Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II

PERMANGANOMETRI DAN IODOMETRI

NAMA : Cici Nuraini

KELAS :C

NPM : 19208013

AKADEMI FARMASI BUMI SILIWANGI


BANDUNG 2021

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI


1

I. TUJUAN PRAKTIKUM
A. PERMANGANOMETRI
1. Mengetahui normalitas KMnO4 dengan baku primer asam oksalat.
2. Menetapkan kadar zat dalam sample (ferro sulfat).
B. IODIMETRI
1. Menentukan normalitas larutan Iodium 0,1 N.
2. Menentukkn kadar zat dalam sample secara iodimetri.

II. PRINSIP A. PERMANGANOMETRI


Titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks.
B. IODIMETRI
Titrasi redoks yang melibatkan titrasi iodin yang diproduksi dalam reaksi
dengan larutan standar natrium tiosulfat

III. TEORI DASAR


Permanganometri termasuk ke dalam reaksi redoks, oksidasi dapat
didefinisikan sebagai pelepasan elektron, sedangkan reduksi adalah
pengikatan elektron suatu atom.
Pada percobaan ini digunakan KMnO4 sebagai oksidator. Metode
titrasi yang digunakan ialah permanganometri. Oksidator ini pertama kali
diperkenalkan oleh F. Marquirite untuk titrasi besi (II) merupakan oksidator
kuat yang dapat mengoksidasi sebagian besar reduktor-reduktor dalam
jumlah ekuivalen. KMnO4 dalam larutan asam, reduksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
MnO4 + 8H + 5E → Mn + 4 H2O
Sehingga ekuivalensinya adalah seperlima mol yaitu 158,03/5 atau
31,606 potensial standar yang larut dalam asam (EO), menurut perhitungan
adalah 1,51 volt, maka ion permanganate dalam larutan asam klorida
kemungkinan terjadi reaksi:
2MnO4 + 10 Cl + 16 H → 2 Mn + Cl2 + 8 H2
Sedikit permanganate akan terpakai pada pembentukan klor. Fungsi
dari mangan (II) sulfat adalah menyediakan konsentrasi ion mangan yang
2

cukup untuk bereaksi dengan ion permanganate yang secara tempat


berlebihan. Mangan (II) terbentuk dari redusi ion permanganate.
Untuk melakukan titrasi yang tidaak berwarna atau sedikit pewarna,
pemakaian indikator tidak perlu karena kalium permanganate walaupun
dalam kadar yang rendah sudah memberikan warna merah jambu hingga
ungu. Oleh karena itu disebut autoindikator. Kalium permanganate yang
berlebih dapat memberikan warna yang terang untuk volume larutan yang
besar.
Kalium permanganate bukakn standar primer, zat ini sukar diperoleh
murni dan bebas dari mangan oksida, lagi pula air suling bisa mengandung
zat-zat pereduksi yang akan bereaksi dengankalium permanganate
membentuk mangan oksida. Adanya mangan oksida dapat mengganggu
karena mengkatalisis penguraiannya sendiri dari larutan permanganate
setelah didiamkan. Larutan kalium permanganate dapat mengalami
penguraian jika terkena cahaya, oleh karena itu larutan ini harus disimpan
dalam botol coklat dan disimpan ditempat yang terlindung dari cahaya.
Penyimpanan dalam waktu lama juga dapat menyebabkan penguraia
dari KMnO4. Larutan permanganate dapat distandarisasi dengan
menggunakan natrium oksalat sebagai standar primer sedangkan standar
sekuner meliputi besilogam dan besi (II) etilendiamonium sulfat. Natrium
oksalat dapat dianggap sebagai zat yang baik untuk pembakuan kalium
permanganate karena mudah diperoleh dalam keadaan murni dan tidak
rehidras, selain itu zat pro analisisnya biasanya mempunyai kemurnian
paling sedikit 99,9%. Larutan oksidator ini diasamkan dengan asam sulfat
ener lalu larutan tersebut dititrasi menggunakan KMnO4 disertai pengadukan
yang menyebabkan larutan yang menjad homogen hingga warnan yang
diperoleh pertama kali adalah warna merah jambu yang sangat lemah,
selanjutnya hilangkan panas tersebut bila warna larutan menjadi hilang,
lanjutkan titrasi hingga warna merah jambu yang sangat muda tersebut tidak
hilan lagi. Pemanasan diperlukan karena terkadang warnamerah jambu yang
terbentuk tidak hilang lagi dengan pengadukan sedangkan titrasi belum
berakhir. Oleh karena itu, kita perlu memeriksa warna larutan yag terbentuk
melalui pemanasan untuk mengatahui titik akhir titrasi.
3

Iodimetri adalah satu metode titrasi langsung dengan menggunakan


larutan titer idium. Reaksi yang terjadi pada ioimetri ini didasarkan pada
prinsip reaksi redoks. Karena idium memiliki sifar oksidator maka larutan
iodium tersebut dapat digunakan pada iodimetri in, terutama untuk zzat-zat
yang mempunyai potensial oksidari lebih rendah daripada potensial oksidasi
iodium. Kaerna iodium oksidator lema maka yang dapat dioksidas
reduktorreduktor kuat dimana seriing digunakan sebagai oksidator adalah
SO3, AS2O3. Selain iodimetri, metode lain yang digunakan dengan
mengguanakkn prinsip yang sama yaitu iodometri dan bromometri.

IV. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
1. Buret makro 50 ml
2. Statif dan klem buret
3. Labu erlenmeyer
4. Beakerglass
5. Gelas ukur
6. Labu ukur

B. BAHAN
1. PERMANGANOMETRI
a. Larutan baku sekunder : KMnO4
b. Larutan baku primer : Asam Oksalat
c. Aquadest
d. Autoindikator
2. IODIMETRI
a. Larutan baku sekunder : Natrium Thiosulfat yang sudah dibakukan
b. Larutan baku primer : Natrium Thiosulfat + 1 ml larutan kanji
c. Sampel vitamin C 100 ml
4

V. PROSEDUR PEMBUATAN
A. PERMANGANOMETRI
1. Cara Pembakuan
a. Pipet 25 ml asam oksalat, masukkan ke dalam erlenmeyer.
b. Tambahkan 10 ml H2SO4 2N (10%).

c. Panaskan di atas waterbath hingga suhu 60-70C.


d. Titrasi dengan KMnO4 hingga warna merah muda.
e. Lakukan titrasi sebanyak 3 kali.
f. Hitung normalitas KMnO4 sesungguhnya.
2. Penetapan Kadar
1. Penetapan Kadar Asam Oksalat
a. Masukkan Asam Oksalat sebanyak 25 ml kedalam erlemeyer
b. Tambahkan 20 ml H2SO4
c. Titrasi dengan larutan KMnO4
d. Lakukan titrasi sebanyak 3 kali
2. Penetapan Kadar FeSO4
a. Timbang sebanyak 300 mg fero sulfat, masukkan ke dalalm
erlenmeyer 250 ml.
b. Larutkan dalam 20 ml H2SO4
c. Titrasi dengan larutan KMnO4
d. Lakukan titrasi sebanyak 3 kali
e. Hitung kadar FeSO4 dalam sample.

B. IODIMETRI
1. Cara Pembakuan
a. Pipet 25 ml Natrium Thiosulfat baku, masukkan ke dalam
Erlenmeyer.
b. Tambahkan 1 ml larutan kanji.
c. Titrasi dengan menggunakan larutan baku sekunder hingga warna
biru.
d. Lakukan titrasi sebanyak 2 kali.
5

2. Penetapan Kadar
a. Masukkan sampel ke dalam erlenmeyer.
b. Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat
c. Tambahkan 1 ml indikator kanji. a
d. Titrasi dengan larutan baku sekunder ad warna biru.
e. Lakukan titrasi sebanyak 2 kali.
f. Hitung kadar sample tersebut.
3. Sample Vitamin C Serbuk
Timbang seksama 6,3 g larutkan dalam campuran 100 ml air
bebas CO2, tambahkan asal sulfa pekat 25 ml (10%), titrasi dengan
indikator larutan kanji p.
4. Pembuatan Indikator Kanji P
Timbang kurang lebih 500 mg kanji/amilum lalu larutkan dalam
100 ml aquadest. Panaskan hingga mendidih setelah dingin, lalu saring
dengan kertas saring.

VI. DATA PENGAMATAN


6

A. PERMANGANOMETRI
1. Hasil Pembakuan
No. Vol Vol KMnO4 Normalitas
Oksalat
Awal Akhir
1 V1 . N1 = V2 . N2
25 ml 0 6,2 ml 25 . 0,1 = 6,2 . N2
N2 = 0,4032

Normalitas KMnO4 0,4032


2 V1 . N1 = V2 . N2

25ml 0 6,5 ml 25 . 0,1 = 6,5 . N2


N2 = 0.3846

Normalitas KMnO4 0,3864


V1 . N1 = V2 . N2
3 25 ml 0 6,7 ml 25 . 0,1 = 6,7 . N2
N2 = 0.3846
Normalitas KMnO4 0.3731

3. Penetapan Kadar
1. Penetapan kadar Asam Oksalat
Percobaan 1 N × V × 27,80
×100 %
W = 25 mg 0,1× W sampel

V = 7,5 ml 0,4032× 7,5× 27,80


×100 %
0,1× 25

¿ 33,62 %

Percobaan 2 N × V × 27,80
×100 %
W = 25 mg 0,1× W sampel

V = 7,7 ml 0,3864 ×7,7 × 27,80


×100 %
0,1 ×25

¿ 33,08 %

Percobaan 3 N × V × 27,80
×100 %
W = 25 mg 0,1× W sampel

V = 7,9 ml
7

0,3731× 7,9× 27,80


×100 %
0,1× 25

¿ 31,94 %

2. Penetapan Kadar Fero Sulfat

Percobaan 1 N × V × 27,80
×100 %
W = 300 mg 0,1× W sampel

V = 12 ml 0,4032× 12× 27,80


×100 %
0,1× 300

¿ 4,48 %

Percobaan 2 N × V × 27,80
×100 %
W = 300 mg 0,1× W sampel

V = 12,3 ml 0,3864 ×12,3 ×27,80


×100 %
0,1 ×300

¿ 4,29 %

Percobaan 3 N × V × 27,80
×100 %
W = 300 mg 0,1× W sampel

V = 15,5 ml 0,3731× 15,5× 27,80


×100 %
0,1× 300

¿ 4,15 %

B. IODIMETRI
1. Hasil Pembakuan
Tidak dilakukan perhitungan terhadap sampel ataupun normalitas
Natrium Thiosulfat karena tidak terjadi perubahan warna saat titrasi
8

2. Penetapan Kadar
Tidak dilakukan perhitungan terhadap sampel ataupun
Natrium Thiosulfat karena tidak terjadi perubahan warna saat titrasi

VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah melakukan analisis senyawa obat tunggal
secara permanganometri dan idiometri.
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks.
Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa
digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium
permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan
indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan
secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes
permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada
volume larutan dalam suatu titrasi.
Iodometrik adalah titrasi redoks yang melibatkan titrasi iodin yang
diproduksi dalam reaksi dengan larutan standar natrium tiosulfat. Iodin
bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat pereduksi,
sehingga iodin sebagai oksidator. Ion I- siap memberikan elektron dengan
adanya zat penangkap elektron, sehingga I- bertindak sebagai zat pereaksi.
Ketika larutan natrium tiosulfat dititrasi dengan larutan iodin berwarna
coklat gelap yang karakteristik dengan iodin akan hilang. Ketika semua
Na2S4O6 telah teroksidasi, maka kelebihan larutan iod akan menjadikan
cairan tersebut berwarna kuning pucat. karena itu dalam iodometri
memungkinkan titrasi tanpa menggunakan indikator. Namun kelebihan iodin
pada akhir titrasi memberikan warna yang samar, sehingga penetapan titik
akhir titrasi (ekivalen) menjadi sukar. Karena itu, lebih disukai
menggunakan pereaksi yang sensitif terhadap iodin sebagai indikator; yaitu
larutan kanji (amilum) yang membentuk senyawa adsorpsi berwarna biru.
Pada praktikum permanganometri iodimetri dilakukan dua percobaan
yaitu pembakuan larutan dan penetapan kadar.
9

Prosedur pembakuan larutan permanganometri I yaitu mengisi buret


dengan KMnO4 sebanyak 25 ml. Dimasukkan ke erlenmeyer 25 ml asam
oksala tambahkan 10 ml H2SO4 2N kemudian panaskan di atas waterbath
hingga suhu 60-700C. Setelah itu titrasi hingga berubah warna menjadi
merah muda. Diperoleh perubahan warna setelah 6,2 ml. Sedangkan
pembakuan II (dengan prosedur yang sama) mengalami perubahan warna
setelah 6,5 ml. Sedangkan pembakuan III (dengan prosedur yang sama)
mengalami perubahan warna setelah 6,7 ml.
Prosedur penetapan kadar permanganometri I yaitu mengisi buret
dengan KMnO4 sebanyak 25 ml. Dimasukkan ke erlenmeyer 25 ml Asam O
ksalat kemudian larutkan dengan 20 ml H2SO4 encer. Setelah itu titrasi
hingga berubah warna. Diperoleh perubahan warna setelah 7,5 ml.
Sedangkan penetapan kadar II menggunakan 25 ml Asam Oksalat (dengan
prosedur yang sama) mengalami perubahan warna setelah 7,7 ml.
Sedangkan penetapan kadar III menggunakan 25 ml Asam Oksalat (dengan
prosedur yang sama) mengalami perubahan warna setelah 7,9 ml.
Prosedur penetapan kadar permanganometri II yaitu mengisi buret
dengan KMnO4 sebanyak 25 ml. Dimasukkan ke erlenmeyer 300 mg Ferro S
ulfat kemudian larutkan dengan 20 ml H2SO4 encer. Setelah itu titrasi hingga
berubah warna. Diperoleh perubahan warna setelah 12 ml. Sedangkan
penetapan kadar II menggunakan 25 ml Asam Oksalat (dengan prosedur
yang sama) mengalami perubahan warna setelah 12,3 ml. Sedangkan
penetapan kadar III menggunakan 25 ml Asam Oksalat (dengan prosedur
yang sama) mengalami perubahan warna setelah 15,5 ml.
Prosedur pembakuan iodimetri I yaitu mengisi buret dengan Iodium
sebanyak 50 ml. Dimasukkan ke erlenmeyer Natrium Thiosulfat tambahkan
1 ml larutan kanji kemudian titrasi. Hasil yang diperoleh adalah tidak adany
a perubaha warna saat sampel dan Natrium Thiosulfat dititrasi. Tidak adany
a perubahan ini bisa disebabkan karena daya mereduksi dari berbagai maca
m zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan peny
esuaian pH dengan tepat, sehingga metode iodimetri ini jarang dilakukan me
ngingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah.
10

Setelah itu melakukan perhitungan untuk pembakuan dengan rumus


V1.N1=V2.N2 dan penetapan kadar dengan rumus untuk:

Permanganometri

Iodimetri
Maka diperoleh hasil pembakuan permanganometri I yaitu 0.4032 N
dengan kadar 33,62% sedangkan pembakuan permanganometri II yaitu 0,38
64 N dengan kadar 33,08%. Sedangkan pembakuan permanganometri III
yaitu 0,3731 N dengan kadar 31,94%.
Pada percobaan penetapan kadar iodimetri tidak diperoleh hasil hal ini
bisa disebabkan dikarenakan adanya beberapa faktor:
a. Terlalu banyak atau terlalu sedikit menggunakan indikator titrasi, dimana
zat ini adalah zat kimia yang digunakan untuk mengetahui bila
penambahan titran berhenti atau titik ekivalen titran telah tercapai.
b. Keliru menambahkan jumlah reagen, karena bila jumlah reagen yang
ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan akan bereaksi sempurna
oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik ekivalen.
c. Keliru menentukan titik akhir titrasi yaitu suatu peristiwa dimana
indikator telah menunjukkan warna dan titrasi harus dihentikan.
d. Zat yang digunakan sudah tidak layak, sehingga tidak diperoleh hasil
yang semestinya.

VIII. KESIMPULAN
Data yang diperoleh setelah melakukan praktikum analisa senyawa obat
tunggal secara permanganometri dan iodimetri adalah sebagai berikut:

Analisis Percobaan I Percobaan II Percobaan III


Pembakuan Penetapan Pembakuan Penetapan Pembakuan Penetapan
kadar
Kadar Kadar

Permanganometri 0.4032 N 33,62% 0,3863 N 33,08% 0,3738N 31,94%


Iodimetri - - - - - -

Berdasarkan data diatas, percobaan penetapan kadar iodimetri diperoleh


data mengenai hasil yang didapatkan dari titrasi iodimetri (didalam video tidak
disebutkan), sehingga untuk nilai Normalitas dan kadar tidak dapat dihitung dan
juga tidak memberikan hasil perubahan warna setelah dititrasi. Hal ini di sebabkan
11

karena terjadi kesalahan pada prosedur penambahan Indikator Amilum atau


larutan kanji yang di tambahkan di awal, padahal Indikator amilum pada
Iodometri harusnya di tambahkan menjelang titik akhir titrasi yang di tandai
dengan warna kuning Jerami. karena bila pemberian amilum terlalu awal
maka amilum akan membungkus Iod sehingga sukar di lepas kembali, bila
Iod yang terbungkus banyak dapat menguraikan amilum sehingga hasil
penguraian mengganggu perubahan warna dan dapat mengganggu
penetapan titik akhir titrasi. Kemungkinan lain terjadi kerusakan pada
larutan baku Na₂S₂O₃ diakibatkan adannya sulphur bacterial atau tercemar
zat pengotor pada bahan – bahan yang digunakan sehingga tidak
menghasilkan perubahan warna dan juga karena terpaparnya cahaya berlebih
pada zat vitamin C, sehingga tidak menghasilkan perubahan warna pada saat
dititrasi , sehingga tidak diperoleh hasil yang semestinya.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 1987.” Kimia dan Struktur”. Binarupa Aksara: Tangerang.

Khopkar, S.M. 1985.“Konsep Dasar Kimia Analitik”. UI Press: Depok, Jakarta.

Underwood,A.L. dan R. A. Day Jr. 2002.”Analisa Kimia Kuantiataif Edisi IV”. a


12

Erlangga: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai