Anda di halaman 1dari 18

ANTIBIOTIK PENGHAMBAT SINTESIS

PROTEIN

1. KLORAMPHENICOL

Struktur kimia kloramfenikol

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan antibiotik


berspektrum luas. Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0% dan
tidak lebih dari 103,0% C11H12Cl2N2O. Kloramfenikol berikatan dengan
ribosom 5Os dan menghambat asam amino baru pada rantai polipeptida oleh
enzim peptidil transferase.. Pada konsentrasi tinggi kadang-kadang bersifat
bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Mekanisme antibiotik ini adalah
dengan menghambat sintesis protein kuman.

A. Mekanisme kerja

Chloramphenicol mengikat ribosom bakteri sub unit 50s dan menghambat


sintesa protein pada reaksi transferase peptidil.

B. Kontra Indikasi
1. Jangan menggunakan chloramphenicol jika Anda memiliki alergi, terutama
terhadap obat ini.
2. Harap berhati-hati jika Anda atau keluarga memiliki riwayat kelainan
darah, seperti anemia aplastik, gangguan sumsum tulang, penyakit ginjal,
dan penyakit liver.
3. Beri tahu dokter jika Anda baru mengalami cedera, menjalani operasi
(termasuk operasi gigi), atau pengobatan dengan radioterapi dan
kemoterapi.
4. Beri tahu dokter jika Anda sedang mengonsumsi obat lain, terutama obat
yang bisa menaikkan tekanan darah, produk herba, maupun suplemen.
5. Beri tahu dokter jika Anda kan melakuan vaksinasi terutama dengan vaksin
hidup, seperti vaksin tifoid, kolera, dan BCG.
6. Chloramphenicol dapat memengaruhi hasil uji gula darah. Oleh karena itu,
konsultasikan penggunaan obat ini bila Anda menderita diabetes.
7. Jika pandangan menjadi buram setelah menggunakan chloramphenicol
tetes atau salep mata, jangan mengemudikan kendaraan sebelum bisa
melihat dengan jelas kembali.
8. Jika terjadi reaksi alergi obat atau overdosis setelah menggunakan obat
chloramphenicol, segera temui dokter.
C. Efek samping obat

Chloramphenicol dapat menyebabkan beberapa efek samping berikut:

1. Pusing
2. Sakit kepala
3. Mual atau muntah
4. Diare
5. Kebingungan atau linglung
6. Sariawan
7. Sensasi tersengat pada mata atau telinga
8. Pandangan kabur

Efek samping yang serius, seperti:

1. Mudah memar
2. Mudah terkena infeksi
3. Merasa sangat lemas atau lelah
4. Sulit bernapas
D. Dosis Pakai
Dosis chloramphenicol akan disesuaikan dengan kondisi pasien. Berikut
adalah dosis umum penggunaan chloramphenicol sesuai bentuk sediaannya:

1. Chloramphenicol tetes
a. Dosis tetes mata: 1 tetes setiap 2 jam, selama 2 hari pertama. Setelah
itu, kurangi dosis menjadi 1 tetes, 3-4 kali per hari, selama 3 hari.
b. Dosis tetes telinga: 3-4 tetes, setiap 6-8 jam, selama 1 minggu.
2. Chloramphenicol salep
Dosis: Sekali oles sebanyak 4-5 kali sehari hingga infeksi sembuh, atau
sesuai anjuran dokter. Jangan menggunakan obat lebih dari 1 minggu,
kecuali atas saran dokter.
3. Chloramphenicol oral (tablet, kapsul, sirop)
a. Dewasa: 50 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis. Pada infeksi berat,
dosis dapat dinaikkan hingga 100 mg/kgBB per hari.
b. Anak-anak: 25-50 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis. Pada infeksi
berat, dosis dapat dinaikkan hingga 100 mg/kg per hari.
E. Interaksi Obat
Ada beberapa efek interaksi yang mungkin terjadi jika menggunakan
chloramphenicol bersamaan dengan obat-obatan lain, yaitu:
1. Penurunan efektivitas chloramphenicol dalam membasmi bakteri, bila
digunakan bersama rifampicin dan phenobarbital.
2. Peningkatan risiko terjadinya efek samping yang fatal, jika digunakan
bersama obat yang bisa menekan fungsi sumsum tulang.
3. Peningkatan risiko terjadinya efek samping phenytoin, ciclosporin, dan
tacrolimus.
4. Penurunan efektivitas ceftazidime, cynacobalamin (vitamin B12), dan
beberapa vaksin hidup, seperti vaksin BCG, vaksin kolera, dan vaksin
tifoid.
5. Penurunan efektivitas antibiotik lain, seperti ceftriaxone, dalam
mengatasi infeksi bakteri.
6. Peningkatan risiko terjadinya perdarahan, bila digunakan bersama
warfarin.
7. Peningkatan efek obat antidiabetes golongan sulfonilurea, seperti
gliclazide dan glipizide, sehingga dapat terjadi hipoglikemia.
2. AMINOGLYCOSIDA
Semua anggota aminoglikosida diketahui menghambat sintesis protein bakteri
dengan mekanisme yang ditentukan untuk streptomisin. Aminoglikosid
bersifat bakterisidal yang terutama tertuju pada basil gram negatif yang
aerobik. Sedang aktifitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri
fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali.

Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara:

1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide.


2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan
penggabungan asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga
menyebabkan suatu keadaan nonfungsi atau toksik protein.
3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi
monosom fungsional.
Termasuk golongan obat ini ialah streptomisin, neomisin, kanamisin,
amikasin, gentamisin, tobramisin, netilmisin dan sebagainya. Pengaruhnya
menghambat sintesis protein sel mikroba dengan jalan menghambat fungsi
ribosom. Pada umumnya obat golongan ini mempunyai reaksi toksik berupa
ototoksik dan nefrotoksik.

Berikut adalah golongan aminoglikolisid:

1. Neomysin
Neomysin merupakan antibiotik berspektrum luas dan bersifat bakterisidal
serta peka terhadap bakteri gram negatif. Mikroorganisme yang rentan
biasanya dihambat oleh konsentrasi 5 hingga 10 µg/ml atau kurang. Spesies
gram negatif yang sangat peka adalah E.coli, Enterobacter erogenes dan
Proteus vulgaris. Mikroorganisme gram positif yang dapat dihambat meliputi
S. aureus dan M. tuberculosis. Neomysin sulfat (MYCIFRADIN) tersedia
untuk penggunaan topikal dan oral.
2. Kanamisin
Kanamisin dalam mekanismenya memiliki kepekaan terhadap bakteri gram
negative. Antibiotik ini hampir merupakan obat kuno yang indikasi
penggunaannya sedikit, kanamisin digunakan untuk mengobati tuberculosis
dalam kombinasi dengan obat-obat efektif lainnya. Karena terapi penyakit ini
sangat lama dan melibatkan pemberian dosis obat total yang tinggi disertai
resiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas kanamisin digunakan hanya untuk
mengobati pasien yang terinfeksi mikroorganisme yang telah resisten
terhadap obat-obat yang lazim digunakan.
3. Streptomysin
Streptomisin bersifat bakterisidal yang berikatan dengan komponen ribosom
30s dan menyebabkan kode pada mRNA, dan salah dibaca oleh tRNA pada
waktu sintesis protein. Antibiotik ini bersifat peka terhadap bakteri gram
negatif. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional
bagi sel mikroba. Streptomysin saat ini digunakan untuk pengobatan infeksi
yang tidak lazim, pada umumnya dalam bentuk kombinasi dengan senyawa
antimikroba yang lain. Streptomisin diperoleh dari streptomyces griseus oleh
Waksman (1943) dan digunakan untuk pengobatan tubercolosis.
A. Mekanisme Kerja

Semua obat golongan aminoglycosides dapat menghambat pembentukan


protein bakteri. Organisme yang rentan memiliki oxygen dependent system
yang membawa antibiotik melewati membran sel. Antibiotik diikat oleh 30S
ribosomal sub unit yang berperan dalam fungsi ribosome apparatus atau
menyebabkan 30S sub unit ribosome salah membaca kode genetik.B.

B. Kontra Indikasi
1. Neomysin
 Neomycin topikal tidak boleh diberikan untuk bayi di bawah usia
tiga tahun.
 Harap berhati-hati dalam menggunakan obat ini jika sedang
mengalami gangguan fungsi ginjal, penyakit hati, penyakit Parkinson,
vertigo, myasthenia gravis, gangguan usus, dan gangguan
pendengaran (misalnya tinnitus).
 Hindari pemberian imunisasi atau vaksinasi selama pemakaian
neomycin.
 Informasikan kepada dokter jika ingin menggunakan obat ini untuk
jangka panjang, karena dapat menyebabkan perkembangan
organisme asing di dalam tubuh.
 Jangan menggunakan neomycin tetes telinga lebih dari tujuh hari.
Temui dokter bila infeksi tidak kunjung sembuh.
 Beri tahu dokter jika sedang mengonsumsi obat-obatan lain,
termasuk suplemen dan produk herba, untuk menghindari interaksi
obat yang tidak diinginkan.
2. Kanamisin
 Diskusikan dengan dokter sebelum menggunakan kanamycin,
terutama jika memiliki alergi terhadap makanan, obat, maupun
bahan lain dalam obat ini.
 Beri tahu dokter bila menderita penyakit ginjal, penyakit Parkinson,
penyakit myasthenia gravis, gangguan saraf dan otot, serta asma.
 Kanamycin dapat menyebabkan reaksi alergi yang mungkin
mengancam nyawa. Segera temui dokter bila muncul gejala gatal,
sesak napas, kesulitan menelan, serta pembengkakan di wajah dan
tangan setelah menggunakan obat ini.
 Hentikan pengobatan dengan kanamycin bila mengalami gangguan
pendengaran. Keluhan gangguan pendengaran dapat disertai gejala
pusing, telinga berdenging, dan vertigo.
 Periksakan ke dokter bila muncul gejala gangguan ginjal, seperti
perubahan pada frekuensi buang air kecil dan jumlah urine,
terdapat darah dalam urine, sering haus, mual dan muntah, serta
tungkai membengkak.
3. Streptomysin
 Hindari penggunaan streptomycin jika tengah menerima vaksin atau
memiliki riwayat alergi obat terhadap obat aminoglikosida lain.
 Hindari menggunakan streptomycin setelah diberikan obat bius atau
obat pelemas otot (misalnya baclofen), karena dapat meningkatkan
risiko gangguan saraf, otot, dan sistem pernapasan.
 Penggunaan streptomycin dapat menimbulkan efek nefrotoksik dan
neurotoksik. Efek neurotoksik dan nefrotoksik adalah efek yang
dapat menyebabkan gangguan pada ginjal dan sistem saraf.
 Hati-hati jika Anda menderita atau memiliki riwayat vertigo,
myasthenia gravis, dan gangguan ginjal.
 Beri tahu dokter jika tengah menerima obat-obatan lain, termasuk
suplemen dan produk herba.
C. Efek Samping
1. Neomysin
 Iritasi, rasa terbakar, merah, gatal, atau ruam pada kulit.
 Gangguan pendengaran.
 Urine berkurang.
2. Kanamisin
Beberapa efek samping dari penggunaan kanamycin adalah:
 Sakit tenggorokan.
 Otot terasa nyeri atau kaku.
 Kehilangan keseimbangan.
 Telinga berdenging.
 Gangguan pendengaran.
 Penglihatan buram.
 Perdarahan, seperti muncul memar-memar, BAB berdarah, atau
kencing berdarah.
 Gangguan fungsi ginjal, misalnya jumlah urine yang keluar
berkurang, pembengkakan pada wajah dan tungkai, peningkatan
berat badan dengan cepat, dan sesak napas.
 Kejang.
3. Streptomysin
Efek samping yang berisiko terjadi setelah menggunakan streptomysin
adalah:
 Gangguan fungsi ginjal
 Gangguan saraf
 Gangguan pendengaran
 Sakit kepala
 Hipotensi
 Mengantuk
 Ruam
 Mual dan muntah
 Anemia
 Badan terasa lemas
D. Dosis Pakai
1. Neomysin
Berikut ini dosis neomycin untuk orang dewasa:

Bentuk Obat Kondisi Dosis

Topikal Infeksi kulit Anak-anak berusia di


atas 2 tahun hingga
dewasaOleskan di bagian
yang ingin diobati,
sebanyak 2 kali sehari.
Tetes mata Infeksi mata Anak-anak dan
dewasaTeteskan 1-2 kali
pada mata yang
terinfeksi, sebanyak
enam kali sehari, atau
lebih dari itu jika
dibutuhkan.
Tetes telinga Otitis eksterna Anak-anak berusia 3
tahun ke atas hingga
dewasaTiga tetes,
sebanyak 3-4 kali
sehari.
2. Kanamisin
 Peritonitis atau infeksi rongga perut akibat komplikasi setelah operasi.
Bentuk obat: suntik
Dosis dewasa: 500 mg, langsung ke rongga perut melalui selang atau
kateter yang dipasang sebelumnya, dengan dosis maksimal 1,5 gram per
hari.
 Infeksi bakteri Staphylococcus
Bentuk obat: suntik
Dosis dewasa: 15 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 2-4 kali pemberian,
dengan dosis maksimal 1,5 gram per hari, selama 7-10 hari. Dosis anak-
anak: 15-30 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 3 dosis.
 Terapi tambahan untuk koma hepatikum atau koma akibat penyakit
liver
Bentuk obat: kapsul
Dosis dewasa: 8-12 gram per hari, dibagi dalam beberapa kali konsumsi.

3. Streptomysin

Kondisi Umur Dosis


Tuberkulosis Dewasa 15 mg/kgBB per hari.
Tidak lebih dari 1 g
per hari.
Anak-anak 20-40 mg/kgBB per
hari. Tidak lebih dari
1 g per hari.
Tularemia Dewasa 1-2 g per hari, yang
dapat dibagi menjadi
beberapa kali
pemberian, selama 7-
10 hari.
Anak-anak 15 mg/kgBB, dua kali
sehari selama 10-14
hari.
Pes Dewasa 15 mg/kgBB, dua kali
sehari, selama 10 hari.
Anak-anak 15 mg/kgBB, dua kali
sehari, selama 10 hari.

Endokarditis bakteri Dewasa 1 g, dua kali sehari,


selama 7-14 hari.

Brucellosis, meningitis, Dewasa 1-2 g per hari, dibagi


pneumonia, infeksi menjadi 2-4 kali
saluran kemih pemberian.
Anak-anak 20-40 mg/kgBB per
hari, yang dibagi
menjadi 2-4 kali
pemberian.

E. Interaksi obat
1. Neomysin
 Acarbose: neomycin meningkatkan efek obat ini.
 Amphotericin B, bacitracin, colistin, cisplatin, polymyxin B, atau
vancomycin: efek kerusakan pada ginjal (nephrotoxic) dan kerusakan
pada sel saraf (neurotoxic) akan meningkat.
 Antikoagulan: berisiko menimbulkan perdarahan.
 Furosemide: toksisitas (efek racun) neomycin akan meningkat.
 Bifosfonat: meningkatkan risiko terjadinya hipokalemia.
 Digoxin atau methotrexate: neomycin menganggu penyerapan obat-
obatan ini.
 Vaksin tifoid oral: neomycin menurunkan efektivitas vaksin.

2. Kanamisin

 Gangguan fungsi ginjal dan saraf, jika digunakan bersama obat


antibiotik sefalosporin, polimiksin B, bacitracin, colistin, amfoterisin B,
cisplatin, vankomisin, dan aminoglikosida lain seperti paromomycin.
 Munculnya efek samping kanamycin, jika digunakan bersama obat
diuretik, seperti furosemide atau manitol, atau obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS).
 Peningkatan risiko efek samping obat pelemas otot, seperti
rocuronium.

3. Streptomysin

 Risiko munculnya efek nefrotoksik dan neurotoksik meningkat, jika


digunakan dengan neomycin, kanamycin, gentamicin, paromomycin,
polymyxin B, colistin, tobramycin, atau ciclosporin.
 Risiko efek ototoksik (gangguan pendengaran) dan nefrotoksik
meningkat, jika digunakan dengan manitol atau furosemide.
 Meningkatkan efek samping obat pelemas otot.
 Meningkatkan risiko gangguan fungsi ginjal, jika digunakan dengan
sefalosporin.
 Memperlama kadar streptomycin dalam darah jika digunakan dengan
obat anti inflamasi nonsteroid, seperti aspirin dan ibuprofen.

3. Makrolida
A. Mekanisme Kerja
antibiotik ini mengganggu pembentukan protein bakteri. Makrolida
mencegah biosintesis protein bakteri dan biasanya diberikan untuk
mengobati pasien yang sangat sensitif terhadap penisilin.Makrolida
memiliki spektrum lebih luas dibandingkan dengan penisilin dan digunakan
untukmengobati infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran lambung, dll.
Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat
menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian
besar Gram-negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin
dapat menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin dapat
menghambat H. influenzae, tapi azitromisin mempunyai aktivitas terbesar.
Keduanya juga aktif terhadap H. Pylori (Kemenkes, 2011). Makrolida
mengikat secara ireversible pada tempat subunit 50S ribosom bakteri,
sehingga menghambat langkah translokasi sintesisi protein (Mycek et al.,
2001).
Eritromisin Efektif terhadap organisme yang sama seperti penisilin,
karena itu obat ini digunakan pada penderita yang alergi terhadap penisilin
(Mycek et al., 2001). Diindikasikan untuk pasien hipersensitif terhadap
penisilin, Enteritis campylobacter, difteri.
Azitromisin
Azotromisin merupakan suatu senyawa cincin makrolid lakton 15-atom,
diturunkan dari eritromisin melalui penambahan nitrogen termetilisasi
kedalam cincin lakton. Spektrum aktivitas dan penggunaan klinisnya hampir
identik dengan klaritomitin. Azitromisin efektif terhadap Mavium
compleks dan T. gondii. Azitromisin sedikit kurang aktif dari pada
eritromisin dan klaritomisin terhadap stafilokokus dan streptokokus serta
sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitromisin sangat efektif
terhadap klamid (Katzung, 2012). Sekitar 37% dosis diabsorpsi, dan
semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini dapat meningkatkan
kadar SGOT dan SGPT pada hati (Kemenkes, 2011).
Klindamisin
Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian
besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-
negatif aerob seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Klamidia (Kemenkes,
2011). Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin. Klindamisin
terutama diberikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri anaerob, seperti bakteri Bakteriodes fragilis yang sering kali
menimbulkan infeksi abdomen yang diakibatkan trauma (Katzung, 2012).
B. Kontra Indikasi
Konsultasikan kepada dokter sebelum menggunakan obat makrolid,
khususnya jika:
 Menderita penyakit jantung, hati, aritmia, hipokalemia, kadar
magnesium rendah, myasthenia gravis, dan porfiria.
 Memiliki riwayat alergi dengan salah satu jenis atau golongan
antibiotik.
 Sedang mengonsumsi obat-obatan, seperti cisapride dan terfenadine,
karena berpotensi menimbulkan gangguan irama jantung, terutama bila
dikonsumsi bersama erythromycin atau clarithromycin.
C. Efek Samping
Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah pemberian makrolid,
yaitu:
 Nyeri lambung
 Diare
 Mual/muntah
 Kemerahan/ruam pada kulit Mata, bibir, atau lidah membengkak/gatal
 Kesulitan menelan
 Kesulitan bernapas
 Denyut jantung meningkat
 Mual/muntah
 Nyeri dada
D. Dosis Pakai

Nama obat Dosis

Infeksi kulit atau saluran pernapasan


Dewasa: 500 mg sekali sehari, selama 3 hari.
Anak > 6 bulan: 10 mg/kgBB, sekali sehari, selama 3 hari.
Infeksi pada organ genital
Dewasa: 1 gram dalam dosis tunggal (sekali konsumsi).
Infeksi Mycobacterium avium
Azithromycin
Dewasa: 1,2 gram sekali seminggu.
Kencing nanah (gonore)
Dewasa: 2 gram dosis tunggal (sekali konsumsi).
Granuloma inguinale
Dewasa: Diawali 1 g, selanjutnya 500 mg sehari sekali, hingga
kondisi pulih.

Erythromycin Pencegahan infeksi Streptococcus pada penderita demam


reumatik atau penyakit jantung, dan tidak dapat mengonsumsi
penicillin
Dewasa: 250 mg, dua kali sehari.
Anak <2 tahun: 125 mg, dua kali sehari.
Infeksi saluran pernapasan dan kulit
Dewasa: 1-2 gram, 2-4 kali sehari. Dosis maksimal 4 gram per
hari.
Anak: 30-50 mg/kgBB, 2-4 kali sehari.
Jerawat
Oral
Dewasa: 250-500 mg per hari.
Jerawat
Topikal
Dewasa: oleskan 2-4% krim pada jerawat 1-2 kali sehari. Jika
kondisi memburuk atau tidak ada perubahan dalam 6-8 minggu,
hentikan pengobatan. Maksimal penggunaan adalah 6 bulan.

Infeksi saluran pernapasan dan kulit


Dewasa: 250-500 mg, dua kali sehari, selama 7-14 hari.
Eradikasi infeksi bakteri H. pylori yang dapat menyebabkan
Clarithromycin
tukak lambung
Dewasa: 500 mg, dua kali sehari, selama 7-14 hari.
Anak 1 tahun ke atas: 7,5 mg/kg, selama 7 hari.

Infeksi Cryptosporidium,  infeksi protozoa, dan toksoplasmosis


Dewasa: 2-3 gram, dibagi menjadi 2-3 kali sehari. Dosis dapat
Spiramycin
ditingkatkan hingga 5 gram per hari.
Anak: 50mg/kg, dua kali sehari.

Infeksi bakteri
Dewasa: 300 mg, sekali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari,
Roxithromycin
selama 5-10 hari.
Anak: 5-8 mg/kg per hari.
E. Interaksi Obat
Makrolid dapat bereaksi secara tidak terprediksi dengan obat-obatan lain.
Hal ini dapat mempengaruhi mekanisme kerja obat dan meningkatkan
risiko terjadinya efek samping. Beberapa contoh obat yang berinteraksi
dengan makrolid misalnya:

 Pil kontrasepsi
 Vitamin K
 Vitamin B6
 Suplemen kalsium
 Digoksin
 Asam folat
 Kolkisin
 Ergotamine
 Warfarin
 Cisaprid
 Terfenadi.
4. Klindamysin
A. Mekanisme Kerja
Klindamisin bekerja dengan cara memperlambat dan menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Berkat kemampuan ini, clindamycin dapat
mengatasi infeksi bakteri pada paru-paru, kulit, sistem pencernaan, sendi
dan tulang, organ kelamin, serta jantung. Klindamisin juga sering menjadi
pilihan untuk menangani infeksi gigi saat antibiotik lain, seperti penisilin,
tidak memberikan hasil. Meski begitu, obat ini tidak dapat digunakan
untuk mengobati infeksi virus, seperti flu.
B. Kontra Indikasi
 Beri tahu dokter jika Anda memiliki riwayat kolitis, penyakit Crohn,
asma, alergi, eksim, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, dan
meningitis.
 Harap berhati-hati dalam mengonsumsi clindamycin jika Anda sedang
menggunakan obat-obatan lain, seperti erythromycin, rifampicin,
aspirin, atau ketoconazole, serta suplemen atau obat herbal.
 Beri tahu dokter jika Anda berencana atau baru melakukan operasi,
termasuk operasi gigi.
 Beri tahu dokter jika Anda berencana atau belum lama menjalani
vaksinasi tertentu.
 Informasikan kepada dokter jika Anda memiliki kebiasaan merokok
atau sering mengonsumsi minuman beralkohol.
 Hipersensitif terhadap klidamisin atau linkomisin.
C. Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi akibat penggunaan clindamycin adalah:
 Munculnya gangguan pencernaan, termasuk, mual, muntah, muncul rasa
seperti logam di mulut, serta diare.
 Nyeri saat menelan.
 Nyeri sendi.
 Rasa panas di area dada (heartburn).
 Iritasi pada area kulit yang diolesi clindamycin salep atau gel.
 Ruam kulit yang terasa gatal, hingga kulit mengelupas atau melepuh.
 Sulit menelan.
 Suara menjadi parau.
 Berkurangnya jumlah urine dan frekuensi berkemih.
 Kulit dan mata berwarna kuning (jaundice).
 BAB berdarah.
 Pembengkakan di wajah, mata, lidah, tangan, atau kaki.
 Sesak napas.
D. Dosis Pakai
Dosis Clindamycin disesuaikan dengan usia, jenis infeksi, dan kondisi
pasien. Berikut adalah dosis penggunaan clindamycin berdasarkan bentuk
sediaannya:
 Clindamycin kapsul
Dewasa
150-300 mg tiap 6 jam. Dosis maksimum per kali minum 450 mg dan
dosis maksimum perhari 1,8 g.
Anak
3-6 mg/kgBB tiap 6 jam. Bila berat badan anak kurang dari 10 kg, dosis
yang diberikan minimal 37,5 mg tiap 8 jam.
 Clindamycin salep dan gel
Clindamycin salep dan gel cukup dioleskan sedikit pada area infeksi,
misalnya pada bintik jerawat. Obat ini biasanya dioleskan 1-2 kali
sehari atau sesuai rekomendasi dokter.
E. Interaksi Obat
Ada beberapa risiko yang dapat terjadi jika menggunakan clindamycin
bersamaan dengan obat tertentu, yaitu:
 Penurunan efektivitas vaksin yang mengandung kuman hidup, seperti
vaksin tifoid, kolera, dan BCG.
 Penurunan efektivitas clindamycin, bila digunakan bersama obat untuk
TBC rifampicin.
 Penurunan efektivitas clindamycin dan erythromycin, bila digunakan
bersamaan.
 Peningkatan efek samping atracurium, ciclosporin, dan vecuronium.
 Penurunan efektivitas pil KB, terutama yang mengandung estradiol.
 Penurunan efek samping clindamycin, bila digunakan bersama
ketoconazole.

Anda mungkin juga menyukai