Oleh :
1701029
S1-VA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini
penulis menjelaskan beberapa hal mengenai Faktor Fisiologis Yang Mempengaruhi Absopsi
Obat dan Rute Pemberian Obat . Makalah ini di buat dalam rangka untuk melengkapi nilai
penulis dan menambah pengetahuan penulis maupun pembaca.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki oleh penulis. Meskipun demikian, penulis berusaha agar makalah ini dapat lebih layak
untuk dibaca.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran, demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
karena jumlah suplai darah yang berbeda, enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang
terdapat di lingkungan tersebut berbeda.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2 Motilitas usus
Jika terjadi motilitas usus yang besar (ex : diare), obat sulit diabsorpsi.
3 pH medium
Lambung : asam → untuk obat-obat yang bersifat asam
Usus : basa → untuk obat-obat yang bersifat basa.
3
4 Jumlah pembuluh darah setempat
Intra muskular dengan sub kutan. Intra muscular absorpsinya lebih cepat, karena jumlah
pembuluh darah di otot lebih banyak dari pada di kulit.
Beberapa Faktor Fisiologi Biologi Yang Berpengaruh Pada absorpsi Gastro Intestinal
1) pH di lumen gastro intestinal
Keasaman cairan gastro intestinal yang berbea-beda di lambung (pH 1-2) duodenum (pH
4-6)→ sifat-sifat dan kecepatan berbeda dalam absorpsi suatu obat.
Menurut teori umum absorpsi : obat-obat golongan asam lemah organic lebih baik di
absorpsi di dalam lambung dari pada di intestinum karena fraksi non ionic dari zatnya
yang larut dalam lipid lebih besar dari pada kalau berada di dalam usus yang pHnya lebih
tinggi.
Absorpsi basa-basa lemah seperti antihistamin dan anti depressant lebih berarti atau
mudah di dalam usus halus karena lebih berada dalam bentuk non ionic daripada
bentuk ionik. Sebaliknya sifat asam cairan lambung bertendensi melambatkan atau
mencegah absorpsi obat bersifat basa lemah.
Penyakit dapat mempengaruhi pH cairan lambung.
Lemak-lemak dan asam-asam lemak telah diketahui menghambat sekresi lambung
4
Obat-obat anti spasmodic seperti atropine, dan anti histamine H2 bloker seperti
cimetidin dan ranitidin→ pengurangan sekresi asam lambung
5
Pemakaian antibiotika setelah makan seringkali → penurunan bioavailabilitasnya maka
harus diberikan sebelum makan.
Ex : Tetraciklin, Penisilin, Rifampisin, Erytromycin strearat
Absorpsi griseofulvin meningkat bila makanan mengandung lemak
6
2.2 Rute Pemberian Obat
Rute pemberian obat terutama ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat
sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian obat yang
utama, enteral dan parenteral.
a. Enteral Enteral adalah rute pemberian obat yang nantinya akan melalui saluran cerna.
1) Oral
memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang paling
umum tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan yang paling rumit untuk
mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun, duodenum
sering merupakan jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan
absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat diabsorbsi dari saluran cerna dan
masuk ke hati sebelum disebarkan ke sirkulasi umum. Metabolisme langakah
pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per
oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorbsi.
Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan
lambung sehingga obat yang tidak tahan asam, misalnyapenisilin menjadi rusak
atau tidak diabsorbsi. Oleh karena itu, penisilin atau obat yang tidak tahan asam
lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang dapat melindungi obat dari
lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal ini tergantung pada
formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan preparat
lepas lambat.
2) Sublingual:
penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut berdifusi kedalam
anyaman kapiler dan karena itu secara langsung masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Pemberian suatu obat dengan rute ini mempunyai keuntungan obat
melakukan bypass melewati usus dan hati dan obat tidak diinaktivasi oleh
metabolisme.
3) Rektal:
50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi,
biotransformasi obat oleh hati dikurangi. Rute sublingual dan rektal mempunyai
keuntungan tambahan, yaitu mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau
7
pH rendah di dalam lambung. Rute rektal tersebut juga berguna jika obat
menginduksi muntah ketika diberikan secara oral atau jika penderita sering
muntah-muntah. Bentuk sediaan obat untuk pemberian rektal umumnya adalah
suppositoria dan ovula.
b. Parenteral
Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran
cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna. Pemberian
parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan
yang memerlukan kerja obat yang cepat. Pemberian parenteral memberikan kontrol
paling baik terhadap dosis yang sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
1) Intravena (IV):
suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yang sering dilakukan.
Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Dengan
pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari
metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan
kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari
obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat
diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal.
Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi,
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat
konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena it,
kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatiab yang sama juga harus
berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
2) Intramuskular (IM)
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan dalam air
atau preparat depo khusus sering berpa suspensi obat dalam vehikulum non aqua
seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan absorbsi
preparat-preparat depo berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar
dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut
8
perlahan-lahan memberikansuatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang
lebih lama dengan efek terapetik yang panjang.
3) Subkutan
Suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan
intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrinkadang-kadang
dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin
bekerja sebagai vasokonstriktor lokal dan mengurangi pembuangan
Farmakologi 18 obat seperti lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-contoh
lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul silastik
yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi unutk jangka yang
sangat panjang.
c. Lain-lain
1) Inhalasi
Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari
saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama dengan
efek yang dihasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Rute ini efektif dan
menyenangkan penderita-penderita dengan keluhan pernafasan seperti asma atau
penyakit paru obstruktif kronis karena obat diberikan langsung ke tempat kerja
dan efek samping sistemis minimal.
2) Intranasal
Desmopressin diberikan secara intranasal pada pengobatan diabetes insipidus;
kalsitonin insipidus; kalsitonin salmon, suatu hormon peptida yang digunakan
dalam pengobtana osteoporosis, tersedia dalam bentuk semprot hidung obat
narkotik kokain, biasanya digunakan dengan cara mengisap.
3) Intratekal/intraventrikular:
Kadang-kadang perlu untuk memberikan obat-obat secara langsung ke dalam
cairan serebrospinal, seperti metotreksat pada leukemia limfostik akut.
4) Topikal
Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat diinginkan untuk
pengobatan. Misalnya, klortrimazol diberikan dalam bentuk krem secara langsung
9
pada kulit dalam pengobatan dermatofitosis dan atropin atropin diteteskan
langsung ke dalam mata untuk mendilatasi pupil dan memudahkan pengukuran
kelainan refraksi.
5) Transdermal
Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan pemakaian obat pada kulit,
biasanya melalui suatu “transdermal patch”. Kecepatan absorbsi sangat bervariasi
tergantun pada sifat-sifat fisik kulit pada tempat pemberian. Cara pemberian obat
ini paling sering digunakan untuk pengiriman obat secara lambat, seperti obat
antiangina,nitrogliserin.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari materi diatas dapat disimpulkan bahwa factor fisiologi yang mempengaruhi absorpsi
ada beberapa diantaranya
1. Kecepatan pengosongan lambung
2. Motilitas usus
3. pH medium
4. Jumlah pembuluh darah setempat
5. Permukaan penyerap lambung
Adapun rute pemberian obat dibagi menjadi
1. Enteral ; oral, sublingual, rektal
2. Parenteral ; intravena, intramuscular, subkutan
3. Lain-lain ; inhalasi, topical, transderma, intranasal, intratekal
3.2 Saran
Demi sempurnanya makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik untuk selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Noviani, Nita dan Nurilawati, Vitri. 2017. Farmakologi. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta
Shagel, L. Dan Andrew B.C.Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga
University Press.Surabaya.
12