Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH INTERAKSI OBAT

INTERAKSI OBAT PADA PROSES METABOLISME

Dosen : Dr.Refdanita,M.Si.,Apt

Disusun oleh:
Novi Hartatiningsih (16330762)

PROGRAM STUDI FARMASI

FALKUTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI

NASIONAL JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga Makalah

yang berjudul “Interaksi Obat Pada Proses Metabolisme” dapat tersusun dengan

baik.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangannya dan

jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

sifatnya membangun. Semoga Makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua

terutama pada penulis sendiri , dan semoga kita selalu ada dalam lindunganNya.

Jakarta, 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan ........................................................................................ 1
C. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2
A. Pengertian ................................................................................... 2
B. Macam – macam interaksi obat .................................................. 3
C. Interaksi obat yang berkaitan dengan metabolisme .................... 6
D. Interaksi obat selama metabolisme ............................................ 7
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 15
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 21
4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi respons tubuh terhadap


pengobatan terdapat faktor interaksi obat. Obat dapat berinteraksi dengan
makanan, zat kima yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain.

Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas


obat. Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau
menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir
oleh kita adalah antara satu obat dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja
terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal, obat dengan
mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus

Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tak dikehendaki,


umumnya innteraksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi
prognosis. Namun, ada juga interaksi yang sengaja dibuat, misal pemberian
probenesid dan penisilin sebelum penisilin dibuat dalam jumlah besar.

Contoh interaksi obat yang kini digunakan untuk memberikan manfaat


adalah pemberian bersamaan karbidopa dan levodopa (tersedia sebagai
karbidopa/levodopa). Levodopa adalah obat antiParkinson dan untuk
menimbulkan efek harus mencapai otak dalam keadaan tidak termetabolisme.
Bila diberikan sendiri, levodopa dimetabolisme di jaringan tepi di luar otak,
sehingga mengurangi efektivitas obat dan malah meningkatkan risiko efek
samping. Namun, karena karbidopa menghambat metabolisme levodopa di
perifer, lebih banyak levodopa mencapai otak dalam bentuk tidak termetabolisme
sehingga risiko efek samping lebih kecil.

3
Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme
obat. Satu sistem yang terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim
yang mengandung cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat
bermakna antara sipfofloksasin dan metadon. Siprofloksasin dapat menghambat
cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini merupakan enzim primer
yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro bisa meninggikan kadar
metadon secara bermakna. Sistem ini dapat dipengaruhi oleh induksi maupun
inhibisi enzim,

B. TUJUAN
1. Menambah pengetahuan tentang interaksi obat
2. Membuka wawasan mengenai interaksi obat dengan metabolisme

C. RUMUSAN MASALAH
Karena kebanyakan interaksi obat memiliki efek yang tidak dikehendaki,
umumnya interaksi obat dihindari karena kemungkinan mempengaruhi
prognosis. Namum , ada juga interaksi yang sengaja dibuat, dalam makalah
ini dibahas tentang interaksi obat yang berhubungan dengan metabolisme

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia
lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat
digunakan bersama-sama.
Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan,
beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam pengobatan. Namun
interaksi obat ada juga yang membawa pengaruh buruk/merugikan. Secara
singkat dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai,
 Terjadi efek samping
 Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan
Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan efek yang tidak diinginkan
adalah akibat makin banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang
dinamakan “ polypharmacy ” atau “ multiple drug therapy ” interaksi obat
yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyai pengetahuan
farmakologi tentang obat – obat yang dikombinasikan.
Interaksi yang terjadi didalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
inetraksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi
farmakodinamik adalah interaksi antar obat ( yang diberikan bersama ) yang
bekerja pada reseptor yang sama hingga menimbulkan efek sinergis atau
antagonis. Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat
yang diberikan bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME
sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat dalam
darah. Obat dapat berinteraksi karena pengobatan dengan beberapa obat
sekaligus ( polifarmasi ), makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan,

5
atau dengan obat lain. Pada interaksi obat melibatkan dua jenis obat yaitu :
presipitan dan obat objek
Obat presipitan
Obat presipitan adalah obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi efeki
obat lain.
Ciri – ciri dari obat presipitan adalah sebagai berikut :
 Obat – obat dengan ikatan protein yang kuat sehingga akan
menggusur obat dengan ikatan protein yang lemah. Dengan demikian
obat –obat yang tergusur kadarnya akan bebas dalam darah dan
meningkat sehingga menimbulkan efek toksik.
 Obat – obat dengan kemampuan menghambat ( inhibitor ) atau
merangsang ( inducer ) enzim – enzim yang memetabolisir obat dalam
hati.
 Obat – obat yang dapat mempengaruhi atau merubah fungsi ginjal
sehingga eliminasi obat – obat lain dapat dimodifikasi.

Obat objek
Obat objek adalah obat yang hasil atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh
obat lain. Cirinya adalah :
 Mempunyai kurva dose response yang curam
 Obat obat dengan rasio toksis yang rendah
Insiden interaksi obat yang penting dalam klinik sukar sukar diperkirakan
karena dokumentasinya masih kurang , seringkali lolos dari pengamatan
karena kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan
kemungkinan terjadinya interaksi obat.

6
B. Macam – macam interaksi obat
1. Interaksi farmasetis
Adalah interaksi fisiko – kimia yang terjadi pada saat obat
diformulasikan / disiapkan sebelum obat digunakan oleh pasien.
Misalnya interaksi antara obat dan larutan infus IV yang dicampur
bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau terjadi
pengendapan. Contoh ; dua obat yang dicampurkan pada larutan yang
sama dapat terjadi reaksi kimia atau terjadi pengendapan salah satu
senyawa, atau terjadi pengkristalan salah satu senyawa.
Bentuk interaksi
a. Interaksi secara fisik
- Terjadi perubahan kelarutan
- Terjadi penurunan titik beku
b. Interaksi secara kimia
Misalnya; terjadinya reaksi satu dengan yang lain atau
terhidrolisisnya suatu obat selama dalam proses pembuatan atau
selama dalam penyimpanan.
2. Interaksi Farmakokinetika
Pada interaksi ini obat mengalami perubahan pada :
-Absorbsi
-Distribusi
-Metabolisme
-Ekskresi
Yang disebabkan karena obat/senyawa lain. Hal ini umumnya diukur
dari perubahan pada satu atau lebih parameter farmakokinetika, seperti
konsentrasi serum maksimum, luas area dibawah kurva, waktu, waktu
paruh, jumlah total obat yang diekskresi melalui urine, dsb.

7
3. Interaksi Farmakodinamika
Adalah obat yanhg menyebabkan perubahan pada respon pasien
disebabkan karena berubahnya farmakokinetika dari obat tersebut
karena obat lain yang terlihat sebagai perubahan aksi obat tanpa
menglami perubahan konsentrasi plasma. Misalnya naiknya toksisitas
dari digoksin yang disebabkan karena pemberian secara bersamaan
dengan diuretic boros kalium misalnya furosemid Lihat gambar

C. Interaksi Obat yang berkaitan dengan metabolisme

Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme


obat. Satu sistem yang terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem
enzim yang mengandung cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada
interaksi obat bermakna antara sipfofloksasin dan metadon. Siprofloksasin
dapat menghambat cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%. Karena ini
merupakan enzim primer yang berperan untuk memetabolisme metadon, sipro
bisa meninggikan kadar metadon secara bermakna. Sistem ini dapat
dipengaruhi oleh induksi maupun inhibisi enzim, sebagaimana dibahas dalam
contoh berikut. Induksi enzim – obat A menginduksi tubuh untuk
menghasilkan lebih banyak obat yang memetabolisme obat B. Hasilnya
adalah kadar efektif dari obat B akan berkurang, sementara efektivitas obat A
tidak berubah. Inhibisi enzim – obat A menghambat produksi enzim yang
memetabolisme obat B, sehingga peninggian obat B terjadi dan mungkin
menimbulkan overdosis. Ketersediaan hayati – obat A mempengaruhi
penyerapan obat B.

8
D. Interaksi obat selama metabolisme
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada
umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di
tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa
biotransformasi, obat diekskresikan dari dalam tubuh. Biotransformasi atau
metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di
dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim Metabolisme obat mempunyai dua efek
penting.
1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui
ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi
dalam tubulus ginjal.
2. metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak
selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif)
daripada obat asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk
mngobati ansietas ) dimetbolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam,
keduanya aktif. Prodrug bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam
tubuh menjadi obat aktif. Sebagai contoh, levodopa, suatu obat
antiparkinson, dimetabolisme menjadi dopamin, sementara obat hipotensif
metildopa dimetabolisme menjadi metil norepinefrin-α. Enzim yang
berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan
letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum
endoplasma halus (yang pada isolasi invitro membentuk kromosom ) dan
enzim non mikrosom. Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat
dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam sel jaringan lain, misalnya:
ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di lumen saluran cerna
juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan flora usus. Enzim
mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi oksidasi
obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi
reduksi dan hidrolisis Obat lebih banyak dirusak di hati meskipun setiap

9
jaringan mempunyai sejumlah kesanggupan memetabolisme obat.
Kebanyakan biotransformasi metabolik obat terjadi pada titik tertentu
antara absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik dan pembuangannya
melalui ginjal. Sejumlah kecil transformasi terjadi di dalam usus atau
dinding usus. Umumnya semua reaksi ini dapat dimasukkan ke dalam dua
katagori utama, yaitu reaksi fase 1 dan fase 2 Reaksi Fase I (Fase Non
Sintetik).
 Reaksi Fase I (Fase Non Sintetik)
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang
lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan suatu gugus fungsional
(misalnya –OH, -NH2, -SH). Reksi fase I bertujuan untuk menyiapkan
senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase II dan tidak menyiapkan
obat untuk diekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada reksi oksidasi adalah
sistem enzim mikrosomal yang disebut juga sistem Mixed Function Oxidase
(MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen utama yang berperan pada
sistem MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen oksidase terminal dari
suatu sistem transfer elektron yang berada dalam retikulum endoplasma yang
bertanggung jawab terhadap reaksi-reaksi oksidasi obat dan digolongkan
sebagai enzim yang mengandung hem (suatu hem protein ) dengan
protoperfirin IX sebagai gugus prostatik Reaksi-reaksi yang termasuk dalam
fase I antara lain:
I. Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada
berbagai molekul menurut proses khusus tergantung pada masing-masing
struktur kimianya, yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril, dan
heterosiklik; reaksi oksidasi alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan N-
oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi oksidatif; pembukaan inti dan
sebagainya.Reaksi oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu oksidasi yang
melibatkan sitokrom P450 (enzim yang bertanggungjawab terhadap reaksi

10
oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan sitokrom P450.
Reaksi oksidasi meliputi:
1. Hidroksilasi aromatik
Sebagian besar hasil oksidasi siklus aromatik adalah satu atau lebih
gugus hidroksi yang terikat pada posisi tertentu tergantung gugus yang
telah ada pada siklus. Posisi hidroksilasi dapat dipengaruhi oleh jenis
subtituen.
2. Hidroksilasi alifatik
Rantai alkil samping sering dihidroksilasi pada akhir rantai atu atom
yang kedua dari belakang (misalnya: Pentobarbital). Hidroksilasi rantai
alkil samping yang melekat pada cincin aromatik tidak mengikuti
aturan umum untuk rantai samping alkil karena cincin aromatik itu
mempengaruhi posisi hidroksilasi
3. Dealkilasi
Reaksi ini merupakan reaksi peniadaan radikal yang mula-mula terikat
pada atom oksigen, nitrogen, dan sulfur
4. Desulfurasi
Pada turunan Tio tertentu (tio urea, tio semi karbon, organofosfor)
adanya oksigen akan mengganti atom S dengan O
5. Dehalogenasi
Reaksi dehalogenasi membutuhkan adanya oksigen molekular dan
NADPH .
6. Deaminasi oksidatif
Amina dimetabolisme oleh sistem oksidase campur mikrosom untuk
melepas amonia dan meninggalkan keton (amina dioksidasi menjadi
aldehid atau keton dengan bahan awal –NH3).

