Anda di halaman 1dari 11

Aminoglikosida digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif yang berat,

seperti infeksi E. coli, demam tifoid, kolera, dan pertussis. Berikut adalah beberapa kondisi
lain yang juga bisa diobati dengan aminoglikosida:

 Tuberkulosis resisten obat (TB MDR)


 Infeksi Staphylococcus
 Pneumonia dan infeksi saluran pernapasan atas
 Endokarditis
 Sepsis
 Infeksi saluran kemih
 Infeksi kulit dan jaringan lunak
 Infeksi pada organ pencernaan yang parah
 Infeksi mata atau infeksi telinga
 Radang panggul yang berat
 Tularemia
 Penyakit pes

Obat-obatan yang termasuk golongan aminoglikosida dapat ditemukan dalam berbagai


bentuk sediaan, meliputi tablet, sirup, kapsul, gel, krim, salep, tetes mata, salep mata, tetes
telinga, suntik, infus.

Peringatan Sebelum Menggunakan Aminoglikosida:

 Jangan menggunakan obat aminoglikosida jika memiliki alergi terhadap obat


antibiotik ini. Selalu beri tahu dokter tentang riwayat alergi yang Anda miliki.
 Beri tahu dokter jika pernah mengalami gangguan pendengaran atau vertigo akibat
penggunaan obat aminoglikosida sebelumnya, atau sedang menderita myasthenia
gravis. Obat aminoglikosida tidak boleh digunakan pada orang dengan kondisi
tersebut.
 Beri tahu dokter jika Anda menderita penyakit ginjal, gangguan pendengaran, vertigo,
pusing, atau gangguan keseimbangan
 Beri tahu dokter jika keluarga Anda pernah mengalami gangguan pendengaran,
seperti tuli, telinga berdengung, atau telinga terasa penuh, setelah menggunakan obat
aminoglikosida.
 Konsultasikan perihal penggunaan obat aminoglikosida dengan dokter jika Anda
sedang hamil, mungkin hamil, berencana untuk hamil, atau sedang menyusui.
 Diskusikan dengan dokter terlebih dahulu jika Anda berencana memberikan obat
aminoglikosida kepada orang lanjut usia.
 Segera lapor ke dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat atau overdosis setelah
menggunakan obat aminoglikosida.

Efek Samping dan Bahaya Aminoglikosida


Efek samping yang mungkin muncul akibat penggunaan obat aminoglikosida bisa berbeda
pada tiap orang, tergantung jenis obat aminoglikosida yang digunakan. Beberapa efek
samping yang bisa muncul antara lain:

 Pusing
 Sakit kepala
 Mual atau muntah
 Telinga berdenging
 Otot terasa lemah atau tegang

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika efek samping di atas tidak kunjung reda atau bertambah
berat. Hentikan penggunaan obat aminoglikosida dan segera ke dokter jika mengalami reaksi
alergi obat, atau efek samping yang lebih berat, seperti:

 Kerusakan ginjal, yang bisa ditandai dengan berkurangnya buang air kecil atau
pembengkakan di kaki
 Gangguan pendengaran atau hilang pendengaran (tuli)
 Paralisis
 Kerusakan saraf perifer (neuropati perifer), yang bisa ditandai dengan kesemutan atau
mati rasa
 Ensefalopati, yang dapat ditandai dengan linglung, hilang ingatan, perubahan
perilaku, serta kesulitan berpikir atau fokus
 Anemia
 Gejala trombositopenia, seperti mudah memar atau berdarah
 Gangguan keseimbangan

Jenis dan Merek Dagang Aminoglikosida


Berikut ini adalah jenis-jenis obat aminoglikosida yang dilengkapi dengan beberapa merek
dagangnya, serta dosis yang disesuaikan dengan kondisi dan usia pasien:

1. Amikacin
Bentuk obat: suntik, infus
Merek dagang: Alostil, Amikacin, Amiosin, Glybotic, Mikaject, Mikasin, Verdix
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat amikacin.

2. Gentamicin
Bentuk obat: krim, suntik, tetes mata, salep mata, salep
Merek dagang: Dermabiotik, Diprogenta, Genoint, Genta, Gentacid, Gentamicin Sulfate,
Gentalex, Gentason, Sagestam, Salgen
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat gentamicin.

3. Kanamycin
Bentuk obat: kapsul, suntik
Merek dagang: Kanamycin Capsules, Kanamycin Meiji, Kanamycin Sulfate
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat kanamycin.

4. Neomycin
Bentuk obat: tetes mata, tetes telinga, salep, salep mata, krim, gel
Merek dagang: Alletrol Compositum, Betason N, Bravoderm-N, Cendo Xitrol, Dexaton,
Enbatic, Fluocort-N, Kalcinol N, Nebacetin, Otopain, Spectron, Viderma, Ximex Optixitrol
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat neomycin.

5. Paramomycin
Bentuk obat: tablet, sirup
Merek dagang: Gabbryl
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat paramomycin.

6. Streptomycin
Bentuk obat: suntik
Merek dagang: Streptomycin Sulphate Meiji, Streptomycin Sulphate
Untuk mengetahui dosis dan informasi lebih lanjut mengenai obat ini, silakan buka laman
obat streptomycin.

7. Tobramycin
Bentuk obat: tetes mata, salep mata
Merek dagang: Bralifex, Bralifex Plus, Bratocine, Tobro, Tobroson

Konsep Medik dan Askep Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Pendahuluan

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri pada kandung kemih dan struktur terkait,
bisa terjadi pada pasien tanpa kelainan struktural dan tidak ada komorbiditas, seperti diabetes
melitus, keadaan immunocompromised, atau kehamilan.

Infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi juga dikenal sebagai sistitis. Gejala khas yang
biasa timbul antara lain frekuensi, urgensi, ketidaknyamanan suprapubik dan di
suria. Sekitar 40% wanita di Amerika Serikat pernah mengalami ISK selama hidup mereka,
menjadikan penyakit ini sebagai salah satu infeksi paling umum pada wanita. Infeksi saluran
kemih (ISK) jarang terjadi pada pria yang disunat, dan secara umum setiap ISK yang terjadi
pada pria biasanya cenderung memiliki komplikasi.

Sebagian Infeksi saluran kemih ( ISK) tanpa komplikasi akan sembuh secara spontan tanpa
pengobatan, tetapi sebagian menimbulkan gejala yang signifikan dan membutuhkan
pengobatan.

Pengobatan ditujukan untuk mencegah penyebaran ke ginjal atau berkembang menjadi


penyakit Infeksi saluran kemih bagian atas atau pielonefritis yang bisa menyebabkan
kerusakan struktur nefron dan akhirnya menyebabkan komplikasi lain.

Bakteri Escherichia coli merupakan penyebab sebagian besar kasus sistitis tanpa komplikasi.
Jenis bakteri lain yang bisa menyebabkan ISK adalah Staphylococcus saprophyticus, Proteus
mirabilis, Klebsiella pneumonia e, atau Enterococcus faecalis.

Kejadian Infeksi saluran kemih hampir 10 kali lebih sering diderita wanita daripada pria.
Infeksi saluran kemih bawah juga bisa membuat anak mudah terkena penyakit akibat bakteri,
dan anak perempuan yang paling sering mengalaminya.

Pada pria dan anak laki-laki maupun perempuan, Infeksi biasanya berkaitan dengan
keabnormalan anatomi atau fisiologi, sehingga membutuhkan evaluasi yang sangat teliti.
Biasanya, Infeksi saluran kemih merespons penanganan dengan mudah, namun rekurensi dan
perkembangan bakteri resistan terhadap terapi bisa juga terjadi.

Epidemiologi

Infeksi Saluran Kemih pada wanita sangat umum, sekitar 25-40% wanita di Amerika Serikat
berusia 20-40 tahun pernah menderita penyakit ini. Sistitis terjadi pada 0,3-1,3% kehamilan
tetapi tampaknya tidak terkait dengan bakteriuria asimtomatik. Pielonefritis akut terjadi pada
1-2% kehamilan. ISK terjadi pada 30-50% pasien transplantasi ginjal dan seringkali tidak
terdeteksi.

Infeksi Saluran Kemih telah dipelajari dengan baik di Swedia dan bagian lain Eropa.
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa 1 dari 5 wanita dewasa mengalami ISK yang
menegaskan bahwa infeksi ini adalah masalah yang sangat umum terjadi di seluruh dunia.

Prefalensi Infeksi saluran kemih di daerah tropis kurang terdokumentasi dengan baik. ISK
tampaknya umum dan berhubungan dengan kelainan struktural. Infeksi kronis dari
Schistosoma haematobium mengganggu integritas mukosa kandung kemih dan menyebabkan
obstruksi dan stasis urin. Bakteriuria salmonella, dengan atau tanpa bakteremia sangat umum
terjadi pada pasien schistosomiasis. Perawatan membutuhkan agen antischistosomal dan anti
Salmonella.

Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria
jika disesuaikan dengan usianya. Kejadian ISK pada wanita cenderung meningkat seiring
dengan bertambahnya usia.
Tingkat infeksi tinggi pada wanita pascamenopause karena kandung kemih atau prolaps
uterus menyebabkan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, hilangnya estrogen
dengan perubahan yang menyertai flora normal terutama laktobasilus, yang memungkinkan
kolonisasi periuretra dengan bakteri aerob gram negatif seperti E. coli.

Insiden pada anak usia prasekolah kira-kira 2% dan 10 kali lebih sering terjadi pada anak
perempuan. ISK terjadi pada 5% anak perempuan usia sekolah, tetapi jarang terjadi pada
anak laki-laki usia sekolah.

Penyebab

E coli menyebabkan 70-95% dari ISK atas dan bawah. Berbagai organisme bertanggung
jawab atas sisa infeksi, termasuk S saprophyticus, spesies Proteus, spesies Klebsiella,
Enterococcus faecalis, Enterobacteriaceae lain, dan ragi.

Beberapa spesies lebih umum pada subkelompok tertentu, seperti Staphylococcus


saprophyticus pada wanita muda. Namun, S saprophyticus dapat menyebabkan sistitis akut
pada wanita yang lebih tua dan pada pria muda dan tidak secara otomatis dianggap sebagai
kontaminan dalam kultur urin individu tersebut.

Kebanyakan Infeksi saluran kemih dengan komplikasi berasal dari nosokomial pada pasien di
institusi perawatan kesehatan dan pada mereka yang sering terpapar antibiotik. Faktor risiko
terpenting untuk bakteriuria adalah pemasangan kateter.

Delapan puluh persen ISK nosokomial terkait dengan kateterisasi uretra, sementara 5-10%
terkait dengan manipulasi genitourinari. Kateter menginokulasi organisme ke dalam kandung
kemih dan meningkatkan kolonisasi dengan menyediakan permukaan untuk adhesi bakteri
dan menyebabkan iritasi mukosa.

Hubungan intim berkontribusi pada peningkatan risiko, seperti halnya penggunaan diafragma
dan spermisida. Pemeriksaan panggul rutin juga dikaitkan dengan peningkatan risiko ISK
selama 7 minggu pasca prosedur. Wanita yang berusia lanjut, sedang hamil, atau memiliki
kelainan struktural atau obstruksi saluran kemih yang sudah ada sebelumnya memiliki risiko
infeksi saluran kemih yang lebih tinggi.

Infeksi saluran kemih adalah jenis infeksi yang paling umum setelah transplantasi ginjal.
Kerentanan sangat tinggi dalam 2 bulan pertama setelah transplantasi. Faktor pemicunya
termasuk refluks vesikoureteral dan imunosupresi.

Batu ginjal terkait ISK paling sering terjadi pada wanita yang mengalami Infeksi berulang
dengan spesies Proteus, Pseudomonas, dan Providencia. Abses perinefrik paling sering
dikaitkan dengan E coli, spesies Proteus, dan S aureus tetapi juga mungkin sekunder untuk
Enterobacter, Citrobacter, Serratia, Pseudomonas, dan spesies Klebsiella.

Penyebab yang lebih tidak biasa termasuk enterococci, spesies Candida, anaerob, spesies
Actinomyces, dan Mycobacterium tuberculosis. Dua puluh lima persen infeksi bersifat
polimikroba.

BACA JUGA
 Askep Peritonitis Sdki Slki Siki
 Askep Malaria Pendekatan Sdki Slki Siki
 Askep Osteomielitis Sdki Slki SIki
 Askep Thypoid Pendekatan Sdki Slki Siki

Candiduria didefinisikan sebagai lebih dari 1000 CFU / mL ragi dari 2 kultur. Candida
albicans merupakan penyebab yang biasa menimbulkan infeksi. Faktor risiko kandiduria
termasuk diabetes melitus, kateter urin menetap, dan penggunaan antibiotik. Kandiduria
dapat hilang secara spontan atau dapat menyebabkan infeksi jamur yang dalam.

Patofisiologi

Saluran kemih biasanya steril. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi melibatkan kandung
kemih tanpa penyakit ginjal, metabolik, atau neurologis yang mendasari. Sistitis merupakan
invasi mukosa kandung kemih, paling sering oleh bakteri coliform enterik seperti Escherichia
coli yang menghuni area periuretra dan naik ke kandung kemih melalui uretra.

Pada infeksi saluran kemih E Coli berulang, tingkat kolonisasi puncak di daerah periuretra 2-
3 hari sebelum perkembangan gejala sistitis akut berkisar 46-90%. Selama periode yang
sama, tingkat bakteriuria asimtomatik meningkat dari 7% menjadi 70%.

Karena hubungan intim dapat mendorong migrasi bakteri, sistitis biasa terjadi pada wanita
muda yang sehat. Umumnya urin merupakan media kultur yang baik. Faktor yang tidak
mendukung pertumbuhan bakteri termasuk pH rendah (5,5 atau kurang), konsentrasi urea
yang tinggi, dan adanya asam organik yang berasal dari makanan. Asam organik
meningkatkan pengasaman urin.

Berkemih yang sering dan lengkap telah dikaitkan dengan penurunan insiden Infeksi saluran
kemih. Biasanya, lapisan tipis urin tertinggal di kandung kemih setelah pengosongan, dan
setiap bakteri yang ada dikeluarkan oleh produksi asam organik sel mukosa.

Jika mekanisme pertahanan saluran kemih bagian bawah gagal, infeksi bisa merembet ke
ginjal dan disebut pielonefritis. Pertahanan tubuh pada tingkat ini meliputi fagositosis
leukosit lokal dan produksi antibodi ginjal yang membunuh bakteri dengan adanya
komplemen.

Secara umum, ada 3 mekanisme utama yang menyebabkan Infeksi Saluran Kemih:

 Kolonisasi Bakteri masuk melaui saluran kemih bagian bawah

 Penyebaran hematogen

 Penyebaran periurogenital

Tanda dan gejala

Gejala klasik infeksi saluran kemih (ISK) pada orang dewasa terutama disuria yang disertai
urgensi dan frekuensi buang air kecil. Sensasi kandung kemih penuh atau ketidaknyamanan
perut bagian bawah sering muncul. ISK bagian bawah dapat disertai dengan nyeri panggul
dan nyeri sudut kostovertebralis.
Urine berdarah dilaporkan sebanyak 10% dari kasus ISK pada wanita, kondisi ini disebut
sistitis hemoragik. Demam, menggigil, dan malaise dapat ditemukan pada pasien dengan
sistitis, meskipun temuan ini lebih sering dikaitkan dengan ISK bagian atas yaitu,
pielonefritis.

Riwayat keputihan menunjukkan bahwa vaginitis, servisitis, atau penyakit radang panggul
bertanggung jawab atas gejala disuria. Oleh karena itu, pemeriksaan panggul harus dilakukan.
Informasi tambahan penting mencakup riwayat penyakit menular seksual (PMS) sebelumnya
dan pasangan saat ini.

Gejala ISK terkait kateter umumnya tidak spesifik, kebanyakan pasien datang dengan demam
dan leukositosis. Piuria signifikan umumnya terdeteksi lebih dari 50 sel darah putih per
bidang pemeriksaan. Jumlah koloni pada kultur urin berkisar antara 100-10.000 CFU/mL.
Pyuria dan peningkatan jumlah koloni bakteri terlihat pada semua pasien yang telah
memasang kateter selama lebih dari beberapa hari.

Pemeriksaan Diagnostik

 Tanda dan gejala khas dan urinanalisis yang menunjukkan jumlah sel darah merah dan putih
yang lebih dari 10 per bidang kekuatan-tinggi bisa mengindikasikan Infeksi Saluran Kemih
bawah.

 Spesimen urin jemih yang diambil saat pasien kencing yang memperlihatkan jumlah bakteri
yang lebih dari 100.000/ml bisa memastikan diagnosis. Jika jumlahnya lebih sedikit, infeksi
tidak akan terjadi, terutama jika pasien sering buang air, karena bakteri membutuhkan 30
sampai 45 menit untuk bereproduksi dalam urin.

 Urin jernih yang diambil saat pasien kencing dan dikumpulkan secara hati-hati akan dipilih
untuk kateterisasi, yang bisa menginfeksi kandung kemih kembali dengan bakteri uretral.

 Pengujian sensitivitas menentukan agens antimikrobial terapeutik yang tepat.

 Pengosongan sistoureterografi atau urografi ekskretorik bisa menyingkap anomali kongenital


yang menyebabkan pasien mudah menderita infeksi rekuren.

Penatalaksanaan

Antimikrobial yang tepat merupakan pilihan penanganan untuk sebagian besar Infeksi
Saluran Kemih bawah dan awal. Rangkaian terapi antibiotic selama 7 sampai 10 hari
merupakan standar penanganan, namun studi saat ini menunjukkan bahwa dosis tunggal
antibiotik atau aturan antibiotik selama 3 sampai 5 hari sudah cukup untuk membuat urin
steril. Tiga hari setelah terapi antibiotik, kultur urin seharusnya tidak menunjukkan
organisme.

Jika urin masih belum steril 3 hari setelah terapi antibiotik, kemungkinan terjadi resistansi
bakterial, sehingga perlu digunakan antimikrobial yang berbeda.

Terapi antibiotik dosis-tunggal dengan amoxicillin atau co-trimoxazole bisa efektif pada
wanita yang mengalami Infeksi akut dan tidak komplikatif Kultur urin yang diambil 1 sampai
2 minggu sesudahnya bisa mengIndikasikan apakah infeksi telah hilang.
Infeksi yang rekuren (kambuh) aklbat kalkulus renal terinfeksi, prostatitis kronis, atau
keabnormalan struktural bisa memerlukan operasi bedah. Prostatitis juga membutuhkan terapi
antibiotik jangka-panjang. Untuk pasien yang tidak mengalami kondisi predisposisi, terapi
antibiotik jangka-panjang dan dosis-rendah menjadi pilihan penanganannya.

Asuhan Keperawatan ISK

Asuhan Keperawatan atau askep Infeksi saluran kemih (ISK) berfokus pada pengobatan
infeksi yang mendasari, mencegah kekambuhan, menghilangkan rasa sakit dan
ketidaknyamanan, peningkatan pengetahuan tentang tindakan pencegahan dan rejimen
pengobatan, serta tidak adanya komplikasi.

Intervensi Keperawatan Umum

 Perawat harus mendorong pasien untuk minum banyak cairan untuk meningkatkan aliran
darah ginjal dan membuang bakteri dari saluran kemih.

 Dorong sering buang air kecil setiap 2 hingga 3 jam untuk mengosongkan kandung kemih
sepenuhnya karena ini dapat menurunkan jumlah bakteri urin secara signifikan, mengurangi
stasis urin, dan mencegah infeksi ulang.

 Hindari iritasi saluran kemih seperti kopi, teh, kola, dan alkohol.

 Ajari pasien wanita cara membersihkan perineum dengan tepat dan menjaga labia terpisah
selama buang air untuk mengumpulkan spesimen urin jernih yang diambil saat pasien
kencing. Jelaskan bahwa spesimen urin yang diambil saat pasien kencing dan tidak
terkontaminasi sangat penting untuk mendapatkan diagnosis akurat

 Lihat adakah gangguan GI akibat terapi antimikrobial.

 Ajari pasien cara mencegah dan menangani Infeksi saluran kemih.

 Kumpulkan semua sampel urin untuk kultur dan pengujian sensitivitas dengan benar dan hati-
hati.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Pendekatan Sdki Slki Siki

1. Gangguan Eliminasi Urin b/d Iritasi kandung kemih (D.0040)

Luaran: Eliminasi Urine membaik (L.04034)

 Sensasi berkemih meningkat


 Desakan berkemih (urgensi) menurun
 Distensi kandung kemih menurun
 Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun
 Volume residu urine menurun
 Urin menetes (dribbling) menurun
 Nokturia menurun
 Mengompol menurun
 Enuresis menurun
 Disuria menurun
 Frekuensi BAK membaik
 Karakteristik urin membaik

Intervensi Keperawatan: Manajemen Eliminasi (I.04152)

 Identifkasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine


 Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine
 Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna)
 Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
 Batasi asupan cairan, jika perlu
 Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
 Anjurkan mengambil specimen urine midstream
 Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot pinggul/berkemihan
 Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
 Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra jika perlu

2. Hipertemia b/d proses penyakit infeksi (D.0130)

Luaran: Termoregulasi membaik (L.14134)

 Menggigil dan kulit merah menurun


 Kejang menurun
 Akrosianosis, piloreksi, vasokonstriksi perifer dan pucat menurun
 Takikardi, takipnea, dasar kuku sianotik, dan hipoksia menurun
 Suhu tubuh dan suhu kulit membaik
 Pengisian kapiler membaik
 Ventilasi membaik
 Tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan: Manajemen hipertermia (I.15506)

 Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas penggunaan


incubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Batasi oksigen, jika perlu
 Anjurkan tirah baring
 Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

3. Nyeri Akut b/d agen pencedera Fisiologis /Inflamasi (D.0077)


Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)

 Keluhan nyeri menurun


 Merigis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah dan kesulitan tidur menurun
 Anoreksia, mual, muntah menurun
 Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
 Pola napsa dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:
a. Manajemen Nyeri (I.08238)

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgetik (I.08243)

 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
 Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

4. Defisit Pengetahuan b/d kurang terpapar informasi (D.0111)


Luaran: Tingkat pengetahuan (L.12111)

 Perilaku sesuai anjuran meningkat


 Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
 Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
 Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik meningkat
 Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
 Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
 Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
 Perilaku membaik

Intervensi Keperawatan: Edukasi kesehatan

 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


 Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup
bersih dan sehat
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
 Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat

Referensi

1. Tan, C. W., & Chlebicki, M. P. (2016). Urinary tract infections in adults. Singapore medical
journal, 57(9), 485–490. https://doi.org/10.11622/smedj.2016153
2. John L Brusch MD. 2020. Urinary Tract Infection In Females. Medscape. emedicine
3. Marianne Belleza RN. 2021. Urinary Tract Infection. Nurses Lab
4. Bono MJ, Reygaert WC.2021. Urinary Tract Infection. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470195/
5. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins :
Norristown Road.
6. PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP
PPNI. Jakarta
7. PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.
Jakarta
8. PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai