Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BIOFARMASETIKA-FARMAKODINAMIKA

OLEH :

Istihazah Putri

1701108

KELAS :S1 VC

Dosen Pengampu:
DENI ANGGRAINI, M.Farm, Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Biofarmasetika. Adapun makalah
ini mengenai faktor fisiologi yang mempengaruhi absorbsi dan rute pemberian obat.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kelemahan, baik dari segi

penulisan, tata bahasa maupun bentuk ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan

pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima

kritik dan saran yang bermanfaat untuk kesempurnan makalah ini.

Penulis pun menyadari, bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak mendapatkan

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini, sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga semua bantuan, dukungan dan do’a yang telah

diberikan menjadi amal yang baik serta mendapat ridho dan balasan dari Allah SWT. Amin

Pekanbaru, 19 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I .............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1
1.1 Latar belakang ............................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ............................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................. 1
BAB II ............................................................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................................................... 2
2.1 Definisi................................................................................................................................................ 2
2.2 Faktor Fisiologi Yang Mempengaruhi Absorbsi................................................................................. 2
2.3 Rute penggunaan obat ......................................................................................................................... 3
BAB III ............................................................................................................................................................ 9
KESIMPULAN ................................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada umumnya manusia sering mengonsumsi makanan dan obat-obatan. Absorbsi obat
merupakan suatu proses pergerakan obat dari tempat pemberian ke dalam sirkulasi umum di
dalam tubuh. Absorpsi obat mengharuskan molekul-molekul obat berada dalam bentuk larutan
pada tempat absorpsi. Disolusi dari bentuk-bentuk sediaan padat dalam cairan-cairan saluran
cerna merupakan syarat untuk menyampaikan suatu obat ke sirkulasi sistemik setelah pemberian
oral.

Absorbsi obat dari saluran pencernaan ke dalam darah umumnya terjadi setelah obat
tersebut larut dalam cairan di sekeliling membrane tempat terjadinya absorbsi. Absorpsi obat
akan lebih baik jika semakin baik kelarutannya dalam lipida sampai absorpsi optimal tercapai.
Faktor utama yang mempengaruhi absorbsi obat yaitu karakteristik sifat fisika kimia molekul,
property dan komponen cairan gastrointestinal serta sifat membrane absorbsi (Banker, 2002).

Umumnya absorpsi obat pada saluran cerna terjadi secara difusi pasif sehingga untuk
dapat diabsorpsi, obat harus larut dalam cairan pencernaan. Absorpsi sistemik suatu obat dari
tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi, serta
sifat-sifat fisikokimia obat tersebut. Obat-obat yang diabsorpsi oleh difusi pasif, yang
menunjukkan kelarutan dalam air rendah, cenderung memiliki laju absorpsi oral lebih lambat
daripada yang menunjukkan kelarutan dalam air yang tinggi.

Luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran


cerna dan aliran dari tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah absorbsi obat
walaupun ada variasi. Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan/organ, obat
tersebut harus melewati berbagai membrane yang memiliki struktur lipoprotein (Shargel, 2005)

1.2 Rumusan masalah


a. Apa saja faktor fisiologi yang mempengaruhi absorbsi?

b. Apa saja rute penggunaan obat?

1.3 Tujuan
a. Agar mahasiswa mengetahui faktor-faktor fisiologi yang bisa mempengaruhi absorbsi obat.

b. Agar mahasiswa mengetahui apa saja rute penggunaan obat.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Absorbsi adalah proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah bergantung
pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan
rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Absorbsi merupakan transfer obat melintasi membran.
Ada tiga tipe membran yaitu membran kulit, membran epitel usus, dan membran sel tunggal.
Dalam melintasi sel membran, obat melakukan dengan du acara yaitu transfer pasif dan transfer
aktif khusus.

Pada transfer pasif membran tidak berperan aktif ketika obat melalui membran tersebut.
Transfer pasif dibedakan menjadi dua yaitu filtrasi dan difusi. Filtrasi yaitu zat melalui pori-pori
kecil dari membran, misalnya dinding kapiler. Sedangkan difusi yaitu zat melarut dalam lapisan
lemak dari membran sel.

Pada transfer aktif memerlukan energy. Pengangkutan dilakukan dengan mengikat obat
hidrofil (makromolekul atau ion) pada enzim spesifik (alat pengangkut, misalnya ATP). Setelah
melintasi merman obat dilepas lagi. Zat yang diresorpsi dengan proses aktif adalah: glukosa,
asam amino, asam lemak, Vit.B1, B2, B12, garam empedu, garam besi dan lain-
lain(Anief,1997).

2.2 Faktor Fisiologi Yang Mempengaruhi Absorbsi


Faktor-faktor fisiologi yang dapat mempengaruhi absorbsi adalah sebagai berikut:

1. Pengosongan lambung
Pengosongan isi lambung ke usus halus. Cairan dan partikel > 1 mm tidak
tertahan dalam lambung. Partikel besar seperti tablet dan kapsul berada 3 – 6 jam
dilambung dengan adanya makanan. Kecepatan pengosongan lambung besar maka
penurunan absorbsi obat yang bersifat asam. Kecepatan pengosongan lambung kecil
maka penurunan absorbsi obat yang bersifat basa. Penundaan pengosongan lambung akan
berpengaruh terhadap laju absorbsi dan jumlah obat yang terabsorbsi. Beberapa obat
tidak stabil dalam suasana asam, apabila terjadi penundaan absorbsi, maka akan terjadi
peruraian, misalnya penisillin. Faktor-faktor pengosongan lambung yaitu obat, makanan,
dan emosi.
2. Motilitas usus – waktu transit
Gerakan peristaltik normal akan mencampur isi usus, partikel obat kontak dengan
mukosa usus, sehingga terjadi absorbsi. Waktu tinggal obat (residen time) harus cukup
agar proses ini terjadi. Waktu tinggal obat diusus halus 3- 4 jam. Waktu tinggal diusus +

2
lambung dlm keadaan puasa 4- 8 jam. Motilitas usus akan besar akibat sakit misalnya
diare sehingga obat sulit diabsorbsi.
3. Perfusi darah ke GIT
Aliran darah ke GIT penting untuk membawa untuk membawa obat kedalam
sirkulasi sistemik.
4. Interaksi obat dan makanan
 Pengaruh makanan terhadap absorbsi obat dapat mengubah pH, motilitas dan
kelarutan.
Absorbsi meningkat : griseofulvin
Absorbsi menurun : penisillin, tetrasiklin
 Merangsang aliran empedu sehingga meningkatnya kelarutan lemak, obat-obat
yang larut lemak
 Keadaan puasa, absorbsi akan lebih baik
 Perjalanan obat melewati membran sel
Perjalanan obat melewati membran sel dipengaruhi oleh sifat fisikokimia
diantaranya kelarutan. Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melewati
membran daripada obat yang sukar larut dalam lemak. Obat yang bersifat
elektrolit lemah, besarnya ionisasi mempengaruhi laju pengangkutan obat. Obat
yang terion mempunyai muatan menjadikannya lebih mudah larut dalam air.
Jumlah ionisasi tergantung pH dan Pka medium terlarut. Obat dengan molekul
kecil seperti urea dan ion kecil seperti Na, K, Ca, Li bergerak melawati membran
dengan cepat.

2.3 Rute penggunaan obat


Ada beberapa rute penggunaan obat, yaitu:

a) Oral
Obat oral dalam bentuk tablet, kapsul, dan cairan sebagian besar diserap di usus
kecil dan memiliki waktu puncak antara 1 hingga 3 jam. Penggunaan obat secara oral
bertujuan terutama untuk mendapatkan efek sistemik, yaitu obat beredar melalui
pembuluh darah keseluruh tubuh.penggunaan obat secara adalah yang paling
menyenangkan, murah dan yang paling aman. Kerugiannya beberapa obat akan
mengalami pengrusakan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien muntah-
muntah, koma atau dikehendaki onset yang cepat, penggunaan obat melalui rute oral
tidak memungkinkan.
Kecepatan absorbsi obat melalui oral tergantung pada ketersediaan obat terhadap
cairan biologic yang disebut ketersediaan hayati. Ketersediaan hayati adalah persentase
obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk memberi
efek terapetiknya. Urutan berkurangnya ketersediaan hayati dari bentuk obat adalah :
larutan- suspense oral- capsule- tablet- tablet bersalut. Bentuk obat yang memberi aksi
onset cepat tidak selalu menguntungkan, sebab makin cepat obat diabsorpsi akan cepat

3
mengalami metabolisme dan ekskresi. Sedang obat yang diabsorbsi lambat akan memberi
aktivitas obat yang lebih panjang. Maka itu pemilihan bentuk obat memerlukan
pertimbangan terhadap banyak faktor.
b) Parenteral

Arti parenteral ialah suatu rute yang tidak melalui usus. Istilah umum yang lain
ialah injeksi atau suntik. Injeksi adalah sediaan berupa larutan emulsi atau suspensi dalam
air atau cairan pembawa lain yang cocok, steril dan digunakan secara parenteral yaitu
dengan merobek lapisan kulit atau lapisan mukosa. Pada pemberian obat secara
parenteral ke dalam kulit, jaringan ikat sub kutan atau ke dalam otot, kecepatan absorpsi
sangat bergantung kepada pasokan darah dari jaringan. Pasokan darah dari otot
bergantung kepada aktivitas otot yang bersangkutan. Bahan aktif yang disuntikkan secara
intra muskular umumnya diabsorpsi dengan cepat dari otot yang dialiri darah dengan
baik.

Macam bentuk sediaan:

1. Berupa larutan dalam air, contoh injeksi Vit. C.

2. Berupa larutan dalam minyak, contoh injeksi Oleum Camphoratum.

3. Berupa larutan lain seperti Solutio Petit, contoh Injeksi luminal.

4. Berupa suspensi obat padat dalam aqua, contoh Injeksi "Suspensi Hidrokortison
Asetat".

5. Berupa suspensi dalam minyak, contoh Injeksi "Penisilin dalam minyak"

6. Berupa emulsi (mikroemulsi) biasanya obat-obat hormon.

7. Berupa kristal steril untuk dibuat larutan dengan penambahan pelarut steril yang
umumnya aqua steril. Contoh: Injeksi Penisilin G. Natrium.

8. Berupa kristal steril, untuk dibuat suspensi dengan zat cair yang steril, umumnya aqua
steril.

9. Cairan infus intravena yang berupa larutan dalam volume besar untuk dosis tunggal
infusa, sebagai pelarut aquadest steril. Berisi zat untuk nutrisi dasar, seperti dekstrosa,
restorasi keseimbangan elektrolit seperti larutan Ringer, pengganti cairan badan seperti
larutan NaCl dan Dekstrosa.

10.Cairan untuk diagnosa. Berupa larutan untuk uji coba fungsi organ.

c) Inhalasi

4
Obat dalam keadaan gas atau uap diabsorbsi sangat cepat melalui hidung, trachea,
paru-paru dan selaput lendir pada perjalanan pernafasan. Cara lama: cairan anestesi
dituang pada kain kasa sebagai tutup hidung, uap yang timbul diisap (inhalasi), Cara
modern menggunakan tutup hidung dan dipasang pada mesin (alat).

Alat Inhalasi

1. penghisap uap

2. alat penguap

3. alat peyemprot

4. Aerosol

5. Botol (botol pijatan)

d) Penggunaan Obat Pada Selaput Lendir

1. Pada selaput lendir di mulut digunakan;

a. Permen obat perlahan-lahan larut dalam mulut, digunakan sebagai tablet isap, contoh:
Kalmycin lozenges, suatu obat antiinfeksi. Modifikasinya ialah trokhis, contoh wybert,
dibuat dengan gom sebagai adonan, dicetak lalu dikeringkan.

b. Tablet Bukal.

Cara memakainya obat dimasukkan di antara pipi dan gusi dalam rongga mulut. Absorbsi
obatnya melalui selaput lendir mulut masuk ke peredaran darah. tablet biasanya berisi
hormon steroid.

c. Table di bawah lidah.

Cara memakainya dimasukkan di bawah lidah. Penyerapan obatnya sama seperti tablet
bukal dan tabletnya biasanya mengandung hormon steroid.

d. Tablet Hipodermink.

Cara memakainya obat dilarutkan dalam air untuk injeksi lalu diinjeksikan di bawah
kulit.

e. Tablet Implantasi.

Cara memakainya tablet kecil bulat, pipih, steril, berisi hormon steroid dimasukkan
dalam kulit badan lalu dibalut (implantasi) atau diplester.

5
f. Tablet Vaginal.

Cara memakainya tablet bentuk oval mudah hancur dan dimasukkan ke dalam vagina.

2. Pada selaput lendir di mata digunakan:

a. Okulenta = Salep mata yaitu salep untuk pengobatan mata.

b. Larutan mata yaitu larutan untuk pengobatan mata, dapat sebagai tetes mata atau cuci
mata.

c. Suspensi mata yaitu suspensi untuk pengobatan mata, sebagai tetes mata

• 3. Pada selaput lendir di hidung digunakan larutan atau suspensi hidung, dapat berupa
tetesan (guttae nasales) atau semprotan.Mukosa hidung memiliki sifat absorpsi yang baik
seperti mukosa mulut, cocok untuk pemakain obat untuk menurunkan pembengkakan
mukosa pada rinitis. Walaupun demikian, perlu dipertimbangkan, bahwa akibat absorpsi
dapat terjadi efek sistemik, misal; kenaikan tekanan darah dan takkhikardia pada bayi
setelah pemakaian tetes hidung yg mengandung alfa simptominetik.

4. Pada selaput lendir di telinga digunakan tetes telinga dan larutan sebagai tetes telinga.

5. Pada selaput lendir dubur digunakan supositoria berbentuk seperti terpedo, dimasukkan
ke dalam dubur, biasanya mengandung 01. Cacao sebagai basis yang meleleh pada
temperatur badan, oleh karena itu jangan lama-lama dipegang pada waktu menggunakan,
simpan pada tempat sejuk. Efek yang diperoleh adalah lokal atau sistemik (masuk
peredaran darah). Bila basisnya digunakan P.E.G. tidak meleleh tetapi larut dalam cairan
dubur.

6. Pada selaput lendir di saluran kencing digunakan basila, berbentuk batang dimasukkan
dalam uretra, biasanya mengandung O1. Cocos dan efek yang diperoleh adalah lokal.
Maka jangan dipegang lama dengan tangan dan simpan dalam tempat sejuk. Biasanya
mengandung obat antiseptik.

7. Penggunaan sediaan pada selaput lendir di Vagina digunakan ovula, bentuknya oval
seperti telur. Efek yang diperoleh adalah lokal. Sebagai basis adalah O1. Cacao maka
jangan dipegang lama dan simpan di tempat sejuk. Biasanya mengandung obat hormon
atau antiseptik.

e) Penggunaan Obat Pada Kulit

Penggunaan obat pada kulit dimaksudkan untuk memperoleh efek pada atau di dalam
kulit. Bentuk obat untuk topikal dapat berupa padat, cair dan semi padat.

6
a. Bentuk obat padat untuk penggunaan topikal adalah serbuk yang tujuannya menyerap
lembab, mengurangi geseran antar dua lipatan kulit dan sebagai bahan pembawa obatnya.

b. Bentuk obat cair untuk penggunaan topikal adalah:

1. Sediaan basah seperti kompres, celupan dan untuk mandi.

Contoh obat kompres misalnya larutan Rivanol. Cara yang baik adalah celupan atau
mandi bagi penyakit kulit, dapat digunakan larutan Rivanol atau larutan P.K.
(Permanganas Kalicus).

2. Losion, biasanya ada zat yang tak larut tersuspensi.

Digunakan untuk efek menyejukkan. Tak boleh digunakan pada luka berair, sebab
akan terjadi kerak dan bakteri dapat hidup di bawahnya.

3. Linimen, suatu larutan dalam alkohol atau minyak, berbentuk suspensi atau
emulsi. Digunakan pada kulit untuk pengobatan otot yang sakit lemah. Linimen yang
basisnya alkohol digunakan sebagai "rube facient", untuk melancarkan jalan darah,
menimbulkan kemerahan.

c. Bentuk obat semi padat pada penggunaan topikal.

1. Salep adalah sediaan setengah padat untuk dipakai pada kulit.

2. Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung banyak air

3. Pasta adalah suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak seperti amilum
dan ZnO. Bersifat pengering.

4. Jeli adalah suatu sediaan semi padat, kental, lekat dan dibuat dari gom yang
hidrasi. Digunakan pada kulit atau membrana mukosa untuk efek pelumas atau
sebagai bahan pembawa obat.

Fungsi salep adalah:

i. pembawa obat untuk pengobatan kulit.

ii. pelumas pada kulit

iii. pelindung terhadap rangsang pada kulit, bakteri dan alergen.

d. Bentuk obat aerosol untuk penggunaan topikal ada 3 tipe aerosol:

i. aerosol semprotan pembasah atau permukaan

ii. aerosol aliran semprotan

7
iii. aerosol busa

8
BAB III

KESIMPULAN

9
DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai