PROTEIN
1. KLORAMPHENICOL
A. Mekanisme kerja
B. Kontra Indikasi
1. Jangan menggunakan chloramphenicol jika Anda memiliki alergi, terutama
terhadap obat ini.
2. Harap berhati-hati jika Anda atau keluarga memiliki riwayat kelainan
darah, seperti anemia aplastik, gangguan sumsum tulang, penyakit ginjal,
dan penyakit liver.
3. Beri tahu dokter jika Anda baru mengalami cedera, menjalani operasi
(termasuk operasi gigi), atau pengobatan dengan radioterapi dan
kemoterapi.
4. Beri tahu dokter jika Anda sedang mengonsumsi obat lain, terutama obat
yang bisa menaikkan tekanan darah, produk herba, maupun suplemen.
5. Beri tahu dokter jika Anda kan melakuan vaksinasi terutama dengan vaksin
hidup, seperti vaksin tifoid, kolera, dan BCG.
6. Chloramphenicol dapat memengaruhi hasil uji gula darah. Oleh karena itu,
konsultasikan penggunaan obat ini bila Anda menderita diabetes.
7. Jika pandangan menjadi buram setelah menggunakan chloramphenicol
tetes atau salep mata, jangan mengemudikan kendaraan sebelum bisa
melihat dengan jelas kembali.
8. Jika terjadi reaksi alergi obat atau overdosis setelah menggunakan obat
chloramphenicol, segera temui dokter.
C. Efek samping obat
1. Pusing
2. Sakit kepala
3. Mual atau muntah
4. Diare
5. Kebingungan atau linglung
6. Sariawan
7. Sensasi tersengat pada mata atau telinga
8. Pandangan kabur
1. Mudah memar
2. Mudah terkena infeksi
3. Merasa sangat lemas atau lelah
4. Sulit bernapas
D. Dosis Pakai
Dosis chloramphenicol akan disesuaikan dengan kondisi pasien. Berikut
adalah dosis umum penggunaan chloramphenicol sesuai bentuk sediaannya:
1. Chloramphenicol tetes
a. Dosis tetes mata: 1 tetes setiap 2 jam, selama 2 hari pertama. Setelah
itu, kurangi dosis menjadi 1 tetes, 3-4 kali per hari, selama 3 hari.
b. Dosis tetes telinga: 3-4 tetes, setiap 6-8 jam, selama 1 minggu.
2. Chloramphenicol salep
Dosis: Sekali oles sebanyak 4-5 kali sehari hingga infeksi sembuh, atau
sesuai anjuran dokter. Jangan menggunakan obat lebih dari 1 minggu,
kecuali atas saran dokter.
3. Chloramphenicol oral (tablet, kapsul, sirop)
a. Dewasa: 50 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis. Pada infeksi berat,
dosis dapat dinaikkan hingga 100 mg/kgBB per hari.
b. Anak-anak: 25-50 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis. Pada infeksi
berat, dosis dapat dinaikkan hingga 100 mg/kg per hari.
E. Interaksi Obat
Ada beberapa efek interaksi yang mungkin terjadi jika menggunakan
chloramphenicol bersamaan dengan obat-obatan lain, yaitu:
1. Penurunan efektivitas chloramphenicol dalam membasmi bakteri, bila
digunakan bersama rifampicin dan phenobarbital.
2. Peningkatan risiko terjadinya efek samping yang fatal, jika digunakan
bersama obat yang bisa menekan fungsi sumsum tulang.
3. Peningkatan risiko terjadinya efek samping phenytoin, ciclosporin, dan
tacrolimus.
4. Penurunan efektivitas ceftazidime, cynacobalamin (vitamin B12), dan
beberapa vaksin hidup, seperti vaksin BCG, vaksin kolera, dan vaksin
tifoid.
5. Penurunan efektivitas antibiotik lain, seperti ceftriaxone, dalam
mengatasi infeksi bakteri.
6. Peningkatan risiko terjadinya perdarahan, bila digunakan bersama
warfarin.
7. Peningkatan efek obat antidiabetes golongan sulfonilurea, seperti
gliclazide dan glipizide, sehingga dapat terjadi hipoglikemia.
2. AMINOGLYCOSIDA
Semua anggota aminoglikosida diketahui menghambat sintesis protein bakteri
dengan mekanisme yang ditentukan untuk streptomisin. Aminoglikosid
bersifat bakterisidal yang terutama tertuju pada basil gram negatif yang
aerobik. Sedang aktifitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri
fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali.
1. Neomysin
Neomysin merupakan antibiotik berspektrum luas dan bersifat bakterisidal
serta peka terhadap bakteri gram negatif. Mikroorganisme yang rentan
biasanya dihambat oleh konsentrasi 5 hingga 10 µg/ml atau kurang. Spesies
gram negatif yang sangat peka adalah E.coli, Enterobacter erogenes dan
Proteus vulgaris. Mikroorganisme gram positif yang dapat dihambat meliputi
S. aureus dan M. tuberculosis. Neomysin sulfat (MYCIFRADIN) tersedia
untuk penggunaan topikal dan oral.
2. Kanamisin
Kanamisin dalam mekanismenya memiliki kepekaan terhadap bakteri gram
negative. Antibiotik ini hampir merupakan obat kuno yang indikasi
penggunaannya sedikit, kanamisin digunakan untuk mengobati tuberculosis
dalam kombinasi dengan obat-obat efektif lainnya. Karena terapi penyakit ini
sangat lama dan melibatkan pemberian dosis obat total yang tinggi disertai
resiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas kanamisin digunakan hanya untuk
mengobati pasien yang terinfeksi mikroorganisme yang telah resisten
terhadap obat-obat yang lazim digunakan.
3. Streptomysin
Streptomisin bersifat bakterisidal yang berikatan dengan komponen ribosom
30s dan menyebabkan kode pada mRNA, dan salah dibaca oleh tRNA pada
waktu sintesis protein. Antibiotik ini bersifat peka terhadap bakteri gram
negatif. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional
bagi sel mikroba. Streptomysin saat ini digunakan untuk pengobatan infeksi
yang tidak lazim, pada umumnya dalam bentuk kombinasi dengan senyawa
antimikroba yang lain. Streptomisin diperoleh dari streptomyces griseus oleh
Waksman (1943) dan digunakan untuk pengobatan tubercolosis.
A. Mekanisme Kerja
B. Kontra Indikasi
1. Neomysin
Neomycin topikal tidak boleh diberikan untuk bayi di bawah usia
tiga tahun.
Harap berhati-hati dalam menggunakan obat ini jika sedang
mengalami gangguan fungsi ginjal, penyakit hati, penyakit Parkinson,
vertigo, myasthenia gravis, gangguan usus, dan gangguan
pendengaran (misalnya tinnitus).
Hindari pemberian imunisasi atau vaksinasi selama pemakaian
neomycin.
Informasikan kepada dokter jika ingin menggunakan obat ini untuk
jangka panjang, karena dapat menyebabkan perkembangan
organisme asing di dalam tubuh.
Jangan menggunakan neomycin tetes telinga lebih dari tujuh hari.
Temui dokter bila infeksi tidak kunjung sembuh.
Beri tahu dokter jika sedang mengonsumsi obat-obatan lain,
termasuk suplemen dan produk herba, untuk menghindari interaksi
obat yang tidak diinginkan.
2. Kanamisin
Diskusikan dengan dokter sebelum menggunakan kanamycin,
terutama jika memiliki alergi terhadap makanan, obat, maupun
bahan lain dalam obat ini.
Beri tahu dokter bila menderita penyakit ginjal, penyakit Parkinson,
penyakit myasthenia gravis, gangguan saraf dan otot, serta asma.
Kanamycin dapat menyebabkan reaksi alergi yang mungkin
mengancam nyawa. Segera temui dokter bila muncul gejala gatal,
sesak napas, kesulitan menelan, serta pembengkakan di wajah dan
tangan setelah menggunakan obat ini.
Hentikan pengobatan dengan kanamycin bila mengalami gangguan
pendengaran. Keluhan gangguan pendengaran dapat disertai gejala
pusing, telinga berdenging, dan vertigo.
Periksakan ke dokter bila muncul gejala gangguan ginjal, seperti
perubahan pada frekuensi buang air kecil dan jumlah urine,
terdapat darah dalam urine, sering haus, mual dan muntah, serta
tungkai membengkak.
3. Streptomysin
Hindari penggunaan streptomycin jika tengah menerima vaksin atau
memiliki riwayat alergi obat terhadap obat aminoglikosida lain.
Hindari menggunakan streptomycin setelah diberikan obat bius atau
obat pelemas otot (misalnya baclofen), karena dapat meningkatkan
risiko gangguan saraf, otot, dan sistem pernapasan.
Penggunaan streptomycin dapat menimbulkan efek nefrotoksik dan
neurotoksik. Efek neurotoksik dan nefrotoksik adalah efek yang
dapat menyebabkan gangguan pada ginjal dan sistem saraf.
Hati-hati jika Anda menderita atau memiliki riwayat vertigo,
myasthenia gravis, dan gangguan ginjal.
Beri tahu dokter jika tengah menerima obat-obatan lain, termasuk
suplemen dan produk herba.
C. Efek Samping
1. Neomysin
Iritasi, rasa terbakar, merah, gatal, atau ruam pada kulit.
Gangguan pendengaran.
Urine berkurang.
2. Kanamisin
Beberapa efek samping dari penggunaan kanamycin adalah:
Sakit tenggorokan.
Otot terasa nyeri atau kaku.
Kehilangan keseimbangan.
Telinga berdenging.
Gangguan pendengaran.
Penglihatan buram.
Perdarahan, seperti muncul memar-memar, BAB berdarah, atau
kencing berdarah.
Gangguan fungsi ginjal, misalnya jumlah urine yang keluar
berkurang, pembengkakan pada wajah dan tungkai, peningkatan
berat badan dengan cepat, dan sesak napas.
Kejang.
3. Streptomysin
Efek samping yang berisiko terjadi setelah menggunakan streptomysin
adalah:
Gangguan fungsi ginjal
Gangguan saraf
Gangguan pendengaran
Sakit kepala
Hipotensi
Mengantuk
Ruam
Mual dan muntah
Anemia
Badan terasa lemas
D. Dosis Pakai
1. Neomysin
Berikut ini dosis neomycin untuk orang dewasa:
3. Streptomysin
E. Interaksi obat
1. Neomysin
Acarbose: neomycin meningkatkan efek obat ini.
Amphotericin B, bacitracin, colistin, cisplatin, polymyxin B, atau
vancomycin: efek kerusakan pada ginjal (nephrotoxic) dan kerusakan
pada sel saraf (neurotoxic) akan meningkat.
Antikoagulan: berisiko menimbulkan perdarahan.
Furosemide: toksisitas (efek racun) neomycin akan meningkat.
Bifosfonat: meningkatkan risiko terjadinya hipokalemia.
Digoxin atau methotrexate: neomycin menganggu penyerapan obat-
obatan ini.
Vaksin tifoid oral: neomycin menurunkan efektivitas vaksin.
2. Kanamisin
3. Streptomysin
3. Makrolida
A. Mekanisme Kerja
antibiotik ini mengganggu pembentukan protein bakteri. Makrolida
mencegah biosintesis protein bakteri dan biasanya diberikan untuk
mengobati pasien yang sangat sensitif terhadap penisilin.Makrolida
memiliki spektrum lebih luas dibandingkan dengan penisilin dan digunakan
untukmengobati infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran lambung, dll.
Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat
menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian
besar Gram-negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin
dapat menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin dapat
menghambat H. influenzae, tapi azitromisin mempunyai aktivitas terbesar.
Keduanya juga aktif terhadap H. Pylori (Kemenkes, 2011). Makrolida
mengikat secara ireversible pada tempat subunit 50S ribosom bakteri,
sehingga menghambat langkah translokasi sintesisi protein (Mycek et al.,
2001).
Eritromisin Efektif terhadap organisme yang sama seperti penisilin,
karena itu obat ini digunakan pada penderita yang alergi terhadap penisilin
(Mycek et al., 2001). Diindikasikan untuk pasien hipersensitif terhadap
penisilin, Enteritis campylobacter, difteri.
Azitromisin
Azotromisin merupakan suatu senyawa cincin makrolid lakton 15-atom,
diturunkan dari eritromisin melalui penambahan nitrogen termetilisasi
kedalam cincin lakton. Spektrum aktivitas dan penggunaan klinisnya hampir
identik dengan klaritomitin. Azitromisin efektif terhadap Mavium
compleks dan T. gondii. Azitromisin sedikit kurang aktif dari pada
eritromisin dan klaritomisin terhadap stafilokokus dan streptokokus serta
sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitromisin sangat efektif
terhadap klamid (Katzung, 2012). Sekitar 37% dosis diabsorpsi, dan
semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini dapat meningkatkan
kadar SGOT dan SGPT pada hati (Kemenkes, 2011).
Klindamisin
Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian
besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-
negatif aerob seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Klamidia (Kemenkes,
2011). Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin. Klindamisin
terutama diberikan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri anaerob, seperti bakteri Bakteriodes fragilis yang sering kali
menimbulkan infeksi abdomen yang diakibatkan trauma (Katzung, 2012).
B. Kontra Indikasi
Konsultasikan kepada dokter sebelum menggunakan obat makrolid,
khususnya jika:
Menderita penyakit jantung, hati, aritmia, hipokalemia, kadar
magnesium rendah, myasthenia gravis, dan porfiria.
Memiliki riwayat alergi dengan salah satu jenis atau golongan
antibiotik.
Sedang mengonsumsi obat-obatan, seperti cisapride dan terfenadine,
karena berpotensi menimbulkan gangguan irama jantung, terutama bila
dikonsumsi bersama erythromycin atau clarithromycin.
C. Efek Samping
Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah pemberian makrolid,
yaitu:
Nyeri lambung
Diare
Mual/muntah
Kemerahan/ruam pada kulit Mata, bibir, atau lidah membengkak/gatal
Kesulitan menelan
Kesulitan bernapas
Denyut jantung meningkat
Mual/muntah
Nyeri dada
D. Dosis Pakai
Infeksi bakteri
Dewasa: 300 mg, sekali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari,
Roxithromycin
selama 5-10 hari.
Anak: 5-8 mg/kg per hari.
E. Interaksi Obat
Makrolid dapat bereaksi secara tidak terprediksi dengan obat-obatan lain.
Hal ini dapat mempengaruhi mekanisme kerja obat dan meningkatkan
risiko terjadinya efek samping. Beberapa contoh obat yang berinteraksi
dengan makrolid misalnya:
Pil kontrasepsi
Vitamin K
Vitamin B6
Suplemen kalsium
Digoksin
Asam folat
Kolkisin
Ergotamine
Warfarin
Cisaprid
Terfenadi.
4. Klindamysin
A. Mekanisme Kerja
Klindamisin bekerja dengan cara memperlambat dan menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Berkat kemampuan ini, clindamycin dapat
mengatasi infeksi bakteri pada paru-paru, kulit, sistem pencernaan, sendi
dan tulang, organ kelamin, serta jantung. Klindamisin juga sering menjadi
pilihan untuk menangani infeksi gigi saat antibiotik lain, seperti penisilin,
tidak memberikan hasil. Meski begitu, obat ini tidak dapat digunakan
untuk mengobati infeksi virus, seperti flu.
B. Kontra Indikasi
Beri tahu dokter jika Anda memiliki riwayat kolitis, penyakit Crohn,
asma, alergi, eksim, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, dan
meningitis.
Harap berhati-hati dalam mengonsumsi clindamycin jika Anda sedang
menggunakan obat-obatan lain, seperti erythromycin, rifampicin,
aspirin, atau ketoconazole, serta suplemen atau obat herbal.
Beri tahu dokter jika Anda berencana atau baru melakukan operasi,
termasuk operasi gigi.
Beri tahu dokter jika Anda berencana atau belum lama menjalani
vaksinasi tertentu.
Informasikan kepada dokter jika Anda memiliki kebiasaan merokok
atau sering mengonsumsi minuman beralkohol.
Hipersensitif terhadap klidamisin atau linkomisin.
C. Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi akibat penggunaan clindamycin adalah:
Munculnya gangguan pencernaan, termasuk, mual, muntah, muncul rasa
seperti logam di mulut, serta diare.
Nyeri saat menelan.
Nyeri sendi.
Rasa panas di area dada (heartburn).
Iritasi pada area kulit yang diolesi clindamycin salep atau gel.
Ruam kulit yang terasa gatal, hingga kulit mengelupas atau melepuh.
Sulit menelan.
Suara menjadi parau.
Berkurangnya jumlah urine dan frekuensi berkemih.
Kulit dan mata berwarna kuning (jaundice).
BAB berdarah.
Pembengkakan di wajah, mata, lidah, tangan, atau kaki.
Sesak napas.
D. Dosis Pakai
Dosis Clindamycin disesuaikan dengan usia, jenis infeksi, dan kondisi
pasien. Berikut adalah dosis penggunaan clindamycin berdasarkan bentuk
sediaannya:
Clindamycin kapsul
Dewasa
150-300 mg tiap 6 jam. Dosis maksimum per kali minum 450 mg dan
dosis maksimum perhari 1,8 g.
Anak
3-6 mg/kgBB tiap 6 jam. Bila berat badan anak kurang dari 10 kg, dosis
yang diberikan minimal 37,5 mg tiap 8 jam.
Clindamycin salep dan gel
Clindamycin salep dan gel cukup dioleskan sedikit pada area infeksi,
misalnya pada bintik jerawat. Obat ini biasanya dioleskan 1-2 kali
sehari atau sesuai rekomendasi dokter.
E. Interaksi Obat
Ada beberapa risiko yang dapat terjadi jika menggunakan clindamycin
bersamaan dengan obat tertentu, yaitu:
Penurunan efektivitas vaksin yang mengandung kuman hidup, seperti
vaksin tifoid, kolera, dan BCG.
Penurunan efektivitas clindamycin, bila digunakan bersama obat untuk
TBC rifampicin.
Penurunan efektivitas clindamycin dan erythromycin, bila digunakan
bersamaan.
Peningkatan efek samping atracurium, ciclosporin, dan vecuronium.
Penurunan efektivitas pil KB, terutama yang mengandung estradiol.
Penurunan efek samping clindamycin, bila digunakan bersama
ketoconazole.