11
II. Reaksi Reduksi (reduksi aldehid, azo dan nitro)
Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi terutama
berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat), kadang-kadang
pada karbon. Hanya beberapa obat yang mengalami metabolisme dengan
jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun non mikrosomal.
Dalam usus mikroba terdapat beberapa enzim reduktase. Gugus azo, nitro
dan karbonil merupakan subyek reduksi yang menghasilkan gugus
hidroksi amino yang lebih polar. Ada beberapa enzim reduktase dalam hati
yang tergantung pada NADH atau NADPH yang mengkatalis reaksi
tersebut c) Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi). Proses lain yang
menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari ester dan
amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan
nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester.
Di hepar,lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti
hidrolisis peptidin oleh suatu enzim. Esterase non mikrosomal terdapat
dalam darah dan beberapa jaringan.
 Reaksi Fase II (Fase sintetik)
Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau
metabolit fase I nya dengan zat endogen. Konjugat yang dihasilkan
hampir selalu kurang aktif dan merupakan molekul polar yang mudah
diekskresi oleh ginjal .Reaksi konjugasi sesungguhnya merupakan reaksi
antara molekul eksogen atau metabolit dengan substrat endogen,
membentuk senyawa yang tidak atau kurang toksik dan mudah larut
dalam air, mudah terionisasi dan mudah dikeluarkan. Reaksi konjugasi
bekerja pada berbagai substrat alamnya dengan proses enzimatik terikat
pada gugus reaktif yang telah ada sebelumnya atau terbentuk pada fase I.
reaksi yang terjadi pada fase II ini ini meliputi konjugasi glukoronidasi,
asilasi, metilasi, pembentukan asam merkapturat, dan konjugasi sulfat
Reaksi fase II terdiri
1. Konjugasi asam glukoronat

12
Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan cara konjugasi umum
dalam proses metabolisme. Hampir semua obat mengalami konjugasi
ini karena sejumlah besar gugus fungsional obat dapat berkombinasi
secara enzimatik dengan asam glukoronat dan tersedianya D-asam
glukoronat dalam jumlah yang cukup pada tubuh
2. Metilasi
Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis
beberapa senyawa endogen, seperti norepinefrin, epinefrin, dan
histaminserta untuk proses bioinaktivasi obat. Koenzim yang terlibat
pada reaksi metilasi adalah adalah S-adenosil-metionin(SAM). Reaksi
ini dikatalis oleh enzim metiltransferase yang terdapat dalam
sitoplasma dan mikrosom
3. Konjugasi Sulfat
Terutama terjadi pada senyawa yang mengandunggugus fenol dan
kadang-kadang juga terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan
senyawa N-hidroksi. Konjugasi sulfat pada umumnya untuk
meningkatkan kelarutan senyawa dalam air dan membuat senyawa
menjadi tidak toksik
4. Asetilasi
Merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin
primer, sulfonamida, hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer.
Fungsi utama asetilasi adalah membuat senyawa inaktif dan untuk
detoksifikasi
5. Pembentukan asam merkapturat
Asam merkapturat adalah turunan S dari N-asetilsistein yang disintesis
dari GSH. Reaksi konjugasi terjadi dengan kombinasi pada sistein atau
glutation dengan bantuan enzim dalam fraksi supernatan dari
homogenat jaringan terutama hati dan ginjal

13
Tidak semua obat dimetabolisme melalui kedua fase tersebut ada obat
yang mengalami reksi fase I saja(satu atau beberapa macam reaksi ) atau
reaksi fase II saja (satu atau beberapa macam reaksi), tetapi kebanyakan obat
dimetabolisme melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan
menjadi beberapa macam metabolit .Misalnya, fenobarbital membutuhkan
reaksi fase I sebagai persyaratan reaksi konjugasi.
Glukuronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai gugus
fenol, alkohol, atau asam karboksilat. Metabolit ini biasanya tidak aktif dan
cepat diekskresi melalui ginjal dan empedu. Glukuronid yang diekskresi
melalui empedu dapat dihidrolisis oleh enzim β-glukuronidase yang dihasilkan
oleh bakteri usus dan obat dibebaskan dapat diserap kembali. Sirkulasi
enterohepatik ini memperpanjang kerja obat. Kecepatan metabolisme
umumnya bertambah bila konsentrasi obat meningkat, hal ini berlaku sampai
titik dimana konsentrasi menjadi demikian tinggi hingga seluruh molekul
enzim yang melakukan pengubahan ditempati terus-menerus oleh molekul
obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang konstan .Disamping
konsentrasi adapula beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kecepatan
metabolisme, yaitu

1. Faktor intrinsik
Meliputi sifat yang dimiliki obat seperti sifat fisika-kimia obat, lipofilitas,
dosis, dan cara pemberian. Banyak obat, terutama yang lipofil dapat
menstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-enzim hati. Sebaliknya
dikenal pula obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim tersebut,
misalnya anti koagulansia, antidiabetika oral, sulfonamide, antidepresiva
trisiklis, metronidazol, allopurinol dan disulfiram
2. faktor fisiologi
meliputi sifat-sifat yang dimiliki makhluk hidup seperti: jenis atau spesies,
genetik, umur, dan jenis kelamin.

14
a. Perbedaan spesies dan galur
Dalam proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada
spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi
kadang-kadang ada perbedaan yang cukup besar pada reaksi
metabolismenya. Pengamatan pengaruh perbedaan spesies dan galur
terhadap metabolisme obat sudah banyak dilakukan yaitu pada tipe
reaksi metabolik atau perbedaan kualitatif dan pada kecepatan
metabolismenya atau perbedaan kuantitatif
b. Faktor Genetik
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-
kadang terjadi dalam sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa
faktor genetik atau keturunan berperan terhadap kecepatan
metabolisme obat
c. Perbedaan umur
Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun, tapi
biasanya yang lebih penting adalah menurunnya fungsi ginjal. Pada
usia 65 tahun, laju filtrasi Glomerulus (LFG) menurun sampai 30%
dan tiap 1 tahun berikutnya menurun lagi 1-2% (sebagai akibat
hilangnya sel dan penurunan aliran darah ginjal). Oleh karena itu
,orang lanjut usia membutuhkan beberapa obat dengan dosis lebih
kecil daripada orang muda
d. Perbedaan Jenis Kelamin
Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis
kelamin terhadap kecepatan metabolisme obat. Pada manusia baru
sedikit yang diketahui tentang adanya pengaruh perbedaan jenis
kelamin terhadap metabolisme obat. Contoh: nikotin dan asetosal
dimetabolisme secara berbeda pada pria dan wanita.

15
3. Faktor Farmakologi
Meliputi inhibisi enzim oleh inhibitor dan induksi enzim oleh induktor.
Kenaikan aktivitas enzim menyebabkan lebih cepatnya metabolisme
(deaktivasi obat). Akibatnya, kadar dalam plasma berkurang dan
memperpendek waktu paro obat. Karena itu intensitas dan efek
farmakologinya berkurang dan sebaliknya.
4. faktor Patologi
Menyangkut jenis dan kondisi penyakit. Contohnya pada penderita stroke,
pemberian fenobarbital bersama dengan warfarin secara agonis akan
mengurangi efek anti koagulasinya (sehingga sumbatan pembuluh darah
dapat dibuka). Demikian pula simetidin (antagonis reseptor H2) akan
menghambat aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisme obat-obat
lain.
5. Faktor makanan
Adanya konsumsi alkohol, rokok, dan protein. Makanan panggang arang
dan sayur mayur cruciferous diketahui menginduksi enzim CYP1A,
sedang jus buah anggur diketahui menghambat metabolisme oleh CYP3A
terhadap substrat obat yang diberikan secara bersamaan.
6. Faktor lingkungan
Adanya insektisida dan logam-logam berat. Perokok sigaret
memetabolisme beberapa obat lebih cepat daripada yang tidak merokok,
karena terjadi induksi enzim. Perbedaan yang demikian mempersulit
penentuan dosis yang efektif dan aman dari obat-obat yang mempunyai
indeks terapi sempit.

16
BAB III
PEMBAHASAN

TABEL INTERAKSI OBAT

CONTOH OBAT

Zat A Zat B
No. MekanismeInteraksi Efek yang terjadi Solusi
(Obatobjek) (ObatPresipitan)
Meningkatkan
kadar terfenadin,
menyebabkan
toksisitas berupa
Menghambat Jangan di
perpanjangan
1. Terfenadin Ketokonazol metabolisme berikan
interval QT yang
terfenadin bersamaan.
berakibat
terjadinya aritmia
ventrikel yang
fatal
Meningkatkan
bioavaibilitas
(AUC) sebesar 12
Menghambat Jangan di
kali, yang
2. Triazolam Eritromisin metabolisme berikan
berakibat efek
triazolam bersamaan.
sedasi triazolam
meningkat dengan
jelas
Rifampisin Mempercepat Kegagalan Diberikan
3. Estradiol
(menginduksi metabolisme kontrasepsi jarak waktu

17
sintesis enzim estradiol. pemakaian.
metabolisme di
hati dan mukosa
saluran cerna)
Efek
antiparkinson
Mempercepat
menurun. Karena
dekarboksilasi Diberikan
dopamine tidak
4. Levodopa Piridoksin levodopa menjadi jarak waktu
dapat melintasi
dopamine (metabolit pemakaian.
sawar darah otak
aktifnya)
untuk memberikan
efek antiparkinson

Kadar siklosporin
Meningkatkan menurun sehingga Diberikan
5. Siklosporin Rifampisin metabolisme terjadi penurunan jarak waktu
siklosporin efektivitas pemakaian
imunosupresi
Asetaminofen
menjadi metabolit
Fenobarbital Peningkatan Pemberian
Asetaminofen reaktif sehingga
6. (diberikan secara metabolisme fenobarbital
(parasetamol) meningkatkan
terus menerus) asetaminofen dihentikan.
risiko terjadinya
hepatotoksisitas
Jangan
Meningkatkan Menurunkan
7. Teofilin Karbamazepin diberikan
metabolisme teofilin efikasi teofilin
bersamaan.
Menghambat Meningkatkan Jangan
8. Metoprolol Kuinidin
metabolisme kadar metoprolol, diberikan

18
metoprolol sehingga terjadi bersamaan.
bradikardia hebat.
Menghambat Jangan
Meningkatkan
9. Diazepam Simetidin metabolisme diberikan
kadar diazepam
diazepam bersamaan
Jangan
diberikan
Menghambat
Meningkatkan bersamaan
10. Fluvastatin Ketokonazol metabolisme
kadar fluvastatin atau diberi
fluvastatin
jarak waktu
pemakaian.

 Induksi Enzim

Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan


induksi enzim (menaikkan kapasitas biosintesis enzim). Induktor dapat dibedakan
menjadi dua menurut enzim yang di induksinya,antara lain:

1. Jenis fenobarbital
2. Jenis metilkolantrena

Untuk terapi dengan obat, induktor enzim memberi akibat berikut:

 Pada pengobatan jangka panjang dengan induktor enzim terjadi penurunan


konsentrasi bahan obat yang dapat mencapai tingkat konsentrasi dalam
plasma pada awal pengobatan dengan dosis tertentu.
 Kadar bahan berkhasiat tubuh sendiri dalam plasma dapat menurun sampai
dibawah angka normal.
 Pada pemberian bersama dengan obat lain terdapat banyak interaksi obat
yang kadang-kadang berbahaya. Selama pemberian induktor enzim,

19
konsentrasi obat kedua dalam darah dapat juga menurun sehingga diperlukan
dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama

 Inhibisi enzim

Inhibisi (penghambatan) enzim bisa menyebabkan interaksi obat yang tidak


diharapkan. Interaksi ini cenderung terjadi lebih cepat daripada yang melibatkan
induksi enzim karena interaksi ini terjadi setelah obat yang dihambat mencapai
konsentrasi yang cukup tinggi untuk berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi.
Untuk menghasilkan efek sistemik dalam tubuh, obat harus mencapai reseptor,
berarti obat harus dapat melewati membran plasma. Untuk itu obat harus larut
lemak. Metabolisme dapat mengubah senyawa aktif yang larut lemak menjadi
senyawa larut air yang tidak aktif, yang nantinya akan diekskresi terutama melalui
ginjal. Obat dapat melewati dua fase metabolisme, yaitu metabolisme fase I dan
II. Pada metabolisme fase I, terjadi oksidasi, demetilasi, hidrolisa oleh enzim
mikrosomal hati yang berada di endothelium, menghasilkan metabolit obat yang
lebih larut dalam air. Pada metabolisme fase II, obat bereaksi dengan molekul
yang larut air (misalnya asam glukuronat, sulfat, dsb) menjadi metabolit yang
tidak atau kurang aktif, yang larut dalam air. Suatu senyawa dapat melewati satu
atau kedua fasemetabolisme di atas hingga tercapai bentuk yang larut dalam air.
Sebagian besar interaksi obat yang signifikan secara klinis terjadi akibat
metabolisme fase I dari pada fase II.

1. Peningkatan metabolisme
Beberapa obat bisa meningkatkan aktivitas enzim hepatik yang terlibat
dalam metabolisme obat-obat lain. Misalnya fenobarbital meningkatkan
metabolisme warfarin sehingga menurunkan aktivitas antikoagulannya.
Pada kasus ini dosis warfarin harus ditingkatkan, tapi setelah pemakaian
fenobarbital dihentikan dosis warfarin harus diturunkan untuk
menghindari potensi toksisitas. Sebagai alternative dapat digunakan
sedative selain barbiturate, misalnya golongan benzodiazepine.

20
Fenobarbital juga meningkatkan metabolisme obat-obat lain seperti
hormone steroid.
Barbiturat lain dan obat-obat seperti karbamazepin, fenitoin dan
rifampisin juga menyebabkan induksi enzim.
Piridoksin mempercepat dekarboksilasi levodopa menjadi metabolit
aktifnya, dopamine, dalam jaringan perifer. Tidak seperti levodopa,
dopamine tidak dapat melintasi sawar darah otak untuk memberikan efek
antiparkinson. Pemberian karbidopa (suatu penghambat dekarboksilasi)
bersama dengan levodopa, dapat mencegah gangguan aktivitas levodopa
oleh piridoksin,
2. Penghambatan metabolisme
Suatu obat dapat juga menghambat metabolisme obat lain, dengan
dampak memperpanjang atau meningkatkan aksi obat yang dipengaruhi.
Sebagai contoh, alopurinol mengurangi produksi asam urat melalui
penghambatan enzim ksantin oksidase, yang memetabolisme beberapa
obat yang potensial toksis seperti merkaptopurin dan azatioprin.
Penghambatan ksantin oksidase dapat secara bermakna meningkatkan
efek obat-obat ini. Sehingga jika dipakai bersama alopurinol, dosis
merkaptopurin atau azatioprin harus dikurangi hingga 1/3 atau ¼ dosis
biasanya.
Simetidin menghambat jalur metabolisme oksidatif dan dapat
meningkatkan aksi obat-obat yang dimetabolisme melalui jalur ini
(contohnya karbamazepin, fenitoin, teofilin, warfarin dan sebagian besar
benzodiazepine). Simetidin tidak mempengaruhi aksi benzodiazein
lorazepam, oksazepam dan temazepam, yang mengalami konjugasi
glukuronida. Ranitidin mempunyai efek terhadap enzim oksidatif lebih
rendah dari pada simetidin, sedangkan famotidin dan nizatidin tidak
mempengaruhi jalur metabolisme oksidatif.
Eritromisin dilaporkan menghambat metabolisme hepatik beberapa obat
seperti karbamazepin dan teofilin sehingga meningkatkan efeknya. Obat

21
golongan fluorokuinolon seperti siprofloksasin juga meningkatkan
aktivitas teofilin, diduga melalui mekanisme yang sama.

22
BAB IV
KESIMPULAN

Banyak interaksi obat disebabkan oleh perubahan dalam metabolisme


obat. Satu sistem yang terkenal dalam interaksi metabolisme adalah sistem enzim
yang mengandung cytochrome P450 oxidase. Sebagai contoh, ada interaksi obat
bermakna antara sipfofloksasin dan metadon. Siprofloksasin dapat menghambat
cytochrome P450 3A4 sampai sebesar 65%.

Beberapa obat bisa meningkatkan aktivitas enzim hepatik yang terlibat


dalam metabolisme obat-obat lain. Misalnya fenobarbital meningkatkan
metabolisme warfarin sehingga menurunkan aktivitas antikoagulannya. Pada
kasus ini dosis warfarin harus ditingkatkan, tapi setelah pemakaian fenobarbital
dihentikan dosis warfarin harus diturunkan untuk menghindari potensi toksisitas.
Sebagai alternative dapat digunakan sedative selain barbiturate, misalnya
golongan benzodiazepine. Fenobarbital juga meningkatkan metabolisme obat-obat
lain seperti hormone steroid.

Suatu obat dapat juga menghambat metabolisme obat lain, dengan dampak
memperpanjang atau meningkatkan aksi obat yang dipengaruhi. Sebagai contoh,
alopurinol mengurangi produksi asam urat melalui penghambatan enzim ksantin
oksidase, yang memetabolisme beberapa obat yang potensial toksis seperti
merkaptopurin dan azatioprin. Penghambatan ksantin oksidase dapat secara
bermakna meningkatkan efek obat-obat ini. Sehingga jika dipakai bersama
alopurinol, dosis merkaptopurin atau azatioprin harus dikurangi hingga 1/3 atau ¼
dosis biasanya.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Jung D. 1985. Clinical Pharmacokinetics. Moduls Yogyakarta


Melader A, Dabielson K, Schereten B, et al. Enhancement by food of
Canrenonebiovailability form spironolactone. Clin Pharmacol Ther 199;
22:100-103.
2. Mutschler, E., 1985, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, 88-93,
Penerbit ITB,Bandung.
3. Sulistia, dkk, 2007, Famakologi dan Terapi, 862-872, UI Press, Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai