KELAS :C
NPM : 19208013
I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. PERMANGANOMETRI
1. Mengetahui normalitas KMnO4 dengan baku primer asam oksalat.
2. Menetapkan kadar zat dalam sample (ferro sulfat).
B. IODIMETRI
1. Menentukan normalitas larutan Iodium 0,1 N.
2. Menentukkn kadar zat dalam sample secara iodimetri.
B. BAHAN
1. PERMANGANOMETRI
a. Larutan baku sekunder : KMnO4
b. Larutan baku primer : Asam Oksalat
c. Aquadest
d. Autoindikator
2. IODIMETRI
a. Larutan baku sekunder : Natrium Thiosulfat yang sudah dibakukan
b. Larutan baku primer : Natrium Thiosulfat + 1 ml larutan kanji
c. Sampel vitamin C 100 ml
4
V. PROSEDUR PEMBUATAN
A. PERMANGANOMETRI
1. Cara Pembakuan
a. Pipet 25 ml asam oksalat, masukkan ke dalam erlenmeyer.
b. Tambahkan 10 ml H2SO4 2N (10%).
B. IODIMETRI
1. Cara Pembakuan
a. Pipet 25 ml Natrium Thiosulfat baku, masukkan ke dalam
Erlenmeyer.
b. Tambahkan 1 ml larutan kanji.
c. Titrasi dengan menggunakan larutan baku sekunder hingga warna
biru.
d. Lakukan titrasi sebanyak 2 kali.
5
2. Penetapan Kadar
a. Masukkan sampel ke dalam erlenmeyer.
b. Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat
c. Tambahkan 1 ml indikator kanji. a
d. Titrasi dengan larutan baku sekunder ad warna biru.
e. Lakukan titrasi sebanyak 2 kali.
f. Hitung kadar sample tersebut.
3. Sample Vitamin C Serbuk
Timbang seksama 6,3 g larutkan dalam campuran 100 ml air
bebas CO2, tambahkan asal sulfa pekat 25 ml (10%), titrasi dengan
indikator larutan kanji p.
4. Pembuatan Indikator Kanji P
Timbang kurang lebih 500 mg kanji/amilum lalu larutkan dalam
100 ml aquadest. Panaskan hingga mendidih setelah dingin, lalu saring
dengan kertas saring.
A. PERMANGANOMETRI
1. Hasil Pembakuan
No. Vol Vol KMnO4 Normalitas
Oksalat
Awal Akhir
1 V1 . N1 = V2 . N2
25 ml 0 6,2 ml 25 . 0,1 = 6,2 . N2
N2 = 0,4032
3. Penetapan Kadar
1. Penetapan kadar Asam Oksalat
Percobaan 1 N × V × 27,80
×100 %
W = 25 mg 0,1× W sampel
¿ 33,62 %
Percobaan 2 N × V × 27,80
×100 %
W = 25 mg 0,1× W sampel
¿ 33,08 %
Percobaan 3 N × V × 27,80
×100 %
W = 25 mg 0,1× W sampel
V = 7,9 ml
7
¿ 31,94 %
Percobaan 1 N × V × 27,80
×100 %
W = 300 mg 0,1× W sampel
¿ 4,48 %
Percobaan 2 N × V × 27,80
×100 %
W = 300 mg 0,1× W sampel
¿ 4,29 %
Percobaan 3 N × V × 27,80
×100 %
W = 300 mg 0,1× W sampel
¿ 4,15 %
B. IODIMETRI
1. Hasil Pembakuan
Tidak dilakukan perhitungan terhadap sampel ataupun normalitas
Natrium Thiosulfat karena tidak terjadi perubahan warna saat titrasi
8
2. Penetapan Kadar
Tidak dilakukan perhitungan terhadap sampel ataupun
Natrium Thiosulfat karena tidak terjadi perubahan warna saat titrasi
VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah melakukan analisis senyawa obat tunggal
secara permanganometri dan idiometri.
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks.
Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa
digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium
permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan
indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan
secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes
permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada
volume larutan dalam suatu titrasi.
Iodometrik adalah titrasi redoks yang melibatkan titrasi iodin yang
diproduksi dalam reaksi dengan larutan standar natrium tiosulfat. Iodin
bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat pereduksi,
sehingga iodin sebagai oksidator. Ion I- siap memberikan elektron dengan
adanya zat penangkap elektron, sehingga I- bertindak sebagai zat pereaksi.
Ketika larutan natrium tiosulfat dititrasi dengan larutan iodin berwarna
coklat gelap yang karakteristik dengan iodin akan hilang. Ketika semua
Na2S4O6 telah teroksidasi, maka kelebihan larutan iod akan menjadikan
cairan tersebut berwarna kuning pucat. karena itu dalam iodometri
memungkinkan titrasi tanpa menggunakan indikator. Namun kelebihan iodin
pada akhir titrasi memberikan warna yang samar, sehingga penetapan titik
akhir titrasi (ekivalen) menjadi sukar. Karena itu, lebih disukai
menggunakan pereaksi yang sensitif terhadap iodin sebagai indikator; yaitu
larutan kanji (amilum) yang membentuk senyawa adsorpsi berwarna biru.
Pada praktikum permanganometri iodimetri dilakukan dua percobaan
yaitu pembakuan larutan dan penetapan kadar.
9
Permanganometri
Iodimetri
Maka diperoleh hasil pembakuan permanganometri I yaitu 0.4032 N
dengan kadar 33,62% sedangkan pembakuan permanganometri II yaitu 0,38
64 N dengan kadar 33,08%. Sedangkan pembakuan permanganometri III
yaitu 0,3731 N dengan kadar 31,94%.
Pada percobaan penetapan kadar iodimetri tidak diperoleh hasil hal ini
bisa disebabkan dikarenakan adanya beberapa faktor:
a. Terlalu banyak atau terlalu sedikit menggunakan indikator titrasi, dimana
zat ini adalah zat kimia yang digunakan untuk mengetahui bila
penambahan titran berhenti atau titik ekivalen titran telah tercapai.
b. Keliru menambahkan jumlah reagen, karena bila jumlah reagen yang
ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan akan bereaksi sempurna
oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik ekivalen.
c. Keliru menentukan titik akhir titrasi yaitu suatu peristiwa dimana
indikator telah menunjukkan warna dan titrasi harus dihentikan.
d. Zat yang digunakan sudah tidak layak, sehingga tidak diperoleh hasil
yang semestinya.
VIII. KESIMPULAN
Data yang diperoleh setelah melakukan praktikum analisa senyawa obat
tunggal secara permanganometri dan iodimetri adalah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Erlangga: Jakarta.