. Bentuk monohidrat
berwarna kuning (FI VI)
● Sangat sukar larut dalam air; dalam asam encer
dan sebagian besar pelarut organik; sukar larut
dalam etanol dan dalam larutan alkali
mengandung air
● pKa = 5,3 dengan HPLC dan 5,7 dengan
spektrofotometri UV-Vis
Bentuk Sediaan
Tablet Piroxicam (Immediate Release) 10mg&20mg (FI V)
Eksipien
Empat fosfolipid, dimyristoylphosphatidylglycerol (DMPG), dimyristoylphosphatidylcholine
(DMPC), dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), dan distearoylphosphatidylcholine (DSPC), dinilai
sebagai pembawa/aditif potensial untuk melarutkan formulasi padat piroksikam (obat BCS kelas II)
dengan cepat. Di antara fosfolipid ini, DMPG terbukti menjadi eksipien peningkat laju disolusi yang
paling ampuh dibanding yang lainnya.

DPPC dan DSPC sebagai fosfolipid


dengan Tc lebih tinggi dari 37 C yaitu suhu
media disolusi menyebabkan efek minimal
pada laju disolusi piroksikam. Hal ini dapat
dikaitkan dengan fakta bahwa, fosfolipid
ini sebagian besar tetap berada dalam
bentuk kristal padat.

Sebaliknya, DMPC dan DMPG,


fosfolipid dengan Tc lebih rendah dari 37 C,
mengalami transisi fase pada suhu
percobaan yang demikian menunjukkan
efek peningkatan maksimal pada kinetika
disolusi obat.
Formulasi
Dispersi solid piroksikam dan fosfolipid dibuat dengan metode pelarut.

Bahan Fungsi Jumlah dalam


Sediaan Uji

Piroxicam Zat aktif 15x mg

DMPG Dissolution rate 1x mg


enhancer

Chloroform Pelarut qs

Nitrogen Menguapkan qs
kloroform
Metode Formulasi
Carrier phospholipid yang digunakan:

Dimyristoyl Phosphatidylglycerol (DMPG), Dimyristoylphosphatidylcholine (DMPC),


Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), Distearoylphosphatidylcholine (DSPC)

Piroxicam dibuat menjadi phospholipid-based solid dispersions

1. Dispersi padat piroksikam dan fosfolipid dibuat dengan metode pelarut. Piroksikam dan jumlah
fosfolipid yang dibutuhkan (DMPC, DMPG, DPPC atau DSPC).
2. Selanjutnya dilarutkan dalam kloroform sambil diaduk perlahan.
3. Kloroform dihilangkan dengan cara diletakkan pada suhu kamar dan dikeringkan di dalam vakum
desikator semalaman.
4. Dispersi padat diuji dalam waktu 48 jam setelah persiapan.
5. Kontrol piroksikam dibuat dengan cara yang sama tanpa penambahan fosfolipid. Campuran fisik
dibuat dengan cara triturasi yang sesuai sejumlah piroksikam dan fosfolipid.
Evaluasi yang Dilakukan

Uji Disolusi

Analisa Thermal Untuk mengetahui perubahan


(DSC) entalpi & suhu lebur suatu kristal

Powder X-ray Untuk menganalisa bentuk kristal


Diffraction (PXRD) yang terbentuk

Uji Parameter
Farmakokinetika
Uji Disolusi

● Digunakan DMPC, DMPG, DPPC, dan DSPC sebagai


carrier untuk melihat carrier yang paling poten untuk
meningkatkan laju disolusi piroxicam
● DMPG > DMPC > DPPC > DSPC
Analisa Thermal
Uji Parameter Farmakokinetik
03
BCS III
Review Jurnal

Cheng, C.-L., Yu, L. X., Lee, H.-L., Yang, C.-Y., Lue, C.-S., & Chou, C.-H. (2004). Biowaiver extension potential to BCS Class III high solubility-low permeability drugs: bridging evidence for metformin
immediate-release tablet. European Journal of Pharmaceutical Sciences, 22(4), 297–304. doi:10.1016/j.ejps.2004.03.016
Tujuan Terapi

Metformin merupakan obat golongan biguanid yang digunakan


sebagai monoterapi atau kombinasi dalam terapi diabetes
melitus.

Metformin merupakan obat yang bekerja dengan mengurangi


produksi glukosa hati dan penyerapannya di usus sehingga
kadar glukosa plasma basal dan postprandial menurun.
Faktor Fisiologis

● Metformin diberikan melalui rute administrasi oral


● Metformin memiliki sifat permeabilitas rendah namun
solubilitasnya tinggi
● Metformin merupakan obat basa lemah yang optimal
diabsorpsi pada pH lambung
● Perlu diperhatikan waktu pengosongan lambung,
motilitas usus, perfusi saluran GIT, dan makanan
lainnya
Rate Limiting Step
Rate limiting step pada obat yang tergolong pada BCS kelas III
adalah permeabilitas yang buruk

Metformin merupakan contoh obat yang memiliki solubilitas tinggi


dan permeabilitas rendah. Sebagian besar obat-obatan yang
tersedia termasuk dalam BCS kelas III, memiliki potensi terapeutik
yang tinggi tetapi tidak dapat secara efektif disampaikan melalui
rute oral karena permeasinya yang buruk di epitel gastrointestinal
Sifat Fisikokimia
Metformin Hidroklorida (C4H11N5.HCl)

● Memiliki BM 165,6 (FI VI)


● Berupa serbuk hablur; putih, tidak berbau atau
hampir tidak berbau; higroskopik
● Mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam
aseton dan dalam metilen klorida, sukar larut
dalam etanol
● pKa = 12.4 (Pubhem)
● Memiliki solubilitas yang tinggi dan permeabilitas
yang rendah
Bentuk Sediaan
TABLET METFORMIN HIDROKLORIDA (FIV)
Eksipien
Eksipien yang digunakan dalam bentuk sediaan oral metformin yang
tidak berpengaruh signifikan terhadap motilitas gastrointestinal dan
permeabilitas membran metformin, yaitu :
- Povidon
- Magnesium stearat
- Hidroksipropil metil selulosa
Uji Reference

Formulasi
Similar Dissolution Profile

Bahan Fungsi

Metformin hydrochloride Zat aktif

Povidone Dissolution enhancer

Hypromellose (HPMC) Agen pendispersi

Magnesium Stearat Lubrikan

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Owen, S. C., & American Pharmacists Association. (2009). Handbook of pharmaceutical excipients. London: APhA/Pharmaceutical Press.
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2008/020357s031,021202s016lbl.pdf
Evaluasi
Biowaiver BCS kelas III dapat diterima apabila:
● Berdasarkan BCS, FDA AS → untuk bentuk sediaan oral padat IR dari obat yang sangat larut
dan sangat permeabel (Kelas III) yang menunjukkan disolusi in vitro yang cepat (>90% dalam
30 menit)
● Eksipien yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas sama secara kualitatif dan
kuantitatif dan eksipien lainnya sama secara kualitatif dan mirip secara kuantitatif.
Uji Disolusi Evaluasi
Alat:

● Disolusi 1 (keranjang) USP 24 yang dioperasikan pada kecepatan 100 rpm pada suhu 37 °C.
● Pengujian dilakukan dalam 1000 ml masing-masing media disolusi berikut: HCl 0,1N, buffer
pH 4,5 dan buffer pH 6,8.
● Sampel ditarik dan disaring pada 15, 30, 45, 60 menit, dan konsentrasi metformin terlarut
ditentukan dengan spektrofotometri UV pada 233 nm.

Hasil - Karakteristik biofarmasi in vitro dari kedua formulasi serupa, seperti yang ditunjukkan oleh
profil disolusi dalam buffer HCl 0,1N, pH 4,5 dan pH 6,8

Persentase kumulatif metformin yang terlarut dari tablet uji dan tablet
referensi diplot sebagai fungsi waktu. Kedua formulasi melepaskan lebih
dari 89% kandungan metforminnya dalam waktu 30 menit, dengan
variabilitas kurang dari 10% pada setiap titik waktu pengukuran.
Profil disolusi untuk kedua produk dianggap serupa, berdasarkan data
sebelum 30 menit menggunakan pendekatan model independen,
karena nilai faktor kesamaan f2 yang dihitung lebih besar dari 50 dan
nilai f1 kurang dari 7,2 pada semua kondisi pH fisiologis.
Studi Bioekivalensi in Vivo Evaluasi
Relawan pria sehat berusia antara 20 dan 40 tahun yang berada dalam kisaran 20% dari berat
badan ideal untuk tinggi badan dilibatkan dalam penelitian ini. → Subyek tidak boleh mempunyai
riwayat diabetes melitus atau alergi terhadap biguanida. Penggunaan obat resep tidak
diperbolehkan dalam waktu 1 minggu sebelum pemberian dosis dan selama penelitian. Tidak ada
alkohol yang diperbolehkan selama seluruh masa studi. Kriteria eksklusi lainnya termasuk donor
darah baru-baru ini atau paparan terhadap obat-obatan lain yang sedang diteliti.
Analisis Obat → HPLC
● 0,5 ml sampel plasma dalam tabung kultur 10 ml ditambahkan ke 10 μl atenolol (0,1 mg/ml, sebagai standar
internal), 50 μl HCl 1N dan 1,5 ml asetonitril.
● Isi tabung dicampur dengan pusaran selama 30 detik dan disentrifugasi pada 1763× g selama 5 menit.
● Supernatan yang dipindahkan dicuci dengan 1,5 ml diklorometana dengan pencampuran pusaran selama 30
detik. Setelah sentrifugasi (1763× g , 5 menit), sebagian lapisan air disuntikkan ke kolom. Kurva kalibrasi linier pada
kisaran 10–2000 ng/ml. Batas kuantitasi adalah 10 ng/ml.
● Koefisien variasi intra-hari dan antar-hari serta kesalahan relatif adalah ≤12% dalam validasi pra-studi.
● Dalam penelitian ini, sampel kontrol kualitas duplikat pada tiga konsentrasi (10, 100, dan 1000 ng/ml) dimasukkan
dalam setiap pengujian. Koefisien variasi dan kesalahan relatif untuk sampel kendali mutu ( n =24) masing-masing
kurang dari 13,7 dan 3,8%. Semua sampel pasca dosis memiliki konsentrasi di atas batas kuantitasi.
Evaluasi
Studi Bioekivalensi in Vivo
Analisis Farmakokinetik
● Data konsentrasi-waktu plasma untuk metformin dianalisis dengan teknik farmakokinetik
non-kompartemen konvensional menggunakan program komersial (WinNonlin Professional versi 3.2,
Pharsight Inc., Mountain View, CA, USA).
● Konsentrasi plasma maksimal yang diamati ( Cmax ) dan waktu pengambilan sampel yang sesuai ( tmax )
ditentukan dengan inspeksi visual terhadap data.
● Konstanta laju eliminasi yang tampak ( λ ) diperkirakan dengan regresi linier ( perkiraan bobot 1/ C ) dari
konsentrasi plasma yang ditransformasi log selama fase penurunan log-linear terminal.
● Waktu paruh eliminasi terminal ( t 1/2 ) dihitung sebagai ln(2)/ λ . Area di bawah kurva
konsentrasi-waktu metformin plasma dari waktu nol hingga titik terakhir yang dapat diukur (AUC 0- t )
dihitung menggunakan aturan trapesium linier.
● AUC yang diekstrapolasi hingga tak terhingga (AUC 0–∞ ) dihitung sebagai jumlah AUC 0– t dan titik
terakhir yang dapat diukur dibagi dengan λ ( C 24 jam / λ ).
● Pembersihan oral (Cl/ F ) dihitung sebagai dosis dibagi AUC 0–∞ . Volume distribusi yang nyata ( V / F )
dihitung sebagai (Cl/ F )/ λ .
Evaluasi
Studi Bioekivalensi in Vivo
Analisis Statistik
● Untuk tujuan evaluasi bioekivalensi, analisis model varians dua arah yang sesuai untuk desain crossover
digunakan untuk AUC 0– t , AUC 0–∞ dan C max .
● Model statistik yang digunakan untuk membandingkan kelompok perlakuan mencakup formulasi,
periode, urutan dan subjek yang disarangkan dalam urutan sebagai efek tetap.
● C max dan AUC ditransformasikan log, dan estimasi titik dan interval rata-rata dan perbedaan rata-rata
yang dihasilkan dieksponen untuk menyatakan hasil sebagai rata-rata geometrik dan rasio rata-rata
geometrik pada skala pengukuran asli.
● Analisis statistik dilakukan menggunakan WinNonlin (Professional versi 3.2).
● Jumlah kuadrat Tipe III untuk semua efek model digunakan untuk menentukan signifikansi statistik pada
tingkat 0,05. Bioekivalensi antara formulasi pengujian dan referensi dinyatakan jika interval kepercayaan
(CI) yang dihitung untuk rasio pengujian/referensi berada dalam interval 80–125% untuk data yang
ditransformasikan log. Tidak ada analisis tambahan selain statistik deskriptif (rata-rata ± SD) yang
dilakukan pada parameter farmakokinetik lainnya.
Studi Bioekivalensi in Vivo Evaluasi
Hasil
● Profil konsentrasi-waktu rata-rata untuk kedua formulasi sangat mirip dan hampir dapat ditumpangkan.
Setelah pemberian oral, kedua produk mudah diserap, mencapai konsentrasi metformin plasma terukur
pada waktu pengambilan sampel pasca dosis pertama (0,5 jam) pada semua subjek. Konsentrasi plasma
puncak terjadi sekitar 2,5 jam setelah pemberian dosis, dan setelah itu konsentrasi metformin menurun
dengan cepat dengan waktu paruh terminal 4-5 jam. Semua subjek memiliki konsentrasi plasma yang
terdeteksi dalam 24 jam, dan rasio AUC 0– t /AUC 0–∞ semuanya lebih besar dari 0,96. Jarak bebas oral
(l/jam) dan volume distribusi (l) untuk Glucofit ® masing-masing adalah 64,4±10,3 dan 464±121; dan
untuk Glucophage ® masing-masing adalah 65,9±11,8 dan 444±113.
● Untuk parameter bioekivalensi primer C max , AUC 0– t , dan AUC 0–∞ , formulasi uji (Glucofit ® ),
ditemukan bioekuivalen dengan formulasi referensi (Glucophage ® ) ketika menggunakan data
transformasi log. Perkiraan poin dan 90% CI untuk rasio rata-rata adalah 1,03 (0,90–1,17), 1,02
(0,94–1,10) dan 1,02 (0,95–1,10) untuk C max , AUC 0– t , dan AUC 0–∞ , masing-masing. Tidak ditemukan
efek pengobatan yang signifikan, dan semua CI 90% untuk rasio rata-rata parameter primer berada dalam
kisaran yang dapat diterima FDA yaitu 80–125% untuk data transformasi log. Hasilnya jelas
menunjukkan bahwa Glucofit ® dan Glucophage ® bersifat bioekuivalen dan akan
menghasilkan efek klinis serupa.
Eksipien
survey of the FDA data over 10 BCS Class III drugs shows that most commonly used excipients in solid
dosage forms have no significant effect on absorption (Yu et al., 2002)
Hasil Rege dkk. (2001) menunjukkan bahwa beberapa eksipien yang umum digunakan dalam bentuk
sediaan IR tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap transpor Caco-2 obat dengan permeabilitas
rendah. Telah ditunjukkan bahwa surfaktan non-ionik (Solulan dan polisorbat) aktif sebagai peningkat
penyerapan karena secara signifikan meningkatkan permeabilitas transepitel metformin dalam lapisan
tunggal sel Caco-2 ( Dimitrijevic et al., 1999 ). Umumnya, eksipien konvensional yang digunakan dalam
bentuk sediaan IR oral metformin (misalnya povidon, magnesium stearat, hidroksipropil metilselulosa
(pelapis)) tidak berpengaruh signifikan terhadap motilitas gastrointestinal dan permeabilitas membran
metformin.

Kesimpulan
dari sudut pandang biofarmasi, kemungkinan bioekivalensi untuk produk IR metformin yang
berbeda adalah tinggi. Mengingat profil disolusi serupa dan eksipien tidak memiliki efek
yang relevan terhadap penyerapan, biowaiver produk metformin IR dapat dipertimbangkan.
Memang, penelitian Sörgel et al. (1998) menunjukkan kesamaan penyerapan metformin secara sistemik
antara dua produk oral berbeda yang diproduksi di dua negara berbeda. Lebih jauh lagi, karena formulasi
yang digunakan dalam penelitian ini hanya mengandung eksipien konvensional (avicel, providone,
magnesium stearat dan hidroksipropil metilselulosa)
04
BCS IV
Review Jurnal

Kim, Y.-H., Kim, S.-B., Choi, S.-H., Nguyen,


T.-T.-L., Ahn, S.-H., Moon, K.-S., Cho, K. H., Sim,
T., Heo, E.-J., Kim, S., Choi, H.-G., & Jang, D.-J.
(2023). Development and Evaluation of
Self-Microemulsifying Drug Delivery System for
Improving Oral Absorption of Poorly
Water-Soluble Olaparib.
https://doi.org/10.20944/preprints202304.0569.v1
Tujuan Terapi

Olaparib merupakan obat yang digunakan dalam terapi kanker


seperti kanker payudara, kanker ovarium, kanker pankreas, dsb.

Olaparib merupakan obat yang bekerja dengan menghambat


kerja enzim PARP [poly (ADP-ribosa) polymerase] yang terlibat
dalam transkripsi DNA dan perbaikan DNA.

Hal tersebut menyebabkan perbaikan DNA untai tunggal yang


rusak terhambat sehingga terjadi kematian sintetik sel kanker.
Faktor Fisiologis

● Olaparib diberikan melalui rute administrasi oral


● Olaparib memiliki sifat permeabilitas dan solubilitas
yang rendah
● Olaparib merupakan obat asam lemah yang optimal
diabsorpsi pada pH usus
● Perlu diperhatikan dosis yang tepat, motilitas usus,
perfusi saluran GIT, dan makanan lainnya
Rate Limiting Step
Rate limiting step pada obat yang tergolong pada BCS kelas IV
adalah solubilitas dan permeabilitas yang rendah.

Olaparib merupakan contoh obat yang memiliki solubilitas rendah


dan permeabilitas rendah. Olaparib memiliki kelarutan rendah
dalam air, yang bisa membuatnya kurang larut dalam cairan
pencernaan. Ini dapat menjadi kendala dalam proses penyerapan
dan dapat menjadi rate-limiting step.
Sifat Fisikokimia

Olaparib (C24H23FN4O3)

● Berat Molekul 434,45 gram/mol


● Memiliki kelarutan yang rendah dalam air, namun
larut dalam pelarut organik seperti etanol, aseton,
dan metanol.
● Titik leleh sekitar 188-189°C
● pKa = 8,56 (pubhem)
Bentuk Sediaan
Tablet Olaparib (film-coated tablets) 100mg/150mg
Eksipien
Oils
- Capmul MCM EP / NF
- Cotton Seed Oil
- Labrafil M 1944 CS
- Labrafac PG
- Oleic acid

Surfactants and co-surfactants


- Kolliphor EL
- Tween 80
- Span 80
- Labrasol
- Transcutol HP
- Plurol Oleique CC 497
- Isopropyl Myristate
- PEG 400
Uji kelarutan
● Diantara berbagai minyak, kelarutannya Capmul®
MCM EP/NF sekitar 574 kali lipat dari air suling
(41,68 ± 0,02 mg/mL vs 0,07 ± 0,25 mg/mL).
● Dalam hal surfaktan, kelarutan PEG 400 dan
Labrasol® masing-masing adalah 47,66 ± 0,38
mg/mL dan 36,60 ± 0,07 mg/mL, yang merupakan
perbaikan masing-masing sekitar 657,3 kali dan
504,8 kali, dibandingkan dengan air suling.
● Melalui uji penyaringan kelarutan eksipien yang
dijelaskan di atas, Capmul® MCM EP/NF, PEG 400
dan Labrasol® dipilih sebagai minyak, surfaktan
dan ko-surfaktan untuk digunakan dalam produksi
dari OLA SMDD.
Pseudoternary phase (oil, surfactant, dan
co-surfactant)
Dengan membuat diagram fase pseudoterner berdasarkan hasil yang
diperoleh, daerah self emulsifying dapat diidentifikasi.

● Ketika rasio minyak adalah 5–30%, mikroemulsi yang sangat baik


ditemukan. Semakin tinggi rasio minyak, semakin besar ukuran
tetesan emulsi.
● Saat memeriksa diagram fase pseudoterner, semakin tinggi rasio
Labrasol® atau PEG 400 yang digunakan sebagai surfaktan,
dibandingkan Capmul® MCM EP/NF, semakin baik emulsinya.
Disebutkan dalam beberapa penelitian yang mengungkapkan
bahwa sebagai proporsi surfaktan dan ko-surfaktan meningkat,
antarmuka emulsi menjadi lebih stabil dan kental.
● KESIMPULAN : Berdasarkan diagram fase pseudoterner, Capmul®
MCM EP/NF 10%, Labrasol® 80% dan PEG 400 10% dipilih sebagai
SMEDDS optimal rasio produksi untuk OLA
Formulasi
Capmul® MCM EP/NF 10%, Labrasol® 80% dan PEG 400 10% dipilih sebagai SMEDDS optimal
rasio produksi untuk OLA

Bahan Fungsi Jumlah dalam Sediaan Uji

Olaparib Zat aktif 100 mg

Capmul® MCM EP/NF Co-surfaktan 0.3 ml

Labrasol® Surfaktan 2.4 ml

PEG 400 Surfaktan 0.3 ml

Sebanyak 100 mg OLA dilarutkan Aduk perlahan sampai


Mencampurkan sejumlah
dalam 3 mL larutan campuran campurannya jernih, lalu
OLA, minyak, surfaktan
Capmul® MCM EP/NF, Labrasol® disimpan pada suhu
dan ko-surfaktan
dan PEG 400 ruangan
EVALUASI

1. Characterization
SMEDDS Formulation (Uji
stabilitas, ukuran
partikel,TEM, dll)
2. Uji disolusi in vitro
3. Uji in vivo
Characterization of SMEDDS formulation
● Ukuran → Tetesan mikroemulsi tersebar
dengan baik. Ukuran tetesan rata-rata adalah
141,1 ± 0,2 nm, dan indeks polidispersitasnya
sangat kecil, 0,19. Secara umum, jika
memiliki nilai PDI sebesar 0,2 atau kurang
dalam sistem terdispersi berarti distribusi
ukuran partikel cukup sempit.
● Potensial Zeta → potensi zeta lebih rendah
dari 10 mV dapat menjaga stabilitas fisik
dan meningkatkan kemanjuran obat
dengan meningkatkan penyerapan in
vivo.
In-Vitro Dissolution
● Kelarutan OLA tidak bergantung pada kondisi pH. Oleh karena itu,
diperkirakan profil pelarutan pada pH 1,2, pH 6.8 dan dalam air
suling semuanya serupa.
● Disolusi OLA dalam SMEDDS di 5 menit awal mengalami
peningkatan 10,57 kali (pH 1,2), 14,78 kali (pH 6,8) dan 14,83 kali (air
suling) dibandingkan dengan bubuk OLA, dan laju pembubaran akhir
(pada 120 menit telah meningkat 1,65 kali (pH 1,2), 1,57 kali (pH 6,8) dan
1,52 kali (air suling).

KESIMPULAN : formulasi SMEDDS pada OLA meningkatkan disolusi yang


disebabkan oleh peningkatan permukaan spesifik area tetesan mikroemulsi
berukuran nano dan efek pelarutan minyak dan surfaktan yang optimal dan
menunjukkan profil disolusi yang lebih baik dibandingkan dengan bubuk
OLA. Hal ini akan menyebabkan peningkatan adsorpsi OLA oral.
In-Vivo Pharmacokinetic Study
In vitro cytotoxicity
Eksipien yg digunakan sudah banyak digunakan sebagai aditif biokompatibel dan
dimasukkan ke dalam formulasi farmasi. Penggunaan bahan biokompatibel dalam
pengembangan obat ini penting karena dapat mengurangi risiko toksisitas akut dan
toksisitas kronis

Hasil : menunjukkan bahwa mikroemulsi ini hampir tidak memiliki efek sitotoksik
pada garis sel CT26. Selain itu, tidak menyebabkan kematian akibat racun diamati
hingga atau lebih dari 24 jam setelah pemberian oral pada tikus.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai