Anda di halaman 1dari 3

Dibalik Narasi Radikalisme dan Terorisme pada masjid

Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri Brigjen Umar Effendi mengaku
bakal melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham
radikalisme dan terorisme. Hal serupa juga disampaikan Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel dalam
rapat dengan Komisi III DPR, Senin (4-9-2023), mengusulkan agar pemerintah mengontrol semua
tempat ibadah di Indonesia supaya tidak menjadi sarang radikalisme.(kompas.com, 2023)

Represif Terhadap Islam

Menurutnya, jika rencana itu gol, berpotensi tindakan pemerintah akan lebih represif lagi kepada
elemen-elemen yang dianggap ada benang merahnya dengan terorisme dan radikalisme versi rezim
status quo, serta glorifikasi kekerasan dikaitkan dengan terorisme yang akan mudah disematkan
kepada tempat-tempat ibadah.

“Narasi BNPT ini dikhawatirkan akan lebih banyak melahirkan tragedi kezaliman terhadap umat
Islam. Apalagi kalau mereka punya payung hukum yang legal untuk bertindak lebih dari itu.
Imbasnya, di kalangan akar rumput berpotensi akan saling mencurigai, terjadi konflik horizontal di
tengah warga, termasuk di lembaga negara,” ungkapnya.

Ia mengingatkan, BNPT pernah mengeluarkan pernyataan yang menyebut 198 pesantren terafiliasi
teroris, tetapi akhirnya diralat. “Ini berarti BNPT serampangan mengeluarkan pernyataan, yang bisa
jadi info intelijennya juga serampangan. Yang kita sesalkan adalah pernyataan yang ternyata datanya
invalid ini langsung dilempar ke publik. Ini kan bisa menimbulkan disharmoni!” sesalnya.

Agung pun mengatakan, wajar apabila sejumlah pihak menduga memang sengaja untuk
menciptakan suasana saling curiga dan islamofobia di tengah warga.

“Terkait itu kami menyampaikan, umat Islam harus melek Islam dengan benar dan melek informasi,
serta paham politik, sekaligus mewaspadai agenda global War on Terrorism termasuk War on
Radicalism. Ini adalah rancangan Barat yang diduga ditujukan untuk memerangi Islam,” urainya.

Kokohkan Narasi War on Terrorism

Tuduhan Barat bahwa agama adalah sumber konflik dunia hari ini, juga tidak bisa dilepaskan dari
agenda War on Extremism yang merupakan bagian dari Global War on Terrorism (GWOT) yang
mereka canangkan sebelumnya. Jika kita menilik ke belakang, GWOT mulai digaungkan oleh
Presiden AS George W. Bush. Bush menciptakan momentum menggaungkan narasi terorisme
tersebut saat diledakkannya dua menara kembar WTC. Namun dalam perjalanannya, narasi
terorisme ini dirasa kurang efektif karena hanya menyasar pelaku teror semata. Tidak bisa meluas.

Oleh karena itu, dibuatlah narasi baru yakni ekstremisme dan radikalisme. Narasi ini menyasar
pelaku teror, sekaligus ideologi atau pemikiran yang dianggap radikal, yang bisa memicu sebuah
tindak terorisme. Walhasil pada periode Thrump, GWOT dengan skema war on radicalism makin
dikuatkan.
Trump juga memperjelas target GWOT adalah gerakan Islam. Ia pun menyatakan bahwa akan
memperkuat aliansi lama dan membentuk aliansi baru serta menyatukan dunia beradab melawan
terorisme Islam radikal. Secara sangat arogan, ia juga menyatakan akan membasmi terorisme Islam
radikal secara menyeluruh dari muka bumi.

Islam tidak boleh tampak, apalagi memimpin. Ketika semua agama “dipaksa” setara, dijadikanlah
HAM sebagai “agama” baru yang dibuat oleh kapitalisme sebagai pengikatnya.

Dengan nilai-nilai baru yang ditanamkan melalui narasi HAM inilah, menjadi mudah bagi kapitalisme
global menancapkan hegemoninya di berbagai wilayah, sebagaiman yang sudah dilakukannya
selama ini. Atas nama HAM, AS dan sekutunya membombardir wilayah-wilayah yang dianggap
sebagai sarang teroris. Atas nama HAM, Barat akan masuk wilayah kaum muslim, layaknya polisi
dunia yang turut menyelesaikan setiap konflik internal negara.

Serangan terhadap islam

Program yang menyasar kaum muslimin

1. Counter violent exrimis

2. Plan of action to prevent violent extremism

Mengembalikan peran masjid

Fungsi Masjid pada Zaman Rasulullah saw.

Masjid adalah bangunan pertama yang didirikan Rasulullah saw. saat tiba di Yatsrib (Madinah) dalam
peristiwa hijrah, yaitu Masjid Quba. Masjid ini hingga kini masih berdiri kukuh di Kota Madinah, Arab
Saudi.

Setelah Masjid Quba, Nabi Muhammad saw. mendirikan Masjid Nabawi pada 18 Rabiul Awal tahun
pertama Hijrah.
Di masjid inilah shalat dan ibadah pada mulanya banyak dilakukan. Di masjid itu pula Rasulullah saw.
menyampaikan ajaran Islam, nasihat dan pidatonya kepada umat Islam. Di sini juga beliau bertindak
sebagai hakim yang memutuskan ragam persengketaan di kalangan umat, bermusyawarah dengan
para sahabat, bahkan mengatur siasat perang dan siasat bernegara. Ringkasnya, Masjid Nabawi
justru menjadi basis politik dan pusat pemerintahan Islam.

Keadaan ini tidak banyak berubah setelah Nabi saw. wafat. Masjid tetap merupakan pusat kegiatan
politik dan pemerintahan. Di sanalah Abu Bakar menerima baiat (pengangkatan sebagai khalifah)
setelah disetujui dalam pertemuan di Saqifah Bani Saidah. Masjid-masjid yang didirikan di daerah-
daerah yang tunduk pada kekuasaan Islam tidak lama setelah Nabi Muhammad saw. wafat juga
mempunyai fungsi yang tidak banyak berbeda dengan fungsi masjid di Madinah.

Mengembalikan Fungsi Masjid

Sejarah mencatat setidaknya ada sepuluh fungsi masjid pada zaman Nabi saw. yaitu: tempat ibadah
ritual (shalat, zikir. tilawah al-Quran); tempat konsultasi dan komunikasi umat tentang berbagai
persoalan kehidupan; tempat pendidikan; tempat pembagian zakat, ghanimah, sedekah, dll;
tempat latihan militer/perang; tempat pengobatan dan perawatan para korban perang; tempat
pengadilan sengketa; tempat menerima tamu; tempat menawan tahanan; dan pusat penerangan
Islam.
Alhasil, masjid saat ini pun harus dikembalikan fungsinya sebagaimana pada masa Nabi saw., bukan
sekadar tempat shalat saja.

Selain itu masjid harus dimakmurkan oleh kaum beriman, sebagaimana firman Allah SWT:

‫ِإَّنَم ا َيْع ُم ُر َم َس اِج َد ِهَّللا َم ْن آَم َن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َو َأَقاَم الَّص اَل َة َو آَتى الَّز َكاَة َو َلْم َيْخ َش ِإاَّل َهَّللا َفَعَس ى ُأوَلِئَك َأْن َيُك وُنوا ِم َن اْلُم ْهَتِد يَن‬
Sungguh yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang mengimani Allah dan
Hari Akhir, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada
Allah. Merekalah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (QS at-
Taubah [9]: 18).

Lebih dari itu, masjid dibangun di atas dasar takwa (Lihat: QS at-Taubah [9]: 108). Itulah sebabnya
mengapa Rasulullah saw. meruntuhkan bangunan kaum munafik yang juga mereka sebut masjid
karena bangunan tersebut tidak difungsikan untuk membangun ketakwaan, tetapi malah untuk
memecah-belah umat.

Karena itu saat ini pun jangan sampai kita membiarkan masjid “dimakmurkan” oleh kaum munafik
yang di satu sisi menolak politisasi masjid, tetapi di sisi lain justru menjadikan masjid sebagai ajang
pencitraan menjelang Pemilu, baik Pilkada ataupun Pilpres. []

Hikmah:

‫َو اَّلِذ يَن اَّتَخ ُذ وا َم ْس ِج ًدا ِض َر اًرا َو ُك ْفًرا َو َتْفِريًقا َبْيَن اْلُم ْؤ ِمِنيَن َوِإْر َص اًدا ِلَم ْن َح اَرَب َهَّللا َو َر ُسوَلُه ِم ْن َقْبُل َو َلَيْح ِلُفَّن ِإْن َأَر ْد َنا ِإاَّل اْلُحْسَنى َو ُهَّللا‬
‫َيْش َهُد ِإَّنُهْم َلَكاِذ ُبوَن‬
(Di antara kaum munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan
kemadaratan (atas kaum Mukmin), karena kekufuran, untuk memecah-belah kaum Mukmin serta
demi menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dulu.
Mereka benar-benar bersumpah, “Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Padahal Allah
menyaksikan bahwa mereka itu adalah para pendusta (dalam sumpahnya) (TQS at-Taubah [9]: 107).

Anda mungkin juga menyukai