Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIK


“Uji Bioadhesif”
Dosen Pengampu:
Drs. Umar Mansur, M.Sc.
Apt. Marvel, M.Farm.
Apt. Mita Restinia, M.Farm.
Apt. Suci Ahda Novitri, S.Farm., M.Si.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1C

Enden Fahyuni 11181020000031

Nabila Amelia Hartono 11181020000037

Diah Chrisant Bethary 11181020000041

Nurul Lailatul Jannah 11181020000044

Puspa Rustiana N 11181020000053

Dinah Aqilah Rahmah 11181020000054

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SEPTEMBER/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2

BAB I 4
Latar Belakang 4
Rumusan Masalah 5
Tujuan Praktikum 5

BAB II 6
Bioadhesive : Mucoadhesive 6
Lambung dan Usus 8
Uji Bioadhesif in vitro 8
Uji Wash Off 8

BAB III 10
Alat dan Bahan 10
Prosedur Kerja 10

BAB IV 12
Hasil Uji Bioadhesif 12
Hasil Uji Wash Off 14
Pembahasan 15

BAB V 20

DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Lambung merupakan suatu organ yang dimana makanan dicampur


dengan cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke dalam usus halus.
Lambung mengalami dua fase yaitu fase digestif dan indigestif. Pada fase
digestif makanan berada di dalam dan sedang diproses oleh lambung
sedangkan pada fase indigestif makanan tidak mencerna makanan. Dalam hal
ini, obat juga harus dicerna terutama untuk sediaan yang bertarget di lambung
dan usus. Untuk itu dibuatlah sistem Gastro Retentive Drug Delivery System
(GRDDS).

Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS) merupakan


penghantaran obat yang bertujuan untuk memperpanjang waktu tinggal obat
di lambung dan menargetkan pelepasan obat spesifik pada saluran cerna
untuk memberikan efek lokal dan sistemik. Dalam GRDDS, lambung sangat
memiliki peran penting. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan lain seperti
meningkatkan efikasi terapi obat dengan memperbaiki absorbsi obat dan
menyesuaikan obat dengan target di lambung. GRDDS sesuai untuk obat
yang memiliki absorpsi yang lemah di saluran pencernaan bagian bawah,
tidak stabil dan kurang larut dalam pH basa, memiliki waktu paruh yang
pendek, dan memiliki aktivitas lokal yang ada di bagian atas lambung untuk
pengobatan eradikasi bakteri H. pylori.

Salah satu sistem yang ada dalam GRDDS yaitu sistem mukoadhesif.
Mukoadhesif merupakan interaksi antara permukaan mukus dengan polimer
sintetis atau alami yang dapat memperpanjang waktu tinggal dan waktu
kontak obat di tempat absorbsinya sehingga meningkatkan bioavailabilitas
dan penyerapan lebih lama oleh lambung. Sistem ini menguntungkan karena
dapat mengurangi frekuensi pemakaian obat sehingga dapat mengurangi efek
samping yang tidak diinginkan.
1. 2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat cairan HCl pH 2,5 ?
2. Bagaimana cara membuat larutan NaCl 0,9% ?
3. Apa tujuan dilakukannya uji bioadhesif?
4. Apa tujuan dilakukannya uji wash off?
5. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mukoadhesif?
6. Kesalahan-kesalahan apa saja yang sering terjadi pada saat melakukan
praktikum ini?
7. Apa yang dapat Saudara simpulkan terkait hasil tersebut?
1. 3. Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa dapat menguji kemampuan bioadhesif sediaan obat
yang mengandung suatu polimer tertentu
2. Mengetahui cara membuat cairan HCL pH 2,5 dan larutan NaCl 0,9%
3. Mengetahui tujuan dilakukannya uji bioadhesif dan uji wash off
4. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi mukoadhesif
5. Menjelaskan apa saja kesalahan yang sering terjadi pada saat
melakukan praktikum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Bioadhesive : Mucoadhesive

Bioadhesif dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan (hasil


sintesis atau produk biologi) teradhesi pada suatu permukaan jaringan biologi
untuk periode waktu yang lama karena oleh gaya antar muka. Untuk tujuan
penghantaran obat, terminology bioadhesif bermakna terikatnya sistem
pembawa obat pada lokasi spesifik biologi. Bioadhesi merupakan fenomena
yang tergantung pada sifat bioadhesive, yaitu :

● Tahap pertama melibatkan kontak yang rapat antara bioadhesif dan


membran, baik dari permukaan bioadhesif yang memiliki pembasahan
bagus, maupun dari pengembangan bioadhesif.
● Pada tahap kedua, setelah diadakan kontak, penetrasi bioadheshif ke dalam
celah-celah permukaan jaringan atau antar rantai dari bioadhesive dengan
mukus yang terjadi.

Permukaan biologi tersebut dapat berupa jaringan epitel atau dapat berupa
lapisan penutup mukus yang terdapat pada permukaan jaringan. Jika keterikatan
tersebut terjadi pada permukaan mukus, fenomena ini dikenal dengan
mukoadhesif. Mukoadhesif biasanya didefinisikan sebagai terjadinya pelekatan
(adhesi) antara dua material yang salah satunya merupakan mukus (R. Shaikh
et.al., 2011).

Material lainnya dapat berupa polimer baik sintetik maupun polimer alam.
Sediaan mukoadhesif ini memanfaatkan sifat bioadhesif dari berbagai polimer
larut air, yang akan menunjukkan sifat adhesif pada waktu terjadi hidrasi,
kemudian akan menghantarkan obat mencapai sasaran tertentu untuk waktu yang
lebih aman dibandingkan sediaan konvensional. Lapisan mukosa dapat mudah
ditemukan di tubuh sehingga sistem penghantaran obat mukoadhesif dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan sediaan bukal, sublingual, vaginal, rektal,
nasal, okular serta gastrointestinal. Prinsip penghantaran obat dengan sistem ini
adalah memperpanjang waktu tinggal obat pada organ tubuh yang mempunyai
lapisan mukosa. Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan kontak yang lebih
baik antara sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorpsi, sehingga
konsentrasi obat diabsorbsi lebih banyak dan diharapkan akan terjadi aliran obat
yang tinggi melalui jaringan tersebut. Pada tingkat molekuler, mukoadhesi dapat
dijelaskan berdasarkan interaksi molekul. Interaksi antara dua molekul terdiri dari
daya tarik dan daya tolak. Interaksi daya tarik muncul dari gaya Van der Waals,
daya tarik elektrostatik, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik. Interaksi daya
tolak terjadi karena tolakan elektrostatik dan tolakan sterik. Untuk terjadi
mukoadhesi, interaksi daya tarik harus lebih besar daripada tolakan non-spesifik.

3 kategori utama aplikasi sediaan mukoadhesif dalam sistem penghantaran obat


adalah:

1. Memperlama waktu tinggal (kontak). Kemungkinan ini telah diteliti secara


intensif untuk sistem penghantaran/pelepasan obat terkendali yang
diberikan secara oral dan rute pemberian okuler.
2. Kontak intensif dengan membrane pengabsorpsi. Tablet mukoadhesif atau
laminat menunjukkan sifat pelepasan obat yang menguntungkan jika
digunakan melalui rute bukal.Sediaan dalam bentuk partikel mikro (micro
particles) sudah berhasil digunakan pada aplikasi obat melalui nasal.
Selain itu, terbuka juga peluang untuk memberikan obat secara rektal dan
vaginal.
3. Lokalisasi sistem penghantaran obat. Dalam beberapa kasus, obat secara
preferensial diabsorpsi pada daerah tertentu (spesifik) dari saluran cerna
yang juga dinamakan jendela absorpsi (absorption window).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mukoadhesi:

1. Faktor-faktor yang terkait polymer: berat molekul; Konsentrasi polimer


aktif; Fleksibilitas rantai polimer; konfirmasi spasial; pengembangan
2. Faktor-faktor yang terkait lingkungan: pH polimer-antarmuka substrat;
kekuatan terapan; awal waktu kontak
3. Faktor fisiologis: kondisi musin; kondisi penyakit
2. 2. Lambung dan Usus

Lambung merupakan suatu organ ”pencampur dan pensekresi” dimana


makanan dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke
dalam usus halus. Akan tetapi gerakan makanan dan produk obat dalam
lambung dan usus halus sangat berbeda tergantung pada keadaan fisiologik.
Bahan - bahan berlemak, makanan dan osmolalitas dapat memperpanjang waktu
tinggal dalam lambung. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat
dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya makanan. Waktu tinggal dalam
lambung yang lebih panjang, obat dapat terkena pengadukan yang lebih kuat
dalam lingkungan asam.

Usus pada dasarnya adalah tabung berotot dengan berbagai


diameter dan struktur mukosa yang berbeda di setiap bagian dari saluran
tersebut (duodenum, jejunum, ileum). Variasi diameter, struktur mukosa dan
fungsi berhubungan dengan peran fisiologis yang berbeda dari masing-masing
daerah (Steiner et al. 2008)

2. 3. Uji Bioadhesif in vitro

Uji bioadhesif ini bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat granul dapat
melekat pada mukosa lambung dan usus dalam waktu 5 menit. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan jaringan lambung yang telah dipotong dan dilekatkan pada
penyokong alumunium kemudian ditempatkan pada kemiringan 45 derajat.
Granul yang melekat dielusi dengan cairan dengan kecepatan 22 ml/menit.

2. 4. Uji Wash Off

Uji wash off bertujuan untuk melihat kemampuan granul melekat pada
mukosa lambung selama 2 jam (Hamsinah, 2016). Selain itu dapat digunakan
untuk menguji kemampuan penghantaran bioadhesif dari suatu granul dengan
polimer tertentu. Uji wash off dilakukan dengan menggunakan alat
disintegrasi (alat uji waktu hancur) yang dimodifikasi. Jaringan lambung atau
usus direkatkan pada kaca objek menggunakan lem. Sejumlah 20 butir granul
ditempelkan di atas mukosa lambung atau usus secara merata dan
dimasukkan ke dalam alat uji disintegrasi. Alat kemudian digerakkan naik turun
30 kali permenit di dalam media cairan lambung atau usus buatan pada suhu
37 C. Jumlah granul yang melekat dihitung 30 menit selama 1 jam.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3. 1. Alat dan Bahan

Alat : Bahan :

- Sel Silindris - Mukosa lambung dan usus


tikus putih

- Disintegrasi Test - Granul obat

- Thermostat - Larutan NaCl fisiologis

- Lem Sianoakrilat

3. 2. Prosedur Kerja

Uji Bioadhesif In Vitro


1. Buka jaringan lambung, lalu bersihkan dengan larutan NaCl fisiologis.
2. Potong sekitar 1 x 1 cm, untuk jaringan usus dipotong sekitar 4 cm.
3. Letakkan jaringan pada penyokong aluminium.
4. Ambil sejumlah 50 butir granul lalu tempelkan di atas jaringan
tersebut.
5. Biarkan granul berkontak dengan jaringan selama 10 menit, lalu
tempatkan pada sel silindris dengan kemiringan 45°.
6. Elusi granul yang menempel pada jaringan menggunakan cairan
lambung/usus pada suhu 37±0,5°C dan kecepatan aliran 22 mL/menit.
7. Hitung jumlah granul yang masih melekat setiap 5 menit selama 10
menit.

Uji Wash Off


1. Rekatkan jaringan lambung atau usus pada kaca objek menggunakan
lem sianoakrilat.
2. Tempelkan sejumlah 50 butir granul di atas mukosa jaringan.
3. Masukkan kaca objek tersebut ke dalam alat uji disintegrasi.
4. Jalankan alat, gerakkan alat naik turun 30 kali/menit di dalam media
cairan lambung atau usus buatan pada suhu 37±0,5°C.
5. Hitung jumlah granul yang masih melekat setiap 5 menit selama 10
menit.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Bioadhesif


a. Hasil untuk obat Vitalong C :

Waktu (menit Granul yang Granul yang %Granul yang


ke-) Menempel Lepas menempel

10 35 15 70

20 35 0 70

30 33 2 66

40 33 0 66

50 30 3 60

60 30 0 60

b. Hasil untuk obat Rhinos SR

Waktu (menit Granul yang Granul yang %Granul yang


ke-) menempel Lepas menempel
10 35 15 70

20 33 2 66

30 30 3 60

40 29 1 58

50 28 1 56

60 28 0 56

Grafik Perbandingan Hasil Uji Bioadhesif Vitalong C dan Rhinos


SR
4.2 Hasil Uji Wash Off
a. Hasil untuk obat Vitalong C

Waktu Granul yang Granul yang %Granul yang


(menit ke-) terlepas Menempel menempel

10 13 37 74

20 2 35 70

30 1 34 68

40 4 30 60

50 5 25 50

60 3 22 44

b. Hasil untuk obat Rhinos SR

Waktu Granul yang Granul yang %Granul yang


(menit ke-) terlepas Melekat menempel

10 5 45 90

20 1 44 88

30 2 42 84
40 0 42 84

50 1 41 82

60 1 40 80

Grafik Perbandingan Hasil Uji Wash Off Vitalong C dan Rhinos SR

4.3 Pembahasan
- Cara membuat cairan HCl pH 2,5

Berdasarkan ditjen POM (1995) untuk membuat cairan lambung


buatan dengan pH 1,2 diperlukan NaCl sebanyak 2 gram yang
ditambahkan ke dalam HCl pekat sebanyak 7 mL dalam aquades
sebanyak 1000 mL. Apabila jumlah aquades yang digunakan tetap
1000 mL maka untuk membuat cairan HCl dengan pH 2,5 dapat
mengikuti persamaan :

𝑝𝐻1 (𝑁𝑎𝐶𝑙 : 𝐻𝐶𝑙)1


𝑝𝐻2
= (𝑁𝑎𝐶𝑙 : 𝐻𝐶𝑙)2

1,2 0,286
2,5
= (𝑁𝑎𝐶𝑙 : 𝐻𝐶𝑙)2

2,5 ×0,286 𝑔/𝑚𝑙


(NaCl : HCl)₂ = 1,2
= 0, 596 𝑔/𝑚𝑙

Jika jumlah HCl₂ yang digunakan sama dengan HCl₁, maka :

NaCl₂ = 0, 596 𝑔/𝑚𝑙 × 7 𝑚𝑙 = 4, 172 𝑔

Maka kesimpulannya untuk membuat cairan HCl (cairan


lambung buatan) dengan pH 2,5 dapat dibuat dengan cara menimbang
terlebih dahulu garam NaCl sebanyak ± 4,172 g dan kemudian
ditambahkan HCl pekat sebanyak 7 mL dan ditambahkan 1000 mL
aquades. Larutan tersebut tetap perlu dilakukan pengukuran pH
dengan pH meter untuk mendapatkan hasil pH akurat.

- Cara membuat larutan NaCl 0,9% (enden)

Untuk mendapatkan NaCI dengan konsentrasi 0,9 % maka NaCI


ditimbang menggunakan timbangan analitik sebanyak 0,9 g kemudian
dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan sterilisasi dengan menggunakan
autoklaf. Untuk NaCI fisiologis sterilisasi dilakukan pada suhu 120
derajat celcius selama 20 menit.

- Tujuan dilakukannya uji bioadhesif (dinah)

Uji Bioadhesif merupakan salah satu metode yang dilakukan


untuk menguji daya mukoadhesif dari granul. Uji Bioadhesif ini
dilakukan dengan maksud untuk melihat seberapa kuat pelekatan
granul pada mukosa lambung.
- Tujuan dilakukannya uji wash off

Uji Wash Off ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat


kemampuan granul melekat pada membran mukosa dalam rentang
atau kurun waktu tertentu. Selain itu uji ini juga dapat digunakan
untuk menguji kemampuan penghantaran bioadhesif dari suatu granul
dengan polimer tertentu.

- Faktor-faktor yang mempengaruhi mukoadhesif

Proses mukoadhesi ditentukan oleh berbagai faktor, baik dari


formulasi sistem mukoadhesif, yaitu dari polimer yang digunakan,
maupun dari lingkungan tempat aplikasi sistem mukoadhesif tersebut.
Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Konsentrasi polimer, semakin tinggi konsentrasi polimer, maka


gaya adhesi akan semakin kuat.
b. Konformasi polimer, gaya adhesi juga tergantung pada
konformasi polimer, contohnya heliks atau linier. Bentuk heliks
dapat menyembunyikan gugus-gugus aktif polimer sehingga
mengurangi kekuatan adhesi polimer.
c. Bobot molekul polimer: untuk polimer linear, semakin besar
bobot molekul polimer maka kemampuan mukoadhesi akan
meningkat.
d. Fleksibilitas rantai polimer. Fleksibilitas rantai polimer penting
untuk interpenetrasi dan pembelitan rantai polimer dengan rantai
musin. apabila penetrasi rantai polimer ke mukosa berkurang,
maka kekuatan mukoadhesif juga akan berkurang.
e. Derajat hidrasi : hidrasi yang berlebihan dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan mukoadhesi akibat pembentukan
mucilago yang licin.
f. pH : Ph akan mempengaruhi muatan pada permukaan mukosa dan
polimer sehingga adhesi juga akan dipengaruhi.
g. Waktu kontak awal: waktu kontak awal antara sistem
mukoadhesif dan lapisan mukosa menentukan tingkat
pengembangan dan interpenetrasi polimer. Kekuatan mukoadhesif
akan meningkatkan jika waktu kontak awal meningkat.
h. Variasi fisikologis : kondisi fisikologis yang dapat mempengaruhi
mukoadhesi antara lain ketebalan dan pergantian musim.
- Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada praktikum ini

Kesalahan yang mungkin terjadi pada praktikum kali ini adalah


kurang hati-hati dalam mengambil organ yang akan dipakai yaitu
lambung dan usus, hal tersebut dapat menyebabkan organ rusak dan
tidak dapat digunakan untuk uji. Kesalahan lain adalah saat
menempelkan lambung pada penyokong alumunium dan usus pada
kaca objek. Kesalahan dapat terjadi saat mengaplikasikan lem, lem
harus diaplikasikan hanya di daerah pinggir dari lambung atau usus
yang akan ditempelkan. Jika pengaplikasian lem terlalu mengarah ke
tengah hal ini dapat mengganggu hasil dari pengamatan dikarenakan
granul menjadi lebih menempel karena tercampurnya lem hingga ke
area tengah pengujian.

- Kesimpulan hasil

Berdasarkan data dan visualisasi grafik di atas dapat dilihat


bahwa, pada hasil uji bioadhesif dimana percobaan dilakukan dengan
menggunakan membran mukosa lambung menunjukkan granul
Vitalong C memiliki persentase granul yang menempel lebih banyak
daripada granul Rhinos SR. Hal tersebut dapat terlihat jelas dimana
granul dari Vitalong C masih tetap menempel pada membran mukosa
lambung sebanyak 60% setelah 1 jam masa uji, sedangkan granul
Rhinos SR memiliki persentase yang lebih kecil yaitu 56% setelah
rentang waktu yang sama. Namun berdasarkan hasil uji Wash Off,
hasil yang didapat adalah granul Rhinos SR terlihat mampu bertahan
menempel lebih banyak dari pada granul Vitalong C. Hal ini terlihat
dari hasil pada menit terakhir dimana granul Rhinos SR mampu
bertahan menempel sebanyak 80% setelah 1 jam masa uji, sedangkan
granul Vitalong C hanya mampu bertahan menempel sebanyak 44%
dalam kurun waktu yang sama.

Perbedaan hasil yang terjadi dari kedua sampel uji ini dapat
dijelaskan apabila dihubungkan dengan target absorpsi sediaan,
kestabilan sediaan, dan juga pH sediaan. Vitalong C bersifat asam,
memiliki pH yang rendah, dan memang didesain menjadi suplemen,
sehingga Vitalong C akan lebih baik apabila bisa cepat terserap ke
dalam sistemik tubuh. Mukosa lambung yang memiliki kondisi
keasaman yang juga cukup tinggi akan mempermudah terjadinya
adhesi dari sediaan Vitalong C tersebut sebelum akhirnya dapat
terabsorpsi dan terdistribusi ke dalam sirkulasi sistemik. Berbeda
dengan hasil uji Wash Off yang menggunakan media berupa membran
mukosa usus, kondisi keasaman pada organ tersebut cukup rendah dan
cenderung netral atau basa. Sediaan Vitalong C ini akan lebih mudah
lepas dibandingkan dengan Rhinos SR. Rhinos SR sendiri merupakan
obat yang mengandung zat aktif Loratadine dan Pseudoefedrin yang
berfungsi untuk mengatasi gejala alergi, dimana obat ini diperlukan
untuk dapat bekerja dengan jangka waktu yang panjang. Zat aktif dari
Rhinos SR ini pun ternyata memiliki pH yang hampir sama dengan
pH pada usus, yaitu sekitar 7-8. Dengan begitu obat akan lebih stabil
dan sediaan harus direkayasa untuk bisa diserap baik di usus dan tidak
rusak saat melewati lambung. Terlihat dari hasil di atas bahwa Rhinos
SR ini tidak terlalu banyak menempel pada mukosa lambung karena
obat ini memang direkayasa untuk bisa diserap secara perlahan
(sustained release).
BAB V

KESIMPULAN

Bioadhesif dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan (hasil


sintesis atau produk biologi) teradhesi pada suatu permukaan jaringan biologi
untuk periode waktu yang lama karena oleh gaya antar muka. Tujuan untuk
penghantaran obat, terminology bioadhesif bermakna terikatnya sistem
pembawa obat pada lokasi spesifik biologi. Pada praktikum kita kali ini
menggunakan 2 pengujian yaitu Uji bioadhesive dan Uji wash off, uji bioadhesif
bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat granul dapat melekat pada mukosa
lambung dan usus dalam waktu 5 menit. Sedangkan uji wash off bertujuan untuk
melihat kemampuan granul melekat pada mukosa lambung selama 2 jam. Uji
wash off dilakukan dengan menggunakan alat disintegrasi (alat uji waktu
hancur) yang dimodifikasi.

Pada hasil uji bioadhesif menunjukkan granul Vitalong C memiliki


persentase granul yang menempel lebih banyak 60% setelah 1 jam masa uji
daripada granul Rhinos SR yaitu memiliki persentase yang lebih kecil yaitu 56%
setelah rentang waktu yang sama. Namun berdasarkan hasil uji Wash Off, hasil
yang didapat adalah granul Rhinos SR terlihat mampu bertahan menempel lebih
banyak yaitu sebanyak 80% setelah 1 jam masa uji dari pada granul Vitalong C
hanya mampu bertahan menempel sebanyak 44% dalam kurun waktu yang sama.
Perbedaan hasil yang terjadi dari kedua sampel uji ini apabila dihubungkan
dengan target absorpsi sediaan, kestabilan sediaan, dan juga pH sediaan.
DAFTAR PUSTAKA

Kinam, Park., Haesun, Park. 1990. Bioadhesive Drug Delivery System. Book.
School of Pharmacy. University of Geneva. Switzerland. Diakses melalui:
http://kinampark.com/KPYear/files/1990%20Test%20methods%20of%20bi
oadhesion.pdf

Phanindra B., et al. 2013. Recent Advances in Mucodhesive/ Bioadhesive Drug


Delivery System: a Review. International Journal. Diakses melalui :
http://www.ijpmbs.com/uploadfile/2015/0412/20150412031556858.pdf

Khairunnisya. 2011. Formulasi Sediaan Granul Mukoadhesif Kombinasi Ekstrak


Kulit Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan Kunyit (Curcuma
domestica Val.). Universitas Indonesia. Diakses melalui:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20284603-S1122-Khairunnisya.pdf
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai